Keterkaitam Pelajaran Sejarah dengan Kehidupan Sehari-hari

3

1. Keterkaitam Pelajaran Sejarah dengan Kehidupan Sehari-hari

Widja 1991: 95-96 dalam tulisannya Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah, menyebutkan banyak keluhan tentang pembelajaran sejarah baik yang bersifat substantif maupun metodologis. Ia menjelaskan, secara substantif, materi pembelajaran di SD, SLTP maupun SMU, banyak pengulangan dan membosankan. Gutierrez 2000: 356, juga mengemukakan bahwa pembelajaran sejarah sering terlalu banyak berkisah tentang perkembangan yang jauh dari lingkungan diri siswa dan kelompoknya. Lapian 1980: 4 menyebutkan bahwa pembelajaran sejarah akhirnya kurang begitu menyentuh dengan cerita tentang diri siswa dan lingkungannya. Ia selanjutnya mengemukakan “Adalah wajar bahwa dalam banyak hal sejarah Indonesia seperti yang sedang diajarkan hingga sekarang akan kurang berceritera bagi orang- orang tertentu dan tidak dirasakan sebagai sesuatu yang dimiliki atau dihayati sendiri”. Douch 1967: 7-8 dan Mahoney, 1981: 44-45 memberikan komentar yang sejalan dengan pemikiran tersebut, bahwa dalam mengatasi persoalan materi sejarah nasional, perlu diadakan pembelajaran sejarah lokal yang berceritera kehidupan lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran sejarah lokal jika dibandingkan dengan pengajaran sejarah konvensional, ia lebih mudah dihayati ataupun dimiliki karena membawa siswa ke situasi riil yang dialami di lingkungannya. Sejarah lokal dapat membawa langsung siswa mengenal peran dalam masyarakatnya. Peran lain yang dikembangkan sejarah lokal, juga memiliki peran sebagai upaya pengembangan potensi siswa kearah berpikir aktif dan kreatif. Persoalan yang muncul hingga sekarang, walaupun pemerintah ada kepedulian terhadap apresiasi sejarah lokal dengan mengadakan pelbagai seminar dan diskusi- diskusi formal tentang sejarah lokal, akan tetapi baru sebatas langkah inventarisasi dan dokumentasi mengenai sejarah Indonesia pada tingkat lokal, dan belum melangkah ke 4 kerangka kajian yang lebih kritis dan sungguh-sungguh ke aspek metodologis dan struktur Sjamsuddin, 2001: 2. Ricklefs 1983: xii maupun Abdullah 2001: 231 menyampaikan keprihatinannya bahwa, penulisan sejarah lokal di Indonesia masih banyak menemui kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan langkanya sumber-sumber dan tenaga ahli yang memadai, serta penulisannya masih bersifat “Jawa sentris”.

2. Sejarah yang Tidak Pernah Final