Estimasi Konsentrasi Klorofil-A Menggunakan Citra Satelit Viirs Suomi-Npp Di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Dki Jakarta.

ESTIMASI KONSENTRASI KLOROFIL-A MENGGUNAKAN
CITRA SATELIT VIIRS SUOMI-NPP DI PERAIRAN PULAU
PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

GHULAMPITT FAHANE

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Konsentrasi
Klorofil-a Menggunakan Citra Satelit VIIRS Suomi-NPP di Perairan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2015
Ghulampitt Fahane
NIM C54100068

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada kerja sama yang terkait

ABSTRAK
GHULAMPITT FAHANE. Estimasi Konsentrasi Klorofil-a Menggunakan Citra
Satelit VIIRS Suomi-NPP di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si dan Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si.
Satelit Suomi-NPP (S-NPP) merupakan satelit baru yang dilengkapi dengan
sensor VIIRS untuk mengukur warna perairan. Algoritma OC3V merupakan
algoritma standar yang digunakan untuk mengukur konsentrasi klorofil-a pada data
citra satelit VIIRS S-NPP level 2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
citra satelit VIIRS S-NPP level 2, sehingga konsentrasi klorofil-a yang diekstrak
dari citra satelit merupakan hasil perhitungan dari algoritma OC3V. Pengolahan
data menggunakan program SeaDAS 7.02 untuk windows sehingga pengolahan

data citra satelit VIIRS S-NPP level 1 tidak dapat dilakukan dan algoritma yang
dipakai tidak dapat dirubah selain OC3V. Tujuan penelitian ini adalah menduga
kandungan klorofil-a di perairan Pulau Pari dengan citra satelit VIIRS S-NPP,
menguji keakuratan citra satelit S-NPP dalam mengestimasi kandungan klorofil-a,
serta menentukan algoritma yang sesuai untuk perairan Pulau Pari. Validasi data
dilakukan dengan mengambil data klorofil-a dan TSS secara in-situ. Pulau Pari
tergolong perairan kasus 2 dengan kandungan padatan tersuspensi (TSS) yang
tinggi. Pengukuran konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC3V di
perairan Pulau Pari menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai in-situ.
Pembuatan rasio band dilakukan untuk meminimalisir pengaruh TSS dalam
estimasi konsentrasi klorofil-a. Rasio band yang digunakan adalah rasio band 2/4
(445 nm / 555 nm) serta rasio band 3/4 (488 nm / 555 nm). Hasil pengukuran
konsentrasi klorofil-a dengan rasio band memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan OC3V. Akurasi dari pengukuran konsentrasi klorofil-a menggunakan
sensor satelit dihitung dengan root mean square error (RMSE). OC3V memiliki
nilai RMSE terbesar yakni 0.1277, rasio band 3/4 memiliki nilai RMSE 0.0177, dan
rasio band 2/4 dengan RMSE 0.1171. Algoritma rasio band 2/4 memiliki akurasi
yang lebih baik dibandingkan algoritma OC3V dalam mengestimasi konsentrasi
klorofil-a di perairan Pulau Pari.
Kata Kunci: Algoritma OC3V, Klorofil-a, Pulau Pari, Satelit S-NPP, TSS, VIIRS.


ABSTRACT
GHULAMPITT FAHANE. Chlorophyll-a estimation using VIIRS Suomi-NPP
Satelite Image in Pari Island, Seribu Islands, DKI Jakarta. Supervised by Dr. Ir.
Jonson L. Gaol, M.Si and Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si.
Suomi-NPP (S-NPP) satellite is a new satellite that equipped with VIIRS
sensors which able to measure the ocean color. OC3V algorithm is a standard
algorithm that is used to measure the concentration of chlorophyll-a in level 2
satellite image of the S-NPP. This study is using level 2 VIIRS S-NPP satellite
image, so the chlorophyll-a concentration that extracted from the satellite images is
calculated by OC3V algorithm. SeaDAS 7.02 for windows is used for satellite

image data processing. This program can not process level 1 VIIRS S-NPP satellite
image and also can not change the algorithm for chlorophyll-a estimation other than
OC3V. The aim of this research is to estimate the chlorophyll-a consentration using
VIIRS S-NPP satelit image, to test the accuration of VIIRS S-NPP chlorophyll-a
concentration estimation, and and also to determine a better algoritma for
estimating chlorophyll-a concentration on Pari Island. Data validation is done by
taking chlorophyll-a and TSS in-situ concentration. Pari Island is classified case 2
waters, because it have a lot of suspended particulate on the waters. The

measurement of chlorophyll-a concentration using OC3V algoritma show a higher
value than in-situ concentration. The band ratio algorithm is used to minimize the
effect of TSS in chlorophyll-a estimation. The band ratio that used is 2/4 band ratio
(445 nm / 555 nm) and 3/4 band ratio (488 nm / 555 nm). The estimation
chlorophyll-a using band ratio gives better results than OC3V. The accuracy of
chlorophyll-a concentration measurement with remote sensing is calculated by root
mean square error (RMSE). OC3V has the largest RMSE value there is 0.1277, 3/4
band ratio has RMSE value about 0.0177, and 2/4 band ratio has the smallest RMSE
there is 0.0171. 2/4 band ratio algorithm has better accuracy than OC3V algorithm
to estimate the concentration of chlorophyll-a in Pari Island waters.
Keywords: Chlorophyll-a, OC3V Algorithm, Pari Island, S-NPP satelite, TSS,
VIIRS.

ESTIMASI KONSENTRASI KLOROFIL-A MENGGUNAKAN
CITRA SATELIT VIIRS SUOMI-NPP DI PERAIRAN PULAU
PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Ghulampitt Fahane

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Estimasi konsentrasi Klorofil-a menggunakan Citra Satelit VIIRS
Suomi-NPP di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
Nama
: Ghulampitt Fahane
NIM
: C54100068

Disetujui oleh


Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si
Pembimbing II

Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2013 hingga bulan
Maret 2014 ini berjudul Estimasi Konstrasi Klorofil-a Menggunakan Citra Satelit
VIIRS Suomi-NPP di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si

selaku pembimbing pertama skripsi serta Ibu Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si
selaku pembimbing kedua skripsi. Selain itu, penulis sampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. James P. Panjaitan, M. Phil selaku dosen penguji tamu.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan
Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen, serta Bapak Dr. Ir. Henry M Manik, ST
selaku Ketua Komisi Pendidikan dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Adik-adik
serta seluruh keluarga besar, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Bogor, April 2015

Ghulampitt Fahane

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Waktu dan Wilayah Penelitian

2

Alat

3

Bahan

3

Perolehan Data Citra Satelit


3

Pengambilan Sampel In-situ

3

Pengukuran Konsentrasi Klorofil-a In-situ di Laboratorium

4

Pengolahan Data CItra Klorofil-a

5

Algoritma OC3V

5

Analisis Data


6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Klorofil-a di perairan Pulau Pari

8
8

Hubungan Reflektansi Spektral dengan Konsentrasi Klorofil-a

11

Akurasi Algoritma dalam Estimasi Konsentrasi Klorofil-a

14

KESIMPULAN DAN SARAN

17

Kesimpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Berbagai macam bentuk persamaan model algoritma
2 Konsentrasi klorofil-a dari berbagai pengukuran dan konsentrasi TSS insitu di perairan Pulau Pari
3 Berbagai Persamaan Regresi dan model algoritma dari Rasio Band 2/4
4 Berbagai Persamaan Regresi dan model algoritma dari Rasio Band 3/4
5 Nilai koefisien determinasi, koefisien korelasi, RMSE dari algoritma
OC3V, Rasio Band 2/4, dan Rasio Band 3/4
6 RMSE dari estimasi klorofil-a hasil estimasi berbagai jenis citra satelit

6
7
11
12
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian dan stasiun pengambilan sampel klorofil-a in-situ di
Pulau Pari
2 Sebaran horizontal konsentrasi klorofil-a hasil pengukuran in-situ di
perairan Pulau Pari
3 Grafik korelasi antara konsentrasi klorofil-a in-situ dengan rasio band 2/4
menggunakan model regresi eksponensial, liner, polynomial orde 3,
logaritmik, dan power
4 Grafik korelasi antara konsentrasi klorofil-a in-situ dengan rasio band 3/4
menggunakan model regresi eksponensial, liner, polynomial orde 3,
logaritmik, dan power

2
9
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Selisih konsentrasi klorofil-a hasil estimasi algoritma OC3V, Rasio Band
2/4, Rasio Band 3/4 dengan konsentrasi klorofil-a in-situ
2 Kondisi fisik dan kimia perairan Pulau Pari
3 Spesifikasi kanal pada sensor satelit VIIRS Suomi-NPP
4 Nilai remote sensing reflectance pada setiap kanal dan rasio band
5 Perhitungan koefisien korelasi dan determinasi
6 Data klorofil-a in-situ dan citra satelit yang digunakan untuk analisis
regresi
7 Perhitungan root mean square error (RMSE)

20
21
22
23
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fitoplankton adalah organisme renik yang dapat berfotosintesis dan berperan
sebagai penghasil O2. Organisme ini merupakan salah satu sumber makanan di
lautan dan menjadi dasar dari struktur trofik rantai makanan. Fitoplankton memiliki
kemampuan membentuk zat organik dari zat anorganik, sehingga fitoplankton
disebut juga sebagai produsen primer (Nontji 2002). Selain itu, keberadaan
fitoplankton juga dapat dikaitkan dengan produktivitas primer lautan. Klorofil yang
dikandung oleh fitoplankton terdiri dari tiga jenis, yakni klorofil-a, klorofil-b, dan
klorofil-c. Diantara ketiga jenis klorofil tersebut, klorofil-a merupakan klorofil yang
paling banyak dikandung oleh fitoplankton yang hidup di lautan (Jeffrey 1980).
Oleh karena itu, klorofil-a dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan
produktifitas primer suatu perairan. Pengukuran kandungan klorofil-a di lautan
secara in-situ sulit dilakukan karena memiliki banyak kendala, diantaranya adalah
luasnya cakupan wilayah pengambilan sampel dan lamanya waktu pengambilan
sampel. Sebaliknya, pengukuran kandungan klorofil-a secara remote sensing lebih
efisien karena bersifat near real time serta sinoptik, yaitu dapat merekam kondisi
laut pada wilayah dengan cakupan luas secara bersamaan.
Klorofil-a memiliki karakteristik spektral yang spesifik yakni mengabsorbsi
sinar biru (400-515 nm) dan merefleksikan sinar hijau (515-600 nm) yang dapat
mempengaruhi warna air laut (Kirk 1994). Oleh karena itu, estimasi kandungan
klorofil-a di permukaan laut dapat dilakukan secara remote sensing dengan
memanfaatkan karakteristik spectral yang dimiliki klorofil-a (Eleveld et al. 2007).
Sejarah pengukuran konsentrasi klorofil-a di lautan telah berlangsung sekitar
tiga dekade, dimulai pada tahun 1978 dengan diluncurkannya Coastal Zone Color
Scanner (CZCS) menggunakan satelit Nimbus-7 yang menjadi awal observasi
global warna lautan. Selanjutnya, National Space Development Agency of Japan
(NASDA) meluncurkan Ocean Color and Temperature Scanner (OCTS)
menggunakan satelit ADEOS pada tanggal 17 Agustus 1996 (Kawamura 1998).
Tak lama setelah terhentinya program OCTS, National Aeronautics and Space
Administration (NASA) dan Orbital Science Corporation (OSC) meluncurkan Seaviewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) menggunakan satelit SeaStar pada
bulan Agustus 1997. Pada tahun 1999, NASA meluncurkan Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer (MODIS) sebagai awal dari program Earth Observing
System (Srokosz 2000). Pada tanggal 28 Oktober 2011 telah diluncurkan satelit
baru, yakni Suomi National Polar-orbiting Partnership (S-NPP) oleh NASA.
Satelit ini direncanakan untuk melanjutkan pengukuran data mengenai fisika
kebumian seperti data atmosfer, laut, dan tanah yang sebelumnya dilakukan oleh
satelit-satelit EOS-NASA sekarang yakni MODIS Terra, MODIS Aqua, dan Aura.
(Xiong et al. 2012). Satelit S-NPP dilengkapi dengan sensor Visible Infrared
Imaging Radiometers Suite (VIIRS) dan memiliki 16 kanal dengan bandwith yang
berbeda-beda (Turpie et al. 2013).
Penelitian konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia menggunakan satelit
VIIRS S-NPP masih sangat sedikit. Karena itu penelitian estimasi klorofil-a
diperlukan untuk mengkaji keakuratan satelit VIIRS S-NPP.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menduga kandungan klorofil-a di perairan
Pulau Pari menggunakan citra satelit VIIRS S-NPP, menguji keakuratan citra satelit
VIIRS S-NPP dalam mengestimasi kandungan klorofil-a, serta menentukan
algoritma yang sesuai untuk perairan Pulau Pari.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari dengan tingkat akurasi yang baik.
Informasi mengenai konsentrasi klorofil-a di lautan diperlukan untuk
mengembangkan sumberdaya perikanan dan kelautan di Indonesia.

METODE
Waktu dan Wilayah Penelitian
Pengambilan data klorofil-a in-situ dilakukan pada tanggal 6 dan 7 September
2013 di perairan Pulau Pari dengan koordinat 1060 33’ 00” BT hingga 106o 42’ 00’’
BT dan 5o 48’ 00’’ LS sampai 6o 06’ 00’’ LS. Pengolahan data citra dilakukan di
Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Analisis konsentrasi klorofil-a dilakukan di Laboratorium
Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi lokasi penelitian tertera
pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian dan stasiun pengambilan sampel klorofil-a in-situ di
Pulau Pari

3

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini dibagi dua, yakni alat untuk analisis
sampel air dan alat untuk pemrosesan data citra satelit VIIRS S-NPP. Alat yang
digunakan untuk analisis sampel air laut terdiri dari: Botol PE 1 liter, membran filter
cellulose nitrate 0.45 µm, vacuum pump, alumunium voil, thermometer,
refraktometer, cool box, pH meter, spektrofotometer, corong bucher, dan GPS map
585 GARMIN. Alat yang digunakan untuk pemrosesan data citra satelit S-NPP
terdiri dari: komputer dengan spesifikasi RAM 4 GB dan prosesor Intel core i5,
perangkat lunak SeaWiFS Data Analysis System (SeaDAS) 7.02 untuk windows,
Arc GIS 10.0, Microsoft Excell.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah data citra satelit VIIRS S-NPP level 2 harian
pada tanggal 1 dan 5 September 2013. Terdapat perbedaan selang waktu antara data
citra satelit yang digunakan dengan waktu pengukuran konsentrasi klorofil-a insitu. Perbedaan ini disebabkan citra satelit selama bulan September 2013, selain
tanggal 1 dan 5, tertutup awan sehingga tidak dapat digunakan. Oleh karena itu,
citra satelit pada tanggal dilakukannya pengukuran in-situ yakni tanggal 6 dan 7
September tidak dapat digunakan karena tertutup awan. Bahan yang digunakan
untuk analisis sampel air adalah air laut (1-2 liter) sebanyak 33 sampel, aquades,
aseton 90%, dan es balok.

Perolehan Data Citra Satelit
Data citra VIIRS S-NPP Level 2 diunduh dari situs ocean color NASA
(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov). Citra yang akan diunduh diseleksi dan dipilih
citra yang memiliki tutupan awan minimal. Data level 2 dari satelit VIIRS S-NPP
memiliki resolusi spasial sebesar 750 m. Data yang didapat tersedia dalam bentuk
*.rar dan bila diekstrak terdapat file data level 2 VIIRS S-NPP dengan format data
HDF-5 (*.h5).

Pengambilan Sampel In-situ
Sampel in-situ didapat dengan mengambil langsung sampel air laut pada
lokasi atau titik stasiun yang direncanakan (Gambar 1). Sampel air diambil pada
kedalaman di dekat permukaan, yakni kurang dari 0.5 meter dari permukaan.
Pengambilan sampel air menggunakan alat water sampler yang kemudian disimpan
pada Botol Sampel PE. Botol sampel PE yang berisi air sampel kemudian dilapisi
dengan plastik hitam dan disimpan dalam cool box berisi es balok. Jumlah sampel
klorofil-a in-situ yang didapatkan sejumlah 33 sampel dengan ulangan sebanyak 1
kali.

4

Pengukuran Konsentrasi Klorofil-a In-situ di Laboratorium
Analisis sampel klorofil-a in-situ di laboratorium terdapat dua tahapan yang
penting, yakni ekstraksi pigmen dan juga penentuan kandungan klorofil-a dengan
spektrofotometer (APHA 2005). Pada ekstraksi pigmen, konsentrasi klorofil-a dari
sampel diambil melalui penyaringan menggunakan membran filter cellulose nitrat
0.45 µm. Setelah terkumpul, sampel dihancurkan menggunakan tissue grinder dan
diberi larutan aseton 90% untuk melarutkan pigmen klorofil-a. Kemudian letakkan
pigmen yang telah diekstrak pada kuvet dan tambahkan 0.1 mL 0.1 N HCL. Pada
pengukuran pertama hitung nilai optical density dari sampel ekstrak pigmen dengan
panjang gelombang 750 dan 664 nm, setelah itu tambahkan asam 0.1 mL 0.1 N
HCL pada sampel dan ukur optical density pada panjang gelombang 750 dan 665
nm. Sebelum konsentrasi klorofil-a dihitung, nilai optical density pada panjang
gelombang 664 nm pada sampel sebelum dan 665 nm sesudah pengasaman
dikurangi dengan nilai optical density pada panjang gelombang 750 nm.
Pengurangan tersebut berguna untuk mengoreksi pengaruh kekeruhan, turbidity.
Pengukuran sampel pada panjang gelombang 664 nm berguna untuk melihat optical
density dari klorofil-a, sedangkan pengukuran pada panjang gelombang 665 nm
berguna untuk melihat optical density dari klorofil-a yang terdegredasi menjadi
pheophytin-a. Pengukuran panjang gelombang 750 nm digunakan untuk
mengetahui nilai optical density dari kekeruhan atau turbiditas dari sampel. Berikut
formulasi perhitungan konsentrasi klorofil-a dengan pheophytin-a menggunakan
spektrofotometer. Nilai 2.67 merupakan koefisien koreksi absorban dan setara
dengan A x K (APHA 2005). Nilai A adalah koefisien absorbansi klorofil pada
panjang gelombang 664 nm yakni sebesar 11.2 dan K adalah rasio yang
menunjukkan koreksi dari pengasaman.
Chl-a =

2.67(664b-665a) x V1

Phy-a =

K=

V2 x L

………………………............………….……………(1)

2.67[1.7(665a)-664b] x V1
V2 x L

……………..…………....….…………………. (2)

664b
klorofil a murni
665a
……..………..……....……....
664b
664b
pheophytin-a murni
Klorofil a murni665a
665a

Keterangan:
Chl-a = konsentrasi klorofil-a (mg/m3)
Phy-a = konsentrasi pheophytin-a
V1
= volume ekstrak (L)
V2
= volume sampel (m3)
L
= panjang gelombang cahaya atau lebar kuvet (cm)
664b = optical densities dari 90% ekstrak aseton sebelum pengasaman
664a = optical densities dari 90% ekstrak aseton setelah pengasaman

(3)

5

Pengolahan Data Citra Klorofil-a
Data citra yang digunakan adalah data citra level 2 dari satelit VIIRS S-NPP
sehingga data yang digunakan telah terkoreksi secara geometrik dan radiometrik.
Data level 2 dari citra VIIRS S-NPP memiliki informasi klorofil-a, lintang, dan
bujur. Pengolahan citra satelit menggunakan program SeaDAS 7.02 untuk
membuka data dan mengekstrak data citra dari cakupan wilayah penelitian.
Pengekstrakan data citra dilakukan dengan memasukkan koordinat cakupan
pengambilan sampel pada program SeaDAS 7.02 serta memilih variabel yang ingin
digunakan. Setelah itu, data citra satelit diekstrak dalam format *.CSV dan dibuka
kembali dengan program Microsoft Excel. Data harian yang didapat diolah kembali
pada Microsoft Excel untuk dibuat data rataan satu minggu.

Algoritma OC3V, Rasio Band 2/4, dan Rasio Band 3/4
Pengukuran kandungan klorofil-a dari citra satelit VIIRS S-NPP
menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Carder dan telah dimodifikasi
khusus untuk keperluan satelit VIIRS S-NPP. Algoritma yang digunakan saat ini
adalah Ocean Color 3-band ratio for VIIRS (OC3V) yang menjadi algoritma primer
dalam penghitungan kandungan klorofil-a pada data citra satelit S-NPP level 2
(Baker 2011). Oleh karena itu, seluruh konsentrasi klorofil-a dari data level 2 citra
satelit S-NPP yang diolah menggunakan program SeaDAS 7.02 untuk windows
berasal dari algoritma ini. Berikut bentuk algoritma OC3V:
Log (C) = αo+α1x+α2x2+α3x3+α4x4 …………...…………………………….……(4)
x = log

max (Rrs(445), Rrs(488)
Rrs (555)

……….…………………………..………………...(5)

Dimana αo = 0.283, α1= -2.753, α2= 1.457, α3= 0.659, α4= -1.403. Variabel C
merupakan konsentrasi klorofil-a (mg/m3), Rrs adalah remote-sensing reflectance.
Nilai x merupakan basis logaritma dari rasio maksimal remote sensing reflectance,
dimana nilai terbesar dari rasio band Rrs 445/ Rrs 555 atau Rrs 488/ Rrs 555 yang
digunakan (Matsuoka et al. 2007).
Algoritma rasio band 2/4 dan rasio band 3/4 merupakan algoritma yang
dikembangkan secara empirical modelling menggunakan metode regresi dan
interpolasi dari nilai remote sensing reflectance satelit VIIRS S-NPP pada kanal 2,
3, dan 4 dengan konsentrasi klorofil-a in-situ. Algoritma ini tidak perlu
melogaritmakan nilai remote sensing reflectance pada masing-masing rasio band
karena didasarkan pada model regresi (Han dan Jordan 2005). Rasio band 2/4
didasarkan pada puncak absorbansi klorofil-a pada panjang gelombang 440 nm,
dimana band 2 memiliki panjang gelombang 443 nm. Rasio band 3/4 didasarkan
pada rasio blue to green yang biasanya menggunakan rasio R(490)/R(560) (Morel
et al. 2006), namun rasio band 3/4 ini menggunakan rasio R(486)/R(551), dimana
band 3 dengan panjang gelombang 486 nm dan band 4 dengan panjang gelombang
551 nm. Model regresi dari algoritma rasio band 2/4 dan 3/4 tertera pada Tabel 4
dan Tabel 5

6

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan data pengukuran in-situ
dengan hasil estimasi citra satelit. Analisis Root Mean Square Error (RMSE)
dilakukan untuk mengetahui akurasi dari pengukuran klorofil-a yang menggunakan
estimasi citra satelit. Perhitungan RMSE sebagai berikut:
RMSE =

2
∑N
i=1 (Zi-Zj)

n(n-1)

………………………………….………………………(6)

Keterangan:
Zi = data hasil estimasi citra
Zj = data in-situ
n = jumlah data
Indikator uji kesesuaian RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang
didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil
observasi. Analisis ini mengukur perbedaan antara nilai yang diestimasi oleh model
dengan nilai aktual hasil observasi. RMSE menyajikan satu prediksi kesalahan atau
eror yang didapatkan dari berbagai kumpulan besaran kesalahan pada pengukuran
menggunakan model (Walpole 2012).
Analisis regresi dilakukan untuk memodelkan hubungan antara satu variable
respon y dengan satu atau lebih variable predictor x (Walpole 2012). Analisis ini
menghasilkan model regresi serta koefisien determinasi dan korelasi yang
digunakan sebagai model algoritma. Model regresi yang digunakan adalah model
regresi eksponensial, polynomial orde 3, linear, logaritmik, dan power. Model
regresi ini nantinya digunakan sebagai model algoritma untuk mengestimasi
konsentrasi klorofil-a. Persamaan model algoritma regresi tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Berbagai macam bentuk persamaan model algoritma
Persamaan
Model Algoritma
Eksponensial
C = α 0 eb1 x
Linear
C = α 0 + b1 x
Logaritmik
C = α0 + α1 ln x
Power
C = α0 xα1
Polynomial orde 3 C = α 0 + α 1 x + α 2 x2 + α 3 x3
Keterangan:
C
α 0, 1, 2..,n

= konsentrasi klorofil-a (mg/m3)
= konstanta ke 0,1,2,..n

Nilai x pada model algoritma didapatkan dari persamaan:
x=

(Rrs(445)
Rrs (555)

atau

(Rrs(488)
Rrs (555)

………………..……..……………………(7)

7
Nilai x merupakan hasil rasio dari nilai remote sensing reflectance pada
rasio band Rrs 445 / Rrs 555 untuk algoritma rasio band 2/4, sedangkan untuk
algoritma rasio band 3/4 nilai x merupakan hasil logaritma dari nilai remote sensing
reflectance pada rasio band Rrs 488 / Rrs 555.
Persamaan algoritma yang didapatkan dari model regresi (Tabel 1) akan
diseleksi kembali dengan memandingkan nilai-nilai koefisien korelasi dan
determinasi dari setiap persamaan algoritma tersebut. Koefisien korelasi dari model
algoritma hasil regresi didapatkan dengan persamaan berikut ini:

=















………………………………(8)

Keterangan:
r
= koefisien korelasi
xi
= data observasi pada periode ke-i dengan i = 1, 2, 3, …, n
yi
= hasil dugaan pada periode ke-i dengan i = 1, 2, 3, …, n
n
= jumlah data x dan y
Nilai koefisiean korelasi (r) memiliki variasi dari 0 hingga +1 atau -1. Bila
nilai r mendekati +1, hubungan antarvariabel kuat dan membentuk suatu kurva
positif. Nilai r mendekati –1 juga menunjukkan hubungan antarvariabel yang kuat
namun membentuk kurva negatif. Jika nilai r mendekati nol maka hubungan antar
variabel lemah (Walpole 2012). Koefisien korelasi hanya menyatakan keeratan
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Oleh karena itu, untuk
mengetahui besar pengaruh variabel independen terhadap variable dependen
diperlukan koefisien determinasi. Berikut perhitungannya:
R2 = r2 x 100% …………………………………...………………………………(9)
Keterangan:
R2
= koefisien determinasi
r
= koefisien korelasi
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan persentasi pengaruh dari variabel
bebas x terhadap variabel terikat y. Nilai koefisien determinasi bervariasi dari 0
hingga 1 dengan nilai terbaik mendekati 1 (Walpole 2012). Nilai koefisien
determinasi yang semakin mendekati angka 1 menunjukkan semakin besarnya
pengaruh variable bebas terhadap variable terikat.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Klorofil-a di perairan Pulau Pari
Pengukuran konsentrasi klorofil-a menggunakan sensor satelit dan
pengukuran secara in-situ memberikan hasil yang berbeda. Konsentrasi klorofil-a
dari berbagai jenis pengukuran dan konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) in-situ
di perairan Pulau Pari tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Konsentrasi klorofil-a dari berbagai pengukuran dan konsentrasi TSS insitu di perairan Pulau Pari
Stasiun
ST.1
ST.2
ST.3
ST.4
ST.5
ST.6
ST.7
ST.8
ST.9
ST.10
ST.11
ST.12
ST.13
ST.14
ST.15
ST.16
ST.17
ST.18
ST.19
ST.20
ST.21
ST.22
ST.23
ST.24
ST.25
ST.26
ST.27
ST.28
ST.29
ST.30
ST.31
ST.32
ST.33

Koordinat
Bujur

Lintang

106o 35’ 09.60’’
106o 35’ 50.82’’
106o 36’ 54.60’’
106o 37’ 16.08’’
106o 37’ 05.52’’
106o 35’ 42.00’’
106o 34’ 19.20’’
106o 34’ 30.00’’
106o 35’ 13.20’’
106o 36’ 10.80’’
106o 37’ 01.20’’
106o 37’ 58.80’’
106o 38’ 27.60’’
106o 37’ 26.40’’
106o 37’ 08.28’’
106o 36’ 05.46’’
106o 35’ 0.42’’
106o 33’ 58.56’’
106o 34’ 07.56’’
106o 34’ 45.90’’
106o 35’ 34.20’’
106o 36’ 28.50’’
106o 37’ 25.20’’
106o 38’ 10.68’’
106o 38’ 20.58’’
106o 38’ 32.70’’
106o 38’ 15.72’’
106o 37’ 59.46’’
106o 37’ 31.56’’
106o 37’ 23.52’’
106o 36’ 43.80’’
106o 36’ 21.06’’
106o 35’ 18.78’’

- 6o 0.0’ 42.60’’
- 5o 58’ 11.40’’
- 5o 53 ’35.40’’
- 5o 51’ 48.00’’
- 5o 51’ 59,40’’
- 5o 05’ 14.40’’
- 5o 05’ 10.80’’
- 5o 0.0’ 30.06’’
- 5o 05’ 03.60’’
- 5o 0.0’ 30.00’’
- 5o 05’ 03.60’’
- 5o 05’ 04.80’’
- 5o 05’ 07.80’’
- 5o 05’ 10.80’’
- 5o 52’ 01.80’’
- 5o 52’ 43.80’’
- 5o 52’ 36.60’’
- 5o 51’ 52.80’’
- 5o 51’ 02.40’’
- 5o 50’ 37.20’’
- 5o 50’ 12.00’’
- 5o 05’ 0.60’’
- 5o 50’ 18.00’’
- 5o 50’ 39.00’’
- 5o 51’ 04.80’’
- 5o 51’ 31.20’’
- 5o 51’ 56.40’’
- 5o 52’ 17.40’’
- 5o 52’ 24.00’’
- 5o 52’ 01.80’’
- 5o 54’ 33.60’’
- 5o 56’ 36.00’’
- 5o 59’ 30.60’’

Konsetrasi klorofil-a (mg/m3)
InRasio Rasio
OC3V
situ
2/4
3/4
2.112 3.675 2.033 2.244
1.876 2.366 1.741 1.536
0.220 0.475 0.099 0.111
0.158 0.381 0.123 0.138
0.165 0.796 0.186 0.184
0.192 0.432 0.155 0.132
0.220 0.425 0.155 0.136
0.169 0.431 0.135 0.133
0.113 0.407 0.149 0.141
0.056 0.419 0.151 0.138
0.008 0.382 0.156 0.143
0.056 0.511 0.060 0.097
0.055 2.002 1.341 1.275
0.229 0.381 0.123 0.138
0.056 0.796 0.186 0.184
0.064 0.380 0.161 0.143
0.119 0.371 0.148 0.140
0.162 0.415 0.160 0.140
0.274 0.403 0.152 0.142
0.067 0.410 0.152 0.141
0.105 0.411 0.150 0.140
0.110 0.403 0.159 0.143
0.165 0.395 0.158 0.144
0.119 0.381 0.142 0.143
0.169 0.511 0.060 0.097
0.108 0.524 0.087 0.094
0.110 0.615 0.042 0.091
0.158 0.377 0.142 0.142
0.110 0.860 0.167 0.235
0.111 0.381 0.123 0.138
2.353 0.739 0.183 0.144
3.711 2.306 1.991 1.495
2.205 3.770 2.502 2.286

TSS
(mg/m3)
17000
16000
17000
17000
12000
16000
21000
18000
28000
17000
15000
24000
17000
23000
21000
17000
10000
26000
20000
17000
21000
19000
16000
13000
22000
25000
21000
20000
13000
16000
19000
15000
16000

9
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a hasil estimasi sensor
satelit cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi klorofil-a in-situ.
Stasiun 1, 2, 31, 32, dan 33 memiliki konsentrasi klorofil-a in-situ yang sangat
tinggi dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya, hal ini disebabkan lokasi
stasiun tersebut berada di sekitar perairan Teluk Jakarta dan berdekatan dengan
daratan. Tingginya konsentrasi klorofil-a in-situ pada stasiun tersebut dapat
disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien di Teluk Jakarta dan besarnya
masukan limbah ke perairan Teluk Jakarta (Sachoemar 2008). Sebaliknya,
konsentrasi klorofil-a in-situ pada stasiun lainnya jauh lebih kecil dibandingkan
kelima stasiun tersebut, konsentrasi terendah terdapat pada stasiun 10, 11, dan 20.
Kecilnya konsentrasi klorofil-a ini dapat disebabkan oleh letak stasiun yang jauh
dari daratan, sehingga kandungan nutrien di perairan tidak banyak. Menurut
Sukoraharjo (2012) konsentrasi klorofil-a pada umumnya tinggi di daerah sekitar
pantai karena adanya suplai nutrien yang tinggi dari daratan dan rendah di perairan
lepas pantai. Konsentrasi TSS in-situ yang terdapat di perairan lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi klorofil-a in-situ pada setiap stasiunnya.
Konsentrasi TSS di perairan Pulau Pari bervariasi dari 10000 mg/m3 hingga 28000
mg/m3. Tingginya konsentrasi TSS menunjukkan bahwa klorofil-a bukanlah faktor
yang dominan dalam mempengaruhi sifat optik pada perairan tersebut. Sebaran
spasial konsentrasi klorofil-a in-situ di perairan Pulau Pari dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2 Sebaran horizontal konsentrasi klorofil-a hasil pengukuran in-situ di
perairan Pulau Pari
Berdasarkan Gambar 2 di atas, konsentrasi klorofil-a secara in-situ di perairan
Pulau Pari berkisar antara 0.007 mg/m3 hingga 0.462 mg/m3. Klorofil-a di dekat
daratan Pulau Pari memiliki konsentrasi yang cukup tinggi dan cenderung menurun
ke arah lepas pantai, meski pada beberapa stasiun menunjukkan hal yang berbeda.

10
Perubahan konsentrasi klorofil-a in-situ tersebut ditunjukkan dengan gradasi
perubahan warna dari warna kuning hingga jingga.
Terdapat perbedaan waktu antara Pengambilan data citra satelit VIIRS S-NPP
dengan pengambilan data konsentrasi klorofil-a in-situ. Pengaruh perbedaan waktu
tersebut terhadap estimasi konsentrasi klorfil-a dapat diabaikan karena berada pada
rentang waktu yang berdekatan dan berada pada musim yang sama sehingga variasi
konsentrasi klorofil-a tidak terlalu besar (Putra 2012).
Beberapa stasiun yang memiliki konsentrasi klorofil-a hasil estimasi sensor
satelit yang sama meski memiliki konsentrasi klorofil-a in-situ yang berbeda. Hal
ini disebabkan beberapa titik stasiun tersebut berada pada satu liputan pixel citra
satelit yang sama. Citra satelit VIIIRS S-NPP memiliki resolusi spasial sebesar 750
m, sehingga stasiun-stasiun yang memiliki jarak berdekatan dapat tercakup dalam
satu pixel. Sebagai contoh, stasiun 4 dan stasiun 14 memiliki konsentrasi klorofil-a
hasil estimasi sensor satelit yang sama meski memiliki konsentrasi klorofil-a in-situ
yang berbeda.
Pengukuran menggunakan algoritma OC3V memberikan hasil estimasi
konsentrasi klorofil-a yang paling tinggi bila dibandingkan dengan algoritma
lainnya, yakni rasio band 2/4 dan 3/4. Selain itu, konsentrasi klorofil-a hasil
pengukuran menggunakan algoritma OC3V memiliki selisih yang paling besar
dengan konsentrasi klorofil-a in-situ bila dibandingkan dengan algoritma lainnya
(Lampiran 1). Selisih ini dapat disebabkan oleh kondisi fisik dan kimia perarairan
Pulau Pari, yakni materi tersuspensi. Kondisi fisik dan kimia perairan Pulau Pari
tertera pada Lampiran 2.
Menurut Robinson (2004) perairan terbagi menjadi dua jenis, yakni perairan
kasus 1 dan perairan kasus 2. Perairan kasus 1 adalah perairan dimana fitoplankton
menjadi komponen utama yang mempengaruhi sifat optik air laut dan berada di
daerah lepas pantai. Sedangkan perairan kasus 2 merupakan daerah yang
didominasi oleh material tersuspensi dan material organik (yellow substance),
biasanya berada di daerah pesisir. Perairan Pulau Pari memiliki kandungan TSS
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsentrasi klorofil-a yang ada di
perairan. Tabel 2 menunjukkan konsentrasi TSS pada setiap stasiun jauh melebihi
konsentrasi klorofil-a. Tingginya konsentrasi TSS menyebabkan sifat optik
perairan didominasi oleh TSS. Oleh karena itu, klorofil-a bukanlah faktor utama
yang mempengaruhi sifat optik perairan sehingga perairan Pulau Pari termasuk
dalam kategori perairan kasus 2.
Tingginya konsentrasi TSS menyebabkan kekeruhan pada perairan Pulau Pari
serta mempengaruhi reflektansi spectral dari perairan. Keberadaan TSS yang
dominan menjadi kendala dalam mengukur kandungan klorofil-a pada perairan
Pulau Pari karena nilai reflektansi yang terekam pada sensor VIIRS tidak murni dari
klorofil-a semata. Peningkatan konsentrasi TSS pada suatu perairan akan
memberikan pantulan spektral yang semakin besar pada panjang gelombang sinar
tampak 400 -700 nm (Robinson 2004). Nilai reflektansi spektral yang diterima oleh
sensor satelit merupakan kombinasi dari reflektansi TSS dan klorofil-a. Kombinasi
ini mengakibatkan nilai reflektansi spektral yang diterima sensor satelit menjadi
lebih tinggi sehingga hasil estimasi konsentrasi klorofil-a juga menjadi lebih tinggi
dibandingkan hasil pengukuran klorofil-a secara in-situ.
Algoritma OC3V merupakan algoritma standar yang terdapat pada program
SeaDAS 7.02 dan digunakan untuk mengukur konsentrasi klorofil-a dari citra satelit

11
VIIRS S-NPP secara global. Oleh karena itu, algoritma OC3V digunakan untuk
mengukur konsentrasi klorofil-a pada perairan kasus 1 (Baker 2011). Pengukuran
konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC3V di perairan Pulau Pari tidak
sesuai dengan kondisi perairan yang merupakan perairan kasus 2. Hal ini berakibat
pada konsentrasi klorofil-a yang diukur oleh sensor satelit memiliki nilai yang lebih
tinggi dari konsentrasi klorofil-a in-situ.
Algoritma rasio band 2/4 dan rasio band 3/4 merupakan algoritma yang
dikembangkan untuk mengukur konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari.
Pengukuran klorofil-a dengan sensor satelit menggunakan kedua algoritma tersebut
memberikan hasil yang lebih baik dan mendekati konsentrasi klorofil-a in-situ bila
dibandingkan dengan pengukuran menggunakan algoritma OC3V (Tabel 2).
Algoritma rasio band 2/4 dan 3/4 didapatkan melalui pendekatan empirical
modelling sehingga persamaan algoritmanya berasal dari model regresi yang dipilih
berdasarkan nilai koefisien korelasi dan juga determinasinya. Kedua algoritma baru
tersebut, rasio band 2/4 dan rasio band 3/4, dibuat dengan meminimalkan pengaruh
dari TSS yang ada di perairan Pulau Pari.

Hubungan Reflektansi Spektral dengan Konsentrasi Klorofil-a
Identifikasi obyek pada citra penginderaan jauh didasari pada pola pantulan
spektral obyek pada band-band citra sebagai hasil interaksi gelombang
elektromagnetik dengan obyek dipermukaan bumi. Nilai Reflektansi spektral ini
dapat digunakan sebagai penciri warna kolom air laut karena setiap kandungan
materi yang berbeda dalam kolom air laut akan menghamburkan warna yang
berbeda (Nababan et al. 2013).
Perubahan nilai spectral yang terekam oleh sensor satelit dipengaruhi oleh
kondisi fisik dan kimia perairan (Lampiran 2). Keberadaan TSS di perairan
meningkatkan nilai reflektansi spektral gelombang elektromagnetik pada area sinar
tampak (Karabulut dan Ceylan 2005). Hal ini menyebabkan pengukuran klorofil-a
dengan sensor satelit pada daerah yang tinggi kandungan TSS, perairan kasus 2,
memberikan hasil yang kurang baik. Pengukuran konsentrasi klorofil-a di perairan
Pulau Pari dapat dioptimalkan menggunakan rasio band dari sensor satelit VIIRS
S-NPP. Spesifikasi sensor satelit VIIRS S-NPP tertera pada Lampiran 3. Model
regresi dari rasio band 2/4 dan 3/4 dapat digunakan untuk menjadi algoritma dalam
menghitung konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari. Persamaan model regresi,
koefisien korelasi, dan koefisien determinasi antara rasio band dengan konsentrasi
klorofil-a in-situ terdapat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Berbagai persamaan regresi dan model algoritma dari rasio band 2/4
Regresi
Persamaan

r
2
3
Polynomial orde 3 C = 10.2 - 18.819x + 11.443x -2.2732x
0.982 0.991
Linear
C = 2.1876 - 1.1222x
0.621 0.788
Logaritmik
C = 1.0448 - 1.555ln(x)
0.755 0.869
Eksponensial
C = 2.1819e-1.608x
0.370 0.608
Power
C = 0.4304x-2.26
0.463 0.680
Keterangan:

C = konsentrasi klorofil-a in-situ
x = remote sensing reflectance rasio band 2/4

12
Tabel 4 Berbagai persamaan regresi dari rasio band 3/4
Regresi
Persamaan
Polynomial orde 3 C = 10.926- 18.049x + 9.9228x2 -1.7971x3
Linear
C = 2.5076-1.2229x
Logaritmik
C = 1.299-1.79ln(x)
Eksponensial
C = 3.952e-1.828x
Power
C = 0.6457x-2.667
Keterangan:

C = konsentrasi klorofil-a in-situ
x = remote sensing reflectance rasio band 3/4


0.973
0.689
0.800
0.447
0.516

r
0.987
0.830
0.894
0.669
0.718

Rasio band 2/4 dan 3/4 merupakan perbandingan nilai remote sensing
reflectance dari masing-masing band, yakni band 2, band 3, dan band 4. Nilai
remote sensing reflectance dari setiap rasio band tertera pada Lampiran 4. Analisis
regresi dilakukan dengan memodelkan hubungan konsentrasi klorofil-a in-situ
dengan nilai remote sensing reflectance hasil rasio band 2/4 dan 3/4. Berdasarkan
Tabel 3 di atas, rasio band 2/4 memiliki koefisien korelasi (r) dan koefisien
determinasi (R2) yang baik terhadap kandungan klorofil-a in-situ. Hal ini
menunjukkan adanya keterkaitan antara nilai remote sensing reflectance dari rasio
band 2/4 dengan konsentrasi klorofil-a. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa
besarnya konsentrasi klorofil-a berpengaruh nyata dan mampu mempengaruhi nilai
remote sensing reflectance yang terekam sensor. Koefisien determinasi antara
konsentrasi klorofil-a dengan rasio band 2/4 yang tertinggi terdapat pada persamaan
regresi polynomial orde 3 yakni sebesar 0.982. Koefisien korelasi (r) pada Tabel 3
menunjukkan besarnya hubungan antara dua variable, yakni rasio band 2/4 dan
konsentrasi klorofil-a. Koefisien korelasi terbesar dari rasio band 2/4 berasal dari
persamaan polynomial orde 3, yakni sebesar 0.991. Tabel 4 menunjukkan koefisien
determinasi dan juga koefisien korelasi antara rasio band 3/4 dengan konsentrasi
klorofil-a in-situ. Koefisien determinasi terbesar dari rasio band 3/4 didapatkan dari
persamaan polynomial orde 3, yakni sebesar 0.973. Koefisien korelasi tertinggi dari
rasio band 3/4 juga didapatkan dari persamaan polynomial orde 3, yakni sebesar
0.987. Kedua rasio band tersebut memiliki nilai koefisien korelasi dan juga
deerminasi yang sangat tinggi dengan konsentrasi klorofil-a in-situ. Perhitungan
koefisien korelasi dan determinasi terdapat pada Lampiran 5
Pola hubungan rasio reflektansi dengan konsentrasi klorofil-a dari rasio
band 2/4 disajikan pada Gambar 3 dan rasio band 3/4 disajikan pada Gambar 4.
Grafik pencar memperlihatkan penyebaran populasi yang acak, tidak mengikuti
garis, dan bersifat non linear. Jumlah data (n) yang digunakan menentukan model
dugaan dan tingkat akurasi karena banyaknya data merepresentasikan kondisi yang
sebenarnya (Walpole 2012). Jumlah data yang digunakan untuk regresi sebanyak
30 data konsentrasi klorofil-a in-situ yang dihubungkan dengan 30 pixel citra satelit
VIIRS S-NPP (Lampiran 6).

13

konsentrasi klorofil-a (mg/m^3)

3
2.5
ekponensial

2

linear

1.5

polynomial orde 3

1

logaritmik

0.5

power

0
-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

-1
-1.5

remote sensing reflectance (sv-1)

konsentrasi klorofil-a (mg/m^3)

.
Gambar 3 Grafik korelasi antara klorofil-a in-situ dengan rasio band 2/4
menggunakan model regresi eksponensial, linier, polynomial orde 3,
logaritmik, dan power.

3
2.5
2
1.5

linier

1

polynomial orde 3

0.5

logaritmik

0
-0.5 0

0.5

1

1.5

2

-1

2.5

power
eksponensial

-1.5

remote sensing reflectance (sv-1)

Gambar 4 Grafik korelasi antara klorofil-a in-situ dengan rasio band 3/4
menggunakan model regresi eksponensial, linier, polynomial orde 3,
logaritmik, dan power.
Reflektansi permukaan air laut (R λ) secara teknis diartikan sebagai rasio
antara upwelling irradiance Eu(λ,0) dengan downwelling irradiance Ed(λ,0) pada
panjang gelombang tertentu (λ) di permukaan laut, kedalaman 0 meter. Parameter
Eu(λ,0) mengandung informasi air laut beserta padatan terlarut maupun padatan
tersuspensi di dalamnya, sedangkan Ed(λ,0) merupakan total irradiance yang
datang mengenai permukaan laut. Dengan demikian, reflektansi spektral
merupakan hasil dari proses absorbsi dan juga backscattering dari air, fitoplankton,
carbon dissolved organic matter (CDOM), dan partikel non fitoplankton (Gomez
2014).

14
Perairan di sekitar Pulau Pari merupakan perairan kasus 2, sehingga
klorofil-a bukanlah faktor yang dominan dalam mempengaruhi nilai reflektansi
spectral. Keberadaan material organik dan anorganik lainnya seperti total padatan
tersuspensi, dan colored dissolved organic matter (CDOM) dapat mempengaruhi
nilai reflektansi spectral perairan. Peningkatan kandungan klorofil-a dan kekeruhan
pada perairan akan menyebabkan peningkatan pada nilai reflektansi spectral pada
spektrum sinar tampak dan near-infrared, sedangkan peningkatan CDOM akan
mengakibatkan rendahnya nilai reflektansi khususnya pada panjang gelombang
dibawah 500 nm (Menken et al. 2005). Keberadaan TSS dan CDOM yang tinggi
menjadi kendala dalam mengukur kandungan klorofil-a pada perairan Pulau Pari
karena mengakibatkan nilai reflektansi yang terekam pada sensor VIIRS tidak
murni dari Klorofil-a semata. Hal ini berakibat pada tidak akuratnya hasil
pengukuran konsentrasi klorofil-a oleh satelit S-NPP.
Klorofil-a memiliki karakteristik spektral yang berbeda dengan CDOM
maupun TSS. Klorofil-a pada fitoplankton memiliki puncak absorbansi pada
panjang gelombang 443 nm dan rendah pada panjang gelombang 412 nm.
Sebaliknya nilai absrobansi CDOM akan semakin meningkat seiring dengan
berkurangnya panjang gelombang, sehingga absorbansi CDOM pada panjang
gelombang 412 nm lebih tinggi dibandingkan pada panjang gelombang 443 nm
(Carder et al. 2003). Panjang gelombang 490 dan 560 nm bersifat sensitif terhadap
fitoplankton sehingga kedua panjang gelombang ini dapat membentuk rasio blue to
green, R(490)/R(560) (Morel et al. 2009). Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi
klorofil-a di perarian Pulau Pari dapat dioptimalkan dengan menggunakan rasio dari
band 2 (443 nm), band 3 (486 nm), dan band 4 (551 nm) pada sensor VIIRS.
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, persamaan polynomial orde 3 merupakan
persamaan yang memberikan koefisien determinasi dan juga korelasi yang terbaik
pada kedua rasio band, yakni band 2/4 dan band 3/4. Persamaan polynomial orde 3
ini dapat digunakan sebagai algoritma baru untuk menghitung konsentrasi klorofil
dengan memasukan nilai remote sensing reflectance hasil rasio band sebagai
variabelnya.

Akurasi Algoritma dalam Estimasi Konsentrasi Klorofil-a
Reflektansi gelombang elektromagnetik pada permukaan laut dengan
parameter biofisik perairan dapat diketahui hubungannya dengan menggunakan
algoritma berbasis model untuk melakukan estimasi. Terdapat dua jenis algoritma,
yang pertama adalah analytical modelling dan yang kedua adalah empirical
modelling. Dasar dari analytical modelling adalah menghitung semua paramaeter
yang terkait dengan water leaving radiance (LW(λ)) dari klorofil-a, seperti
downwelling irradiance (ED(λ)), koefisien absorbsi (a(λ)), backscattering (bb(λ)),
dan distribusi angular dari cahaya. Sedangkan empirical modelling menggunakan
metode regressi dan menggunakan teknik interpolasi dari beberapa serangkaian
training samples. Kebanyakan algorithma empiris dari ocean color untuk
menghitung konsentrasi klorofil-a menggunakan rasio dari band biru hijau dan
divalidasi dengan data in-situ dari beberapa stasiun (Camps-Valls et al. 2006).
Persamaan polynomial orde 3 dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat diterapkan
sebagai algoritma untuk menghitung konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari.

15
Akurasi dari estimasi klorofil-a menggunakan algoritma OC3V, rasio band 2/4, dan
rasio band 3/4 diketahui dengan menghitung nilai root mean square error (RMSE).
Koefisien korelasi, koefisien determinasi serta nilai RMSE dari estimasi
konsentrasi klorofil-a mengunakan algoritma OC3V, rasio band 2/4, dan rasio band
3/4 tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai koefisien determinasi, koefisien korelasi, RMSE dari algoritma
OC3V, Rasio Band 2/4, dan Rasio Band 3/4
Algoritma
R2
r
RMSE
0.9934
0.9934
Rasio Band 2/4
0.0171
0.9954
0.9954
Rasio Band 3/4
0.0177
0.5984
0.7736
OC3V
0.1277
Kandungan konsentrasi klorofil-a dari setiap algoritma tertera pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 5, nilai RMSE terbesar terdapat pada algoritma OC3V
sedangkan nilai terkecil berasal dari algoritma rasio band 2/4. Nilai RMSE dari
algoritma OC3V sebesar 0.1277 sedangkan nilai RMSE dari algoritma Rasio Band
2/4 sebesar 0.0171. Nilai RMSE menunjukkan besarnya error dari perhitungan atau
estimasi dari algoritma yang digunakan. Selain itu, RMSE menyatakan suatu
indicator kesalahan suatu pengukuran yang didasarkan observasi lapang (in-situ)
sehingga nilai RMSE menunjukkan kualitas dari suatu pengukuran. Oleh karena
itu, RMSE juga menunjukkan tingginya akurasi dari suatu pengukuran. Semakin
kecil nilai RMSE menunjukkan semakin baik akurasi dari pengukuran tersebut dan
error dari pengukuran juga semakin kecil. Perhitungan nilai RMSE terdapat pada
Lampiran 7.
Algoritma dari rasio band 2/4 dan juga 3/4 termasuk dalam algoritma empiris
karena menggunakan regresi dan juga beberapa training sample untuk
mendapatkan persamaan algoritmanya. Pengukuran menggunakan rasio band
memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan pengukuran algoritma OC3V
yang ditujukan untuk kasus perairan 1. Pada perairan kasus 1, algoritma yang
digunakan didasarkan pada hubungan empiris antara konsentrasi klorofil-a dengan
reflektansi spektral dari rasio gelombang biru-hijau. Algoritma tersebut tidak
menghitung kuatnya absorbsi panjang gelombang biru oleh non-covarying, padatan
terlarut, serta komponen non alga (Tzortziou et al. 2007). Oleh karena itu, algoritma
OC3V memberikan hasil pengukuran yang kurang baik bila digunakan menghitung
konsentrasi klorofil-a pada kasus perairan 2.
Mengacu pada Tabel 5, algoritma rasio band 2/4 memberikan hasil
pengukuran atau estimasi yang paling baik bila dibandingkan dengan algoritma
lainnya. Dengan begitu, persamaan polynomial orde 3 dari rasio band 2/4 pada
Tabel 3 dapat digunakan sebagai algoritma yang tepat untuk mengestimasi
konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari. Berikut bentuk persamaan polynomial
orde 3 yang dapat digunakan sebagai algoritma untuk menghitung konsentrasi
klorofil-a di periran Pulau Pari:
C = 10.2 - 18.819x + 11.443x2 -2.2732x3...........………………………………..(10)
x = (Rrs 444 / Rrs 551)………………………...………..……..…………………(11)

16
Variabel C merupakan konsentrasi klorofil-a, Rrs adalah remote-sensing
reflectance, dan x merupakan rasio dari nilai remote sensing reflectance band 2 dan
band 4.
Persamaan polynomial orde 3 tersebut merupakan algoritma yang dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi klorofil-a di perairan Pulau Pari.
Algoritma rasio band 2/4 dapat memberikan hasil estimasi yang lebih baik karena
telah disesuaikan dengan kondisi perairan Pulau Pari serta pengaruh dari pantulan
partikel terlarut yang ada di perairan tersebut telah diminimalkan. Hal ini terlihat
dari RMSE yang lebih kecil.
Satelit VIIRS S-NPP memiliki akurasi yang lebih baik dalam mengestimasi
konsentrasi klorofil-a dibandingkan dengan pengukuran menggunakan citra satelit
lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan membandingkan nilai RMSE dari citra
satelit VIIRS S-NPP dengan satelit lainnya. RMSE dari estimasi klorofil-a
menggunakan citra satelit selain VIIRS S-NPP tertera pada Tabel 6.
Tabel 6 RMSE hasil estimasi klorofil-a menggunakan berbagai jenis citra satelit
Jenis Citra
MODIS
SeaWiFS
ASTER
Landsat ETM+
MODIS

Lokasi Penelitian
Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan
Selat Madura
Selat Madura
Perairan Pulau Pari

RMSE
0.469
0.273
1.468
1.033
0.136

Referensi
Pan et al. (2010)
Pan et al. (2010)
Muhsoni (2009)
Muhsoni (2009)
Subaweh (2014)

Berdasarkan Tabel 6, nilai RMSE hasil estimasi klorofil-a menggunakan citra
satelit lain memiliki nilai yang besar. Hal ini menunjukkan lemahnya akurasi dari
satelit-satelit tersebut dalam mengestimasi konsentrasi klorofil-a di lautan. Nilai
RMSE dari estimasi klorofil-a menggunakan citra satelit VIIRS S-NPP dengan
Algoritma OC3V, rasio band 2/4, dan rasio band 3/4 yang tertera pada Tabel 5
mememiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil estimasi citra
satelit lainnya pada Tabel 6. Hal