Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Distribusi Spasial
Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae)
pada Tanaman Tebu” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Adhila Asri Yuliani
NIM A34100012

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DISTRIBUSI SPASIAL SERANGAN DAN BIOLOGI
Aulacaspis tegalensis Zehntner (HEMIPTERA: DIASPIDIDAE)
PADA TANAMAN TEBU

ADHILA ASRI YULIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

21

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner
(Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mahmud Thohir,
Ibunda Ika Hermawati, ketiga adik penulis Windia Afini Asri Ning Puri, Farhan
Ikhsanu Rizaldi, dan Adit Prasetyo Desma Rizaldi, serta keluarga besar penulis
yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Dr Ir Ali Nurmansyah, MSi dan Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi dan
bimbingan, Dra Dewi Sartiami MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
banyak memberikan motivasi dan bimbingan, Dr Efi Toding Tondok, SP
MScAgr selaku dosen penguji tamu atas saran dan masukan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ir Aditya Ridya, Saefudin, SP serta seluruh
karyawan Research and Development PT Gunung Madu Plantations yang selalu
membantu dan memberikan semangat dalam penelitian, serta seluruh civitas
akademik Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah membantu dan
memberikan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi peningkatan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pertanian di Indonesia dan menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2015
Adhila Asri Yuliani

4


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
3
Tempat dan Waktu

3
Alat dan Bahan
3
Metode Penelitian
3
Pengamatan Distribusi Spasial Populasi A. tegalensis
3
Persiapan Tanaman Inang
5
Perbanyakan A. tegalensis
5
Persiapan Kurungan Serangga
5
Pengamatan Nimfa A. tegalensis
5
Pemeliharaan Imago dan Pengamatan Jumlah Telur A. tegalensis
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu

7
Kepadatan Populasi A. tegalensis pada Berbagai Tingkat Kerentanan
Varietas Tebu
8
Masa Perkembangan dan Perilaku
9
Nimfa A. tegalensis
10
Imago A. tegalensis
12
Gejala Serangan A. tegalensis pada Tebu
13
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16

LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
27

6

21

DAFTAR TABEL

.1 Nilai index dispersi A. tegalensis pada tiga varietas tebu
.2 Kepadatan populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu
.3 Hasil pengamatan terhadap nimfa sampai dengan imago A. tegalensis
betina

7
8
10


DAFTAR GAMBAR

.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
9
10
11

Contoh lahan pengamatan A. tegalensis di PT GMP
Petak pengamatan populasi A. tegalensis di lapangan
Batang tebu untuk pemeliharaan A. tegalensis
Pemeliharaan nimfa A. tegalensis
Potongan batang tebu di dalam cawan petri
Tahapan perkembangan hidup A. tegalensis

Nimfa Instar I A. tegalensis
Nimfa instar II A. tegalensis
Imago betina dan jantan A. tegalensis
Reproduksi A. tegalensis
Gejala serangan A. tegalensis

3
4
5
6
6
.10
.11
.11
.12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN


.1 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer
varietas GMP 1
.2 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer
varietas GMP 3
.3 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer
varietas GMP 4
.4 Suhu dan kelembapan harian di Laboratorium Bionomi dan Ekologi
Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB
.5 Suhu dan Kelembapan harian di Laboratorium Entomologi PT GMP,
Lampung
.6 Stadium nimfa A. tegalensis pada tanaman tebu
.7 Pra oviposisi, oviposisi, dan lama hidup Imago A. tegalensis pada
tanaman tebu
.8 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh iamgo A. tegalensis pada
tanaman tebu

.19
.20
.21
.22

.23
.24
.25
.26

16

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat statistik. 2012. Produksi perkebunan besar menurut jenis
tanaman, Indonesia (ton), 1995-2010 [Internet]. [diunduh pada 2013 Nov
26].1Tersedia1pada:ahttp://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=
1&daftar=1&id_subyek=54¬ab=2.
Farid B. 2003. Perbanyakan tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro pada
berbagai kosentrasi IBA dan BAP. J Sains dan Teknologi. 3(3):103-109.
Ganeshan S. 2002. The Sugar Cane Scale Insect Aulacaspis tegalensis [Report on
a Mission to PT Gunung Madu Plantations Lampung Sumatra]. Mauritius:
Mauritius Sugar Industry Research Institute.
Leslie G. 2004. Pest of sugarcane. Di dalam: James G, editor. Sugarcane. Oxford
(GB): Blackwell Publishing. hlm 78-93.
Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd ed. Philadelphia (US): W.B
Sounders Ltd.
Parjono, Suryanto SJ, Subagyo A, Wardoyo S, Sunaryo, Suranto TA. 2002.
Pengendalian Kutuperisai Aulacaspis tegalensis di Gunung Madu
Plantations Tahun 2002/2003 [Publikasi Internal]. Team Kutuperisai
Departemen Plantations dan R&D PT Gunung Madu Plantations. Lampung
(ID): PT Gunung Madu Plantations.
Pedigo LP, Zeiss MR. 1996. Analyses in Insect Ecology and Management. 1st ed.
Iowa (US): Iowa State University Press.
Rao VP, Sankaran T. 1969. Pests of Sugarcane. Amsterdam (NL): Elsevier.
Saefudin. 2012. Pengaruh populasi kutu perisai terhadap penurunan kualitas tebu
varietas rentan [Publikasi Internal]. Lampung (ID): PT Gunung Madu
Plantations.
Samoedi D. 1993. Hama-Hama Penting Pertanaman Tebu di Indonesia. Pasuruan
(ID): P3GI.
Sunaryo, Hasibuan R. 2003. Perkembangan populasi kutu perisai Aulacaspis
tegalensis Zehntner (Homoptera: Diaspididae) dan pengaruh tingkat
serangannya terhadap penurunan hasil tebu di PT Gunung Madu Plantations
Lampung Tengah. JHPT Trop. 3(1):1-5.
Sunaryo, Widyatmoko K. 2002. Serangan kutu perisai dan dampaknya kepada
beberapa parameter produksi tanaman tebu di Gunung Madu. Prosiding
Pertemuan Teknis P3GI; 2002; Pasuruan. Pasuruan (ID): P3GI. hlm B91B96.
Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Williams JR. 1970. Studies on the biology, ecology, and economic importance of
the sugarcane scale insect, Aulacaspis tegalensis (Zhnt.) (Diaspididae), in
Mauritius, MSIRI, Reduit, Mauritius, Bull Ent Res.60(1):61-95.

17

LAMPIRAN

18

1
2
3
4
5

1
450
142
120
75
33

Lampiran 1 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 1
Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
42
13
12
57
105
93
22
54
75
730
216
530
1453
243
12
375
46
112
25
17
9
81
73
227
110
29
45
218
95
18
535
32
120
415
365
145
25
285
40
90
17
270
130
214
35

2

1
2
3
4
5

85
12
895
56
290

365
15
230
125
45

57
95
126
26
180

1765
230
12
70
56

650
48
2125
35
1560

326
320
130
56
930

25
120
85
35
2350

32
1630
60
65
125

113
250
21
1330
38

3

1
2
3
4
5

11
49
63
645
18

93
55
132
13
125

35
95
37
11
2430

856
78
436
21
28

8
22
112
30
11

95
18
325
9
28

64
130
19
45
6

575
21
16
7
143

360
26
92
22
24

Ulangan

Baris

1

Rata-rata

Ragam

92.3
385.9
73.6
201.8
113.9

16814.68
190790.99
4401.16
31487.73
11112.99

45
720
10
946
225

346.3
344.0
369.4
274.4
579.9

289434.01
248426.44
449919.16
216112.27
627501.66

75
38
55
13
1290

217.2
53.2
128.7
81.6
410.3

83334.18
1389.07
19721.79
39319.82
658248.68

19

20

Lampiran 2 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 3
Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4
3
2
2
9
0
3
2
0
1
0
1
0
3
0
11
1
1
1
0
0
2
3
1
0
2
2
4
3
0
6
9
45
3
4
1
1
6
7
3
2
2
14
0
6

Ulangan

Baris

1

1
2
3
4
5

1
0
6
2
0
4

2

1
2
3
4
5

6
1
19
0
9

2
0
7
5
0

0
5
1
3
3

1
2
49
7
1

3
29
2
0
0

5
16
1
18
22

9
0
4
3
3

4
0
6
1
2

2
28
5
2
3

3

1
2
3
4
5

3
6
0
6
3

4
0
1
0
0

56
11
7
9
7

4
3
2
0
5

11
1
3
5
5

3
5
3
45
37

37
13
12
22
1

19
32
2
5
20

9
0
4
21
15

Rata-rata

Ragam

2.5
2.4
1.3
7.5
4.5

7.17
12.49
1.12
181.17
16.50

0
1
0
0
0

3.2
8.2
9.4
3.9
4.3

8.18
137.73
223.38
29.88
45.79

2
13
0
2
0

14.8
8.4
3.4
11.5
9.3

325.73
94.27
13.38
199.83
137.57

1
2
3
4
5

1
0
3
4
0
3

Lampiran 3 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 4
Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang)
Rata-rata
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3
9
7
0
1
2
2
0
0
2.4
0
0
5
21
0
4
0
1
0
3.4
0
1
5
0
1
1
4
3
0
1.9
9
7
9
0
3
6
0
12
6
5.2
0
1
1
0
0
2
0
0
54
6.1

2

1
2
3
4
5

1
0
2
0
3

1
1
0
10
0

0
0
0
6
0

6
1
2
0
2

0
0
0
0
16

3
3
2
3
0

5
0
0
2
0

0
5
0
2
1

0
0
2
1
1

0
0
5
1
2

1.6
1.0
1.3
2.5
2.5

5.16
2.89
2.68
10.28
23.61

3

1
2
3
4
5

2
1
2
0
2

0
0
0
0
13

0
0
1
0
0

1
2
0
1
2

5
0
2
0
0

3
3
0
0
0

1
3
1
2
2

0
0
0
2
0

0
0
0
0
0

1
0
11
1
2

1.3
0.9
1.7
0.6
2.1

2.68
1.66
11.34
0.71
15.66

Ulangan

Baris

1

Ragam
10.04
41.82
3.66
18.40
284.32

21

22
Lampiran 5 Suhu dan kelembapan harian di Laboratorium Bionomi dan Ekologi,
Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB
Tanggal
25/05/2014
26/05/2014
27/05/2014
28/05/2014
29/05/2014
30/05/2014
31/05/2014
01/06/2014
02/06/2014
03/06/2014
04/06/2014
05/06/2014
06/06/2014
07/06/2014
08/06/2014
09/06/2014
10/06/2014
11/06/2014
12/06/2014
13/06/2014
14/06/2014
15/06/2014
16/06/2014
17/06/2014
18/06/2014
19/06/2014
20/06/2014
21/06/2014
22/06/2014
23/06/2014
24/06/2014
25/06/2014
26/06/2014
27/06/2014
28/06/2014
29/06/2014
30/06/2014
Rata-rata

Suhu (°C)
Minimum
Maksimum
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1
25.1
34.1

Kelembapan (%)
Minimum
Maksimum
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84
42
84

23

23
Lampiran 6 Suhu kelembapan harian di Laboratorium Entomologi, PT GMP,
Lampung
Tanggal
28/08/2014
29/08/2014
30/08/2014
31/08/2014
01/09/2014
02/09/2014
03/09/2014
04/09/2014
05/09/2014
06/09/2014
07/09/2014
08/09/2014
09/09/2014
10/09/2014
11/09/2014
12/09/2014
13/09/2014
14/09/2014
15/09/2014
16/09/2014
17/09/2014
18/09/2014
19/09/2014
20/09/2014
21/09/2014
22/09/2014
23/09/2014
24/09/2014
25/09/2014
26/09/2014
27/09/2014
28/09/2014
29/09/2014
30/09/2014
01/10/2014
02/10/2014
03/10/2014
04/10/2014
05/10/2014
06/10/2014
Rata-rata

Suhu (°C)
Minimum
Maksimum
26.3
28.5
25.7
30.4
25.7
30.4
25.7
32.2
25.7
32.2
25.7
32.2
25.7
32.2
25.7
32.2
25.7
32.2
25.7
32.5
25.7
33.7
25.7
33.7
25.7
33.7
28.5
33.7
25.7
33.7
25.7
33.7
25.7
33.7
25.5
33.7
25.5
33.7
25.5
33.7
25.4
33.7
25.4
33.7
25.4
33.7
25.4
33.7
25.4
34.1
25.4
34.1
24.1
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
24.3
34.1
27.0
33.3
27.0
33.3
25.4
33.3

Kelembapan (%)
Minimum
Maksimum
70
77
71
77
71
77
71
77
51
77
51
77
43
77
43
77
43
77
40
77
40
77
40
77
40
77
64
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
40
77
42
76
42
76
44.6
77

24

24
Lampiran 7 Stadium nimfa A. tegalensis pada tanaman tebu
Ulangan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
(Rata-rata ± SB1)
1)

Instar I
8
6
9
7
7
8
8
9
10
9
7
8
7
9
8
9
7
8
8 ± 1.03

Stadium (hari)
Instar II
8
10
8
9
10
9
11
9
8
9
10
10
10
7
10
8
9
9
9.11 ± 1.02

Nimfa (I dan II)
16
16
17
16
17
17
19
18
18
18
17
18
17
16
18
17
16
17
17.11 ± 0.90

SB: Simpangan Baku

Lampiran 8 Pra oviposisi, oviposisi, dan lama hidup imago A. tegalensis
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
(Rata-rata ± SB1)
1)

SB: Simpangan Baku

Pra oviposisi
4
6
5
5
6
3
6
5
6
6
6
6
6
5
5
5
6
7
7
6
6
6
7
7
7
6
9
5.89 ± 1.12

Hari
Oviposisi
5
23
6
13
11
11
3
4
11
4
13
12
13
8
7
18
18
16
6
4
9
23
13
12
24
13
2
11.19 ± 6.23

Lama hidup imago
9
29
11
18
17
14
18
16
19
10
19
19
19
14
13
21
26
23
13
10
15
29
20
19
31
19
12
10
10
11
17.13 ± 6.06

Lampiran 9 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh imago betina A. tegalensis pada tanaman tebu
Ulangan

Jumlah telur pada hari ke9

10

11

12

13

14

76

10

6

78

7

X

2

25

19

27

27

20

18

11

3

30

28

29

17

24

12

X

4

20

35

30

27

21

18

17

14

13

16

12

10

5

27

32

43

26

26

21

17

18

15

18

10

X

26

23

18

17

19

16

13

10

X

30

31

12

0

0

0

0

0

0

0

0

0

16

29

14

3

0

0

0

0

0

0

0

0

X

36

28

24

0

0

0

38

31

39

15

12

0

1

6
7

74

20

24

8
9

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

17

14

13

14

13

16

12

28

29

30

31

32

13

37

38

39

Total

15

11

10

10

12

13

9

10

9

X

345
246
260
73

0

X

11

18

13

12

20

17

15

11

28

5

24

15

7

5

X

17

27

24

31

43

14

12

13

11

10

9

3

0

12

13

5

X

62
0

X

223
76

13

3

32

18

11

8

15

24

12

20

13

14

15

21

10

15

15

2

0

3

0

X

16

190
X

214
186
81

29

14

17

4

10

5

0

X

16

29

24

23

12

16

19

17

20

17

15

17

11

14

12

9

6

3

4

X

17

21

20

26

16

22

19

14

16

18

19

18

14

13

14

15

10

6

3

0

95

18

16

17

20

16

17

13

14

8

7

X

23

21

22

19

21

17

19

18

29

27

27

28

17

X

20

22

20

15

8

X

21

17

29

31

32

25

23

23

22

7

X

22

18

47

40

31

25

17

27

30

29

23

39

29

26

23

28

45

35

32

29

28

29

31

24

22

12

18

15

5

X

31

35

34

21

26

16

30

21

26

19

16

4

X

22

36

X

8

24

35

253

20

23

34

X

16

18

33

140

32

15

27

177

10
12

26

268
0

X

284
269
146
65
209

17

20

20

13

15

17

9

3

X

546
325
301

25

Ulangan

26

Lampiran 9 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh imago betina A. tegalensis pada tanaman tebu (lanjutan)
Jumlah telur pada hari ke9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

25

26

27

34

20

21

17

18

13

12

14

11

8

13

8

9

12

12

9

8

8

11

5

10

7

X

26

24

29

25

22

25

18

18

22

23

20

17

13

11

X

29

8

X

27

Total
333
267
37

Rata-rata

210.03

SB
Keterangan:
X: mati

114.29
SB: Simpangan Baku

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung pada tanggal 12 Juli 1992 sebagai anak sulung dari empat bersaudara
dari pasangan Mahmud Thohir dan Ika Hermawati. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Poncowati, Lampung Tengah pada tahun 2004
dan menyelesaikan sekolah menengah pertama di SMP Satya Dharma Sudjana
Gunung Madu pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah
menengah atas SMA Kartikatama Metro, Lampung dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman, melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Putri mewakili
Organisasi Muda Mahasiswa Lampung dalam acara Gebyar Nusantara IPB pada
tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis ikut serta dalam kepanitiaan International
Scholarship Education Expo (ISEE). Pada tahun 2012 penulis menjadi anggota
divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA)
selama satu periode dan pada tahun yang sama penulis ikut serta dalam
kepanitiaan acara National Protection Event (NPV) dan kepanitiaan Pekan
Orientasi Proteksi Tanaman 48.

ABSTRAK

ADHILA ASRI YULIANI. Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis
tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu. Dibimbing
oleh ALI NURMANSYAH dan NINA MARYANA.
Penurunan produksi gula dapat disebabkan oleh penurunan produktivitas
tebu, salah satu penyebabnya adalah hama. Kutuperisai Aulacaspis tegalensis
merupakan hama yang mengisap cairan sukrosa yang tersimpan dalam sel-sel
parenkima pada batang tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola
distribusi dan beberapa aspek biologi A. tegalensis pada tanaman tebu.
Pengamatan aspek biologi dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta
di Laboratorium Entomologi Departemen Research and Development PT Gunung
Madu Plantations (GMP), Lampung. Penelitian berlangsung dari bulan Maret
sampai Oktober 2014. Sampel serangga diambil dari Perkebunan Tebu PT GMP
dan diamati aspek biologinya di laboratorium. Pengamatan populasi A. tegalensis
dilakukan di petak lahan Perkebunan Tebu PT GMP. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola distribusi spasial A. tegalensis pada ketiga varietas tebu
dengan tingkat kerentanan yang berbeda adalah mengelompok. A. tegalensis
memiliki dua instar nimfa. Rata-rata stadium nimfa adalah 17.11 ± 0.90 hari.
Masa pra oviposisi dan oviposisi adalah 5.89 ± 1.12 hari dan 11.19 ± 6.23 hari.
Rata-rata jumlah telur yang diletakkan oleh setiap imago betina adalah 210.03 ±
114.29 butir telur. Telur diletakkan di bagian bawah perisai imago betina. Lama
hidup imago betina yaitu 17.13 ± 6.06 hari.
Kata kunci: Gunung Madu Plantations, hama tebu, kutuperisai, Saccharum
officinarum.

ABSTRACT

ADHILA ASRI YULIANI. Spatial Distribution of Infestation and Biology of
Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) on Sugarcane.
Supervised by ALI NURMANSYAH dan NINA MARYANA.
The decrease of sugar production can be caused by a decrease in
productivity of sugarcane, one of which is caused by pests. The sugarcane scale,
Aulacaspis tegalensis, is a pest that sucks sucrose liquid stored in parenchyma
cells on sugarcane stalk. The aim of this study were to determine the dispersion
pattern and to observe the biology of the pest. The study was conducted at
Laboratory of Insect Bionomy and Ecology, Department of Plant Protection,
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University and at Laboratory of
Entomology, Department of Research and Development of Gunung Madu
Plantations (GMP), Lampung from March to October 2014. The insect samples
were collected from sugarcane field at GMP and kept in laboratory to observe its
biological aspects. Field observation on the insect population was also conducted
at sugarcane plantation field of GMP. The result showed that the spatial
distribution pattern of A. tegelensis infestation on three varieties of sugarcane with
different susceptibility were clumped. A. tegalensis have two instars nymph. The
average of nymph stadia was 17.11 ±0.90 days. Pre oviposition and oviposition
periods were 5.89 ± 1.12 days and 11.19 ± 6.23 days respectively. The female can
lay on average of 210.03 ± 114.29 eggs during their lifetime. Eggs were laid under
the female scale. The longevity of adult female was 17.13 days.
Key words: Gunung Madu Plantations, Saccharum officinarum, scale insect
sugarcane pest.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula dan
telah lama diusahakan secara komersial di Indonesia. Pengembangan industri gula
mempunyai peranan penting terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
dan penyediaan lapangan kerja (Farid 2003). Selain itu, dari industri gula juga
dihasilkan ampas tebu yang dapat diolah dan digunakan oleh pabrik gula untuk
bahan bakar atau biasa disebut bagas.
Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011, produksi gula nasional mengalami
penurunan sebesar 430 000 ton atau sebesar 140 000 ton per tahun (BPS 2012).
Penurunan produksi gula ini salah satunya disebabkan oleh penurunan
produktivitas tanaman tebu. Adanya organisme pengganggu tanaman (OPT),
seperti hama, dapat menurunkan produktivitas tebu dalam menghasilkan gula.
Sebagian besar hama tidak hanya hidup sebagai pemakan bagian-bagian tanaman
tebu saja tetapi dapat menjadi faktor signifikan yang menyebabkan tingkat
kerusakan ekonomi dalam produksi tebu di beberapa wilayah tempat tebu
dibudidayakan (Leslie 2004).
Menurut laporan Ganeshan (2002), spesies kutuperisai yang menyerang
Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung adalah
Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemipera: Diaspididae). Keberadaan kutuperisai
tersebut telah lama diketahui dan dikenal sebagai hama minor yang populasinya
rendah dan jarang ditemukan di Perkebunan Tebu PT GMP. Pada tahun 1994,
populasi A. tegalensis pernah mengalami peningkatan tetapi kemudian menurun
dengan sendirinya tanpa dilakukan suatu pengendalian (Sunaryo & Widyatmoko
2002). Namun setelah tahun 2000, serangan hama A. tegalensis secara konsisten
semakin meningkat dan meluas hingga menyerang semua varietas tebu yang
ditanam di Perkebunan Tebu PT GMP (Sunaryo & Hasibuan 2003). Di Jawa,
laporan-laporan lama menyebutkan bahwa populasi A. tegalensis lebih melimpah
dan menimbulkan kerusakan ekonomis yang lebih tinggi di daerah kering seperti
daerah Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dibandingkan daerah
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah yang merupakan tempat awal dilaporkannya hama
kutuperisai (Samoedi 1993).
Kepadatan populasi serangga di suatu tempat mempunyai arti penting
karena akan menimbulkan permasalahan hama (Untung 1993). Populasi
kutuperisai A. tegalensis hanya bergejolak pada aras yang rendah selama
pertumbuhan awal tanaman tebu dan meningkat saat tanaman tebu memasuki
umur 8 bulan hingga 11 bulan. Populasi A. tegalensis pada tanaman tebu varietas
GM 21 (salah satu varietas yang ditanam di PT GMP) berumur dua bulan adalah
1.3 ekor per batang dan kondisi populasi rendah ini bertahan sampai tanaman tebu
berumur tujuh bulan. Namun saat tebu berumur delapan bulan, populasi A.
tegalensis meningkat hingga mencapai 49.6 ekor per batang dan terus meningkat
hingga mencapai puncaknya yaitu 300 ekor per batang pada saat tanaman tebu
berumur 11 bulan (tebu mulai masak). Rata-rata tanaman tebu siap panen adalah
12 bulan (Sunaryo & Hasibuan 2003). Hal ini sejalan dengan keterangan Samoedi

2
(1993) bahwa kutuperisai dapat ditemukan sepanjang tahun di seluruh pertanaman
tebu di Indonesia dan hanya sesekali populasi kutuperisai meningkat.
Serangan hama kutuperisai A. tegalensis dapat menurunkan hasil berupa
bobot (kuantitas) dan mutu (kualitas) produksi tanaman tebu. Kuantitas hasil
dapat ditentukan oleh indikator bobot batang, sedangkan kualitas hasil ditentukan
oleh tiga indikator yaitu pol, brix, dan rendemen. Secara spesifik pol dan brix
digunakan di pabrik gula sebagai indikator untuk menentukan kualitas nira (juice)
ekstrak tanaman tebu. Istilah pol menunjukkan kandungan sukrosa pada cairan
gula yang ditentukan dalam metode polarisasi. Brix adalah istilah yang digunakan
untuk menyatakan jumlah total padatan terlarut pada larutan gula dengan
menggunakan alat refraktometer pada suhu 20⁰C yang dilengkapi dengan
timbangan. Rendemen adalah kandungan gula tanaman tebu. Rendahnya kualitas
(pol, brix, dan rendemen) dan kuantitas (bobot batang) hasil produksi tebu dapat
diakibatkan oleh perilaku makan A. tegalensis yang menyukai bagian batang tebu
(Sunaryo & Hasibuan 2003). Samoedi (1993) menyebutkan bahwa A. tegalensis
dapat menurunkan rendemen tebu antara 2.0 - 2.5%. Menurut penelitian Sunaryo
dan Widyatmoko (2002), pada varietas rentan yang ditanam di Perkebunan Tebu
PT GMP terjadi penurunan produksi yang nyata yang tercermin dari penurunan
bobot tebu sebesar 18%, penurunan pol nira sebesar 33%, dan penurunan
rendemen sebesar 36% akibat serangan kutuperisai A. tegalensis.
Saat ini, studi ilmiah mengenai pola distribusi serangan dan biologi A.
tegalensis pada tanaman tebu di Indonesia belum pernah dilaporkan. Oleh sebab
itu penelitian distribusi spasial dan biologi perlu dilakukan untuk mengetahui pola
distribusi spasial A. tegalensis di Pertanaman Tebu PT GMP dan beberapa aspek
biologinya seperti lama perkembangan nimfa, lama hidup imago, dan keperidian.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengendalian hama ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi spasial dan
beberapa aspek biologi A. tegalensis pada tanaman tebu.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
pola distribusi spasial dan beberapa aspek biologi seperti lama perkembangan
nimfa, lama hidup imago, dan keperidian dari A. tegalensis pada tanaman tebu
serta diharapkan dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang pengendalian hama ini.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di
Laboratorium Entomologi, Departemen Research and Development PT GMP.
Penelitian lapangan dilakukan di areal Perkebunan Tebu PT GMP. Penelitian
berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2014.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu alat tulis, ember plastik,
gelas kaca, cawan petri, kurungan serangga, tali rafia, tissue, kuas, jarum preparat
steroform, gunting, cutter, counter, mikroskop stereo Olympus® SZ-ST, kamera
(DinoEye ocular lens camera) yang langsung terhubung dengan komputer,
perangkat lunak Dinocapture, dan kamera digital Casio EX-JE10BK. Bahan yang
digunakan dalam penelitin ini, yaitu sampel kutuperisai, batang tebu, pelepah
daun tebu dan parafin.
Metode Penelitian
Pengamatan Distribusi Spasial Populasi A. tegalensis
Pengamatan terhadap pola distribusi spasial dilakukan pada tiga varietas
tebu (GMP 1, GMP 3, dan GMP 4) yang berumur 11 bulan dengan tingkat
serangan kutuperisai yang berbeda di Perkebunan Tebu PT GMP (Gambar 1).
Tebu varietas GMP 1 dikategorikan rentan, GMP 3 dikategorikan moderat, dan
GMP 4 dikategorikan tahan terhadap serangan kutuperisai. Masing-masing
varietas tebu diamati pada 3 lahan. Pada setiap petak ditentukan 5 baris tanaman

Gambar 1 Contoh lahan pengamatan populasi A. tegalensis di PT GMP

4
tebu dengan jarak 10 meter dari depan dan belakang serta 10 baris tanaman tebu
dari samping kanan dan kiri lahan pengamatan (Gambar 2a). Masing-masing baris
diamati sebanyak 10 batang primer tebu. Pada setiap petak lahan tanaman tebu
diamati 50 batang primer tebu dengan prosedur sistematis acak. Penentuan jarak
antara setiap baris tanaman tebu pengamatan (dalam baris) yaitu menghitung
jumlah baris tanaman tebu pada setiap lahan kemudian jumlah baris tersebut
dikurangi 20 dan dibagi 5 (Gambar 2b). Penentuan jarak antara batang primer tebu
pada setiap baris pengamatan (dalam meter) yaitu menghitung panjang setiap
lahan pengamatan kemudian panjang lahan tersebut dikurangi 20 dan dibagi 10
(Gambar 2b). Populasi kutuperisai diamati dengan menghitung jumlah perisai
imago betina per batang primer tebu (Sunaryo & Widyatmoko 2002).
Penghitungan populasi A. tegalensis menggunakan counter. Keragaman dan ratarata data populasi A. tegalensis diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft
excel 2007 dengan uji t pada taraf nyata 1%. Pola distribusi spasial diuji
menggunakan Taylor’s power law (1961 dalam Pedigo & Zeiss 1996) yang
menggambarkan hubungan antara keragaman contoh (s2) dan rataan populasi (x̅)
dengan rumus:
Log s2 = Log a + (b * Log x̅ )
dengan: a adalah konstanta, b adalah indeks dispersi; bila nilai b < 1
menunjukkan pola pesebaran populasi teratur (regular), b = 1 adalah acak
(random), dan b > 1 adalah mengelompok (clumped).
10 baris

10 m

10 m

10 baris

: Batang primer tebu
Gambar 2 Petak pengamatan populasi A. tegalensis di lapangan; (a) Petak lahan
pengamatan populasi, (b) pola pegamatan populasi

5
Persiapan Tanaman Inang
Batang tebu yang digunakan untuk perbanyakan A. tegalensis adalah tebu
varietas GM 23 yang berumur 7 bulan. Batang tebu tersebut dipotong sepanjang
15 cm dengan 2 ruas dan direndam bagian bawahnya pada ember plastik yang
berisi air (Gambar 3a). Untuk pemeliharaan A. tegalensis digunakan tebu varietas
GMP 3 yang berumur 7 bulan dan dipotong sepanjang 30 cm dengan 4 ruas.
Batang tebu untuk pemeliharaan direndam bagian bawahnya pada gelas kaca yang
berisi 350 ml air. Pada pinggiran mulut gelas diberi steroform agar tebu dapat
tegak berdiri (Gambar 3b). Potongan batang tebu untuk perbanyakan dan
pemeliharaan tersebut ditetesi lilin cair pada ujung atasnya untuk mengurangi
penguapan (Williams 1970).

Gambar 3

Batang tebu untuk pemeliharaan A. tegalensis; (a) Tebu untuk
perbanyakan, (b) tebu untuk pengamatan

Perbanyakan A. tegalensis
Kutuperisai A. tegalensis diperoleh dari Perkebunan Tebu PT GMP.
Kutuperisai diinfestasikan dan diperbanyak pada batang tebu di Laboratorium
Bionomi dan Ekologi. Kutuperisai tersebut dibiarkan berkembang biak sampai
jumlahnya mencukupi untuk digunakan pada percobaan tentang biologi.
Kutuperisai yang digunakan untuk mengamati stadium nimfa hingga menjadi
imago adalah kutuperisai generasi ke dua.
Persiapan Kurungan Serangga
Kurungan serangga yang digunakan berbentuk tabung yang terbuat dari
plastik mika dengan ukuran panjang 10 cm dan diameter 4 cm, kemudian kedua
ujung kurungan serangga ditutup dengan kain kasa trikot (Gambar 4a). Kurungan
serangga tersebut digunakan pada tanaman tebu agar kutuperisai tidak terserang
musuh alami.
Pengamatan Nimfa A. tegalensis
Pengamatan nimfa kutuperisai tebu A. tegalensis dilakukan di Laboratorium
Bionomi dan Ekologi. Pengamatan terhadap peubah-peubah biologi kutuperisai
tersebut dimulai dari fase nimfa instar I yang berumur sama dan berasal dari
beberapa imago. Setiap serangga nimfa instar I diletakkan pada daerah ruas

6
batang tebu, kemudian batang tebu ditutup dengan pelepah tebu dan disungkup
menggunakan kurungan serangga (Gambar 4b). Pengamatan terhadap peubahpeubah biologi dilakukan setiap 24 jam sekali dengan menggunakan mikroskop
stereo. Suhu dan kelembapan dicatat setiap hari pada pagi hari menggunakan
higrothermometer.

Gambar 4 Pemeliharaan nimfa A. tegalensis; (a) Kurungan serangga, (b) batang
.tebu yang disungkup dengan kurungan serangga
Pemeliharaan Imago dan Pengamatan Jumlah Telur A. tegalensis
Pengamatan lama hidup imago kutuperisai A. tegalensis dilakukan di
Laboratorium Entomologi Research and Development PT GMP. Metode yang
digunakan adalah mengambil batang tebu dari Perkebunan Tebu PT GMP yang
sudah terinfestasi kutuperisai fase nimfa instar II. Batang tebu tersebut dipotong
memanjang sepanjang 8 - 9 cm kemudian diletakkan mendatar di cawan petri
yang berisi sedikit air (Gambar 6). Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat perkembangan nimfa instar II menjadi imago, pra oviposisi, oviposisi dan
imago meletakkan telur. Setelah kutuperisai menjadi imago, perisai dari imago
tersebut dibuka agar dapat dilakukan pengamatan jumlah telur yang diletakkan per
hari (Williams 1970). Jumlah ulangan adalah 30 dengan masing-masing satu
imago per batang.

Gambar 5 Potongan batang tebu di dalam cawan petri

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu
Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga
pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian besar spesies serangga
tersebar sebagai kumpulan individu, dengan jarak antar individu dalam kumpulan
lebih kecil dibandingkan jarak antar kumpulan individu tersebut. Dalam suatu
spesies serangga, tahapan perkembangan berpengaruh pada perilaku serangga
(penyebaran , perkawinan, makanan, peneluran, dan sebagainya). Oleh karena itu,
penyebaran suatu spesies serangga sering berubah nyata dari satu tahap kehidupan
ke tahap berikutnya terutama pada spesies serangga dengan metamorfosis
sempurna dan setiap tahapan perkembangan dapat hidup di lingkungan yang
berbeda. Selain itu, perubahan signifikan dispersi kadang kala tejadi pada setiap
tahapan perkembangan serangga. Pola penyebaran serangga dapat disimpulkan
dari distribusi serangga tersebut pada suatu areal pertanaman (Pedigo & Zeiss
1996). Penentuan pola distribusi spasial serangga diperoleh dari analisis regresi
linear yang berdasarkan prosedur Taylor.
Menurut prosedur Taylor (1961 dalam Pedigo dan Zeiss 1996), parameter
penentu pola pesebaran serangga adalah parameter b (koefisien regresi) dari hasil
regresi antara logaritma keragaman (s2) dan logaritma rataan populasi (x̅). Nilai b
menjadi index dispersi (penyebaran). Berdasarkan prosedur Taylor diperoleh nilai
indeks dispersi untuk masing-masing varietas seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai index dispersi A. tegalensis pada tiga varietas tebu
Varietas
GMP 1
GMP 3
GMP 4
....1)

Index dispersi ± SB1
2.39 ± 0.23
2.31 ± 0.16
2.15 ± 0.26

SB: Simpangan Baku

Nilai b pada ketiga varietas tebu menunjukkan nilai yang lebih besar dari
satu. Menurut Taylor (1961 dalam Pedigo & Zeiss 1996), bila nilai index dispersi
b < 1 menunjukkan pola pesebaran populasi teratur (regular), b = 1 adalah acak
(random), dan b > 1 adalah mengelompok (clumped). Hal tersebut menandakan
bahwa pola penyebaran populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu (GMP 1,
GMP 3, dan GMP 4) di Pertanaman Tebu PT GMP adalah mengelompok .
Pada pengamatan di lapangan, imago A. tegalensis hidup berdekatan dengan
imago A. tegalensis lainnya sehingga dalam satu batang tebu (untuk varietas
rentan) terdapat kumpulan imago betina A. tegalensis. Keragaman data populasi
A. tegalensis pada ketiga varietas tebu (GMP 1, GMP 3, dan GMP 4) memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai rata-ratanya (Lampiran 1, 2, dan 3).
Menurut Pedigo dan Zeiss (1996), sampel yang diambil di dalam kumpulan
serangga akan menghasilkan jumlah yang tinggi sedangkan sampel yang diambil
antar kumpulan serangga akan menghasilkan jumlah yang rendah. Oleh karena
itu, ragam sampel akan lebih tinggi dibandingkan rata-rata sampel.

8
Kepadatan Populasi A. tegalensis pada Berbagai Tingkat Kerentanan
Varietas Tebu
Kepadatan populasi menggambarkan besarnya populasi dalam suatu unit
ruang yang dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungannya. Distribusi
umur berpengaruh pada mortalitas dan natalitas individu penyusun. Pola dispersi
menggambarkan keberadaan populasi mahkluk hidup di lapangan dan sekaligus
komponen dasar penyusun populasi tersebut (Odum 1971).
Kutuperisai A. tegalensis merupakan serangga yang pasif karena fase
mobilnya sangat singkat yaitu hanya pada fase instar I (crawler). Penyebaran
kutuperisai A. tegalensis secara luas dan cepat dapat melalui penggunaan bibit
yang telah terserang atau perpindahan pekerja dari suatu petak kebun ke petak
kebun lainnya. Pada tanaman tebu keprasan di perkebunan tebu PT GMP,
perkembangan kutuperisai dapat berawal dari tunggul sisa tanaman yang
sebelumnya telah terserang (Sunaryo & Widyatmoko 2002). Peningkatan populasi
A. tegalensis dengan cepat terjadi saat tanaman pada periode pertumbuhan
memanjang yang pesat atau grand periode of growth yaitu saat tebu berumur 10
bulan (Parjono et al. 2002).
Jumlah populasi A. tegalensis pada setiap batang tebu varietas GMP 1
adalah 6 - 2 430 individu per batang, pada tebu varietas tebu GMP 3 adalah 0 - 56
individu per batang, dan pada tebu varietas GMP 4 adalah 0 - 54 per batang
(Lampiran 1, 2, dan 3). Hasil uji t menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan
populasi A. tegalensis berbeda nyata antara tebu varietas GMP 1, GMP 3, dan
GMP 4. Rata-rata populasi A. tegalensis pada tebu varietas GMP 1 lebih tinggi 40
kali lipat dibandingkan dengan populasi pada tebu varietas GMP 3 dan lebih
tinggi 120 kali lipat dibandingkan dengan populasi pada tebu varietas GMP 4
(Tabel 2).
Tabel 2 Kepadatan populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu
Kepadatan1,2
Varietas
(x̅ ± SB, individu/batang)
GMP 1
244.83 ± 157.04a
GMP 3
6.30 ± ... 3.90b
GMP 4
2.30 ± .. 1.55c
1)

x̅= rata-rata ; SB= Simpangan Baku
Angka selajur diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(uji t pada taraf nyata 1%)

.. 2)

Menurut Sunaryo dan Widyatmoko (2002), kondisi batang tebu yang
disukai oleh kutuperisai A. tegalensis adalah permukaan batang yang masih
terlindungi oleh pelepah daun, namun pelepah ini dalam posisi renggang. Jadi
varietas tebu dengan pelepah daun yang renggang namun tetap menempel pada
batang (tidak tanggal, sekalipun pelepah tersebut sudah kering) sangat disukai
oleh kutuperisai. Sebaliknya varietas tebu yang pelepahnya sangat erat melekat
pada ruasnya tidak disukai kutuperisai karena kutuperisai tersebut sulit
menyelinap masuk di balik pelepah daun tebu. Tebu varietas GMP 1 memiliki
pelepah daun tua yang sulit lepas. Tebu varietas GMP 3 dan GMP 4 memiliki ciri
morfologi yang sama yaitu pelepah daun tua yang mudah tanggal secara alami

9
(self trashing) sehingga permukaan batang dan ruas sepenuhnya terbuka.
Permukaan batang atau ruas yang sepenuhnya terbuka tidak menguntungkan bagi
kutuperisai karena kutuperisai akan terganggu dari faktor luar seperti musuh
alami, pukulan air hujan, cahaya matahari dan lain-lain.
Menurut penelitian Saefudin (2012), populasi A. tegalensis berpengaruh
nyata dalam menurunkan bobot batang tebu. Populasi 1 - 25 individu per batang
mampu menurunkan bobot batang tebu sebesar 0.15 kg dan bila populasi lebih
dari 100 individu per batang, penurunan bobot batang tebu mencapai 0.29 kg. A.
tegalensis berpengaruh nyata menurunkan kualitas pol, brix, dan rendemen
meskipun populasinya 26 individu per batang. Namun populasi A. tegalensis
berpengaruh nyata terhadap penurunan purity jika populasinya lebih dari 500
individu per batang. Perilaku makan A. tegalensis yang mengisap sukrosa
mempengaruhi jumlah nira pada batang tebu. Populasi 1 - 25 individu per batang
sudah mampu menurunkan pol nira sebesar 1.92 poin dan bila populasinya lebih
dari 100 individu per batang mampu menurunkan pol nira sebesar 3 - 4 poin.
Populasi A. tegalensis 26 - 50 individu per batang mampu menurunkan nilai brix
sebesar 1.47 poin dan jika populasinya lebih dari 1 000 individu per batang maka
nilai brix menurun sebesar 3.23 poin. Semakin tinggi populasi A. tegalensis maka
semakin besar penurunan rendemen tebu. Pada populasi 1 - 25 individu per batang
sudah menurunkan rendemen sebesar 0.6 poin. Penurunan rendemen 1.0 - 1.29
poin terjadi apabila populasinya 26 - 500 individu per batang. Kerugian semakin
besar jika populasi A. tegalensis lebih dari 1 000 individu per batang yaitu
penurunan rendemen sebesar 2.46 poin.
Masa Perkembangan dan Perilaku
Individu betina dan jantan kutuperisai A. tegalensis mengalami tahapan
perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 7). Tahapan perkembangan hidup A.
tegalensis betina adalah telur, nimfa instar I, nimfa instar II, dan imago.
Sedangkan A. tegalensis jantan mengalami metamorfosis paurometabola
(metamorfosis bertahap) yaitu telur, nimfa instar I , nimfa instar II, pra pupa,
pupa, dan imago yang tidak bersayap.
Perbedaan kelamin jantan dan betina A. tegalensis dapat diketahui saat
memasuki fase nimfa instar II. Nimfa instar II betina memiliki bentuk perisai oval
dan melebar ke samping sedangkan nimfa instar II jantan memiliki bentuk pesisai
oval memanjang ke belakang dan berukuran lebih kecil dari perisai nimfa instar II
betina. Pengamatan pergantian fase instar A. tegalensis dapat diketahui dengan
melihat sisa pergantian kulit serangga (eksuvia) yang menempel pada batang tebu.
Tahapan Perkembangan hidup A. tegalensis pada penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh Williams (1970).
Berdasarkan pengamatan suhu dan kelembapan harian, rata-rata suhu
minimum dan maksimum dalam pemeliharaan nimfa A. tegalensis adalah 25.1°C
dan 34.1°C dan rata-rata kelembapan minimum dan maksimum adalah 42% dan
84% (Lampiran 5). Data suhu dan kelembapan saat pengamatan untuk lama hidup
imago (sejak menjadi imago hingga imago tersebut mati), rata-rata suhu minimum
dan maksimum adalah 25.4°C dan 33.3°C dan rata-rata kelembapan minimum dan
maksimum adalah 44.6% dan 77% (Lampiran 6).

10
Telur

Instar I

Instar II

Imago Betina

Prapupa

Pupa

Imago Jantan

Gambar 7 Tahapan perkembangan hidup A. tegalensis
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa stadium nimfa A. tegalensis berkisar
antara 16 - 19 hari (Lampiran 7) dengan rataan 17.11 ± 0.90 hari (Tabel 3). Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Williams (1970) yaitu stadium
nimfa A. tegalensis adalah 22 hari pada rata-rata suhu minimum 18°C dan suhu
maksimum 25.5°C.
Tabel 3 Hasil pengamatan terhadap nimfa dan imago A. tegalensis betina
Ulangan
Fase
Satuan
(x̅ ± SB, hari)1
Contoh
Nimfa
Hari
17.11 ± 0.90
18
Stadium Instar I
Hari
8.00 ± 1.03
18
Stadium Instar II
Hari
9.11 ± 1.02
18
Imago
Pra oviposisi
Hari
5.89 ± 1.12
Oviposisi
Hari
11.19 ± 6.23
27
Lama hidup
Hari
17.13 ± 6.06
30
Keperidian
butir telur
210.03 ± 114.29
27
1)

x̅: rata-rata ; SB= Simpangan Baku

Nimfa A. tegalensis
Nimfa Instar I. A. tegalensis instar I berbentuk oval berwarna kuning dan
memiliki mata, antena, tungkai serta dua seta yang berada di bagian ujung
posterior (Gambar 8). Pada fase ini jenis kelamin kutuperisai belum dapat
dibedakan. Nimfa instar I memiliki panjang 0.26 mm. Instar I disebut crawler
karena aktif bergerak. Crawler terus bergerak hingga menemukan tempat yang
sesuai untuk menusukkan alat mulut atau stiletnya. A. tegalensis tidak
memerlukan stomata untuk menusukkan stilet (Williams 1970). Crawler ini
banyak ditemukan di permukaan atas dan bawah ruas-ruas batang tebu. Setelah

11
menusukkan stilet, nimfa tidak bergerak dan antena serta tungkai tereduksi setelah
nimfa instar I berganti kulit. Pada penelitian ini, nimfa instar I membutuhkan
waktu berkembang rata-rata 8 ± 1.03 hari (Tabel 3).

0.1 mm

Gambar 8 Nimfa Instar I A. tegalensis

Nimfa Instar II. Nimfa instar II tidak bergerak karena tidak memiliki
tungkai dan tetap menempel pada batang tebu. Pada nimfa instar ini sudah dapat
dibedakan jenis kelamin dengan melihat bentuk tubuh dan bentuk perisai.
Perbedaan morfologi betina dan jantan ini sesuai dengan hasil deskripsi
kutuperisai tebu dari Williams (1970). Nimfa instar II keluar dari eksuvia nimfa
instar I dengan cara menembus permukaan ventral eksuvia. Eksuvia nimfa instar I
tepat berada di atas anterior nimfa instar II. Nimfa instar II betina tetap berwarna
kuning, berukuran 0.35 mm dan tubuh instar ini membesar di bagian kepala dan
mengecil pada bagian ujung abdomen (Gambar 9a). Pada akhirnya nimfa
berbentuk seperti buah pir saat menjadi imago. Pada stadium nimfa instar II,
sebuah perisai tipis mulai menutupi permukaan dorsal abdomen dan perisai terus
menebal dan melebar sampai nimfa menjadi imago. Pada jantan A. tegalensis,
perisai sudah terbentuk pada nimfa instar II. Perisai berwarna putih dan berukuran
0.35 mm (Gambar 9b). Rata-rata stadium nimfa instar II betina adalah 9.11 ± 1.02
hari (Tabel 3).

0.2 mm

0.2 mm

Gambar 9 Nimfa instar II A. tegalensis; (a) Betina, (b) jantan

12
Imago A. tegalensis
Imago betina A. tegalensis memiliki bentuk tubuh seperti buah pir yaitu
bagian kepala membesar dan bagian ujung abdomen mengecil, imago ini berada
di bagian bawah perisai. Imago berwarna kuning pucat (Gambar 10a) dan
berukuran 1.6 mm. Saat memasuki tahap reproduksi imago berwarna pink
(Gambar 10b) dan berukuran 1.8 mm. Perisai imago betina berdiameter 2 mm,
berwarna putih dan berbentuk bundar melebar ke samping (Gambar 10c). Ratarata lama hidup imago betina A. tegalensis pada penelitian ini adalah 17.13 ± 6.06
hari (Tabel 3).

0.5 mm

0.5 mm

0.4 mm

0.2 mm

Gambar 10 Imago betina dan jantan A. tegalensis; (a) Betina yang belum
bereproduksi, (b) betina yang sudah bereproduksi, (c) betina di bawah
perisai, (d) jantan
Imago jantan A. tegalensis tidak bersayap, berjalan lamban, tidak memiliki
alat mulut dan pada bagian ujung abdomen terdapat tonjolan yang meruncing
yang merupakan organ kelamin untuk melakukan kopulasi (Gambar 10d). Imago
jantan berukuran 0.33 mm. Menurut Williams (1970) jantan dari A. tegalensis
akan melakukan kopulasi segera setelah menjadi imago. Imago akan melakukan
kopulasi dengan cara memasukkan organ kelamin ke bagian bawah tepi perisai
imago betina.
Keperidian imago A. tegalensis diperoleh dari jumlah telur yang diletakkan
oleh setiap imago hingga imago tersebut mati. Masa pra oviposisi merupakan
waktu sejak A. tegalensis menjadi imago hingga dapat meletakkan telur untuk
pertama kalinya. Imago betina meletakkan telur di bawah perisainya (Gambar
11a). Masa pra oviposisi A. tegalensis adalah 5.89 ± 1.12 hari dan masa oviposisi
yaitu 11.19 ± 6.23 hari (Tabel 3). Berdasarkan pengamatan jumlah telur yang
diletakkan per hari, A. tegalensis meletakkan telur hampir setiap hari hingga
imago tersebut mati (Lampiran 9). Telur A. tegalensis berbentuk oval memanjang,
berukuran 0.25 mm dan berwarna kuning (Gambar 11b). Rata-rata keperidian A.

13
tegalensis adalah 210.03 ± 114.29 butir telur pada suhu 25.4 - 33.3°C. Menurut
penelitian Williams (1970), imago betina A. tegalensis dapat meletakkan telur
sebanyak 700 - 800 butir pada suhu 21.2 - 28.5°C. Rao dan Sankaran (1969)
menyebutkan bahwa imago A. tegalensis dapat meletakkan telur sebanyak 150 250 butir pada suhu 24 - 27°C.

0.1 mm

Gambar 11 Reproduksi A. tegalensis; (a) Imago betina dengan telur, (b) telur
Gejala Serangan A. tegalensis pada Tanaman Tebu
Pada dasarnya bagian tebu yang disukai nimfa A. tegalensis untuk menetap
adalah permukaan batang (Gambar 12a). Namun ketika populasinya sangat padat,
nimfa A. tegalensis dapat ditemukan pada permukaan pelepah dan daun tebu
tetapi perkembangan dari kutuperisai tersebut lambat dan jumlah telur yang
dihasilkan sangat rendah. Hal tersebut di antaranya dapat disebabkan permukaan
pelepah dan daun tebu terbuka sehingga banyak gangguan dari faktor luar seperti
musuh alami dan air hujan. A. tegalensis menusukkan stiletnya pada sel
penyimpanan sukrosa atau parenkim dan menghindari sel berkas pengangkut
(Parjono et al. 2002 ).
Pada musim kering, kulit batang tebu yang terserang A. tegalensis akan
mengalami gejala nekrosis paling awal. Sementara pucuk tanaman tebu mulai
mengering dan menjadi berlubang di bagian tengahnya (Gambar 12b). Lubang
tersebut terbentuk akibat mengerutnya jaringan di dalam batang karena kering.

Gambar 12 Gejala serangan A. tegalensis; (a) Populasi pada permukaan batang
tebu , (b) gejala kematian pucuk batang
Kadang kala proses kematian batang terjadi dari bagian tengah atau pangkal
batang. Umumnya hal tersebut dialami oleh tebu yang terserang berat oleh

14
kutuperisai A. tegalensis dalam kurun waktu yang lama namun tidak dapat segera
ditebang hingga tanaman tebu berumur lebih dari 12 bulan. Serangan berat A.
tegalensis juga dapat menyebabkan daun tebu menguning dan dianggap sebagai
awal kematian tanaman tebu. Daun yang sudah menguning akan segera menjadi
kering serta titik tumbuh tebu mulai berubah warna menjadi kecokelatan sebagai
tanda kematian jaringan. Permukaan kulit batang yang terserang berat oleh A.
tegalensis berwarna kecokelatan dan bila serangannya cukup lama akan terdapat
streak merah yang pendek (Sunaryo & Widyatmoko 2002).

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Pola distribusi spasial populasi A. tegalensis pada tebu varietas GMP 1,
GMP 3, dan GMP 4 adalah mengelompok (clumped). Kepadatan populasi A.
tegalensis pada varietas GMP 1 40 kali lipat lebih tinggi dibandingkan varietas
GMP 3 dan 120 kali lipat lebih tinggi dari GMP 4. Rata-rata stadium nimfa A.
tegalensis adalah 17.11 ± 0.90 hari. Nimfa terdiri dari dua instar. Masa pra
oviposisi, oviposisi, dan lama hidup imago betina adalah 5.89 ± 1.12 hari, 11.19 ±
6.23 hari, dan 17.13 ± 6.06 hari. Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina
adalah 210.03 ± 114.29 butir.
Saran
Perlu dilakukan pengamatan distribusi populasi A. tegalensis saat tebu
memasuki umur 7 bulan untuk membandingkan pola dispersi A. tegalensis saat
tebu berumur 11 bulan dan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui umur
dan fekunditas telur yang diletakkan oleh A. tegalensis betina serta biologi dari A.
tegalensis jantan.