Pendidikan spiritual anak pada usia dini

PENDIDIKAN SPIRITUAL ANAK PADA USIA DINI1
Faizah Ali Syibromalisi
Email. faizahalis@gmail.com
Dosen Tetap Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
Pendahuluan
Setiap hari, melalui media cetak maupun media elektronik kita banyak
disodorkan berbagai informasi prilaku menyimpang yang terjadi di republik ini.
Misalnya pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, pencurian, perampokan, perjudian ,
minum – minuman keras, narkoba perkelahian antar pelajar, tawuran dan lain
sebagainya. Namun sungguh sangat ironis, oleh karena kebanyakan prilaku
menyimpang tersebut umumnya dilakukan oleh generasi penerus yang berumur
produktif ( 15 - 25 tahun ) bahkan tidak sedikit dilakukan oleh anak-anak di bawah
umur. Kondisi ini sungguh sangat memperihatinkan, karena itu semua pihak dituntut
untuk mengambil peran guna meredam sedini mungkin prilaku menyimpang tersebut.
Salah satu unsur penyebab dari maraknya perilaku menyimpang di atas adalah tidak
efektifnya pengasuhan dan pendidikan anak yang dilakukan oleh orang tua baik pada
fase pra lahir maupun pada fase golden age. Lemahnya pengasuhan anak pada suatu
keluarga dapat terjadi selain karena kurangnya kesadaran orang tua juga karena
rendahnya pengetahuan orang tua tentang betapa pentingnya fungsi dan peranannya
sebagai pendidik pertama dan utama.
Mengapa pengasuhan dan pendidikan pra lahir dan fase golden age perlu di

revitalisiasi, oleh karena berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak
berlangsung dengan pesat hanya pada masa janin (pre-natal), dan setelah itu praktis
tidak ada lagi pertumbuhan sel-sel neuron baru. Dalam keseluruhan siklus hidup
manusia, masa janin (pre-natal) sampai dengan usia remaja (sekitar 15 tahun)
merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM. Namun demikian periode
yang paling kritis terutama fase yang disebut dengan fase emas. Fase ini merupakan
satu periode penting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, agar anak dapat lahir
dengan sehat baik jasmani maupun rohani. Karena tahun-tahun pertama kehidupan
anak merupakan periode yang sangat menentukan masa depannya. Maka kesalahan
yang terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian yang nyata pada masa depan
bangsa. Produktivitas bangsa di masa depan sangat ditentukan oleh bagaimana upaya
pengembangan anak usia dini dilakukan.
Dibacakan pada acara Women’s Fair2014 Aliansi Azanutrian “Gold Generation” di Mesjid
Fathullah pada hari Minggu pagi tanggal 28 Desember 2014
1

1

Dengan kata lain pngasuhan dan pendidikan anak usia dini memiliki arti
penting bagi pembentukan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Secara

konseptual, pembangunan kualitas sumber daya manusia harus mencakup semua
dimensi baik fisik maupun non fisik tersebut secara totalitas. Segenap potensi jasmani
dan rohani manusia bisa berkembang secara sempurna dan dapat didayagunakan
untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan hidup. Kualitas
fisik dicerminkan dengan derajat kesehatan yang prima. Kualitas akal dicerminkan
oleh daya fakir atau kecerdasan intelektual yang berkaitan dengan penguasan ilmu
pengetahuan. Kualitas kalbu diukur dengan derajat keimanan dan ketakwaan,
kejujuran, budi pekerti, moral dan akhlak. Kualitas akal dan kalbu secara bersamasama melahirkan daya dzikir dan kesadaran diri yang mendalam akan hakikat
manusia sehingga melahirkan emogensi atau kecerdasan emosional (emotional
intelligence) yang berkualitas.
Untuk lebih menunjukan betapa pentingnya merevitaslisasi pengasuhan
spiritual anak pra lahir dan fase golden age ini maka tulisan ini akan membincang
masalah pengasuhan dan pendidikan spiritual balita, baik dari pra Lahir maupun
pasca lahir
Pengasuhan dan Pendidikan Spiritual anak Pra Lahir
Sebenarnya dalam pengajaran Islam, pengasuhan dan pendidikan spiritual
anak bukan hanya dilakukan setelah janin terbentuk dalam rahim, tetapi jauh
sebelumnya, yaitu sejak masa pembuahan. Ada pandangan bahwa pengasuhan pra
konsepsi (fase pembuahan) adalah salah satu hal yang sangat sakral dan cendrung
ditutup rapat oleh pasangan suami isteri. Bahkan banyak diantara mereka

menganggap bahwa membicarakan hal tersebut adalah tabu, apa lagi dibuka kepada
orang lain. Padahal pengasuhan pra konsepsi ini sangat perlu disosialisasikan kepada
orang lain, terutama kepada generasi penerus (remaja yang akan menikah) agar
nantinya mereka dapat melahirkan anak yang berkualitas. Berikut ini beberapa fase
pendidikan anak pra konsepsi dan masa-masa golden age diantaranya:
1. Fase Pembuahan.
Fase pembuahan merupakan salah satu fase penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Dalam Islam, pendidikan pra lahir hendaknya dimulai sejak
awal pembuahan (proses pertemuan sel telur atau ocum dengan sel mani yang
kemudian menjadi nutfah). Artinya, jika seseorang menginginkan seorang anak yang
pintar, cerdas, terampil, dan berkepribadian yang baik (saleh/salehah), ia harus
mempersiapkan perangkat utama dan pendukungnya terlebih dahulu .

2

Adapun persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan hubungan
biologis secara sah dan baik, antara lain berhubungan suami istri, terlebih dahulu
berwudhu bagi orang Islam dan kalau perlu mandi bersih, lalu melakukan shalat
taubat, sholat Hajat dan berdoa agar nanti jika diberi keturunan hendaklah keturunan
yang baik, cerdas serta berakhlak mulia. Berdoa meminta keturunan yang saleh telah

di panjatkan oleh Nabi Zakaria, setelah ia melihat kelebihan-yang dimiliki oleh
Maryam, Ia pun mengangkat tangan memohon kehadiran seorang anak yang shaleh
dari keturunannya sendiri dengan doanya :
            
”Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah
aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa" ( QS al-Imran 3/ 38 )
          
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orangorang yang saleh.. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang
anak yang Amat sabar.” ( QS Luqman 31/16-17 )
2. Fase Anak dalam Kandungan
Kemudian setelah proses terbentuknya nutfah, atas kehendak Allah proses
tersebut berlanjut menjadi mudhghah. Pada fase inilah tampak jelas adanya
kehidupan seorang anak dalam rahim. Oleh karena itu, orang tuanya-khususnya sang
ibu-harus memperlakukannya dengan baik. Perlakuann yang baik itu di antaranya
memberikan pelayanan yang tepat terhadap anaknya yang masih dalam kandungan.
Misalnya tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang menimbulkan dampak
negative (baik fisik maupun psikis) terhadap anak dalam kandungan. Orang tua di
harapkan banyak berdoa dan memberi berbagai stimulasi yang akan merangsang
pertumbuhan anak.

a. Mendoakan anak
Pada Fase kehamilan ini oarang tua harus mendoakan anaknya agar menjadi
dokter, insinyur atau profesi lainnya yang menjadi obsesi orang tua. Seperti
ibunda Maryam mendokan Maryam ketika dalam kandungan.

3

               
   
(ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku
menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba
yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). karena itu terimalah (nazar)
itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui"( QS al-Imran 3/ 38 )
Ada pula adat kebiasaan di Indonesia untuk mengadakan acara selamatan
empat bulan atau tujauh bulan kehamilan dengan mengundang orang banyak
ke rumah. Ritual ini sebenarnya lebih bersifat kearifan lokal, tidak
disunahkan dalam agama. Tujuannya mengajak orang banyak mendoakan
keselamatan janin dan sang ibu dalam menjalani proses kehamilan dan juga
kelahiran.

b. Memberi stimulasi anak dalam Kandungan
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam bidang
perkembangan pra lahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim,
anak dapat belajar, merasa, dan mengetahui perbedaan antara gelap dan
terang. Pada saat kandungan itu telah berusia lima bulan setara dengan 20
minggu, kemampuan anak dalam kandungan untuk merasakan stimulus telah
berkembang dengan cukup baik sehingga proses pendidikan dan pembelajaran
dapat dimulai atau dilakukan (Nur Islam, 2004).
Ketika umur kandungan atau kehamilan telah mencapai lima bulan atau dua
puluh minggu, maka instrumen indra anak dalam kandungan sudah potensial
menerima stimulasi dan sensasi dari luar rahim, seperti indra peraba bayi
sudah merasakan sentuhan dan rabaan orang tuanya, indra pendengar bayi
sudah mampu mendengar, misalnya suara khas ibunya, dan indra penglihatan
bayi sudah mampu melihat sinar terang dan gelap di luar rahim. Dengan
latihan pendidikan pra lahir, berarti memberikan stimulasi sistematis bagi otak
dan perkembangan saraf bayi sebelum dilahirkan. Selain itu, latihan-latihan
edukatif pra lahir membantu bayi lebih efektif dan efisien dan menambah
kapasitas belajar setelah ia dilahirkan
Ada beberapa stimulasi yang biasanya diberikan oleh ibu hamil
kepada janin di dalam kandungan. Menurut guru besar Prof. Dr. Utami

Munandar, stimulasi tersebut meliputi stimulasi fisik-motorik dengan
“mengelus-elus” jabang bayi melalui kulit perut sang ibu, stimulasi kognitif

4

dengan berbicara dan bercerita kepada janin, dan stimulasi afektif dengan
menyentuh perasaan bayi. Makin sering dan teratur perangsangan diberikan,
makin efektif pengaruhnya terhadap perkembangan otak janin.
Stimulasi berupa alunan suara yang berirama seperti musik, tidak sekedar
hiburan yang menyenangkan untuk di dengar, tetapi dari beberapa penelitian
membuktikan bahwa musik juga dapat dimanfaatkan untuk merangsang janin
agar kelak menjadi anak cerdas dan kreatif.
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa musik Mozart dapat:
1). Menstimulasi otak kanan, meningkatkan kreatifitas berpikir, 2).
Mengurangi stress dan tekanan, 3). Memelihara pikiran, tubuh dan jiwa anda,
4). Menstabilkan detak jantung, tekanan darah dan temperatur tubuh. Oleh
karena itu sangat dianjurkan bagi ibu yang sedang mengandung untuk
mendengarkan musik yang lembut.
Penulis mengambil kesimpulan dari penelitian diatas bahwa bukan
hanya musik yang dapat menstimulasi janin dalam perut ibu, tapi bacaan alQur’an yang dibaca dengan alunan suara yang berirama dan lembut juga

berfungsi seperti musik.. Ketika ibu sedang mendengarkan musik dengan
nyaman atau membaca ayat-ayat suci al-Qur’an maka akan membuat detak
jantung dan desir aliran darah ibu menjadi teratur sehingga emosinya menjadi
stabil. Emosi yang stabil pada ibu akan membuat makan menjadi teratur dan
kebutuhan nutrisi untuk bayi dapat terpenuhi dengan baik.
3. Fase Pengasuhan dan Pendidikan Spiritual anak Pasca Lahir
Pendidikan bagi anak usia dini secara umum adalah pemberian upaya untuk
menstimulasi, membimbing, mengasuh dan memberi kegiatan pembelajaran yang
akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak. Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan,, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan
spititual.
Terkait dengan kecerdasan spiritual, anak harus di bekali sejak dini dengan
pnilai-nilai agama agar anak punya pondasi kepribadian yang baik. Pendidikan
agama ini penting untuk bekal mereka menghadapi segala tantangan kelak. Sejak
kecil, bahkan sejak lahir dengan memberikan berbagai stimulus yang dianjurkan baik
oleh agama maupun ilmu pengetahuan.
a. Stimulasi spiritual pasca kelahiran


5

Perintah kepada orang tua untuk memberikan stimulasi spiritual pasca
kelahiran anak adalah dengan memperdengarkan kalimat-kalimat yang
mengagungkan kebesaran Allah swt. Itu sebabnya mengapa agama memerintahkan
untuk membacakan Azan yaitu panggilan untuk mendirikan shalat di telinga kanan
dan Qomat di telinga kiri. Sehingga suara yang didengar pertama kali oleh anak yang
baru lahir adalah suara panggilan untuk mengabdi kepada Allah swt. yaitu
mendirikan shalat.
Ritual keagamaan lain yang di sunahkan oleh agama adalah melakukan acara
aqiqah ketika anak mencapai usia tujuh hari, dimana pada acara itu orang tua
memberi nama anak yang baru lahir. Acara di awali dengan menyembelih dua ekor
kambing bagi anak laki-laki atau menyembelih satu ekor kambing bagi anak
perempuan. Daging kambing ini kemudian dimakan bersama tamu-tamu yang datang
mengucapkan selamat atas karunia Allah berupa kelahiran seorang anak. Acara
aqiqah selain menunjukan rasa syukur orang tua kepada Allah, juga merupakan
stimulan psyikologis dan spiritual bagi anak. Alunan shalawat Nabi yang
didengungkan selama prosesi aqiqah, doa- doa yang di panjatkan orang tua dan para
tamu ketika masing-masing menggunting rambut dan mengusap kepala anak itu dan
juga pemberian nama bagi anak itu tentu -menurut penulis- memiliki pengaruh yang

mendalam terhadap spiritual anak, meskipun saat ini belum ada penelitian terhadap
pengaruhnya.
Pemberian stimulus atau rangsangan. yang baik untuk perkembangan otak
bayi pasca kelahiran yaitu dengan memberikan mainan dan bacaan yang bermanfaat.
Stimulus dapat di berikan berupa selalu mengajak bayi untuk berbicara, mengajak
bayi menyanyikan lagu-lagu agama atau ayat-ayat al-Qur’an, sehingga bayi akan
cepat menyerap kosakata dan pandai untuk berbicara. Melalui penglihatan visualnya,
bayi juga mampu menirukan apa saja yang dilihatnya termasuk tayangan televisi.
Oleh karena itu bayi di dampingi ketika menonton televisi sehingga apa yang dilihat
maupun didengarnya tidak menyebabkan bayi Anda menjadi salah dalam bersikap
ketika dewasa nanti.
b. Membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan
penghayatan ibadah. Maka anak harus dilibatkan dalam rutinitas ibadah. Suatu ketika
Rasulullah SAW bersujud lebih lama dari biasanya karena membiarkan cucunya
bermain di atas punggungnya. Sikap beliau patut dijadikan teladan. Ketika Sang
Ayah menjadi imam, dudukkanlah anak di tepi sajadah agar anak memperhatikan
gerakan shalat orangtua dan mendengar bacaan Ayahnya. Aktivitas ini sudah dapat
dipraktikkan sejak anak mulai bisa duduk sendiri. Kelak ketika sudah mampu


6

melakukan gerakan shalat, anak akan merasa mudah untuk membiasakan dirinya
tanpa diperintah
c. Bercerita dan mendongeng.
Tradisi bercerita dan mendongeng harus dihidupkan di rumah. Kisah para
Nabi dapat di dibacakan agar anak mengenal nama nabi-nabi dan mengetahui
sejarahnya. karena kisah-kisah yang bernilai edukatif konstruktif merupakan sarana
pembinaan watak yang ampuh bagi anak.
d. Internalisasi akhlakul karimah dalam perilaku sehari-hari.
Tentu proses penanaman inilai-nilai ini tidak berbentuk materi pelajaran, tapi
berupa tindakan langsung sebagai kasus sehari-hari, Misalnya Mengajarkan anak
memberi salam dengan memulai mengucapkannya pada mereka untuk menanamkan
sikap perdamaian dan perilaku santun sejak dini. Berdoa sebelum melakukan sesuatu,
minimal mengucapkan bismillah dengan suara keras agar anak terbiasa
mendengarkan meski belum mampu mengucapkannya. Demikian juga ketika anak
bersin, orangtua lantas mengucapkan hamdalah, anak diajarkan hormat pada orang
tua, harus mengetuk pintu kalau akan memasuki kamar orang lain dan seterusnya.
Selain berfungsi sebagai teladan, orang tua dan pengasuh harus intervensi
mencegah perbuatan anak yang salah. Orang tua harus membiasakan sikap anak yang
positip. Penanaman nilai-nilai budi pekerti ini amat penting dalam rangka
pembentukan sikap sopan santun anak, karena sopan santun dan tata krama adalah
perwujudan dari jiwa yang telah berisi nilai-nilai moral dan akhlak, dan akan
dijadikan nilai yang dipedomani dalam peri laku keseharian anak. Dengan nilai-nilai
moral yang tertanam di dalam jiwa anak sejak kecil, anak tidak akan mudah
terombang ambing dalam arus pergaulan. Kalaupun zaman berubah bersamaan
dengan masuknya berbagai budaya luar dan perangkat teknologi di era globalisasi ini
dimana tata krama dan sopan santun mengalami modifikasi tetapi nilai-nilai inti yang
ditanamkan sejak dini akan tetap lestari. Nilai-nilai inilah yang akan membedakan
hal-hal yang baik dari hal-hal yang kurang baik atau buruk. Nilai-nilai ini akan
dijadikan sebagai landasan bagi anak dalam pengambilan keputusannya.
Makalah singkat ini penulis akhiri dengan sabda Rasulullah SAW yang
berpesan,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah memberi rahmat
kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga anak dapat berbakti
kepadanya.”Sahabat bertanya, “Bagaimana cara membantunya?” Rasulullah SAW
menjawab,”Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak
membebaninya dengan berat, dan tidak pula memakinya dengan yang melukai
hatinya.”

7

Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengasuhan dan
pendidikan spiritual pra-lahir dan fase golden age memiliki posisi sangat strategis dan
urgen dalam membentuk SDM yang berkualitas, namun usaha kearah ini tidak
semudah membalik tangan. kehadiran orang tua secara utuh di rumah dengan tugas
utama mengasuh dan mendidik anak-anaknya adalah suatu hal yang semakin jarang
ditemukan pada keluarga-keluarga modern saat sekarang ini dengan alasan peran
ekonomi dan sosial. Ketidak hadiran orang tua secara penuh di rumah mengharuskan
mereka secara dini menyerahkan anak-anaknya terutama anak yang masih berada
pada usia 0 – 6 tahun (golden age) kepada lembaga-lembaga sosialisasi sekunder
seperti play group, tempat penitipan anak (day care). Penyerahan anak Balita secara
dini tersebut dianggap sebahagian besar orang tua sebagai cara yang terbaik dan
paling aman bagi anak-anak, dibandingkan jika anak diasuh oleh pembantu di rumah
yang tidak memiliki program dan kemampuan mengasuh yang lebih baik.

8