Redesain Konstruksi Bubu Elver
REDESAIN KONSTRUKSI BUBU ELVER
MISBAH SURURI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Redesain Konstruksi
Bubu Elver adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Misbah Sururi
NIM C451120051
RINGKASAN
MISBAH SURURI. Redesain Konstruksi Bubu Elver. Dibimbing oleh GONDO
PUSPITO dan ROZA YUSFIANDAYANI.
Bubu paralon digunakan oleh nelayan di perairan selatan Pulau Jawa untuk
menangkap elver atau juvenil sidat berukuran < 10 g. Permasalahannya, jumlah
tangkapan bubu tersebut sangat sedikit dan elver yang tertangkap sering dalam
kondisi terluka. Sementara pembeli membutuhkan elver sehat dalam jumlah yang
sangat banyak untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, perbaikan terhadap
konstruksi bubu elver sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk 1) mendapatkan
konstruksi model bubu yang mudah dimasuki elver dan bahan pembentuknya
tidak melukai elver dan 2) membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik
dibandingkan dengan bubu nelayan untuk menangkap elver.
Tiga uji dilakukan secara berurutan pada tahap pertama, yaitu uji konstruksi
bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu masuk dan penggunaan pintu
dalam bubu. Tahap selanjutnya dilakukan uji uji efektivitas rancangan bubu
dengan material pipa paralon. Tahap terakhir yang dilakukan berupa pengujian
efektivitas bubu spiral yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua.
Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium menggunakan metode percobaan.
Selama proses pengujian, tingkah laku elver direkam menggunakan CCTV
dengan metode ad libitum sampling.Seluruh pengujian dilakukan di dalam tangki
percobaan yang berisi antara 30 - 100 elver. Pengujian dilakukan sebanyak 20 –
25 ulangan dengan lama pengamatan 20 menit/ulangan.Data hasil tangkapan pada
setiap uji bagian-bagian bubu dianalisis menggunakan statistik deskriptif
komparatif. Analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) dilakukan untuk
melihat pengaruh bubu rancangan baru terhadap bubu nelayan. Sebelum
dilakukan uji RAL, data diuji kenormalannya menggunakan analisis Kolmogrovsmirnov. Jika data menyebar normal, maka data selanjutnya akan dianalisis
dengan uji statistik parametrik rancangan acak lengkap (RAL). Jika data tidak
menyebar normal, maka akan digunakan uji statistik non parametrik, KruskalWallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa elver lebih banyak masuk ke dalam
bubu yang tidak tertutup rapat, pintu masuk terbuat dari jaring dan bubu memiliki
pintu dalam. kematian elver akibat cidera karena melewati pintu ijep bambu
mencapai 148 ekor atau 67,27% dari 220 individu, sedangkan pintu jaring hanya
7 ekor (5,38%). Konstruksi bubu elver yang dibuat berbentuk spiral memberikan
hasil tangkapan sejumlah 286 ekor atau lebih banyak dibandingkan dengan bubu
paralon dua pintu (165 ekor) dan bubu nelayan (43 ekor).
Kata kunci : Bubu paralon, elver, bubu spiral dan ijep.
SUMMARY
MISBAH SURURI. Redesign of Elver Traps Construction. Supervised by
GONDO PUSPITO and ROZA YUSFIANDAYANI.
PVC trap is used by fisherman in the southern Java Island waters to capture
elver or juvenile eels measuring < 10 g.The problems are that trap catches too less
and elver in injured condition, while buyers need a lot of good elvers for
cultivating.Therefore, improvements to elver trap construction are needed. The
aims of this study are1) to get a trap model construction and materials that are
easier to be penetrated byelver and doesn’t hurt the body and 2) to prove that the
newly designedtraps are better than common traps used by fishermen.
The study is divided into three stages started with observing the parts of
traps, designing elver PVC traps and designingelver spiral traps.Three tests were
performed on the first stage continuously that are; rear traps models construction
test, entrance construction test, and the use of the inside door.The second stage
test was performed to test the effectiveness of the trap design with modified pipes
made of PVC materials. The last stage was testing the effectiveness of a spiral trap
made based on research from the second stage. All experiments were conducted at
the Fishing Gear Laboratory of Bogor Agricultural University using experimental
methods. During the testing process, elver’s behavior was recorded using CCTV
with ad libitum sampling methods. The entire tests were conducted in the
experimental tank containedof 30-100 elvers. Tests were done for 20-25 repetition
with 20 minutes of observation each. The data of catch for each part of traps
testswas analyzed using comparative descriptive statistic. Furthermore, statistical
analysis of Completely Randomized Design (CRD) was used to see the effect of
the new traps design compared to fishermen’s. Before the CRD test could be
performed, the data was tested using Kolmogrov - Smirnov analysis to see its
normality. If the data werespreading normally, then the data could be analyzed
using parametric statistical tests completely randomized design (CRD). If the data
were not spreading normally, then will be used a non-parametric statistical test
Kruskal – Wallis analysis.
The results showed that more elver penetrated into the trap that is not fully
sealed, the entrance is made of nets and traps have door inside. Elver
mortalitycaused by injury from entering door made of bamboo ijep materials
reach 148 individuals (67,27%) from total of 220 individuals, while only 7
individuals (5,38%). dead from entering door made of nets. Spiral Traps
construction caught 286 individuals or more than the two- door traps paralon (165
individuals) and fishermen’s traps (43 individuals) .
Key words: PVC trap, elver, spiral traps, ijep
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
REDESAIN KONSTRUKSI BUBU ELVER
MISBAH SURURI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Iin Solihin, SPi MSi
PRAKATA
Bubu elver yang digunakan nelayan di perairan Cilacap merupakan hasil
modifikasi dari bubu paralon untuk menangkap sidat dan belut ukuran konsumsi.
Alat tersebut digunakan apa adanya tanpa dilakukan penyesuaian terhadap
tingkah laku elver sebagai sasaran tangkap. Perubahan yang dilakukan hanya pada
ukuran bubu yang dijadikan lebih kecil dan penggunaan jaring pada bagian
belakang untuk memudahkan pengangkutan. Bubu elver hasil modifikasi tersebut
masih memiliki kelemahan pada beberapa bagiannya, terutama pada pintu masuk
yang masih menggunakan ijep bambu. Hasil observasi dilapang menunjukkan
bahwa hasil tangkapan bubu belum optimal dan beberapa elver yang tertangkap
dalam kondisi terluka .
Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara memperbaiki kembali
(redesain) konstruksi bubu elver. Produktivitas bubu yang telah diperbaiki
diharapkan dapat lebih baik. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk
menghasilkan bubu elver yang sesuai dengan harapan nelayan, yaitu dapat
meningkatkan jumlah dan kualitas hasil tangkapan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dilakukan penelitian yang berjudul “Redesain Konstruksi Bubu
Elver”
Tesis yang ditulis berdasarkan atas hasil penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi
Perikanan Laut, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Gondo Puspito, MSc
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku
Anggota Pembimbingyang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis.
Penyusunan tesis ini juga tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BPSDM), Kementerian
Kelautan dan Perikanan, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa
kepadapenulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor;
2. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong yang telah memberikan
izin kepada Penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB;
3. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang telah
memberikan ilmu maupun pengalaman yang berharga bagi penulis selama
menempuh pendidikan di IPB;
4. Keluarga besar di Kebumen dan Kendal, serta istri saya Ida Fahmi dan Anak
saya Aqila Nur Fathna atas motivasi yang diberikan selama ini; dan
5. Teman-teman seperjuangan TPL 2012, dan teman-teman di Laboratorium TPI
atas kebersamaan yang terjalin erat selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat
diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2014
Misbah Sururi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR ISTILAH
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka pemikiran
Hipotesis
1
1
2
3
3
3
4
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Analisa Data
6
6
6
7
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi Bubu Elver
Pengaruh material penutup bagian belakang bubu
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver
Pengaruh pintu dalam pada bubu elver
Hasil Rancangan Bubu Elver Paralon
Desain bubu elver paralon
Efektivitas bubu elver paralon
Rancangan Bubu Elver Spiral
Desain bubu elver spiral
Efektivitas bubu elver spiral
Rekomendasi
13
13
14
17
20
22
22
24
26
26
27
29
SIMPULAN DAN SARAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Analisis data
Perlakuan dan ulangan
Sidik ragam atau tabel ANOVA
Spesifikasi bubu elver
Spesifikasi bubu modifikasi 1
Spesifikasi bubu modifikasi 2
Spesifikasi bubu elver spiral
10
10
11
14
23
24
27
DAFTAR GAMBAR
1 Skema pendekatan masalah
2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat
3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring
kerucut
4 Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu
5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan
6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap
7 Konstruksi dan dimensi bubu elver
8 Jumlah elver yang masuk kedalam model bubu tertutup jaring
dan tertutup rapat
9 Migrasi ikan sidat
10 Ijep pada bubu elver
11 Hasil rancangan pintu dari material jaring
12 Jumlah elver yang masuk ke dalam model bubu berdasarkan
konstruksi pintu masuk
13 Kondisi elver setelah melalui pintu ijep
14 Jumlah elver yang terperangkap pada model bubu satu pintu
dan dua pintu
15 Ruang yang terbentuk pada bubu dua pintu
16 Elver bergerombol di mulut masuk model bubu
17 Konstruksi bubu modifikasi 1
18 Konstruksi bubu modifikasi 2
19 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga konstruksi bubu
pada uji efektivitas bubu elver paralon
20 Kerangka bubu spiral tanpa selimut
21 bubu elver spiral
22 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu pada
pengujian efektivitas bubu elver spiral
4
6
7
7
9
13
14
15
16
17
18
19
20
21
21
22
23
24
25
26
27
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Alat penelitian
Bahan penelitian
Hasil pengujian material penutup bagian belakang bubu
Hasil pengujian konstruksi pintu masuk
Hasil pengujian penggunaan pintu dalam
Uji efektivitas bubu elver modifikasi
Uji efektivitas bubu elver spiral
Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu paralon
Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu spiral
33
35
36
37
38
39
40
41
43
DAFTAR ISTILAH
Adaptasi
Ad libitum sampling
Anadromus
Bubu
Desain
Deskriptif komparatif
Efektivitas
Elver
Glass eel
Hapobi
Ijep
Juvenil
Catadromous
Konstruksi
: Penyesuaian terhadap lingkungan, pelajaran
atau pekerjaan yang baru
: Salah satu metode dalam perekaman data yang
mengabaikan kendala sistematis pada subjek
yang diteliti;
: Migrasi dari laut menuju hulu sungai;
: Alat penangkap ikan berupa jebakan;
: Pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan
suatu benda;
: Analisa data yang menggambarkan dan
membandingkan hasil;
: Pencapaian tujuan secara tepat atau memilih
tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian
alternatif atau pilihan cara dan menentukan
pilihan dari beberapa pilihan lainnya;
: Juvenil sidat dengan ukuran kurang dari 10 g;
: Juvenil sidat dengan tubuh masih transparan
seperti kaca, hidup di muara, ukuran kurang
dari 1 g;
: Pergerakan hewan yang menghindari massa air
bersalinitas tinggi;
: Pintu masuk pada alat tangkap bubu yang
terbuat dari anyaman bambu;
: Ikan dalam ukuran, bentuk dan umur tertentu
yang belum dewasa;
: Migrasi dari hulu sungai menuju laut;
: Susunan yang saling terhubung sehingga
menjadi suatu kesatuan struktur;
Laut dalam
Matang gonad
Mesh size
Migrasi/ruaya
Modifikasi
Model
Predator
Produktivitas
Redesain
Regulasi
Reotropis
: Perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200
meter;
: Siap untuk bereproduksi;
: Ukuran panjang dua kali kaki jaring;
: Proses pergerakan spesies pada stadia tertentu
dalam jumlah banyak ke suatu wilayah untuk
hidup, tumbuh dan berkembangbiak;
: Pengubahan atau perubahan yang dilakukan
untuk tujuan penyempurnaan;
: Rencana, representasi, atau deskripsi yang
menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep,
yang seringkali berupa penyederhanaan atau
idealisasi;
: Hewan pemangsa hewan lain;
: Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu
dalam waktu tertentu;
: Mendesain atau merancang ulang suatu alat
atau benda;
: Peraturan yang dibuat oleh lembaga atau
pemerintah dan bersifat mengikat; dan
: Hewan yang melakukan pergerakan melawan
arus.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sidat (Anguilla sp) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup
melimpah di perairan Indonesia. Menurut Suhega dan Suharti (2008) dan Aoyama
(2009), dari 18 spesies yang tersebar di seluruh dunia, 9 spesies diantaranya
terdapat di perairan Indonesia, yaitu Anguilla celebesensis, A. marmorata, A.
borneensis, A. interioris, A. obscura, A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica, A.
nebulosa nebulosa dan A. megastoma. Penyebarannya sangat luas, mulai dari
perairan selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau
Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa
Tenggara Barat hingga perairan utara Pulau Papua (Affandi 2005; Sasongko et al.
2007 dan Setianto 2012).
Kelebihan sidat dibandingkan dengan jenis ikan lainnya adalah kandungan
gizinya sangat tinggi dengan kadar protein mencapai 21,5 % dan vitamin A
sebesar 4700IU (Pratiwi 1998 dan Setianto 2012). Ini menjadi salah satu sebab
mengapa sidat sangat diminati oleh konsumen internasional, seperti Jepang, Korea
Selatan, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan China (Affandi 2005; Haryono
2008 dan Bachtiar et al. 2013). Informasi dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2012) menyebutkan bahwa permintaan ekspor sidat telah mencapai
lebih dari 300.000 ton/tahun, sedangkan produksinya hanya 3.150 ton/tahun.
Hampir seluruh sidat yang diekspor berasal dari hasil pembesaran di kolam
budidaya (Rovara et al. 2007). Ini dikarenakan konsumen internasional lebih
menyukai sidat hasil budidaya dibandingkan dengan sidat hasil tangkapan alam.
Menurut Sasongko et al. (2007), tekstur daging sidat hasil budidaya lebih lembut
dan aman dari zat-zat kontaminan berbahaya yang terkandung di dalamnya.
Permasalahannya, pembudidayaan sidat sangat terkendala oleh ketersediaan stok
juvenil yang akan dibesarkan. Pasokan juvenil sidat dari alam, menurut Herianti
(2005); Haryono (2008) dan Sutrisno (2008) sangat tidak menentu. Sementara
pemijahan buatan untuk menghasilkan juvenil sidat masih sulit dilakukan oleh
para ahli, karena siklus hidupnya yang unik (Haryono 2008). Sidat bersifat
catadromous migration, yaitu memijah di perairan laut dalam (Tesch 2003;
Sasongko et al. 2007 dan Aoyama 2009).
Juvenil sidat yang paling laku dibeli oleh pembudidaya adalah glass eel dan
elver. Informasi yang didapatkan dari pengepul menyebutkan bahwa harga glass
eel mencapai Rp 700.000 – Rp. 1.750.000 per kg, elver Rp 120.000–Rp 400.000
per kg, sedangkan ukuran di atas elver berkisar Rp 45.000 – 80.000 per kg. Harga
juvenil ini tergolong sangat tinggi, sehingga menjadi komoditas perikanan yang
cukup diminati pembudidaya dan sebagai mata pencaharian oleh beberapa
nelayan.
Hasil survei di beberapa tempat menunjukkan bahwa juvenil sidat yang
ditangkap oleh nelayan umumnya berupa glass eel. Tingkat kematian juvenil ini
ketika dibesarkan pada proses budidaya masih sangat tinggi, yaitu antara 70-80%
(Haryono 2008). Oleh karena itu, target tangkapan juvenil ini lebih baik
difokuskan pada elver. Ini dikarenakan elver memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar dan telah teradaptasi pada perairan tawar, sehingga ketahanan hidupnya
2
lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel ketika dibesarkan di dalam kolam air
tawar.
Ukuran elver yang banyak ditangkap oleh nelayan untuk dibudidayakan
berkisar antara 1 - 10 g/ekor. Habitatnya berada di sepanjang sungai di perairan
selatan Pulau Jawa, seperti perairan Palabuhanratu dan perairan Cilacap
(Sasongko et al 2007 dan Rovara 2010). Beberapa nelayan menangkapnya dengan
bubu yang terbuat dari pipa PVC (polyvinil chloride), atau disebut bubu elver.
Bagian depannya dilengkapi dengan pintu masuk berupa ijep yang terbuat dari
anyaman bambu dan bagian belakangnya dilengkapi dengan kantong jaring PE
(polyethylene). Jenis alat tangkap ini sangat populer dan banyak dioperasikan oleh
nelayan.
Bubu elver berbentuk silinder, terbuat dari pipa paralon – disebut sebagai
bubu paralon -- dan digunakan untuk menangkap belut laut dan beberapa jenis
ikan lindung lainnya (Martasuganda 2008). Kelebihannya, bubu elver dapat
dirangkai dengan mudah dan cepat sebelum dioperasikan. Selain itu, kualitas hasil
tangkapannya jauh lebih baik dibandingkan dengan jenis alat tangkap lainnya
(Baskoro dan Effendi 2005). Adapun kelemahannya adalah jumlah hasil
tangkapan bubu sedikit, beberapa elver yang terperangkap dalam kondisi terluka
dan pengangkutan bubu dalam jumlah yang banyak sulit dilakukan. Oleh karena
itu, konstruksi bubu elver sangat perlu didesain ulang untuk meningkatkan jumlah
dan kualitas tangkapan serta memudahkan pengangkutan alat.
Pustaka yang membahas redesain bubu elver sangat sulit ditemukan. Satu
jurnal penelitian yang didapat membahas rancang bangun bubu paralon untuk
menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan dengan perlakuan berupa panjang
bubu dan perbedaan jenis umpan (Soegiri et al. 2009). Beberapa hasil riset yang
didapatkan umumnya membahas sidat dan elver secara umum (Haryono 2008;
Sugeha dan Suharti 2008; Aoyama 2009 dan Pipper et al. 2012). Namun
demikian, seluruh publikasi ini dijadikan sebagai bahan masukan untuk
membahas hasil penelitian ini.
Rumusan Masalah
Bubu elver merupakan hasil modifikasi dari bubu untuk menangkap belut
dan sidat, yaitu bubu berbentuk silinder yang diberi pintu masuk berupa ijep dan
diameternya diperkecil dari 13,5-17,5 cm menjadi 7,5-10 cm. Badan bubu
terbuat dari potongan pipa paralon yang diberi pintu masuk dan lubang
pengambilan hasil tangkapan.
Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa bubu elver memiliki 3
kelemahan utama, yaitu jumlah tangkapan sangat sedikit antara 1-3 elver/bubu,
elver yang tertangkap biasanya dalam keadaan terluka dan pengangkutan bubu
dalam jumlah yang banyak sangat sulit dilakukan. Hal ini sangat merugikan,
karena elver yang sehat dalam jumlah yang banyak selalu dicari oleh
pembudidaya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendesain ulang konstruksi
bubu, terutama pada bagian pintu masuknya. Bagian ini diperkirakan sangat
berpengaruh terhadap jumlah elver yang dapat melaluinya. Perbaikan juga
diarahkan pada penggantian material pintu masuk agar tidak melukai elver dan
perancangan bubu dengan jenis material kawat besi agar lebih memudahkan
pengangkutan bubu. Beberapa perbaikan yang dilakukan adalah:
3
1.
2.
3.
4.
Konstruksi penutup bagian belakang bubu;
Konstruksi pintu masuk bubu;
Penggunaan pintu dalam pada bubu; dan
Perancangan bubu spiral untuk mengefisienkan operasi penangkapan.
Penelitian difokuskan pada konstruksi bubu yang tepat untuk menangkap
elver. Sasaran tangkapan elver sengaja dipilih, karena komoditas ini memiliki
ketahanan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel (Haryono 2008
dan Setianto 2012), sehingga pembudidaya sangat meminatinya. Selain itu, harga
elver cukup tinggi. Informasi yang didapat dari nelayan menyebutkan bahwa
harga elver berkisar antara Rp. 120.000–Rp 400.000 per kg pada tahun 2013.
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk:
1. Mendapatkan bentuk model bubu yang mudah dimasuki elver dan sekaligus
tidak melukai tubuhnya; dan
2. Membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik dibandingkan dengan
bubu nelayan untuk menangkap elver.
Manfaat
Tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Rekomendasi kepada nelayan untuk menggunakan bubu yang lebih efektif dan
efisien untuk menangkap elver;
2. Perbaikan teknologi bubu untuk memanfaatkan sumberdaya elver;
3. Acuan dalam penyempurnaan bubu elver agar menjadi lebih produktif dan
mendapat hasil tangkapan yang lebih berkualitas; dan
4. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan.
Kerangka Pemikiran
Bubu paralon merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap
sidat dan belut. Seiring berjalannya waktu, bubu mengalami perubahan pada
diameter pipa dan penambahan kantong. Sasaran tangkapnya juga berubah
menjadi juvenil sidat berupa elver. Jenis bubu ini sangat disukai oleh nelayan.
Namun demikian, hasil survei lapang menunjukkan bahwa jumlah tangkapan
bubu masih sedikit. Elver yang tertangkap umumnya dalam kondisi terluka.
Kelemahan lainnya, pengangkutan bubu dalam jumlah banyak sangat sulit
dilakukan. Berdasarkan tiga alasan tersebut, maka penelitian redesain konstruksi
bubu yang tepat untuk menangkap elver sangat perlu dilakukan.
Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur design engineering
(Khandani 2005). Kegiatan pada penelitian ini hanya membatasi lima prosedur
dari delapan prosedur yang ada, yaitu 1. identifikacation of problem, 2. research
the problem, 3. develop problem solution, 4. select the best problem solution dan
5. contruct the prototype. Adapun tiga tahapan selanjutnya, yaitu 1. test and
evaluate solution, 2. communicate the solution dan 3. finishing desain belum
4
dapat dilakukan. Ketiganya akan dijadikan sebagai penelitian lanjutan. Lima
prosedur pada penelitian ini disajikan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.
Bubu elver mulai populer digunakan nelayan
untuk menangkap elver
Hasil
tangkapan
belum optimal
Target tangkapan
berkembang dari
sidat dan belut
ke elver
Pintu masuk
bubu melukai
tubuh elver
Pengangkutan bubu
dalam jumlah banyak
sulit dilakukan
PERMASALAHAN
(Identifikasi Problem)
Habitat elver
Kegiatan
penangkapan
Studi literatur
INPUT
(Riseach the Problem)
Diperlukan penelitian konstruksi bubu yang
sesuai dengan tingkah laku elver
Penelitian redesain konstruksi bubu elver
Penutupan bagian
belakang bubu
Konstruksi pintu
masuk bubu
Penggunaan pintu
dalam pada bubu
Perancangan bubu
konstruksi baru
Membandingkan efektivitas antara konstruksi bubu baru
dengan bubu nelayan
PROSES
(Develop solution)
Konstruksi bubu yang sesuai
untuk menangkap elver
OUTPUT
(Select the best
solution)
Keterangan :
= Alur Pemikiran
= Batas alur pemikiran
Efektivitas bubu untuk menangkap elver
TUJUAN
(Contruct the prototype)
Gambar 1 Skema pendekatan masalah
5
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Perbedaan konstruksi penutup bagian belakang bubu mempengaruhi
respon elver untuk masuk ke dalam bubu.
2. Konstruksi pintu masuk bubu dari material jaring lebih mudah dilewati
dan tidak melukai tubuh elver dibandingkan dengan pintu ijep dari
anyaman bambu ;
3. Penggunaan pintu dalam pada bubu dapat meningkatkan jumlah elver yang
terperangkap; dan
4. Bubu elver hasil rancangan baru memiliki efektivitas yang lebih baik
dibandingkan dengan bubu elver milik nelayan.
6
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penelitian terhadap bagianbagian bubu, rancangan bubu elver paralon dan rancangan bubu elver spiral.
Penelitian tahap pertama dilaksanakan antara bulan Juli-September 2013. Tahap
kedua dan ketiga dilaksanakan antara bulan Oktober-Desember 2013. Seluruh
penelitian berlangsung di Laboratorium Bahan dan Alat Penangkapan Ikan,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Seluruh penelitian menggunakan bahan yang sama, yaitu 350 juvenil sidat
(elver) jenis Anguilla bicolor bicolor berukuran < 10 gr dan 1.554 l air tawar.
Adapun peralatan utama yang digunakan berupa tangki percobaan berukuran
150×75 (Ø×t) (cm), satu bak pemeliharaan 120×60×60 (cm), dua akuarium
perawatan (90×46×35 cm), circuit closed television (CCTV), kamera digital,
timbangan digital, pHmeter, thermometer dan empat unit filter air. Alat dan bahan
lain yang digunakan berdasarkan atas jenis pengujian dijelaskan sebagai berikut:
Uji konstruksi penutup bubu
Penelitian konstruksi penutup bubu menggunakan dua pipa PVC
berdiameter 7,5 cm dengan panjang masing-masing 50 cm. Ujung kedua pipa
dibiarkan terbuka, sedangkan masing-masing ujung lainnya ditutup dengan jaring
polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm dan dop pipa (Gambar 2). Pada
pengujian ini digunakan 30 elver.
50 cm
50 cm
(a)
(b)
7,5 cm
Gambar 2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat dengan dop PVC
Uji konstruksi pintu masuk bubu
Uji konstruksi pintu masuk bubu menggunakan dua model mulut bubu,
yaitu ijep bambu dan pintu masuk berbentuk kerucut terpancung dengan material
pembentuk berupa jaring polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm. Diameter
kerucut bagian depan 7,5 cm, bagian belakang 2,5 cm dan panjangnya 10 cm.
Penelitian dimulai dengan membuat empat model bubu dari pipa PVC. Dua
bubu dilengkapi pintu masuk dari material jaring dan dua bubu lainnya dengan
ijep (Gambar 3). Penutup model bubu disesuaikan dengan hasil penelitian
pertama. Elver yang digunakan sebanyak100 ekor.
7
50 cm
50 cm
(a)
(b)
7,5 cm
Gambar 3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring kerucut
Uji penggunaan pintu dalam
Penelitian menggunakan model bubu dari pipa PVC sebanyak empat unit.
Masing-masing adalah dua model bubu dengan satu pintu dan dua model bubu
dengan dua pintu. Rancangan pintu kedua diposisikan di dalam badan bubu.
Ruang di bagian belakang pintu kedua difungsikan sebagai kantong penampung
(Gambar 4). Penutup model bubu dan konstruksi pintu masuk didasarkan atas
hasil penelitian pertama dan kedua. Pengujian menggunakan 80 elver.
30 cm
50 cm
20 cm
7,5 cm
Gambar 4. Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu
(b)
(a)
Uji bubu elver
Bubu yang diuji adalah bubu nelayan, dua bubu modifikasi dan satu buah
bubu spiral. Pengujian dilakukan di dalam bak percobaan. Elver yang digunakan
sebanyak 60 ekor.
Metode Penelitian
Penelitian terbagi atas tiga tahap secara berurutan yang diawali dengan
penelitian terhadap bagian-bagian bubu, perancangan bubu elver paralon
modifikasi, dan perancangan bubu spiral. Tahap pertama dilakukan tiga uji secara
berurutan, yaitu uji konstruksi bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu
masuk dan penggunaan pintu dalam bubu. Tahap kedua adalah uji efektivitas
rancangan bubu dengan material pipa paralon yang dibuat berdasarkan hasil dari
uji tahap pertama. Adapun tahap akhir berupa pengujian efektivitas bubu spiral
yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua.
Seluruh tahapan penelitian menggunakan metode percobaan yang dilakukan
di laboratorium pada kondisi yang terkontrol. Penggunaan metode ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh
perlakuan terhadap variabel respon atau variabel yang diperhatikan.
Tingkah laku elver selama proses pengujian diamati dan direkam dengan
menggunakan CCTV. Metode perekamannya adalah ad libitum sampling atau
pengamatan sesaat yang terkontrol. Menurut Martin dan Bateson (2010)
penggunaan metode ini mengabaikan kendala sistematis pada subjek yang
8
direkam dan kapan waktunya. Metode ini hanya mencatat kejadian yang terlihat
dan tampak relevan pada saat itu.
Beberapa perlakukan khusus dilakukan pada elver sebagai obyek penelitian.
Ini dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan suatu ragam pada penelitian
(Djunaedi 2000). Kegiatan yang dilakukan antara lain 1. elver dari tangkapan
alam diaklimatisasi kemudian dipelihara dalam bak pemeliharaan sampai sehat
dan aktif; 2. seleksi dilakukan untuk memisahkan elver yang sehat dan aktif
sebelum dilakukan percobaan, sedangkan elver yang sakit atau tidak aktif dirawat
dalam dalam bak karantina; dan 3. proses istirahat pada elver dilakukan sekitar 30
– 60 menit setiap selesai satu ulangan. Adapun prosedur kerja yang dilakukan
pada setiap penelitian disajikan pada uraian berikut.
Pengaruh penutupan bagian belakang model bubu
Penelitian ditujukan untuk mengetahui apakah penutupan mempengaruhi
respon elver untuk masuk ke dalam bubu. Prosedur pengujiannya mengikuti
langkah-langkah berikut:
1. Dua pipa diposisikan sejajar di dasar bak percobaan;
2. Sebanyak 30 ekor elver disebar ke dalam bak percobaan;
3. Pipa dibiarkan selama 20 menit dan pergerakan elver di sekitar lubang pipa
diamati dengan kamera CCTV;
4. Jumlah elver yang masuk ke dalam setiap pipa dicatat; dan
5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi pipa
dipertukarkan.
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu
Penelitian ditujukan untuk mendapatkan konstruksi pintu masuk bubu yang
mudah dimasuki oleh elver dan material pembentuknya tidak melukai tubuh elver.
Urutan pengujiannya adalah:
1. Empat model bubu diletakkan di dasar bak percobaan dengan posisi pintu
masuk saling berhadapan;
2. Sebanyak 100 elver dimasukkan ke dalam bak percobaan dan pergerakannya
diamati dengan CCTV;
3. Bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;
4. Elver yang berada di dalam bubu dikeluarkan dan dihitung jumlahnya; dan
5. Kerja yang sama dilakukan sebanyak 20 kali ulangan dengan posisi bubu
yang berbeda.
Penggunaan pintu dalam
Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pintu dalam
pada bubu dapat mempengaruhi jumlah elver yang terperangkap. Tahapan
pengujiannya adalah:
1. Empat bubu diletakkan saling berhadapan di dasar bak percobaan;
2. Sebanyak 80 ekor elver ditebar dan pergerakannya diamati dengan CCTV;
3. Model bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;
4. Jumlah elver yang terperangkap pada masing-masing bubu dihitung; dan
5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi setiap model
bubu diubah.
9
Uji rancangan bubu elver
Penelitian rancangan bubu dilakukan untuk membuktikan apakah bubu yang
dibuat dapat direspon dengan baik oleh elver. Bubu diharapkan dapat mudah
dimasuki oleh elver, tidak melukai tubuhnya dan elver yang terperangkap sulit
untuk meloloskan diri. Konstruksi bubu dirancang berdasarkan hasil ketiga uji
pada tahap pertama.
Perancangan bubu baru merupakan tahap penelitian kedua dan ketiga.
Kegiatan pada tahap kedua berupa perancangan bubu elver paralon dan pengujian
efektivitas. Hasil pengujian dibandingkan dengan bubu nelayan. Tahap terakhir
berupa perancangan bubu spiral. Konstruksinya dibuat berdasarkan hasil terbaik
yang didapatkan dari hasil ujicoba rancangan pada tahap kedua. Langkah-langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Satu bubu standar atau bubu nelayan dan dua bubu baru diletakkan berhadapan
di dalam bak pengamatan, sehingga pada bagian tengah bak terdapat
pertemuan mulut dari ketiga bubu tersebut (Gambar 5);
2. Sebanyak 60 elver diletakkan pada bagian tengah bak;
3. Elver dibiarkan bergerak dan masuk ke dalam bubu yang dipilihnya;
4. Pola pergerakan elver memasuki bubu diamati;
5. Uji dilakukan sebanyak 20 kali untuk uji tahap kedua dan 25 kali ulangan pada
tahap ketiga dengan beberapa kali pengacakan posisi bubu; dan
6. Jumlah elver yang masuk pada masing-masing bubu pada setiap ulangan
dicatat. Selanjutnya data tersebut diolah untuk menentukan bubu yang paling
efektif.
Bubu nelayan
Rancangan bubu 2
Rancangan bubu 1
Gambar 5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan
Analisis Data
Dua macam analisis data dilakukan pada penelitian ini, yaitu deskriptif
komparatif dan statistik. Analisis deskriptif komparatif dilakukan terhadap hasil
pengujian konstruksi penutup bubu, konstruksi pintu masuk bubu dan penggunaan
pintu dalam pada bubu. Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan
pada hasil pengujian rancangan baru konstruksi bubu.
10
Pengujian diawali dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada dua sampel bebas.
Uji ANOVA RAL menggunakan program SAS 9.1.3 portable (Mattjik dan
Sumertajaya 2000). Fungsinya untuk membandingkan jumlah elver yang
terperangkap pada masing-masing perlakuan. Analisis data yang digunakan untuk
setiap pengujian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis data
No. Materi pengujian
1. Penentuan konstruksi penutup bubu
2. Penentuan konstruksi mulut bubu
3. Pengaruh penggunaan dua pintu
4. Uji efektivitas rancangan bubu elver paralon
5. Uji efektivitas rancangan bubu elver spiral
Analisa
Deskriptif komparatif
Deskriptif komparatif
Deskriptif komparatif
ANOVA (RAL)
ANOVA (RAL)
Rancangan acak lengkap satu faktor (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan untuk membandingkan
efektivitas perangkap hasil rancangan dengan bubu paralon yang digunakan
nelayan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), perhitungan RAL satu faktor
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Perlakuan dan ulangan
Ulangan (r)
1
2
3
Total
perlakuan (Yi.)
1
11
12
13
2
21
22
23
1.
2.
Perlakuan (t)
3
4
5
31
41
51
32
42
52
33
43
53
3.
4.
5.
6
61
62
63
6.
Total ulangan
Y.1
Y.2
Y.3
Total
keseluruhan (Y..)
Model Linier : Yij = µ + τi + εij
Keterangan
Yij
µ
τi
εij
i
r
:
:
:
:
:
:
:
Nilai respon perlakuan ke – i ulangan ke – j;
Rataan umum
Pengaruh perlakuan ke - j
Pengaruh acak pada perlakuan ke –i ulangan ke - j
1,….,r dan j = 1,…, r; dan
Ulangan pada t = perlakuan.
Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah :
1. Aditif, homogen, bebas dan normal;
2. i bersifat tetap; dan
3. ijk ~ N (0, 2 ).
11
Adapun hipotesis yang diuji melalui analisis ini adalah:
1. Ho: 1 = 2 = 3 = ……. = 5 = 0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap
respon yang diamati); dan
2. Ho : 1 = 2 = 3 = ……. = 5 ≠ 0 (minimal ada satu perlakuan yang
berpengaruh terhadap respon).
Kesimpulan yang diperoleh adalah bila Fhit Ftab ,
maka tolak Ho. Bila
Fhit Ftab maka gagal tolak Ho. Fhit diperoleh dari tabel sidik ragam ANOVA yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Sidik ragam ANOVA
Sumber
Derajat
keragaman bebas (DB)
Jumlah
kuadrat (JK)
Ulangan sama r1 = r2 = …= rt = r
Perlakuan
t-1
JKP
Galat
t (r – 1)
JKG
Total
tr - 1
JKT
Ulangan tidak sama r1 ≠ r2 ≠ …≠ rt ≠ r
Perlakuan
t–1
JKP
Galat
Σ(rt – 1)
JKG
Total
(Σrt ) – 1
JKT
Kuadrat
tengah
(KT)
F - hitung
KTP
KTG
KTP / KTG
KTP
KTG
KTP / KTG
Apabila data tidak menyebar normal, maka digunakan.uji statistik non parametrik
Kruskal-Wallis Rumus persamaannya menurut Mehotcheva (2008) dan Asep
(2009) adalah sebagai berikut:
Keterangan
k
nj
N = nj
:
: Banyaknya sampel;
: Banyaknya perlakuan dalam sampel ke-j;
: Banyaknya kasus dalam semua sampel; dan
: Jumlah seluruh k sampel (kolom-kolom).
Rj : Range perlakuan
12
Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan
pada setiap perlakuan berbeda nyata ( Fhit Ftab ; gagal tolak Ho) maka digunakan
uji lanjut (Duncan Multiple Range Test). Ini dilakukan untuk melihat perlakuan
mana yang paling berpengaruh terhadap hasil pengujian. Model persamaannya
menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut:
Rp = ra;p;dbg S
Keterangan
ra;p;dbg
p
dbg
KTG
r
:
:
:
:
:
:
, dimana
S
Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α;
Jarak peringkat dua perlakuan; dan
Derajat bebas galat
Kuadrat tengah galat
Jumlah perlakuan
Seluruh kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium dalam kondisi
terkontrol. Ini dimaksudkan agar pengaruh lingkungan menjadi sekecil mungkin.
Adapun asumsi yang digunakan pada seluruh penelitian ini yaitu :
1. Waktu penelitian pada siang dan malami hari tidak berpengaruh terhadap
respon elver untuk memasuki bubu; dan
2. Setiap elver mempunyai peluang yang sama untuk masuk ke dalam bubu pada
setiap perlakuan.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Juvenil sidat merupakan sidat kecil dengan umur, bentuk, dan ukuran yang
belum dewasa. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 Tahun 2012
menetapkan bahwa panjang maksimal juvenil sidat 35 cm dengan diameter 2,5 cm
(Anonim 2012). Saat ini, juvenil sidat yang disukai pembudidaya memiliki berat <
10 g/ekor dengan panjang tubuh antara 10-15 cm. Juvenil sidat pada ukuran ini
biasa disebut sebagai elver yang sudah beradaptasi dengan air tawar. Menurut
Tecsh (2003); Sasongko et al. (2007); Suitha dan Suhaeri (2008) dan Aoyama
(2009), elver merupakan siklus hidup sidat yang sudah melewati stadia
leptochephalus, dan glass eel. Stadia berikutnya adalah yellow eel dan silver eel
atau sidat dewasa.
Elver banyak ditangkap di perairan sungai yang berhubungan dengan laut
dalam, seperti Palabuhanratu dan Cilacap. Gambar 6 menjelaskan elver yang
tertangkap oleh nelayan Cilacap beserta alat tangkapnya.
Gambar 6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap
Konstruksi Bubu Elver
Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap
elver adalah bubu yang terbuat dari pipa paralon, atau biasa disebut sebagai bubu
elver. Konstruksinya berbentuk silinder. Badan bubu terbuat dari material pipa
paralon (PVC), sedangkan kantongnya dibentuk oleh jaring polyethilene (PE).
Pipa yang digunakan berdiameter 7,5 cm dengan panjang 30 cm. Bubu dilengkapi
dengan pintu masuk ijep dari anyaman bambu yang dipasang pada bagian depan.
Material penutup bagian belakang bubu cukup beragam, yaitu mulai dari
tempurung kelapa, dop pipa paralon dan jaring. Ilustrasi konstruksi bubu elver
disajikan pada Gambar 7, adapun spesifikasinya dituliskan pada Tabel 4.
14
30 cm
20 cm
7,5 cm
PEMS 0,5 mm
Ijep
Kantong umpan
Gambar 7 Konstruksi dan dimensi bubu elver
Tabel. 4. Spesifikasi bubu elver
No. Bagian bubu
Keterangan
1. Badan
Material dari Pipa PVC Ø 7,5 cm; panjang 30 cm
2. Pintu masuk
Ijep dari anyaman bambu, Ø 7,5 cm; panjang 10 cm
3. Kantong
Jaring PE, ukuran mata 0,5 mm; panjang 20 cm
4. Tali kantong
PE Ø 0,2 mm
Konstruksi bubu elver dibuat oleh nelayan dengan meniru dari nelayan
lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa bagian bubu perlu diteliti. Tiga
bagian bubu yang diteliti adalah 1) material penutup bagian belakang bubu, 2)
konstruksi pintu masuk dan 3) penggunaan pintu dalam pada bubu.
Pengaruh material penutup bagian belakang bubu
Penutup bubu pada umumnya difungsikan sebagai lubang pengambilan hasil
tangkapan. Martasuganda (2008) menginformasikan bahwa bagian belakang bubu
juga terkadang dijadikan sebagai pintu masuk. Adapun Soegiri et al. (2009)
menggunakan dop pipa paralon sebagai penutup bagian belakang bubu.
Hasil pengamatan terhadap dua bubu -- dengan penutup jaring dan dop -menunjukkan bahwa kedua model bubu tersebut tetap dimasuki oleh elver. Hal ini
dikarenakan lubang pipa pada model bubu menarik perhatian elver untuk
dijadikan tempat berlindung. Bentuk tubuhnya yang bulat memanjang
memudahkan baginya untuk masuk ke dalam bubu. Ini diperkuat oleh pendapat
Sasongko et al. 2007 ; Haryono 2008 dan Setianto 2012 yang menjelaskan bahwa
tingkah laku elver selalu mencari lubang sebagai tempat berlindung, seperti
terowongan, celah antar potongan tanaman, bebatuan dan akar tanaman.
Jumlah elver yang masuk ke dalam dua model bubu ditunjukkan pada
Gambar 8 dan Lampiran 3. Model bubu dengan bagian belakang tertutup jaring
dimasuki oleh 247 elver atau 2,71 kali lebih banyak dibandingkan dengan bubu
yang tertutup rapat dengan dop pipa paralon sebanyak 91 elver.
15
.
25
Tertutup rapat (dop)
17
15
10
12
14
10
10
11
7
4
2
2
3
3
4
2
2
2
3
3
4
5
4
5
5
7
7
8
8
8
11
12
13
13
8
10
8
10
15
13
Jumlah (elver)
20
18
19
21
Tertutup jaring
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Ulangan ke-
Gambar 8. Jumlah elver yang masuk ke dalam model bubu tertutup
jaring dan tertutup rapat
Bubu dengan penutup jaring dapat dimasuki oleh elver hingga 21
ekor/ulangan, sedangkan model bubu tertutup rapat hanya 10 elver/ulangan. Ini
menunjukkan bahwa elver lebih menyukai model bubu yang tidak tertutup rapat
sebagai tempat berlindung.
Jumlah elver yang lebih banyak masuk ke dalam model bubu bertutup jaring
berkaitan erat dengan adanya aliran air yang melalui pipa bubu. Ini diduga
berhubungan dengan tingkah laku migrasinya di sungai. Elver berenang melawan
aliran air menuju hulu sungai yang menjadi tempat pembesarannya. Lucas dan
Baras (2001) diacu dalam Fahmi (2010) menjelaskan bahwa migrasi atau ruaya
merupakan sebuah proses pergerakan spesies pada stadia tertentu dalam jumlah
banyak ke suatu wilayah untuk hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Tesch (2003)
Silvergrip (2009) dan Krismono (2013) menyatakan bahwa sidat merupakan ikan
peruaya dengan sifat migrasi secara catadromous, yaitu ikan yang beruaya dari air
tawar menuju air laut untuk melakukan pemijahan. Fahmi (2010) menambahkan
bahwa tiga habitat yang menjadi tempat tujuan migrasi adalah tempat reproduksi,
tempat makan dan tempat untuk berlindung dari serangan predator. Selanjutnya
dijelaskan bahwa ketiga habitat ini merupakan tujuan dari migrasi sidat pada tiap
stadia perkembangan dalam hidupnya. Ilustrasi siklus hidup dan migrasinya dapat
dilihat pada Gambar 9.
16
Fresh water
CATADROMY
Most feeding and growth in frsh water
Juvenil migration to fresh water
Sea
Adult return migration to the sea
Early feeding and growth in sea
Reproduction
Gambar 9 Siklus hidup dan migrasi sidat
Gambar 9 menjelaskan bahwa sidat melakukan ruaya selama siklus
hidupnya. Tiga tahap ruaya sidat adalah pada saat 1. juvenil, 2. proses
pertumbuhan dan 3. dewasa atau matang gonad. Pada saat juvenil, sidat akan
beruaya dari laut menuju air tawar dan dalam proses pertumbuhannya sidat selalu
beruaya mencari daerah pembesaran yang sesuai. Setianto (2012) dan Krismono
(2013) menyatakan bahwa sidat akan menempati daerah pembesaran yang sesuai,
seperti genangan, bendungan, atau waduk sampai dewasa. Setelah matang gonad,
sidat akan beruaya kembali ke laut untuk melakukan pemijahan. Sugeha dan
Suharti (2008); Sugeha (2008) dan Yosinaga et al.(2014) menginformasikan
bahwa juvenil sidat yang beruaya dari air laut menuju muara sungai berada pada
stadia glass eel. Adapun elver bermigrasi dari muara menuju ke hulu sungai dalam
upaya mencari daerah pembesaran (Sivergrip 2009 dan Krismono 2013). Selama
proses migrasi ini, elver akan selalu mencari aliran air untuk menemukan daerah
pembesaran yang sesuai. Hal ini juga diperkuat oleh Tesch (2003) dan Aoyama
(2009) yang menjelaskan bahwa elver bermigrasi secara anadromous, yaitu ruaya
dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran dengan pergerakan melawan arus
menuju ke arah hulu dalam kawanan multi spesies.
Sidat yang beruaya secara anadromous menunjukkan perilaku hiperaktif
yang tinggi, sehingga bersifat reotropis atau ruaya melawan arus (Setianto 2012).
Selanjutnya dijelaskan bahwa juvenil sidat juga bersifat haphobi (menghindari
massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan pergerakan melawan arus
ke arah datangnya air tawar. Tingkah laku inilah yang menyebabkan elver lebih
tertarik berlindung pada benda-benda di sekitarnya yang masih dilalui aliran air.
Ketertarikan elver terhadap aliran air juga diperkuat oleh Deelder (1986) diacu
dalam Sriyati (1998) dan Pipper et al. (2012) yang menyatakan bahwa elver
mempunyai kemampuan untuk mencium air tawar ketika melakukan ruaya.
Elver selalu berlindung pada lubang atau benda-benda yang berada di
sekitarnya selama melakukan ruaya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
perlindungan diri dari ancaman hewan predator. Elver merasa aman jika
mendiami suatu lubang yang ada aliran airnya, seperti bebatuan dan akar tanaman
(Sasongko et al. 2007). Lubang yang gelap tanpa aliran air biasanya digunakan
sebagai tempat persembunyian hewan predator, seperti gabus, lele, belut dan
kepiting. Ini diperkuat oleh pendapat Haryono (2008) dan Setianto (2012) yang
menjelaskan bahwa elver selalu mencari lubang, terowongan, potongan-potongan
17
tanaman, atau bebatuan sebagai perlindungan dari predator ketika melakukan
migrasi menuju daerah pembesaran.
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver
1. Konstruksi pintu masuk ijep pada bubu elver
Bubu elver yang digunakan oleh nelayan umumnya menggunakan ijep pada
pintu masuknya. Soegiri et al. (2009); Putra et al. (2013) dan Purwanto et al.
(2013) menginformasikan bahwa ijep merupakan istilah untuk pintu masuk pada
bubu. Nelayan Cilacap menyebut ijep sebagai pintu masuk bubu yang terbuat dari
anyaman bambu.
Ijep dirancang berbentuk corong atau kerucut. Deretan anyaman lidi bambu
masih disisakan pada bagian belakangnya. Fungsinya untuk mencegah ikan yang
terperangkap agar tidak dapat meloloskan diri dari lubang masuk yang sama. Ikan
yang mencoba meloloskan diri akan menabrak lidi ijep sebelum menemukan
lubang pintu masuk. Pada akhirnya, ikan akan menghindari ijep dan masuk
kembali ke bagian dalam bubu.
Perkembangan penggunaan ijep telah lama diaplikasikan pada berbagi jenis
bubu, salah satunya pada bubu elver. Umumnya, ijep digunakan pada bubu untuk
memerangkap target tangkapan ikan konsumsi atau ikan dewasa. Ikan dewasa
mempunyai ketahanan tubuh yang baik, sehingga penggunaan ijep tidak terlalu
beresiko terhadap kualitas hasil tangkapan. Perkembangan selanjutnya
penggunaan ijep juga diaplikasikan pada bubu dalam penangkapan juvenil ikan
untuk tujuan budidaya, padahal juvenil mempunyai daya tahan tubuh yang sangat
rendah. Penggunaan ijep dapat melukai juvenil. Ini sekaligus akan menurunkan
kualitas juvenil. Oleh karena itu, tingkat keamanan penggunaan ijep pada
penangkapan juvenil sangat perlu untuk diteliti.
Berdasarkan hasil pengamatan laboratorium didapatkan bahwa konstruksi
ijep pada bubu elver tersusun atas 80-84 lidi bambu berdiameter 2 mm.
Panjangnya berkisar antara 10-14 cm, lebar celah antar lidi sangat rapat dan
anyamannya sangat kuat. Bagian dalamnya terdapat lidi sisa anyaman dengan
panjang berkisar antara 2–3 cm (Gambar 10).
Lidi sisa anyaman
1.
2.
Gambar 10 Ijep pada bubu elver :
1. Tampak depan
2. Tampak samping
18
Konstruksi ijep pada Gambar 10 diduga cukup berpengaruh terhadap respon
elver untuk memasuki bubu. Hal ini dikarenakan anyaman lidi bambu cukup
rapat, sehingga bukaan celah mulut bagian dalam semakin menyempit. Ini akan
menyulitkan elver untuk melewatinya. Elver yang akan masuk ke dalam bubu
harus menerobos pintu ijep yang rapat. Beberapa elver yang tidak mampu
melewati celah masuk ijep akan meninggalkan ijep dan berpindah ke tempat lain.
Pintu ijep sebenarnya dirancang agar mudah dilewati elver untuk masuk ke
dalam bubu dan sulit untuk keluar membebaskan diri. Pada kenyataannya, pintu
ijep sangat sulit dilewati oleh elver, baik untuk masuk maupun ke luar bubu. Hal
ini tentu saja dapat menyebabkan penurunan produktivitas bubu. Salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan mengganti pintu ijep dengan konstruksi pintu
yang terbuat dari material jaring.
2. Konstruksi pintu masuk jaring
Penggunaan konstruksi pintu masuk yang terbuat dari jaring sudah banyak
diaplikasikan pada berbagai jenis perangkap, seperti bubu lipat (Hutubessy dan
Mosse 2007; Puspito 2009; Komarudin 2012) dan fyke net (Tecsh 2003 dan
Pratomo et al. 2013). Fungsinya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil tangkapan. Pintu bubu bermaterial jaring mudah dilipat, sehingga
penataan dan pemasangannya pada mulut bubu menjadi lebih mudah. Soegiri et
al. (2009) menggunakan konstruksi pintu masuk jaring pada bubu paralon untuk
menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan. Kontruksinya berbentuk corong
dengan bagian dalamnya menggunakan jaring melambai. Tujuannya agar sidat
mudah masuk dan sulit untuk keluar. Konstruksi pintu masuk seperti ini belum
digunakan pada bubu elver.
Hasil ujicoba pendahuluan di laboratorium menunjukkan bahwa elver
mengalami kesulitan ketika melewati pintu masuk yang sempit dan
berpenghalang. Oleh karena itu, konstruksi pintu masuk dirancang berbentuk
kerucut terpancung. Kedua lubangnya terbuka sempurna. Rancangan konstruksi
pintu masuk bermaterial jaring disajikan pada Gambar 11.
1.
2.
Gambar 11 Hasil rancangan pintu dari material jaring
1. Pola potong jaring sebelum dijahit
2. Pintu masuk jaring berbentuk kerucut
19
Pintu masuk dirancang berbentuk kerucut terpancung. Dimensinya adalah
panjang 10 cm dan diameter pintu masuk bagian depan 7,5 cm. Adapun diameter
celah bagian belakang 2,5 cm, atau disesuaikan dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No 19 tahun 2012. Regulasi tersebut menetapkan bahwa
kriteria juvenil sidat adalah panjang maksimal 30 cm atau diameter 2,5 cm.
Dengan demikian, bukaan celah masuk sebaiknya tidak melebihi 2,5 cm untuk
menghindari tertangkapnya sidat dewasa dan organisma predator.
89
3. Pengujia
MISBAH SURURI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Redesain Konstruksi
Bubu Elver adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Misbah Sururi
NIM C451120051
RINGKASAN
MISBAH SURURI. Redesain Konstruksi Bubu Elver. Dibimbing oleh GONDO
PUSPITO dan ROZA YUSFIANDAYANI.
Bubu paralon digunakan oleh nelayan di perairan selatan Pulau Jawa untuk
menangkap elver atau juvenil sidat berukuran < 10 g. Permasalahannya, jumlah
tangkapan bubu tersebut sangat sedikit dan elver yang tertangkap sering dalam
kondisi terluka. Sementara pembeli membutuhkan elver sehat dalam jumlah yang
sangat banyak untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, perbaikan terhadap
konstruksi bubu elver sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk 1) mendapatkan
konstruksi model bubu yang mudah dimasuki elver dan bahan pembentuknya
tidak melukai elver dan 2) membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik
dibandingkan dengan bubu nelayan untuk menangkap elver.
Tiga uji dilakukan secara berurutan pada tahap pertama, yaitu uji konstruksi
bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu masuk dan penggunaan pintu
dalam bubu. Tahap selanjutnya dilakukan uji uji efektivitas rancangan bubu
dengan material pipa paralon. Tahap terakhir yang dilakukan berupa pengujian
efektivitas bubu spiral yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua.
Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium menggunakan metode percobaan.
Selama proses pengujian, tingkah laku elver direkam menggunakan CCTV
dengan metode ad libitum sampling.Seluruh pengujian dilakukan di dalam tangki
percobaan yang berisi antara 30 - 100 elver. Pengujian dilakukan sebanyak 20 –
25 ulangan dengan lama pengamatan 20 menit/ulangan.Data hasil tangkapan pada
setiap uji bagian-bagian bubu dianalisis menggunakan statistik deskriptif
komparatif. Analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) dilakukan untuk
melihat pengaruh bubu rancangan baru terhadap bubu nelayan. Sebelum
dilakukan uji RAL, data diuji kenormalannya menggunakan analisis Kolmogrovsmirnov. Jika data menyebar normal, maka data selanjutnya akan dianalisis
dengan uji statistik parametrik rancangan acak lengkap (RAL). Jika data tidak
menyebar normal, maka akan digunakan uji statistik non parametrik, KruskalWallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa elver lebih banyak masuk ke dalam
bubu yang tidak tertutup rapat, pintu masuk terbuat dari jaring dan bubu memiliki
pintu dalam. kematian elver akibat cidera karena melewati pintu ijep bambu
mencapai 148 ekor atau 67,27% dari 220 individu, sedangkan pintu jaring hanya
7 ekor (5,38%). Konstruksi bubu elver yang dibuat berbentuk spiral memberikan
hasil tangkapan sejumlah 286 ekor atau lebih banyak dibandingkan dengan bubu
paralon dua pintu (165 ekor) dan bubu nelayan (43 ekor).
Kata kunci : Bubu paralon, elver, bubu spiral dan ijep.
SUMMARY
MISBAH SURURI. Redesign of Elver Traps Construction. Supervised by
GONDO PUSPITO and ROZA YUSFIANDAYANI.
PVC trap is used by fisherman in the southern Java Island waters to capture
elver or juvenile eels measuring < 10 g.The problems are that trap catches too less
and elver in injured condition, while buyers need a lot of good elvers for
cultivating.Therefore, improvements to elver trap construction are needed. The
aims of this study are1) to get a trap model construction and materials that are
easier to be penetrated byelver and doesn’t hurt the body and 2) to prove that the
newly designedtraps are better than common traps used by fishermen.
The study is divided into three stages started with observing the parts of
traps, designing elver PVC traps and designingelver spiral traps.Three tests were
performed on the first stage continuously that are; rear traps models construction
test, entrance construction test, and the use of the inside door.The second stage
test was performed to test the effectiveness of the trap design with modified pipes
made of PVC materials. The last stage was testing the effectiveness of a spiral trap
made based on research from the second stage. All experiments were conducted at
the Fishing Gear Laboratory of Bogor Agricultural University using experimental
methods. During the testing process, elver’s behavior was recorded using CCTV
with ad libitum sampling methods. The entire tests were conducted in the
experimental tank containedof 30-100 elvers. Tests were done for 20-25 repetition
with 20 minutes of observation each. The data of catch for each part of traps
testswas analyzed using comparative descriptive statistic. Furthermore, statistical
analysis of Completely Randomized Design (CRD) was used to see the effect of
the new traps design compared to fishermen’s. Before the CRD test could be
performed, the data was tested using Kolmogrov - Smirnov analysis to see its
normality. If the data werespreading normally, then the data could be analyzed
using parametric statistical tests completely randomized design (CRD). If the data
were not spreading normally, then will be used a non-parametric statistical test
Kruskal – Wallis analysis.
The results showed that more elver penetrated into the trap that is not fully
sealed, the entrance is made of nets and traps have door inside. Elver
mortalitycaused by injury from entering door made of bamboo ijep materials
reach 148 individuals (67,27%) from total of 220 individuals, while only 7
individuals (5,38%). dead from entering door made of nets. Spiral Traps
construction caught 286 individuals or more than the two- door traps paralon (165
individuals) and fishermen’s traps (43 individuals) .
Key words: PVC trap, elver, spiral traps, ijep
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
REDESAIN KONSTRUKSI BUBU ELVER
MISBAH SURURI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Iin Solihin, SPi MSi
PRAKATA
Bubu elver yang digunakan nelayan di perairan Cilacap merupakan hasil
modifikasi dari bubu paralon untuk menangkap sidat dan belut ukuran konsumsi.
Alat tersebut digunakan apa adanya tanpa dilakukan penyesuaian terhadap
tingkah laku elver sebagai sasaran tangkap. Perubahan yang dilakukan hanya pada
ukuran bubu yang dijadikan lebih kecil dan penggunaan jaring pada bagian
belakang untuk memudahkan pengangkutan. Bubu elver hasil modifikasi tersebut
masih memiliki kelemahan pada beberapa bagiannya, terutama pada pintu masuk
yang masih menggunakan ijep bambu. Hasil observasi dilapang menunjukkan
bahwa hasil tangkapan bubu belum optimal dan beberapa elver yang tertangkap
dalam kondisi terluka .
Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara memperbaiki kembali
(redesain) konstruksi bubu elver. Produktivitas bubu yang telah diperbaiki
diharapkan dapat lebih baik. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk
menghasilkan bubu elver yang sesuai dengan harapan nelayan, yaitu dapat
meningkatkan jumlah dan kualitas hasil tangkapan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dilakukan penelitian yang berjudul “Redesain Konstruksi Bubu
Elver”
Tesis yang ditulis berdasarkan atas hasil penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi
Perikanan Laut, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Gondo Puspito, MSc
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku
Anggota Pembimbingyang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis.
Penyusunan tesis ini juga tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BPSDM), Kementerian
Kelautan dan Perikanan, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa
kepadapenulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor;
2. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong yang telah memberikan
izin kepada Penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB;
3. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang telah
memberikan ilmu maupun pengalaman yang berharga bagi penulis selama
menempuh pendidikan di IPB;
4. Keluarga besar di Kebumen dan Kendal, serta istri saya Ida Fahmi dan Anak
saya Aqila Nur Fathna atas motivasi yang diberikan selama ini; dan
5. Teman-teman seperjuangan TPL 2012, dan teman-teman di Laboratorium TPI
atas kebersamaan yang terjalin erat selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat
diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2014
Misbah Sururi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR ISTILAH
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka pemikiran
Hipotesis
1
1
2
3
3
3
4
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Analisa Data
6
6
6
7
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi Bubu Elver
Pengaruh material penutup bagian belakang bubu
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver
Pengaruh pintu dalam pada bubu elver
Hasil Rancangan Bubu Elver Paralon
Desain bubu elver paralon
Efektivitas bubu elver paralon
Rancangan Bubu Elver Spiral
Desain bubu elver spiral
Efektivitas bubu elver spiral
Rekomendasi
13
13
14
17
20
22
22
24
26
26
27
29
SIMPULAN DAN SARAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Analisis data
Perlakuan dan ulangan
Sidik ragam atau tabel ANOVA
Spesifikasi bubu elver
Spesifikasi bubu modifikasi 1
Spesifikasi bubu modifikasi 2
Spesifikasi bubu elver spiral
10
10
11
14
23
24
27
DAFTAR GAMBAR
1 Skema pendekatan masalah
2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat
3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring
kerucut
4 Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu
5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan
6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap
7 Konstruksi dan dimensi bubu elver
8 Jumlah elver yang masuk kedalam model bubu tertutup jaring
dan tertutup rapat
9 Migrasi ikan sidat
10 Ijep pada bubu elver
11 Hasil rancangan pintu dari material jaring
12 Jumlah elver yang masuk ke dalam model bubu berdasarkan
konstruksi pintu masuk
13 Kondisi elver setelah melalui pintu ijep
14 Jumlah elver yang terperangkap pada model bubu satu pintu
dan dua pintu
15 Ruang yang terbentuk pada bubu dua pintu
16 Elver bergerombol di mulut masuk model bubu
17 Konstruksi bubu modifikasi 1
18 Konstruksi bubu modifikasi 2
19 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga konstruksi bubu
pada uji efektivitas bubu elver paralon
20 Kerangka bubu spiral tanpa selimut
21 bubu elver spiral
22 Jumlah elver yang terperangkap oleh ketiga bubu pada
pengujian efektivitas bubu elver spiral
4
6
7
7
9
13
14
15
16
17
18
19
20
21
21
22
23
24
25
26
27
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Alat penelitian
Bahan penelitian
Hasil pengujian material penutup bagian belakang bubu
Hasil pengujian konstruksi pintu masuk
Hasil pengujian penggunaan pintu dalam
Uji efektivitas bubu elver modifikasi
Uji efektivitas bubu elver spiral
Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu paralon
Hasil analisa sidik ragam efektivitas rancangan bubu spiral
33
35
36
37
38
39
40
41
43
DAFTAR ISTILAH
Adaptasi
Ad libitum sampling
Anadromus
Bubu
Desain
Deskriptif komparatif
Efektivitas
Elver
Glass eel
Hapobi
Ijep
Juvenil
Catadromous
Konstruksi
: Penyesuaian terhadap lingkungan, pelajaran
atau pekerjaan yang baru
: Salah satu metode dalam perekaman data yang
mengabaikan kendala sistematis pada subjek
yang diteliti;
: Migrasi dari laut menuju hulu sungai;
: Alat penangkap ikan berupa jebakan;
: Pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan
suatu benda;
: Analisa data yang menggambarkan dan
membandingkan hasil;
: Pencapaian tujuan secara tepat atau memilih
tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian
alternatif atau pilihan cara dan menentukan
pilihan dari beberapa pilihan lainnya;
: Juvenil sidat dengan ukuran kurang dari 10 g;
: Juvenil sidat dengan tubuh masih transparan
seperti kaca, hidup di muara, ukuran kurang
dari 1 g;
: Pergerakan hewan yang menghindari massa air
bersalinitas tinggi;
: Pintu masuk pada alat tangkap bubu yang
terbuat dari anyaman bambu;
: Ikan dalam ukuran, bentuk dan umur tertentu
yang belum dewasa;
: Migrasi dari hulu sungai menuju laut;
: Susunan yang saling terhubung sehingga
menjadi suatu kesatuan struktur;
Laut dalam
Matang gonad
Mesh size
Migrasi/ruaya
Modifikasi
Model
Predator
Produktivitas
Redesain
Regulasi
Reotropis
: Perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200
meter;
: Siap untuk bereproduksi;
: Ukuran panjang dua kali kaki jaring;
: Proses pergerakan spesies pada stadia tertentu
dalam jumlah banyak ke suatu wilayah untuk
hidup, tumbuh dan berkembangbiak;
: Pengubahan atau perubahan yang dilakukan
untuk tujuan penyempurnaan;
: Rencana, representasi, atau deskripsi yang
menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep,
yang seringkali berupa penyederhanaan atau
idealisasi;
: Hewan pemangsa hewan lain;
: Kemampuan untuk menghasilkan sesuatu
dalam waktu tertentu;
: Mendesain atau merancang ulang suatu alat
atau benda;
: Peraturan yang dibuat oleh lembaga atau
pemerintah dan bersifat mengikat; dan
: Hewan yang melakukan pergerakan melawan
arus.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sidat (Anguilla sp) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup
melimpah di perairan Indonesia. Menurut Suhega dan Suharti (2008) dan Aoyama
(2009), dari 18 spesies yang tersebar di seluruh dunia, 9 spesies diantaranya
terdapat di perairan Indonesia, yaitu Anguilla celebesensis, A. marmorata, A.
borneensis, A. interioris, A. obscura, A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica, A.
nebulosa nebulosa dan A. megastoma. Penyebarannya sangat luas, mulai dari
perairan selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau
Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa
Tenggara Barat hingga perairan utara Pulau Papua (Affandi 2005; Sasongko et al.
2007 dan Setianto 2012).
Kelebihan sidat dibandingkan dengan jenis ikan lainnya adalah kandungan
gizinya sangat tinggi dengan kadar protein mencapai 21,5 % dan vitamin A
sebesar 4700IU (Pratiwi 1998 dan Setianto 2012). Ini menjadi salah satu sebab
mengapa sidat sangat diminati oleh konsumen internasional, seperti Jepang, Korea
Selatan, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan China (Affandi 2005; Haryono
2008 dan Bachtiar et al. 2013). Informasi dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2012) menyebutkan bahwa permintaan ekspor sidat telah mencapai
lebih dari 300.000 ton/tahun, sedangkan produksinya hanya 3.150 ton/tahun.
Hampir seluruh sidat yang diekspor berasal dari hasil pembesaran di kolam
budidaya (Rovara et al. 2007). Ini dikarenakan konsumen internasional lebih
menyukai sidat hasil budidaya dibandingkan dengan sidat hasil tangkapan alam.
Menurut Sasongko et al. (2007), tekstur daging sidat hasil budidaya lebih lembut
dan aman dari zat-zat kontaminan berbahaya yang terkandung di dalamnya.
Permasalahannya, pembudidayaan sidat sangat terkendala oleh ketersediaan stok
juvenil yang akan dibesarkan. Pasokan juvenil sidat dari alam, menurut Herianti
(2005); Haryono (2008) dan Sutrisno (2008) sangat tidak menentu. Sementara
pemijahan buatan untuk menghasilkan juvenil sidat masih sulit dilakukan oleh
para ahli, karena siklus hidupnya yang unik (Haryono 2008). Sidat bersifat
catadromous migration, yaitu memijah di perairan laut dalam (Tesch 2003;
Sasongko et al. 2007 dan Aoyama 2009).
Juvenil sidat yang paling laku dibeli oleh pembudidaya adalah glass eel dan
elver. Informasi yang didapatkan dari pengepul menyebutkan bahwa harga glass
eel mencapai Rp 700.000 – Rp. 1.750.000 per kg, elver Rp 120.000–Rp 400.000
per kg, sedangkan ukuran di atas elver berkisar Rp 45.000 – 80.000 per kg. Harga
juvenil ini tergolong sangat tinggi, sehingga menjadi komoditas perikanan yang
cukup diminati pembudidaya dan sebagai mata pencaharian oleh beberapa
nelayan.
Hasil survei di beberapa tempat menunjukkan bahwa juvenil sidat yang
ditangkap oleh nelayan umumnya berupa glass eel. Tingkat kematian juvenil ini
ketika dibesarkan pada proses budidaya masih sangat tinggi, yaitu antara 70-80%
(Haryono 2008). Oleh karena itu, target tangkapan juvenil ini lebih baik
difokuskan pada elver. Ini dikarenakan elver memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar dan telah teradaptasi pada perairan tawar, sehingga ketahanan hidupnya
2
lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel ketika dibesarkan di dalam kolam air
tawar.
Ukuran elver yang banyak ditangkap oleh nelayan untuk dibudidayakan
berkisar antara 1 - 10 g/ekor. Habitatnya berada di sepanjang sungai di perairan
selatan Pulau Jawa, seperti perairan Palabuhanratu dan perairan Cilacap
(Sasongko et al 2007 dan Rovara 2010). Beberapa nelayan menangkapnya dengan
bubu yang terbuat dari pipa PVC (polyvinil chloride), atau disebut bubu elver.
Bagian depannya dilengkapi dengan pintu masuk berupa ijep yang terbuat dari
anyaman bambu dan bagian belakangnya dilengkapi dengan kantong jaring PE
(polyethylene). Jenis alat tangkap ini sangat populer dan banyak dioperasikan oleh
nelayan.
Bubu elver berbentuk silinder, terbuat dari pipa paralon – disebut sebagai
bubu paralon -- dan digunakan untuk menangkap belut laut dan beberapa jenis
ikan lindung lainnya (Martasuganda 2008). Kelebihannya, bubu elver dapat
dirangkai dengan mudah dan cepat sebelum dioperasikan. Selain itu, kualitas hasil
tangkapannya jauh lebih baik dibandingkan dengan jenis alat tangkap lainnya
(Baskoro dan Effendi 2005). Adapun kelemahannya adalah jumlah hasil
tangkapan bubu sedikit, beberapa elver yang terperangkap dalam kondisi terluka
dan pengangkutan bubu dalam jumlah yang banyak sulit dilakukan. Oleh karena
itu, konstruksi bubu elver sangat perlu didesain ulang untuk meningkatkan jumlah
dan kualitas tangkapan serta memudahkan pengangkutan alat.
Pustaka yang membahas redesain bubu elver sangat sulit ditemukan. Satu
jurnal penelitian yang didapat membahas rancang bangun bubu paralon untuk
menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan dengan perlakuan berupa panjang
bubu dan perbedaan jenis umpan (Soegiri et al. 2009). Beberapa hasil riset yang
didapatkan umumnya membahas sidat dan elver secara umum (Haryono 2008;
Sugeha dan Suharti 2008; Aoyama 2009 dan Pipper et al. 2012). Namun
demikian, seluruh publikasi ini dijadikan sebagai bahan masukan untuk
membahas hasil penelitian ini.
Rumusan Masalah
Bubu elver merupakan hasil modifikasi dari bubu untuk menangkap belut
dan sidat, yaitu bubu berbentuk silinder yang diberi pintu masuk berupa ijep dan
diameternya diperkecil dari 13,5-17,5 cm menjadi 7,5-10 cm. Badan bubu
terbuat dari potongan pipa paralon yang diberi pintu masuk dan lubang
pengambilan hasil tangkapan.
Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa bubu elver memiliki 3
kelemahan utama, yaitu jumlah tangkapan sangat sedikit antara 1-3 elver/bubu,
elver yang tertangkap biasanya dalam keadaan terluka dan pengangkutan bubu
dalam jumlah yang banyak sangat sulit dilakukan. Hal ini sangat merugikan,
karena elver yang sehat dalam jumlah yang banyak selalu dicari oleh
pembudidaya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendesain ulang konstruksi
bubu, terutama pada bagian pintu masuknya. Bagian ini diperkirakan sangat
berpengaruh terhadap jumlah elver yang dapat melaluinya. Perbaikan juga
diarahkan pada penggantian material pintu masuk agar tidak melukai elver dan
perancangan bubu dengan jenis material kawat besi agar lebih memudahkan
pengangkutan bubu. Beberapa perbaikan yang dilakukan adalah:
3
1.
2.
3.
4.
Konstruksi penutup bagian belakang bubu;
Konstruksi pintu masuk bubu;
Penggunaan pintu dalam pada bubu; dan
Perancangan bubu spiral untuk mengefisienkan operasi penangkapan.
Penelitian difokuskan pada konstruksi bubu yang tepat untuk menangkap
elver. Sasaran tangkapan elver sengaja dipilih, karena komoditas ini memiliki
ketahanan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel (Haryono 2008
dan Setianto 2012), sehingga pembudidaya sangat meminatinya. Selain itu, harga
elver cukup tinggi. Informasi yang didapat dari nelayan menyebutkan bahwa
harga elver berkisar antara Rp. 120.000–Rp 400.000 per kg pada tahun 2013.
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk:
1. Mendapatkan bentuk model bubu yang mudah dimasuki elver dan sekaligus
tidak melukai tubuhnya; dan
2. Membuktikan bahwa bubu rancangan baru lebih baik dibandingkan dengan
bubu nelayan untuk menangkap elver.
Manfaat
Tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Rekomendasi kepada nelayan untuk menggunakan bubu yang lebih efektif dan
efisien untuk menangkap elver;
2. Perbaikan teknologi bubu untuk memanfaatkan sumberdaya elver;
3. Acuan dalam penyempurnaan bubu elver agar menjadi lebih produktif dan
mendapat hasil tangkapan yang lebih berkualitas; dan
4. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan.
Kerangka Pemikiran
Bubu paralon merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap
sidat dan belut. Seiring berjalannya waktu, bubu mengalami perubahan pada
diameter pipa dan penambahan kantong. Sasaran tangkapnya juga berubah
menjadi juvenil sidat berupa elver. Jenis bubu ini sangat disukai oleh nelayan.
Namun demikian, hasil survei lapang menunjukkan bahwa jumlah tangkapan
bubu masih sedikit. Elver yang tertangkap umumnya dalam kondisi terluka.
Kelemahan lainnya, pengangkutan bubu dalam jumlah banyak sangat sulit
dilakukan. Berdasarkan tiga alasan tersebut, maka penelitian redesain konstruksi
bubu yang tepat untuk menangkap elver sangat perlu dilakukan.
Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur design engineering
(Khandani 2005). Kegiatan pada penelitian ini hanya membatasi lima prosedur
dari delapan prosedur yang ada, yaitu 1. identifikacation of problem, 2. research
the problem, 3. develop problem solution, 4. select the best problem solution dan
5. contruct the prototype. Adapun tiga tahapan selanjutnya, yaitu 1. test and
evaluate solution, 2. communicate the solution dan 3. finishing desain belum
4
dapat dilakukan. Ketiganya akan dijadikan sebagai penelitian lanjutan. Lima
prosedur pada penelitian ini disajikan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.
Bubu elver mulai populer digunakan nelayan
untuk menangkap elver
Hasil
tangkapan
belum optimal
Target tangkapan
berkembang dari
sidat dan belut
ke elver
Pintu masuk
bubu melukai
tubuh elver
Pengangkutan bubu
dalam jumlah banyak
sulit dilakukan
PERMASALAHAN
(Identifikasi Problem)
Habitat elver
Kegiatan
penangkapan
Studi literatur
INPUT
(Riseach the Problem)
Diperlukan penelitian konstruksi bubu yang
sesuai dengan tingkah laku elver
Penelitian redesain konstruksi bubu elver
Penutupan bagian
belakang bubu
Konstruksi pintu
masuk bubu
Penggunaan pintu
dalam pada bubu
Perancangan bubu
konstruksi baru
Membandingkan efektivitas antara konstruksi bubu baru
dengan bubu nelayan
PROSES
(Develop solution)
Konstruksi bubu yang sesuai
untuk menangkap elver
OUTPUT
(Select the best
solution)
Keterangan :
= Alur Pemikiran
= Batas alur pemikiran
Efektivitas bubu untuk menangkap elver
TUJUAN
(Contruct the prototype)
Gambar 1 Skema pendekatan masalah
5
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Perbedaan konstruksi penutup bagian belakang bubu mempengaruhi
respon elver untuk masuk ke dalam bubu.
2. Konstruksi pintu masuk bubu dari material jaring lebih mudah dilewati
dan tidak melukai tubuh elver dibandingkan dengan pintu ijep dari
anyaman bambu ;
3. Penggunaan pintu dalam pada bubu dapat meningkatkan jumlah elver yang
terperangkap; dan
4. Bubu elver hasil rancangan baru memiliki efektivitas yang lebih baik
dibandingkan dengan bubu elver milik nelayan.
6
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penelitian terhadap bagianbagian bubu, rancangan bubu elver paralon dan rancangan bubu elver spiral.
Penelitian tahap pertama dilaksanakan antara bulan Juli-September 2013. Tahap
kedua dan ketiga dilaksanakan antara bulan Oktober-Desember 2013. Seluruh
penelitian berlangsung di Laboratorium Bahan dan Alat Penangkapan Ikan,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Seluruh penelitian menggunakan bahan yang sama, yaitu 350 juvenil sidat
(elver) jenis Anguilla bicolor bicolor berukuran < 10 gr dan 1.554 l air tawar.
Adapun peralatan utama yang digunakan berupa tangki percobaan berukuran
150×75 (Ø×t) (cm), satu bak pemeliharaan 120×60×60 (cm), dua akuarium
perawatan (90×46×35 cm), circuit closed television (CCTV), kamera digital,
timbangan digital, pHmeter, thermometer dan empat unit filter air. Alat dan bahan
lain yang digunakan berdasarkan atas jenis pengujian dijelaskan sebagai berikut:
Uji konstruksi penutup bubu
Penelitian konstruksi penutup bubu menggunakan dua pipa PVC
berdiameter 7,5 cm dengan panjang masing-masing 50 cm. Ujung kedua pipa
dibiarkan terbuka, sedangkan masing-masing ujung lainnya ditutup dengan jaring
polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm dan dop pipa (Gambar 2). Pada
pengujian ini digunakan 30 elver.
50 cm
50 cm
(a)
(b)
7,5 cm
Gambar 2 Pipa PVC (a) tertutup jaring dan (b) tertutup rapat dengan dop PVC
Uji konstruksi pintu masuk bubu
Uji konstruksi pintu masuk bubu menggunakan dua model mulut bubu,
yaitu ijep bambu dan pintu masuk berbentuk kerucut terpancung dengan material
pembentuk berupa jaring polyethylene (PE) berukuran mata 0,5 mm. Diameter
kerucut bagian depan 7,5 cm, bagian belakang 2,5 cm dan panjangnya 10 cm.
Penelitian dimulai dengan membuat empat model bubu dari pipa PVC. Dua
bubu dilengkapi pintu masuk dari material jaring dan dua bubu lainnya dengan
ijep (Gambar 3). Penutup model bubu disesuaikan dengan hasil penelitian
pertama. Elver yang digunakan sebanyak100 ekor.
7
50 cm
50 cm
(a)
(b)
7,5 cm
Gambar 3 Model bubu dengan konstruksi pintu (a) ijep dan (b) jaring kerucut
Uji penggunaan pintu dalam
Penelitian menggunakan model bubu dari pipa PVC sebanyak empat unit.
Masing-masing adalah dua model bubu dengan satu pintu dan dua model bubu
dengan dua pintu. Rancangan pintu kedua diposisikan di dalam badan bubu.
Ruang di bagian belakang pintu kedua difungsikan sebagai kantong penampung
(Gambar 4). Penutup model bubu dan konstruksi pintu masuk didasarkan atas
hasil penelitian pertama dan kedua. Pengujian menggunakan 80 elver.
30 cm
50 cm
20 cm
7,5 cm
Gambar 4. Konstruksi model bubu (a) 1 pintu dan (b) 2 pintu
(b)
(a)
Uji bubu elver
Bubu yang diuji adalah bubu nelayan, dua bubu modifikasi dan satu buah
bubu spiral. Pengujian dilakukan di dalam bak percobaan. Elver yang digunakan
sebanyak 60 ekor.
Metode Penelitian
Penelitian terbagi atas tiga tahap secara berurutan yang diawali dengan
penelitian terhadap bagian-bagian bubu, perancangan bubu elver paralon
modifikasi, dan perancangan bubu spiral. Tahap pertama dilakukan tiga uji secara
berurutan, yaitu uji konstruksi bagian belakang model bubu, uji konstruksi pintu
masuk dan penggunaan pintu dalam bubu. Tahap kedua adalah uji efektivitas
rancangan bubu dengan material pipa paralon yang dibuat berdasarkan hasil dari
uji tahap pertama. Adapun tahap akhir berupa pengujian efektivitas bubu spiral
yang dibuat berdasarkan penelitian pada tahap kedua.
Seluruh tahapan penelitian menggunakan metode percobaan yang dilakukan
di laboratorium pada kondisi yang terkontrol. Penggunaan metode ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan sebab akibat yang ditimbulkan oleh
perlakuan terhadap variabel respon atau variabel yang diperhatikan.
Tingkah laku elver selama proses pengujian diamati dan direkam dengan
menggunakan CCTV. Metode perekamannya adalah ad libitum sampling atau
pengamatan sesaat yang terkontrol. Menurut Martin dan Bateson (2010)
penggunaan metode ini mengabaikan kendala sistematis pada subjek yang
8
direkam dan kapan waktunya. Metode ini hanya mencatat kejadian yang terlihat
dan tampak relevan pada saat itu.
Beberapa perlakukan khusus dilakukan pada elver sebagai obyek penelitian.
Ini dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan suatu ragam pada penelitian
(Djunaedi 2000). Kegiatan yang dilakukan antara lain 1. elver dari tangkapan
alam diaklimatisasi kemudian dipelihara dalam bak pemeliharaan sampai sehat
dan aktif; 2. seleksi dilakukan untuk memisahkan elver yang sehat dan aktif
sebelum dilakukan percobaan, sedangkan elver yang sakit atau tidak aktif dirawat
dalam dalam bak karantina; dan 3. proses istirahat pada elver dilakukan sekitar 30
– 60 menit setiap selesai satu ulangan. Adapun prosedur kerja yang dilakukan
pada setiap penelitian disajikan pada uraian berikut.
Pengaruh penutupan bagian belakang model bubu
Penelitian ditujukan untuk mengetahui apakah penutupan mempengaruhi
respon elver untuk masuk ke dalam bubu. Prosedur pengujiannya mengikuti
langkah-langkah berikut:
1. Dua pipa diposisikan sejajar di dasar bak percobaan;
2. Sebanyak 30 ekor elver disebar ke dalam bak percobaan;
3. Pipa dibiarkan selama 20 menit dan pergerakan elver di sekitar lubang pipa
diamati dengan kamera CCTV;
4. Jumlah elver yang masuk ke dalam setiap pipa dicatat; dan
5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi pipa
dipertukarkan.
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu
Penelitian ditujukan untuk mendapatkan konstruksi pintu masuk bubu yang
mudah dimasuki oleh elver dan material pembentuknya tidak melukai tubuh elver.
Urutan pengujiannya adalah:
1. Empat model bubu diletakkan di dasar bak percobaan dengan posisi pintu
masuk saling berhadapan;
2. Sebanyak 100 elver dimasukkan ke dalam bak percobaan dan pergerakannya
diamati dengan CCTV;
3. Bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;
4. Elver yang berada di dalam bubu dikeluarkan dan dihitung jumlahnya; dan
5. Kerja yang sama dilakukan sebanyak 20 kali ulangan dengan posisi bubu
yang berbeda.
Penggunaan pintu dalam
Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pintu dalam
pada bubu dapat mempengaruhi jumlah elver yang terperangkap. Tahapan
pengujiannya adalah:
1. Empat bubu diletakkan saling berhadapan di dasar bak percobaan;
2. Sebanyak 80 ekor elver ditebar dan pergerakannya diamati dengan CCTV;
3. Model bubu diangkat setelah direndam selama 20 menit;
4. Jumlah elver yang terperangkap pada masing-masing bubu dihitung; dan
5. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 20 kali dengan posisi setiap model
bubu diubah.
9
Uji rancangan bubu elver
Penelitian rancangan bubu dilakukan untuk membuktikan apakah bubu yang
dibuat dapat direspon dengan baik oleh elver. Bubu diharapkan dapat mudah
dimasuki oleh elver, tidak melukai tubuhnya dan elver yang terperangkap sulit
untuk meloloskan diri. Konstruksi bubu dirancang berdasarkan hasil ketiga uji
pada tahap pertama.
Perancangan bubu baru merupakan tahap penelitian kedua dan ketiga.
Kegiatan pada tahap kedua berupa perancangan bubu elver paralon dan pengujian
efektivitas. Hasil pengujian dibandingkan dengan bubu nelayan. Tahap terakhir
berupa perancangan bubu spiral. Konstruksinya dibuat berdasarkan hasil terbaik
yang didapatkan dari hasil ujicoba rancangan pada tahap kedua. Langkah-langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Satu bubu standar atau bubu nelayan dan dua bubu baru diletakkan berhadapan
di dalam bak pengamatan, sehingga pada bagian tengah bak terdapat
pertemuan mulut dari ketiga bubu tersebut (Gambar 5);
2. Sebanyak 60 elver diletakkan pada bagian tengah bak;
3. Elver dibiarkan bergerak dan masuk ke dalam bubu yang dipilihnya;
4. Pola pergerakan elver memasuki bubu diamati;
5. Uji dilakukan sebanyak 20 kali untuk uji tahap kedua dan 25 kali ulangan pada
tahap ketiga dengan beberapa kali pengacakan posisi bubu; dan
6. Jumlah elver yang masuk pada masing-masing bubu pada setiap ulangan
dicatat. Selanjutnya data tersebut diolah untuk menentukan bubu yang paling
efektif.
Bubu nelayan
Rancangan bubu 2
Rancangan bubu 1
Gambar 5 Ilustrasi susunan bubu di dasar bak percobaan
Analisis Data
Dua macam analisis data dilakukan pada penelitian ini, yaitu deskriptif
komparatif dan statistik. Analisis deskriptif komparatif dilakukan terhadap hasil
pengujian konstruksi penutup bubu, konstruksi pintu masuk bubu dan penggunaan
pintu dalam pada bubu. Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan
pada hasil pengujian rancangan baru konstruksi bubu.
10
Pengujian diawali dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada dua sampel bebas.
Uji ANOVA RAL menggunakan program SAS 9.1.3 portable (Mattjik dan
Sumertajaya 2000). Fungsinya untuk membandingkan jumlah elver yang
terperangkap pada masing-masing perlakuan. Analisis data yang digunakan untuk
setiap pengujian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis data
No. Materi pengujian
1. Penentuan konstruksi penutup bubu
2. Penentuan konstruksi mulut bubu
3. Pengaruh penggunaan dua pintu
4. Uji efektivitas rancangan bubu elver paralon
5. Uji efektivitas rancangan bubu elver spiral
Analisa
Deskriptif komparatif
Deskriptif komparatif
Deskriptif komparatif
ANOVA (RAL)
ANOVA (RAL)
Rancangan acak lengkap satu faktor (RAL)
Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan untuk membandingkan
efektivitas perangkap hasil rancangan dengan bubu paralon yang digunakan
nelayan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), perhitungan RAL satu faktor
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Perlakuan dan ulangan
Ulangan (r)
1
2
3
Total
perlakuan (Yi.)
1
11
12
13
2
21
22
23
1.
2.
Perlakuan (t)
3
4
5
31
41
51
32
42
52
33
43
53
3.
4.
5.
6
61
62
63
6.
Total ulangan
Y.1
Y.2
Y.3
Total
keseluruhan (Y..)
Model Linier : Yij = µ + τi + εij
Keterangan
Yij
µ
τi
εij
i
r
:
:
:
:
:
:
:
Nilai respon perlakuan ke – i ulangan ke – j;
Rataan umum
Pengaruh perlakuan ke - j
Pengaruh acak pada perlakuan ke –i ulangan ke - j
1,….,r dan j = 1,…, r; dan
Ulangan pada t = perlakuan.
Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah :
1. Aditif, homogen, bebas dan normal;
2. i bersifat tetap; dan
3. ijk ~ N (0, 2 ).
11
Adapun hipotesis yang diuji melalui analisis ini adalah:
1. Ho: 1 = 2 = 3 = ……. = 5 = 0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap
respon yang diamati); dan
2. Ho : 1 = 2 = 3 = ……. = 5 ≠ 0 (minimal ada satu perlakuan yang
berpengaruh terhadap respon).
Kesimpulan yang diperoleh adalah bila Fhit Ftab ,
maka tolak Ho. Bila
Fhit Ftab maka gagal tolak Ho. Fhit diperoleh dari tabel sidik ragam ANOVA yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Sidik ragam ANOVA
Sumber
Derajat
keragaman bebas (DB)
Jumlah
kuadrat (JK)
Ulangan sama r1 = r2 = …= rt = r
Perlakuan
t-1
JKP
Galat
t (r – 1)
JKG
Total
tr - 1
JKT
Ulangan tidak sama r1 ≠ r2 ≠ …≠ rt ≠ r
Perlakuan
t–1
JKP
Galat
Σ(rt – 1)
JKG
Total
(Σrt ) – 1
JKT
Kuadrat
tengah
(KT)
F - hitung
KTP
KTG
KTP / KTG
KTP
KTG
KTP / KTG
Apabila data tidak menyebar normal, maka digunakan.uji statistik non parametrik
Kruskal-Wallis Rumus persamaannya menurut Mehotcheva (2008) dan Asep
(2009) adalah sebagai berikut:
Keterangan
k
nj
N = nj
:
: Banyaknya sampel;
: Banyaknya perlakuan dalam sampel ke-j;
: Banyaknya kasus dalam semua sampel; dan
: Jumlah seluruh k sampel (kolom-kolom).
Rj : Range perlakuan
12
Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan
pada setiap perlakuan berbeda nyata ( Fhit Ftab ; gagal tolak Ho) maka digunakan
uji lanjut (Duncan Multiple Range Test). Ini dilakukan untuk melihat perlakuan
mana yang paling berpengaruh terhadap hasil pengujian. Model persamaannya
menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut:
Rp = ra;p;dbg S
Keterangan
ra;p;dbg
p
dbg
KTG
r
:
:
:
:
:
:
, dimana
S
Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α;
Jarak peringkat dua perlakuan; dan
Derajat bebas galat
Kuadrat tengah galat
Jumlah perlakuan
Seluruh kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium dalam kondisi
terkontrol. Ini dimaksudkan agar pengaruh lingkungan menjadi sekecil mungkin.
Adapun asumsi yang digunakan pada seluruh penelitian ini yaitu :
1. Waktu penelitian pada siang dan malami hari tidak berpengaruh terhadap
respon elver untuk memasuki bubu; dan
2. Setiap elver mempunyai peluang yang sama untuk masuk ke dalam bubu pada
setiap perlakuan.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Juvenil sidat merupakan sidat kecil dengan umur, bentuk, dan ukuran yang
belum dewasa. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 Tahun 2012
menetapkan bahwa panjang maksimal juvenil sidat 35 cm dengan diameter 2,5 cm
(Anonim 2012). Saat ini, juvenil sidat yang disukai pembudidaya memiliki berat <
10 g/ekor dengan panjang tubuh antara 10-15 cm. Juvenil sidat pada ukuran ini
biasa disebut sebagai elver yang sudah beradaptasi dengan air tawar. Menurut
Tecsh (2003); Sasongko et al. (2007); Suitha dan Suhaeri (2008) dan Aoyama
(2009), elver merupakan siklus hidup sidat yang sudah melewati stadia
leptochephalus, dan glass eel. Stadia berikutnya adalah yellow eel dan silver eel
atau sidat dewasa.
Elver banyak ditangkap di perairan sungai yang berhubungan dengan laut
dalam, seperti Palabuhanratu dan Cilacap. Gambar 6 menjelaskan elver yang
tertangkap oleh nelayan Cilacap beserta alat tangkapnya.
Gambar 6 Elver dan bubu elver milik nelayan Cilacap
Konstruksi Bubu Elver
Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap
elver adalah bubu yang terbuat dari pipa paralon, atau biasa disebut sebagai bubu
elver. Konstruksinya berbentuk silinder. Badan bubu terbuat dari material pipa
paralon (PVC), sedangkan kantongnya dibentuk oleh jaring polyethilene (PE).
Pipa yang digunakan berdiameter 7,5 cm dengan panjang 30 cm. Bubu dilengkapi
dengan pintu masuk ijep dari anyaman bambu yang dipasang pada bagian depan.
Material penutup bagian belakang bubu cukup beragam, yaitu mulai dari
tempurung kelapa, dop pipa paralon dan jaring. Ilustrasi konstruksi bubu elver
disajikan pada Gambar 7, adapun spesifikasinya dituliskan pada Tabel 4.
14
30 cm
20 cm
7,5 cm
PEMS 0,5 mm
Ijep
Kantong umpan
Gambar 7 Konstruksi dan dimensi bubu elver
Tabel. 4. Spesifikasi bubu elver
No. Bagian bubu
Keterangan
1. Badan
Material dari Pipa PVC Ø 7,5 cm; panjang 30 cm
2. Pintu masuk
Ijep dari anyaman bambu, Ø 7,5 cm; panjang 10 cm
3. Kantong
Jaring PE, ukuran mata 0,5 mm; panjang 20 cm
4. Tali kantong
PE Ø 0,2 mm
Konstruksi bubu elver dibuat oleh nelayan dengan meniru dari nelayan
lainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa bagian bubu perlu diteliti. Tiga
bagian bubu yang diteliti adalah 1) material penutup bagian belakang bubu, 2)
konstruksi pintu masuk dan 3) penggunaan pintu dalam pada bubu.
Pengaruh material penutup bagian belakang bubu
Penutup bubu pada umumnya difungsikan sebagai lubang pengambilan hasil
tangkapan. Martasuganda (2008) menginformasikan bahwa bagian belakang bubu
juga terkadang dijadikan sebagai pintu masuk. Adapun Soegiri et al. (2009)
menggunakan dop pipa paralon sebagai penutup bagian belakang bubu.
Hasil pengamatan terhadap dua bubu -- dengan penutup jaring dan dop -menunjukkan bahwa kedua model bubu tersebut tetap dimasuki oleh elver. Hal ini
dikarenakan lubang pipa pada model bubu menarik perhatian elver untuk
dijadikan tempat berlindung. Bentuk tubuhnya yang bulat memanjang
memudahkan baginya untuk masuk ke dalam bubu. Ini diperkuat oleh pendapat
Sasongko et al. 2007 ; Haryono 2008 dan Setianto 2012 yang menjelaskan bahwa
tingkah laku elver selalu mencari lubang sebagai tempat berlindung, seperti
terowongan, celah antar potongan tanaman, bebatuan dan akar tanaman.
Jumlah elver yang masuk ke dalam dua model bubu ditunjukkan pada
Gambar 8 dan Lampiran 3. Model bubu dengan bagian belakang tertutup jaring
dimasuki oleh 247 elver atau 2,71 kali lebih banyak dibandingkan dengan bubu
yang tertutup rapat dengan dop pipa paralon sebanyak 91 elver.
15
.
25
Tertutup rapat (dop)
17
15
10
12
14
10
10
11
7
4
2
2
3
3
4
2
2
2
3
3
4
5
4
5
5
7
7
8
8
8
11
12
13
13
8
10
8
10
15
13
Jumlah (elver)
20
18
19
21
Tertutup jaring
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Ulangan ke-
Gambar 8. Jumlah elver yang masuk ke dalam model bubu tertutup
jaring dan tertutup rapat
Bubu dengan penutup jaring dapat dimasuki oleh elver hingga 21
ekor/ulangan, sedangkan model bubu tertutup rapat hanya 10 elver/ulangan. Ini
menunjukkan bahwa elver lebih menyukai model bubu yang tidak tertutup rapat
sebagai tempat berlindung.
Jumlah elver yang lebih banyak masuk ke dalam model bubu bertutup jaring
berkaitan erat dengan adanya aliran air yang melalui pipa bubu. Ini diduga
berhubungan dengan tingkah laku migrasinya di sungai. Elver berenang melawan
aliran air menuju hulu sungai yang menjadi tempat pembesarannya. Lucas dan
Baras (2001) diacu dalam Fahmi (2010) menjelaskan bahwa migrasi atau ruaya
merupakan sebuah proses pergerakan spesies pada stadia tertentu dalam jumlah
banyak ke suatu wilayah untuk hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Tesch (2003)
Silvergrip (2009) dan Krismono (2013) menyatakan bahwa sidat merupakan ikan
peruaya dengan sifat migrasi secara catadromous, yaitu ikan yang beruaya dari air
tawar menuju air laut untuk melakukan pemijahan. Fahmi (2010) menambahkan
bahwa tiga habitat yang menjadi tempat tujuan migrasi adalah tempat reproduksi,
tempat makan dan tempat untuk berlindung dari serangan predator. Selanjutnya
dijelaskan bahwa ketiga habitat ini merupakan tujuan dari migrasi sidat pada tiap
stadia perkembangan dalam hidupnya. Ilustrasi siklus hidup dan migrasinya dapat
dilihat pada Gambar 9.
16
Fresh water
CATADROMY
Most feeding and growth in frsh water
Juvenil migration to fresh water
Sea
Adult return migration to the sea
Early feeding and growth in sea
Reproduction
Gambar 9 Siklus hidup dan migrasi sidat
Gambar 9 menjelaskan bahwa sidat melakukan ruaya selama siklus
hidupnya. Tiga tahap ruaya sidat adalah pada saat 1. juvenil, 2. proses
pertumbuhan dan 3. dewasa atau matang gonad. Pada saat juvenil, sidat akan
beruaya dari laut menuju air tawar dan dalam proses pertumbuhannya sidat selalu
beruaya mencari daerah pembesaran yang sesuai. Setianto (2012) dan Krismono
(2013) menyatakan bahwa sidat akan menempati daerah pembesaran yang sesuai,
seperti genangan, bendungan, atau waduk sampai dewasa. Setelah matang gonad,
sidat akan beruaya kembali ke laut untuk melakukan pemijahan. Sugeha dan
Suharti (2008); Sugeha (2008) dan Yosinaga et al.(2014) menginformasikan
bahwa juvenil sidat yang beruaya dari air laut menuju muara sungai berada pada
stadia glass eel. Adapun elver bermigrasi dari muara menuju ke hulu sungai dalam
upaya mencari daerah pembesaran (Sivergrip 2009 dan Krismono 2013). Selama
proses migrasi ini, elver akan selalu mencari aliran air untuk menemukan daerah
pembesaran yang sesuai. Hal ini juga diperkuat oleh Tesch (2003) dan Aoyama
(2009) yang menjelaskan bahwa elver bermigrasi secara anadromous, yaitu ruaya
dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran dengan pergerakan melawan arus
menuju ke arah hulu dalam kawanan multi spesies.
Sidat yang beruaya secara anadromous menunjukkan perilaku hiperaktif
yang tinggi, sehingga bersifat reotropis atau ruaya melawan arus (Setianto 2012).
Selanjutnya dijelaskan bahwa juvenil sidat juga bersifat haphobi (menghindari
massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan pergerakan melawan arus
ke arah datangnya air tawar. Tingkah laku inilah yang menyebabkan elver lebih
tertarik berlindung pada benda-benda di sekitarnya yang masih dilalui aliran air.
Ketertarikan elver terhadap aliran air juga diperkuat oleh Deelder (1986) diacu
dalam Sriyati (1998) dan Pipper et al. (2012) yang menyatakan bahwa elver
mempunyai kemampuan untuk mencium air tawar ketika melakukan ruaya.
Elver selalu berlindung pada lubang atau benda-benda yang berada di
sekitarnya selama melakukan ruaya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
perlindungan diri dari ancaman hewan predator. Elver merasa aman jika
mendiami suatu lubang yang ada aliran airnya, seperti bebatuan dan akar tanaman
(Sasongko et al. 2007). Lubang yang gelap tanpa aliran air biasanya digunakan
sebagai tempat persembunyian hewan predator, seperti gabus, lele, belut dan
kepiting. Ini diperkuat oleh pendapat Haryono (2008) dan Setianto (2012) yang
menjelaskan bahwa elver selalu mencari lubang, terowongan, potongan-potongan
17
tanaman, atau bebatuan sebagai perlindungan dari predator ketika melakukan
migrasi menuju daerah pembesaran.
Perbaikan konstruksi pintu masuk bubu elver
1. Konstruksi pintu masuk ijep pada bubu elver
Bubu elver yang digunakan oleh nelayan umumnya menggunakan ijep pada
pintu masuknya. Soegiri et al. (2009); Putra et al. (2013) dan Purwanto et al.
(2013) menginformasikan bahwa ijep merupakan istilah untuk pintu masuk pada
bubu. Nelayan Cilacap menyebut ijep sebagai pintu masuk bubu yang terbuat dari
anyaman bambu.
Ijep dirancang berbentuk corong atau kerucut. Deretan anyaman lidi bambu
masih disisakan pada bagian belakangnya. Fungsinya untuk mencegah ikan yang
terperangkap agar tidak dapat meloloskan diri dari lubang masuk yang sama. Ikan
yang mencoba meloloskan diri akan menabrak lidi ijep sebelum menemukan
lubang pintu masuk. Pada akhirnya, ikan akan menghindari ijep dan masuk
kembali ke bagian dalam bubu.
Perkembangan penggunaan ijep telah lama diaplikasikan pada berbagi jenis
bubu, salah satunya pada bubu elver. Umumnya, ijep digunakan pada bubu untuk
memerangkap target tangkapan ikan konsumsi atau ikan dewasa. Ikan dewasa
mempunyai ketahanan tubuh yang baik, sehingga penggunaan ijep tidak terlalu
beresiko terhadap kualitas hasil tangkapan. Perkembangan selanjutnya
penggunaan ijep juga diaplikasikan pada bubu dalam penangkapan juvenil ikan
untuk tujuan budidaya, padahal juvenil mempunyai daya tahan tubuh yang sangat
rendah. Penggunaan ijep dapat melukai juvenil. Ini sekaligus akan menurunkan
kualitas juvenil. Oleh karena itu, tingkat keamanan penggunaan ijep pada
penangkapan juvenil sangat perlu untuk diteliti.
Berdasarkan hasil pengamatan laboratorium didapatkan bahwa konstruksi
ijep pada bubu elver tersusun atas 80-84 lidi bambu berdiameter 2 mm.
Panjangnya berkisar antara 10-14 cm, lebar celah antar lidi sangat rapat dan
anyamannya sangat kuat. Bagian dalamnya terdapat lidi sisa anyaman dengan
panjang berkisar antara 2–3 cm (Gambar 10).
Lidi sisa anyaman
1.
2.
Gambar 10 Ijep pada bubu elver :
1. Tampak depan
2. Tampak samping
18
Konstruksi ijep pada Gambar 10 diduga cukup berpengaruh terhadap respon
elver untuk memasuki bubu. Hal ini dikarenakan anyaman lidi bambu cukup
rapat, sehingga bukaan celah mulut bagian dalam semakin menyempit. Ini akan
menyulitkan elver untuk melewatinya. Elver yang akan masuk ke dalam bubu
harus menerobos pintu ijep yang rapat. Beberapa elver yang tidak mampu
melewati celah masuk ijep akan meninggalkan ijep dan berpindah ke tempat lain.
Pintu ijep sebenarnya dirancang agar mudah dilewati elver untuk masuk ke
dalam bubu dan sulit untuk keluar membebaskan diri. Pada kenyataannya, pintu
ijep sangat sulit dilewati oleh elver, baik untuk masuk maupun ke luar bubu. Hal
ini tentu saja dapat menyebabkan penurunan produktivitas bubu. Salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan mengganti pintu ijep dengan konstruksi pintu
yang terbuat dari material jaring.
2. Konstruksi pintu masuk jaring
Penggunaan konstruksi pintu masuk yang terbuat dari jaring sudah banyak
diaplikasikan pada berbagai jenis perangkap, seperti bubu lipat (Hutubessy dan
Mosse 2007; Puspito 2009; Komarudin 2012) dan fyke net (Tecsh 2003 dan
Pratomo et al. 2013). Fungsinya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil tangkapan. Pintu bubu bermaterial jaring mudah dilipat, sehingga
penataan dan pemasangannya pada mulut bubu menjadi lebih mudah. Soegiri et
al. (2009) menggunakan konstruksi pintu masuk jaring pada bubu paralon untuk
menangkap sidat di perairan Sulawesi Selatan. Kontruksinya berbentuk corong
dengan bagian dalamnya menggunakan jaring melambai. Tujuannya agar sidat
mudah masuk dan sulit untuk keluar. Konstruksi pintu masuk seperti ini belum
digunakan pada bubu elver.
Hasil ujicoba pendahuluan di laboratorium menunjukkan bahwa elver
mengalami kesulitan ketika melewati pintu masuk yang sempit dan
berpenghalang. Oleh karena itu, konstruksi pintu masuk dirancang berbentuk
kerucut terpancung. Kedua lubangnya terbuka sempurna. Rancangan konstruksi
pintu masuk bermaterial jaring disajikan pada Gambar 11.
1.
2.
Gambar 11 Hasil rancangan pintu dari material jaring
1. Pola potong jaring sebelum dijahit
2. Pintu masuk jaring berbentuk kerucut
19
Pintu masuk dirancang berbentuk kerucut terpancung. Dimensinya adalah
panjang 10 cm dan diameter pintu masuk bagian depan 7,5 cm. Adapun diameter
celah bagian belakang 2,5 cm, atau disesuaikan dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No 19 tahun 2012. Regulasi tersebut menetapkan bahwa
kriteria juvenil sidat adalah panjang maksimal 30 cm atau diameter 2,5 cm.
Dengan demikian, bukaan celah masuk sebaiknya tidak melebihi 2,5 cm untuk
menghindari tertangkapnya sidat dewasa dan organisma predator.
89
3. Pengujia