Identifikasi Parasit Darah Pada Ayam Bekisar Di Desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean Kabupaten Sumenep Madura.

IDENTIFIKASI PARASIT DARAH PADA AYAM BEKISAR
DI DESA LAO’JANJANG KECAMATAN ARJASA
PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP MADURA

MEILIANA PUSPITA UTAMI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Parasit
Darah pada Ayam Bekisar di Desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean
Kabupaten Sumenep Madura adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Meiliana Puspita Utami
NIM B04110038

ABSTRAK
MEILIANA PUSPITA UTAMI. Identifikasi Parasit Darah pada Ayam Bekisar di
Desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean Kabupaten Sumenep Madura.
Dibimbing oleh AKHMAD ARIF AMIN dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.
Ayam Bekisar (Gallus sp.) merupakan hewan kesayangan berpotensi untuk
dikembangkan. Tingginya permintaan ayam Bekisar menyebabkan meningkatnya
harga jual ayam dan pendapatan masyarakat. Kualitas ayam Bekisar dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang ekstrim menyebabkan
penurunan kualitas ayam Bekisar. Selain itu, kualitas ayam bekisar dipengaruhi
oleh adanya penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium gallinaceum. Plasmodium
gallinaceum adalah parasit darah pada unggas yang menyebabkan malaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi parasit darah ulas pada ayam
Bekisar di Pulau Kangean. Sebanyak 15 sampel, diambil dari ayam Bekisar dan
diwarnai dengan Giemsa 10 %. Infeksi hasil pengamatan menunjukkan bahwa
tertinggi terdapat pada ayam Bekisar umur enam bulan. Faktor yang menyebabkan

terjadinya infeksi Plasmodium gallinaceum adalah lingkungan, manajemen
pemeliharaan dan diduga terdapat vektor Anopheles sp., Aedes sp. dan Culex sp.
Kata kunci: Gallus sp., Giemsa 10%, Malaria, Plasmodium gallinaceum

ABSTRACT
MEILIANA PUSPITA UTAMI. Identification of Gallus sp. Blood Parasites in
Lao’janjang Arjasa Kangean Island Sumenep Madura. Supervised by AKHMAD
ARIF AMIN and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.
Bekisar (Gallus sp.) is pet that has potential to be developed. The high
demand of Bekisar led to the increase of the selling price of Bekisar and increase
of public income. The quality of bekisar was influenced by the environmental
condition. This extreme condition can decreased the quality of Bekisar. In addition
by quality of Bekisar also influenced by a disease caused by Plasmodium
gallinaceum. Plasmodium gallinaceum is blood paracite on poultry that cause
malaria. The aims of this study was to identify the blood paracite in Bekisar at
Kangean Island. Is samples were taken from Bekisar and all samples were stained
with 10% of Giemsa. The result shown that the highest infection was found in six
month old Bekisar. The factor that cause the infection of Plasmodium gallinaceum
were environmental condition, maintanance management and suspicion vectors
such as Anopheles sp., Aedes sp. dan Culex sp.

Keywords: Gallus sp., Giemsa 10%, Malaria, Plasmodium gallinaceum

IDENTIFIKASI PARASIT DARAH PADA AYAM BEKISAR
DI DESA LAO’JANJANG KECAMATAN ARJASA
PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP MADURA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

MEILIANA PUSPITA UTAMI

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Identifikasi Parasit Darah pada
Ayam Bekisar di Kecamatan Arjasa Desa Lao’janjang Pulau Kangean Sumenep
Madura. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drh Akhmad Arif Amin dan Drh
Arifin Budiman Nugraha, MSi selaku pembimbing skripsi, Drh Mokh Fahrudin,
PhD selaku pembimbing akademik, Bapak Mulyono Rachman, Ibu Dewi Mulyono
Rachman, dr Yusuf Abdillah, SST.FT, seluruh sahabat dan Keluarga besar Bapak
Rachman yang selalu mendukung dan mendoakan bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi di FKH IPB dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Noor Rohman Setiawan SKH, Bapak Sadik, Bapak Khairil Iqodah
MSi, selaku pembimbing dalam pengambilan sampel. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Kakak, Adik-adik, serta seluruh keluarga tercinta, atas segala
doa, dukungan dan kasih sayang. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Nanik staf pegawai Laboratorium Parasitologi Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB yang telah
membantu selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Meiliana Puspita Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

8

Waktu dan Tempat

8


Alat dan Bahan

8

Metode Penelitian

8

Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

SIMPULAN DAN SARAN

11


DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Harga ayam dan telur Bekisar di Madura pada tahun 2015
2 Hasil identifikasi parasit darah Plasmodium gallinaceum pada ayam
Bekisar

1
9

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5

Peta Kecamatan Arjasa Pulau Kangean
Ayam Bekisar Kangean yang dipelihara masyarakat
Ayam hutan hijau
Siklus hidup Plasmodium gallinaceum
Sel darah ayam terinfeksi Plasmodium gallinaceum (1000x)

3
4
5
7
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan suhu yang
berdampak pada kerusakan lingkungan, serta peningkatan munculnya berbagai

penyakit seperti demam berdarah dan malaria (Tsai dan Liu 2005). Perubahan iklim
juga menyebabkan peningkatan populasi nyamuk yang berperan sebagai vektor
demam berdarah dan malaria. Hal ini disebabkan karena kisaran suhu 20 °C - 30 °C
sangat tepat untuk reproduksi nyamuk seperti Anopheles sp., Aedes sp. dan Culex
sp. (Sari 2005).
Pulau Kangean, merupakan pulau yang terpisah jauh dari Pusat Pemerintah
Kabupaten Sumenep. Pulau ini terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Kecamatan
Kangayan, Kecamatan Arjasa dan Kecamatan Sapeken (BAPPEDA 2009).
Kepulauan Kangean, Kecamatan Arjasa, Desa Lao’jangjang merupakan
kepulauan yang memiliki ternak hias unik, khas dan langka yaitu ayam Bekisar.
Ayam Bekisar merupakan hasil perkawinan antara ayam hutan hijau jantan (Gallus
varius) atau ayam hutan merah (Gallus gallus) dengan ayam kampung betina
(Gallus domestica) (Handiwirawan 2014). Ayam Bekisar dalam bahasa Madura
adalah “Begika Pembesar” atau dalam bahasa Indonesia “Berikan Pada Pembesar”.
Ayam Bekisar dinobatkan sebagai maskot oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ayam Bekisar saat ini dijadikan sebagai hewan kesayangan dan ayam yang
diperlombakan dalam kontes (Nataamijaya 2010). Hal tersebut dikarenakan ayam
Bekisar memiliki berbagai keunikan, yaitu tubuh gagah, warna bulu
beranekaragam, suara merdu dengan irama rendah sampai panjang dan nyaring.
Ayam Bekisar hanya dapat dijangkau oleh masyarakat menengah ke atas

karena harga jual ayam tersebut cukup tinggi, sehingga peternak berkreasi
melakukan persilangan ayam Bekisar untuk mendapatkan bibit ayam dengan
kualitas unggul. Kualitas ayam Bekisar unggul memiliki suara kokok merdu dan
bulu yang indah. Pada umumnya harga ayam Bekisar mencapai jutaan rupiah
(Tersaji pada Tabel 1).

Tabel 1 Harga ayam dan telur ayam Bekisar di Madura pada tahun 2015
Jenis
Telur
Umur
1 hari
1-2 bulan
4-5 bulan
Suara
Kodin
Kepala Kodin
Pradu
Nyothing
Sumber: Data pribadi

Harga (Rupiah)
75 000 – 110 000
325 000 – 825 000
500 000 – 725 000
835 000 – 1 200 000
1 500 000 – 1 800 000
3 000 000 – 5 000 000
8 500 000 – 15 200 000
≥ 30 000 000

2
Parasit darah pada unggas saat ini menjadi salah satu hambatan, diantaranya
disebabkan oleh infeksi protozoa dari Filum Apicomplexa yakni Plasmodium,
Haemoproteus dan Leucocytozoon (Perkins dan Schall 2000). Plasmodiosis atau
malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium gallinaceum.
Plasmodiosis merupakan arthropod born disease, dalam hal ini nyamuk Anopheles
sp., Aedes sp. dan Culex sp. yang berperan sebagai vektor biologis dalam
penyebaran penyakit (Kurniantoro 2011).
Plasmodium gallinaceum merupakan parasit darah yang dapat menginfeksi
ayam (Williams 2005). Plasmodium gallinaceum memiliki manifestasi subklinis,
tetapi dapat menyebabkan anemia ringan sampai berat dengan tingkat kematian 8090% (Jennings et al. 2006).
Berdasarkan informasi Dinas Peternakan Kabupaten Sumenep tentang
penyakit malaria pada ayam yang disebabkan oleh Plasmodium gallinaceum di
Pulau Kangean belum dilaporkan. Oleh karena itu, identifikasi terhadap parasit
darah pada ayam Bekisar di Desa Lao’janjang perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi parasit darah pada ayam Bekisar di
Desa Lao’janjang, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean Kabupaten Sumenep,
Madura.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan
parasit darah penyebab malaria pada ayam Bekisar (Gallus sp.) khususnya di Desa
Lao’janjang, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean Kabupaten Sumenep, Madura,
selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi peneliti selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Letak Geografis Kangean
Menurut BAPPEDA (2009), Kepulauan Kangean memiliki jarak ± 125 km
dari Kabupaten Sumenep yang memiliki tiga kecamatan yaitu Kangayan, Arjasa
dan Sapeken. Kecamatan Arjasa merupakan wilayah kepulauan yang sangat luas
dan berada pada ketinggian 500 m diatas permukaan laut. Indikasi bahwa
Kecamatan sebagai dataran rendah dan garis pantainya lebih dari 50% membatasi
wilayah daratan. Luas wilayah Kecamatan Arjasa 241 890 767 km dan memiliki 12
pulau yang tersebar di 19 desa. Berdasarkan penggunaan lahannya, Kecamatan
Arjasa didominasi sebagai tanah tegal seluas 8 314 Ha, sawah seluas 7.48 Ha dan
hutan negara seluas 19 866 Ha.
Tahun 2008 jumlah penduduk Kecamatan Arjasa sebanyak 61 161 jiwa
dengan tingkat kepadatan 253 jiwa/km, jumlah penduduk yang paling banyak

3
berada di desa Angkatan, Pajenangger, Kolo-kolo, Kalikatak dan Duko. Desa
dengan tingkat kepadatan penduduk adalah desa Lao’jangjang, Arjasa, Sumber
Nangka, Kalikatak dan Kalisangka (BAPPEDA 2009).

Gambar 1 Peta Kecamatan Arjasa Pulau Kangean

Secara geografis perbatasan Kecamatan Arjasa adalah bagian utara
berbatasan dengan Laut Jawa, bagian timur dengan Kecamatan Kangayan, bagian
selatan dengan Laut Bali, dan bagian barat berbatasan dengan Laut Jawa
(BAPPEDA 2009).
Profil Desa Lao’janjang
Pulau Kangean terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Arjasa, Kanganyan dan
Sapeken. Kecamatan Arjasa terdiri dari 19 desa, salah satunya adalah Desa
Lao’janjang. Secara geografis Kecamatan Arjasa terletak diantara 6°40’-7°20’
Lintang Selatan dan 115°20’-116°00 Bujur Timur yang dibatasi oleh laut Bali, laut
Jawa dan ujung timur selat Madura (Cahyono 2004). Secara topografi wilayah
tersebut merupakan daerah pantai yang sebagian besar berupa hutan (BAPPEDA
2009).
Desa Lao’janjang digunakan sebagai lokasi penelitian karena hanya di desa
tersebut asal mula ayam Bekisar Kangean. Kondisi lingkungan sekitar di wilayah
penelitian berupa pantai, sungai, sawah dan hutan (BAPPEDA 2009).
Ayam Bekisar
Ayam Bekisar merupakan hasil perkawinan antara ayam hutan hijau jantan
(Gallus varius) atau ayam hutan merah jantan (Gallus gallus) dengan ayam
kampung betina (Gallus domesticus). Ayam ini memiliki suara kokok merdu dan
bulu indah. Ayam yang dipelihara sebagai ayam hias adalah ayam jantan, karena

4
Bekisar betina tidak memiliki suara merdu dan warna bulu yang tidak menarik
(Handiwirawan 2014).

Gambar 2 Ayam Bekisar Kangean yang dipelihara masyarakat

Awal mula ayam Bekisar dijumpai di Kangean, sebuah pulau kecil sebelah
Timur Pulau Madura, Kabupaten Sumenep. Bekisar pertama kali ditemukan di
Pulau ini, menyebar ke Pulau Madura dan di daerah ini Bekisar menjadi unggas
kebanggaan masyarakat (Anonimus 1991).
Warna ayam Bekisar yang dihasilkan bergantung pada warna betina ayam
kampung yang digunakan, biasanya warna merah dan hitam lebih disukai oleh
penggemar ayam Bekisar. Saat ini warna ayam Bekisar sangat beragam setelah
banyak peternak mengawinkan ayam hutan jantan dengan berbagai induk betina
yang memiliki warna beraneka ragam dan mengawinkan dengan berbagai rumpun
ayam lokal seperti cemani, pelung, kate atau jenis ayam lainnya yang dimiliki
berbagai daerah. Ragam warna ayam Bekisar Kangean Madura yang terkenal dan
banyak diandalkan oleh pencinta unggas kesayangan, yaitu dibentuk dari induk
betina yang berbulu satu macam, seperti merah, hitam, putih, kuning dan abu-abu
(Handiwirawan 2014).
Menurut Handiwirawan (2014) ayam hutan hijau (Gallus varius) hanya
terdapat di Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa, meliputi Pulau Madura, Bali,
Lombok, Sumba, Sumbawa Flores dan Kepulauan Alor. Ayam ini termasuk unggas
pesisir dan lembah yang hidup bergerombol di tepi hutan. Secara umum kehidupan
ayam ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu golongan soliter dan kelompok

5

Gambar 3 Ayam hutan hijau (Yuda 2012)

Malaria dan Penyebabnya
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, primata, kera, hewan
pengerat, hewan melata dan unggas (Jenning et al. 2006). Menurut Tabbu (2002),
gejala malaria pada unggas dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu gejala akut,
subakut dan paralisis. Hewan yang rentan dari parasit ini adalah ayam dan kalkun.
Unggas lain yang dapat terinfeksi adalah burung kuau, angsa, ayam hutan dan
burung merak, tetapi burung kenari, bebek, ayam mutiara, burung merpati dan
burung gereja Inggris tahan terhadap infeksi (Ashadi dan Handayani 1992).
Menurut Tabbu (2000) malaria unggas disebabkan oleh protozoa yang
bersifat parasit, menginfeksi eritrosit berbagai jenis unggas. Malaria unggas dapat
ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk. Penyebaran vektor malaria unggas,
terutama Culex sp. bergantung dari variasi tingkat ketinggian, batas suhu,
perkembangan larva nyamuk perantara dan habitat yang sesuai perkembangan
nyamuk (LaPointe 2000). Vektor malaria adalah nyamuk yang dapat menimbulkan
dan menularkan suatu agen infeksius dari sumber infeksi kepada inang (Nurmaini
2003). Menurut Floore (2002) larva Culex sp. dapat ditemukan di segala jenis
perairan termasuk perairan sawah dan kolam dangkal. Spesies nyamuk Culex sp.
termasuk Culex pipiens, Culex quinquefasciatus, Mansonia sp. dan Lutzia vorax
menularkan penyakit malaria dengan memasukkan protozoa dari genus
Plasmodium sp. ke dalam darah melalui gigitannya.
Taksonomi Plasmodium gallinaceum
Plasmodium gallinaceum adalah protozoa parasit darah yang menyerang sel
darah merah ayam (Perkins dan Schall 2002). Menurut Levine (1985), taksonomi
Plasmodium gallinaceum sebagai berikut:

6
Kingdom
Sub Kingdom
Filum
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Sub Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Protista
: Protozoa
: Apicomplexa
: Sporozoasida
: Coccidiasina
: Eucoccidiorida
: Haemospororina
: Plasmodiidae
: Plasmodium
: Plasmodium gallinaceum

Siklus Hidup Plasmodium gallinaceum
Siklus hidup Plasmodium gallinaceum melibatkan nyamuk sebagai vektor
biologisnya. Plasmodium berkembang biak melalui dua tahap yaitu aseksual dan
seksual (Soulsby 1982). Tahap aseksual terjadi dua fase, yaitu fase skizogoni dan
fase gametogoni yang berlangsung selama 7-27 hari (Nugroho 1983). Fase
skizogoni berlangsung dalam tiga tahap yaitu, skizon pra eritrosit, skizon eritrosit
dan eksoeritrosit, sedangkan fase gametogoni merupakan fase awal pembentukan
stadium seksual dari Plasmodium gallinaceum. Menurut Levine (1985) tahap
seksual pada tubuh vektor disebut sebagai sporogoni, karena didalamnya terjadi
pembentukan stadium sporozoit yang berlangsung 10-21 hari, tergantung dari
spesies Plasmodium dan suhu lingkungan. Suhu optimum lingkungan yang
dibutuhkan untuk perkembangan Plasmodium gallinaceum pada tubuh vektor
nyamuk berkisar 26 °C (Noble dan Noble 1982).
Menurut Soulsby (1982) tahap aseksual terjadi pada tubuh inang, sedangkan
tahap seksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Nyamuk yang terinfeksi memiliki
sporozoit di kelenjar ludahnya. Saat nyamuk menghisap darah inang, sporozoit
akan dipindahkan kedalam tubuh inang kurang lebih 1 jam dan menyerang sel-sel
parenkim hati. Sporozoit tersebut akan menginfiltrasi sel-sel makrofag di sekitar
kulit dan membentuk skizon pra eritrosit atau kriptozoit. Kriptozoit mengalami
perkembangan membentuk merozoit yang akan keluar saat makrofag lisis.
Merozoit yang lepas akan menginfiltrasi kembali makrofag pada kulit atau yang
disebut metakriptozoit. Metakriptozoit akan mengalami perkembangan membentuk
merozoit yang akan keluar saat makrofag lisis. Merozoit yang keluar dari
metakriptozoit selanjutnya akan menuju sel darah merah (skizon eritrosit) dan selsel tubuh yang lain (skizon eritrosit).
Menurut DITJENNAK (2014) kasus pada plasmodiosis akibat infeksi
Plasmodium gallinaceum merozoit dari metakriptozoit selain menginfiltrasi
eritrosit akan menginfiltrasi sel-sel endotel. Merozoit yang keluar dari skizon
eritrositik dapat menginfiltrasi sel endotel kembali membentuk phanerozoid.
Merozoit dari skizon eritrosit dan eksoeritrosit dapat kembali berulang
menginfiltrasi eritrosit dan sel tubuh yang lain atau dapat berkembang menjadi
makrogamet dan mikrogamet. Pada tubuh nyamuk (usus), mikrogamet akan
mengalami eksflagelasi untuk dapat memfertilisasi makrogamet (singami). Zigot
(ookinet) yang terbentuk dari syngami akan melakukan penetrasi pada dinding sel
usus nyamuk. Ookinet pada dinding usus sel nyamuk membentuk sporozoit yang
akan dikeluarkan melalui kelenjar ludah saat dinding sel ruptur.

7

Gambar 4 Siklus hidup Plasmodium gallinaceum (Soulsby 1982)
Keterangan: a. Infeksi sporozoit bersamaan dengan gigitan nyamuk. b. Perkembangan dari pra
eritrosit skizon (kriptozoit) di dalam makrofag kulit. c. Pelepasan merozoit dari
kriptozoit untuk masuk ke dalam makrofag lain. d. Pembentukan metakriptozoit. e.
Merozoit dari metakriptozoit memasuki sel eritrosit. f. Merozoit dari metakriptozoit
memasuki sel endotel pada tahap eksoeritrosit. g. Skizogoni dalam eritrosit. h.
Merozoit yang dilepaskan eritrosit memulai lagi tahap eritrosit skizogoni. i. Merozoit
yang dilepaskan eritrosit memulai lagi tahap eksoeritrosit skizon. j. Merozoit dari ekso
eritrosit skizon memasuki lagi tahap eritrosit skizon. k. Pembentukan makrogametosit.
l. Pembentukan mikrogametosit. m dan n. Pembentukan makrogamet dan mikrogamet
dalam usus nyamuk. o. Singami. p. Pembentukan ookinet. q. Penetrasi ookinet keluar
dinding usus tengah. r. Sporogoni. s. Ookista pecah dan migrasi sporozoit ke dalam
kelenjar tubuh nyamuk.

Parasit Darah pada Ayam
Penyakit merupakan suatu kendala bagi peternak. Penyakit ternak secara
umum dapat bersifat infeksius dan non infeksius (Kurniantoro 2011). Parasit ungas
yang sering terjadi akibat infeksi protozoa yaitu Haemoproteus, Leucocytozoon,
Plasmodium dan Histomoniasis, sedangkan helmintiasis merupakan parasit internal
yang disebabkan oleh cacing meliputi Nematoda (Capillaria sp., Ascaridia sp. dan
Heterakis sp.), Cestoda (Amoebotaenia sp., Raillietina sp. dan Hymenolepis sp.),
dan Trematoda (Prosthogonimus sp.) (Tabbu 2002).
Pengendalian
Kasus malaria unggas yang disebabkan oleh Plasmodium gallinaceum dapat
dicegah dengan mengendalikan nyamuk sebagai vektor pembawanya, menjaga
kebersihan dan sanitasi lingkungan, serta penggunaan light trap (DITJENNAK
2014). Menurut Kholis (2002) syarat kandang sehat, yaitu letak kandang sedikitnya
10 m dari rumah tinggal dan kandang harus mendapat cukup sinar matahari untuk
mencegah tingginya kelembaban dan timbulnya penyakit.
Malaria unggas dapat diobati dengan menggunakan anti malaria. Perlu
adanya terapi yang bertujuan untuk memelihara sistim peredaran darah dan
keseimbangan cairan tubuh dalam mencegah keadaan anemia yang berkelanjutan

8
akibat sel darah merah yang lisis oleh parasit Plasmodium gallinaceum. Pemberian
anti malaria secara tradisional dapat menggunakan sambiloto (Najila et al. 2002)
dan batang brotowali (Wijayakusuma 1992).
Plasmodiosis dapat didiagnosa dengan melihat gejala klinis yang muncul,
pemeriksaan ulas darah atau pemeriksaan serologis ELISA dan PCR. Diagnosa
banding berdasarkan gejala klinis umum anemia yaitu defisiensi Fe, egg drop
syndrome, chicken anemia virus, coccidiosis, dan infestasi eksternal penghisap
darah seperti caplak (DITJENNAK 2014).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Lao’janjang, Kecamatan Arjasa Pulau
Kangean Sumenep Madura, yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah
pengambilan sampel darah di Desa Lao’jangjang pada bulan Agustus 2014,
dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel pada bulan September 2014 di
Laboratorium Protozoologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah syringe 1 mL, gelas
objek, kapas, kertas label, alat tulis dan mikroskop, sedangkan bahan yang
digunakan adalah metanol 96%, alkohol 70%, Giemsa 10% dan minyak emersi.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Darah Ayam
Pengambilan sampel diambil dari 15 ekor ayam Bekisar yang diambil di
wilayah pemukiman di Desa Lao’janjang. Sampel darah diambil melalui vena
brachialis bagian sayap dengan menggunakan syringe 1 mL, kemudian diteteskan
pada gelas objek untuk dibuat preparat ulas.
Pembuatan Preparat Ulas Darah
Preparat ulas dibuat dengan meneteskan darah di atas gelas objek. Setelah
usapan darah pada gelas objek kering selanjutnya difiksasi dalam metanol 96%
selama tiga sampai empat menit. Preparat diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30
menit, kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan.

9
Pengamatan Sampel Darah Ayam
Pengamatan sampel ulas darah dilakukan di bawah mikroskop pada
perbesaran 1000x. Pengamatan dilakukan untuk menghitung persentase parasitemia
pada setiap sampel ulas darah. Adapun persentase parasitemia ditentukan dengan
rumus sebagai berikut:

Persentase parasitemia (%) =

jumlah parasit darah yang ditemukan
500 eritrosit

x 100%

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN
.
Persentase Parasitemia Plasmodium gallinaceum pada Ayam Bekisar di Desa
Lao’janjang
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada seluruh sampel darah ayam
Bekisar positif terinfeksi oleh Plasmodium gallinaceum 100%. Data persentase
parasitemia tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil identifikasi parasit darah (Plasmodium gallinaceum) dengan
preparat ulas darah pada ayam Bekisar
Hasil pemeriksaan
Umur ayam
Total (ekor)
Rataan Persentase
(bulan)
Positif (%)
parasitemia (%)
3
3
100
2.00
5
4
100
1.80
6
8
100
4.40
Jumlah
15
100
2.73

Persentase parasitemia pada ayam Bekisar umur 3 dan 5 bulan lebih rendah
dibandingkan pada umur 6 bulan, masing-masing, yaitu 2.00% dan 1.80%. Hasil
persentase parasitemia pada ayam berumur 6 bulan 4.40% lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Hal tersebut dimungkinkan
disebabkan oleh faktor umur dan tingkat stress tinggi. Menurut Suleiman (2012)

10
persentase kisaran parasitemia pada ayam berada pada kisaran 0.5% - 4.5%, dengan
persentase rataan sebesar 1.7% termasuk dalam kategori subakut dan kronis. Pada
ayam umur 6 bulan persentase parasitemia lebih tinggi, karena pada ayam yang
berumur tua memiliki kemampuan membentuk reaksi resistensi terhadap paparan
agen penyakit (Wibawan dan Soejoedono 2013). Menurut Tamzil (2014), suhu
lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan ternak mengalami stres panas. Stres
panas menyebabkan kondisi fisiologis dan hormonal di dalam tubuh tidak stabil,
sehingga memicu timbulnya penyakit.
Menurut Zainal Abidin (1995), prevalensi infeksi malaria jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan infeksi Leucocytozoon, yang menunjukkan prevalensi
Plasmodium gallinaceum pada ayam hutan Malaysia (Gallus gallus spadiceus)
sebesar 39.5% tertinggi kedua setelah Plasmodium juxtanucleare 52.6% dari 41
ekor. Hal ini dikarenakan oleh keberadaan ekologi tempat ayam hutan diperoleh
yaitu di perkebunan kelapa sawit, yang dapat memungkinkan untuk lebih terpapar
terhadap infeksi malaria daripada infeksi Leucocytozoon.
Menurut Achmadi (2005), ekosistem terbentuk karena adanya pengaruh
lingkungan seperti kelembaban, suhu lingkungan, cahaya matahari, vegetasi dan
kondisi peruntukan lahan yang mengubah ekosistem menjadi ekosistem buatan.
Akibat terbentuk ekosistem, terdapat berbagai spesies yang hidup karena kondisi
lingkungan yang mendukung. Salah satu vektor yang dapat menularkan penyakit
malaria yaitu, Aedes sp., Anopheles sp., Culex sp.
Penelitian identifikasi parasit darah pada ayam Bekisar di Pulau Kangean
sampai saat ini belum pernah dilaporkan. Keberadaan parasit darah pada ayam
Bekisar di Desa Lao’janjang diduga dipengaruhi oleh keberadaan vektor yaitu
Aedes sp., Anopheles sp., Culex sp. kondisi atau ekosistem dan cara pemeliharaan.
Nyamuk sebagai vektor, memiliki peran dalam penularan penyakit dalam hal ini
adalah malaria atau plasmodiosis akibat terinfeksi Plasmodium gallinaceum.
Hasil identifikasi secara mikroskopis menunjukkan bahwa seluruh sampel
darah ayam Bekisar yang diperoleh di desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau
Kangean Sumenep Madura menunjukkan positif terinfeksi Plasmodium
gallinaceum (Tersaji pada Gambar 5).

Gambar 5 Sel darah ayam terinfeksi Plasmodium gallinaceum (1000x)

11

Menurut Ananta (2000) perubahan ekosistem alami menjadi buatan dapat
merubah kondisi lingkungan sekitar menjadi buruk. Musim pancaroba, suhu dan
kelembaban lingkungan cenderung tidak stabil. Hal ini sesuai dengan kondisi Pulau
Kangean yang memiliki suhu antara 26 °C – 35 °C di dataran dan pantai dengan
kelembaban 76% – 86% (DIRJEN KKP 2015).
Berdasarkan informasi dari peternak, cara pemeliharaan ayam Bekisar
dikandangkan pada sore hari dan dilepaskan pada pagi hari. Vektor lebih mudah
menginfeksi ayam Bekisar yang dikandangkan, sehingga berpotensi terinfeksi
Plasmodium gallinaceum. Pada penelitian ini ayam Bekisar dipelihara di dalam
kandang panggung. Menurut Haryoto (2010) pemeliharaan ayam hias dalam
sangkar sebaiknya memilih sangkar yang terdapat tengger agar kesehatan ayam
lebih terjaga, dengan ukuran sangkar panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 –
60 cm.
Pemeliharaan yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas ayam Bekisar,
sehingga berdampak pada kerugian ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ayam Bekisar yang terinfeksi parasit darah Plasmodium gallinaceum, dapat
mempengaruhi performa tubuh, suara dan bulu ayam Bekisar (Handiwirawan
2014). Mekanisme perpindahan Plasmodium gallinaceum dari satu induk semang
ke induk semang lainnya dipengaruhi oleh vektor nyamuk. dengan faktor
pendukung suhu dan iklim. Suhu lingkungan di atas 26 °C atau di bawah 4 °C dapat
mengganggu perkembangan sporozoit (Saifulloh 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, persentasi ayam Bekisar terinfeksi parasit
darah Plasmodium gallinaceum adalah 100% diduga adanya vektor nyamuk
sebagai media pembawanya yaitu Anopheles sp., Aedes sp., dan Culex sp.
Saran
Perlu dilakukan penelitian identifikasi dan program pengendalian vektor,
juga penelitian lanjutan mengenai adanya agen penyakit penyebab malaria yang
lain pada unggas di wilayah Desa Lao’janjang Kecamatan Arjasa Pulau Kangean
Sumenep Madura.

12

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi UF. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta (ID): Kompas.
Ashadi G, Handayani SU. 1992. Protozoologi Veteriner I. Bogor (ID): IPB Pr.
Ananta AA. 2000. Kendalikan Secara Terpadu. Infovet. 75:16-17.
Anonimus. 1991. Mencetak Aneka Bekisar. Bonus Trubus September XXII (262).
[BAPPEDA]. Badan Pembangunan Daerah Sumenep. 2009. Profil Wilayah
Kepulauan Kabupaten Sumenep. Sumenep (ID): Bappeda.
Cahyono AB. 2004. Studi Perubahan Penggunaan Lahan dan Keadaan Sosial
Masyarakat di Kepulauan Kangean tahun 1994-2002. Pertemuan Ilmiah
Tahunan I. Teknik Geodesi ITS. Surabaya (ID). p:40-46.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014.
Manual Penyakit Unggas Cetakan Kedua. [diunduh 2015 Agustus 3].
Tersedia pada: http://www.ditjennak.pertanian.go.id.
[DIRJEN KKP] Direktorat Jendral Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2015.
Basisdata Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Sumenep Povinsi Jawa
Timur. Tersedia pada: http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdatakawasan-konservasi/details/1/83.
Floore T. 2002. Mosquito Information The American Mosquito Control
Association, pheree famu. [diunduh 2015 Maret 2015]. Tersedia pada:
http://www.org/mosquito.html.
Handiwirawan E. 2014. Pelestarian Ayam Hutan Melalui Pembentukan Ayam
Bekisar Untuk Ternak Kesayangan. Lokakarya Nasional Teknoogi
Pengembangan Ayam Lokal. [Internet]. Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. p:87-95; [diunduh 2015 Maret 9].
Tersedia
pada:
http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/pdf/allpdf/peternakan/fullteks/lokakarya/lkayam-lkl05-11.pdf.
Haryoto. 2010. Beternak Ayam Kate Emas. Yogyakarta (ID): Kanisius. p: 22-23.
Jennings L, Webb J, LeRoy BE. 2006. Avian Malaria. Veterinary Clinical
Pathology Clerkship Program. Universitas of Georgia College of Medicine.
Athens.
Kholis S. 2002. Mengenal Lebih Dekat Ayam Arab dan Poncin Petelur Unggul.
Tangerang (ID): PT Agromedia Pustaka.
Kurniantoro I. 2011. Prevalensi Parasit Penyebab Malaria Unggas Pada Ayam
(Gallus gallus bankiva Tem.) dan Itik (Anas domesticus Lin.) di Pantai Trisik.
[skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Atmajaya Yogyakarta.
LaPointe DA. 2000. Avian Malaria in Hawai’: The Distribution, Ecology and
Vector Potential of Forest-Dwelling Mosquitoes. [Disertasi]. Hawai (HI):
University of Hawai. p:156.
Levine ND. 1985. Protozoology Veteriner. Soekardono S, penerjemah.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Textbook of
Veterinary Parasitology.
Najila S, Noor Rain MJ, Kamel AM, Syed Zahir AG, Khozirah SI, Hakim SL, Zakia
S, Azizol I. 2002. The Screening of Extracts from Goniothalamus
scortechinii, Aralidium pinnatidifum and Andrographis paniculata for AntiMalaria Activity Using the Lactate Dehydrogenase Assay. Jurnal Metadata

13
Search: Elsevier-Journal of Ethnopharmacology. [diunduh 2015 Juli 4].
http://www.aapspharmaceutica.com/search/view.asp?ID=23851&size=small
Nataamijaya AG. 2010. Pengembangan Potensi Ayam Lokal untuk Menunjang
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4):131-138.
[diunduh
2015
Maret
9].
Tersedia
pada:
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3294102.pdf
Noble ER, Noble GA. 1982. Parasitology. The Biology of Animal Parasites. 5thed.
Lea and Febiger, Philadelphia. p:93-103.
Nugroho E. 1983. Penyakit Ayam di Indonesia jilid II. Eka Offset Semarang. p:3239.
Nurmaini. 2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles
Aconitus Secara sederhana. [diunduh 2015 Maret 9]. Tersedia pada:
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-nurmaini1.pdf
Perkins SL, Schall JJ. 2000. A Molecular phylogeny of malarial parasites reovered
from cytochrome b gene sequence. Journal Parasitol. 88:972-978. [diunduh
2015
Mei
15].
Tersedia
pada:
ftp://www.ufv.br/DBG/Filogenia_molecular/artigos/MP_x_ML/Malaria1_
MP.pdf
Saifulloh MA. 2006. Perubahan Jumlah Plasmodium gallinaceum pada Sel-sel
Malphigi Aedes agypti setelah Infestasi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sari CIN. 2005. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria
dan Demam Berdarah Dengue. Makalah Pribadi Falsafah Sains. Institut
Pertanian Bogor.
Soulsby EJL.1982. Helmints, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals,
Ed-7. London (GB) Bailliere Tindall. p:392-396.
Suleiman EG. 2012. A Study of Aegyptianella spp in Some Species of Birds in
Mosul City- Iraq. J Vet Res. 11(1):84-88. [diunduh 2015 September 21].
Tersedia pada: http://www.iasj.net/iasju
Tabbu CR. 2000. Isunya Malaria Unggas, Faktanya Leucocytozoonosis. Infovet.
69:28-30.
Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID):
Kanisius. 2:36-57.
Tamzil MH. 2014. Stres Panas pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya. WARTAZOA. 24(2):57-66.
Tsai H, Liu TM. 2005. Effects of Global Climate Change on Disease Epidemics
and Social Instability Around the Word. International Workshop, Asker, ner
Oslo.
[diunduh
2015
Maret
9].
Tersedia
pada:
http://ejournal.uajy.ac.id/2665/6/5BL00949.pdf
Wibawan IWT, Soejoedono RD. 2013. Intisari Imunologi Medis. Bogor (ID):
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. p: 90-92.
Wijayakusuma H. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 1. Jakarta
(ID): Pustaka Kartini. p:28.
Williams RB. 2005. Avian Malaria: clinical and chemical pathology of Plasmodium
gallinaceum in the domesticated fowl Gallus gallus. Journal Avian
Pathology. 34(1):29-47. [diunduh 2015 Maret 9]. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1080/03079450400025430

14
Yuda PP. 2012. Ekologi Perilaku Ayam Hutan Hijau (Gallus varius Shaw &
Nodder 1798) di Taman Nasional Bali Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zainal Abidin BAH. 1995. Protozoa Parasitik dan Aspek Hematologi Ayam Hutan
Malysia (Gallus gallusspadiceus). Jurnal Ilmu Ternak Veteriner. 2(1):114116.
[diunduh
2015
Maret
9].
Tersedia
pada:
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/jitv/article/download/20/20.
pdf.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Sumenep, Madura Jawa Timur pada tanggal 3 Mei
1993 anak pertama dari 3 bersaudara, dari Bapak Mulyono dan Ibu Dewi Nansi
Sufiati.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri
Pajagalan 01 Sumenep pada tahun 2005, sekolah menengah pertama SMP Negeri
01 Sumenep pada tahun 2008 dan tahun 2011, penulis lulus dari SMA Negeri 1
Sumenep dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui seleksi
nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) Undangan. Penulis memilih
Fakultas Kedokteran Hewan sebagai program studinya.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif berorganisasi di Dewan Keluarga
Mushola (DKM) An-Nahl FKH IPB periode 2013-2014, anggota minat profesi
Ruminansia FKH IPB periode 2013-2014, Organisasi Mahasiswa Daerah Madura
IPB periode 2013-2014. Penulis juga aktif di Pariwisata Jawa Timur periode 20112014 dan Mahasiswi Wirausaha IPB 2015.