Penilaian Kesehatan Hutan Kota Di Kabupaten Garut.

PENILAIAN KESEHATAN HUTAN KOTA DI KABUPATEN
GARUT

YUKI SAGITA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian kesehatan
hutan kota di Kabupaten Garut, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pebimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Yuki Sagita
NIM E44110037

ABSTRAK
YUKI SAGITA. Penilaian Kesehatan Hutan Kota di Kabupaten Garut. Dibimbing
oleh Dr Ir SUPRIYANTO.
Kabupaten Garut merupakan kota yang sedang berkembang sehingga banyak
terjadi perubahan dalam berbagai bidang. Kegiatan pembangunan kota sering kali
tidak memperhatikan lingkungan, padahal aspek lingkungan merupakan aspek yang
penting. Salah satu cara untuk menjaga lingkungan perkotaan agar sehat adalah
dengan membangun hutan kota. Kondisi tegakan di hutan kota harus dalam keadaan
sehat dan memenuhi fungsinya. Metode Forest Health Monitoring (FHM) merupakan
metode yang dapat digunakan untuk menilai kondisi tegakan di hutan kota. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menilai status kesehatan hutan kota di Kabupaten
Garut. Hutan kota yang dinilai dalam penelitian ini adalah Kerkop, Nusa Indah,
Ngamplang, Guntur, Situ Bagendit, dan Situ Cangkuang. Informasi tingkat kesehatan
hutan kota didapatkan dari data indikator produktivitas, biodiversitas, kondisi
kerusakan pohon dan kondisi tajuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situ
Cangkuang merupakan hutan kota yang memiliki tingkat kesehatan tertinggi

dengan tingkat kesehatan hutan yang sangat sehat. Situ Bagendit dan Kerkop
memiliki tingkat kesehatan hutan yang sehat, sedangkan Guntur, Ngamplang dan
Nusa Indah memiliki tingkat kesehatan hutan yang sedang. Tingkat kesehatan di
hutan kota Kabupaten Garut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pengelolaan hutan kota, jenis pohon penyusun tegakan hutan kota, dan aktivitas
manusia.
Kata kunci : Forest health monitoring, hutan kota, tingkat kesehatan tegakan

ABSTRACT
YUKI SAGITA. City Forest Health Assessment in Garut. Supervised by Dr. Ir
SUPRIYANTO.
Garut District is a growing city, so that many changes in various fields. Urban
development often don‟t pay attention to the environment, whereas the environmental
is an important aspect. One of the ways to maintain a healthy urban environment is to
develop of urban forests. The condition of forest stand in the city must be healthy and
fulfill its function. Forest Health Monitoring (FHM) method can be used to assess the
condition of forest stand in the city. The aim of this research is evaluating health
status of urban forest in Garut Distrik. Urban forests assessment in this study were
conducted in Kerkop, Nusa Indah, Ngamplang, Guntur, Bagendit, and Cangkuang
Lake urban forest. Informations of urban forest health level were obtained from the

data of productivity, biodiversity, tree damage and canopy condition. The results
showed that Cangkuang Lake is a urban forest having the highest health level or
very healthy. Bagendit Lake and Kerkop has a healthy level of forest health, while
Guntur, Ngamplang and Nusa Indah has a medium level of forest health. The level
of health in the urban forest of Garut District was influenced by several factors, those
are urban forest management, forest stand structure and human activitis.
Keywords: Forest Health Monitoring, urban forests, forest health level

PENILAIAN KESEHATAN HUTAN KOTA DI KABUPATEN
GARUT

YUKI SAGITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

: Peni aian Kesehatan Hutan Kota di Kabupaten Garut

Nama

:Yuki Sagita

NIM

: E441 00".

Disetujui oleh

Dr Ir Supriyanto

Pembimbing

MS

Tanggal Lulus :

:J·.
.

l
u

·-

rQ'•J

i
..




PRAKATA
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Alloh subhanahu wa ta‟ala yang telah menganugerahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam
penulis sampaikan kepada teladan umat Nabi Muhammad SAW. Tema yang
dipilih terkait dengan penilaian kesehatan di hutan kota yang dilaksanakan di
Kabupaten Garut. Hutan kota yang menjadi lokasi penelitian merupakan hutan
kota yang berada di kawasan lindung dan di kawasan pemukiman yang memiliki
perbedaan dalam pengelolaannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan kakak-kakak saya
yang senantiasa mendukung penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penghargaan yang luar biasa penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Supriyanto
selaku pembimbing yang telah membimbing penulis. Ungkapan terima kasih juga
saya ucapkan kepada keluarga Silvikultur 48 dan Keluarga Ipa Delapan
(KURAPAN) atas kebersamaan, dukungan, dan doanya serta kepada Dinas
Kehutanan Kab. Garut atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


Bogor, Agustus 2015
Yuki Sagita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

8
8
16

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP


31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kriteria kondisi tajuk
Nilai peringkat visual crown ratio (VCR) individu pohon

4
5

Deskripsi kode lokasi kerusakan pohon
Deskripsi kode tipe kerusakan dan nilai ambang keparahan
Nilai pembobotan untuk setiap tipe, lokasi dan tingkat keparahan

6
6
7

Sebaran jenis tanaman di hutan kota Kabupaten Garut
Struktur vegetasi berdasarkan tingkat pertumbuhan tanaman di hutan
kota Kabupaten Garut

9
11

Data indikator biodiversitas di hutan kota Kabupaten Garut
Nilai luas bidang dasar (LBDS) di hutan kota Kabupaten Garut

11
12

Sebaran lokasi kerusakan pohon di hutan kota Kabupaten Garut
Sebaran tipe kerusakan pohon di hutan kota Kabupaten Garut
Nilai plot level index (PLI) kerusakan pohon di hutan kota Kabupaten
Garut
13 Nilai visual crown ratio (VCR) pohon di hutan kota Kabupaten Garut
14 Skoring masing-masing indikator kesehatan hutan kota
15 Skoring indikator dan nilai akhir kesehatan hutan kota di Kabupaten
Garut

12
13
14

15
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Plot ukur forest health monitoring
2 Kode lokasi untuk indikasi kerusakan
3 Peta lokasi hutan kota di Kabupaten Garut (1) Kerkop, (2) Nusa Indah,
(3) Guntur, (4) Ngamplang, (5) Situ Bagendit, dan (6) Situ Cangkuang
4 Kerusakan pohon di Guntur : (A) cabang patah atau mati di Kerkop, (B)
luka terbuka di Nusa indah
5 Kerusakan pada pohon sengon akibat Xystrocera festiva
6 Kerusakan pohon berupa luka terbuka akibat kegiatan manusia di Situ
Bagendit

3
5
8
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta lokasi klaster plot di Situ Cangkuang
Peta lokasi klaster plot di Situ Bagendit
Peta lokasi klaster plot di hutan kota Kerkop
Peta lokasi klaster plot di hutan kota Nusa Indah
Peta lokasi klaster plot di hutan kota Ngamplang
Peta lokasi klaster plot di hutan kota Guntur

23
25
27
28
29
30

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan kota dengan membangun sarana dan prasarana dapat
menunjang aktivitas penduduk kota dan akan memajukan kota, tetapi dengan
adanya pembangunan kota dan aktivitas manusia juga dapat menyebabkan
kualitas lingkungan menurun. Kabupaten Garut merupakan salah satu kota di
provinsi Jawa Barat yang sedang berkembang sehingga banyak terjadi perubahan
dalam berbagai bidang. Pembangunan kota yang tidak teratur membuat keadaan
kota menjadi tidak tertata. Pembangunan kota sering kali tidak memperhatikan
aspek lingkungan dan dapat mengurangi ruang terbuka hijau serta meningkatkan
polusi. Penghijauan kota seharusnya merupakan bagian dari kegiatan
pembangunan, karena kota merupakan pusat kegiatan manusia sehingga
diperlukan lingkungan sehat yang dapat mendukung kegiatan di dalamnya.
Pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan merupakan
salah satu cara dalam memperbaiki kualitas lingkungan dan dapat mengurangi
polusi. Menurut Peraturan Daerah Kab. Garut No. 29 Tahun 2011, RTH
merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tanaman yang tumbuh secara
alami maupun sengaja ditanam. Salah satu contoh bentuk RTH di perkotaan ialah
hutan kota. Hutan kota adalah suatu hutan yang keberadaannya di dalam kota,
pinggiran kota atau di dalam daerah-daerah pusat pemukiman yang berkembang
karena proses urbanisasi (Khoiri 2004).
Pepohonan yang berada di hutan kota memiliki banyak kegunaan terutama
dalam memperbaiki kualitas lingkungan kota. Menurut Carpenter et al.(1975)
dalam Farida (2013) mengemukakan bahwa tanaman dapat merekayasa estetika,
mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi polusi udara, menurunkan suhu,
mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan
cahaya yang menyilaukan, serta mengurangi bau.
Hutan kota yang berada di Kabupaten Garut memiliki luasan sebesar 18.6
hektar yang terbagi ke dalam enam lokasi, yaitu Hutan Kota Guntur, Hutan Kota
Kerkop, Hutan Kota Nusa Indah, Hutan Kota Ngamplang, Hutan Kota Situ
Bagendit, dan Hutan Kota Situ Cangkuang. Hutan kota di Guntur, Kerkop, Nusa
Indah dan Ngamplang merupakan hutan kota yang berada di daerah pemukiman,
sedangkan hutan kota di Situ Cangkuang dan Situ Bagendit berada di kawasan
sejarah yang dilindungi.
Keberadaan hutan kota di kawasan perkotaan di Kabupaten Garut sangat
penting. Selain karena hutan kota memiliki banyak fungsinya, terdapat juga hutan
kota yang memiliki nilai sejarah sendiri bagi Kabupaten Garut. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penilaian kesehatan hutan kota untuk menjaga agar hutan kota
tetap sehat serta dapat memenuhi fungsinya. Penilaian kesehatan hutan dengan
metode forest health monitoring (FHM) merupakan salah satu cara dalam
mengevaluasi kondisi kesehatan tegakan hutan kota. Metode FHM dapat
memberikan informasi status, perubahan, kecenderungan dan saran kepada
pengelola agar tegakan hutan kota memiliki kondisi yang sesuai dengan fungsinya.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai status kesehatan tegakan
hutan kota di Kabupaten Garut.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
status kesehatan tegakan hutan kota di Kabupaten Garut. Hasil dari penilaian
status kesehatan hutan kota diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk perencanaan dan pemeliharaan hutan kota.
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan di hutan kota Kabupaten Garut yang terbagi ke dalam
enam lokasi, yaitu Hutan Kota Guntur, Hutan Kota Kerkop, Hutan Kota Nusa
Indah, Ngamplang, Situ Bagendit, dan Situ Cangkuang. Penilaian status kesehatan
hutan kota dilakukan dengan metode FHM. Indikator kesehatan hutan yang
digunakan pada penelitian ini dibatasi hanya pada indikator produktivitas (LBDS),
biodiversitas (struktur dan komposisi jenis), dan vitalitas (kondisi kerusakan
pohon dan kondisi tajuk).

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 yang bertempat di hutan
kota Kabupaten Garut yang terdiri dari enam lokasi yaitu Hutan Kota Kerkop,
Hutan Kota Nusa Indah, Hutan Kota Guntur, Hutan Kota Situ Cangkuang, Hutan
Kota Situ Bagendit dan Hutan Kota Ngamplang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, alat tulis, tally
sheet, patok, kamera dan laptop beserta software microsoft word dan software
microsoft excel, sedangkan bahan yang digunakan adalah tegakan yang berada di
hutan kota Kabupaten Garut.
Metode Penelitian
Pembuatan Plot Pengamatan
Pengambilan data di lapangan menggunakan plot ukur FHM (USDA-FS
1999). Plot FHM dibuat secara purposive sampling dengan memperhatikan
kondisi hutan kota agar dapat mewakili suatu area hutan kota. Jumlah sampel
pohon adalah sebanyak pohon yang berada dalam plot FHM (Gambar 1). Lokasi

3
plot FHM di Situ Cangkuang (4 klaster), Situ Bagendit (4 klaster), Kerkop (1
klaster), Nusa Indah (1 klaster), Ngamplang (2 klaster), dan Guntur(1 klaster)
dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4.

Gambar 1 Plot ukur forest health monitoring
Penilaian Kesehatan Pohon
1. Biodiversitas
Pengamatan biodiversitas ditujukan untuk mengetahui struktur dan
komposisi jenis di setiap hutan kota. Penilaian biodiversitas didasarkan kondisi
kemerataan (evenness index) Pielou (Pielou 1969), indeks ini mencakup
perhitungan kemerataan dan keanekaragaman jenis. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:




, dengan nilai Hʹ = -฀

Keterangan:
Jʹ = indeks kemerataan jenis Pielou
Hʹ = indeks keragaman jenis Shannon-Wiener
S = jumlah jenis yang ditemukan
ni = jumlah individu spesies ke-i
N = jumlah total individu

4
2. Pertumbuhan pohon
Pertumbuhan pohon dapat diukur dari penambahan diameter pohon pada
dua waktu pengukuran yang saling berurutan. Dari data diameter dapat digunakan
untuk menentukan nilai luas bidang dasar (LBDS). LBDS dapat menggambarkan
tingkat pertumbuhan sesaat atau produktivitas pohon dari waktu ke waktu. LBDS
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
LBDS =

D2

Keterangan:
LBDS = nilai luas bidang dasar per pohon
= konstanta (3.14)
D
= Diameter setinggi dada (dbh)
3. Vitalitas
Indikator vitalitas diamati dengan menggunakan parameter kerusakan
pohon dan kondisi tajuk. Kondisi kerusakan pohon diukur berdasarkan kriteria
penilaian kerusakan menurut metode FHM, yang terdiri dari tiga kode berurutan
yang menggambarkan lokasi terjadinya kerusakan (Tabel 1), tipe (penyebab)
kerusakan (Tabel 2) dan tingkat keparahan (Tabel 3) yang terjadi pada pohon.
Lokasi ditemukannya kerusakan pada pohon antara lain pada akar, batang,
cabang, tajuk, daun pucuk dan tunas (Gambar 2 dan Tabel 1).

Gambar 2 Kode lokasi untuk indikasi kerusakan

5
Tabel 1 Deskripsi kode lokasi kerusakan pohon (Tallent-Halsell 1994 dalam
Putra 2004)
Kode
Definisi
0
Tidak ada kerusakan
1
Akar terbuka dan “stump” (12 inch (30 cm) di atas permukaan tanah)
2
Kerusakan pada akar dan antara akar dan batang bagian bawah
3
Kerusakan pada batang bagian bawah (di bawah pertengahan antara
“stump” dan dasar tajuk
4
Kerusakan pada batang bagian bawah yang terdapat pula pada batang
bagian atas
5
Kerusakan pada batang bagian atas (di atas pertengahan antara
“stump” dan dasar tajuk
6
Kerusakan pada dahan utama yang terdapat pada bagian tajuk, di atas
dasar tajuk
7
Kerusakan pada ranting (dahan-dahan kecil dan dahan lain selain
dahan utama)
8
Kerusakan pada daun muda dan pucuk daun
9
Kerusakan pada tajuk
Tabel 2 Deskripsi kode tipe kerusakan dan nilai ambang keparahan (TallentHalsell 1994 dalam Putra 2004)
Nilai ambang keparahan (pada kelas
Kode Definisi
10% - 99%)
01
Kanker, gol (puru)
≥ 20% dari titik pengamatan
02
Konk, tubuh buah (badan buah), Tidak ada, kecuali ≥ 20% pada akar ˃
dan indikator lain tentang lapuk 3 feet (0.91 m) dari batang
lanjut
03
Luka terbuka
≥ 20% dari titik pengamatan
04
Resinosis/gummosis
≥ 20% dari titik pengamatan
05
Batang pecah
Tidak ada
06
Sarang rayap
≥ 20% dari titik pengamatan
11
Batang atau akar patah < 3 feet Tidak ada
(0.91 m) dari batang
12
Brum pada akar atau batang
Tidak ada
13
Akar patah atau mati ˃ 3 feet ≥ 20% pada akar
(0.91 m) dari batang
14
Kutu lilin
≥ 20%
20
Liana
≥ 20%
21
Hilangnya ujung dominan, mati ≥ 1% pada dahan pada tajuk
ujung
22
Cabang patah atau mati
≥ 20% pada ranting atau pucuk
23
Percabangan atau brum yang ≥ 20% pada ranting atau pucuk
berlebihan
24
Daun, kuncup atau tunas rusak
≥ 30% dedaunan penutupan tajuk
25
Daun berubah warna (tidak ≥ 30% dedaunan penutup tajuk
hijau)
31
Lain-lain
-

6
Tabel 3

Nilai pembobotan untuk setiap tipe, lokasi, dan tingkat keparahan
(Nuhamara dan Kasno 2001)
Kode
Kode lokasi
Tingkat
Nilai
Nilai
Nilai
kerusakan
kerusakan
Keparahan
11
2
0
0
10‒19%
1.1
01
1.9
1, 2
2
20‒29%
1.2
02
1.7
3, 4
1.8
30‒39%
1.3
12
1.6
5
1.6
40‒49%
1.4
03, 04, 13
1.5
6
1.2
50‒59%
1.5
21
1.3
7, 8, 9
1.0
60‒69%
1.6
14, 22, 23,
1.0
70%‒79%
1.7
24, 25, 31
80‒89%
1.8
>90%
1.9
0
1.5
Parameter pengukuran kondisi kerusakan pohon (tipe kerusakan, lokasi
kerusakan dan tingkat keparahan) dirumuskan dalam sebuah Indeks Kerusakan
(IK) sebagai berikut:
IK = [xTipe kerusakan*yLokasi*zKeparahan]
Keterangan :
x, y dan z adalah nilai pembobotan yang besarnya berbeda-beda bergantung
kepada tipe kerusakan, lokasi kerusakan, dan tingkat keparahan (Tabel 3).
Pencatatan kerusakan pohon dilakukan sebanyak jumlah kerusakan pohon
yang terjadi, dimulai dari lokasi dengan kode terendah. Kerusakan yang tidak
memenuhi nilai ambang, akan diberi nilai 0 dalam tingkat keparahannya. Apabila
terdapat kerusakan ganda pada lokasi yang sama, maka semua kerusakan tetap
dicatat supaya tingkat keparahannya dapat diperkirakan secara pasti dan tepat.
Indeks kerusakan dihitung pada tingkat pohon dengan menggunakan rumus:
Kerusakan tingkat pohon atau Tree damage level index (TDLI) = (Tipe
1*Lokasi 1*keparahan 1) + (Tipe 2*Lokasi 2*keparahan 2) + (Tipe
x*Lokasi y*keparahan z)
IK dapat dihitung pada tingkat plot dengan menggunakan rumus:
Indeks tingkat plot (PLI) = rata-rata kerusakan [pohon 1, pohon 2,pohon 3,..]
Indikator lain dari vitalitas adalah kondisi tajuk pohon, kondisi tajuk yang
diukur dalam metode FHM adalah
A. Nisbah tajuk hidup (live crown ratio-LCR), yaitu nisbah panjang batang
pohon yang tertutup daun terhadap tinggi total pohon.
B. Kerapatan tajuk (crown density-CDen), yaitu berapa persentase cahaya
matahari yang tertahan oleh tajuk yang tidak mencapai permukaan tanah.
C. Crown dieback (CDB), yaitu kematian pada pucuk tajuk pohon atau
cabang dan ranting yang baru saja mati dimana bagian yang mati dimulai
dari bagian ujung yang merambat ke bagian pangkal.
D. Transparansi tajuk (foliage transparancy-FT), yaitu jumlah persentase
cahaya matahari yang melawati tajuk dan dapat mencapai permukaan
tanah.

7
E. Diameter tajuk-Cd (crown diameter width- CdWd dan crown diameter at
90o-CD90), yaitu nilai rata-rata dari pengukuran panjang dan lebar tajuk
yang bersangkutan.
Pengukuran nilai LCR dapat diketahui dengan membandingkan nilai
panjang batang pohon yang tertutupi daun dengan tinggi total pohon. Parameter
kondisi tajuk dinilai berdasarkan pada tiga kelas parameter kondisi tajuk, yaitu
nilai 3 untuk kondisi tajuk baik, nilai 2 untuk kondisi tajuk sedang, dan nilai 1
untuk kondisi tajuk jelek. Penilaian persentase kriteria kondisi tajuk dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria kondisi tajuk (Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004)
Klasifikasi
Parameter
Baik (nilai 3)
Sedang (nilai 2)
Jelek (nilai 1)
Nisbah Tajuk Hidup
>40%
20‒35%
5‒15%
Kerapatan Tajuk
>55%
25‒50%
5‒20%
Transparansi Tajuk
0‒45%
50‒70%
>75%
Dieback
0‒5%
10‒25%
>30%
Diameter Tajuk
>10.1 m
2.5‒10 m