Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Struktur
Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Anggi Aprilian Fahendra
NIM A44080049
ABSTRAK
ANGGI APRILIAN FAHENDRA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim
Mikro di Kawasan Kota Bekasi. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN,
BAMBANG SULISTYANTARA.
Perkembangan sebuah kota mengakibatkan pengalihfungsian lahan dari ruang terbuka
hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka hijau semakin
berkurang. Ruang terbuka hijau memiliki peranan penting dalam mengendalikan
iklim mikro sehingga memberikan kenyamanan bagi penduduk yang berada di kota.
Ruang terbuka hijau terdiri atas struktur vegetasi pohon, semak dan rumput. Setiap
struktur vegetasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap iklim mikro di
sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur vegetasi
(pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada land
use yang berbeda-beda seperti RTH kota, permukiman, Central Bussiness Distric
(CBD) dan industri dengan menggunakan alat pengukur suhu dan kelembaban Heavy
Weather. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa struktur vegetasi pohon mampu
mereduksi suhu sebesar 0.64-3.97 oC lebih besar dibandingkan struktur vegetasi
lainnya sehingga penanaman pohon dalam jumlah banyak pada RTH sangat
direkomendasikan karena fungsinya sangat efektif dalam ameliorasi iklim. Faktorfaktor yang mempengaruhi iklim mikro adalah faktor lingkungan, aktivitas
kawasan dan jenis vegetasi yang ada pada setiap land use tersebut.
Kata kunci: Heavy Weather, iklim mikro, land use, struktur vegetasi
ABSTRACT
The development of a city impacts to the land diversion from green open land into
land used, so that the proportion of green open spaces become more diminish. The
green open spaces have an important role to control the micro-climate, that provide
cosiness for the people who live in there. Green open spaces consists of vegetation
structure of the trees, shrubs and grasses. Each of the vegetation structure gives the
different effect on the surrounding microclimate. The aim of this study is to determine
the influence of the vegetation structure (trees, shrubs and grasses) on microclimate
(temperature and humidity) in the different land used such as RTH city, residential,
Central Bussiness Distric (CBD) and the industry by using measuring device of
temperature and humadity is heavy weather. The result of this study stated that the
structure of the trees vegetation is able to reduce the temperature by 0.64-3.97 ° C
hinger than other vegetation structure so that the planting of trees a lot quantities at
RTH is recommended because its function is very effective in the amelioration of
climate. The factors that influence the microclimate are environmental factors,
activity area and the type of vegetation that exist in each of the land used.
Keywords: Heavy Weather, land use, microclimate, vegetation structure
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Juli 2013 ini adalah Pengaruh
Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan,
motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si dan Bapak
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, dan
Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, serta
Ibu Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala semangat, doa dan
kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
Anggi Aprilian Fahendra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Hipotesis
2
Kerangka Pikir
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kota
4
Lahan dan Tata Guna Lahan
4
Pemanasan Global
6
Ruang Terbuka Hijau
6
Permukiman
7
Cental Bussiness Distric (CBD)
7
Industri
8
Iklim Mikro
8
Suhu Udara
9
Kelembaban Udara
9
METODOLOGI
10
Tempat dan Waktu Penelitian
10
Alat dan Bahan
11
Data Penelitian
12
Metode Penelitian
12
Persiapan Penelitian
12
Pengumpulan dan Pengambilan Data
12
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi
13
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota
14
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman
15
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD
16
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Industri
17
Parameter yang diukur
18
Metode Pengukuran
18
Pengolahan Data dan Analisis
21
Penyusunan Rekomendasi
21
KONDISI UMUM KOTA BEKASI
22
Profil Wilayah Kota Bekasi
22
Kondisi Fisik Lingkungan
22
Topografi
22
Iklm
22
Kependudukan
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Iklim Mikro pada setiap Land use
24
24
Iklim Mikro Kawasan RTH Kota
24
Iklim Mikro Kawasan Permukiman
26
Iklim Mikro Kawasan CBD
28
Iklim Mikro Kawasn Industri
31
Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada berbagai Land use
33
Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Land use
33
Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Land use
36
Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Land use
38
SIMPULAN DAN SARAN
41
Simpulan
41
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
57
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan
11
2 Data penelitian
12
3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota
15
4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman
16
5 Pemilihan lokasi kawasan CBD
17
6 Pemilihan lokasi kawasan industri
18
7 Contoh table uji-T One Way Anova
21
2
8 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Km menurut
Kecamatan tahun 2011
23
9 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan RTH kota
25
10 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan RTH kota
25
11 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan permukiman
27
12 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di ats rumput
di kawasan permukiman
28
13 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan CBD
29
14 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan CBD
30
15 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan industri
31
16 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan industri
32
17 Selisih suhu rata-rata di bawah pohon antar land use
35
18 Selisih kelembaban rata-rata di bawah pohon antar land use
36
19 Selisih suhu rata-rata di sekitar semak antar land use
38
20 Selisih kelembaban rata-rata di sekitar semak antar land use
38
21 Selisih suhu rata-rata di atas rumput antar land use
40
22 Selisih kelembaban rata-rata di atas rumput antar land use
40
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pikir
3
2 Peta administrasi Kota Bekasi
10
3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban Mini Microclimate
Station Heavy Weather tipe WS2355
11
4 Pemilihan lokasi pengambilan data
13
5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi
14
6 Peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
15
7 Peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi
16
8 Peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi
17
9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi
19
10 Sketsa jarak antar struktur vegetasi
19
11 Bagan pengambilan data
20
12 Grafik suhu di kawasan RTH kota
24
13 Grafik kelembaban di kawasan RTH kota
25
14 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan RTH kota
26
15 Grafik suhu di kawasan permukiman
27
16 Grafik kelembaban di kawasan permukiman
27
17 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan permukiman
28
18 Grafik suhu di kawasan CBD
29
19 Grafik kelembaban di kawasan CBD
30
20 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan CBD
30
21 Grafik suhu di kawasan industri
31
22 Grafik kelembaban di kawasan industri
32
23 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan industri
32
24 Grafik suhu di bawah pohon setiap land use
34
25 Grafik kelembaban di bawah pohon setiap land use
35
26 Grafik suhu di sekitar semak setiap land use
37
27 Grafik kelembaban di sekitar semak setiap land use
37
28 Grafik suhu di atas rumput setiap land use
39
29 Grafik kelembaban di atas rumput setiap land use
39
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pusat Kota
45
2 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pondok Gede
46
3 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Bekasi Utara
47
4 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Mustika Jaya
48
5 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Jatisampurna
49
6 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan RTH kota
50
7 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan permukiman
51
8 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan CBD
52
9 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan industri
53
10 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi pohon terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
54
11 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi semak terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
55
12 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi rumput terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas
dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan
budaya. Situasi ini menyebabkan semakin banyak area terbangun demi
menciptakan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi
kegiatan manusia. Hal ini mengakibatkan banyak pengalihfungsian lahan dari
ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka
hijau semakin berkurang. Menurut UU Tata Ruang no. 26 Tahun 2007 pasal 29
ayat 2 menyatakan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau untuk wilayah sebuah
kota mempunyai proporsi paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Menurut
Joga dan Ismaun (2011), menyatakan bahwa hampir seluruh wilayah kota-kota
besar di Indonesia yang ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru
mencapai 10 persen saja dari luas wilayah kotanya. Bekasi merupakan salah satu
kota yang bermasalah akan hal itu.
Kota Bekasi merupakan salah satu kota besar yang berdampingan dengan
provinsi DKI Jakarta. Seiring perkembangan pembangunan di kota Bekasi yang
semakin pesat, banyak lahan terbuka yang dikonversi menjadi lahan terbangun.
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota itu sendiri. Salah satu
solusi untuk meminimalisir penurunan kualitas lingkungan adalah dengan
meningkatkan ketersediaan dan efektifitas dari ruang terbuka hijau pada kawasan
kota. Ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang ekosistem kota baik itu
sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi
lainnya, bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
RTH sebaiknya didominasi oleh vegetasi karena menurut Irwan (2005),
vegetasi sebenarnya makhluk yang paling menentukan dalam ekosistem karena
mempunyai peranan sebagai berikut: sebagai pengubah terbesar dari lingkungan
karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan sehingga dapat mengurangi
radiasi matahari, mengurangi temperatur, sebagai pengikat energi untuk seluruh
ekosistem, dan sebagai sumber hara mineral. Perubahan iklim mikro yang
disebabkan oleh konversi lahan dapat diminimalisir dengan menentukan vegetasi
yang sesuai pada setiap peruntukan lahan, sehingga fungsi dari RTH dapat tetap
dipertahankan.
RTH umumnya terdiri dari berbagai struktur vegetasi seperti pohon, semak
dan rumput. Ketiga struktur tersebut diduga mempunyai pengaruh yang berbedabeda dalam ameliorasi iklim mikro dan memberikan kenyamanan bagi warga
kota. Dengan demikian perlu dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban agar
dapat mengetahui seberapa besar pengaruh struktur vegetasi tersebut dalam
mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya dan faktor penyebabnya untuk dapat
menciptakan RTH yang lebih baik pada land use perkotaan. Misalnya, untuk
kawasan industri yang setiap harinya akan menghasilkan polusi dari kegiatan
produksi akan sangat membutuhkan ketersediaan RTH untuk mereduksi polutan
dan memproduksi oksigen di udara serta memberikan kenyamanan dalam
2
beraktivitas. Selain itu, jumlah dan struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput)
yang ada di masing-masing land use juga mempengaruhi akan hal itu.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh struktur
vegetasi terhadap iklim mikro pada struktur vegetasi yang berbeda di setiap land
use. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geogragi (SIG) untuk
mengindentifikasi penutupan lahan kota Bekasi dan alat Heavy Weather Mini
Microclimate Station sebagai alat pengukur suhu dan kelembaban pada setiap
struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput). Selain itu, digunakan uji statistik
untuk mengetahui perbedaan dan pengaruh iklim mikro yang dihasilkan oleh
struktur vegetasi yang berbeda pada land use yang berbeda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur vegetasi yang berbeda
(pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang
berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi
yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH kota,
permukiman, CBD dan industri).
2. Menganalisis pengaruh struktur vegetasi terhadap iklim mikro (suhu dan
kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan
rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya
memperbaiki kualitas iklim mikro dengan meningkatkan kualitas RTH perkotaan
sehingga dapat meminimalisir penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan
kenyamanan bagi warga kota. Rekomendasi yang disusun berdasarkan hasil
analisis pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah kota setempat.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH
kota, permukiman, CBD dan industri).
2. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak,
dan rumput dengan rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD
dan industri).
3
Kerangka Pikir
Perkembangan kota Bekasi yang semakin pesat mempengaruhi peruntukan
lahannya. Pada penelitian ini ditentukan empat land use sebagai lokasi
pengambilan data yaitu kawasan RTH kota, permukiman, CBD dan industri.
Empat kawasan ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi
keseluruhan area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi.
Masing-masing land use tersebut terdapat RTH yang terdiri dari tiga struktur
vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Terhadap ketiga struktur
vegetasi di masing-masing land use tersebut dilakukan pengukuran suhu dan
kelembaban udara dengan menggunakan alat Heavy Weather. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dan uji statistik untuk mengetahui seberapa besar
struktur vegetasi tersebut dalam mempengaruhi iklim mikro. Hasil analisis
diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi untuk menciptakan
RTH yang ideal. Bagan dari kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Bekasi
Land use
RTH Kota
Permukiman
CBD
Industri
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Heavy Weather
Pengukuran Iklim Mikro
(Suhu dan Kelembaban Udara)
Data
Analisis
Perbandingan iklim mikro pada struktur vegetasi
yang berbeda di setiap land use
Rekomendasi
Gambar 1 Bagan kerangka pikir
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas
dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan
budaya. Kota juga merupakan sebuah tempat di mana terdapat banyak kesempatan
dan permintaan yang mewujudkan adanya sistem pembagian kerja. Situasi ini
menyebabkan semakin banyak area terbangun demi menciptakan lapangan
pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia. Kota
yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi
antara lain sebagai berikut:
1. sebagai pusat produksi (production center).
2. sebagai pusat perdagangan (center of trade and commerce).
3. sebagai pusat pemerintahan (political capital).
4. dan sebagai pusat kebudayaan (culture center).
Selain itu, kehidupan di kota sangat beragam. Ciri-ciri kehidupan kota
adalah sebagai berikut:
1. adanya pelapisan sosial ekonomi, misalnya perbedaan tingkat penghasilan,
tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial diantara warganya.
3. adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan
pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
4. warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
5. cara berpikir dan bertindak wargakota tampak lebih rasional dan berprinsip
ekonomi.
6. masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial
disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh dari luar.
7. dan pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat
solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi.
Menurut Burgess (1925), menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK)
atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di
tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial,
ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu:
pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan
dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD
(Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan
kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan
gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Lahan dan Tata Guna Lahan
Lahan adalah suatu wilayah daratan dengan ciri mencakup semua watak
yang melekat pada atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi, populasi
tumbuhan dan hewan, serta kegiatan manusia di atasnya (Notohadiprawiro 1996).
Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan suatu
wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa lingkungan hunian masyarakat
5
manusia dan masyarakat hayati yang lain. Lahan merupakan penjelmaan
keseluruhan faktor atau kakas (force) di suatu tapak yang mempengaruhi atau
berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat. Secara
ekologi, lahan adalah habitat.
Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan
yang dilakukan sesuai dengan kondisi eksisting alam. Tata guna lahan biasanya
terbagi menjadi permukiman, perdagangan, ruang terbuka hijau dan industri.
Menurut Septiana (2010), Kawasan ruang terbuka hijau biasanya dapat berupa
taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit.
Namun juga dapat berupa hutan yang didominasi oleh berbagai jenis macam
tumbuhan.
Tanah merupakan komponen lahan yang utama. Tanah memiliki sifat dan
memenuhi syarat untuk disebut sumberdaya. Tanah dapat menghasilkan bahan
nabati, untuk kemudian menghasilkan bahan hewani. Tanah mempunyai daya
tumpu, sehingga di atasnya dapat didirikan bangunan. Tanah merupakan bahan
mentah untuk membuat beraneka barang. Tanah mampu menyerap cairan,
menguraikan bahan organik, mematikan pathogen, berdaya sangga terhadap zat
kimia, dengan demikian berfungsi untuk sanitasi lingkungan. Dengan kemampuan
infiltrasi dan perkolasinya tanah dapat menyalurkan sebagian air hujan untuk
mengisi cadangan air tanah. Taman, jalur hijau, pohon peneduh atau pematah
angin, dan hutan wisata dibangun di atas tanah. Tanah diperlukan untuk tujuan
estetika dan rekreasi (Notohadiprawiro 1987).
Menurut Soepraptohardjo dan Robinson (1975), kriteria harkat lahan
tercakup dalam tiga tarif, yaitu:
1. kemampuan lahan (land capability), dinilai menurut macam pengelolaan yang
disyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah terjadinya
kerusakan lahan selama penggunaan, semakin rumit pengelolaan yang
diperlukan maka kemampuan lahan dinilai semakin rendah untuk penggunaan
lahan yang direncanakan. Kemampuan lahan menjadi dasar pemilihan macam
penggunaan lahan yang paling aman bagi keselamatan lahan.
2. kesesuaian lahan (land suitability), diniliai menurut pengelolaan khas yang
diperlukan untuk mendapatkan nisbah (ratio) yang lebih baik antara manfaat
yang dapat diperoleh dan korbanan (masukan) yang diperlukan. Semakin rumit
pengelolaan khas yang diperlukan, kesesuaian lahan dinilai semakin rendah
untuk macam penggunaan yang direncanakan. Semakin kurang kecukupannya,
kesesuaian lahan dinilai semakin rendah untuk macam penggunaan lahan
bersangkutan.
3. daya dukung lahan (land carrying capacity), dinilai menurut ambang batas
kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat
penggunaan. Daya dukung lahan berkenaan dengan kelayakkan penggunaan
lahan. Penggunaan lahan di atas ambang batas menjamin sepenuhnya
keselamatan lingkungan karena tingkat intensitas penggunaan lahan lebih
rendah daripada tingat ketahanan lahan. Akan tetapi penggunaan lahan di
bawah ambang batas membawa risiko besar meruntuhkan lingkungan karena
arus intensitas penggunaan lahan melampaui tingkat ketahanan lahan. Arus
intensitas penggunaan lahan pada ambang batas menandakan penggunaan
lahan secara optimal.
6
Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming adalah suatu proses meningkatnya
suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0.74±0.18 °C (1.33±0.32 °F) selama seratus
tahun terakhir (Lockwood 1985). Intergovernmental Panel of Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan
akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan
tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanperubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Hewan dan tumbuhan
menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena
sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan
cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan
akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu,
sarana lingkungan/kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian.
Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang
kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Joga dan
Ismaun 2011).
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 persen dari luas wilayah kota.
Saat ini hampir semua kota-kota besar di Indonesia memiliki proporsi ruang
terbuka hijau sebesar 10 persen dari luas wilayah kotanya. Padahal ruang terbuka
hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olahraga dan komunikasi publik.
Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah
dengan standar-standar yang ada (Joga dan Ismaun 2011). Ruang terbuka hijau
mempunyai fungsi hidro-orologis, nilai estetika dan sekaligus sebagai wahana
interaksi sosial bagi penduduk kota tersebut. Taman-taman di kota menjadi
wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olahraga ringan
dan lain sebagainya. Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka
7
hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari
keinginan untuk merubahnya.
Menurut Sadyohutomo (2008), sejumlah kota-kota besar di Indonesia
menjadi miskin vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga
suhu udara menjadi lebih panas. Padahal vegetasi pada ruang terbuka hijau kota
memiliki fungsi sebagai penyerap CO2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau
juga berfungsi sebagai penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi,
keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, dan bertujuan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
Permukiman
Permukiman merupakan suatu kawasan dengan fungsi utama sebagai
tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Permukiman juga harus dilengkapi dengan kelengkapan dasar fisik
lingkungan berupa penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya
listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan permukiman berfungsi
sebagaimana mestinya. Salah satu bentuk permukiman adalah perumahan.
Biasanya perumahan terletak dekat dengan pusat kegiatan kota dengan akses yang
memudahkan pengguna ataupun penghuni untuk keluar dan masuk kawasan atau
area perumahan.
Sebuah permukiman yang padat penduduk dan berada dekat dengan pusat
kegiatan sebuah kota akan membutuhkan RTH dengan struktur vegetasinya yang
berfungsi memberikan kenyaman bagi masyarakat. Menurut Kuswartojo dan
Suparti (1997), pemilihan vegetasi untuk lanskap permukiman harus sesuai
dengan fungsinya, seperti penaung, peneduh, peredam bising, penahan silau dari
sinar matahari, penahan angin, penyerap polutan dan untuk memperkuat nilai
keindahan permukiman tersebut.
Central Bussiness District (CBD)
Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds
(1983) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak
hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari
wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya
ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan
komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri
yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu:
1. Adanya pusat perdagangan terutama sektor retail,
2. Banyak kantor-kantor institusi perkotaan,
3. Tidak dijumpai industri berat atau manufaktur,
4. Ditandai dengan adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat
yang memiliki diferensiasi fungsi,
5. Adanya “multi storey” yaitu perdagangan yang bermacam-macam dan ditandai
dengan adanya supermarket atau pusat perbelanjaan modern.
8
Industri
Industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh
aktivitas industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996, selain
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, kawasan industri
dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki
izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas
kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan
laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta
prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran,
perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, dan lainnya. Kawasan
industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan
prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan
biasanya diisi oleh industri manufaktur. Kawasan industri yang setiap harinya
akan menghasilkan polusi dari kegiatan produksi akan sangat membutuhkan
ketersediaan RTH untuk mereduksi polutan dan memproduksi oksigen di udara
serta memberikan kenyamanan dalam beraktivitas.
Iklim Mikro
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap kenyamanan di suatu bangunan. Sedangkan iklim
makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang
lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan
matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya
matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya
radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur
udara. Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan,
ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan
bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi.
Pembagian iklim hingga saat ini banyak berdasarkan penggunaan dalam
ilmu pertanian. Untuk aplikasi arsitektural, pembagian iklim lebih erat
hubungannya dengan faktor kenyamanan. Iklim dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1. Iklim dingin (cold climate). Masalah utama dari iklim ini adalah kurangnya
panas dari radiasi matahari, suhu udara rata-rata 15ºC dengan kelembaban
relatif yang rata-rata tinggi selama musim dingin.
2. Iklim moderat. Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan
dingin yang berlebihan pula, namun tidak terlalu mencolok. Suhu rata-rata
terendah pada musim dingin adalah 15 ºC dan suhu terpanas 25 ºC.
3. Iklim panas kering. Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, udara
kering, suhu udara rata-rata 25-45 ºC terpanas dan terdingin 10 ºC disertai
dengan kelembaban relatif yang sangat rendah.
4. Iklim panas lembab. Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan disertai
dengan kelembaban yang tinggi pula, suhu udara rata-rata diatas 20 ºC dengan
kelembaban relatif sekitar 80-90 persen.
9
Suhu Udara
Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekulmolekul atau dapat diartikan sebagai gambaran umum keadaan energi suatu
benda. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu Celcius (oC),
Fahrenheit (oF), Reamur (oR) dan Kelvin (oK). Namun satuan yang sering
digunakan adalah Celcius (oC). Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan
bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan
bumi tersebut merupakan pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara.
Lautan mempunyai luas dan kapasitas panas lebih buruk tetapi karena udara
bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan
lebih dominan. Akibatnya, suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan
maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia
adalah sekitar 5-6 oC tiap kenaikan 1000 meter.
Suhu di permukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang.
Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan
sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah
suhunya. Menurut Lakitan (2002), pada malam hari tanaman berperan sebagai
penahan panas, sehingga suhu udara di bawah tajuk pohon lebih hangat
dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi. Suhu
udara pada naungan pohon pada siang hari dapat lebih rendah sekitar 14 oC dari
pada daerah terbuka tanpa adanya naungan pohon. Pada setiap pohon, kelembaban
akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin mendekati tanah maka
kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin yang berhembus di atas
pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga mendekati jenuh atau
antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008).
Kelembaban Udara
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang
dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun
defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat
dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume.
Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu
udara, maka pada tekanan uap aktual yang relatif tetap siang dan malam hari yang
mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi
lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995).
Kelembaban udara di kawasan kota lebih kecil jika dibandingkan dengan
daerah sekitarnya, karena terdapat banyak perkerasan, kurangnya pori-pori
permukaan dan kurangnya transpirasi tanaman. Bangunan yang tinggi merupakan
pemicu udara menjadi naik sehingga memungkinkan meningkatnya hujan.
Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi. Kelembaban
merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa panas laten yang dipakai
untuk menguapkan air permukaan yang menerima radiasi (Irwan 2005).
10
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2).
Lokasi ini dipilih karena kota Bekasi merupakan salah satu kota metropolitan
terbesar di Indonesia dan berdampingan dengan provinsi DKI Jakarta. Banyaknya
lapangan perkerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia
menyebabkan perkembangan pembangunan di kota Bekasi semakin pesat dan
berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau. Penelitian dilakukan mulai dari
bulan April 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Waktu pengumpulan data
dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2013.
Gambar 2 Peta administrasi kota Bekasi.
Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi tahun 2010-2030
11
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan
No.
Alat / Bahan
1
Seperangkat alat dan
Software Heavy Weather
WS2355
2
Kamera Digital
3
Arc GIS
4
Microsoft Office 2010
5
6
SPSS 15.0
Peta Administrasi Kota
Bekasi
Kegunaan
Mengukur dan mengolah data iklim mikro
Mengambil gambar saat pengambilan data
Mengolah peta RTRW
Membantu menganalisis data dan membuat
laporan
Membantu mengolah data statistic
Referensi
Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan adalah Mini
Microclimate Station Heavy Weather dengan tipe WS2355. Alat ini terdiri dari
beberapa bagian seperti alat pengukur suhu dan kelembaban, layar untuk
menampilkan data yang diukur dan tripod kamera untuk meletakkan alat.
Seperangkat alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Alat pengukur
Suhu Udara (°C)
RH (%)
Layar penampil data
Tripod untuk
meletakkan alat
Gambar 3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban
Mini Microclimate Station Heavy Weather tipe WS2355
12
Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Data
primer disebut juga sebagai data asli atau data baru. Data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada. Jenis data
yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data penelitian
No.
Data
1
Kondisi
Letak dan luas
Umum
Aksesibilitas
Kota Bekasi Klimatologi
Topografi
Tata guna lahan
2
RTRW Kota Bekasi
3
Peta Administrasi
4
Vegetasi
Nama spesies
Bentuk tajuk
Tinggi tanaman
Foto
5
Iklim
Suhu udara
Kelembaban
udara
Jenis
Sekunder
Sumber Data
Dinas Tata Kota
Sekunder
Sekunder
Primer
Dinas Tata Kota
Dinas Tata Kota
Pengamatan di tapak
Primer
Primer
Pengamatan di tapak
Pengamatan di tapak
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, analisis
deskriptif. Metode survei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian
berupa kondisi fisik, menentukan titik pengambilan data, mengidentifikasi
struktur vegetasi dan pengambilan data primer iklim mikro berupa suhu dan
kelembaban udara. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat
pengaruh struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro
(suhu dan kelembaban udara) yang diukur pada setiap land use (RTH kota,
permukiman, CBD dan industri).
Persiapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan persiapan administrasi dan keperluan penelitian
seperti surat perizinan kepada Bappeda dan Dinas Tata Kota Bekasi untuk
memperoleh informasi dan data berupa batas administrasi wilayah kota, peta
RTRW serta kondisi umum Kota Bekasi.
Pengumpulan dan Pengambilan Data
Pengumpulan data primer dilakukan setelah pengurusan izin pengambilan
data pada lokasi yang terpilih, kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu
dan kelembaban udara) pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput)
di masing-masing land use yang telah ditentukan sebelumnya (RTH kota,
13
permukiman, CBD dan industri). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait di kota Bekasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi
Pengambilan data dilakukan pada empat lokasi berbeda yaitu pada land
use RTH kota, permukiman, Central Bussines District (CBD) dan industri. Empat
lokasi ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi keseluruhan
area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi. Pemilihan lokasi
pengambilan data ditentukan dengan mengambil tiga kawasan terbesar dari setiap
land use dengan melihat peta sebaran land use dari seluruh kota yang didapatkan
dari hasil digitasi peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota Bekasi.
Kemudian dihitung luas masing-masing kawasan sehingga didapatkan tiga
kawasan dengan luas terbesar. Dari luasan tiga kawasan terbesar pada masingmasing land use tersebut kemudian dirata-ratakan dan luas yang paling mendekati
rata-rata itulah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena memilki
luasan yang dianggap dapat mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Peta
pemilihan lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pemilihan lokasi pengambilan data
14
Selanjutnya, pemilihan struktur vegetasi pada semua land use harus
memiliki kriteria yang sama yaitu pohon tinggi 6-15 meter dengan diameter tajuk
8-10 meter; semak tinggi 1-2 meter; rumput yang dipilih semua jenis rumput.
Semak dan rumput tidak ternaungi oleh pohon atau bangunan. Penentuan struktur
vegetasi yang dipilih pada lokasi penelitian dilakukan saat survei ke lokasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota
RTH kota merupakan kawasan yang memiliki kontribusi positif bagi kota
dalam segi ekologis. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat
peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi (Gambar 5).
Gambar 5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi
Tiga kawasan RTH kota terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi adalah kawasan RTH kota di kelurahan Kayuringin Jaya, Jati Rasa
dan Jati Mekar. Dapat dilihat pada Tabel 3, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan
ini adalah sebesar 18.16 Ha. Luas kawasan RTH kota yang mendekati luas ratarata adalah kawasan RTH kota di kelurahan Jati Rasa dengan luas sebesar 17.67
Ha.
15
Tabel 3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota
No.
Nama Kelurahan
1
Kayuringin Jaya
2
Jati Rasa
3
Jati Mekar
Rata-rata
Luas Area (Ha)
22.44
17.67
14.37
18.16
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman
Permukiman merupakan kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat
tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Sebagai tempat tinggal, permukiman seharusnya dapat menyediakan RTH agar
dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Berdasarkan hasil digitasi peta
RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
(Gambar 6).
Gambar 6 Peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
16
Tiga kawasan permukiman terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi adalah kawasan permukiman di kelurahan Mustika Jaya, Jati
Sampurna dan Sumur Batu. Dapat dilihat pada Tabel 4, nilai rata-rata dari luas
ketiga kawasan ini adalah sebesar 518.93 Ha. Luas kawasan permukiman yang
mendekati luas rata-rata adalah kawasan permukiman di kelurahan Jati Sampurna
dengan luas sebesar 454.09 Ha.
Tabel 4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman
No.
Nama Kelurahan
1
Mustika Jaya
2
Jati Sampurna
3
Sumur Batu
Rata-rata
Luas Area (Ha)
698.36
454.09
404.35
518.93
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD
Kawasan CBD merupakan kawasan yang pada umumnya digunakan
sebagai pusat kegiatan penduduk. Biasanya di kawasan CBD dapat ditemukan
pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan
komunikasi, sekolah, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi (Gambar 7).
Gambar 7 Peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi
17
Tiga kawasan CBD terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi adalah kawasan CBD di kelurahan Jati Asih, Jaka Mulya dan Sepanjang
Jaya. Dapat dilihat pada Tabel 5, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan ini adalah
sebesar 176.25 Ha. Luas kawasan CBD yang mendekati luas rata-rata adalah
kawasan CBD di kelurahan Jaka Mulya dengan luas sebesar 159.75 Ha.
Tabel 5 Pemilihan lokasi kawasan CBD
No.
Nama Kelurahan
1
Jati Asih
2
Jaka Mulya
3
Sepanjang Jaya
Rata-rata
Luas Area (Ha)
224.79
159.75
144.22
176.25
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilah Data di Kawasan Industri
Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri
dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan
pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial
dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah,
ruang terbuka hijau, dan lainnya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi, didapat peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi (Gambar 8).
Gambar 8 Peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi
18
Tiga kawasan industri terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi adalah kawasan industri di kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang dan
Ciketing Udik. Dapat dilihat pada Tabel 6, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan
ini adalah sebesar 181.91 Ha. Luas kawasan industri yang mendekati luas rata-rata
adalah kawasan industri di kelurahan Bantar Gebang dengan luas sebesar 177.16
Ha.
Tabel 6 Pemilihan lokasi kawasan industri
No.
Nama Kelurahan
1
Cikiwul
2
Bantar Gebang
3
Ciketing Udik
Rata-rata
Luas Area (Ha)
262.62
177.16
105.96
181.91
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak dan
rumput) di masing-masing land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri)
adalah suhu dan kelembaban udara (Relative Humidity).
Metode Pengukuran
Berdasarkan lokasi pengambilan data pada masing-masing land use akan
diambil tiga titik pengambilan data yaitu pada struktur vegetasi pohon, semak dan
rumput. Struktur vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran
yang berbeda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro.
Penentuan titik pengambilan data dipilih saat berada di lokasi dengan melihat
kondisi keseluruhan kawasan dan sesuai dengan kriteria vegetasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Titik pengambilan data yang dipilih harus memiliki ketiga
struktur vegetasi tersebut (pohon, semak dan rumput). Struktur vegetasi yang
dipilih harus terpisah jauh antara struktur vegetasi satu dengan yang lainnya dan
berada di kawasan terbuka yang tidak ternaungi oleh vegetasi lain dan bangunan.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari lingkungan sekitar terhadap
iklim mikro yang diukur.
Pengukuran iklim mikro dilakukan di bawah naungan pohon, pada semak
dan di atas rumput dengan menggunakan alat Heavy Weather. Alat diletakkan
kurang lebih sekitar 1.5 meter di atas permukaan tanah dengan bantuan tripod
kamera (Gambar 9). Hal ini bertujuan agar tidak ada pengaruh dari permukaan
tanah terhadap data suhu dan kelembaban pada saat saat pengambilan data. Waktu
pengukuran pada pukul 12.30 sampai 13.00 WIB saat cuaca cerah, karena radiasi
matahari dan suhu udara pada saat itu mencapai maksimum. Pengukuran
dilakukan selama tiga hari pada setiap land use.
19
Gambar 9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi
Selain itu, jarak antara struktur vegetasi yang satu dengan struktur yang
lainnya adalah ±10 meter (Gambar 10). Hal ini bertujuan agar data yang terekam
di layar pembaca data suhu dan kelembaban tidak membaca data yang sama.
Pengambilan data dimulai setelah memastikan alat pengukur membaca data yang
benar. Misalnya alat pengukur untuk struktur vegetasi pohon membaca data suhu
dan kelembaban di bawah naungan pohon.
Gambar 10 Sketsa jarak antar struktur vegetasi
20
Satu hari pengambilan data dilakukan di satu land use dengan
menggunakan tiga alat Heavy Weather yang diletakkan pada masing-masing
struktur vegetasi, yakni pohon, semak dan rumput. Data diambil selama 30 menit
dan dilakukan pencatatan data setiap menitnya. Satu alat yang diletakkan pada
satu struktur vegetasi akan menghasilkan dua jenis data, yaitu 30 data suhu udara
dan 30 data kelembaban udara. Sehingga dalam satu hari pengambilan data akan
dihasilkan sebanyak 180 data, yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data
kelembaban udara pohon, 30 data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara
semak, 30 data suhu udara rumput dan 30 data kelembaban udara rumput. Bagan
pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Bagan pengambilan data. 60 data = 30 data suhu, 30 data kelembaban
21
Pengolahan Data dan Analisis
Data iklim mikro yang telah didapatkan, kemudian ditabulasi dan dibuat
grafik sehingga memudahkan untuk melakukan pengolahan data. Pengolahan data
yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai rata-rata data suhu dan
kelembaban di struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing
land use. Selain itu, juga dilakukan pengolahan dengan membandingkan nilai
rata-rata suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi yang sama antar land use
yang dianalisis dengan SPSS menggunakan teknik uji-T one way anova. Analisis
dengan teknik ini menghasilkan perbedaan antara suhu dan kelembaban pada
struktur vegetasi yang berbeda antar land use secara nyata atau tidak. Contoh hasil
uji-T One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Contoh hasil uji-T One Way Anova
Suhu udara
Between Groups
Within Groups
Total
Kelembaban udara
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of Squares
277.473
14.162
df
3
116
291.635
119
Mean Square
92.491
757.587
Sig.
.000
819.336
.000
.122
4657.500
3
1552.500
219.800
116
1.895
4877.300
119
F hitung > F tabel,
sehingga tolak H0
F
F
Taraf nyata ≤
0,050
Hipotesis statistik dalam uji-T ini digunakan untuk mengetahui perbedaan
nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon,
semak dengan semak, rumput dengan rumput) antar land use, dengan hipotesis
sebagai berikut.
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur
vegetasi yang sama antar land use.
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi
yang sama antar land use.
Kriteria keputusan, jika:
Probabilitas atau signifikansi > 0.050, maka H0 diterima.
Probabilitas atau signifikansi < 0.050, maka H0 ditolak.
T tabel < T hitung, maka H0 diterima.
T tabel > T hitung, maka H0 ditolak.
Penyusunan Rekomendasi
Setelah data didapat dan diolah dengan menggunakan analisis deskripsi
akan menghasilkan kesimpulan yang kemudian diolah menjadi rekomendasi.
Rekomendasi ini disusun berdasarkan masalah-masalah yang ada dan kemudian
dibandingkan dengan hasil pengolahan data dan analisis.
22
KONDISI UMUM KOTA BEKASI
Profil Wilayah Kota Bekasi
Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106º48’28’’- 107º27’29’’
Bujur Timur dan 6º10’6’’- 6º30’6’’ Lintang Selatan. Kota Bekasi merupakan
bagian dari wilayah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi DKI
Jakarta, sehingga memberikan beberapa keuntungan di sisi komunikasi dan
perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi,
menjadikan Kota Bekasi sebagai salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta.
Batas Kota Bekasi :
Utara
: Kabupaten Bekasi
Timur
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Struktur
Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Anggi Aprilian Fahendra
NIM A44080049
ABSTRAK
ANGGI APRILIAN FAHENDRA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim
Mikro di Kawasan Kota Bekasi. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN,
BAMBANG SULISTYANTARA.
Perkembangan sebuah kota mengakibatkan pengalihfungsian lahan dari ruang terbuka
hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka hijau semakin
berkurang. Ruang terbuka hijau memiliki peranan penting dalam mengendalikan
iklim mikro sehingga memberikan kenyamanan bagi penduduk yang berada di kota.
Ruang terbuka hijau terdiri atas struktur vegetasi pohon, semak dan rumput. Setiap
struktur vegetasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap iklim mikro di
sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur vegetasi
(pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada land
use yang berbeda-beda seperti RTH kota, permukiman, Central Bussiness Distric
(CBD) dan industri dengan menggunakan alat pengukur suhu dan kelembaban Heavy
Weather. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa struktur vegetasi pohon mampu
mereduksi suhu sebesar 0.64-3.97 oC lebih besar dibandingkan struktur vegetasi
lainnya sehingga penanaman pohon dalam jumlah banyak pada RTH sangat
direkomendasikan karena fungsinya sangat efektif dalam ameliorasi iklim. Faktorfaktor yang mempengaruhi iklim mikro adalah faktor lingkungan, aktivitas
kawasan dan jenis vegetasi yang ada pada setiap land use tersebut.
Kata kunci: Heavy Weather, iklim mikro, land use, struktur vegetasi
ABSTRACT
The development of a city impacts to the land diversion from green open land into
land used, so that the proportion of green open spaces become more diminish. The
green open spaces have an important role to control the micro-climate, that provide
cosiness for the people who live in there. Green open spaces consists of vegetation
structure of the trees, shrubs and grasses. Each of the vegetation structure gives the
different effect on the surrounding microclimate. The aim of this study is to determine
the influence of the vegetation structure (trees, shrubs and grasses) on microclimate
(temperature and humidity) in the different land used such as RTH city, residential,
Central Bussiness Distric (CBD) and the industry by using measuring device of
temperature and humadity is heavy weather. The result of this study stated that the
structure of the trees vegetation is able to reduce the temperature by 0.64-3.97 ° C
hinger than other vegetation structure so that the planting of trees a lot quantities at
RTH is recommended because its function is very effective in the amelioration of
climate. The factors that influence the microclimate are environmental factors,
activity area and the type of vegetation that exist in each of the land used.
Keywords: Heavy Weather, land use, microclimate, vegetation structure
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Juli 2013 ini adalah Pengaruh
Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan,
motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si dan Bapak
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, dan
Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, serta
Ibu Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala semangat, doa dan
kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
Anggi Aprilian Fahendra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Hipotesis
2
Kerangka Pikir
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kota
4
Lahan dan Tata Guna Lahan
4
Pemanasan Global
6
Ruang Terbuka Hijau
6
Permukiman
7
Cental Bussiness Distric (CBD)
7
Industri
8
Iklim Mikro
8
Suhu Udara
9
Kelembaban Udara
9
METODOLOGI
10
Tempat dan Waktu Penelitian
10
Alat dan Bahan
11
Data Penelitian
12
Metode Penelitian
12
Persiapan Penelitian
12
Pengumpulan dan Pengambilan Data
12
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi
13
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota
14
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman
15
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD
16
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Industri
17
Parameter yang diukur
18
Metode Pengukuran
18
Pengolahan Data dan Analisis
21
Penyusunan Rekomendasi
21
KONDISI UMUM KOTA BEKASI
22
Profil Wilayah Kota Bekasi
22
Kondisi Fisik Lingkungan
22
Topografi
22
Iklm
22
Kependudukan
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Iklim Mikro pada setiap Land use
24
24
Iklim Mikro Kawasan RTH Kota
24
Iklim Mikro Kawasan Permukiman
26
Iklim Mikro Kawasan CBD
28
Iklim Mikro Kawasn Industri
31
Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada berbagai Land use
33
Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Land use
33
Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Land use
36
Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Land use
38
SIMPULAN DAN SARAN
41
Simpulan
41
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
57
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan
11
2 Data penelitian
12
3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota
15
4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman
16
5 Pemilihan lokasi kawasan CBD
17
6 Pemilihan lokasi kawasan industri
18
7 Contoh table uji-T One Way Anova
21
2
8 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Km menurut
Kecamatan tahun 2011
23
9 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan RTH kota
25
10 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan RTH kota
25
11 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan permukiman
27
12 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di ats rumput
di kawasan permukiman
28
13 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan CBD
29
14 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan CBD
30
15 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan industri
31
16 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan industri
32
17 Selisih suhu rata-rata di bawah pohon antar land use
35
18 Selisih kelembaban rata-rata di bawah pohon antar land use
36
19 Selisih suhu rata-rata di sekitar semak antar land use
38
20 Selisih kelembaban rata-rata di sekitar semak antar land use
38
21 Selisih suhu rata-rata di atas rumput antar land use
40
22 Selisih kelembaban rata-rata di atas rumput antar land use
40
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pikir
3
2 Peta administrasi Kota Bekasi
10
3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban Mini Microclimate
Station Heavy Weather tipe WS2355
11
4 Pemilihan lokasi pengambilan data
13
5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi
14
6 Peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
15
7 Peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi
16
8 Peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi
17
9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi
19
10 Sketsa jarak antar struktur vegetasi
19
11 Bagan pengambilan data
20
12 Grafik suhu di kawasan RTH kota
24
13 Grafik kelembaban di kawasan RTH kota
25
14 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan RTH kota
26
15 Grafik suhu di kawasan permukiman
27
16 Grafik kelembaban di kawasan permukiman
27
17 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan permukiman
28
18 Grafik suhu di kawasan CBD
29
19 Grafik kelembaban di kawasan CBD
30
20 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan CBD
30
21 Grafik suhu di kawasan industri
31
22 Grafik kelembaban di kawasan industri
32
23 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan industri
32
24 Grafik suhu di bawah pohon setiap land use
34
25 Grafik kelembaban di bawah pohon setiap land use
35
26 Grafik suhu di sekitar semak setiap land use
37
27 Grafik kelembaban di sekitar semak setiap land use
37
28 Grafik suhu di atas rumput setiap land use
39
29 Grafik kelembaban di atas rumput setiap land use
39
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pusat Kota
45
2 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pondok Gede
46
3 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Bekasi Utara
47
4 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Mustika Jaya
48
5 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Jatisampurna
49
6 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan RTH kota
50
7 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan permukiman
51
8 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan CBD
52
9 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan industri
53
10 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi pohon terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
54
11 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi semak terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
55
12 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi rumput terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan
56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas
dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan
budaya. Situasi ini menyebabkan semakin banyak area terbangun demi
menciptakan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi
kegiatan manusia. Hal ini mengakibatkan banyak pengalihfungsian lahan dari
ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka
hijau semakin berkurang. Menurut UU Tata Ruang no. 26 Tahun 2007 pasal 29
ayat 2 menyatakan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau untuk wilayah sebuah
kota mempunyai proporsi paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Menurut
Joga dan Ismaun (2011), menyatakan bahwa hampir seluruh wilayah kota-kota
besar di Indonesia yang ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru
mencapai 10 persen saja dari luas wilayah kotanya. Bekasi merupakan salah satu
kota yang bermasalah akan hal itu.
Kota Bekasi merupakan salah satu kota besar yang berdampingan dengan
provinsi DKI Jakarta. Seiring perkembangan pembangunan di kota Bekasi yang
semakin pesat, banyak lahan terbuka yang dikonversi menjadi lahan terbangun.
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota itu sendiri. Salah satu
solusi untuk meminimalisir penurunan kualitas lingkungan adalah dengan
meningkatkan ketersediaan dan efektifitas dari ruang terbuka hijau pada kawasan
kota. Ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang ekosistem kota baik itu
sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi
lainnya, bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
RTH sebaiknya didominasi oleh vegetasi karena menurut Irwan (2005),
vegetasi sebenarnya makhluk yang paling menentukan dalam ekosistem karena
mempunyai peranan sebagai berikut: sebagai pengubah terbesar dari lingkungan
karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan sehingga dapat mengurangi
radiasi matahari, mengurangi temperatur, sebagai pengikat energi untuk seluruh
ekosistem, dan sebagai sumber hara mineral. Perubahan iklim mikro yang
disebabkan oleh konversi lahan dapat diminimalisir dengan menentukan vegetasi
yang sesuai pada setiap peruntukan lahan, sehingga fungsi dari RTH dapat tetap
dipertahankan.
RTH umumnya terdiri dari berbagai struktur vegetasi seperti pohon, semak
dan rumput. Ketiga struktur tersebut diduga mempunyai pengaruh yang berbedabeda dalam ameliorasi iklim mikro dan memberikan kenyamanan bagi warga
kota. Dengan demikian perlu dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban agar
dapat mengetahui seberapa besar pengaruh struktur vegetasi tersebut dalam
mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya dan faktor penyebabnya untuk dapat
menciptakan RTH yang lebih baik pada land use perkotaan. Misalnya, untuk
kawasan industri yang setiap harinya akan menghasilkan polusi dari kegiatan
produksi akan sangat membutuhkan ketersediaan RTH untuk mereduksi polutan
dan memproduksi oksigen di udara serta memberikan kenyamanan dalam
2
beraktivitas. Selain itu, jumlah dan struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput)
yang ada di masing-masing land use juga mempengaruhi akan hal itu.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh struktur
vegetasi terhadap iklim mikro pada struktur vegetasi yang berbeda di setiap land
use. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geogragi (SIG) untuk
mengindentifikasi penutupan lahan kota Bekasi dan alat Heavy Weather Mini
Microclimate Station sebagai alat pengukur suhu dan kelembaban pada setiap
struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput). Selain itu, digunakan uji statistik
untuk mengetahui perbedaan dan pengaruh iklim mikro yang dihasilkan oleh
struktur vegetasi yang berbeda pada land use yang berbeda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur vegetasi yang berbeda
(pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang
berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi
yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH kota,
permukiman, CBD dan industri).
2. Menganalisis pengaruh struktur vegetasi terhadap iklim mikro (suhu dan
kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan
rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya
memperbaiki kualitas iklim mikro dengan meningkatkan kualitas RTH perkotaan
sehingga dapat meminimalisir penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan
kenyamanan bagi warga kota. Rekomendasi yang disusun berdasarkan hasil
analisis pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah kota setempat.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH
kota, permukiman, CBD dan industri).
2. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak,
dan rumput dengan rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD
dan industri).
3
Kerangka Pikir
Perkembangan kota Bekasi yang semakin pesat mempengaruhi peruntukan
lahannya. Pada penelitian ini ditentukan empat land use sebagai lokasi
pengambilan data yaitu kawasan RTH kota, permukiman, CBD dan industri.
Empat kawasan ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi
keseluruhan area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi.
Masing-masing land use tersebut terdapat RTH yang terdiri dari tiga struktur
vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Terhadap ketiga struktur
vegetasi di masing-masing land use tersebut dilakukan pengukuran suhu dan
kelembaban udara dengan menggunakan alat Heavy Weather. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dan uji statistik untuk mengetahui seberapa besar
struktur vegetasi tersebut dalam mempengaruhi iklim mikro. Hasil analisis
diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi untuk menciptakan
RTH yang ideal. Bagan dari kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Bekasi
Land use
RTH Kota
Permukiman
CBD
Industri
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Heavy Weather
Pengukuran Iklim Mikro
(Suhu dan Kelembaban Udara)
Data
Analisis
Perbandingan iklim mikro pada struktur vegetasi
yang berbeda di setiap land use
Rekomendasi
Gambar 1 Bagan kerangka pikir
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas
dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan
budaya. Kota juga merupakan sebuah tempat di mana terdapat banyak kesempatan
dan permintaan yang mewujudkan adanya sistem pembagian kerja. Situasi ini
menyebabkan semakin banyak area terbangun demi menciptakan lapangan
pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia. Kota
yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi
antara lain sebagai berikut:
1. sebagai pusat produksi (production center).
2. sebagai pusat perdagangan (center of trade and commerce).
3. sebagai pusat pemerintahan (political capital).
4. dan sebagai pusat kebudayaan (culture center).
Selain itu, kehidupan di kota sangat beragam. Ciri-ciri kehidupan kota
adalah sebagai berikut:
1. adanya pelapisan sosial ekonomi, misalnya perbedaan tingkat penghasilan,
tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial diantara warganya.
3. adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan
pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
4. warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
5. cara berpikir dan bertindak wargakota tampak lebih rasional dan berprinsip
ekonomi.
6. masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial
disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh dari luar.
7. dan pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat
solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi.
Menurut Burgess (1925), menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK)
atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di
tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial,
ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu:
pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan
dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD
(Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan
kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan
gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Lahan dan Tata Guna Lahan
Lahan adalah suatu wilayah daratan dengan ciri mencakup semua watak
yang melekat pada atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi, populasi
tumbuhan dan hewan, serta kegiatan manusia di atasnya (Notohadiprawiro 1996).
Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan suatu
wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa lingkungan hunian masyarakat
5
manusia dan masyarakat hayati yang lain. Lahan merupakan penjelmaan
keseluruhan faktor atau kakas (force) di suatu tapak yang mempengaruhi atau
berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat. Secara
ekologi, lahan adalah habitat.
Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan
yang dilakukan sesuai dengan kondisi eksisting alam. Tata guna lahan biasanya
terbagi menjadi permukiman, perdagangan, ruang terbuka hijau dan industri.
Menurut Septiana (2010), Kawasan ruang terbuka hijau biasanya dapat berupa
taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit.
Namun juga dapat berupa hutan yang didominasi oleh berbagai jenis macam
tumbuhan.
Tanah merupakan komponen lahan yang utama. Tanah memiliki sifat dan
memenuhi syarat untuk disebut sumberdaya. Tanah dapat menghasilkan bahan
nabati, untuk kemudian menghasilkan bahan hewani. Tanah mempunyai daya
tumpu, sehingga di atasnya dapat didirikan bangunan. Tanah merupakan bahan
mentah untuk membuat beraneka barang. Tanah mampu menyerap cairan,
menguraikan bahan organik, mematikan pathogen, berdaya sangga terhadap zat
kimia, dengan demikian berfungsi untuk sanitasi lingkungan. Dengan kemampuan
infiltrasi dan perkolasinya tanah dapat menyalurkan sebagian air hujan untuk
mengisi cadangan air tanah. Taman, jalur hijau, pohon peneduh atau pematah
angin, dan hutan wisata dibangun di atas tanah. Tanah diperlukan untuk tujuan
estetika dan rekreasi (Notohadiprawiro 1987).
Menurut Soepraptohardjo dan Robinson (1975), kriteria harkat lahan
tercakup dalam tiga tarif, yaitu:
1. kemampuan lahan (land capability), dinilai menurut macam pengelolaan yang
disyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah terjadinya
kerusakan lahan selama penggunaan, semakin rumit pengelolaan yang
diperlukan maka kemampuan lahan dinilai semakin rendah untuk penggunaan
lahan yang direncanakan. Kemampuan lahan menjadi dasar pemilihan macam
penggunaan lahan yang paling aman bagi keselamatan lahan.
2. kesesuaian lahan (land suitability), diniliai menurut pengelolaan khas yang
diperlukan untuk mendapatkan nisbah (ratio) yang lebih baik antara manfaat
yang dapat diperoleh dan korbanan (masukan) yang diperlukan. Semakin rumit
pengelolaan khas yang diperlukan, kesesuaian lahan dinilai semakin rendah
untuk macam penggunaan yang direncanakan. Semakin kurang kecukupannya,
kesesuaian lahan dinilai semakin rendah untuk macam penggunaan lahan
bersangkutan.
3. daya dukung lahan (land carrying capacity), dinilai menurut ambang batas
kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat
penggunaan. Daya dukung lahan berkenaan dengan kelayakkan penggunaan
lahan. Penggunaan lahan di atas ambang batas menjamin sepenuhnya
keselamatan lingkungan karena tingkat intensitas penggunaan lahan lebih
rendah daripada tingat ketahanan lahan. Akan tetapi penggunaan lahan di
bawah ambang batas membawa risiko besar meruntuhkan lingkungan karena
arus intensitas penggunaan lahan melampaui tingkat ketahanan lahan. Arus
intensitas penggunaan lahan pada ambang batas menandakan penggunaan
lahan secara optimal.
6
Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming adalah suatu proses meningkatnya
suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada
permukaan bumi telah meningkat 0.74±0.18 °C (1.33±0.32 °F) selama seratus
tahun terakhir (Lockwood 1985). Intergovernmental Panel of Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan
akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan
tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanperubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Hewan dan tumbuhan
menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena
sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan
cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan
akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu,
sarana lingkungan/kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian.
Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang
kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Joga dan
Ismaun 2011).
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 persen dari luas wilayah kota.
Saat ini hampir semua kota-kota besar di Indonesia memiliki proporsi ruang
terbuka hijau sebesar 10 persen dari luas wilayah kotanya. Padahal ruang terbuka
hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olahraga dan komunikasi publik.
Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah
dengan standar-standar yang ada (Joga dan Ismaun 2011). Ruang terbuka hijau
mempunyai fungsi hidro-orologis, nilai estetika dan sekaligus sebagai wahana
interaksi sosial bagi penduduk kota tersebut. Taman-taman di kota menjadi
wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olahraga ringan
dan lain sebagainya. Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka
7
hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari
keinginan untuk merubahnya.
Menurut Sadyohutomo (2008), sejumlah kota-kota besar di Indonesia
menjadi miskin vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga
suhu udara menjadi lebih panas. Padahal vegetasi pada ruang terbuka hijau kota
memiliki fungsi sebagai penyerap CO2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau
juga berfungsi sebagai penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi,
keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, dan bertujuan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
Permukiman
Permukiman merupakan suatu kawasan dengan fungsi utama sebagai
tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Permukiman juga harus dilengkapi dengan kelengkapan dasar fisik
lingkungan berupa penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya
listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan permukiman berfungsi
sebagaimana mestinya. Salah satu bentuk permukiman adalah perumahan.
Biasanya perumahan terletak dekat dengan pusat kegiatan kota dengan akses yang
memudahkan pengguna ataupun penghuni untuk keluar dan masuk kawasan atau
area perumahan.
Sebuah permukiman yang padat penduduk dan berada dekat dengan pusat
kegiatan sebuah kota akan membutuhkan RTH dengan struktur vegetasinya yang
berfungsi memberikan kenyaman bagi masyarakat. Menurut Kuswartojo dan
Suparti (1997), pemilihan vegetasi untuk lanskap permukiman harus sesuai
dengan fungsinya, seperti penaung, peneduh, peredam bising, penahan silau dari
sinar matahari, penahan angin, penyerap polutan dan untuk memperkuat nilai
keindahan permukiman tersebut.
Central Bussiness District (CBD)
Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds
(1983) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak
hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari
wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya
ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan
komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri
yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu:
1. Adanya pusat perdagangan terutama sektor retail,
2. Banyak kantor-kantor institusi perkotaan,
3. Tidak dijumpai industri berat atau manufaktur,
4. Ditandai dengan adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat
yang memiliki diferensiasi fungsi,
5. Adanya “multi storey” yaitu perdagangan yang bermacam-macam dan ditandai
dengan adanya supermarket atau pusat perbelanjaan modern.
8
Industri
Industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh
aktivitas industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996, selain
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, kawasan industri
dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki
izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas
kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan
laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta
prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran,
perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, dan lainnya. Kawasan
industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan
prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan
biasanya diisi oleh industri manufaktur. Kawasan industri yang setiap harinya
akan menghasilkan polusi dari kegiatan produksi akan sangat membutuhkan
ketersediaan RTH untuk mereduksi polutan dan memproduksi oksigen di udara
serta memberikan kenyamanan dalam beraktivitas.
Iklim Mikro
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap kenyamanan di suatu bangunan. Sedangkan iklim
makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang
lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan
matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya
matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya
radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur
udara. Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan,
ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan
bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi.
Pembagian iklim hingga saat ini banyak berdasarkan penggunaan dalam
ilmu pertanian. Untuk aplikasi arsitektural, pembagian iklim lebih erat
hubungannya dengan faktor kenyamanan. Iklim dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1. Iklim dingin (cold climate). Masalah utama dari iklim ini adalah kurangnya
panas dari radiasi matahari, suhu udara rata-rata 15ºC dengan kelembaban
relatif yang rata-rata tinggi selama musim dingin.
2. Iklim moderat. Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan
dingin yang berlebihan pula, namun tidak terlalu mencolok. Suhu rata-rata
terendah pada musim dingin adalah 15 ºC dan suhu terpanas 25 ºC.
3. Iklim panas kering. Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, udara
kering, suhu udara rata-rata 25-45 ºC terpanas dan terdingin 10 ºC disertai
dengan kelembaban relatif yang sangat rendah.
4. Iklim panas lembab. Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan disertai
dengan kelembaban yang tinggi pula, suhu udara rata-rata diatas 20 ºC dengan
kelembaban relatif sekitar 80-90 persen.
9
Suhu Udara
Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekulmolekul atau dapat diartikan sebagai gambaran umum keadaan energi suatu
benda. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu Celcius (oC),
Fahrenheit (oF), Reamur (oR) dan Kelvin (oK). Namun satuan yang sering
digunakan adalah Celcius (oC). Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan
bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan
bumi tersebut merupakan pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara.
Lautan mempunyai luas dan kapasitas panas lebih buruk tetapi karena udara
bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan
lebih dominan. Akibatnya, suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan
maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia
adalah sekitar 5-6 oC tiap kenaikan 1000 meter.
Suhu di permukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang.
Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan
sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah
suhunya. Menurut Lakitan (2002), pada malam hari tanaman berperan sebagai
penahan panas, sehingga suhu udara di bawah tajuk pohon lebih hangat
dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi. Suhu
udara pada naungan pohon pada siang hari dapat lebih rendah sekitar 14 oC dari
pada daerah terbuka tanpa adanya naungan pohon. Pada setiap pohon, kelembaban
akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin mendekati tanah maka
kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin yang berhembus di atas
pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga mendekati jenuh atau
antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008).
Kelembaban Udara
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang
dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun
defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat
dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume.
Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu
udara, maka pada tekanan uap aktual yang relatif tetap siang dan malam hari yang
mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi
lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995).
Kelembaban udara di kawasan kota lebih kecil jika dibandingkan dengan
daerah sekitarnya, karena terdapat banyak perkerasan, kurangnya pori-pori
permukaan dan kurangnya transpirasi tanaman. Bangunan yang tinggi merupakan
pemicu udara menjadi naik sehingga memungkinkan meningkatnya hujan.
Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi. Kelembaban
merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa panas laten yang dipakai
untuk menguapkan air permukaan yang menerima radiasi (Irwan 2005).
10
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2).
Lokasi ini dipilih karena kota Bekasi merupakan salah satu kota metropolitan
terbesar di Indonesia dan berdampingan dengan provinsi DKI Jakarta. Banyaknya
lapangan perkerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia
menyebabkan perkembangan pembangunan di kota Bekasi semakin pesat dan
berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau. Penelitian dilakukan mulai dari
bulan April 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Waktu pengumpulan data
dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2013.
Gambar 2 Peta administrasi kota Bekasi.
Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi tahun 2010-2030
11
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan
No.
Alat / Bahan
1
Seperangkat alat dan
Software Heavy Weather
WS2355
2
Kamera Digital
3
Arc GIS
4
Microsoft Office 2010
5
6
SPSS 15.0
Peta Administrasi Kota
Bekasi
Kegunaan
Mengukur dan mengolah data iklim mikro
Mengambil gambar saat pengambilan data
Mengolah peta RTRW
Membantu menganalisis data dan membuat
laporan
Membantu mengolah data statistic
Referensi
Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan adalah Mini
Microclimate Station Heavy Weather dengan tipe WS2355. Alat ini terdiri dari
beberapa bagian seperti alat pengukur suhu dan kelembaban, layar untuk
menampilkan data yang diukur dan tripod kamera untuk meletakkan alat.
Seperangkat alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Alat pengukur
Suhu Udara (°C)
RH (%)
Layar penampil data
Tripod untuk
meletakkan alat
Gambar 3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban
Mini Microclimate Station Heavy Weather tipe WS2355
12
Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Data
primer disebut juga sebagai data asli atau data baru. Data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada. Jenis data
yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data penelitian
No.
Data
1
Kondisi
Letak dan luas
Umum
Aksesibilitas
Kota Bekasi Klimatologi
Topografi
Tata guna lahan
2
RTRW Kota Bekasi
3
Peta Administrasi
4
Vegetasi
Nama spesies
Bentuk tajuk
Tinggi tanaman
Foto
5
Iklim
Suhu udara
Kelembaban
udara
Jenis
Sekunder
Sumber Data
Dinas Tata Kota
Sekunder
Sekunder
Primer
Dinas Tata Kota
Dinas Tata Kota
Pengamatan di tapak
Primer
Primer
Pengamatan di tapak
Pengamatan di tapak
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, analisis
deskriptif. Metode survei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian
berupa kondisi fisik, menentukan titik pengambilan data, mengidentifikasi
struktur vegetasi dan pengambilan data primer iklim mikro berupa suhu dan
kelembaban udara. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat
pengaruh struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro
(suhu dan kelembaban udara) yang diukur pada setiap land use (RTH kota,
permukiman, CBD dan industri).
Persiapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan persiapan administrasi dan keperluan penelitian
seperti surat perizinan kepada Bappeda dan Dinas Tata Kota Bekasi untuk
memperoleh informasi dan data berupa batas administrasi wilayah kota, peta
RTRW serta kondisi umum Kota Bekasi.
Pengumpulan dan Pengambilan Data
Pengumpulan data primer dilakukan setelah pengurusan izin pengambilan
data pada lokasi yang terpilih, kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu
dan kelembaban udara) pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput)
di masing-masing land use yang telah ditentukan sebelumnya (RTH kota,
13
permukiman, CBD dan industri). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait di kota Bekasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi
Pengambilan data dilakukan pada empat lokasi berbeda yaitu pada land
use RTH kota, permukiman, Central Bussines District (CBD) dan industri. Empat
lokasi ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi keseluruhan
area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi. Pemilihan lokasi
pengambilan data ditentukan dengan mengambil tiga kawasan terbesar dari setiap
land use dengan melihat peta sebaran land use dari seluruh kota yang didapatkan
dari hasil digitasi peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota Bekasi.
Kemudian dihitung luas masing-masing kawasan sehingga didapatkan tiga
kawasan dengan luas terbesar. Dari luasan tiga kawasan terbesar pada masingmasing land use tersebut kemudian dirata-ratakan dan luas yang paling mendekati
rata-rata itulah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena memilki
luasan yang dianggap dapat mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Peta
pemilihan lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pemilihan lokasi pengambilan data
14
Selanjutnya, pemilihan struktur vegetasi pada semua land use harus
memiliki kriteria yang sama yaitu pohon tinggi 6-15 meter dengan diameter tajuk
8-10 meter; semak tinggi 1-2 meter; rumput yang dipilih semua jenis rumput.
Semak dan rumput tidak ternaungi oleh pohon atau bangunan. Penentuan struktur
vegetasi yang dipilih pada lokasi penelitian dilakukan saat survei ke lokasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota
RTH kota merupakan kawasan yang memiliki kontribusi positif bagi kota
dalam segi ekologis. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat
peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi (Gambar 5).
Gambar 5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi
Tiga kawasan RTH kota terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi adalah kawasan RTH kota di kelurahan Kayuringin Jaya, Jati Rasa
dan Jati Mekar. Dapat dilihat pada Tabel 3, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan
ini adalah sebesar 18.16 Ha. Luas kawasan RTH kota yang mendekati luas ratarata adalah kawasan RTH kota di kelurahan Jati Rasa dengan luas sebesar 17.67
Ha.
15
Tabel 3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota
No.
Nama Kelurahan
1
Kayuringin Jaya
2
Jati Rasa
3
Jati Mekar
Rata-rata
Luas Area (Ha)
22.44
17.67
14.37
18.16
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman
Permukiman merupakan kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat
tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Sebagai tempat tinggal, permukiman seharusnya dapat menyediakan RTH agar
dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Berdasarkan hasil digitasi peta
RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
(Gambar 6).
Gambar 6 Peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi
16
Tiga kawasan permukiman terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi adalah kawasan permukiman di kelurahan Mustika Jaya, Jati
Sampurna dan Sumur Batu. Dapat dilihat pada Tabel 4, nilai rata-rata dari luas
ketiga kawasan ini adalah sebesar 518.93 Ha. Luas kawasan permukiman yang
mendekati luas rata-rata adalah kawasan permukiman di kelurahan Jati Sampurna
dengan luas sebesar 454.09 Ha.
Tabel 4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman
No.
Nama Kelurahan
1
Mustika Jaya
2
Jati Sampurna
3
Sumur Batu
Rata-rata
Luas Area (Ha)
698.36
454.09
404.35
518.93
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD
Kawasan CBD merupakan kawasan yang pada umumnya digunakan
sebagai pusat kegiatan penduduk. Biasanya di kawasan CBD dapat ditemukan
pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan
komunikasi, sekolah, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW
kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi (Gambar 7).
Gambar 7 Peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi
17
Tiga kawasan CBD terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi adalah kawasan CBD di kelurahan Jati Asih, Jaka Mulya dan Sepanjang
Jaya. Dapat dilihat pada Tabel 5, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan ini adalah
sebesar 176.25 Ha. Luas kawasan CBD yang mendekati luas rata-rata adalah
kawasan CBD di kelurahan Jaka Mulya dengan luas sebesar 159.75 Ha.
Tabel 5 Pemilihan lokasi kawasan CBD
No.
Nama Kelurahan
1
Jati Asih
2
Jaka Mulya
3
Sepanjang Jaya
Rata-rata
Luas Area (Ha)
224.79
159.75
144.22
176.25
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilah Data di Kawasan Industri
Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri
dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan
pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial
dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah,
ruang terbuka hijau, dan lainnya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi, didapat peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi (Gambar 8).
Gambar 8 Peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi
18
Tiga kawasan industri terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota
Bekasi adalah kawasan industri di kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang dan
Ciketing Udik. Dapat dilihat pada Tabel 6, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan
ini adalah sebesar 181.91 Ha. Luas kawasan industri yang mendekati luas rata-rata
adalah kawasan industri di kelurahan Bantar Gebang dengan luas sebesar 177.16
Ha.
Tabel 6 Pemilihan lokasi kawasan industri
No.
Nama Kelurahan
1
Cikiwul
2
Bantar Gebang
3
Ciketing Udik
Rata-rata
Luas Area (Ha)
262.62
177.16
105.96
181.91
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak dan
rumput) di masing-masing land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri)
adalah suhu dan kelembaban udara (Relative Humidity).
Metode Pengukuran
Berdasarkan lokasi pengambilan data pada masing-masing land use akan
diambil tiga titik pengambilan data yaitu pada struktur vegetasi pohon, semak dan
rumput. Struktur vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran
yang berbeda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro.
Penentuan titik pengambilan data dipilih saat berada di lokasi dengan melihat
kondisi keseluruhan kawasan dan sesuai dengan kriteria vegetasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Titik pengambilan data yang dipilih harus memiliki ketiga
struktur vegetasi tersebut (pohon, semak dan rumput). Struktur vegetasi yang
dipilih harus terpisah jauh antara struktur vegetasi satu dengan yang lainnya dan
berada di kawasan terbuka yang tidak ternaungi oleh vegetasi lain dan bangunan.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari lingkungan sekitar terhadap
iklim mikro yang diukur.
Pengukuran iklim mikro dilakukan di bawah naungan pohon, pada semak
dan di atas rumput dengan menggunakan alat Heavy Weather. Alat diletakkan
kurang lebih sekitar 1.5 meter di atas permukaan tanah dengan bantuan tripod
kamera (Gambar 9). Hal ini bertujuan agar tidak ada pengaruh dari permukaan
tanah terhadap data suhu dan kelembaban pada saat saat pengambilan data. Waktu
pengukuran pada pukul 12.30 sampai 13.00 WIB saat cuaca cerah, karena radiasi
matahari dan suhu udara pada saat itu mencapai maksimum. Pengukuran
dilakukan selama tiga hari pada setiap land use.
19
Gambar 9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi
Selain itu, jarak antara struktur vegetasi yang satu dengan struktur yang
lainnya adalah ±10 meter (Gambar 10). Hal ini bertujuan agar data yang terekam
di layar pembaca data suhu dan kelembaban tidak membaca data yang sama.
Pengambilan data dimulai setelah memastikan alat pengukur membaca data yang
benar. Misalnya alat pengukur untuk struktur vegetasi pohon membaca data suhu
dan kelembaban di bawah naungan pohon.
Gambar 10 Sketsa jarak antar struktur vegetasi
20
Satu hari pengambilan data dilakukan di satu land use dengan
menggunakan tiga alat Heavy Weather yang diletakkan pada masing-masing
struktur vegetasi, yakni pohon, semak dan rumput. Data diambil selama 30 menit
dan dilakukan pencatatan data setiap menitnya. Satu alat yang diletakkan pada
satu struktur vegetasi akan menghasilkan dua jenis data, yaitu 30 data suhu udara
dan 30 data kelembaban udara. Sehingga dalam satu hari pengambilan data akan
dihasilkan sebanyak 180 data, yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data
kelembaban udara pohon, 30 data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara
semak, 30 data suhu udara rumput dan 30 data kelembaban udara rumput. Bagan
pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Bagan pengambilan data. 60 data = 30 data suhu, 30 data kelembaban
21
Pengolahan Data dan Analisis
Data iklim mikro yang telah didapatkan, kemudian ditabulasi dan dibuat
grafik sehingga memudahkan untuk melakukan pengolahan data. Pengolahan data
yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai rata-rata data suhu dan
kelembaban di struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing
land use. Selain itu, juga dilakukan pengolahan dengan membandingkan nilai
rata-rata suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi yang sama antar land use
yang dianalisis dengan SPSS menggunakan teknik uji-T one way anova. Analisis
dengan teknik ini menghasilkan perbedaan antara suhu dan kelembaban pada
struktur vegetasi yang berbeda antar land use secara nyata atau tidak. Contoh hasil
uji-T One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Contoh hasil uji-T One Way Anova
Suhu udara
Between Groups
Within Groups
Total
Kelembaban udara
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of Squares
277.473
14.162
df
3
116
291.635
119
Mean Square
92.491
757.587
Sig.
.000
819.336
.000
.122
4657.500
3
1552.500
219.800
116
1.895
4877.300
119
F hitung > F tabel,
sehingga tolak H0
F
F
Taraf nyata ≤
0,050
Hipotesis statistik dalam uji-T ini digunakan untuk mengetahui perbedaan
nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon,
semak dengan semak, rumput dengan rumput) antar land use, dengan hipotesis
sebagai berikut.
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur
vegetasi yang sama antar land use.
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi
yang sama antar land use.
Kriteria keputusan, jika:
Probabilitas atau signifikansi > 0.050, maka H0 diterima.
Probabilitas atau signifikansi < 0.050, maka H0 ditolak.
T tabel < T hitung, maka H0 diterima.
T tabel > T hitung, maka H0 ditolak.
Penyusunan Rekomendasi
Setelah data didapat dan diolah dengan menggunakan analisis deskripsi
akan menghasilkan kesimpulan yang kemudian diolah menjadi rekomendasi.
Rekomendasi ini disusun berdasarkan masalah-masalah yang ada dan kemudian
dibandingkan dengan hasil pengolahan data dan analisis.
22
KONDISI UMUM KOTA BEKASI
Profil Wilayah Kota Bekasi
Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106º48’28’’- 107º27’29’’
Bujur Timur dan 6º10’6’’- 6º30’6’’ Lintang Selatan. Kota Bekasi merupakan
bagian dari wilayah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi DKI
Jakarta, sehingga memberikan beberapa keuntungan di sisi komunikasi dan
perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi,
menjadikan Kota Bekasi sebagai salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta.
Batas Kota Bekasi :
Utara
: Kabupaten Bekasi
Timur