Uji Jumlah Batang Pengaduk pada Alat Pengering Kelapa Parut (Desisccated Coconut)

(1)

SKRIPSI

FRIANI PARSAULIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

SKRIPSI

OLEH:

FRIANI PARSAULIAN 110308028

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,

Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si Achwil Putra Munir, STP, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ainun Rohanah, STP, M.Si

Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

ABSTRAK

FRIANI PARSAULIAN : Uji jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut, dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Tanaman kelapa merupakan tanaman kehidupan, karena keseluruhan bagiannya dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu pemanfaatannya adalah pengolahan daging buah yang diparut kemudian dikeringkan untuk dimanfaatkan dalam pembuatan roti, biskuit, permen, diambil santannya dan bahan pembuatan tepung kelapa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah batang pengaduk untuk pembuatan kelapa parut kering (desiccated coconut) terhadap kinerja alat pengering kelapa parut (grated coconut dryer). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan cara studi literatur, pengujian alat dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah kadar air, persentase bahan tertinggal di alat, rendemen dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah batang pengaduk tidak berbeda nyata terhadap kadar air, rendemen dan uji organoleptik dan berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal di alat.

Kata Kunci: Batang pengaduk, Alat pengering, Kelapa parut kering.

ABSTRACT

FRIANI PARSAULIAN: Test the number of stirring bar in grated coconut dryers, supervised by: LUKMAN ADLIN HARAHAP and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Coconut plant is a plant of life, because all its parts can be utilized to meet human needs. One of the utilization is grated coconut that can to be used in making bread, biscuits, sweets, its milk and coconut flour. This study was aimed to examine the effect of the number of rod in manufacturing of grated coconut (desiccated coconut) on the performance of the grated coconut dryer. This research was conducted in March and April 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan by literature study, testing equipment and parameters observation. Parameters measured were moisture content, percentage of materials left in the appliance, yield and organoleptic tests. The results showed that the number of rod was not significantly affected the water content, yield and organoleptic tests and significantly affected to the percentage of material left in the appliance.


(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft yang berjudul “Uji Jumlah Batang Pengaduk Pada Alat Pengering Kelapa Parut (Desiccated Coconut)” yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan seminar hasil di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan yang sangat berharga kepada penulis sehingga draft ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk penyempurnaan draft ini, maka kiranya penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersikap membangun agar kedepannya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

Semoga draft ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan. Terima Kasih.

Medan, Mei 2015


(5)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Sejarah Kelapa ... 4

Botani Kelapa ... 4

Bagian – Bagian Tanaman Kelapa dan Kegunaannya ... 5

Kondisi Perkelapaan di Indonesia ... 6

Pengeringan Bahan Pangan ... 8

Kelapa Parut Kering ... 10

Elemen Mesin ... 14

Motor listrik ... 14

Sabuk V ... 15

Speed reducer ... 16

Bantalan ... 16

Poros ... 17

Kadar Air ... 19

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat ... 20

Rendemen ... 20

Uji Organoleptik ... 20

METODOLOGI PENELITIAN ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Penelitian ... 22

Komponen Alat ... 23

Prosedur Penelitian ... 25

Parameter yang Diamati ... 27

Kadar air bahan ... 27

Persentase bahan tertinggal di alat ... 27

Rendemen ... 27

Uji organoleptik ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Kadar Air Bahan ... 30

Persentase Bahan Tertinggal di Alat ... 32

Rendemen Bahan Yang Diolah ... 33

Uji Organoletik ... 34

Warna ... 35


(6)

Rasa ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Spesifikasi desiccated coconut ... 11

2. Skala hedonik ... 21

3. Pengaruh jumlah pengaduk terhadap parameter ... 29


(8)

DAFTAR GAMBAR

Hal. 1. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap kadar air bahan ... 30 2. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap bahan tertinggal di alat ... 32 3. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap rendemen... 34


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart pelaksanaan penelitian ...40

2. Perhitungan kadar air ...42

3. Perhitungan persentase bahan tertinggal di alat ...45

4. Perhitungan rendemen ...48

5. Data uji organoleptik terhadap warna ...51

6. Data uji organoleptik terhadap aroma ...52

7. Data uji organoleptik terhadap rasa ...53

8. Gambar teknik alat ...54

9. Dokumentasi penelitian ...61


(10)

ABSTRAK

FRIANI PARSAULIAN : Uji jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut, dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Tanaman kelapa merupakan tanaman kehidupan, karena keseluruhan bagiannya dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu pemanfaatannya adalah pengolahan daging buah yang diparut kemudian dikeringkan untuk dimanfaatkan dalam pembuatan roti, biskuit, permen, diambil santannya dan bahan pembuatan tepung kelapa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah batang pengaduk untuk pembuatan kelapa parut kering (desiccated coconut) terhadap kinerja alat pengering kelapa parut (grated coconut dryer). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan cara studi literatur, pengujian alat dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah kadar air, persentase bahan tertinggal di alat, rendemen dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah batang pengaduk tidak berbeda nyata terhadap kadar air, rendemen dan uji organoleptik dan berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal di alat.

Kata Kunci: Batang pengaduk, Alat pengering, Kelapa parut kering.

ABSTRACT

FRIANI PARSAULIAN: Test the number of stirring bar in grated coconut dryers, supervised by: LUKMAN ADLIN HARAHAP and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Coconut plant is a plant of life, because all its parts can be utilized to meet human needs. One of the utilization is grated coconut that can to be used in making bread, biscuits, sweets, its milk and coconut flour. This study was aimed to examine the effect of the number of rod in manufacturing of grated coconut (desiccated coconut) on the performance of the grated coconut dryer. This research was conducted in March and April 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan by literature study, testing equipment and parameters observation. Parameters measured were moisture content, percentage of materials left in the appliance, yield and organoleptic tests. The results showed that the number of rod was not significantly affected the water content, yield and organoleptic tests and significantly affected to the percentage of material left in the appliance.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seperti halnya negara-negara di Samudera Pasifik, Indonesia merupakan penghasil kelapa utama di dunia. Hal ini memungkinkan karena tanaman kelapa yang juga sering disebut pohon kehidupan (the tree of life) tumbuh dominan di kawasan pantai dan Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang. Disebut pohon kehidupan karena seluruh bagian tanamannya sangat bermanfaat bagi manusia. Buah kelapa yang terdiri atas sabut kelapa, tempurung, daging buah dan air kelapa tidak ada yang terbuang dan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk industri, antara lain sabut kelapa dapat dibuat coir fibre, keset, sapu dan matras (Sukamto, 2001).

Saat ini produk utama yang dihasilkan dari tanaman kelapa adalah minyak kelapa dan kopra. Namun, produk minyak kelapa harus menghadapi saingan yaitu minyak kelapa sawit dan minyak nabati lainnya yang semakin banyak dijumpai dipasaran. Minyak kelapa sawit lebih diminati oleh para konsumen dikarenakan harganya yang lebih murah. Hal ini menyebabkan produksi minyak kelapa tidak lagi dilirik oleh para investor dan pengusaha.

Untuk mengatasi berkurangnya peminat produk minyak kelapa ini maka saat ini dikembangkan produk-produk olahan kelapa lainnya. Salah satu produk olahan kelapa yang sedang berkembang adalah pengolahan kelapa menjadi kelapa parut kering (desiccated coconut). Prospek usaha ini sangat besar karena hingga saat ini kebutuhan akan kelapa parut kering (desiccated coconut) dunia hanya


(12)

ditopang oleh dua negara pasifik yaitu Srilanka dan Filippina. Indonesia sangat berpotensi sebagai negara penghasil kelapa parut kering selanjutnya.

Kelapa parut kering (desiccated coconut) adalah parutan atau potongan-potongan kecil dari putih lembaga segar yang dikeringkan dengan segera. Rasa, warna dan harumnya sama seperti daging buah segar kelapa. Kelapa parut kering (desiccated coconut) merupakan bahan perdagangan dunia, yang dipergunakan dalam bahan pembuatan kue atau lainnya. Saat ini kelapa parut kering masuk dalam 5 (lima) besar bahan perdangangan dunia (Suhardiman, 1999).

Pembuatan kelapa parut kering menggunakan alat pengering yang dikhususkan untuk bahan pangan. Alat pengering ini harus mampu mempertahankan warna dan aroma kelapa segar meskipun kandungan airnya sudah berkurang. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat ini juga harus tahan karat agar tidak menyebabkan terjadinya pengotoran pada kelapa parut kering (desiccated coconut) yang diolah.

Dalam penelitian ini, alat yang akan diteliti adalah alat pengering kelapa parut (desiccated coconut) yang dirancang dan dibuat oleh Karten Malau (2014). Alat ini telah diuji sebelumnya oleh Yoga Purnama Noor (2015) yang menguji mengenai diameter puli dan Wilson Lapiga Ginting (2014) yang menguji mengenai suhu.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan, dimana kualitas hasil yang diperoleh diduga masih belum optimal karena masih menggunakan jumlah batang pengaduk tetap yaitu 3 buah, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat performansi kerja alat. Diharapkan hasil yang diperoleh lebih optimal,


(13)

dengan mencari jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada pembuatan kelapa parut kering (desiccated coconut).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah batang pengaduk untuk pembuatan kelapa parut kering (desiccated coconut) terhadap kinerja alat pengering kelapa parut (desiccated coconut).

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa penelitian ini adalah:

1. Diduga ada pengaruh jumlah batang pengaduk terhadap kualitas organoleptik kelapa parut kering (desiccated coconut) yang dihasilkan. 2. Diduga ada pengaruh jumlah batang pengaduk terhadap kadar air kelapa

parut kering (desiccated coconut) yang dihasilkan.

3. Diduga ada pengaruh jumlah batang pengaduk terhadap persentase bahan tertinggal di dalam alat.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pengering kelapa parut.

3. Bagi masyarakat, sebagai gambaran serta informasi mengenai alat pengering kelapa parut dalam pembuatan kelapa parut kering.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Kelapa

Mengenai asal usul kelapa belum ada kesepakatan di antara para ahli. Pada abad ke-9, pertama kali dikenal mata dagangan serat dan minuman keras yang terbuat dari kelapa, diproduksi oleh pedagang bangsa Arab bernama Soleyman yang mengunjungi negeri Cina. Kelapa (coconut) dikenal dengan berbagai sebutan seperti Nux Indica, al djanz al kindi, ganz-ganz, nargil, narle, tenga, dan pohon kehidupan. Kata coco (coquo) pertama kali digunakan oleh Vasco da Gama, kata ini berhubungan dengan kera atau wajah aneh, seperti tempurung kelapa yang bermata tiga. Tentang asal usul kelapa, terdapat dua teori yang saling bertentangan. Teori pertama menyatakan bahwa kelapa berasal dari Amerika Selatan dan teori kedua menyatakan bahwa kelapa berasal dari Asia atau Indo Pasifik. Kedua teori ini memerlukan pengkajian yang lebih mendalam untuk memperoleh bukti yang dapat membenarkan teori tersebut (Warisno, 1998). Botani Kelapa

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, maka kelapa bisa di golongkan menjadi : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Famili : Palmae Genus : Cocos


(15)

Penggolongan varietas kelapa umumnya berdasarkan perbedaan-perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah serta sifat-sifat khusus yang lain (Suhardiman, 1999).

Bagian - Bagian Tanaman Kelapa dan Kegunaannya

Kelapa merupakan salah satu anggota keluarga Palmae. Kelapa dikenal sebagai tanaman serba guna karena seluruh bagian tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berikut adalah bagian-bagian dan kegunaan dari tanaman kelapa.

1. Batang

Batang kelapa yang sudah tua dapat digunakan untuk bahan bangunan, jembatan, kerangka papan perahu, atau kayu bakar. Agar dapat digunakan sebagai bahan bangunan, batang kelapa dibelah dulu menjadi beberapa bagian. Kemudian dihaluskan menyerupai balok-balok atau silinder. 2. Daun

Daun-daun yang mudah kering dipakai sebagai hiasan janur atau bungkus ketupat, sedangkan daun yang tua dijadikan atap, lidinya untuk sapu, tusuk sate, dan lain-lain.

3. Buah

Buah kelapa terdiri atas:

-sabut kelapa yang dapat dijadikan sebagai bahan baku industri, seperti: karpet, sikat, keset, bahan pengisi jok mobil, tali dan lain-lain selain itu sabut kalapa dapat dimamfaatkan juga sebagai pupuk dengan cara membakarnya terlebih dahulu.


(16)

-tempurung kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti: arang tempurung dan karbon aktif yang berfungsi untuk mengabsorbsi gas dan uap.

-daging buah dapat diolah untuk keperluan rumah tangga, seperti bumbu dapur, santan, kopra, minyak kelapa dan parut kering.

-air kelapa dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Selain sebagai penyegar tenggorokan, juga dapat diolah menjadi sirup, nata de coco, dan lain-lain.

(Piggot, 1964).

Akar tanaman kelapa yang masih muda dapat digunakan untuk mengobati sakit perut. Sabut kelapa ataupun tapas dapat digunakan sebagai pembungkus cangkokan pada tanaman. Selain itu, sabut kelapa juga dapat digunakan sebagai pembungkus buah-buahan di pohon sebelum masak. Buah-buahan yang dibungkus dengan sabut kelapa memiliki kualitas yang lebih baik, karena sabut kelapa mempunyai susunan yang tidak terlampau rapat sehingga kebutuhan sinar matahari dan udara tetap terjamin (Warisno, 2003).

Kondisi Perkelapaan di Indonesia

Sekitar tahun 1886, Belanda membuka perkebunan kelapa di Indonesia, tepatnya di pulau Tallise dan Kikabohutan. Di samping itu, kebun-kebun kelapa milik rakyat ternyata sudah lama diusahakan, misalnya sejak tahun 1880 kopra rakyat dari daerah Minahasa sudah mulai diekspor ke Eropa. Setelah perang dunia kedua, ternyata ekspor kopra Indonesia semakin meningkat dan termasuk urutan ketiga dari enam komoditas ekspor utama yaitu karet, kelapa sawit, kopra,


(17)

tembakau, teh, dan gula. Dengan demikian, tanaman kelapa memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian rakyat dan sumber devisa bagi negara (Setyamidjaja, 1991).

Saat ini kelapa diusahakan di seluruh provinsi di Indonesia. Bentuk dan skala usaha taninya berbeda-beda, tergantung ketersediaan sumber daya dan permintaan pasar. Selama lebih dari 25 tahun terakhir areal kelapa sudah berkembang lebih dari 200%. Di tahun 1969 luas areal kelapa hanya seluas 1.680.536 ha. Namun, di tahun 1997 luasnya sudah menjadi 3.668.233 ha sehingga Indonesia merupakan negara yang memiliki areal kelapa terluas di dunia. Hal ini berarti sepertiga areal kelapa dunia terdapat di Indonesia yang sebagian besarnya terkonsentrasi di tiga wilayah, yaitu Jawa dan Bali, Sumatera, serta Sulawesi.

Di indonesia, pengusahaan tanaman kelapa umumnya dilakukan di lahan sempit. Sekitar 97% dari luas areal yang ada diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan sistem penanaman monokultur atau hanya ditanami kelapa saja. Sementara usaha tani dengan sistem polikultur (beberapa jenis dalam satu areal) dengan kelapa sebagai tanaman pokok belum sepenuhnya diterapkan sesuai teknologi anjuran. Intensitas pemeliharaan dilakukan sangat minim dan umumnya hanya berupa penyiangan gulma atau panen tanaman sela setiap 2 - 3 bulan sekali. Usaha perbaikan kesuburan tanah di sekitar tanaman kelapa seperti pemupukan belum memasyarakat dan belum dilakukan terutama karena pertumbuhan kelapa di Indonesia sudah baik meskipun belum dilakukan pemupukan terhadap tanaman kelapa tersebut (Sukamto, 2001).


(18)

Pengeringan Bahan Pangan

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Hall (1975) menyatakan proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum bahan diolah/digunakan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Taib, dkk, 1988)

Bahan pangan kering matahari dan kering buatan adalah lebih pekat daripada setiap bentuk bahan pangan awetan yang lain. Dalam bahan pangan kering biaya produksinya lebih murah, diperlukan tenaga yang lebih sedikit, peralatan pengolahan terbatas, kebutuhan penyimpanan untuk bahan pangan kering minimal, dan besarnya biaya distribusi berkurang (Desrosier, 1988).

Mesin pengering sederhana terdiri atas satuan baling-baling kipas angin, satuan alat pemanas, satuan alat pengering, dan satuan motor penggerak. Ada mesin penggerak yang bekerja secara terus-menerus dan ada pula yang terputus-putus; sedangkan kontak panas dengan bahan yang dikeringkan dapat secara langsung (konduksi) atau tidak langsung (konveksi) (Hardjosentono, dkk, 1990).

Pada pengeringan rotari (drum drying) dapat diproses berbagai jenis produk butiran dengan bentuk, ukuran dan distribusi yang beragam, melalui


(19)

perancangan yang tepat terhadap pengambang (flights) dan pengangkat (lifters) internalnya. Bagian-bagian internal khusus sering dibutuhkan bagi bahan yang cenderung membentuk gumpalan besar dan harus dipecahkan untuk menghindari masalah pada tahap akhir pengeringan. Bahan diangkat ke bagian atas drum oleh pengangkat dan mencurahkannya seperti air terjun. Proses pindah panas dan massa terutama berlangsung selama pengangkutan partikel dari atas ke bawah secara gravitasi di dalam drum. Media pengering bergerak pada arah berlawanan dengan arah jatuhnya partikel. Jelasnya, partikel dengan laju akhir dibawah laju aliran gas yang berlawanan akan terkumpul pada peralatan pembersih gas. Aksi gelombang tersebut dapat menyebabkan keausan yang parah pada bahan yang ringkih, terutama bila diameter drum sangat besar (Devahastin, 2001).

Dalam pengeringan dengan cara konduksi, panas dipindahkan dari permukaan yang panas ke bahan yang akan dikeringkan. Panas ini melengkapi panas laten penguapan air, dan pengeringan berlangsung bebas dari udara. Keseimbangan panas tercipta antara perpindahan panas ke dalam bahan pangan dan panas hilang oleh penguapan air serta oleh konveksi dan konduksi ke udara (Earle, 1969).

Informasi kuantitatif berikut, sekurang-kurangnya dalam menentukan mesin pengering yang sesuai:

a. Kapasitas mesin pengering ; mode produksi bahan umpan (curah/kontinyu)

b. Sifat fisik, kimia dan biokimia bahan umpan basah serta spesifikasi hasil bahan yang diinginkan ; keragaman karakteristik umpan yang diharapkan


(20)

c. Operasi pengolahan hulu dan hilir d. Kadar air umpan dan hasil pengeringan

e. Kinetika pengeringan ; isotermi sorpsi padatan basah f. Parameter mutu ; (fisik, kimia, biokimia)

g. Aspek keamanan, misal kebakaran, ledakan, dan keracunan h. Nilai produk

i. Kebutuhan akan kendali otomatis j. Sifat keracunan produk

k. Rasio pengembalian modal, kelenturan dalam kebutuhan kapasitas l. Jenis dan biaya bahan bakar, biaya listrik

m. Peraturan lingkungan n. Ruang dalam pabrik (Devahastin, 2001).

Kelapa Parut Kering

Kelapa parut kering (dessicated coconut) merupakan salah satu pemanfaatan buah kelapa, dimana buah kelapa dipotong-potong atau diparut kecil-kecil dan dikeringkan segera dengan warna tetap putih (Buda, 1981). Sebenarnya produk kelapa parut kering sudah lama digunakan oleh konsumsen di Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki sumber daya tanaman kelapa yang melimpah, maka produk kelapa parut kering akan menjadi peluang bagi pengembangan agroindustri kelapa.

Warna kelapa parut kering yang diinginkan adalah putih alami dengan aroma atau rasa yang tidak berubah sehingga nantinya dalam pemanfaatannya


(21)

dapat dihasilkan produk dengan kualitas yang baik (Grinwoods; 1985). Kelapa parut kering sendiri bisa dimanfaatkan untuk pembuatan roti, biskuit, manisan ataupun dapat diambil santannya. Kelapa parut kering (desiccated coconut) berwarna putih, memiliki rasa dan bau khas kelapa. Penamaan produk desiccated coconut berhubungan erat dengan ukuran partikel yaitu extra fine, fine (macaroon), medium, coarse, shreds and treads dan sliced. Namun yang paling umum diperdagangkan adalah medium, macaroon dan extra fine.

Tabel 1. Spesifikasi desiccated coconut

Woodroof, 1979 Banzon & Velasco, 1982 Anonim, 1999 Kadar Lemak

Kadar Asam lemak bebas Bakteri (Salmonella) Warna

Kadar air

67 – 71% 0.15% Negatif Putih 4.0% 66% 0.3% Negatif Putih 2.5% 65% minimun 0.3% minimum Negatif Putih 3.5% maximum Sumber : Balai Penelitian Tanaman Palma

(Balai Penelitian Tanaman Palma, 2010).

Desiccated coconut pada umunya dibuat melalui tahapan-tahapan pemisahan tempurung, pengupasan testa, memarut atau memotong untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang dikehendaki serta pengeringan. Tahapan-tahapan pengolahan desiccated coconut secara lengkap adalah sebagai berikut: 1. Seleksi awal buah kelapa

Kelapa yang dikirimkan ke pabrik desiccated coconut adalah kelapa butiran; kelapa butiran dalam keadaan pecah, berkecambah atau kelapa kurang masak, dipisahkan dan kelapa butiran yang terpilih dimasukkan ke dalam penyimpanan yang beraerasi baik. Butiran kelapa tanpa sabut yang layak dijadikan bahan baku berdiameter antara 11,5 – 13,5 cm dengan berat rata-rata 850 g/butir.


(22)

2. Pengupasan tempurung

Kelapa butiran, dari tempat penyimpanan dibawa ke tempat pemecah tempurung, biasanya dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki menggunakan pisau khusus yang disebut shelling knife ataupun mesin pengupas tempurung (shelling machine). Kelapa butiran dipecah tempurungnya, menggunakan alat pemecah tanpa memecah daging buahnya. Daging buah kelapa yang pecah akan mengganggu proses berikutnya, yaitu pengupasan testa (selaput tipis berwarna coklat yang membungkus daging buah kelapa). Kelapa yang tepat masak, daging buahnya mudah dipisahkan dari tempurung.

3. Pengupasan testa

Pengupasan testa dilakukan dengan menggunakan pisau khusus yang disebut paring knife yang biasanya dikerjakan oleh tenaga kerja wanita. Setelah testa dikupas, daging buah kelapa dibelah untuk memisahkan air buahnya. Daging buah dipotong-potong kecil, dicuci dan direndam dalam air mengalir untuk mencegah terjadinya perubahan warna.

4. Pasteurisasi

Potongan-potongan daging bauh kelapa dari perendaman dipanaskan dengan temperatur 880C selama 5 menit (untuk proses di Philipina) atau dimasukkan ke air mendidih selama 15 menit (untuk proses di Sri Lanka).

5. Stabilisasi

Stabilisasi dalam pengolahan desiccated coconut bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan, memperbaiki warna produk, cita rasa dan mencegah pertumbuhan mikroba. Proses ini berperan untuk pemutihan produk


(23)

dan mencegah kerja enzim dalam bahan yang diproses. Stabilisasi daging buah dapat dilakukan dengan menggunakan pengawet di antaranya sulfit dioksida (SO2) dan senyawa-senyawa sulfit seperti kalsium sulfit, natrium bisulfit, kalium bisulfit, natrium metabisulfit dan kalium metabisulfit.

6. Pemotongan atau pemarutan

Dari perendaman larutan Sulfit dioksida, potongan-potongan kecil daging buah kelapa kemudian dimasukkan ke dalam mesin pemotong untuk memperoleh bentuk yang diinginkan. Untuk pemotongan sangat halus (fancy cut) seperti pita, lempengan dan lainnya dilakukan dengan mesin yang disebut mesin pemarut (grater machine), sedangkan jika diinginkan desiccated coconut berbentuk butiran maka digunakan desintegrator.

7. Desikasi atau pengeringan

Kadar air di dalam daging buah kelapa parutan dan irisan halus daging buah kelapa lebih dari 50% dan harus diturunkan sampai 3%. Desikasi dilakukan dengan mesin khusus. Pengeringan dilakukan pada temperatur 60-700C selama 20-45 menit atau dapat juga dilakukan dengan pengeringan dua tahap, yaitu tahap 1 pada temperatur 1150C dan tahap 2 pada 1050C. Hal ini dilakukan untuk memastikan kadar air pada kelapa parut kering mencapai angka yang diinginkan.

Palungkun (2001) menyatakan bahwa kadar air yang terbaik untuk kelapa parut kering adalah 1,8% dan masih bisa ditoleransi ketika kadar air mencapai 3,65 %, lebih dari 3,65 % kondisi kelapa parut kering sudah tidak baik lagi. Kadar air ini juga akan menurunkan daya tahan penyimpanan kelapa parut kering itu sendiri karena pertumbuhan mikroorganisme.


(24)

8. Klasifikasi mutu

Desiccated coconut yang diperoleh setelah pengeringan dipisahkan menurut klasifikasi mutu berdasarkan ukurannya yaitu, sangat halus (extra fine), halus (fine), sedang, kasar. Pemisahan ini dilakukan dengan saringan dan pada tahap ini juga dilakukan pemeriksaan kadar air

9. Pembungkusan

Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan polyethylene dilapisi dengan beberapa lapis kantong pembungkus. Tidak diperkenankan mencampur berbagai mutu desiccated coconut dalam satu pembungkus. Pengemasan produk akhir didesain sedemikian rupa agar produk yang dihasilkan higienis sehingga akan memiliki masa simpan yang cukup lama.

(Suhardiyono, 1995). Elemen Mesin Motor listrik

Motor listrik adalah mesin yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanis. Misalnya mesin pembangkit tenaga listrik maka dapat memutar motor listrik yang menggunakan mesin untuk berbagai keperluan seperti mesin untuk menggiling padi menjadi beras, untuk pompa irigasi untuk pertanian, untuk kipas angin serta mesin pendingin (Djoekardi, 1996).

Mesin-mesin yang dinamakan motor listrik dirancang untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanis, untuk menggerakkan berbagai peralatan, mesin-mesin dalam industri, pengangkutan dan lai-lain. pada dasarnya motor


(25)

listrik digunakan untuk menggerakkan elemen mesin, seperti pulley, poros, dan sudu lempar (Pratomo dan Irwanto, 1983)

Tenaga listrik merupakan ubahan dari tenaga lain. Tenaga listrik melalui motor listrik dapat menghasilkan tenaga listrik dapat menghasilkan tenaga mekanik lainnya. Keuntungan penggunaan tenaga listrik antara lain:

a. Motor listrik konstruksinya sederhana dan kompak

b. Pengembalian tenaga listrik mudah terutama setelah listrik masuk desa c. Membutuhkan pemeliharaan dan perawatan yang sederhana

d. Cara mengoprasikannya sangat mudah, yaitu hanya memutar kontak e. Tidak menimbulkan suara, bersih

f. Menghasilkan tenaga yang halus dan seragam g. Dapat menyesuaikan dengan beban

(Rizaldi, 2006). Sabuk-V

Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan teteron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan di keliling alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan keunggulan sabuk-V dibandingkan sabuk rata (Sularso dan Suga, 2004).


(26)

Penggerak berbentuk sabuk bekerja atas dasar gesekan tenaga yang disalurkan dari mesin penggerak dengan cara persinggungan sabuk yang berhubungan erat antara pulley penggerak dengan pulley yang akan digerakkan. Sebaliknya sabuk mempunyaisifat lekat tetapi tidak lengket pada pulley dan salah satu pulley itu harus dapat diatur (Pratomo dan irwanto, 1983).

Speed reducer

Speed reducer adalah jenis motor yang fungsinya memperlambat atau mengurangi putaran. Gearbox bersinggungan ke dalam motor, tetapi secara bersamaan rangkaian ini mengurangi kecepatan keluaran (output speed).

Speed reducer digunakan untuk menurunkan putaran. Dalam hal ini perbandingan speedreducer putarannya dapat cukup tinggi.

i = N

N ... (1) dimana:

i = perbandingan reduksi N1 = input putaran (rpm) N2 = output putaran (rpm) (Niemann, 1982).

Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak bekerja secara


(27)

semestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat disamakan perananya dengan pondasi pada gedung (Sularso dan Suga, 2004).

Berbagai macam bantalan, pada prinsipnya bantalan dapat digolongkan menjadi:

- Bantalan luncur

- Bantalan gelinding (bantalan peluru dan bantalan rol) - Bantalan dengan beban radial

- Bantalan dengan beban aksial

- Bantalan dengan beban campuran (aksial-radial) (Daryanto, 2007).

Poros

Poros pada umumnya berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran. Bentuk dari poros adalah silinder baik pejal maupun berongga. Namun, ukuran diameternya yang digunakan tidak selalu sama. Biasanya dalam permesinan, poros dibuat bertangga/step agar bantalan, roda gigi maupun pulley mempunyai dudukan dan penahan agar dapat diperoleh ketelitian mekanisme kerja yang baik (Stolk dan Kross, 1993).

Hal-hal yang sangat perlu dan penting diperhatikan di dalam merencanakan sebuah poros pada perancangan mesin adalah:

1. Kekuatan poros

Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila


(28)

diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban di atasnya.

2. Kekakuan poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara. Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.

3. Putaran Kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Poros harus direncanakan hingga putaran kerjanya lebih rendah dari puataran krititisnya.

4. Korosi

Bahan-bahan poros yang terancam kavitasi, poros-poros mesin yang berhenti lama, dan poros propeler dan pompa yang kontak dengan fluida yang korosif sampai batas-batas tertentu dapat dilakukan perlindungan terhadap korosi.

5. Bahan poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang


(29)

dihasilkan dari ingot yang di kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor kadar karbon terjamin.

(Sularso dan Suga, 2004).

Pemindahan tenaga dan pergerakan mesin dapat dibagi dua yaitu: 1. Pergerakan Langsung

Dalam hal ini poros motor bergerak (motor listrik, mesin uap dan motor bakar) dihubungkan langsung dengan poros perkakas atau mesin yang hendak digerakkan dengan kopling-kopling.

2. Pergerakan Tidak Langsung

Dalam hal ini poros motor bergerak tidak langsung berhubungan dengan perkakas atau mesin yang digerakkan, melainkan dengan menggunakan pulley dalam mentransmisikan tenaga.

(Nababan, 2005). Kadar Air

Kadar air adalah persentase jumlah air yang dikandung oleh bahan. Kadar air mempengaruhi ketahanan pangan terhadap mikroorganisme dan jamur. Oleh karena itu, untuk memperoleh bahan pangan yang lebih awet atau lebih tahan lama maka dilakukan penurunan kadar air hingga kadar air dimana mikroorganisme dan jamur tidak dapat hidup atau berkembangbiak. Air dan kotoran seperti protein pada minyak merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Mikroba tersebut akan memproduksi enzim yang mengakibatkan minyak atau lemak terhidrolisa. Bila minyak atau lemak bebas dari kotoran berupa protein, maka mikroba berpengaruh kecil terhadap kualitas minyak selama penyimpanan (Ketaren, 1989).


(30)

Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya berada dalam dua alternatif yaitu pertama dengan menghambat enzim-enzim dan aktivitas mikroba dengan menurunkan suhunya hingga suhu dibawah 00C dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga tidak memberi kesempatan untuk hidupnya mikroba dengan pengeringan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991). Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat

Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat keluar dari mesin pengolahan membutuhkan tenaga operator untuk mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugraha, dkk., 2012).

Rendemen

Rendemen menyatakan persentase bahan hasil olahan terhadap bahan mentah atau bahan baku yang diolah per satuan berat bahan. Perhitungan rendemen diperlukan untuk mengetahui banyaknya jumlah kebutuhan bahan baku dalam suatu proses industri yang menggunakan alat atau mesin untuk menghasilkan jumlah produk yang diinginkan. Rendemen dapat dihitung dengan membandingkan berat hasil olahan dengan berat bahan baku sebelum dilakukan pengolahan (Lubis, 2008).

Uji Organoleptik

Cara uji organoleptik umum dikerjakan dalam praktek, terutama di pabrik pengolahan bahan pangan. Cara itu lebih mudah dan lebih cepat karena hanya


(31)

menggunakan alat indrawi saja, tidak memerlukan banyak peralatan serta lebih murah. Pengujian organoleptik ini lebih banyak ke arah pengamatan secara visual. Sebagai parameter dalam pengujian sesorik berupa penampakan warna, cita rasa dan tekstur. Para panelis akan memberikan skor pada sampel yang diamati (Adawyah, 2008).

Dalam pengolahan bahan pangan, termasuk pengolahan kelapa parut kering sangat sering digunakan uji organoleptik dikarenakan pengujiannya lebih cepat dan murah. Pengujian dengan organoleptik terutama dilakukan terhadap rasa, aroma dan warna sedangkan untuk kandungannya sendiri dilakukan pengujian di laboratorium. Skala hedonik yang digunakan berupa skor dimana angka terbesar merupakan hasil terbaik.

Tabel 2. Skala Hedonik

Skala Hedonik Keterangan

3 Suka

2 Kurang Suka

1 Tidak Suka


(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai 13 April 2015 sampai dengan 22 April 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan untuk membuat alat adalah: tabung silinder terbuat dari pelat stainless steel, besi UNP, besi siku, baut dan mur, motor listrik, V-belt, pully, bearing, speed reducer, as pengaduk, heater, thermostat, thermokopel, steker, push buttom, lampu indikator, aluminum foil, glasswool, plat aluminium, kabel, lem, thinner, kuas dan cat. Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah kelapa parut.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah meteran, jangka sorong, mesin bubut, mesin bor, mata bor, mesin gerinda, mesin las, palu, tang, kunci pas dan ring, obeng, testpen, timbangan, plastik kemasan, multitester, stopwatch, kalkulator, komputer, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan Rancang acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari satu faktor yaitu jumlah pengaduk. Dengan tiga ulangan pada setiap perlakuan. Faktor jumlah pengaduk yang digunakan yaitu:


(33)

P1 = 2 batang pengaduk P2 = 3 batang pengaduk P3 = 4 batang pengaduk Persamaan yang digunakan adalah:

Yij =

µ+τ

i

+

ϵ

ij ... (2) Dimana:

Yij = Variabel yang akan dianalisis

µ

= Rata-rata umum atau rata-rata sebenarnya

τ

i = Efek perlakuan ke-i

ϵ

ij = Kesalahan, berupa efek yang berasal dari eksperimen ke-j yang dikenai perlakuan ke-i

Komponen Alat

Alat pengering kelapa parut (desiccated coconut) ini mempunyai beberapa bagian penting yaitu:

1. Kerangka alat

Kerangka alat ini berfungsi sebaga pendukung komponen lainnya, yang terbuat dari besi UNP dan besi siku. Kerangka alat ini mempunyai panjang 80 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 70 cm.

2. Tabung silinder

Tabung silinder terbuat dari plat stainless steel dengan ketebalan 3 mm, pada dinding silinder dipasang tubular heater (pemanas elektrik) kemudian dilapisi


(34)

dengan isolasi aluminum foil, glasswool, dan plat aluminium. Panjang dari tabung silinder ini 50 cm dan berdiameter 30 cm.

3. As pengaduk

As pengaduk ini berfungsi untuk mengaduk dan mengangkat kelapa parut pada dinding tabung silinder supaya kelapa parut dalam keadaan kering merata.

4. Motor listrik

Motor listrik berguna sebagai tenaga penggerak yang dihubungkan dengan listrik. Motor listrik yang digunakan berdaya 0,25 HP dengan putaran 1400 rpm.

5. Speed reducer

Speed reducer digunakan untuk mengurangi kecepatan putaran. Speed reducer ini mempunyai perbandingan 1 : 20

6. Dial thermostat

Dial thermostat berfungsi untuk mengatur suhu pada yang diinginkan. Alat ini dapat mengatur suhu 0 – 3200 C.

7. Tubular heater

Alat ini dipasang pada dinding luar tabung silinder merupakan penukar kalor yang bertujuan untuk memanaskan (menaikkan suhu) pada dinding tabung silinder. Alat ini terdiri dari 2 buah kompenen tubular heater yang masing-masing mempunyai tegangan 230 V dan daya 1000 W dipasang secara paralel.


(35)

8. Saluran masukan (hopper)

Saluran ini berfungsi untuk memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke dalam tabung silinder dan juga digunakan saluran pengeluaran uap air.

9. Saluran pengeluaran

Saluran ini berfungsi untuk menyalurkan bahan yang telah dikeringkan pada tabung silinder ke tempat penampungan yang telah disediakan.

Prosedur Penelitian Persiapan

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dipersiapkan segala bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian.

Pembuatan alat

Adapun langkah pembuatan alat pengering kelapa parut (desiccated coconut) adalah:

1. Dirancang bentuk alat pengering kelapa parut (desiccated coconut) kemudian dibuat gambar tekniknya.

2. Dipilih bahan yang akan digunakan untuk membuat alat pengering kelapa (desiccated coconut).

3. Dilakukan pengukuran terhadap bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.

4. Dipotong bahan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan

5. Dilakukan pengelasan dan pengeboran untuk pemasangan kerangka alat 6. Dibuat saluran pemasukan bahan dan saluran pengeluaran bahan


(36)

8. Dirangkai komponen alat pengering kelapa parut kering

9. Dilakukan pengecatan guna memperpanjang umur pemakaian alat dan menambah daya tarik alat pengering kelapa parut (dessicated coconut) Pengujian alat

Adapun prosedur pengujian alat adalah: 1. Disiapkan kelapa parut 1 kg.

2. Dihubungkan steker ke sumber arus kemudian diatur suhu 1300C pada thermostat dan ditekan tombol “ON” untuk memanaskan heater dengan waktu sekitar 8 menit.

3. Dimasukkan bahan ke dalam tabung silinder melalui hopper. 4. Dihidupkan motor listrik.

5. Ditutup hopper dengan kain basah sebagai saluran pengeluaran uap air. 6. Ditunggu selama 90 menit.

7. Dimatikan heater dan dibuka bagian hopper untuk mendinginkan kelapa selama 5 menit.

8. Dikeluarkan bahan melalui saluran pengeluaran. 9. Ditimbang bahan yang tertampung pada alat.

10.Ditimbang bahan yang tertinggal pada alat dan dilakukan pembersihan alat.

11.Diulangi perlakuan sebanyak 3 kali. 12.Dilakukan pengamatan parameter.


(37)

Parameter yang Diamati 1. Kadar air bahan

Kadar air bahan dihitung dengan menimbang bahan sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan. Penimbangan sesudah pengeringan dilakukan setelah bahan keluar dari ruang pengering.berat air di dalam bahan diketahui dengan mengurangkan berat akhir setelah pengolahan dengan berat bahan kering mutlak. Untuk menghitung kadar air dapat digunakan rumus berikut,

Kadar air= Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan (Ba)(Ba)+ Bobot bahan kering mutlak (Bk)× % ...(3) (Anderson, 2006).

2. Persentase bahan yang tertinggal di alat

Perhitungan persentase bahan yang tertinggal di alat dilakukan dengan mengeluarkan bahan yang tertinggal di alat setelah pengeringan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan tenaga operator. Kemudian bahan tertinggal tersebut ditimbang untuk mengetahui berat bahan yang tertinggal di alat. Persentase bahan yang tertinggal di alat dihitung dengan rumus:

% Bahan tertinggal= BB l l ll ×100% ... (4) 3. Rendemen bahan yang diolah

Perhitungan rendemen bahan yang diolah dapat dilakukan dengan membandingkan berat akhir hasil pengolahan, yang sudah dipisahkan dari bahan yang rusak dengan berat awal bahan yang diolah untuk membuat kelapa parut kering (desiccated coconut).


(38)

4. Uji organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengambil sampel seberat 100 gram dari semua taraf dan ulangan dan diberikan kepada panelis yang telah dipilih dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Kriteria panelis yang dilakukan pengujian adalah dengan umur yang sama dan berasal dari berbagai suku. Dalam setiap pengujian sampel, panelis diberikan minum untuk menetralkan kembali indranya. Jumlah panelis yang melakukan pengujian adalah sebanyak 10 orang panelis. Panelis diminta untuk memberikan nilai pada masing-masing sampel sesuai dengan kriteria yang terdapat pada Tabel 2.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan secara umum diperoleh bahwa jumlah batang pengaduk tidak berbeda nyata terhadap kadar air bahan dan rendemen serta berbeda sangat nyata terhadap persentase bahan tertinggal di dalam alat. Hal ini dapat diperhatikan pada Tabel.3 berikut ini:

Tabel 3. Pengaruh jumlah pengaduk terhadap parameter Perlakua n Kadar air (%) Persentase bahan tertinggal di alat (%)

Rendemen (%)

Uji Organoleptik Warna Arom

a Ras a Penerimaa n keseluruha n

P1 11,75 36,46 56,67 2,29 2,63 2,50 2,47

P2 11,23 55,02 56,33 2,33 2,39 2,50 2,41

P3 10,17 71,86 55,67 2,60 2,56 2,66 2,61

Keterangan untuk uji organoleptik: 1 = tidak suka

2 = kurang suka 3 = suka

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah batang pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar air, rendemen dan organoleptik tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat. Kadar air terendah terdapat pada perlakuan P3 (4 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 10,17 % dan nilai kadar air tertinggi terdapat pada P1 (2 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 11,75 %. Persentase bahan tertinggal di alat terendah terdapat pada perlakuan P1 (2 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 36,46 % dan persentase bahan tertinggal di alat tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (4 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 71,86 %. Rendemen terendah terdapat pada perlakuan P3 (4 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 55,67 % dan rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (2 buah batang pengaduk) yaitu sebesar 56,67 %.


(40)

Jika ditinjau dari segi ekonomi maka pengaduk yang terbaik adalah pengaduk dengan menggunakan dua batang pengaduk atau P1. Hal ini dikarenakan oleh pembuatan pengaduk dengan jumlah batang pengaduk yang lebih sedikit membutuhkan bahan baku stainless yang lebih sedikit. Kebutuhan bahan baku yang lebih sedikit akan mengurangi harga pembuatan alat.

Hasil analisa statistik pengaruh jumlah batang pengaduk terhadap masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut.

Kadar Air Bahan

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 2 diperoleh bahwa perbedaan jumlah pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak nyata) terhadap kadar air bahan, sehingga pengujian lanjutan dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Hubungan antara jumlah pengaduk terhadap kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap kadar air bahan

11.75 11.23 10.17 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

2 3 4

K a d a r a ir b a h a n ( % )


(41)

Gambar 1 diatas menunjukkan hubungan jumlah batang pengaduk terhadap kadar air bahan yang mengalami penurunan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah batang pengaduk. Kadar air bahan terbesar terdapat pada perlakuan P1 yaitu dengan 2 batang pengaduk dan kadar air bahan terendah terdapat pada P3 dengan 4 batang pengaduk. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah batang pengaduk maka panas akan menyentuh permukaan bahan secara merata sehingga air yang terdapat pada bahan semakin mudah menguap.

Kadar air mempengaruhi kemampuan perkembangbiakan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Jika kadar air mencapai nilai dimana mikroorganisme tidak bisa hidup maka daya simpan bahan pangan tersebut akan panjang. Menurut Ketaren (1989) air dan kotoran seperti protein pada minyak merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Mikroba tersebut akan memproduksi enzim yang mengakibatkan minyak atau lemak terhidrolisa. Bila minyak atau lemak bebas dari kotoran berupa protein, maka mikroba berpengaruh kecil terhadap kualitas minyak selama penyimpanan.

Daging buah kelapa segar memiliki kadar air yang sangat tinggi. Kadar air yang sangat tinggi ini menjadikan daging buah kelapa segar sangat sulit untuk disimpan dalam waktu yang lama. Untuk mengatasi hal tersebutlah maka diperlukan proses pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga memperpanjang umur simpan daging buah kelapa tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Suhardiyono (1995) yang menyatakan bahwa kadar air daging buah kelapa segar mencapai 50% sehingga sulit untuk disimpan.


(42)

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 3 diperoleh bahwa perbedaan jumlah batang pengaduk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat, sehingga pengujian lanjutan diperlukan yaitu dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) untuk mengetahui hubungan antar perlakuan.

Tabel 4. Uji DMRT terhadap persentase bahan tertinggal di alat

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - 2 batang pengaduk 36,46 a A

2 3,055 4,630 3 batang pengaduk 55,02 b B

3 3,167 4,803 4 batang pengaduk 71,86 c C

Uji DMRT yang dilakukan diperoleh hasil bahwa setiap perlakuan berbeda nyata. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan notasi pada setiap perlakuan yang diuji pada 5% dan 1%. Dari uji DMRT di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaduk terbaik adalah P1 yaitu dengan menggunakan 2 batang pengaduk.

Hubungan antara jumlah batang pengaduk terhadap persentase bahan yang tertinggal di alat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap bahan tertinggal di alat.

y = 17.7x + 19.047 R² = 0.9992

0 10 20 30 40 50 60 70 80

2 3 4

B a h a n t e rt in g g a l d i a la t (% )


(43)

Gambar 2 di atas menunjukkan hubungan jumlah batang pengaduk terhadap persentase bahan tertinggal di alat yang mengalami peningkatan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah batang pengaduk. Persentase bahan tertinggal terbesar terdapat pada perlakuan P3 yaitu dengan 3 batang pengaduk dan persentase bahan tertinggal terendah terdapat pada P1 dengan 2 batang pengaduk. Hal ini disebabkan semakin banyak batang pengaduk maka akan semakin banyak tempat untuk bahan tersebut menempel.

Persamaan garis yang terdapat pada Gambar 2 merupakan persamaan regresi yang menunjukkan hubungan fungsional atau sebab akibat antara variabel-variabel. Dalam penelitian ini variabel yang dihubungkan adalah jumlah batang pengaduk terhadap bahan tertinggal di alat. Persamaan garis ini dapat digunakan untuk menentukan pengaruh yang terjadi terhadap satu variabel jika variabel lainnya mengalami perubahan nilai tanpa harus melakukan pengujian kembali. Nilai R2 menunjukkan besarnya pengaruh yang diberikan suatu variabel terhadap variabel lainnya.

Bahan yang tertinggal di alat adalah bahan yang tidak mampu keluar secara langsung saat saluran pengeluaran bahan dibuka. Bahan yang tertinggal di alat ini dapat dikeluarkan dengan bantuan operator. Dalam penelitian ini, bahan yang tertinggal dialat terutama menempel pada batang pengaduk dan as pengaduk. Rendemen Bahan yang Diolah

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 4 diperoleh bahwa perbedaan jumlah pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak nyata) terhadap rendemen bahan yang diolah, sehingga pengujian dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.


(44)

Hubungan antara jumlah batang pengaduk terhadap rendemen bahan yang diolah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan jumlah batang pengaduk terhadap rendemen Gambar 3 diatas menunjukkan hubungan jumlah batang pengaduk terhadap rendemen yang mengalami penurunan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah batang pengaduk. Rendemen terbesar terdapat pada perlakuan P1 yaitu dengan 2 batang pengaduk dan rendemen terendah terdapat pada P3 dengan 4 batang pengaduk. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air yang masih terdapat didalam bahan sehingga bahan yang memiliki kandungan air yang lebih besar akan semakin berat dikarenakan air itu sendiri.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleprik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap kelapa parut kering (desiccated coconut) hasil pengeringan dengan 3 jumlah pengaduk, yaitu 2, 3, dan 4 batang pengaduk dimana untuk setiap jumlah pengaduk dilakukan tiga kali

56.67 56.33 55.67

0 10 20 30 40 50 60 70

2 3 4

Re n d e m e n ( % )


(45)

ulangan. Uji organoleptik dilakukan terhadap 10 orang panelis dengan parameter yang digunakan yaitu warna, aroma dan rasa.

a. Warna

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 5 diperoleh bahwa perbedaan jumlah pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak nyata) terhadap warna, sehingga pengujian dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian organoleptik terhadap warna karena warna merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen dalam memilih makanan sehingga warna sangat mempengaruhi penerimaan suatu produk oleh konsumen. Menurut Palungkun (2001) warna merupakan salah satu kualitas yang penting untuk semua bahan makanan yang segar atau produk yang telah diproses. Warna sangat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen, meskipun warna kurang berhubungan dengan nilai gizi.

Proses pemasakan atau pengolahan suatu bahan pangan akan mempengaruhi tampak fisik dari bahan pangan tersebut. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995) pengeringan dapat mengakibatkan sejumlah perubahan fisik dan kimia yang mempengaruhi kualitas produk akhir, seperti perubahan warna, aroma, tekstur, viskositas dan nilai gizi.

b. Aroma

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 6 diperoleh bahwa perbedaan jumlah pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak nyata) terhadap aroma, sehingga pengujian dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.


(46)

Aroma kelapa parut kering sangat dipengaruhi oleh kondisi kelapa parut tersebut. Aroma kelapa parut akan sangat dipengaruhi oleh reaksi oksidatif yang mempengaruhi tingkat ketengikan karena kelapa mengandung banyak lemak. Menurut Ketaren (1986) bentuk kerusakan dari bahan pangan yang mengandung lemak, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen terhadap lemak. Oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung asam lemak dibiarkan kontak dengan udara. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi.

c. Rasa

Dari analisis sidik ragam pada Lampiran 7 diperoleh bahwa perbedaan jumlah pengaduk tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak nyata) terhadap rasa, sehingga pengujian dengan menggunakan analisa duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Rasa produk akhir kelapa parut kering dipengaruhi oleh kadar air serta tingkat ketengikan dari kelapa parut kering yang dihasilkan. Pada penelitian ini, rasa yang dihasilkan pada setiap perlakuan tidak mempengaruhi secara nyata terhadap rasa kelapa parut kering yang dihasilkan. Namun, seiring dengan lamanya waktu penyimpanan maka mutu kelapa parut kering dapat mengalami penurunan sehingga mengurangi rasa bahkan tidak bisa dikonsumsi sama sekali. Menurut Ketaren (1989) selama penyimpanan minyak atau lemak, akan terjadi perubahan flavor dan rasa. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya komponen-komponen yang tidak diinginkan dan ditandai dengan timbulnya bau tengik.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbedaan jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut memberikan pengaruh tidak nyata pada kadar air kelapa parut kering yang dihasilkan.

2. Perbedaan jumlah batang pengaduk memberikan pengaruh sangat nyata pada persentase bahan yang tertinggal di dalam alat pengering kelapa parut.

3. Menurut DMRT, persentase bahan tertinggal di alat terbaik adalah pada perlakuan P1 yaitu dengan menggunakan 2 batang pengaduk.

4. Perbedaan jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut memberikan pengaruh tidak nyata pada rendemen pengolahan.

5. Perbedaan jumlah batang pengaduk pada alat pengering kelapa parut memberikan pengaruh tidak nyata pada kualitas organoleptik kelapa parut kering yang dihasilkan

6. Secara umum, perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan P1 yaitu dengan menggunakan 2 batang pengaduk

Saran

1. Diperlukan pengujian lebih lanjut mengenai waktu pengeringan pada alat pengering kelapa parut untuk menghasilkan kadar air yang sesuai dengan SNI.

2. Diperlukan perbaikan sambungan pada as pengaduk dengan speed reducer untuk mengurangi slip.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R., 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta. Anderson, S., 2006. Pengembangan dan Evaluasi Teknis Alat Pengering Kopra

Jenis Tray Dryer. Politeknik Negeri Padang, Padang.

Balai Penelitian Tanaman Palma, 2010. Deskripsi Produk dan Teknologi Pengolahan Kelapa Parut Kering. Balai Litbang Pertanian, Indonesia. Daryanto, 1993. Dasar-Dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta, Jakarta.

Daryanto, 2007. Dasar-Dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta, Jakarta. Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta.

Devahastin, S., 2001. Panduan Praktis Mujamdar untuk Pengeringan Industrial. IPB-Press, Bogor.

Djoekardi, D., 1996. Mesin-Mesin Motor Induksi. Universitas Trisakti, Jakarta. Earle, R. I., 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya.

IPB-Press, Bogor.

Ginting, W, L., 2014. Uji Variasi Suhu pada Alat Pengering Kelapa Parut (Desiccated Coconut). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hardjosentono, M., Wijato, Elon. R., Badra I. W dan R. Dadang, 1990. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI Press, Jakarta.

Lubis, H. S. A., 2008. Uji RPM Alat Pengaduk untuk Pembuatan Dodol. Universitas Sumatera Utara, Medan

Malau, K., 2014. Rancang Bangun Alat Pengering Kelapa Parut (Desiccated Coconut). Universitas Sumatera Utara, Medan

Nababan, M., 2005. Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Kapasitas 2500 kg/jam. Politeknik Negeri Medan, Medan.

Niemann, G., 1982. Elemen Mesin: Desain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros. Penerjemah Bambang Priambodo. Erlangga, Jakarta. Noor, Y, P., 2015. Uji Diameter Puli pada Alat Pengering Kelapa Parut


(49)

Nugraha, B., J. Nugroho, N. Bintoro, 2012. Pengaruh Laju Udara dan Suhu Selama Pengeringan Kelapa Parut Kering Secara Pneumatic. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Palungkun, R., 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta. Piggot, C. J., 1964. Coconut Growing. Oxford University Press, London.

Potter, N. N. dan C. J. Hotchkiss, 1995. Food Science. CBS State University, Virginia

Pratomo, M., dan Irwanto, 1983. Alat dan Mesin Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Rizaldi, T., 2006. Mesin Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP-USU. Medan.

Setyamidjaja, D., 1991. Bertanam Kelapa Hibrida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Suhardiman, P., 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta. Suhardiyono, L., 1995. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Penerbit

Kanisius, Yogyakarta.

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Sukamto, 2001. Upaya Meningkatkan Produksi Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sularso dan K. Suga, 2004. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Pradnya Paramita, Jakarta.

Stolk, J., dan Kross, 1993. Elemen Mesin: Elemen Kontruksi dari Bangunan Mesin. Terjemahan Hendersin dan A. Rahman. Erlangga, Jakarta.

Taib, G., Sa’id, E..G., Wiraatmaja, S., 1988, Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Warisno. 1998. Budidaya Kelapa Kopyor. Penerbit Kanisius, Jakarta. Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Penerbit Kanisius, Jakarta.


(50)

Merancang bentuk alat

Menggambar dan menentukan dimensi alat

Memilih bahan Mulai

Dihaluskan permukaan yang kasar Diukur bahan yang akan

digunakan

Dipotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi pada gambar

Merangkai alat

Pengelasan

Pengecatan

a b


(51)

Analisa data Pengujian Alat

Pengukuran Parameter a

b

Data layak?

Selesai Ya Tidak


(52)

Lampiran 2. Perhitungan kadar air (%)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 10,71 12,28 12,28 35,27 11,75

P2 10,71 12,28 10,71 33,70 11,23

P3 9,09 10,71 10,71 30,51 10,17

Total 30,51 35,27 33,70 99,48

Rata-rata 10,17 11,75 11,23 11,05

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 3,922 1,961 2,336 tn 5,143253 10,92477

Galat 6 5,036 0,839

Total 8 8,958

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

** = sangat nyata a) 2 batang pengaduk

- Ulangan 1

Kadar air= Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =60 gram +500 gram 60 gram × %

= 10,71 % - Ulangan 2

Kadar air= Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =70 gram +500 gram 70 gram × %

= 12, 28 % - Ulangan 3


(53)

=70 gram +500 gram 70 gram × % = 12, 28 %

b) 3 batang pengaduk - Ulangan 1

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =60 gram +500 gram 60 gram × %

= 10,71 % - Ulangan 2

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =70 gram +500 gram 70 gram × %

= 12, 28 % - Ulangan 3

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =60 gram +500 gram 60 gram × %

= 10,71 % c) 4 batang pengaduk

- Ulangan 1

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =50 gram +500 gram 50 gram × %


(54)

= 9,09 % - Ulangan 2

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =60 gram +500 gram 60 gram × %

= 10,71 % - Ulangan 3

Kadar air = Berat air dalam bahanBerat air dalam bahan + Bobot bahan kering mutlak × % =60 gram +500 gram 60 gram × %


(55)

Lampiran 3. Perhitungan persentase bahan tertinggal di alat (%)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 37,50 36,80 35,09 109,39 36,46

P2 55,36 56,14 53,57 165,07 55,02

P3 72,72 69,64 73,21 215,57 71,86

Total 165,58 162,58 161,87 490,03

Rata-rata 55,19 54,19 53,95 54,45

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 1880,523 940,261 401,907 ** 5,143253 10,92477

Galat 6 14,037 2,340

Total 8 1894,560

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

** = sangat nyata a) 2 batang pengaduk

- Ulangan 1

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =560 gram 210 gram × %

= 37,50 % - Ulangan 2

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =570 gram 210 gram × %

= 36,80 % - Ulangan 3


(56)

=570 gram 200 gram × % = 35,09 %

b) 3 batang pengaduk - Ulangan 1

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =560 gram 310 gram × %

= 55,36 % - Ulangan 2

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =570 gram 310 gram × %

= 56,14 % - Ulangan 3

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =3000 gram560 gram × %

= 53,57 % c) 4 batang pengaduk

- Ulangan 1

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =550 gram 400 gram × %


(57)

= 72,72 % - Ulangan 2

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =560 gram 390 gram × %

= 69,64 % - Ulangan 3

Persentase bahan tertinggal = berat total setelah pengolahan bahan tertinggal × % =560 gram 410 gram × %


(58)

Lampiran 4. Perhitungan rendemen

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 56 57 57 170 56,67

P2 56 57 56 169 56,33

P3 55 56 56 167 55,67

Total 167 170 169 506

Rata-rata 55,67 56,67 56,33 56,22

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 1,556 0,778 2,333 tn 5,143253 10,92477

Galat 6 2,000 0,333

Total 8 3,556

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

** = sangat nyata a) 2 batang pengaduk

- Ulangan 1

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 560 gram × %

= 56 % - Ulangan 2

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 570 gram × %

= 57 % - Ulangan 3


(59)

= 1000 gram 570 gram × % = 57 %

b) 3 batang pengaduk - Ulangan 1

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 560 gram × %

= 56 % - Ulangan 2

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 570 gram × %

= 57 % - Ulangan 3

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 560 gram × %

= 56 % c) 4 batang pengaduk

- Ulangan 1

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 550 gram × %


(60)

= 55 % - Ulangan 2

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 560 gram × %

= 56 % - Ulangan 3

Rendemen = Berat setelah pengolahanBerat awal × % = 1000 gram 560 gram × %


(61)

Lampiran 5. Data uji Organoleptik terhadap warna

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 2,4 2,1 2,4 6,9 2,3

P2 2,5 2,1 2,4 7,0 2,33

P3 2,6 2,8 2,5 7,9 2,63

Total 7,5 7,0 6,9 21,4

Rata-rata 2,5 2,33 2,3 7,26

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,202 0,101 3,138 tn 5,143253 10,92477

Galat 6 0,193 0,032

Total 8 0,396

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(62)

Lampiran 6. Data uji Organoleptik terhadap aroma

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 2,6 2,8 2,5 7,9 2,63

P2 2,8 2,3 2,1 7,2 2,4

P3 2,3 2,9 2,5 7,7 2,56

Total 7,7 8,0 7,1 22,8

Rata-rata 2,56 2,67 2,36 7,59

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,087 0,043 0,527 tn 5,143253 10,92477

Galat 6 0,493 0,082

Total 8 0,580

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(63)

Lampiran 7. Data uji Organoleptik terhadap rasa

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III

P1 2,5 2,6 2,4 7,5 2,5

P2 2,7 2,3 2,4 7,4 2,46

P3 2,8 2,5 2,7 8,0 2,67

Total 8,0 7,4 7,5 22,9

Rata-rata 2,67 2,46 2,5 2,54

Analisis Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,069 0,34 1,348 tn 5,143253 10,92477

Galat 6 0,153 0,026

Total 8 0,222

Ket : tn = tidak nyata * = nyata


(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Kelapa parut segar

P1 (2 batang pengaduk)


(72)

P3 (4 batang pengaduk)


(73)

Lampiran 10. Gambar alat pengering kelapa parut (desiccated coconut)

Tampak depan alat


(74)

Tampak kiri alat


(75)

Tampak atas alat


(1)

(2)

Kelapa parut segar

P1 (2 batang pengaduk)


(3)

P3 (4 batang pengaduk)


(4)

Tampak depan alat


(5)

Tampak kiri alat


(6)

Tampak atas alat