Partisipasi Orang Tua dalam Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

Nunu Heryanto, "Partisipasi Orang Tua dalam Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun" (Kasus di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat). Di
bawah bimbingan Margono Slamet sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Pang S.
Asngari dan Prabowo Tjitropranoto sebagai anggota komisi pembimbing.

RINGKASAN
Kebijakan Pemerintah dalam pencanangan dan implementasi program Wajar
Dikdas 9 yang diresmikan pada tanggal 2 Mei 1994 mempunyai implikasi pada
penyediaan dan pengerahan dana dan daya Pemerintah dalam promosi dan
implementasi program tersebut dengan harapan pada akhir Pelita VI 85 prosen
dari populasi usia pendidikan dasar (7-15 tahun) telah menamatkan SLTP.
Propinsi Jawa Barat dalam aktivitas pembangunan selalu menjadi tolak ukur
keberhasilan program untuk propinsi lainnya, akan tetapi dalam pembangunan
pendidikan khususnya pelaksanaan Wajar 9 tahun Jawa Barat menduduki
rengking terakhir, yaitu baru mencapai 25,09 prosen, sedangkan angka partisipasi
nasional mencapai 62,39 prosen.
Program Pendidikan Dasar telah dirintis mulai tahun 1990 akan tetapi sampai
saat ini masih dirasakan banyak hambatan, terutama menggerakkan partisipasi
masyarakat dalam program tersebut, oleh sebab itu dipandang perlu penemuan
data empirik mengenai faktor penyebab rendahnya partisipasi menyekolahkan ke
SLTP, penelitian yang telah dlakukan lebih cenderung pada variabel subjek didik

dan hambatan kependidikan, oleh sebab itu penelitian ini lebih mengutamakan
subjek penelitiannya kepada satuan unit kepala keluarga (orang tua) sebagai
penanggung jawab dan pengambil keputusan dalam menyekolahkan khususnya
pada jenjang SLTP.
Partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi orang tua
dalam menyekolahkan anaknya pada jenjang SLTP yang ditandai dengan
perilaku; (1) kegigihan dan kesungguhan mencari informasi pendidikan bagi
anaknya, (2) mendaftarkan sekolah bagi anaknya ke SLTP, (3) kesungguhan
dalam membimbing anaknya dalam kegiatan belajar di rumah dan lingkungannya,
(4) aktif mengikuti kegiatan rapatlpertemuan yang diadakan oleh sekolah atau
instansi terkait lainnya, (5) aktif menyumbangkan pemikiranlpendapat, tenaga,
harta benda, kemahiranlketrampilan tertentu untuk kemajuan pendidikan, dan (6)
aktif menyebarluaskan informasi pendidikan kepada yang lain.
Dalam mempelajari variabel tersebut diatas didekati dari dua variabel yaitu,
pertama variabel karakteristik individu yaitu meliputi latar belakang (1) umur, (2)
tingkat pendidikan, (3) jumlah anak, (4) orbitasi wilayah, (5) status sosial
ekonomi, (6) kemampuan berkomunikasi, dan (7) nilai dan norma sosial. Kedua
dimensi variabel kawasan afektif yaitu mencakup ; (1) persepsi mengenai masa
depan pendidikan anaknya, (2) aspirasi mengenai masa depan pendidikan
anaknya, (3) motivasi menyekolahkan, dan (4) sikap terhadap program Wajar

Dikdas 9 Tahun.

'

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu,
kawasan afektif dan partisipasi. responden, selanjutnya bertujuan pula
mengungka~kandan menggambarkan pola.hibungan antara karakteristik individu
dengan kawasan afektif, pola hubungan karakteristik individu dengan partisipasi
serta hubungan karakteristik kawasan afektif dengan partisipasi menyekolahkan
ke SLTP serat menjelaskan perbedaan partisipasi mereka diantara wilayah yang
berbeda.
..
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat, karena
wilayah tersebut memiliki hteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini, untuk
kepentingan penelitian ini wilayah Kabupaten Garut dibagi pada tiga kategori
yaitu: (I) kategori wilayah dekat (kode A), (2) kategori wilayah sedang (kode B),
dan (3) kategori wilayah jauh (kode C). Penelitian ini dirancang dengan rancangan
penelitian "ex-post facto disign", maksudnya hanya mengungkapkan data pada
saat penelitian berlangsung, karena tidak mengadakan perlakuan (treatment)
sebelumnya. Metode yang digunakan adalah metode stud kasus dengan

pendekatan analisis korelasional, karena penelitian ini mengungkapkan hubungan
antara variabel yang mempengamhi dan yang dipengaruhi, sedangkan data lain
yang tidak bisa terungkap dengan pendekatan tersebut dilakukan dengan
pendekatan kualitatif.
Responden adalah satuan kepala keluarga (orang tua) yang mempunyai anak
usia SLTP (13-15 tahun) d m telah menamatkan S D M yaitu bejumlah 5.724'
orang. Pengambilan contoh digunakan teknik "stratified proportional random
sampling", penentuan besaran sampling didasarkan pada tingkat pendidikan dan
pekerjaan yang dimiliki orang tua saat penelitian. Hasil perhitungan dengan rumus
Cochran (1977) diperoleh sebanyak 287 orang dengan proporsi masing-masing
kelompok sebesar 5 prosen.
Instrumen penelitian (konversioner) digunakan untuk memperoleh data
langsung dari responden, sedang observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran daerah penelitian, dan untuk memperoleh datalinformasi penunjang
lainnya dari beberapa instansi dilakukan dengan studi dokumentasi.
Karakteristik responden dilihat dari .segi usia sebagian besar kategori usia
setengah baya dan dewasa akhir. Dan hanya sebagian kecil saja kategori usia tua
baik di Desa A , B clan C. Tingkat pendidikan mereka di Desa A sebagian besar
berpendidikan tinggi sediing di Desa C terjadi sebaliknya. Pemilikan jumlah anak
di Desa A sebagian besar kategori sedikit anak sedangkan Desa B dan C sebagian

besar dari mereka memiliki anak banyak (>4 orang). Tempat tinggal mereka
khusus Desa C sebagian besar jauh dari pusat informasi dan lembaga pendidikan
lanjutan sedangkan di Desa A pada umumnya dekat dan ditunjang sarana
transportasi yang memadai. Tingkat perekonomian masyarakat di Desa A lebih
banyak berada pada level atas, sedangkan di Wilayah C sebagian besar berada
pada level bawah. Kemarnpuan berkomunikasi mereka di Desa A sebagian besar
berkemampuan tinggi, sedangkan di Desa C sebaliknya, disertai dengan masih
banyaknya masyarakat yang masih terikat dengan nilai dan norma sosial setempat,
sedangkan di Desa A terjadi sebaliknya.
Persepsi dan aspirasi mereka mengenai pendidikan masa depan anaknya di
Desa A kategori tinggi, karena ditunjang dengan pusat informasi yang relatif
memadai dibanding Desa B dan C. Oleh sebab itu di Desa C persepsi dan

aspirasinya kategori rendah. Motivasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A
kategori tinggi dan Desa C sebaliknya, demikian juga sikap mereka terhadap
program Wajar di Desa A sebagian besar katcgori positif dan Desa C sebaliknya.
Dari gambaran diatas tergambar pula lukisan partisipasi menyekolahkan di
Desa A kategori tinggi, karena kecuali didasari pemahaman, motivasi dan sikap
yang mendukung, juga faktor pendidikan, sosial ekonomi, kemampuan
berkomunikasi mereka tinggi pula, sedangkan di Desa C sebaliknya.

Hasil penelitian dengan analisis teknik korelasi peringkat Spearman
membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara latar belakang usia responden
dengan karakteristik kawasan afektif. Artinya, faktor usia bukan faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya persepsi dan aspirasinya mengenai masa depan
pendidikan anaknya, motivasi menyekolahkan dan sikapnya terhadap program
Wajar Dikdas 9 Tahun.
Latar belakang tingkat pendidikan terbukti mempunyai hubungan sangat
nyata dengan karakteristik kawasan afektif baik di Desa A , B dan C, artinya
semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi persepsi dan
aspirasinya, motivasi menyekolahkan dan sikapnya terhadap program Wajar
Dikdas 9 tahun. Jumlah anak terbukti tidak mempunyai hubungan dengan persepsi
responden terhadap pendidikan dasar, sedangkan dengan variabel aspirasi dan
motivasi menyekolahkan serta sikapnya terhadap program Wajar Dikdas terdapat
hubungan yang sangat nyata (tejadi hubungan terbalik), maksudnya bahwa
semakin sedikit jumlah anak yang dimiliki responden, maka semakin tinggi
aspirasi dan motivasi menyekolahkan pada pendidikan SLTF' dan semakin positif
sikapnya terhadap program Wajar 9 tahun.
Jarak antara tempat tinggal mereka dengan SLTP temyata memiliki
hubungan terbalik yang nyata dengan karakteristik kawasan afektif, artinya
semakin dekat tempt tinggal mereka dengan pusat informasi dan lembaga

pendidikan maka semakin tinggi persepsi dan aspirasi pendidikan, motivasi
menyekolahkan dan sikapnya semakin positif terhadap program Wajar Dikdas 9
tahun. Demikian pula tingkat status sosial ekonomi mereka mempunyai hubugan
sangat nyata dengan kawasan afektif tersebut diatas, maksudnya semakin tinggi
level tingkat sosial ekonomi, maka semakin tinggi pula presepsi dan aspirasi
mereka terhadap pendidikan, motivasi menyekolahkan, dan semakin positif
sikapnya terhadap program pendidikan dasar 9 tahun .
Faktor kemampuan berkomunikasi responden juga mempunyai hubungan
sangat nyata dengan karakteristik kawasan afektifnya. Artinya mereka yang
memiliki kemampuan berkomunikasi tinggi, maka lebih cenderung persepsi dan
aspirasinya terhadap pendidikan juga semakin tinggi, demikian juga keterikatan
mereka dengan sistem nilai dan norma sosial setempat mempunyai hubungan
sangat nyata ( t e j a d hubungan terbalik) dengan kawasan afektifnya (psikis)..
Maksudnya semakin loiiggar keterikatan mereka dengan nilai dan norma sosial
yang menghambat pembangunan pendidikan maka semakin tinggi tingkat persepsi
dan aspirasinya terhadap pendidikan semakin tinggi motivasi menyekolahkan, dan
semakin positif sikapnya terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun
Faktor usia responden tidak mempunyai hubungan dengan partisipasi
menyekolahkan ke jenjang SLTF'. Artinya faktor mudaltuanya usia seseorang
tidak mempengaruhi aktifitas menyekolahkan analcnya pada jenjang SLTP baik di


Desa A, B dan C. Akan tetapi faktor latar belakang pendidikan terbukti
mempunyai hubungan sangat nyata dengan intensitas partisipasi mereka. Variabel
jumlah anak terbukti mempunyai hubungan sangat nyata (tejadi hubungan
terbalik) dengan partisispasi menyekolahkan ke SLTP, artinya semakin sedikit
pemilikan anak, semakin tinggi partisispasi responden dalam menyekolahkan
anaknya ke SLTP, atau sebaliknya.
Faktor jarak antara rumah ke sekolah (SLTP) mempunyai hubungan terbalik
yang sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP di Desa A, B dan
C. Maksudnya semakin dekat tempat tinggal mereka dengan pusat infonnasi dan
lembaga pendidikan cenderung partisipasi mereka meningkat. Beberapa orang tua
di Desa A menyatakan kami bukan orang berada tetapi kami memaksakan diri
menyekolahkan ke SLTP karena tidak beriikir biaya transport dan uang jajan,
karena sekolah sangat dekat dari rumah. Demikian juga faktor perekonomian
masyarakat terbukti memiliki hubungan sangat nyata denga partipsipasi mereka di
Desa A, B dan C. Artinya mereka yang memiliki level status sosial ekonomi
tinggi cenderung lebih tinggi partisipasinya, dan demikian pula sebaliknya
kecederungan lain berarti apabila partisipasi mereka ingin ditingkatkan maka
harus di barengi dengan peningkatan perekonornian mereka.
Faktor lain adalah kemampuan berkomunikasi responden,

terbukti
mempunyai hubungan sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan ke SLTP di
Desa A,B dan C. Maksudnya semakin tinggi kemampuan mereka &lam mencari,
menerima dan menafsirkan pesan program Wajar, maka semakin tinggi
kecenderungannya untuk berpartisipasi. Juga terdapat hubungan sangat nyata
(tejadi hubungan terbalik) antara sistem nilai dan norma sosial dengan partisipasi
menyekolahkan ke SLTP. Artinya semakin longgar dengan sistem nilai dan nonna
sosial maka cenderung semakin meningkat pula partisipasi mereka, atau upaya
peningkatan partisipasi mereka bisa dilakukan melalui penghapusan nilai dan
norma sosial lama yang menghambat partisipasinya dan mengenalkan nilai dan
norma sosial baru yang mendorong mereka kearah yang diharapkan.
Persepsi dan aspirasi responden mengenai masa depan pendidikan anaknya
mempunyai hubungan sangat nyata dengan partisipasi menyekolahkan pada
jenjang SLTP. Maksudnya, semakin tinggi tingkat pemahaman dan cita-citanya
mengenai masa depan pendidikan anaknya maka semakin tinggi intensitas
partisipasi menyekolahkan khususnya pada jenjang SLTP.
Terdapat hubungan sangat nyata antara motivasi dengan partisipasi
menyekolahkan ke SLTP. Maksudnya semakin tinggi dorongan pada dirinya
untuk kemajuan pendidikan anaknya, maka semakin tinggi partisipasi
menyekolahkan pada jenjang SLTP. Kecuali itu juga terbukti bahwa antara sikap

terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun mempunyai hubungan sangat nyata
dengan partisipasi rnenyekolahkan ke SLTP. Maksudnya semakin positif mereka
menyikapi program Wajar, maka semakin tinggi partisipasinya, atau apabila
partisipasi mereka ingin ditingkatkan, maka hams diupayakan pembentukan sikap
mereka terhadap program Wajar Dikdas 9 tahun.
Dilihat dari perbedaan karakteristk wilayah menunjukkan adanya perbedaan
intensitas partisipasi diantara wilayah A, B dan C, di Desa A sebagian besar
katagori intensitas partisipasinya tinggi sedangkan di-Desa C tejadi sebaliknya.

Hasil uji kebermaknaan perbedaan partisipasi dengan menggunakan
teWanalisis m k a l Wallis diperoleh H sebesar 30,99 dari df =2. Artinya
bahwa perbedaan intensitas partisipasi diantara Desa A, B, dan C sangat berarti,
karena H > a 2 baik pada tamp nyata 0,05 (5,99) atau pada tarap nyata 0,01
(9.21).,
Berdasarkan temuan empirik diatas, maka untuk meningkatkan partisipasi
menvekolahkan ke SLTP disarankan keoada ~embuatkebiiakan. Tim Pokia
&ataan model-pemdrataan S L ~ ?
~ a j i r untuk
,
melakukan (1) pendekatan

baik untuk pengadaan gedungbaru atau tambahan ruang sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik wilayah (2) penggalian danalpotensi masyarakat, disamping dana
APBN dan APBD dan sumber lainnya untuk penyelenggaraan pendidikan (3)
melakukan dipersifikasi program clan pola pelaksanaan program Wajar Dikdas 9
tahun, baik melalui Pendidikan Formal maupun melalui Pendidikan Non Formal
dan (4) melakukan intensifikasi penyuluhan program Wajar secara langsung atau
melalui berbagai media.

.,

dan