Optimizing plantation allocation using spatially multi criteria approach based continuous method

OPTIMASI ALOKASI LAHAN PERKEBUNAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTI KRITERIA
SPASIAL BERBASIS METODE KONTINYU
(Studi Kasus Kabupat

ANDI RAMLAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Alokasi Lahan Perkebunan
Menggunakan Pendekatan Multi Kriteria Spasial Berbasis Metode Kontinyu
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2013
Andi Ramlan
NRP A156 10 00 11

5

ABSTRACT
ANDI RAMLAN. Optimizing Plantation Allocation Using Spatially MultiCriteria Approach Based Continuous Method. Supervised by BABA BARUS and
MUHAMMAD ARDIANSYAH.
The proficient planning of land resource becomes a major issue for rural
development in Indonesia. It endorses to estimate the capacity of land employing
evaluation method. Land evaluation is carried out to estimate the suitability of
land for a particular usage. However, conventional Boolean which is generally
used for assessing land suitability ignores the continuous nature of soil landscape
variation that can misclassify of a current site. The research objective is to apply
fuzzy theory of land suitability evaluation for plantation commodity. By means of
multi-criteria decision making (MCDM), the fuzzification conducted by weighing
of numerous criteria using Analytical Hierarchy Process. Improving spatial

allocation model will have influential meaning for a management of land. Land
allocation in rural region requires the compromise between ecological condition,
socio-economic development, and infrastructure availability. Using compromise
programming (CP) and fuzzy set approach within a geographical information
systems (GIS) environment, numerous decision criteria have been developed.
Decision criteria consist of road accessibility, market distance, electrical energy,
settlement distance, commodity preference of people, and land suitability.
Suitable land allocation for plantation commodity is 28,650 hectares which
consists of 2,702 hectares dry land forest, 21,937 hectares of dry land farming,
3,992 hectares of shrubs, and 18 hectares of open land.
Key words: compromise programming, fuzzy set, land allocation, land
evaluation, multi-criteria decision making.

7

RINGKASAN
ANDI RAMLAN. Optimasi Alokasi Lahan Perkebunan Menggunakan
Pendekatan Multikriteria Spasial Berbasis Metode Kontinyu. Di bawah bimbingan
BABA BARUS dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.
Penggunaan lahan kawasan yang didominasi oleh aktifitas ekonomi pada

sektor pertanian, memerlukan perencanaan yang sesuai dengan tingkat kesesuaian
ekologi dan potensinya. Jika tidak, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
degradasi lahan yang merugikan manusia. Oleh karena itu, diperlukan metode
penilaian lahan yang sesuai.
Salah satu teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam penilaian lahan
adalah metode fuzzy sets. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kualitas hasil
analisis dapat meningkat dengan mengaplikasikan teknik fuzzy dalam
memodelkan berbagai fenomena di alam. Untuk menentukan suatu jenis
penggunaan lahan pertimbangan tidak hanya didasarkan pada aspek biofisik
lahan, namun turut mempertimbangkan aspek lain sehingga sesuai dengan
kebutuhan. Untuk itu, diperlukan proses pengambilan keputusan dengan kriteria
majemuk (multi criteria decision making/MCDM) berbasis aspek keruangan.
Metode Spatial Compromise Programming (SCP) merupakan salah satu
teknik MCDM yang dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan
keruangan. Teknik ini digunakan dengan pertimbangan subyektif seminimal
mungkin dan upaya menentukan pilihan mendekati kondisi ideal dari sejumlah
alternatif pilihan. Dalam menentukan pilihan ideal, pengambil keputusan dapat
menggunakan teknik analisis kriteria majemuk dari sejumlah alternatif pilihan,
menggunakan metode proses hirarki analisis (PHA).
Penelitian bertujuan; (1) Mengkaji model evaluasi lahan untuk komoditi

basis perkebunan menggunakan metode fuzzy set, (2) Mengkaji model alokasi
lahan komoditi basis perkebunan berdasarkan potensi biofisik lahan, ketersediaan
infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi menggunakan metode compromise
programming, (3) Menyusun arahan dan strategi untuk mewujudkan alokasi ruang
komoditi basis perkebunan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Utara
Provinsi Sulawesi Barat dan berlangsung dari bulan Maret hingga Desember
2012.
Data yang digunakan terdiri atas; data primer dan sekunder. Data primer
meliputi; (1) Data hasil pengamatan lapangan (ground truth) untuk validasi data
karakteristik tanah dan penggunaan lahan (landuse/landcover), (2) Data hasil
kuisioner, (3) Citra Alos, dan (4) Citra SRTM. Data sekunder meliputi; (1) Data
karakteristik tanah (2) Data statistik, meliputi; Provinsi Sulawesi Barat dalam
Angka, Kabupaten Mamuju Utara dalam Angka, Data Pokok Desa (BPS), dan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), (3) Data tematik tentang bio-fisik
wilayah dan kebijakan keruangan, antara lain; peta sistem lahan, peta status
kawasan/tata guna hutan kesepakatan (TGHK), peta geologi regional, dan data
iklim, (4) Data dan peta-peta hasil penelitian sebelumnya. Perangkat analisis yang
digunakan adalah perangkat lunak SIG dan spreadsheet.
Penelitian ini terdiri atas empat komponen analisis, yaitu; (1) Penentuan
sektor basis dan komoditi basis wilayah, (2) Analisis evaluasi lahan menggunakan

teknik fuzzy set, dan (3) Penentuan alokasi lahan komoditi basis perkebunan

menggunakan metode Compromise Programming (4) Penyusunan arahan dan
strategi kebijakan untuk mewujudkan alokasi ruang kawasan komoditi basis
perkebunan.
Analisis LQ sektor pertanian menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan
dan sub sektor kehutanan merupakan sektor basis perekonomian di Kabupaten
Mamuju Utara. Komoditi basis perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara adalah
kelapa sawit dan kelapa dalam. Secara spasial komoditi kelapa dalam
mengelompok (kompak) di bagian utara Kabupaten Mamuju Utara, sedangkan
komoditi kelapa sawit mengelompok di bagian tengah Kabupaten Mamuju Utara.
Terdapat spesialisasi wilayah yang nyata antara kelompok komoditi kelapa dalam
dan kelapa sawit pada aspek luas tanam dan jumlah produksi.
Analisis kesesuaian lahan menggunakan metode fuzzy set memperlihatkan
bahwa wilayah yang memiliki faktor pembatas dominan berupa lereng tidak dapat
dikompensasi dengan karakteristik lahan yang lain. Oleh karena itu, dalam
penyusunan model, kriteria lereng dipisahkan dengan kriteria tanah dan iklim.
Pendekatan ini dapat memperbaiki kualitas hasil analisis sebab faktor lereng
diaplikasikan menggunakan model kontinyu, sehingga proses generalisasi data
lereng dapat dihindari. Pendekatan ini juga menunjukkan bahwa konsep faktor

pembatas minimum (Hukum minimum Liebiq) yang digunakan dalam evaluasi
lahan dengan logika Boolean dapat diaplikasikan dalam metode kontinyu.
Pendekatan teknik kompensasi penuh (p=1) dipilih sebagai model alokasi
lahan yang sesuai. Pendekatan tersebut dipilih untuk mengkompensasikan seluruh
fungsi tujuan sehingga dihasilkan areal lahan secara optimal. Kebutuhan lahan
untuk komoditi basis perkebunan ditentukan berdasarkan kisaran luas lahan
perkebunan aktual. Untuk menentukan alokasi lahan, dilakukan simulasi pada
beberapa interval nilai indeks lahan Lp-metric. Jika alokasi lahan dilakukan
berdasarkan luas lahan perkebunan aktual, maka titik cut-off ditentukan pada
interval 0.01-0.46, sebab pada interval tersebut diperoleh luas lahan pengusahaan
komoditi perkebunan saat ini. Jika alokasi lahan dilakukan untuk seluruh areal
lahan perkebunan dan pertanian lahan kering maka titik cut-off dilakukan pada
interval 0.01-1.00.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa teknik CP dapat digunakan dalam
menentukan luas dan sebaran areal lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan
komoditi basis perkebunan. Namun untuk menentukan luas kebutuhan lahan yang
ideal diperlukan metode analisis yang lebih sesuai dan bukan didasarkan pada
asumsi. Berdasarkan asumsi kebutuhan luas lahan sebesar 43 % dari luas wilayah
kabupaten maka nilai indeks yang dipilih sebagai titik cut-off adalah 0.01-1.00.
Pendekatan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan lahan

perkebunan dan peluang pengembangan komoditi basis perkebunan. Penentuan
titik awal 0.01 dilakukan untuk memberikan peluang pada areal lahan dengan
indeks lahan Lp-metric terbaik tidak hilang dalam proses pembineran data indeks
lahan.
Berdasarkan analisis tumpangsusun antara alokasi lahan perkebunan Lpmetric dengan kondisi penutupan lahan aktual menunjukkan 40 % luas wilayah
Kabupaten Mamuju Utara berada di dalam alokasi lahan Lp-metric, sedangkan 60
% lainnya berada di luar alokasi lahan Lp-metric. Wilayah yang berada di dalam
kawasan Lp-metric memiliki penggunaan lahan dominana lahan kelapa sawit dan
kebun dengan luas berturut-turut 13.5 % dan 9.2 % dari luas Kabupaten Mamuju

9

Utara. Jenis penggunaan lahan yang juga memiliki luas signifikan di dalam areal
lahan Lp-metric adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur
semak dengan persentase luas berturut-turut 4.2 % dan 3.7 % dari luas Kabupaten
Mamuju Utara. Jenis penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering merupakan
lahan potensial untuk cadangan pengembangan komoditi basis perkebunan.
Potensi lahan di dalam areal Lp-metric yang memungkinkan dikonversi
menjadi lahan komoditi basis perkebunan adalah 28 650 ha. Potensi tersebut
terdiri atas 9.4 % hutan lahan kering, 77 % pertanian lahan kering, 13.9 % semak

belukar, dan 0.1 % tanah terbuka. Areal lahan cadangan pengembangan komoditi
basis perkebunan 53 % berada pada kawasan budidaya pertanian dan 47 % berada
pada kawasan budidaya kehutanan. Kawasan budidaya kehutanan terdiri atas
hutan produksi konversi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap dengan
luas berturut-turut 25 %, 19 %, dan 3 % dari kawasan budidaya kehutanan.
Alokasi lahan cadangan pengembangan terluas terletak di Kecamatan Dapurang,
sedangkan alokasi terkecil di Kecamatan Sarjo.
Areal lahan yang berada di luar alokasi lahan komoditi basis perkebunan,
jika berada pada kawasan yang berfungsi lindung dialokasikan sebagaimana
pengaturan fungsi kawasannya, sedangkan kawasan budidaya pertanian dan
kehutanan digunakan untuk alokasi penggunaan lahan lain sesuai kebijakan
keruangan daerah atau penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan
pengaturan fungsi status kawasannya. Untuk dapat memanfaatkan kawasan
budidaya dan mengamankan kawasan lindung diperlukan sejumlah strategi dan
arahan untuk mewujudkan alokasi ruang kawasan yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan.
Untuk mewujudkan alokasi lahan komoditi basis perkebunan sesuai dengan
rencana, diperlukan langkah dan upaya melalui instrumen kebijakan perencanaan,
pengendalian, dan pengawasan penataan ruang wilayah. Upaya yang dilakukan
untuk mewujudkan alokasi lahan komoditi basis perkebunan adalah:

1. Pemantapan kawasan lindung, berupa: pemantapan tata batas kawasan hutan
lindung, pengamanan kawasan hutan melibatkan partisipatif masyarakat, dan
pemanfaatan kawasan lindung untuk aktifitas ekonomi bagi masyarakat lokal
2. Penanganan kawasan lindung yang telah dibuka
3. Penanganan kawasan perlindungan setempat (mangrove)
4. Pengelolaan kawasan budidaya, berupa: pengembangan hutan kemasyarakatan
(agrisilvikultur atau agrisilvopastur), pembangunan kawasan industri
masyarakat perkebunan (Kimbun).
5. Pengembangan infrastruktur yang mendukung kemajuan wilayah pedesaan
dan sub sektor perkebunan.

11

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

B

13

OPTIMASI ALOKASI LAHAN PERKEBUNAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTI KRITERIA
SPASIAL BERBASIS METODE KONTINYU arat)

ANDI RAMLAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr

15

Judul Tesis

Alokasi
Lahan
Perkebunan
: Optimasi
Menggunakan Pendekatan Multi Kriteria Spasial
Berbasis Metode Kontinyu

Nama

: Andi Ramlan

NRP

: A156 10 00 11

Disetujui:
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah
Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL)

Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 24 Mei 2013

Tanggal Lulus:

17

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbul Jalal, atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat rampung sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Pimpinan beserta seluruh sivitas akademik Institut Pertanian Bogor dan
segenap pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Departemen
Ilmu Tanah dan Majemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB.
2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir.
Muhammad Ardiansyah selaku anggota komisi pembimbing, serta Dr. Ir. Dwi
Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan masukan, bimbingan, dan arahan dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang
telah memberikan dukungan finansial melalui beasiswa BPPS.
4. Pimpinan Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya atas kesempatan
yang diberikan kepada kami melanjutkan pendidikan pada jenjang magister.
5. Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Barat dan Kepala Bappeda Kabupaten
Mamuju Utara atas segala bantuan yang diberikan.
6. Prof. Ir. Sumbangan Baja, Ph.D, M.Phil, Drs. Samsu Arief, M.Si dan Ir.
Nurmiaty, M.Si atas kesediaannya memberikan masukan pada penelitian ini.
7. Terkhusus kepada adinda Risky Aprilianti Baharuddin, ananda Danish
Raihana dan Davina Mumtazah, ayahanda (alm) H. Andi Mattoreang, ibunda
Hj. Andi Sanwani, ayahanda mertua (alm) Prof. Dr. H. Baharuddin Agie dan
ibunda mertua Dra. Hj. Andi Ramlah Amir atas segenap doa, pengertian, dan
motivasinya. Kepada mereka karya akademik ini kami persembahkan.
Serta berbagai pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami diuraikan
satu persatu, semoga Allah SWT berkenan memberikan Rahmat dan HidayahNya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memotivasi kami menjadi
pembelajar yang lebih baik.

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25
September 1974. Penulis adalah putra pertama dari tiga orang bersaudara
pasangan (alm) H. Andi Mattoreang dan Hj. Andi Sanwani.
Penulis menempuh pendidikan dasar (SD) di Kabupaten Bulukumba
Provinsi Sulawesi Selatan, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP dan
SLTA di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Pendidikan sarjana penulis
selesaikan di Jurusan Ilmu Tanah Universitas Hasanuddin tahun 1999, dan sejak
tahun 2005 diangkat sebagai dosen tetap pada jurusan tersebut. Sebelumnya
penulis bekerja pada instansi swasta (Texmaco Group dan Cargill Indonesia) dan
konsultan individu pada lembaga yang berafiliasi dengan World Bank dan FAO.

xiii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………...…………………………...…… xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………..…………………...……… xix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xxi
I

II

III

IV

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………...………………..……
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….
1.3 Tujuan Penelitian …………………………….…………..…..…
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………...…..……..
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Sektor Basis Ekonomi …………….…….…….
2.2 Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk………..….…….…
2.2.1 Multi-Atribute Decision Making (MADM) ………….…
2.2.2 Multi-Objective Decisison Making (MODM) ….……...
2.3 Proses Hirarki Analisis (PHA) ………………………..……….
2.3.1 Formulasi Masalah dan Penyusunan Hirarki
Keputusan ……………………………………………..
2.3.2 Penentuan Bobot Kepentingan dan Pengujian
Konsistensi ……………………………………………
2.3.3 Pengambilan Keputusan Berkelompok ……….……….
2.4 Evaluasi Lahan …………………………………………….…..
2.4.1 Pendekatan Fuzzy Set dalam Evaluasi Lahan …………
2.4.2 Metode Kontinyu dalam Evaluasi Lahan …………….
2.5 Compromise Programming (CP) ……………………..……..…
2.5.1 Prinsip Dasar ……………………………………….…..
2.5.2 Bidang Kartesian ……………………….……….…..…
2.5.3 Pengukuran Jarak dalam CP …………….………….…

1
4
6
6

7
8
11
15
16
17
19
23
24
25
31
31
31
31
32

METODOLOGI
3.1 Kerangka Pikir Penelitian………………….…………..….……
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………..……………...….…
3.3 Jenis Data, Perangkat Analisis, dan Pengolahan Data .............
3.3.1 Jenis dan Sumber Data……………………..….…....…..
3.3.2 Perangkat Analisis ………………………………..….…
3.3.3 Penyiapan dan Pengolahan Data ……………………….
3.4 Tahapan Penelitian …………………………………………......
3.4.1 Penentuan Sektor Basis dan Komoditi Basis …………..
3.4.2 Evaluasi Lahan dengan Metode Fuzzy Set …………….
3.4.3 Compromise Programming (CP) ……………………....

33
36
36
36
37
37
41
41
42
47

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ……………..….…
4.2 Iklim …………………………………………………..…..……

57
58

xiii

4.3

4.4

4.5

4.6
4.7

4.8
V

Geologi ………………………………………………..…..……
4.3.1 Struktur Geologi ………………………….….….………
4.3.2 Formasi dan Litologi ……………………..….…….……
Fisiografi Wilayah ………………………………..…..…………
4.4.1 Topografi dan Lereng …………………..…....…………
4.4.2 Geomorfologi …………………………..…..……………
Sistem Lahan dan Jenis Tanah ……………………….…………
4.5.1
Sistem Lahan Bakunan (BKN) ……………….….……
4.5.2
Sistem Lahan Bukit Pandan (BPD) ……….…..………
4.5.3
Sistem Lahan Gambut (GBT) ………………..………..
4.5.4
Sistem Lahan Kahayan (KHY) …………………...……
4.5.5
Sistem Lahan Kajapah (KJP) ……………..…..….……
4.5.6
Sistem Lahan Klaru (KLR) ………………….....………
4.5.7
Sistem Lahan Lubuk Sikaping (LBS) ………….………
4.5.8
Sistem Lahan Lawanguwang (LWW) ………...………
4.5.9
Sistem Lahan Mendawai (MDW) ……………..………
4.5.10 Sistem Lahan Maput (MPT) …………….…….………
4.5.11 Sistem Lahan Pendreh (PDH) …………..…….………
4.5.12 Sistem Lahan Putting (PTG) ………………….….……
4.5.13 Sistem Lahan Sebangau (SBG) ……………….….……
4.5.14 Sistem Lahan Teweh (TWH) …………..………………
4.5.15 Sistem Lahan Telawi (TWI) ……………….….………
Demografi Wilayah ……………………………..….….….…..…
Utilitas Wilayah ……………………………………….…...……
4.7.1
Prasarana Ekonomi …………………………….………
4.7.2
Infrastruktur Transportasi ………………….…..………
4.7.3
Infrastruktur Energi dan Komunikasi …………....……
Potensi Tanaman Perkebunan ………………………….…..……

HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Struktur Ekonomi Wilayah .......................................................
5.2
Sektor Basis Wilayah …………………….…..…….....………
5.3
Evaluasi Lahan dengan Metode Fuzzy Set ………………....…
5.3.1 Penyusunan Kriteria Evaluasi ………………....………
5.3.2 Standarisasi Data …………………………………...…
5.3.3 Model Data dan Derajat Keanggotaan Indikator Lahan
5.3.4 Bobot Kepentingan Kriteria Lahan …….……………
5.3.5 Indeks Kesesuaian Lahan ……….…………………….
5.5
Indeks Lahan Compromise Programming (Lp-metric) ..…..…
5.5.1 Bobot Prioritas Indikator Lahan …….……..…………
5.5.2 Indeks Lahan Lp-metric ……….…………………...…
5.6
Status Kawasan dan Penggunaan Lahan di Kabupaten
Mamuju Utara …………………..…………………..…..…….
5.7
Simulasi Alokasi dan Sebaran Lahan Lp-metric ………..……
5.8
Sebaran dan Alokasi Lahan Lp-metric Menurut Status
Kawasan ..………….…………………………..….………....
5.9
Sebaran dan Alokasi Lahan Menurut Wilayah Komoditi Basis

xiv

60
60
61
64
64
66
68
68
69
71
71
71
72
72
73
73
74
74
74
75
75
76
76
78
78
79
80
81

83
85
91
91
92
92
95
96
99
99
102
103
106
111
112

xv

5.10
5.11
5.12

VI

Sebaran Penggunaan Lahan Aktual di Dalam Alokasi Lahan
Lp-metric dan di Luar Alokasi Lahan Lp-metric ……..……...
Prioritas Alokasi Lahan Komoditi Basis Perkebunan dan
Potensi Pengembangan ……………………………………….
Arahan dan Strategi Pengembangan Mewujudkan Alokasi
Ruang Kawasan Komoditi Basis Perkebunan …………..……
5.12.1 Rencana Pemantapan Kawasan Lindung ……..….....
5.12.2 Penanganan Kawasan Hutan Lindung Telah Dibuka
5.12.3 Penanganan Kawasan Perlindungan Setempat
(Mangrove) ………………………………………….
5.12.4 Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya …………..

114
116
119
120
121
124
124

SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ..................................................................................... 127
6.2 Saran ………………..………………………….……………….. 128

DAFTAR PUSTAKA

129

LAMPIRAN

137

xv

xvi

xvii

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Uraian ringkas metode dalam pendekatan MADM ……..………....……
11
Skala kepentingan dalam PHA ………………………………..………..
21
Nilai random indeks (RI) ………………………………….……….…....
22
Jenis dan sumber data yang digunakan ……………………..……….….. 37
Indikator fungsi tujuan yang dikembangkan dalam penyusunan model...
50
Luas wilayah dan jumlah kelurahan/desa menurut kecamatan di
Kabupaten Mamuju Utara ......................................................................... 57
Litologi batuan penyusun Kabupaten Mamuju Utara .............................
61
Topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara ………………….…….....
66
Sistem lahan dan jenis tanah dominan di Kabupaten Mamuju Utara …...
69
Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten
Mamuju Utara tahun 2011 ………………………………………………
77
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di
Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011 (jiwa) …………………………………
77
Jumlah rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga menurut
kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara ................................................... 78
Fasilitas perekonomian menurut kecamatan (unit) ………….…..………
79
Karakteristik jalan berdasarkan jenis permukaan dan kondisi jalan di
Kabupaten Mamuju Utara (km) ……………………..……………..…… 80
Luas tanam, luas panen, produksi dan produktifitas beberapa jenis
komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011 ……..…. 81
Luas panen beberapa tanaman perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara
tahun 2007-2011 ………………………….……………………………... 82
Luas perkebunan rakyat dan swasta menurut kecamatan di Kabupaten
Mamuju Utara tahun 2011 ......................................................................... 82
Produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan di
Kabupaten Mamuju Utara tahun 200-2010 (persen) ...............................
84
Analisis Location Quotient (LQ) produk domestik regional bruto
(PDRB) atas dasar harga konstan Kabupaten Mamuju Utara tahun
86
2001–10 ...................................................................................................
Analisis LQ jumlah produksi beberapa komoditi perkebunan di Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2011 ……………..…….………………..………..
88
Analisis LQ luas panen beberapa komoditi perkebunan di Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2011 ……….……………………………………... 88
Analisis LQ komoditi kelapa dalam menurut kecamatan di Kabupaten
Mamuju Utara ………………………………………….………..…….
89
Analisis LQ komoditi kelapa sawit menurut kecamatan di Kabupaten
Mamuju Utara ………………………..………………………..………… 90
Peringkat kategori beberapa indikator data tanah pada jenis data ordinal
92
Model data dan nilai atribut indikator keanggotaan lahan ……………… 94
Bobot kepentingan kriteria dalam proses evaluasi lahan ……………….. 96
Bobot kepentingan indikator lahan untuk alokasi lahan ……………...… 100
Tabulasi silang penggunaan lahan dan fungsi kawasan lindung (ha) …... 104
Tabulasi silang penggunaan lahan dan fungsi kawasan budidaya (ha) …. 105

xvii

30
31
32
33
34
35
36

Simulasi titik cut-off pada berbagai nilai indeks Lp-metric ……………
Sebaran lahan Lp-metric menurut wilayah basis dan non basis
komoditi kelapa dalam (ha) …………………………………………….
Sebaran lahan Lp-metric menurut wilayah basis dan non basis
komoditi kelapa sawit (ha) …………..………………………………...
Matriks penggunaan lahan dan status kawasan areal lahan Lp-metrik
untuk cadangan pengembangan komoditi perkebunan (ha) ….………
Distribusi cadangan pengembangan lahan perkebunan Lp metric
menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara (ha) ….……………
Penggunaan lahan pada kawasan lindung di dalam kawasan Lp-metric .
Sebaran penggunaan lahan di dalam kawasan Lp-metric yang tidak
konsisten dengan status kawasan ……………………………………...

xviii

109
113
113
116
119
121
122

xix

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Struktur masalah dengan tiga level hirarki ………….……..….…..……..
Kurva model S dalam teori fuzzy set untuk evaluasi lahan……..…...…...
Kerangka penelitian …………….…..……….…………..………….……
Sebaran curah hujan dan temperatur udara di Kabupaten Mamuju
Utara………………………………………………………….…………..
Data sifat fisik tanah (a) dan kimia tanah (b) di Kab. Mamuju Utara .….
Prosedur evaluasi lahan menggunakan metode fuzzy set …………..……
Struktur hirarki evaluasi lahan ……………………………….………....
Struktur hirarki CP dengan pendekatan MCDM …..…………......……..
Peta administrasi Kabupaten Mamuju Utara..……..………….….….…..
Curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 1990-99 ……..
Curah hujan bulanan di Kabupaten Mamuju Utara …………..…....…….
Peta geologi Kabupaten Mamuju Utara ....................................................
Peta lereng dan topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara .................
Peta sistem lahan dan jenis tanah Kabupaten Mamuju Utara ……….......
Distribusi spasial sektor basis dan non basis komoditi kelapa dalam
menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara ……………………...
Distribusi spasial sektor basis dan non basis komoditi kelapa sawit
menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara ………………..……...
Model kurva S derajat keanggotaan fuzzy pada beberapa indikator
lahan……………………………………………………………..……….
Hasil fuzzifikasi pada beberapa indikator lahan………………….……..
Hasil penggabungan (nilai rata-rata) derajat keanggotaan DKG dengan
pembobotan ……..………………………………………..……………..
Sebaran indeks kesesuaian lahan komoditi basis perkebunan.. …………
Pola spasial indeks lahan komoditi basis perkebunan menggunakan nilai
parameter p berbeda…………………………………………….…….….
Alokasi lahan Lp-metric ………………...……………….………………
Sebaran dan luas lahan Lp-metric menurut kecamatan …….….………..
Sebaran dan luas lahan Lp-metric menurut status kawasan. ……………
Alokasi lahan Lp-metric pada wilayah basis ekonomi komoditi kelapa
dalam dan kelapa sawit. ………………….………………….…………..
Sebaran penggunaan lahan aktual di dalam alokasi lahan Lp-metric ……
Sebaran penggunaan lahan aktual di luar alokasi lahan Lp-metric ……...
Alokasi lahan komoditi basis perkebunan …….………………………...
Sebaran kawasan lindung yang memerlukan penanganan …..…………..

xix

18
28
35
39
39
42
46
49
58
59
59
62
65
70
90
91
94
95
97
98
102
107
110
112
114
115
115
117
123

xx

xxi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Mamuju Utara atas dasar
harga konstan tahun 2000 - 2010 (Juta Rp) …………….……………..
Analisis PHA untuk bobot kepentingan kriteria evaluasi lahan ……….
Analisis PHA untuk bobot kepentingan indikator Compromise
Programming …………………………………..…..……………….…
Peta unit lahan dan lokasi pengamatan …………..………………….…
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa dalam (Cocos nucifera L.) ..
Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis
JACK.) …………………………………………………..…….………
Kriteria evaluasi lahan komoditi basis perkebunan di Kabupaten
Mamuju Utara (diadaptasi dari Djaenuddin et al. 2003) ………………
Pengelompokan kelas tekstur yang digunakan …………….…………..
Kelas kedalaman tanah ………………………………..……...………..
Kelas ketebalan gambut ………………………………………….…….
Tingkat bahaya erosi ……………………………………….……..……
Kelas bahaya banjir ……………………………………………………
Peta penggunaan lahan Kabupaten Mamuju Utara…………………….
Penggunaan lahan menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara
(ha) …………………………………………….……………………….
Peta status kawasan Kabupaten Mamuju Utara ………………………..
Status kawasan menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara (ha) .
Penggunaan lahan menurut fungsi kawasan di Kabupaten Mamuju
Utara (ha) ………………………………………..……..……………...
Hasil penggabungan (nilai rata-rata) derajat keanggotaan DKG tanpa
pembobotan ……………………………………………………………
Sebaran indeks kesesuaian lahan komoditi basis perkebunan tanpa
pembobotan ……………………………………………………………
Peta potensi lahan kawasan budidaya pertanian (APL) yang dapat
dikonversi menjadi kawasan hutan …………………………………..

xxi

138
139
140
142
143
144
145
147
147
147
147
147
148
149
150
151
152
153
153
155

xxii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengklasifikasi alokasi
peruntukan penggunaan lahan (landuse) menjadi dua, yaitu; penggunaan lahan
untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dalam UU tersebut, rencana
alokasi penggunaan lahan di suatu wilayah menggunakan terminologi pola ruang.
Pola ruang didefinisikan sebagai distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
Peruntukan ruang untuk fungsi lindung merupakan alokasi ruang dalam
suatu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan,
sedangkan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya merupakan wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Oleh
karena itu, rencana pola ruang suatu wilayah bertujuan untuk mengatur alokasi
penggunaan lahan dalam mencapai kondisi yang diharapkan.
Pola ruang wilayah pada suatu kawasan yang didominasi oleh aktifitas
ekonomi pada sektor pertanian, memerlukan perencanaan penggunaan lahan yang
sesuai dengan tingkat kesesuaian dan potensinya. Penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan potensinya hingga jangka waktu tertentu menyebabkan terjadinya
degradasi lahan yang merugikan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan metode
penilaian alokasi lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian dan potensi lahannya.
Untuk mencapai tujuan penggunaan lahan optimal diperlukan metode
penilaian yang sesuai. Metode evaluasi lahan yang mengacu pada kerangka
evaluasi lahan FAO merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan
dalam proses evaluasi kesesuaian lahan (FAO 1976). Kerangka pendekatan
tersebut kemudian dikembangkan oleh berbagai pakar menggunakan metode dan
teknik analisis baik bersifat deterministik maupun probabilistik (Sys 1985;
Burrough 1989; Van Lanen 1991; Rossiter 1996; Triantafilis et al. 2001; Yang et
al. 2012).

2

Evaluasi kesesuaian lahan adalah proses pencocokan antara karakteristik
lahan dengan tipe penggunaan lahan yang direncanakan umumnya bersifat
subyektif (Braimoh et al. 2004). Misalnya metode penjumlahan atau perkalian
yang membagi klasifikasi karakteristik lahan menjadi beberapa tingkatan, dimana
proses penentuan batas antar kelas dilakukan tanpa kriteria yang baku (Rossiter
1996). Mengingat penentuan nilai kriteria dalam evaluasi kesesuaian lahan
dilakukan secara subyektif (judgment) dan merupakan kondisi yang tidak dapat
dihindari, maka diperlukan metode yang dapat mengurangi bias dalam proses
evaluasi kesesuaian lahan (Davidson et al. 1994).
Untuk mengatasi bias dalam menentukan batas nilai kriteria kelas dalam
teknik evaluasi kesesuaian lahan, Bourrogh (1989) mengadopsi teori fuzzy sets
yang diperkenalkan oleh Zadeh (1965) untuk digunakan dalam proses evaluasi
lahan. Menurut logika fuzzy, penentuan batas suatu kelas secara tegas sulit
dilakukan, sebab batas suatu kelas kesesuaian lahan memiliki berbagai komponen
dan konsep yang bersifat relatif. Dalam logika fuzzy, nilai keanggotaan suatu
obyek tidak hanya terdiri atas dua nilai (sebagaimana dikenal dalam logika
Boolean), namun dapat dialokasikan pada suatu kisaran angka dari nol hingga satu
(kisaran nilai tertentu). Dengan pendekatan tersebut maka metode Boolean
dianggap kurang memadai untuk melakukan penyajian model data yang memiliki
faktor ketidakjelasan (vagueness) (Burrough 1989). Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan yang bersifat probabilistik, khususnya jika suatu informasi yang
berhubungan dengan suatu fenomena kurang dapat dimengerti atau jika fenomena
tersebut memiliki faktor ketidakpastian dan informasi yang tidak lengkap.
Hasil penelitian dengan pendekatan fuzzy set (Burrough 1989; Mc Bratney
dan Odeh 1997), menunjukkan bahwa kualitas hasil analisis dapat meningkat
dengan mengaplikasikan teori fuzzy dalam memodelkan berbagai fenomena di
alam (Sui 1992; Braimoh et al. 2004; Fritz et al. 2005). Hal tersebut mendorong
pendekatan fuzzy sets semakin berkembang dalam berbagai aspek pengelolaan
sumberdaya lahan (de Gruijter et al. 2011).
Untuk menghasilkan alokasi penggunaan lahan yang baik, pertimbangan
tidak hanya didasarkan atas aspek biofisik lahan, namun juga turut
mempertimbangkan aspek lain yang dapat menunjang kebijakan penataan ruang

3

wilayah. Perencanaan peruntukan penggunaan lahan di suatu wilayah tidak lagi
dilakukan berdasarkan faktor tunggal, namun merupakan proses pengambilan
keputusan yang didasarkan atas berbagai pertimbangan. Dewasa ini aplikasi
proses pengambilan keputusan multi-kriteria mengalami kemajuan yang berarti
seiring dengan semakin berkembangnya perangkat teknologi pendukungnya.
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu komponen penting dalam
sistem pendukung pengambilan keputusan (Malczewski 2006; Arciniegas 2011)
yang dapat mempertimbangkan dan mengakomodasi berbagai aspek secara
spasial.
Salah satu teknik yang digunakan untuk mengakomodasi kepentingan
berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan secara keruangan adalah
metode Spatial Compromise Programming (SCP) yang diperkenalkan oleh Tkach
dan Simonovic (1997). Teknik tersebut dikembangkan untuk mengatasi berbagai
variabilitas spasial dengan menggabungkan metode compromise programming
(CP) dengan teknologi SIG. Teknik analisis ini digunakan untuk melakukan proses
pengambilan keputusan dengan pertimbangan subyektif seminimal mungkin.
Selain itu, dalam proses pengambilan keputusan diperlukan pertimbangan dan
kriteria yang mendekati situasi yang ideal yang dibutuhkan.
Ide dasar dari metode CP adalah upaya untuk menentukan pilihan yang
paling mendekati (closeness) kondisi ideal dari sejumlah alternatif pilihan yang
tersedia. Dalam menentukan pilihan yang ideal, pengambil keputusan dapat
menggunakan berbagai teknik pengambilan keputusan dalam analisis kriteria
majemuk dari sejumlah alternatif pilihan. Salah satu yang pendekatan yang paling
umum digunakan adalah metode proses hirarki analisis (PHA) (Saaty 1980).
Metode PHA diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada dekade 1970-an
merupakan salah satu teknik analisis yang dapat diaplikasikan dalam membantu
para pengambil keputusan mengatasi suatu persoalan yang kompleks dengan
berbagai kriteria yang saling bertentangan dan bersifat subyektif (Alessio dan
Ashraf 2009). Selain itu, PHA juga bersifat fleksibel dalam menyelesaikan suatu
persoalan yang kompleks, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif oleh
individu atau kelompok individu berdasarkan pengalaman masing-masing
terhadap suatu masalah (Duke dan Aull-Hyde 2002; Bevilacqua et al. 2004).

4

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi
Barat. Wilayah ini memiliki potensi sumberdaya lahan beragam serta memiliki
karakteristik wilayah heterogen, khususnya jika ditinjau dari aspek fisik lahan.
Lokasi penelitian mencakup seluruh wilayah Kabupaten Mamuju Utara, namun
analisis lahan difokuskan pada kawasan budidaya (pertanian dan kehutanan).
Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu wilayah di Provinsi
Sulawesi Barat yang memiliki kendala pengembangan budidaya pertanian akibat
aspek fisiografi wilayah. Kabupaten Mamuju Utara memiliki luas 304 467 ha,
namun hanya memiliki luas areal lahan untuk kawasan budidaya pertanian (areal
penggunaan lain) kurang lebih 36 % dari luas wilayahnya. Selain itu kurang lebih
53 % wilayah Kabupaten Mamuju Utara berada pada kelas lereng > 41%. Kondisi
ini merupakan salah satu tantangan dalam mengoptimalkan potensi sumberdaya
lahan yang tersedia. Desakan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat
pertambahan jumlah penduduk, serta akibat kegiatan budidaya pertanian yang
kurang memperhatikan kaidah konservasi, menyebabkan terjadinya degradasi
kualitas lahan yang pada gilirannya dapat mendegradasi kualitas hidup manusia.
Penelitian ini melakukan proses penilaian lahan menggunakan pendekatan
kombinasi berbagai indikator, sehingga dapat menghasilkan sebaran alokasi lahan
pengembangan komoditi basis perkebunan di suatu kawasan yang diharapkan
dapat mendorong pengembangan wilayah tersebut tanpa mengabaikan fungsi
ekologisnya. Model fuzzy set yang menggunakan pendekatan kontinyu diharapkan
dapat memetakan sebaran kualitas lahan secara lebih baik, sehingga sebaran
alokasi kawasan untuk pengembangan komoditi basis perkebunan yang sesuai
dengan aspek biofisik lahan, infrastruktur dan kondisi sosial dapat dihasilkan.
1.2 Perumusan Masalah
Proses perencanaan penggunaan lahan di suatu wilayah memerlukan
berbagai pertimbangan (van Ittersum et al. 1998). Dalam konteks perencanaan
penggunaan lahan untuk kebutuhan pengembangan komoditi pertanian umumnya
dan komoditi perkebunan khususnya, proses tersebut dapat terdiri atas; (a).
Evaluasi kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, (b). Optimasi areal
penggunaan lahan, dan (c). Alokasi lahan secara spasial (Santé et al. 2008). Proses
evaluasi lahan umumnya dilakukan menggunakan kerangka evaluasi lahan FAO,

5

sedangkan optimasi lahan menggunakan pendekatan pengambilan keputusan
kriteria majemuk (multi-criteria decision making) dengan menggunakan berbagai
fungsi tujuan meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pendekatan
tersebut kemudian menjadi komponen dalam proses pengalokasian lahan secara
spasial.
Dalam konteks optimasi alokasi lahan secara spasial terdapat beberapa
masalah sehingga penelitian ini dilaksanakan. Pertanyaan penelitian tersebut
dikemukakan dalam rumusan masalah berikut:
1. Proses evaluasi lahan dengan metode Boolean yang mengadopsi pendekatan
faktor pembatas minimum (Hukum Minimum Liebig) menghasilkan
penentuan batas kelas kesesuaian lahan dengan tegas (crisp boundary).
Akibatnya sejumlah unit lahan yang seharusnya sesuai untuk suatu jenis
penggunaan lahan tertentu menjadi tidak sesuai dan ditolak karena nilai
indikator (karakteristik) lahannya berada tepat di luar batas kelas yang
ditentukan. Selain itu, dengan nilai karakteristik lahan yang bervariasi maka
penggunaan nilai data yang bersifat kontinyu (berkisar dari 0 hingga 1.0)
menyebabkan nilai indikator lahan yang berada di luar batas kelas kesesuaian
tidak ditolak secara langsung, namun dipertimbangkan kedekatannya dengan
batas nilai kelas kesesuaian lahan yang dievaluasi. Oleh sebab itu, diperlukan
pendekatan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut sehingga kualitas
hasil evaluasi dapat meningkat.
2. Analisis multi kriteria spasial tidak hanya digunakan untuk menentukan
prioritas atau peringkat kepentingan suatu kebijakan, namun dapat
memberikan gambaran secara spasial atas kebijakan tersebut. Selain itu,
pendekatan ini dapat digunakan menentukan solusi optimal yang spesifik dari
sejumlah pilihan yang tersedia. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian pada
aspek ini adalah bagaimana mengkombinasikan proses pengambilan
keputusan alokasi lahan berdasarkan kepentingan aspek biofisik lahan, sosial
ekonomi, dan infrastruktur pada komoditi basis perkebunan untuk kepentingan
pengembangan wilayah.
3. Perencanaan alokasi lahan di daerah pedesaan memerlukan keterpaduan
perencanaan secara sektoral dengan berbagai pemangku kepentingan untuk

6

memberikan kepastian berusaha bagi masyarakat yang sesuai secara ekologis
dan pranata hukum yang ada. Pertanyaan penelitian pada aspek ini adalah
bagaimana menyusun dan mewujudkan alokasi lahan berdasarkan berbagai
aspek kepentingan yang sesuai dengan peraturan perundangan, kebijakan
nasional, dan kepentingan daerah serta masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji model alokasi lahan berdasarkan
aspek biofisik lahan didukung oleh kondisi infrastruktur wilayah serta
mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat untuk mengalokasikan
sebaran lahan komoditi basis perkebunan menggunakan pendekatan multikriteria
spasial.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1.

Mengkaji model evaluasi lahan menggunakan metode fuzzy set untuk
komoditi basis perkebunan.

2.

Mengkaji model alokasi lahan komoditi basis perkebunan berdasarkan
potensi biofisik lahan, ketersediaan infrastruktur, dan kondisi sosial ekonomi
menggunakan metode compromise programming.

3.

Menyusun arahan dan strategi kebijakan untuk mewujudkan alokasi ruang
komoditi basis perkebunan.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para
pengambil keputusan dalam menentukan alokasi lahan di suatu kawasan untuk
penggunaan lahan tertentu khususnya dalam konteks penataan ruang kawasan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Sektor Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis.
Teori ini menyatakan bahwa sektor basis membangun dan memacu penguatan dan
pertumbuhan ekonomi lokal, sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal.
Rustiadi et al. (2009) membagi sektor ekonomi suatu wilayah menjadi dua
golongan, yaitu sektor basis dan sektor non-basis. Sektor basis merupakan suatu
kegiatan ekonomi dimana proses pemenuhan kebutuhan menyebabkan terjadinya
mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis dapat
menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar
luar wilayah/daerah, adapun sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan
ekonomi yang hanya melayani pasar didaerahnya sendiri dan kapasitas ekspor
ekonomi daerah belum mampu memenuhi kebutuhan di daerah lainnya.
Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari
keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut. Hal
tersebut disebabkan oleh nilai strategis setiap sektor sebagai pendorong utama
(prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Untuk mengetahui
potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan non basis dapat digunakan
metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah.
Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara
geografi dan produktivitas tenaga kerja homogen serta masing-masing industri
menghasilkan produk/jasa yang seragam. Oleh karena itu berbagai dasar ukuran
yang digunakan dalam penghitungan LQ harus disesuaikan dengan kepentingan
penelitian dan sumber data yang tersedia.
Analisis LQ merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui
pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang
lebih luas. Analisis LQ juga memberikan gambaran sektor atau kegiatan ekonomi
yang terkonsentrasi dan tersebar. Tarigan (2005) menyatakan bahwa LQ sebagai

8

petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang
telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh
apalagi yang selama ini belum pernah ada LQ tidak dapat digunakan karena
produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Persamaan
umum dari metode Location Quotient sebagai berikut :


dimana : LQij
Xij
Xi.
X.j
X..

=
=
=
=
=

(1)

Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i
Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i
Nilai total aktivitas di wilayah ke-i
Nilai aktivitas ke-j di total wilayah
Nilai total aktivitas di total wilayah

Berdasarkan persamaan 1 maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di
tiap wilayah beserta interpretasinya sebagai berikut:


Nilai LQij > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi aktifitas ke-j di wilayah
ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah



Nilai LQij = 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan
pangsa total atau konsentrasai aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata
total wilayah.



Jika nilai LQij < 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil
dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh
wilayah.
Nilai LQ selain dapat mengetahui pola pemusatan aktivitas di suatu wilayah

juga dapat menduga aliran input-output dengan mengasumsikan bahwa aliran
akan terjadi dari aktivitas dan wilayah dengan nilai LQ >1 ke aktivitas dan
wilayah dengan nilai LQ < 1. Namun perlu diingat bahwa sebelum melakukan
analisis LQ dan menginterpretasikannya, asumsi-asumsi yang digunakan dalam
analisis ini harus dipenuhi dan diperhatikan.
2.2 Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk
Metode pengambilan keputusan kriteria majemuk (multi-criteria decision
making/MCDM) menurut beberapa peneliti (Jankowski 1995; Kahraman 2008)

9

terbagi menjadi dua pendekatan; (1) Pengambilan keputusan atribut majemuk
(multi-attribute decion making/MADM) dan (2) Pengambilan keputusan tujuan
majemuk (multi-objective decision making/MODM). Dalam penelitian ini,
singkatan istilah yang digunakan tetap mengacu pada istilah aslinya.
Jika pada suatu proses pengambilan keputusan terdapat sejumlah alternatif
pilihan dan proses pengambilan keputusan tersebut didasarkan atas sejumlah nilai
atribut yang memiliki alternatif pilihan, maka proses tersebut dikategorikan
sebagai pendekatan MADM. Dalam pendekatan MADM pengambilan keputusan
didasarkan terhadap pilihan terbaik dari sejumlah alternatif pilihan yang tersedia
(Kahraman 2008).
MADM merupakan salah satu cabang ilmu dalam proses pengambilan
keputusan yang merupakan komponen model riset operasi yang berhubungan
dengan masalah pengambilan keputusan menurut sejumlah kriteria. Pendekatan
MADM memerlukan sejumlah pilihan, diantara alternatif keputusan yang
dijelaskan dalam atribut-atribut keputusan yang tersedia. Dalam menyelesaikan
persolan menggunakan pendekatan MADM, sejumlah alternatif keputusan yang
jumlahnya ter

Dokumen yang terkait

Model Fungsi Keanggotaan Fuzzy Multi Criteria Decision Making Padaprogram Sertifikasi Guru

0 50 96

Diagnosa Penyakit Hepatitis Menggunakan Fuzzy Multi Criteria Decision Making

8 87 59

Evaluation of Rubber Plantation Development using Geographic Information System and Multi Criteria Analysis (Case Study in Banyuasin Regency, South Sumatera).

0 6 177

Determining Oil Palm Plantation Potential Location Using Spatial Multi-Criteria Evaluation (Case Study Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province)

0 4 129

Optimizing plantation allocation using spatially multi- criteria approach based continuous method

0 5 346

OPTIMIZING LABOR ALLOCATION IN MULTI-PROJECT MANAGEMENT USING CRITICAL PATH METHOD AND SENSITIVITY ANALYSIS OPTIMIZING LABOR ALLOCATION IN MULTI-PROJECT MANAGEMENT USING CRITICAL PATH METHOD AND SENSITIVITY ANALYSIS (Case Study of CV Madya Karya Yogyakar

0 3 12

INTRODUCTION OPTIMIZING LABOR ALLOCATION IN MULTI-PROJECT MANAGEMENT USING CRITICAL PATH METHOD AND SENSITIVITY ANALYSIS (Case Study of CV Madya Karya Yogyakarta).

0 2 8

LITERATURE REVIEW OPTIMIZING LABOR ALLOCATION IN MULTI-PROJECT MANAGEMENT USING CRITICAL PATH METHOD AND SENSITIVITY ANALYSIS (Case Study of CV Madya Karya Yogyakarta).

0 2 4

CONCLUSIONS & SUGGESTIONS OPTIMIZING LABOR ALLOCATION IN MULTI-PROJECT MANAGEMENT USING CRITICAL PATH METHOD AND SENSITIVITY ANALYSIS (Case Study of CV Madya Karya Yogyakarta).

0 5 5

Thermoplastic Matrix Material Selection using Multi Criteria Decision Making Method for Hybrid Polymer Composites.

0 3 5