Perjanjian Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil Sebagai Salah Satu Bentuk Penerapan Sistem Bagi Hasil

Perjanjian Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil Sebagai Salah Satu Bentuk
Penerapan Sistem Bagi Hasil Yang Dilaksanakan Oleh BPR Syariat Dan
Pelaksanaannya Di Sunggal
Rusydi
Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara

Abstrak
BPR Syariat dengan prinsip bagi hasil adalah suatu alternatif bagi umat Islam
yang enggan berhubungan dengan bank umum. Dalam melakukan kegiatan usahanya
sesuai Hukum Islam, tanpa bunga yang dianggap sebagian ulama haram hukumnya,
karena disamakan dengan riba.
Dengan adanya UU No.7 Tahun 1992 beserta perangkat peraturan lainnya, telah
mengukuhkan kedudukan Bank Islam. Karena itu, timbul permasalahan, diantaranya
bagaimana perkembangan BPR Syariat di masa yang akan datang, bagaimana ciri-ciri
perjanjian pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil, dan sebagainya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian deskriptif
analitis, serta pengumpulan data-data dengan menggunakan metode kuesioner dan bila
perlu dengan teknik wawancara, terhadap 40 responden, terdiri dari pemohon
pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah,
Pengurus/pegawai BPR Syariah PT BPR Kafalatul Ummah Sunggal dan FKEBI-IAIN

SU selaku pendidikan dan penelitian tenaga BPR Syariah.
Dari penelitian ditemukan diantaranya bahwa :
1. Nasabah pada BPR Syariah cukup antusias, baik bagi penabung maupun bagi
deposan terutama pemohon pembiayaan.
2. BPR Syariat, sekarang dan di masa akan datang keberadaannya sangat diperlukan.
Karena sebagian ummat Islam yang tidak mau berhubungan dengan bank
konvensional akan menggunakan BPR Syariah sebagai sarana menopang kegiatan
usahanya.
3. Bagi pemohon pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil, selain mendapat tambahan
modal untuk meningatkan usahanya, juga memperoleh perasaan aman, karena
bebas bunga yang sebagian ulama memberi fatwa identik dengan riba.
4. Ciri-ciri (karakter) perjanjian pada pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil, adalah :
a. Perjanjian campuran (sui generis) karena di satu sisi perjanjian
dilaksanakan atas negosiasi para pihak (perjanjian timbal balik) dan di sisi
lain ditetapkan oleh bank secara sepihak (perjanjian baku).
b. Janji menurut ketentuan Hukum Islam harus ditepati. Bila memungkiri
perjanjian (wan prestasi) bukan tanda-tanda orang beriman.

1
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara