Pengaruh Pemberian Vitamin E (Α Tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris Marmorata)
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E (α-TOKOFEROL)
TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata)
DENNY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian
Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Denny Wahyudi
NIM C151120531
RINGKASAN
DENNY WAHYUDI. Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap
Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). Dibimbing oleh
MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI
Ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun, tetapi memiliki tingkat
kematian yang tinggi pada fase perkembangan larva. Hal ini menjadi kendala
dalam budidaya ikan betutu. Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan
larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga
menyebabkan cadangan energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu
mencari makanan dari luar. Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan
nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk
meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan induk ikan
betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E
atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang
mencegah oksidasi asam lemak tak jenuh. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan
betutu.
Ikan betutu yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot 100-275 gr.
Ikan diberi pakan cacing tanah yang memiliki bobot 1-1,5 gram ekor-1 secara at
satiation yang telah disuntik vitamin E dengan perlakuan dosis yang berbeda.
Perlakuan dosis yang diberikan meliputi kontrol (A), 200 mg vitamin E kg-1
cacing tanah (B), 400 mg vitamin E kg-1 cacing tanah (C), 800 mg vitamin E kg-1
cacing tanah (D) dan 1.600 mg vitamin E kg-1 cacing tanah (E). Perlakuan
diberikan selama 60 hari dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Parameter uji yang diukur antara lain konsentrasi estradiol darah, diameter telur,
gonadosomatic index (GSI), histologi gonad, vitamin E gonad, konsentrasi
kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) darah, konsentrasi kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) darah, total kolesterol darah, dan trigliserida darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E memberikan
pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol, konsentrasi estradiol darah,
konsentrasi kolesterol HDL darah, trigliserida, dan konsentrasi kolesterol LDL
darah untuk setiap perlakuan pada hari ke-30. Ukuran diameter telur pada
perlakuan D (1,20-1,39 mm) memiliki frekuensi tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan A, B, C, dan E. Gonadosomatic index (GSI) pada percobaan B
menunjukkan hasil yang terendah. Hal ini selaras dengan hasil histologi gonad
yang menunjukkan bahwa perkembangan gonad perlakuan B lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan C, D, dan E. Konsentrasi vitamin E gonad pada
perlakuan D menunjukkan hasil tertingi dibandingkan perlakuan A, B, C dan E.
Jadi dapat disimpulkan vitamin E yang diberikan kepada induk ikan betutu
mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Penambahan vitamin E
sebesar 800 mg vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan
gonad ikan betutu.
Kata kunci: diameter telur, estradiol, gonadosomatic index, ikan betutu, vitamin E
SUMMARY
DENNY WAHYUDI. Effect of Dietary Vitamin E (α-tocopherol) on The
Reproduction Performance of Marble Goby (Oxyeleotris marmorata). Supervised
by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS
SUPRAYUDI
Marble goby can spawn throughout the year, but it has high mortality rate at
the larval development stage. This problem becomes one of the main constraint in
culture of marble goby. High mortality at the early development stage of marble
goby larvae allegedly due to poor egg quality, causing energy reserves in the yolk
decreased before the fish is able to seek food from outside. One determinant of
egg yolk qualities are nutrients derived from food intake from broodstock feed.
Some efforts are needed to improve eggs quality with the addition of nutrients to
marble goby broodstock feed. One of nutrients that can be given to the broodstock
feed to improve reproduction performance and eggs quality is vitamin E. Vitamin
E or α-tocopherol has a function as an antioxidant that prevents oxidation of
unsaturated fatty acids. This study aimed to evaluate the effect of vitamin E on the
reproduction performance of marble goby.
Marble goby used in this study has a weight of 100-275 gr. The fish were
fed earthworms weighing 1-1.5 gr individual-1 by at satiation, in which they have
been previously injected with vitamin E with different doses. The treatment doses
given included control (A), 200 mg vitamin E kg-1 earthworms (B), 400 mg
vitamin E kg-1 earthworms (C), 800 mg vitamin E kg-1 earthworms (D) and 1600
mg vitamin E kg-1 earthworms (E). Treatments were given for 60 days and each
treatment was repeated three times. The parameters measured were blood estradiol
concentration, egg diameter, gonadosomatic index (GSI), gonads histology,
gonads vitamin E, concentration of blood HDL (High Density Lipoprotein)
cholesterol, concentration of blood LDL (Low Density Lipoprotein) cholesterol,
total cholesterol of blood, and blood triglycerides.
The results showed that administration of vitamin E giving an effect to
improvement of cholesterol concentration, blood estradiol concentration,
concentration of blood HDL cholesterol, triglycerides, and concentration of blood
LDL cholesterol for each treatment on day 30. The eggs diameter in treatment D
(1.20 to 1.39 mm) had the highest frequency compared to treatment A, B, C, and
E. gonadosomatic index (GSI) in treatment B showed the lowest value. This was
in line with gonads histology results showed that gonadal development of
treatment B was slower than treatment C, D, and E. The concentration of gonads
vitamin E in treatment D showed the highest value compared to treatment A, B, C
and E. So, it can be concluded that vitamin E given to marble goby broodstock
was able to improve the reproduction performance of marble goby. The addition of
800 mg vitamin E kg-1 earthworms were able to accelerate gonadal maturation
process of marble goby.
Keyword: egg diameter, estradiol, gonadosomatic index, marble goby, vitamin E
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E (α-TOKOFEROL)
TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata)
DENNY WAHYUDI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Mia Setiawati, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-Tokoferol)
Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)”. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2015 bertempat di Laboratorium
Produksi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Nutrisi, Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan
dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof
Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSc, Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi,
selaku komisi pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan
proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Mia Setiawati, Msi sebagai dosen
penguji tamu dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi Msi sebagai wakil ketua
program studi Ilmu Akuakultur SPS IPB yang telah memberikan saran dan
masukan dalam ujian sidang tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada
ayahanda Sadikin dan Ibunda Sri Wahyuni, serta adik atas do’a, bantuan,
dukungan, dan semangatnya. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan S2 Ilmu
Akuakultur angkatan 2012 atas kebersamaannya dalam menempuh studi, Upmal
Deswira, Retno Cahya Mukti, Muhammad Faizal Ulkhaq, Ibnu BS, Yeni
Elisdiana, Darmawan SB, Fajar Maulana, Rangga Garnama, Hasan Nasrullah,
Ahmad Musa Said, Diah Ayu dan Tika Lina Putri.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.
Bogor, September 2015
Denny Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
1
1
2
2
2
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Materi Uji
Pengambilan Contoh Darah
Parameter Uji
Analisis Data
3
3
3
4
4
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
7
7
13
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
15
15
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu
Konsentrasi estradiol dalam darah ikan betutu
Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu
Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu
Konsentrasi LDL dalam darah ikan betutu
Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10
Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada
minggu ke-8
8 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index
(GSI) ikan betutu pada minggu ke-8
9 Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8
7
8
8
9
9
10
11
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji
Metode histologi gonad ikan uji
Metode pengukuran konsentrasi vitamin E gonad ikan uji
Mekanisme pengaruh vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu
18
19
20
21
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan betutu merupakan ikan air tawar bersifat karnivora dan mampu hidup
pada perairan payau. Ikan ini dapat tumbuh hingga lebih dari 1 kg dan panjang
maksimum hingga 65 cm (Chew et al. 2009). Luong et al. (2005) menyatakan
bahwa harga pasar ikan betutu di Asia Tenggara mencapai US$ 12 kg-1, dan di
Indonesia berkisar antara Rp. 120.000–200.000 (KKP 2013). Namun demikian,
budidaya ikan betutu masih mengalami kendala, yaitu ketersediaan benih yang
tidak berkelanjutan, dan masih mengandalkan tangkapan dari alam. Tingkat
kematian pada fase perkembangan larva yang cukup tinggi, menjadi salah satu
kendala dalam tahap pembenihan ikan betutu.
Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu
diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga menyebabkan cadangan
energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar.
Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan nutrisi pada pakan induk.
Selain itu, Roy dan Mollah (2009) menyatakan bahwa nutrisi pada pakan induk
dapat memberikan pengaruh pada perkembangan gonad, fekunditas, dan
perkembangan embrio. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan
kualitas telur dengan penambahan nutrien pakan induk ikan betutu.
Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E
atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang
mencegah peroksidasi asam lemak terutama PUFA (polyunsaturated fatty acid).
PUFA merupakan nutrien esensial yang terdapat pada dinding sel dan sub-seluler,
serta di dalam telur ikan yang berperan penting dalam perkembangan awal ikan.
Martinez-Alvarez (2005) menyatakan bahwa untuk mencegah proses peroksidasi
asam lemak dapat menggunakan vitamin E sebagai suplemen dalam pakan.
Arfah et al. 2013 menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan
ikan komet (Carassius auratus auratus) dapat meningkatkan kinerja reproduksi
ikan tersebut seperti meningkatkan diameter telur, gonadosomatic index (GSI),
fekunditas dan germinal vesicle breakdown (GVBD). Mehrad et al. (2012)
menyatakan bahwa penambahan vitamin E sebesar 1000 mg kg-1 pakan dapat
meningkatkan sintasan larva ikan zebra (Danio rerio). Selain pada ikan,
penambahan vitamin E juga dapat meningkatkan daya tetas, dan kesuburan pada
udang vanamei (Du et al. 2004). Sementara itu, kekurangan vitamin E dalam
pakan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ovarium pada ikan mas
(Watanabe dan Takashima 1977).
Kebutuhan vitamin E sebagai suplemen dalam pakan telah diketahui, dan
berbeda untuk setiap jenis ikan. Halver (2002) menyebutkan bahwa kebutuhan
vitamin E pada rainbow trout adalah 30 mg kg-1 pakan, ikan salmon 30 mg kg-1
pakan, pada ikan mas 80-100 mg kg-1 pakan, dan pada lele Amerika 30 mg kg-1
pakan. Peran vitamin E dalam kinerja reproduksi ikan betutu belum banyak
diketahui, meskipun penggunaan vitamin E dalam penelitian pada beberapa
spesies ikan telah diketahui. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.
Rumusan Masalah
Ikan betutu memiliki fekunditas dan derajat penetasan telur yang tinggi,
namun tingkat kematian pada fase larva juga masih tinggi. Kematian yang tinggi
pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang
kurang baik. Hal tersebut terjadi karena cadangan energi pada kuning telur habis
sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar. Kualitas telur salah satunya
ditentukan oleh asupan nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu
upaya untuk meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan
ikan betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin
E pada pakan terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dengan pemberian vitamin E
pada pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu.
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014-Agustus 2014.
Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Produksi Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisa
hormon estradiol dilakukan di Laboratorium Nutrisi Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, dan analisa kolesterol, trigliserida,
HDL dan LDL dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Materi Uji
Ikan betutu yang digunakan diperoleh dari petani, kemudian dipilih dalam
kondisi matang gonad, yaitu dengan melihat ciri-ciri sekunder melalui lubang
urogenital, dan memiliki bobot 100-275 gr. Sebelum induk diberi perlakuan, telur
yang sudah matang dikeluarkan dengan cara pengurutan, dan diasumsikan gonad
ikan betutu betina dalam kondisi kosong. Ikan dipelihara pada bak fiber dengan
dimensi 1m x 1m x 1,5m, dan diberi sarang yang terbuat dari paralon, serta diberi
aerasi. Ikan yang digunakan selama perlakuan sebanyak 90 ekor.
Selama pemeliharaan ikan diberi pakan berupa cacing tanah (Eisenia
fetida) yang memiliki bobot 1-1,5 gr-1 ekor. Pakan diberikan satu kali sehari yaitu
pada sore hari sebanyak 16 gram setiap ulangan. Cacing tanah disuntik dengan
vitamin E (dl-α-tocopherol acetate; ZHEJIANG MEDICINE CO, LTD) dengan
perlakuan dosis yang berbeda. Setiap cacing disuntik sebanyak 0,2 ml vitamin E
yang telah dilarutkan dengan minyak ikan. Komposisi kimia cacing tanah
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia cacing tanah
Komponen
Protein
Lemak
Serat kasar
Abu
BETN
*Perhitungan berdasarkan bobot kering
Komposisi*
50,74%
10,78%
1.04%
20,13%
17,30%
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap
dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Adapun perlakuan penambahan vitamin
E pada pakan ikan betutu adalah sebagai berikut:
A: cacing tanah + minyak ikan (kontrol)
B : cacing tanah + 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah
C : cacing tanah + 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah
D: cacing tanah + 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah
E : cacing tanah + 1.600 mg vit. E kg-1 cacing tanah
Pengambilan Contoh Darah
Contoh darah diambil dari tiga ikan dari masing-masing ulangan.
Mekanisme pengambilan contoh darah adalah sebagai berikut:
1. Ikan yang diambil contoh darahnya dibius terlebih dahulu dengan
menggunakan obat penenang ikan dengan merk dagang Ocean Free
Special Arowana Stabilizer.
2. Ikan yang telah pingsan, diambil darahnya sebanyak 1 ml pada bagian
pangkal ekor dengan menggunakan syringe dengan kapasitas 3 ml yang
telah diberi anti koagulan (3,8% natrium sitrat).
3. Contoh darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam microtube untuk
kemudian disentrifusi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
4. Supernatan plasma darah hasil sentrifusi diambil dan dimasukan ke
dalam microtube baru dan disimpan dalam freezer pada suhu -4 °C.
Contoh plasma darah yang diperoleh, disimpan pada freezer -20 °C, dan
selanjutnya akan digunakan untuk analisa konsentrasi estradiol darah dan analisa
kimia darah (total kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL).
Parameter Uji
1. Konsentrasi Estradiol Darah
Pengukuran hormon estradiol pada darah dilakukan pada awal penelitian,
minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Pengamatan sebelum perlakuan dilakukan
pada 15 ekor ikan uji, sedangkan pengamatan setiap dua minggu dilakukan pada
tiga ekor ikan pada setiap perlakuan. Pengukuran konsentrasi hormon estradiol
pada darah menggunakan metode Enzyme-linked Imunosorbent Assay (ELISA)
dengan kit bermerk BIOMATIK. Metode pengukuran estradiol darah dapat dilihat
pada Lampiran 1.
2. Diameter Telur
Diameter telur diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi
mikrometer dengan pembesaran 4x10 (40 kali). Jumlah telur yang diamati
berjumlah 300 telur dari tiga gonad pada setiap perlakuan. Hasil pengukuran telur
menggunakan lensa okuler (µm) dikalikan dengan pembesaran 4x10 (40 kali),
kemudian hasil perkalian dalam satuan µm dibagi 1000, maka diperoleh ukuran
diameter telur yang sebenarnya dalam satuan mm.
3. Histologi Gonad
Contoh gonad yang digunakan untuk pengamatan adalah gonad pada
minggu ke-8 dengan metode pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Lampiran 2).
Contoh gonad yang dianalisis diambil dari tiga ekor ikan pada setiap perlakuan.
Pembacaan hasil histologi gonad dilakukan secara deskriptif dengan mengacu
pada Genten et al. (2009).
4. Gonadosomatic index (GSI)
Pengamatan indeks kematangan gonad atau gonadosomatic index (GSI)
dilakukan pada minggu ke-8. Contoh gonad yang diamati diambil dari tiga gonad
pada setiap perlakuan. Pengukuran bobot gonad menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0,01 gr. Untuk mengetahui nilai GSI dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
GSI (%) =
Berat gonad
x 100%
Berat tubuh
5. Konsentrasi Vitamin E Gonad
Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) gonad ikan, menggunakan
metode acuan National Food Safety Standard, National Standard For Food Safety
of The People’s Republic of China dan AOAC Method 2002.05 (Lampiran 3).
Gonad ikan yang dianalisis kandungan vitamin E berjumlah tiga gonad dari setiap
ikan kemudian dicampur, dan gonad diambil pada minggu ke-10.
6. Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
Pengukuran kolesterol HDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran HDL
dilakukan menggunakan kit cholesterol liquicolor (precipitant and standard;
HUMAN). Untuk mengetahui konsentrasi total HDL kolesterol dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
HDL =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
7. Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
Pengukuran kolesterol LDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Kadar kolesterol
LDL darah tidak dianalisis secara enzimatis menggunakan test kit. Menurut
Friedwald et al. (1972), kadar kolesterol LDL dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
LDL = TK − HDL −
TG
5
8. Total Kolesterol Darah
Pengukuran total kolesterol darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran
kolesterol dilakukan menggunakan metode CHOD-PAP (enzymatic colorimetric
test for cholesterol with lipid clearing factor) dengan kit cholesterol liquicolor,
bermerk HUMAN. Untuk mengetahui konsentrasi total kolesterol dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
TK =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
9. Trigliserida Darah
Pengukuran trigliserida darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8.
Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak 100 µl
dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran kolesterol
dilakukan menggunakan metode GPO-PAP (enzymatic colorimetric test for
triglycerides with lipid clearing factor) dengan kit cholesterol liquicolor, merk
HUMAN.
TG =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
Analisis Data
Data konsentrasi estradiol darah, konsentrasi vitamin E gonad,
gonadosomatic index (GSI), histologi gonad, kolesterol HDL darah, kolesterol
LDL darah, total kolesterol darah, dan trigliserida darah dianalisis secara
deskriptif. Data hasil pengukuran diameter telur dianalisis menggunakan distribusi
frekuensi.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kolesterol (mg/dL)
1. Total Kolesterol Darah
Hasil perhitungan total kolesterol darah ikan betutu (Gambar 1)
menunjukkan bahwa konsentrasi total kolesterol pada darah mengalami
peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4 pada setiap perlakuan.
Pada minggu ke-8, konsentrasi kolesterol pada perlakuan A, B, dan E mengalami
penurunan. Sementara pada perlakuan C dan D, konsentrasi kolesterol mengalami
peningkatan pada minggu ke-8.
300
250
200
150
100
50
0
A
B
C
D
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 1. Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B:
200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D:
800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
2. Konsentrasi Estradiol Darah
Hasil perhitungan konsentrasi estradiol darah ikan betutu (Gambar 2)
menunjukkan terjadi peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-4.
Konsentrasi estradiol tertinggi pada minggu ke-4 terdapat pada perlakuan C,
kemudian diikuti oleh perlakuan B, A, D, dan E. Kemudian pada minggu ke-6
konsentrasi estradiol darah mengalami penurunan, kecuali pada perlakuan E yang
masih mengalami peningkatan. Pada minggu ke-6, konsentrasi estradiol tertinggi
terdapat pada perlakuan C, kemudian diikuti oleh perlakuan D, A, B dan E.
Kemudian, pada minggu ke-8 diketahui konsentrasi estradiol pada seluruh
perlakuan mengalami penurunan.
E
Estradiol darah (pg/ml)
200
150
A
100
B
50
C
D
0
0
-50
2
4
6
E
8
Minggu ke-
Gambar 2. Konsentrasi estradiol darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E
kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E
kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
3. Kolesterol HDL Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi HDL darah secara
umum mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-8 (Gambar
3). Nilai HDL tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh pada perlakuan C, kemudiaan
diikuti pada perlakuan D, E, A, dan B. Pada minggu ke-8, konsentrasi HDL pada
perlakuan C, D, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan A, dan B
mengalami peningkatan.
HDL (mg/dL)
80
60
A
40
B
20
C
D
0
0
4
Minggu ke-
8
E
Gambar 3. Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
4. Trigliserida Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi trigliserida darah ikan
betutu mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4, dan
mengalami penurunan pada minggu ke-8 pada setiap perlakuan (Gambar 4).
Konsentrasi trigliserida tertinggi pada minggu ke-4 terdapat pada perlakuan A,
dan diikuti oleh perlakuan B, D, E, dan C.
Trigliserida (mg/dL)
300
250
200
A
150
B
100
C
50
D
E
0
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 4. Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200
mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800
mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
5. Kolesterol LDL Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui konsentrasi LDL darah selama
penelitian mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-4 pada
setiap perlakuan (Gambar 5). Pada minggu ke-8, konsentrasi LDL pada perlakuan
A, B, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan C, dan D
mengalami peningkatan.
LDL (mg/dL)
250
200
A
150
B
100
C
50
D
0
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 5. Konsentrasi LDL dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
E
Vit. E Gonad (mg/ 100g)
6. Konsentrasi vitamin E Gonad
Kandungan vitamin E gonad disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa pada perlakuan D memiliki kandungan vitamin
E yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, yaitu sebesar 4,43 mg
100 gr-1 gonad.
5
4.43
4
3
1.89
2
1.57
1.51
1.26
1
0
0
200
400
800
Dosis vitamin E (mg kg-1 cacing tanah)
1600
Gambar 6. Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10.
7. Diameter Telur
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai diameter telur ikan betutu
memiliki kisaran dari 0,9-1,39 mm pada setiap perlakuan (Gambar 7). Pada
perlakuan A, diketahui nilai diameter telur antara 1,10-1,29 mm memiliki
frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan B dan C, nilai diameter telur antara
1,00-1,19 mm memiliki frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan D,
diketahui nilai diameter telur antara 1,20-1,39 mm memiliki frekuensi yang paling
banyak, dan pada perlakuan E nilai diameter telur antara 1,00-1,29 mm memiliki
frekuensi yang paling banyak.
40.0
Frekuensi
35.0
Diameter Telur mm
30.0
25.0
0.90 - 0.99
20.0
1.00 - 1.09
15.0
1.10 - 1.19
10.0
1.20 - 1.29
5.0
1.30 - 1.39
0.0
0
200
400
800
1600
Dosis vitamin E (mg. kg-1 cacing tanah)
Gambar 7. Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada
minggu ke-8.
8. Gonadosomatic Index (GSI)
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai GSI tertinggi adalah
pada perlakuan dosis 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah (Gambar 8). Nilai GSI
terkecil diketahui pada perlakuan dosis 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah.
Gonadosomatic Index (%)
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
200
400
800
1600
-1
Dosis vitamin E (mg kg cacing tanah)
Gambar 8. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index
(GSI) ikan betutu pada minggu ke-8.
9. Histologi Gonad
Hasil histologi gonad ikan betutu setelah 60 hari pemeliharaan disajikan
pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui perkembangan oosit pada
perlakuan A dan B masih berada pada tahap awal vitelogenesis. Sementara itu,
pada perlakuan C, D, dan E kuning telur mulai memenuhi seluruh bagian dari
ooplasma.
Gambar 9. Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8. (A: Kontrol, B: 200 mg
vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg
vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
Keterangan histologi menurut Genten et al. (2009).
a. Perkembangan oosit tahap satu dan dua (1): Oosit terletak di dalam
germinal epitelium.
b. Perkembangan oosit tahap ketiga (2): oosit keluar dari germinal epitelium,
dan mulai ditutupi oleh lapisan folikel epitelium; (provitelin) nukleoli
mulai muncul disekitar nukleus.
c. Perkembangan oosit tahap keempat (3): awal vitelogenesis: masuknya
butiran kuning telur dan lemak ke ooplasma.
d. Perkembangan oosit tahap kelima (4): Meningkatnya jumlah kuning telur
yang memenuhi seluruh bagian ooplasma.
e. Tanda panah: butiran kuning telur.
f. N: Nukleus (inti sel telur)
Pembahasan
Vitamin E (α-tokoferol) merupakan vitamin larut lemak yang memiliki
peran utama sebagai antioksidan, serta diketahui berperan dalam membantu
kinerja reproduksi pada ikan. Barton-Schuster (2015) menyatakan bahwa vitamin
E juga berfungsi sebagai pelindung dinding sel dari bahan beracun seperti timah,
merkuri, benzen, dan radikal bebas yang dapat mengganggu kerja kelenjar
endokrin dan berakibat pada keseimbangan produksi hormon. Penambahan
vitamin E pada pakan sangat penting, karena vitamin E tidak dapat disintesis oleh
tubuh. Vitamin E yang diberikan pada induk ikan akan dicerna pada usus halus
dan disimpan pada beberapa jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, hati dan
jaringan tubuh lainnya (Pour et al. 2011). Mekanisme peran vitamin E terhadap
kinerja reproduksi pada ikan betutu disajikan pada Lampiran 4.
Sinyal lingkungan (seperti suhu dan intensitas cahaya) yang diterima oleh
otak ikan betutu akan diteruskan menuju hipotalamus untuk melepas GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) yang selanjutnya akan merangsang kelenjar
pituitari untuk melintas Follicle Stimulating Hormone (FSH). FSH akan dibawa
menuju gonad melalui peredaran darah menuju oosit dan akan merangsang sel
teka untuk mensintesis hormon steroid yaitu estradiol (Mylonas et al. 2010).
Sintesis estradiol juga melibatkan enzim sitokrom P-450scc. Sitokrom P-450scc
memiliki peran sebagai katalis pada sintesis steroid hormon seperti estradiol.
Selain itu, vitamin E juga berperan sebagai antioksidan enzim sitokrom P-450scc
saat sintesis tersebut (Hanukoglu 2006). Selain melibatkan enzim sitokrom P450scc, sintesis steroid hormon juga dipengaruhi oleh keberadaan kolesterol.
Kolesterol merupakan komponen utama pembentuk hormon steroid, seperti
progesteron, testosteron, dan estradiol (Harvey dan Ferreir 2011), dan berperan
sebagai komponen utama bahan dasar penyusun membran sel dan berfungsi untuk
menjaga permeabilitas membran sel (Tocher 2003). Berdasarkan Gambar 1,
diketahui bahwa konsentrasi total kolesterol mengalami peningkatan dari awal
pemeliharaan hingga hari-30. Peningkatan konsentrasi kolesterol tertinggi yaitu
pada perlakuan A sebesar 58,22%.
Meningkatnya konsentrasi kolesterol juga bersamaan dengan
meningkatnya konsentrasi hormon estradiol dari awal pemeliharaan hingga hari
ke-30 pada setiap perlakuan (Gambar 2). Peningkatan konsentrasi hormon
estradiol tertinggi yaitu pada perlakuan C sebesar 90,06%. Peningkatan
konsentrasi estradiol pada plasma darah menandakan bahwa ikan betutu berada
pada tahap vitelogenesis. Selama vitelogenesis, estradiol beperan dalam mengatur
perkembangan oosit dan sintesis vitelogenin di hati (Mylonas et al. 2010).
Saat vitelogenesis estradiol akan disekresikan melalui peredaran darah
menuju hati. Kemudian akan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin.
Lemak sebagai bahan dasar vitelogenin dan vitamin E yang tersimpan di dalam
tubuh akan ditransport menuju hati dengan bantuan HDL. Berdasarkan Gambar 3,
diketahui terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol HDL dari awal pemeliharaan
hingga hari ke-30. Peningkatan konsentrasi HDL tertinggi yaitu pada perlakuan C
sebesar 26,29%. Lie et al. (1994) menyatakan bahwa pada tahap vitelogenesis
terjadi peningkatan konsentrasi HDL pada plasma darah ikan salmon yang diikuti
dengan menurunnya kandungan lemak dan tokoferol pada daging ikan salmon,
dan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi lemak dan tokoferol pada hati.
Crook (2012) menyatakan bahwa HDL juga berperan dalam mekanisme transport
kolesterol dari sel meunuju hati. Berdasarkan hal ini, dapat diduga bahwa peran
HDL adalah sebagai pengangkut lemak untuk disintesis menjadi vitelogenin dan
mengangkut vitamin E dari otot menuju hati.
Konsentrasi trigliserida pada darah ikan betutu juga mengalami
peningkatan saat vitelogenesis (Gambar 4). Trigliserida atau umunya disebut
triagliserol merupakan bentuk lemak utama di dalam tubuh ikan, dan merupakan
gabungan dari satu gugus gliserol dan tiga gugus asam lemak. Asam lemak yang
berikatan pada gugus gliserol berupa asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh,
dan lainnya (Harvey dan Ferreir 2011). Mobilisasi trigliserida di dalam tubuh
dibantu oleh enzim, yaitu hormone sensitif lipase (HSL). HSL merupakan enzim
yang sistem kerjanya dipengaruhi oleh estrogen saat proses gonadogenesis dan
produksi telur. Akibat pengaruh estrogen tersebut, asam lemak penyusun
trigiserida akan diangkut dari jaringan adiposa menuju hati yang akan digunakan
sebagai bahan baku pembentukan vitelogenin (Tocher 2003). Tocher (2003) juga
menyatakan bahwa trigliserida juga digunakan sebagai sumber energi, khususnya
ketika ikan membutuhkan energi yang cukup tinggi, seperti tambahan energi saat
ikan akan bermigrasi untuk memijah, dan memproduksi sel gamet dalam jumlah
besar, terutama telur.
Selain kolesterol HDL dan trigliserida, konsentrasi kolesterol LDL pada
saat vitelogenesis juga mengalami peningkatan (Gambar 2). Peningkatan
konsentrasi LDL tertiggi yaitu pada perlakuan C sebesar 77,38%. Peningkatan
konsentrasi kolesterol LDL dikarenakan vitelogenin dan vitamin E yang telah
disekresikan oleh hati berikatan dengan LDL dan akan diangkut menuju oosit. Lie
et al. (1994) menyatakan bahwa pada ikan salmon, nilai meningkat saat
vitelogenesis, dan LDL berperan dalam mengangkut vitamin E dari hati menuju
ovari serta organ lain.
Vitamin E yang telah diserap oleh oosit saat vitelogenesis akan
terakumulasi dan terus bertambah hingga akhir vitelogenesis. Berdasarkan hasil
penelitian (Gambar 6), diketahui konsentrasi vitamin E tertinggi yang
terakumulasi adalah pada perlakuan D yaitu sebesar 4,43 mg 100 gr-1 gonad.
Yulfiperius (2003) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi vitamin E pada
pakan akan mempengaruhi kandungan vitamin E yang disimpan pada telur ikan
patin (Pangasius hypopthalmus), dan semakin tinggi konsentrasi vitamin E dalam
pakan, akan meningkatkan kandungan vitamin E dalam telur. Sementara itu,
diketahui pada perlakuan E, konsentrasi vitamin E yang terakumulasi pada gonad
ikan betutu menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan
D. Hal ini diduga karena dosis pada perlakuan E terlalu tinggi. Kelebihan
pemberian dosis vitamin E akan bersifat toksik pada hati, dan untuk mencegah
sifat toksik tersebut, vitamin E akan disekresikan dari tubuh melalui saluran
empedu dan urin (Pour et al. 2011). Oleh karena itu, dapat diduga bahwa untuk
mengurangi sifat toksik vitamin E pada hati, maka kelebihan vitamin E tersebut
disekresikan, sehingga vitamin E yang terakumulasi pada gonad menjadi lebih
sedikit.
Vitelogenin dan vitamin E yang telah diserap oleh oosit mengakibatkan
ukuran oosit terus bertambah hingga ukuran maksimum. Berdasarkan Gambar 7,
diketahui bahwa diameter telur ikan betutu memiliki kisaran antara 0,90-1,39 mm
pada setiap perlakuan. Pada perlakuan D ukuran diameter telur sebesar 1,20-1,39
mm memiliki distribusi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain.
Aryani (2014) menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan dapat
meningkatkan ukuran diameter telur ikan mali (Labeobarbus festivus). Senoo et
al. (1994) menyatakan bahwa diameter telur ikan betutu yang baru diovulasikan
memiliki ukuran 0,94 mm. Sementara itu, Mazzoldi et al. (2002) menyatakan
bahwa ikan marbled goby (Pomatoschistus marmoratus) memiliki ukuran
diameter telur 1,20 mm setelah diovulasikan. Berdasarkan hal ini, dapat diduga
bahwa vitamin E memberikan pengaruh terhadap peningkatan ukuran diameter
telur ikan betutu.
Bertambahnya ukuran diameter telur juga akan berpengaruh terhadap nilai
gonadosomatic index (GSI). Berdasarkan Gambar 9, diketahui nilai GSI tertinggi
dibandingkan dengan kontrol yaitu pada perlakuan D sebesar 5,16%. Peningkatan
nilai GSI sebesar 8,86±4,62% terhadap kontrol juga diketahui terjadi pada ikan
komet (Carassius auratus auratus) yang diberi dosis vitamin E sebesar 375 mg
kg-1 pakan (Arfah et al. 2013). James et al. (2008) menyatakan bahwa
penambahan vitamin E sebesar 300 mg kg-1 pakan dapat meningkatkan nilai GSI.
Meningkatnya nilai GSI diduga karena peran vitamin E sebagai antioksidan yang
mencegah proses oksidasi lemak saat vitelogenesis. Hal ini menyebabkan
vitelogenin yang masuk ke dalam oosit meningkat dan meningkatkan bobot
gonad.
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan
vitamin E pada pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Hasil
terbaik ditunjukkan oleh perlakuan D. Penambahan vitamin E sebanyak 800 mg
vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan gonad ikan
betutu, meningkatkan ukuran diameter telur, dan meningkatkan kandungan
vitamin E pada gonad.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dikaji lebih lanjut mekanisme kerja
vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu betina.
DAFTAR PUSTAKA
Arfah H, Melati, Setiawati M. 2013. Suplementasi vitamin E dengan dosis
berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet
(Carassius auratus auratus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 12: 14-18.
Aryani N, Efawani, Asiah N. 2014. Enrichment of artificial feed with vitamin E
for gonadal maturation of Mali fish (Labeobarbus festivus). Journal of
Fisheries and Aquatic Studies, 2: 126-129.
Barton-Schuster D. 2015. Vitamin E essential to improve fertility. http://naturalfertility-info.com/vitamin-e-essential-to-improve-fertility.html. [30 Juni
2015].
Chew SF, Tng YYM, Wee NLJ, Wilson JM, Ip YK. 2009. Nitrogen metabolism
and branchial osmoregulatory acclimation in the juvenile marble goby,
Oxyeleotris marmorata, exposed to seawater. Comparative Biochemistry
and Physiology, Part A. 154: 360–369.
Crook MA. 2012. Plasma lipids and lipoprotein. Clinical Biochemistry and
Metabolic Medicine, 3: 200-214.
Du SB, Hu CQ, Shen Q. 2004. Effect of dietary ascorbic acid levels on
reproductive performance of shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone),
Broodstock. Journal of Shellfish Research, 23: 251–255.
Friedwald WT, Levy RI dan Fredrickson DS. 1972. Estimation of the
concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without the
use of preparative ultracentrifuge. Clinical Chemistry, 18: 499-502.
Genten F, Terwinghe E, Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histology. Science
Publishers, Enfield, NH, USA.
Halver JE. 2002. The Vitamins. In, Halver JE, Hardy RW (Eds): Fish Nutrition. 3rd
ed. pp. 61-141. Academic Press. San Diego CA. USA.
Hanukoglu I. 2006. Antioxidant protective mechanisms against reactive oxygen
species (ROS) generated by mitochondrial P450 systems in steroidogenic
cells. Drug Metabolism Review, 38:171-196.
Harvey RA, Ferrier DR. 2011. Biochemistry. 5th ed. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia. USA.
James R, Vasudhevan I, Sampath K. 2008. Effect of dietary vitamin E on growth,
fecundity, and leukocyte count in goldfish (Carassius auratus). The Israeli
Journal of Aquaculture, 19: 121-127.
[KKP] Kementerian dan Kelautan Perikanan. Bursa produk perikanan.
http://www.pdn.kk.go.id/index.php/bursa/product/c/176/Ikan-betutugabus-malas-Bibit-dan-Konsumsi/. [28 Oktober 2013].
Lie O, Sandvin A, Waagbo R. 1994. Transport of alpha-tocopherol in Atlantic
salmon (Salmo salar) during vitelogenesis. Fish Physiology Biochemisry,
13: 241-247.
Luong VC, Yi Y, Lin CK. 2005. Cove culture of marble goby (Oxyeleotris
marmoratus Bleeker) and carps in Tri An Reservoir of Vietnam.
Aquaculture, 244: 97-107.
Martinez-Alvarez RM, Amalia E, Morales, Sanz A. 2005. Antioxidant defenses in
fish: biotic and abiotic factors. Reviews in Fish Biology and Fisheries,
15:75-88.
Mazzoldi C, Poltronieri C, Rasatto MB. 2002. Egg size variability and mating
system in the marbled goby (Pomatoschistus marmoratus). Marine
Ecology Progress Series, 233: 231-239
Mehrad B, Jafaryan H, Taati MM. 2012. Assesment of the effect of dietary
vitamin E on growth performance and reproduction of zebrafish Danio
rerio (Pisces, Cyprinidae). Oceanography and Marine Science, 3: 1-7.
Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2010. Broodstock management and hormonal
manipulations of fish reproduction. General and Comparative
Endocrinology, 165: 516-534.
Pour HA, Sis NM, Razlighi SN, Azar MS, Babazadeh MH, Maddah MT, Reazei
N, Namvari M. 2011. Effect of vitamin E on ruminant animal. Annals of
Biological Research, 2: 244-251.
Roy A, Mollah MFA. 2009. Effects of different dietary levels of vitamin E on the
ovarian development and breeding performances of Clarias batrachus
(Linnaeus). Journal of Bangladesh Agriculture University, 7: 183-191.
Senoo S, Kaneko M, Cheah SH, Ang KJ. 1994. Egg development, hatching, and
larval development of marble goby (Oxyeleotris marmorata) under
artificial rearing conditions. Fisheries Science, 60: 1-8.
Tocher DR. 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost
fish. Review in Fisheries Science, 11, 107-184.
Watanabe T, Takashima F. 1977. Effect of α-tocopherol deficiency on Carp-VI
deficiency symptoms and changes of fatty acid and triglyceride
distributions in adult carp. Bulletin of the Japanese Society of Scientific
Fisheries, 43: 819-830.
Yulfiperius, Mokoginta I, Jusadi D. 2003. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan
terhadap kualitas telur ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 3: 11-18.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji
Analisis konsentrasi estradiol darah menggunakan ELISA kit BIOMATIK
dengan tahapan kerja sebagai berikut:
1. Microwell yang telah dilapisi dengan anti-Estradiol antibodi (polyclonal))
yang diinginkan, disiapkan dan ditentukan jumlah yang dibutuhkan.
2. Masukkan 25 µl larutan kalibrasi, kontrol, dan contoh uji dengan
menggunakan tip baru ke dalam sumur yang sudah ditentukan dan dirangkap
dua.
3. Tambahkan 200 µl Enzyme Conjugate (0.03% Proclin 300, 0.015% BND and
0.010% MIT) ke dalam setiap sumur. Diamkan selama 10 detik agar
tercampur. Pada tahap ini pastikan larutan tercampur sempurna.
4. Inkubasi selama 120 menit pada suhu ruang.
5. Larutan yang terdapat pada sumur dikeluarkan dengan cepat, kemudian bilas
sumur sebanyak tiga kali dengan Wash Solution (400 µl tiap sumur) yang
telah diencerkan. Buang larutan yang ada pada sumur dengan membalikkan
sumur pada kertas penyerap air untuk menghilangkan sisa larutan pada
sumur.
Catatan: Sensitivitas dan ketepatan uji ini sangat dipengaruhi oleh
ketepatan pada proses pembilasan.
6. Tambahkan 100 µl Substrate Solution (Tetramethylbenzidine (TMB)) ke
dalam masing-masing sumur dengan interval waktu.
7. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 menit.
8. Tambahkan 50 µl Stop Solution (0,5M H2SO4) ke dalam masing-masing
sumur dengan interval waktu untuk menghentikan reaksi enzimatik.
9. Kemudian baca hasil pada panjang gelombang 450±10 nm pada ELISA
reader 10 menit setelah pemberian Stop Solution.
Keterangan: BND = 5-bromo-5-nitro-1,3-dioxane
MIT = 2-methyl-2H-isothiazol-3-one
Lampiran 2. Metode histologi gonad ikan uji
Tahapan proses histologi gonad ikan uji adalah sebagai berikut :
Ikan dibedah dan diambil jaringan gonadnya, kemudian difiksasi dengan
larutan BNF selama 24 jam.
2. Setelah difiksasi, sampel direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam.
3. Setelah itu, sampel didehidrasi dengan merendam dalam larutan alkohol
bertingkat (80%, 85%, 90% dan 95%) masing-masing selama dua jam,
kemudian dipindahkan kedalam alkohol 100% sebanyak empat kali masingmasing selama satu jam.
4. Selanjutnya, clearing yaitu dengan merendam sampel dalam alkohol
100%+xylol dengan perbandingan 1:1 selama 45 menit.
5. Kemudian dilakukan infitrasi dengan merendam sampel dalam xylol+parafin
(1:1) selama 45 menit pada suhu 60oC.
6. Kemudian direndam dalam parafin I, II dan III masing-masing selama 45
menit dalam suhu 63oC.
7. Setelah itu sampel ditanam dalam blok parafin cair pada suhu 60oC selama 24
jam.
8. Kemudian parafin dipotong setebal 6-7 µm, dan ditempel pada gelas objek
yang telah ditetesi ewid, renggangkan diatas alat pemanas dan keringkan
selama 24 jam pada suhu 45oC.
9. Kemudian dilakukan deparafinasi yaitu dengan merendam preparat secara
berturut-turut xylol I, II (masing-masing selama 5 menit), alkohol 100% I,
alkohol 100% II, 95%, 90%, 85%, 80%, 70% dan 50% masing-masing
selama 2 menit dan rendam selama 2 menit dalam akuades.
10. Proses pewarnaan, preparat direndam dalam larutan haemotoxylin selama 57 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir, setelah itu direndam dalam
larutan eosin selama dua menit, kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir.
11. Selanjutnya dilakukan dehidarasi dengan cara merendam preparat dalam
alkohol 50%, 70%, 80%, 85%, 90% I, 95% II, 100% I dan 100% II masingmasing selama 2-3 menit.
12. Setelah itu preparat direndam dalam xylol I dan II masing-masing selama 2-3
menit. Kemudian preparat diberi zat perekat dan ditutup dengan cover glass,
dan dikeringkan selama 24 jam.
1.
Lampiran 3. Metode pengukuran konsentrasi vitamin E gonad ikan uji
Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) pada cacing tanah, dan gonad
ikan, menggunakan metode acuan National Food Safety Standard, National
Standard For Food Safety of The People’s Republic of China dan AOAC Method
2002.05. (2007). Adapun tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan sebanyak 2 gr kemudian dihaluskan dan dimasukkan
ke dalam tabung sentrifuge 50 ml.
2. Kemudian ditambahkan 5 ml etanol-ascorbic acid dan 4 ml KOH 50%,
kemudian dipanaskan pada suhu 70 0C selama 30 menit, kemudian
didinginkan.
3. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml n-hexan, kemudian n-hexan dipisahkan ke
gelas kimia (A).
4. Setelah itu, ditambahkan 1 ml metanol-ascorbic acid atau larutan BHT,
kemudian ditambahkan (2x10) ml n-hexan pada tabung sentrifus, kemudian
n-hexan dikumpulkan pada gelas kimia (A), kemudian diuapkan pada tempat
gelap.
5. Setelah diuapkan, sampel dilarutkan dengan metanol HPLC grade, kemudian
dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml.
6. Setelah itu, dihimpitkan dengan metanol dan dihomogenkan. Setelah
homogen, sampel disaring dengan filter 0,45 µm.
7. Setelah disaring sampel dimasukkan ke dalam vial autosampler. Setelah itu,
sampel disuntikan ke sistem kromatografi sebanyak 20 µl.
8. Untuk mengetahui konsentrasi vitamin E (α-tocopherol) dapat menggunakan
rumus sebagai berikut:
Csp =
Vsp
Asp
x Cst x
Wsp
Ast
Keterangan:
Csp
: Konsentrasi sampel (ppm)
Asp
: area sampel
Ast
: area standar
Cst
: konsentrasi standar (ppm)
Vsp
: volume pelarut sampel (ml)
Wsp
: bobot sampel (g)
Lampiran 4. Mekanisme pengaruh vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan
betutu
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Denny Wahyudi, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 29 Desember 1987, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Sadikin dan Ibu Sri Wahyuni. Pendidikan sarjana penulis tempuh
di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012,
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada program studi
Ilmu Akuakultur.
Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, IPB. Penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin E (αTokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata)” dibawah bimbingan Bapak Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior,
MSc, dan Bapak Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi. Hasil penelitian ini akan
diterbitkan pada Jurnal Ikhtiologi Indonesia.
TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata)
DENNY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian
Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Denny Wahyudi
NIM C151120531
RINGKASAN
DENNY WAHYUDI. Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap
Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). Dibimbing oleh
MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI
Ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun, tetapi memiliki tingkat
kematian yang tinggi pada fase perkembangan larva. Hal ini menjadi kendala
dalam budidaya ikan betutu. Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan
larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga
menyebabkan cadangan energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu
mencari makanan dari luar. Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan
nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk
meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan induk ikan
betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E
atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang
mencegah oksidasi asam lemak tak jenuh. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan
betutu.
Ikan betutu yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot 100-275 gr.
Ikan diberi pakan cacing tanah yang memiliki bobot 1-1,5 gram ekor-1 secara at
satiation yang telah disuntik vitamin E dengan perlakuan dosis yang berbeda.
Perlakuan dosis yang diberikan meliputi kontrol (A), 200 mg vitamin E kg-1
cacing tanah (B), 400 mg vitamin E kg-1 cacing tanah (C), 800 mg vitamin E kg-1
cacing tanah (D) dan 1.600 mg vitamin E kg-1 cacing tanah (E). Perlakuan
diberikan selama 60 hari dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Parameter uji yang diukur antara lain konsentrasi estradiol darah, diameter telur,
gonadosomatic index (GSI), histologi gonad, vitamin E gonad, konsentrasi
kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) darah, konsentrasi kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) darah, total kolesterol darah, dan trigliserida darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E memberikan
pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol, konsentrasi estradiol darah,
konsentrasi kolesterol HDL darah, trigliserida, dan konsentrasi kolesterol LDL
darah untuk setiap perlakuan pada hari ke-30. Ukuran diameter telur pada
perlakuan D (1,20-1,39 mm) memiliki frekuensi tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan A, B, C, dan E. Gonadosomatic index (GSI) pada percobaan B
menunjukkan hasil yang terendah. Hal ini selaras dengan hasil histologi gonad
yang menunjukkan bahwa perkembangan gonad perlakuan B lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan C, D, dan E. Konsentrasi vitamin E gonad pada
perlakuan D menunjukkan hasil tertingi dibandingkan perlakuan A, B, C dan E.
Jadi dapat disimpulkan vitamin E yang diberikan kepada induk ikan betutu
mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Penambahan vitamin E
sebesar 800 mg vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan
gonad ikan betutu.
Kata kunci: diameter telur, estradiol, gonadosomatic index, ikan betutu, vitamin E
SUMMARY
DENNY WAHYUDI. Effect of Dietary Vitamin E (α-tocopherol) on The
Reproduction Performance of Marble Goby (Oxyeleotris marmorata). Supervised
by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS
SUPRAYUDI
Marble goby can spawn throughout the year, but it has high mortality rate at
the larval development stage. This problem becomes one of the main constraint in
culture of marble goby. High mortality at the early development stage of marble
goby larvae allegedly due to poor egg quality, causing energy reserves in the yolk
decreased before the fish is able to seek food from outside. One determinant of
egg yolk qualities are nutrients derived from food intake from broodstock feed.
Some efforts are needed to improve eggs quality with the addition of nutrients to
marble goby broodstock feed. One of nutrients that can be given to the broodstock
feed to improve reproduction performance and eggs quality is vitamin E. Vitamin
E or α-tocopherol has a function as an antioxidant that prevents oxidation of
unsaturated fatty acids. This study aimed to evaluate the effect of vitamin E on the
reproduction performance of marble goby.
Marble goby used in this study has a weight of 100-275 gr. The fish were
fed earthworms weighing 1-1.5 gr individual-1 by at satiation, in which they have
been previously injected with vitamin E with different doses. The treatment doses
given included control (A), 200 mg vitamin E kg-1 earthworms (B), 400 mg
vitamin E kg-1 earthworms (C), 800 mg vitamin E kg-1 earthworms (D) and 1600
mg vitamin E kg-1 earthworms (E). Treatments were given for 60 days and each
treatment was repeated three times. The parameters measured were blood estradiol
concentration, egg diameter, gonadosomatic index (GSI), gonads histology,
gonads vitamin E, concentration of blood HDL (High Density Lipoprotein)
cholesterol, concentration of blood LDL (Low Density Lipoprotein) cholesterol,
total cholesterol of blood, and blood triglycerides.
The results showed that administration of vitamin E giving an effect to
improvement of cholesterol concentration, blood estradiol concentration,
concentration of blood HDL cholesterol, triglycerides, and concentration of blood
LDL cholesterol for each treatment on day 30. The eggs diameter in treatment D
(1.20 to 1.39 mm) had the highest frequency compared to treatment A, B, C, and
E. gonadosomatic index (GSI) in treatment B showed the lowest value. This was
in line with gonads histology results showed that gonadal development of
treatment B was slower than treatment C, D, and E. The concentration of gonads
vitamin E in treatment D showed the highest value compared to treatment A, B, C
and E. So, it can be concluded that vitamin E given to marble goby broodstock
was able to improve the reproduction performance of marble goby. The addition of
800 mg vitamin E kg-1 earthworms were able to accelerate gonadal maturation
process of marble goby.
Keyword: egg diameter, estradiol, gonadosomatic index, marble goby, vitamin E
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E (α-TOKOFEROL)
TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata)
DENNY WAHYUDI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Mia Setiawati, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-Tokoferol)
Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)”. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2015 bertempat di Laboratorium
Produksi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Nutrisi, Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan
dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof
Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSc, Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi,
selaku komisi pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan
proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Mia Setiawati, Msi sebagai dosen
penguji tamu dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi Msi sebagai wakil ketua
program studi Ilmu Akuakultur SPS IPB yang telah memberikan saran dan
masukan dalam ujian sidang tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada
ayahanda Sadikin dan Ibunda Sri Wahyuni, serta adik atas do’a, bantuan,
dukungan, dan semangatnya. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan S2 Ilmu
Akuakultur angkatan 2012 atas kebersamaannya dalam menempuh studi, Upmal
Deswira, Retno Cahya Mukti, Muhammad Faizal Ulkhaq, Ibnu BS, Yeni
Elisdiana, Darmawan SB, Fajar Maulana, Rangga Garnama, Hasan Nasrullah,
Ahmad Musa Said, Diah Ayu dan Tika Lina Putri.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.
Bogor, September 2015
Denny Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
1
1
2
2
2
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Materi Uji
Pengambilan Contoh Darah
Parameter Uji
Analisis Data
3
3
3
4
4
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
7
7
13
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
15
15
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu
Konsentrasi estradiol dalam darah ikan betutu
Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu
Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu
Konsentrasi LDL dalam darah ikan betutu
Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10
Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada
minggu ke-8
8 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index
(GSI) ikan betutu pada minggu ke-8
9 Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8
7
8
8
9
9
10
11
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji
Metode histologi gonad ikan uji
Metode pengukuran konsentrasi vitamin E gonad ikan uji
Mekanisme pengaruh vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu
18
19
20
21
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan betutu merupakan ikan air tawar bersifat karnivora dan mampu hidup
pada perairan payau. Ikan ini dapat tumbuh hingga lebih dari 1 kg dan panjang
maksimum hingga 65 cm (Chew et al. 2009). Luong et al. (2005) menyatakan
bahwa harga pasar ikan betutu di Asia Tenggara mencapai US$ 12 kg-1, dan di
Indonesia berkisar antara Rp. 120.000–200.000 (KKP 2013). Namun demikian,
budidaya ikan betutu masih mengalami kendala, yaitu ketersediaan benih yang
tidak berkelanjutan, dan masih mengandalkan tangkapan dari alam. Tingkat
kematian pada fase perkembangan larva yang cukup tinggi, menjadi salah satu
kendala dalam tahap pembenihan ikan betutu.
Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu
diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga menyebabkan cadangan
energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar.
Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan nutrisi pada pakan induk.
Selain itu, Roy dan Mollah (2009) menyatakan bahwa nutrisi pada pakan induk
dapat memberikan pengaruh pada perkembangan gonad, fekunditas, dan
perkembangan embrio. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan
kualitas telur dengan penambahan nutrien pakan induk ikan betutu.
Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E
atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang
mencegah peroksidasi asam lemak terutama PUFA (polyunsaturated fatty acid).
PUFA merupakan nutrien esensial yang terdapat pada dinding sel dan sub-seluler,
serta di dalam telur ikan yang berperan penting dalam perkembangan awal ikan.
Martinez-Alvarez (2005) menyatakan bahwa untuk mencegah proses peroksidasi
asam lemak dapat menggunakan vitamin E sebagai suplemen dalam pakan.
Arfah et al. 2013 menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan
ikan komet (Carassius auratus auratus) dapat meningkatkan kinerja reproduksi
ikan tersebut seperti meningkatkan diameter telur, gonadosomatic index (GSI),
fekunditas dan germinal vesicle breakdown (GVBD). Mehrad et al. (2012)
menyatakan bahwa penambahan vitamin E sebesar 1000 mg kg-1 pakan dapat
meningkatkan sintasan larva ikan zebra (Danio rerio). Selain pada ikan,
penambahan vitamin E juga dapat meningkatkan daya tetas, dan kesuburan pada
udang vanamei (Du et al. 2004). Sementara itu, kekurangan vitamin E dalam
pakan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ovarium pada ikan mas
(Watanabe dan Takashima 1977).
Kebutuhan vitamin E sebagai suplemen dalam pakan telah diketahui, dan
berbeda untuk setiap jenis ikan. Halver (2002) menyebutkan bahwa kebutuhan
vitamin E pada rainbow trout adalah 30 mg kg-1 pakan, ikan salmon 30 mg kg-1
pakan, pada ikan mas 80-100 mg kg-1 pakan, dan pada lele Amerika 30 mg kg-1
pakan. Peran vitamin E dalam kinerja reproduksi ikan betutu belum banyak
diketahui, meskipun penggunaan vitamin E dalam penelitian pada beberapa
spesies ikan telah diketahui. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.
Rumusan Masalah
Ikan betutu memiliki fekunditas dan derajat penetasan telur yang tinggi,
namun tingkat kematian pada fase larva juga masih tinggi. Kematian yang tinggi
pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang
kurang baik. Hal tersebut terjadi karena cadangan energi pada kuning telur habis
sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar. Kualitas telur salah satunya
ditentukan oleh asupan nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu
upaya untuk meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan
ikan betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan untuk
memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin
E pada pakan terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dengan pemberian vitamin E
pada pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu.
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014-Agustus 2014.
Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Produksi Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisa
hormon estradiol dilakukan di Laboratorium Nutrisi Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, dan analisa kolesterol, trigliserida,
HDL dan LDL dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Materi Uji
Ikan betutu yang digunakan diperoleh dari petani, kemudian dipilih dalam
kondisi matang gonad, yaitu dengan melihat ciri-ciri sekunder melalui lubang
urogenital, dan memiliki bobot 100-275 gr. Sebelum induk diberi perlakuan, telur
yang sudah matang dikeluarkan dengan cara pengurutan, dan diasumsikan gonad
ikan betutu betina dalam kondisi kosong. Ikan dipelihara pada bak fiber dengan
dimensi 1m x 1m x 1,5m, dan diberi sarang yang terbuat dari paralon, serta diberi
aerasi. Ikan yang digunakan selama perlakuan sebanyak 90 ekor.
Selama pemeliharaan ikan diberi pakan berupa cacing tanah (Eisenia
fetida) yang memiliki bobot 1-1,5 gr-1 ekor. Pakan diberikan satu kali sehari yaitu
pada sore hari sebanyak 16 gram setiap ulangan. Cacing tanah disuntik dengan
vitamin E (dl-α-tocopherol acetate; ZHEJIANG MEDICINE CO, LTD) dengan
perlakuan dosis yang berbeda. Setiap cacing disuntik sebanyak 0,2 ml vitamin E
yang telah dilarutkan dengan minyak ikan. Komposisi kimia cacing tanah
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia cacing tanah
Komponen
Protein
Lemak
Serat kasar
Abu
BETN
*Perhitungan berdasarkan bobot kering
Komposisi*
50,74%
10,78%
1.04%
20,13%
17,30%
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap
dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Adapun perlakuan penambahan vitamin
E pada pakan ikan betutu adalah sebagai berikut:
A: cacing tanah + minyak ikan (kontrol)
B : cacing tanah + 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah
C : cacing tanah + 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah
D: cacing tanah + 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah
E : cacing tanah + 1.600 mg vit. E kg-1 cacing tanah
Pengambilan Contoh Darah
Contoh darah diambil dari tiga ikan dari masing-masing ulangan.
Mekanisme pengambilan contoh darah adalah sebagai berikut:
1. Ikan yang diambil contoh darahnya dibius terlebih dahulu dengan
menggunakan obat penenang ikan dengan merk dagang Ocean Free
Special Arowana Stabilizer.
2. Ikan yang telah pingsan, diambil darahnya sebanyak 1 ml pada bagian
pangkal ekor dengan menggunakan syringe dengan kapasitas 3 ml yang
telah diberi anti koagulan (3,8% natrium sitrat).
3. Contoh darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam microtube untuk
kemudian disentrifusi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
4. Supernatan plasma darah hasil sentrifusi diambil dan dimasukan ke
dalam microtube baru dan disimpan dalam freezer pada suhu -4 °C.
Contoh plasma darah yang diperoleh, disimpan pada freezer -20 °C, dan
selanjutnya akan digunakan untuk analisa konsentrasi estradiol darah dan analisa
kimia darah (total kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL).
Parameter Uji
1. Konsentrasi Estradiol Darah
Pengukuran hormon estradiol pada darah dilakukan pada awal penelitian,
minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Pengamatan sebelum perlakuan dilakukan
pada 15 ekor ikan uji, sedangkan pengamatan setiap dua minggu dilakukan pada
tiga ekor ikan pada setiap perlakuan. Pengukuran konsentrasi hormon estradiol
pada darah menggunakan metode Enzyme-linked Imunosorbent Assay (ELISA)
dengan kit bermerk BIOMATIK. Metode pengukuran estradiol darah dapat dilihat
pada Lampiran 1.
2. Diameter Telur
Diameter telur diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi
mikrometer dengan pembesaran 4x10 (40 kali). Jumlah telur yang diamati
berjumlah 300 telur dari tiga gonad pada setiap perlakuan. Hasil pengukuran telur
menggunakan lensa okuler (µm) dikalikan dengan pembesaran 4x10 (40 kali),
kemudian hasil perkalian dalam satuan µm dibagi 1000, maka diperoleh ukuran
diameter telur yang sebenarnya dalam satuan mm.
3. Histologi Gonad
Contoh gonad yang digunakan untuk pengamatan adalah gonad pada
minggu ke-8 dengan metode pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Lampiran 2).
Contoh gonad yang dianalisis diambil dari tiga ekor ikan pada setiap perlakuan.
Pembacaan hasil histologi gonad dilakukan secara deskriptif dengan mengacu
pada Genten et al. (2009).
4. Gonadosomatic index (GSI)
Pengamatan indeks kematangan gonad atau gonadosomatic index (GSI)
dilakukan pada minggu ke-8. Contoh gonad yang diamati diambil dari tiga gonad
pada setiap perlakuan. Pengukuran bobot gonad menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0,01 gr. Untuk mengetahui nilai GSI dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
GSI (%) =
Berat gonad
x 100%
Berat tubuh
5. Konsentrasi Vitamin E Gonad
Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) gonad ikan, menggunakan
metode acuan National Food Safety Standard, National Standard For Food Safety
of The People’s Republic of China dan AOAC Method 2002.05 (Lampiran 3).
Gonad ikan yang dianalisis kandungan vitamin E berjumlah tiga gonad dari setiap
ikan kemudian dicampur, dan gonad diambil pada minggu ke-10.
6. Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
Pengukuran kolesterol HDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran HDL
dilakukan menggunakan kit cholesterol liquicolor (precipitant and standard;
HUMAN). Untuk mengetahui konsentrasi total HDL kolesterol dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
HDL =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
7. Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
Pengukuran kolesterol LDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Kadar kolesterol
LDL darah tidak dianalisis secara enzimatis menggunakan test kit. Menurut
Friedwald et al. (1972), kadar kolesterol LDL dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
LDL = TK − HDL −
TG
5
8. Total Kolesterol Darah
Pengukuran total kolesterol darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan
ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak
100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran
kolesterol dilakukan menggunakan metode CHOD-PAP (enzymatic colorimetric
test for cholesterol with lipid clearing factor) dengan kit cholesterol liquicolor,
bermerk HUMAN. Untuk mengetahui konsentrasi total kolesterol dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
TK =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
9. Trigliserida Darah
Pengukuran trigliserida darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8.
Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak 100 µl
dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran kolesterol
dilakukan menggunakan metode GPO-PAP (enzymatic colorimetric test for
triglycerides with lipid clearing factor) dengan kit cholesterol liquicolor, merk
HUMAN.
TG =
absorban sampel
x 200 mg/dL
absorban standar
Analisis Data
Data konsentrasi estradiol darah, konsentrasi vitamin E gonad,
gonadosomatic index (GSI), histologi gonad, kolesterol HDL darah, kolesterol
LDL darah, total kolesterol darah, dan trigliserida darah dianalisis secara
deskriptif. Data hasil pengukuran diameter telur dianalisis menggunakan distribusi
frekuensi.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kolesterol (mg/dL)
1. Total Kolesterol Darah
Hasil perhitungan total kolesterol darah ikan betutu (Gambar 1)
menunjukkan bahwa konsentrasi total kolesterol pada darah mengalami
peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4 pada setiap perlakuan.
Pada minggu ke-8, konsentrasi kolesterol pada perlakuan A, B, dan E mengalami
penurunan. Sementara pada perlakuan C dan D, konsentrasi kolesterol mengalami
peningkatan pada minggu ke-8.
300
250
200
150
100
50
0
A
B
C
D
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 1. Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B:
200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D:
800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
2. Konsentrasi Estradiol Darah
Hasil perhitungan konsentrasi estradiol darah ikan betutu (Gambar 2)
menunjukkan terjadi peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-4.
Konsentrasi estradiol tertinggi pada minggu ke-4 terdapat pada perlakuan C,
kemudian diikuti oleh perlakuan B, A, D, dan E. Kemudian pada minggu ke-6
konsentrasi estradiol darah mengalami penurunan, kecuali pada perlakuan E yang
masih mengalami peningkatan. Pada minggu ke-6, konsentrasi estradiol tertinggi
terdapat pada perlakuan C, kemudian diikuti oleh perlakuan D, A, B dan E.
Kemudian, pada minggu ke-8 diketahui konsentrasi estradiol pada seluruh
perlakuan mengalami penurunan.
E
Estradiol darah (pg/ml)
200
150
A
100
B
50
C
D
0
0
-50
2
4
6
E
8
Minggu ke-
Gambar 2. Konsentrasi estradiol darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E
kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E
kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
3. Kolesterol HDL Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi HDL darah secara
umum mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-8 (Gambar
3). Nilai HDL tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh pada perlakuan C, kemudiaan
diikuti pada perlakuan D, E, A, dan B. Pada minggu ke-8, konsentrasi HDL pada
perlakuan C, D, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan A, dan B
mengalami peningkatan.
HDL (mg/dL)
80
60
A
40
B
20
C
D
0
0
4
Minggu ke-
8
E
Gambar 3. Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
4. Trigliserida Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi trigliserida darah ikan
betutu mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4, dan
mengalami penurunan pada minggu ke-8 pada setiap perlakuan (Gambar 4).
Konsentrasi trigliserida tertinggi pada minggu ke-4 terdapat pada perlakuan A,
dan diikuti oleh perlakuan B, D, E, dan C.
Trigliserida (mg/dL)
300
250
200
A
150
B
100
C
50
D
E
0
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 4. Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200
mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800
mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
5. Kolesterol LDL Darah
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui konsentrasi LDL darah selama
penelitian mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-4 pada
setiap perlakuan (Gambar 5). Pada minggu ke-8, konsentrasi LDL pada perlakuan
A, B, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan C, dan D
mengalami peningkatan.
LDL (mg/dL)
250
200
A
150
B
100
C
50
D
0
0
4
Minggu ke-
8
Gambar 5. Konsentrasi LDL dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit.
E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
E
Vit. E Gonad (mg/ 100g)
6. Konsentrasi vitamin E Gonad
Kandungan vitamin E gonad disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa pada perlakuan D memiliki kandungan vitamin
E yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, yaitu sebesar 4,43 mg
100 gr-1 gonad.
5
4.43
4
3
1.89
2
1.57
1.51
1.26
1
0
0
200
400
800
Dosis vitamin E (mg kg-1 cacing tanah)
1600
Gambar 6. Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10.
7. Diameter Telur
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai diameter telur ikan betutu
memiliki kisaran dari 0,9-1,39 mm pada setiap perlakuan (Gambar 7). Pada
perlakuan A, diketahui nilai diameter telur antara 1,10-1,29 mm memiliki
frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan B dan C, nilai diameter telur antara
1,00-1,19 mm memiliki frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan D,
diketahui nilai diameter telur antara 1,20-1,39 mm memiliki frekuensi yang paling
banyak, dan pada perlakuan E nilai diameter telur antara 1,00-1,29 mm memiliki
frekuensi yang paling banyak.
40.0
Frekuensi
35.0
Diameter Telur mm
30.0
25.0
0.90 - 0.99
20.0
1.00 - 1.09
15.0
1.10 - 1.19
10.0
1.20 - 1.29
5.0
1.30 - 1.39
0.0
0
200
400
800
1600
Dosis vitamin E (mg. kg-1 cacing tanah)
Gambar 7. Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada
minggu ke-8.
8. Gonadosomatic Index (GSI)
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai GSI tertinggi adalah
pada perlakuan dosis 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah (Gambar 8). Nilai GSI
terkecil diketahui pada perlakuan dosis 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah.
Gonadosomatic Index (%)
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
200
400
800
1600
-1
Dosis vitamin E (mg kg cacing tanah)
Gambar 8. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index
(GSI) ikan betutu pada minggu ke-8.
9. Histologi Gonad
Hasil histologi gonad ikan betutu setelah 60 hari pemeliharaan disajikan
pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui perkembangan oosit pada
perlakuan A dan B masih berada pada tahap awal vitelogenesis. Sementara itu,
pada perlakuan C, D, dan E kuning telur mulai memenuhi seluruh bagian dari
ooplasma.
Gambar 9. Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8. (A: Kontrol, B: 200 mg
vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg
vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).
Keterangan histologi menurut Genten et al. (2009).
a. Perkembangan oosit tahap satu dan dua (1): Oosit terletak di dalam
germinal epitelium.
b. Perkembangan oosit tahap ketiga (2): oosit keluar dari germinal epitelium,
dan mulai ditutupi oleh lapisan folikel epitelium; (provitelin) nukleoli
mulai muncul disekitar nukleus.
c. Perkembangan oosit tahap keempat (3): awal vitelogenesis: masuknya
butiran kuning telur dan lemak ke ooplasma.
d. Perkembangan oosit tahap kelima (4): Meningkatnya jumlah kuning telur
yang memenuhi seluruh bagian ooplasma.
e. Tanda panah: butiran kuning telur.
f. N: Nukleus (inti sel telur)
Pembahasan
Vitamin E (α-tokoferol) merupakan vitamin larut lemak yang memiliki
peran utama sebagai antioksidan, serta diketahui berperan dalam membantu
kinerja reproduksi pada ikan. Barton-Schuster (2015) menyatakan bahwa vitamin
E juga berfungsi sebagai pelindung dinding sel dari bahan beracun seperti timah,
merkuri, benzen, dan radikal bebas yang dapat mengganggu kerja kelenjar
endokrin dan berakibat pada keseimbangan produksi hormon. Penambahan
vitamin E pada pakan sangat penting, karena vitamin E tidak dapat disintesis oleh
tubuh. Vitamin E yang diberikan pada induk ikan akan dicerna pada usus halus
dan disimpan pada beberapa jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, hati dan
jaringan tubuh lainnya (Pour et al. 2011). Mekanisme peran vitamin E terhadap
kinerja reproduksi pada ikan betutu disajikan pada Lampiran 4.
Sinyal lingkungan (seperti suhu dan intensitas cahaya) yang diterima oleh
otak ikan betutu akan diteruskan menuju hipotalamus untuk melepas GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) yang selanjutnya akan merangsang kelenjar
pituitari untuk melintas Follicle Stimulating Hormone (FSH). FSH akan dibawa
menuju gonad melalui peredaran darah menuju oosit dan akan merangsang sel
teka untuk mensintesis hormon steroid yaitu estradiol (Mylonas et al. 2010).
Sintesis estradiol juga melibatkan enzim sitokrom P-450scc. Sitokrom P-450scc
memiliki peran sebagai katalis pada sintesis steroid hormon seperti estradiol.
Selain itu, vitamin E juga berperan sebagai antioksidan enzim sitokrom P-450scc
saat sintesis tersebut (Hanukoglu 2006). Selain melibatkan enzim sitokrom P450scc, sintesis steroid hormon juga dipengaruhi oleh keberadaan kolesterol.
Kolesterol merupakan komponen utama pembentuk hormon steroid, seperti
progesteron, testosteron, dan estradiol (Harvey dan Ferreir 2011), dan berperan
sebagai komponen utama bahan dasar penyusun membran sel dan berfungsi untuk
menjaga permeabilitas membran sel (Tocher 2003). Berdasarkan Gambar 1,
diketahui bahwa konsentrasi total kolesterol mengalami peningkatan dari awal
pemeliharaan hingga hari-30. Peningkatan konsentrasi kolesterol tertinggi yaitu
pada perlakuan A sebesar 58,22%.
Meningkatnya konsentrasi kolesterol juga bersamaan dengan
meningkatnya konsentrasi hormon estradiol dari awal pemeliharaan hingga hari
ke-30 pada setiap perlakuan (Gambar 2). Peningkatan konsentrasi hormon
estradiol tertinggi yaitu pada perlakuan C sebesar 90,06%. Peningkatan
konsentrasi estradiol pada plasma darah menandakan bahwa ikan betutu berada
pada tahap vitelogenesis. Selama vitelogenesis, estradiol beperan dalam mengatur
perkembangan oosit dan sintesis vitelogenin di hati (Mylonas et al. 2010).
Saat vitelogenesis estradiol akan disekresikan melalui peredaran darah
menuju hati. Kemudian akan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin.
Lemak sebagai bahan dasar vitelogenin dan vitamin E yang tersimpan di dalam
tubuh akan ditransport menuju hati dengan bantuan HDL. Berdasarkan Gambar 3,
diketahui terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol HDL dari awal pemeliharaan
hingga hari ke-30. Peningkatan konsentrasi HDL tertinggi yaitu pada perlakuan C
sebesar 26,29%. Lie et al. (1994) menyatakan bahwa pada tahap vitelogenesis
terjadi peningkatan konsentrasi HDL pada plasma darah ikan salmon yang diikuti
dengan menurunnya kandungan lemak dan tokoferol pada daging ikan salmon,
dan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi lemak dan tokoferol pada hati.
Crook (2012) menyatakan bahwa HDL juga berperan dalam mekanisme transport
kolesterol dari sel meunuju hati. Berdasarkan hal ini, dapat diduga bahwa peran
HDL adalah sebagai pengangkut lemak untuk disintesis menjadi vitelogenin dan
mengangkut vitamin E dari otot menuju hati.
Konsentrasi trigliserida pada darah ikan betutu juga mengalami
peningkatan saat vitelogenesis (Gambar 4). Trigliserida atau umunya disebut
triagliserol merupakan bentuk lemak utama di dalam tubuh ikan, dan merupakan
gabungan dari satu gugus gliserol dan tiga gugus asam lemak. Asam lemak yang
berikatan pada gugus gliserol berupa asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh,
dan lainnya (Harvey dan Ferreir 2011). Mobilisasi trigliserida di dalam tubuh
dibantu oleh enzim, yaitu hormone sensitif lipase (HSL). HSL merupakan enzim
yang sistem kerjanya dipengaruhi oleh estrogen saat proses gonadogenesis dan
produksi telur. Akibat pengaruh estrogen tersebut, asam lemak penyusun
trigiserida akan diangkut dari jaringan adiposa menuju hati yang akan digunakan
sebagai bahan baku pembentukan vitelogenin (Tocher 2003). Tocher (2003) juga
menyatakan bahwa trigliserida juga digunakan sebagai sumber energi, khususnya
ketika ikan membutuhkan energi yang cukup tinggi, seperti tambahan energi saat
ikan akan bermigrasi untuk memijah, dan memproduksi sel gamet dalam jumlah
besar, terutama telur.
Selain kolesterol HDL dan trigliserida, konsentrasi kolesterol LDL pada
saat vitelogenesis juga mengalami peningkatan (Gambar 2). Peningkatan
konsentrasi LDL tertiggi yaitu pada perlakuan C sebesar 77,38%. Peningkatan
konsentrasi kolesterol LDL dikarenakan vitelogenin dan vitamin E yang telah
disekresikan oleh hati berikatan dengan LDL dan akan diangkut menuju oosit. Lie
et al. (1994) menyatakan bahwa pada ikan salmon, nilai meningkat saat
vitelogenesis, dan LDL berperan dalam mengangkut vitamin E dari hati menuju
ovari serta organ lain.
Vitamin E yang telah diserap oleh oosit saat vitelogenesis akan
terakumulasi dan terus bertambah hingga akhir vitelogenesis. Berdasarkan hasil
penelitian (Gambar 6), diketahui konsentrasi vitamin E tertinggi yang
terakumulasi adalah pada perlakuan D yaitu sebesar 4,43 mg 100 gr-1 gonad.
Yulfiperius (2003) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi vitamin E pada
pakan akan mempengaruhi kandungan vitamin E yang disimpan pada telur ikan
patin (Pangasius hypopthalmus), dan semakin tinggi konsentrasi vitamin E dalam
pakan, akan meningkatkan kandungan vitamin E dalam telur. Sementara itu,
diketahui pada perlakuan E, konsentrasi vitamin E yang terakumulasi pada gonad
ikan betutu menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan
D. Hal ini diduga karena dosis pada perlakuan E terlalu tinggi. Kelebihan
pemberian dosis vitamin E akan bersifat toksik pada hati, dan untuk mencegah
sifat toksik tersebut, vitamin E akan disekresikan dari tubuh melalui saluran
empedu dan urin (Pour et al. 2011). Oleh karena itu, dapat diduga bahwa untuk
mengurangi sifat toksik vitamin E pada hati, maka kelebihan vitamin E tersebut
disekresikan, sehingga vitamin E yang terakumulasi pada gonad menjadi lebih
sedikit.
Vitelogenin dan vitamin E yang telah diserap oleh oosit mengakibatkan
ukuran oosit terus bertambah hingga ukuran maksimum. Berdasarkan Gambar 7,
diketahui bahwa diameter telur ikan betutu memiliki kisaran antara 0,90-1,39 mm
pada setiap perlakuan. Pada perlakuan D ukuran diameter telur sebesar 1,20-1,39
mm memiliki distribusi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain.
Aryani (2014) menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan dapat
meningkatkan ukuran diameter telur ikan mali (Labeobarbus festivus). Senoo et
al. (1994) menyatakan bahwa diameter telur ikan betutu yang baru diovulasikan
memiliki ukuran 0,94 mm. Sementara itu, Mazzoldi et al. (2002) menyatakan
bahwa ikan marbled goby (Pomatoschistus marmoratus) memiliki ukuran
diameter telur 1,20 mm setelah diovulasikan. Berdasarkan hal ini, dapat diduga
bahwa vitamin E memberikan pengaruh terhadap peningkatan ukuran diameter
telur ikan betutu.
Bertambahnya ukuran diameter telur juga akan berpengaruh terhadap nilai
gonadosomatic index (GSI). Berdasarkan Gambar 9, diketahui nilai GSI tertinggi
dibandingkan dengan kontrol yaitu pada perlakuan D sebesar 5,16%. Peningkatan
nilai GSI sebesar 8,86±4,62% terhadap kontrol juga diketahui terjadi pada ikan
komet (Carassius auratus auratus) yang diberi dosis vitamin E sebesar 375 mg
kg-1 pakan (Arfah et al. 2013). James et al. (2008) menyatakan bahwa
penambahan vitamin E sebesar 300 mg kg-1 pakan dapat meningkatkan nilai GSI.
Meningkatnya nilai GSI diduga karena peran vitamin E sebagai antioksidan yang
mencegah proses oksidasi lemak saat vitelogenesis. Hal ini menyebabkan
vitelogenin yang masuk ke dalam oosit meningkat dan meningkatkan bobot
gonad.
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan
vitamin E pada pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Hasil
terbaik ditunjukkan oleh perlakuan D. Penambahan vitamin E sebanyak 800 mg
vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan gonad ikan
betutu, meningkatkan ukuran diameter telur, dan meningkatkan kandungan
vitamin E pada gonad.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dikaji lebih lanjut mekanisme kerja
vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu betina.
DAFTAR PUSTAKA
Arfah H, Melati, Setiawati M. 2013. Suplementasi vitamin E dengan dosis
berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet
(Carassius auratus auratus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 12: 14-18.
Aryani N, Efawani, Asiah N. 2014. Enrichment of artificial feed with vitamin E
for gonadal maturation of Mali fish (Labeobarbus festivus). Journal of
Fisheries and Aquatic Studies, 2: 126-129.
Barton-Schuster D. 2015. Vitamin E essential to improve fertility. http://naturalfertility-info.com/vitamin-e-essential-to-improve-fertility.html. [30 Juni
2015].
Chew SF, Tng YYM, Wee NLJ, Wilson JM, Ip YK. 2009. Nitrogen metabolism
and branchial osmoregulatory acclimation in the juvenile marble goby,
Oxyeleotris marmorata, exposed to seawater. Comparative Biochemistry
and Physiology, Part A. 154: 360–369.
Crook MA. 2012. Plasma lipids and lipoprotein. Clinical Biochemistry and
Metabolic Medicine, 3: 200-214.
Du SB, Hu CQ, Shen Q. 2004. Effect of dietary ascorbic acid levels on
reproductive performance of shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone),
Broodstock. Journal of Shellfish Research, 23: 251–255.
Friedwald WT, Levy RI dan Fredrickson DS. 1972. Estimation of the
concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without the
use of preparative ultracentrifuge. Clinical Chemistry, 18: 499-502.
Genten F, Terwinghe E, Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histology. Science
Publishers, Enfield, NH, USA.
Halver JE. 2002. The Vitamins. In, Halver JE, Hardy RW (Eds): Fish Nutrition. 3rd
ed. pp. 61-141. Academic Press. San Diego CA. USA.
Hanukoglu I. 2006. Antioxidant protective mechanisms against reactive oxygen
species (ROS) generated by mitochondrial P450 systems in steroidogenic
cells. Drug Metabolism Review, 38:171-196.
Harvey RA, Ferrier DR. 2011. Biochemistry. 5th ed. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia. USA.
James R, Vasudhevan I, Sampath K. 2008. Effect of dietary vitamin E on growth,
fecundity, and leukocyte count in goldfish (Carassius auratus). The Israeli
Journal of Aquaculture, 19: 121-127.
[KKP] Kementerian dan Kelautan Perikanan. Bursa produk perikanan.
http://www.pdn.kk.go.id/index.php/bursa/product/c/176/Ikan-betutugabus-malas-Bibit-dan-Konsumsi/. [28 Oktober 2013].
Lie O, Sandvin A, Waagbo R. 1994. Transport of alpha-tocopherol in Atlantic
salmon (Salmo salar) during vitelogenesis. Fish Physiology Biochemisry,
13: 241-247.
Luong VC, Yi Y, Lin CK. 2005. Cove culture of marble goby (Oxyeleotris
marmoratus Bleeker) and carps in Tri An Reservoir of Vietnam.
Aquaculture, 244: 97-107.
Martinez-Alvarez RM, Amalia E, Morales, Sanz A. 2005. Antioxidant defenses in
fish: biotic and abiotic factors. Reviews in Fish Biology and Fisheries,
15:75-88.
Mazzoldi C, Poltronieri C, Rasatto MB. 2002. Egg size variability and mating
system in the marbled goby (Pomatoschistus marmoratus). Marine
Ecology Progress Series, 233: 231-239
Mehrad B, Jafaryan H, Taati MM. 2012. Assesment of the effect of dietary
vitamin E on growth performance and reproduction of zebrafish Danio
rerio (Pisces, Cyprinidae). Oceanography and Marine Science, 3: 1-7.
Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2010. Broodstock management and hormonal
manipulations of fish reproduction. General and Comparative
Endocrinology, 165: 516-534.
Pour HA, Sis NM, Razlighi SN, Azar MS, Babazadeh MH, Maddah MT, Reazei
N, Namvari M. 2011. Effect of vitamin E on ruminant animal. Annals of
Biological Research, 2: 244-251.
Roy A, Mollah MFA. 2009. Effects of different dietary levels of vitamin E on the
ovarian development and breeding performances of Clarias batrachus
(Linnaeus). Journal of Bangladesh Agriculture University, 7: 183-191.
Senoo S, Kaneko M, Cheah SH, Ang KJ. 1994. Egg development, hatching, and
larval development of marble goby (Oxyeleotris marmorata) under
artificial rearing conditions. Fisheries Science, 60: 1-8.
Tocher DR. 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost
fish. Review in Fisheries Science, 11, 107-184.
Watanabe T, Takashima F. 1977. Effect of α-tocopherol deficiency on Carp-VI
deficiency symptoms and changes of fatty acid and triglyceride
distributions in adult carp. Bulletin of the Japanese Society of Scientific
Fisheries, 43: 819-830.
Yulfiperius, Mokoginta I, Jusadi D. 2003. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan
terhadap kualitas telur ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 3: 11-18.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji
Analisis konsentrasi estradiol darah menggunakan ELISA kit BIOMATIK
dengan tahapan kerja sebagai berikut:
1. Microwell yang telah dilapisi dengan anti-Estradiol antibodi (polyclonal))
yang diinginkan, disiapkan dan ditentukan jumlah yang dibutuhkan.
2. Masukkan 25 µl larutan kalibrasi, kontrol, dan contoh uji dengan
menggunakan tip baru ke dalam sumur yang sudah ditentukan dan dirangkap
dua.
3. Tambahkan 200 µl Enzyme Conjugate (0.03% Proclin 300, 0.015% BND and
0.010% MIT) ke dalam setiap sumur. Diamkan selama 10 detik agar
tercampur. Pada tahap ini pastikan larutan tercampur sempurna.
4. Inkubasi selama 120 menit pada suhu ruang.
5. Larutan yang terdapat pada sumur dikeluarkan dengan cepat, kemudian bilas
sumur sebanyak tiga kali dengan Wash Solution (400 µl tiap sumur) yang
telah diencerkan. Buang larutan yang ada pada sumur dengan membalikkan
sumur pada kertas penyerap air untuk menghilangkan sisa larutan pada
sumur.
Catatan: Sensitivitas dan ketepatan uji ini sangat dipengaruhi oleh
ketepatan pada proses pembilasan.
6. Tambahkan 100 µl Substrate Solution (Tetramethylbenzidine (TMB)) ke
dalam masing-masing sumur dengan interval waktu.
7. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 menit.
8. Tambahkan 50 µl Stop Solution (0,5M H2SO4) ke dalam masing-masing
sumur dengan interval waktu untuk menghentikan reaksi enzimatik.
9. Kemudian baca hasil pada panjang gelombang 450±10 nm pada ELISA
reader 10 menit setelah pemberian Stop Solution.
Keterangan: BND = 5-bromo-5-nitro-1,3-dioxane
MIT = 2-methyl-2H-isothiazol-3-one
Lampiran 2. Metode histologi gonad ikan uji
Tahapan proses histologi gonad ikan uji adalah sebagai berikut :
Ikan dibedah dan diambil jaringan gonadnya, kemudian difiksasi dengan
larutan BNF selama 24 jam.
2. Setelah difiksasi, sampel direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam.
3. Setelah itu, sampel didehidrasi dengan merendam dalam larutan alkohol
bertingkat (80%, 85%, 90% dan 95%) masing-masing selama dua jam,
kemudian dipindahkan kedalam alkohol 100% sebanyak empat kali masingmasing selama satu jam.
4. Selanjutnya, clearing yaitu dengan merendam sampel dalam alkohol
100%+xylol dengan perbandingan 1:1 selama 45 menit.
5. Kemudian dilakukan infitrasi dengan merendam sampel dalam xylol+parafin
(1:1) selama 45 menit pada suhu 60oC.
6. Kemudian direndam dalam parafin I, II dan III masing-masing selama 45
menit dalam suhu 63oC.
7. Setelah itu sampel ditanam dalam blok parafin cair pada suhu 60oC selama 24
jam.
8. Kemudian parafin dipotong setebal 6-7 µm, dan ditempel pada gelas objek
yang telah ditetesi ewid, renggangkan diatas alat pemanas dan keringkan
selama 24 jam pada suhu 45oC.
9. Kemudian dilakukan deparafinasi yaitu dengan merendam preparat secara
berturut-turut xylol I, II (masing-masing selama 5 menit), alkohol 100% I,
alkohol 100% II, 95%, 90%, 85%, 80%, 70% dan 50% masing-masing
selama 2 menit dan rendam selama 2 menit dalam akuades.
10. Proses pewarnaan, preparat direndam dalam larutan haemotoxylin selama 57 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir, setelah itu direndam dalam
larutan eosin selama dua menit, kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir.
11. Selanjutnya dilakukan dehidarasi dengan cara merendam preparat dalam
alkohol 50%, 70%, 80%, 85%, 90% I, 95% II, 100% I dan 100% II masingmasing selama 2-3 menit.
12. Setelah itu preparat direndam dalam xylol I dan II masing-masing selama 2-3
menit. Kemudian preparat diberi zat perekat dan ditutup dengan cover glass,
dan dikeringkan selama 24 jam.
1.
Lampiran 3. Metode pengukuran konsentrasi vitamin E gonad ikan uji
Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) pada cacing tanah, dan gonad
ikan, menggunakan metode acuan National Food Safety Standard, National
Standard For Food Safety of The People’s Republic of China dan AOAC Method
2002.05. (2007). Adapun tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan sebanyak 2 gr kemudian dihaluskan dan dimasukkan
ke dalam tabung sentrifuge 50 ml.
2. Kemudian ditambahkan 5 ml etanol-ascorbic acid dan 4 ml KOH 50%,
kemudian dipanaskan pada suhu 70 0C selama 30 menit, kemudian
didinginkan.
3. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml n-hexan, kemudian n-hexan dipisahkan ke
gelas kimia (A).
4. Setelah itu, ditambahkan 1 ml metanol-ascorbic acid atau larutan BHT,
kemudian ditambahkan (2x10) ml n-hexan pada tabung sentrifus, kemudian
n-hexan dikumpulkan pada gelas kimia (A), kemudian diuapkan pada tempat
gelap.
5. Setelah diuapkan, sampel dilarutkan dengan metanol HPLC grade, kemudian
dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml.
6. Setelah itu, dihimpitkan dengan metanol dan dihomogenkan. Setelah
homogen, sampel disaring dengan filter 0,45 µm.
7. Setelah disaring sampel dimasukkan ke dalam vial autosampler. Setelah itu,
sampel disuntikan ke sistem kromatografi sebanyak 20 µl.
8. Untuk mengetahui konsentrasi vitamin E (α-tocopherol) dapat menggunakan
rumus sebagai berikut:
Csp =
Vsp
Asp
x Cst x
Wsp
Ast
Keterangan:
Csp
: Konsentrasi sampel (ppm)
Asp
: area sampel
Ast
: area standar
Cst
: konsentrasi standar (ppm)
Vsp
: volume pelarut sampel (ml)
Wsp
: bobot sampel (g)
Lampiran 4. Mekanisme pengaruh vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan
betutu
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Denny Wahyudi, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 29 Desember 1987, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Sadikin dan Ibu Sri Wahyuni. Pendidikan sarjana penulis tempuh
di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012,
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada program studi
Ilmu Akuakultur.
Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, IPB. Penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin E (αTokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata)” dibawah bimbingan Bapak Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior,
MSc, dan Bapak Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi. Hasil penelitian ini akan
diterbitkan pada Jurnal Ikhtiologi Indonesia.