Pembuatan Biosensor Urea Dengan Transduser Tembaga

Jurnal Sains Kimia
Vol 7, No.2, 2003: 40-43

PEMBUATAN BIOSENSOR UREA DENGAN
TRANSDUSER TEMBAGA
Khairi
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Syiah Kuala
Jl. Darussalam Banda Aceh

Abstrak
Pada penelitian ini dilaporkan pembuatan biosensor urea dengan metode potensiometri secara elektroda selektif
ion (ESI). Elektroda ini disebut elektroda urea tipe kawat terlapis. Elektroda urea diimobilisasi oleh enzim
urease secara entrapmen pada kawat tembaga berdiameter 0,2 mm dengan komposisi membran PVC
(polivinilklorida) : THF (tetrahidrofuran) : urease = 10 mg : 1,5 mL : 200 mg. Konsentrasi urea dalam sampel
ditentukan berdasarkan perubahan pH yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis katalitik urea oleh urease. Biosensor
urea dengan transduser tembaga memiliki sensitivitas 47,8 mV/dekade, waktu respon 135 detik dan stabilitasnya
adalah 14 hari.
Kata Kunci: Biosensor, urease, Elektoda selektif ion (ESI).

PENDAHULUAN

Urea adalah senyawa kimia yang dapat
terbentuk secara biologis dalam tubuh mahluk
hidup, baik manusia, hewan maupun
tumbuhan.
Dalam
tubuh
manusia,
pembentukan urea terjadi sebagai produk
akhir dari siklus nitrogen dalam hati. Senyawa
ini digunakan dalam pembentukan asam-asam
amino sebagai unsur-unsur protein yang
sangat berguna bagi tubuh (Mayes, 1985).
Kadar
urea
yang
berlebihan
dapat
mengganggu proses kerja ginjal, atau dalam
istilah kedokteran dikenal dengan istilah
“gagal ginjal”.

Metode penentuan urea biasanya
menggunakan metode spektrofotometri, yaitu
metode yang menggunakan reaksi antara urea
dengan
diasetilmonoksim
menghasilkan
warna kuning dan diukur nilai absorbansinya
Cara lain untuk mrengetahui kadar urea
adalah dengan metode potensiometri secara
elektroda selektif ion (ESI). Metoda ESI yang
dikembangkan untuk penentuan kadar urea
adalah dengan menggunakan biosensor urea.

Dalam peralatan biosensor urea,
enzim
urease berfungsi sebagai substrat dengan cara
diimobilisasi, dan sejumlah senyawa kimia
sebagai matriks untuk mengikat enzim
seperti, PVC, glutaraldehid dan sejumlah zat
kimia lain sebagai komponennya, serta kawat

logam sebagai transdusernya (konduktor).
Pengembangan biosensor urea saat ini
sedang intens dengan tipe kawat terlapis
disebabkan bentuknya kokoh,
simpel
pembuatannya,
waktu
respons
cepat,
ekonomis, sampel tanpa pemisahan dan
miniatur tetapi waktu hidupnya (stabilitasnya)
terbatas (Alexander, 1981). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembuatan biosensor
urea dengan melapiskan urease pada logam
antimoni dengan matriks PVC diperoleh
sensitivitas 44 mV/dekade dan stabil selama
7 hari (Alexander, 1981), menggunakan
titanium yang dilapisi iridium oksida dalam
matriks PVC diperoleh sensitivitas
-51

mV/dekade dan stabil selama 12 hari
(Ianniello, 1983), sedangkan menggunakan
wolfram dengan pereaksi glutaraldehid
diperoleh sensitivitas 57,1 mV/dekade dan
40

Pembuatan biosensor urea
(Khairi)

stabil selama 29 hari (Przybyt, 1990).
Selanjutnya Widihastono (1992) menggunakan
wolfram dalam matriks PVC diperoleh
sensitivitas 52 mV/dekade dan stabil selama 35
hari.
Lee (1986) melaporkan, elektroda
tembaga dapat digunakan untuk penentuan
ion nitrat, dan sensitivitasnya 59,4 ± 0,5
mV/dekade.
Data tersebut menunjukkan,
bahwa logam Cu responsif terhadap pH, dan

dapat dijadikan sebagai elektroda. Dari hasil
penelitian Lee di atas, logam tembaga sangat
cocok untuk dijadikan konduktor dalam
pembuatan biosensor urea.

masing-masing larutan diukur setiap 30 detik
sekali, sampai diperoleh harga potensial yang
konstan. Apabila harga potensial sudah
konstan,
pengukuran
waktu
respon
dihentikan.
Penentuan stabilitas
Disiapkan sederetan larutan standar urea.
Masing-masing larutan analit diukur potensial
elektrodanya setiap 3
hari sekali dan
ditentukan sensitivitas elektroda urea.
Pengukuran sensitivitas dihentikan apabila

sensisitivitas (slope) yang dihasilkan mengalami
penurunan sebesar ± 2 mV/dekade (Mitrakas,
1991).

BAHAN DAN METODA
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Elektroda Urea
Kawat tembaga berdiameter 0,2 mm
dilapisi dengan larutan
tetrahidrofuran
(THF), urease, dan polivinilklorida (PVC)
sebagai matriks. Elektroda yang dilapisi
ketiga bahan tersebut dicelupkan dengan
ketebalan dan kandungan urease yang
bervariasi.
Tabel 1. Komposisi bahan membran elektroda urea
Komposisi Bahan Membran
Elektrod
PV
THF

Urease
Pencelupa
a
C
(mL)
(mg)
n
(mg)
A
10
1,5
200
5 kali
B
10
1,5
200
3 kali
C
10

1,5
100
5 kali

Sensitivitas (Faktor Nernst)
Sensitivitas biosensor urea diperoleh
dengan cara, memplotkan potensial elektroda
urea dengan log
urea pada berbagai
konsentrasi. Sensitivitas yang didapat dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai sensitivitas biosensor urea dengan
transduser tembaga
No.
1
2
3

Jenis Membran
Membran A

Membran B
Membran C

Sensitivitas
Y = 47,8 x + 310,3
Y = 38,9 x + 289,5
Y = 35,9 x + 229,2

Penentuan Sensitivitas (Faktor Nernst)
Larutan standar urea disiapkan yaitu 10-5,
10-4, 10-3, 10-2, dan 10-1 M. Masing-masing
larutan standar diukur potensial elektrodanya.
Potensial elektroda yang terukur (mV)
diplotkan terhadap log urea, dan dihasilkan
sensitivitas elektroda urea.

Dari Tabel 2 dapat diketahui, bahwa
biosensor urea transduser tembaga membran
A, merupakan biosensor terbaik dari ketiga
jenis membran di atas. Sensitivitas yang

dihasilkan adalah 47,8 mV/dekade. Nilai
sensitivitas yang diperoleh masih jauh dari
harga ideal yaitu 59,1 mV/dekade dan lebih
rendah bila dibandingkan menggunakan
transduser wolfram yaitu 52,1 mV/dekade
(Widihastono, 1992). Hal ini disebabkan,
logam
wolfram
lebih
inert
dan
konduktivitasnya lebih baik dibanding logam
tembaga.

Penentuan waktu respons
Larutan standar urea disiapkan yaitu 104
, 10-3 dan 10-2 M. Potensial elektroda dari

Waktu respons


41

Jurnal Sains Kimia
Vol 7, No.2, 2003: 40-43

Waktu respons biosensor urea transduser
tembaga dengan berbagai jenis membran,
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel

3. Waktu respon biosensor urea transudser
tembaga dengan berbagai jenis membran

Perlakuan
Membran A
Membran B
Membran C

Waktu respon (detik) pada log urea

-4
210
225
240

-3
165
195
195

-2
135
150
150

Biosensor
urea transduser tembaga
membran A, waktu responnya lebih cepat
dibandingkan dengan jenis membran lain.
Waktu respon tercepat adalah pada
konsentrasi log urea 10-2 M, yaitu 135 detik.
Dari tabel 3 dapat diketahui, bahwa semakin
rendah konsentrasi urea, waktu respon yang
diperoleh semakin lama. Hal ini disebabkan,
proses difusi antara urease dengan analit
untuk
mencapai
kesetimbangan
pada
konsentrasi yang rendah membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi (Alexander,
1981).
Stabilitas biosensor
Penentuan stabilitas dari biosensor urea
didasarkan pada perbedaan nilai sensitivitas
awal dengan sensitivitas pada waktu
pengukuran terakhir. Bila selisih tersebut U 2
mV/dekade maka pengukuran masih stabil
(Mitrakas, 1991). Stabilitas ditentukan pada
satuan hari. Nilai sensitivitas stabilitas dapat
dilihat pada Tabel 4.

3.
4.
5.
6.

7
10
13
14

47,2
46,7
46,1
45,1

0,6
1,1
1,7
2,1

Dari Tabel 4 dapat diketahui, bahwa
biosensor urea transduser tembaga membran A
stabil sampai hari ke 14. Stabilitas biosensor urea
tersebut stabil sampai hari ke 14, sebab perubahan
sensitivitas yang didapat U 2 mV/dekade.
Apabila biosensor ini digunakan setelah hari
ke 14, maka kecermatan dan ketepatan alat
tersebut jauh menyimpang. Hal ini
disebabkan, akibat adanya proses leaching out
(pencucian) pada permukaan membran
urease. Stabilitas suatu biosensor sangat
tergantung pada jenis transudser, komposisi
dan jenis membran yang digunakan. (Przybyt,
1990).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini diperoleh:
• Biosensor urea transduser tembaga
membran A dengan komposisi PVC:THF:
urease = 10 mg : 1,5 mL : 200 mg dengan
5 kali pencelupan, sensitivitasnya 47,8
mV/dekade, waktu respon terbaik 135
detik, dan stabil selama 14 hari.
• Biosensor urea transduser tembaga
membran A dapat dijadikan biosensor
alternatip untuk penentuan kadar urea,
walaupun sensitivitas yang dihasilkan
masih di bawah harga idealnya yaitu 59,1
mV/dekade.

DAFTAR PUSTAKA
Tabel 4. Stabilitas biosensor urea transduser tembaga
Sensitivitas
Perbedaan Sensitivitas
Awal
Dengan
Hari
No
Ke(mV/dekade
Hari Ke – 1
)
(mV/dekade)
1.
1
47,8
2.
4
47,6
0,2

Alexander, P.W. dan Joseph, J. P., 1981, “A Coated
Metal
Enzyme
Electrode
for
Urea
Determinations. Analytica” Chimica Acta, Vol.
131. pp. 103-109.
Ianniello, R. M. dan Yaynych, A.M., 1983, “Urea
Sensor Based On Iridium Dioxide Electrodes
With Immobilized Urease”, Analytica Chimica
Acta, Vol. 146. pp. 249-253.

42

Pembuatan biosensor urea
(Khairi)
Lee, Y.K., Park, J.T., dan Kim, C.K., 1986, “Carbon
Paste Coated Wire Selective Electrode for
Nitrate Ion”, Anal. Chem, Vol. 58. pp. 21012103.
Mayes, P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., Martin,
D.W.,
Alih Bahasa Darmawan, I., 1985,
“Biokimia”, Edisi 20, EGC Penerbit Buku
Kedokteran, 324.
Mitrakas, M.G., dan Alexiadas, C., 1991, “Nitrate Ion
Selective Electrodes based on Quartenery
Phosphorium Salt in Plastisized Poly (Vinyl
Chloride) and Influence of Membrane
Homogenity on their performance”, Analyst, Vol.
116.
Przybyt, M dan Sugier, H., 1990, “Wolfram Electrode for
Urea”, Analytica Chimica Acta, Vol. 239. pp. 269276.
Widihastono, B., 1992, “Biosensor For Urea Based On
Tungsten Wire Transducer With Immobilized
Urease”,The University of New South Wales,
thesis.

43