Analisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan puncak Bogor

(1)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO

TERHADAP PERMINTAAN WISATA

DI KAWASAN PUNCAK BOGOR

LORISA NDELA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

RINGKASAN

LORISA NDELA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor. Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT dan RIZAL BAHTIAR.

Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Adanya perubahan iklim dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir di Puncak, 2) menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di Puncak, 3) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim, dan 4) mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di Puncak dalam menghadapi perubahan iklim.

Karakteristik iklim mikro di Puncak selama sepuluh tahun terakhir telah mengalami perubahan, ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan, peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus) mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada bulan tersebut selama empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil estimasi pada model regresi linear berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah umur dan pendidikan terakhir.

Berdasarkan hasil estimasi analisis perubahan pendapatan, diperoleh bahwa wisata paralayang mengalami kerugian ekonomi terbesar yaitu sejumlah Rp 6.600.000 saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata. Wisata flying fox TWM mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang tidak mendukung yaitu sebesar Rp 3.705.000. Wisata arung jeram SOAR juga mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 32.100.000 saat angin terlalu kencang dan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika turun hujan sebesar Rp 12.078.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Kerugian ini akan terus meningkat apabila tidak ada usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti: 1) sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan informasi mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi, 2) memberikan diskon atau potongan harga tiket obyek wisata, 3) memperbaiki infrastruktur, 4) menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, 5) meningkatkan pelayanan, dan 6) meningkatkan promosi wisata Puncak.

Kata kunci : perubahan iklim mikro, permintaan wisata, adaptasi pengelola wisata, kerugian ekonomi


(3)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO

TERHADAP PERMINTAAN WISATA

DI KAWASAN PUNCAK BOGOR

LORISA NDELA H44070044

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(4)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor

Nama : Lorisa Ndela

NIM : H44070044

Disetujui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si.

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Lorisa Ndela H44070044


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Ayahanda (Syafrul SU), Ibunda (Nurlaila), dan ketiga saudaraku (Firstri,

Dirga dan Bara) tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini.

3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran, dorongan dan pengarahan yang sangat berarti kepada penulis selama penelitian.

4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran.

5. Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.

6. Danang Adi P. dan sahabat-sahabat terbaikku (Dessy Christiarini, Citra Anggun, Ririe Ramdasari, Junita Naditia), teman-teman 1 PS (Moko, Mia, Awi, Erin, Putri), dan seluruh mahasiswa/i ESL 44 yang selalu membantu, mendoakan, dan memberi semangat/dukungan kepada penulis hingga saat ini. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

8. Kang Iman, Nursedi, Pak Kus, dan seluruh pihak pengelola wisata Puncak yang telah membantu dalam pengambilan data selama penelitian.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan hidayah-Nya. Salawat serta salam penulis kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor” disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperoleh kesempurnaan dalam penulisan berikutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya serta pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Cuaca dan Iklim ... 8

2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim ... 9

2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum ... 11

2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia ... 13

2.3. Pariwisata ... 14

2.4. Permintaan Wisata ... 15

2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata ... 17

2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 24

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 24

4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor ... 25

4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata ... 26

4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ... 29

4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim ... 30

4.5. Pengujian Parameter ... 30

4.5.1. Uji Statistika ... 30


(9)

4.5.1.3. Uji Statistik F ... 31

4.5.2. Uji Ekonometrika ... 32

4.5.2.1. Uji Multikolinear ... 33

4.5.2.2. Uji Heteroskedastisitas ... 33

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 35

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.1.1. Kondisi Geografis ... 35

5.1.2. Kondisis Topografis ... 36

5.1.3. Demografi ... 37

5.1.4. Kondisi Iklim ... 38

5.1.5. Daya Tarik Wisata ... 39

5.1.6. Aksesibilitas ... 42

5.1.7. Pengelolaan ... 43

5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 44

5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 44

5.2.2. Daerah Asal ... 46

5.2.3. Motivasi Kunjungan ... 47

5.2.4. Frekuensi Kunjungan ... 48

5.2.5. Cara Kedatangan ... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor ... 50

6.1.1. Curah Hujan ... 50

6.1.2. Jumlah Hari Hujan ... 52

6.1.3. Kecepatan Angin ... 54

6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan Iklim Mikro ... 57

6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata . 60 6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak ... 61

6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi ... 65

6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata ... 78

6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata ... 81

6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata ... 84

6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Puncak pada Bulan Kering ... 87

6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ... 88

6.4. Implikasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Wisata Puncak terhadap Perubahan Iklim Mikro ... 93

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1. Kesimpulan ... 95

7.2. Saran ... 96


(10)

LAMPIRAN ... 100 RIWAYAT HIDUP ... 113


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di

Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 4

2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data ... 25

3. Persentase Pekerja Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupatan Bogor Tahun 2009 ... 38

4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 42

5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan ... 46

6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 50

7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 53

8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010 ... 55

9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak ... 66

10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata ... 70

11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak .... 71

12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata .... 73

13. Hasil Estimasi Uji Park ... 74

14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak ... 75

15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ... 77

16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ... 77

17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim ... 89


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak ... 47

3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak ... 48

4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak ... 48

5. Sebaran Cara Kedatangan Responden ... 49

6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 51

7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 51

8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 54

9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ... 54

10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010 ... 56

11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 .... 56

12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO2 Global ... 57

13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007 ... 58

14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000 ... 59

15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010 ... 60

16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ... 61

17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ... 62

18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ... 63

19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ... 63

20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata ... 64


(13)

22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata

Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011 ... 78 23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 79 24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008... 79 25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009... 80 26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung

Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 80 27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata

Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011 ... 81 28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox

Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 82 29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram

SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 82 30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata

Gunung Mas Selama Tahun 2008 ... 83 31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata

Gunung Mas Selama Tahun 2009 ... 83 32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata

Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011 ... 84 33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 85 34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung

Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ... 85 35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008... 86 36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung

Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009... 86 37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan Kering

(Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ... 87 38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada Bulan

Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ... 87 39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas Pada

Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ... 88 40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor ... 100

2. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda dengan Program SPSS 13.0 for Windows ... 101

3. Gambar Sebaran Titik Normal dan Titik Minimum Jumlah Pengunjung Beberapa Obyek Wisata Akibat Perubahan Iklim ... 105

4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata ... 110

5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian ... 111

6. Peta Wisata Kawasan Puncak ... 112


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dipastikan dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer yang menimbulkan pemanasan global bumi (KLH, 2009).

Salah satu fenomena perubahan iklim adalah meningkatnya curah hujan. Menurut Harmoni (2005), distribusi curah hujan telah membawa dampak yang luas dalam banyak segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus memburuk jika emisi gas rumah kaca (GRK) tidak dapat dikurangi dan distabilkan.

Sepanjang tahun 2007 yang lalu hingga awal tahun 2008, bencana banjir, kekeringan, angin topan, dan tingginya gelombang laut silih berganti menimpa sebagian besar daerah di Indonesia sebagai akibat berubahnya iklim. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bappenas, selama periode tahun 2003 hingga 2005 telah terjadi 1429 kejadian bencana, dimana banjir adalah bencana yang paling sering terjadi diikuti oleh tanah longsor (KLH, 2007).

Beberapa dekade ini, iklim dunia mengalami perubahan yang tidak menentu. Flannery (2005) menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya perubahan iklim global. Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global. Kegiatan manusia dari berbagai kegiatan industri, di lapangan (seperti deforestasi)


(16)

atau yang berkaitan dengan transportasi atau rumah tangga menghasilkan gas rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang diemisikan ke atmosfer. Hal ini menyebabkan bertambah panasnya permukaan bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim global. Pesatnya perkembangan industri di dunia mengakibatkan semakin cepatnya perubahan yang terjadi pada iklim.

Perubahan iklim yang merupakan isu utama dunia mempunyai keterkaitan terhadap sektor pariwisata. Meunurut Rosyidie (2004), perubahan iklim akan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kepariwisataan, baik itu terhadap preferensi wisatawan akan daerah tujuan wisatanya maupun berubahnya daya tarik wisata yang berakibat juga pada perubahan pengelolaan destinasi pariwisata.

Dampak perubahan iklim global terjadi juga di Indonesia yang sangat mengandalkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan budayanya dalam mengembangkan kepariwisataan. Perubahan iklim di Indonesia diperkirakan mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan wisatawan. Produk pariwisata khususnya daya tarik wisata, baik alam maupun budaya, akan terpengaruh oleh fenomena perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, diperlukan antisipasi dampak perubahan iklim terhadap pariwisata dan berbagai kebijakan terkait sehingga diharapkan dapat memperkecil dampak yang mungkin ditimbulkan.

Pariwisata adalah salah satu sektor yang berperan besar dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Pariwisata perlu diberdayakan karena


(17)

selain sebagai sumber penerimaan, serta pengembangan dan pelestarian seni budaya, juga membangkitkan sektor perekonomian.

Salah satu tujuan wisata di Indonesia yang banyak diminati para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki banyak obyek wisata yang menarik perhatian pengunjung. Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Bogor perlu terus dilakukan dengan meningkatkan seluruh potensi pariwisata, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, peningkatan lama tinggal wisatawan, penyerapan angkatan kerja secara maksimal, peningkatan kontribusi pada PAD dan kesejahteraan masyarakat1.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata, beberapa obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor antara lain Taman Safari Indonesia, Talaga Warna, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember, Taman Wisata Matahari, Taman Wisata Mekarsari, Air Panas GSE, Sirkuit Sentul, Wana Wisata Bodogol, Taman Rekreasi Lido, Pemandian Air Panas Tirta Sanita, Wana Wisata Buper Gunung Bunder, Curug Nangka, Warso Farm, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Beberapa obyek wisata tersebut merupakan obyek wisata unggulan di Kabupaten Bogor, hal ini terlihat dari banyaknya wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung pada tahun 2010, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

1http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Item

id=694. 2007. Profil Investasi Bidang Pariwisata Kota Bogor. Diakses pada tanggal 9 Juni 2010.


(18)

Tabel 1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor (2010)

No Nama Obyek

Wisata Lokasi

Kunjungan Wisatawan Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Jumlah

1 Taman Safari

Indonesia

Cisarua 691.948 8.413 700.362

2 Taman Wisata

Mekarsari

Cileungsi 331.436 4.284 335.720

3 Wisata Agro

Gunung Mas

Cisarua 325.135 2.351 327.486

4 Curug Cilember Cisarua 204.894 4.706 209.600

5 Taman Wisata

Matahari

Cisarua 124.575 0 124.575

6 Warso Farm Cijeruk 84.722 0 84.722

7 Wana Wisata

Buper Gunung Bunder

Pamijahan 84.585 0 84.585

8 Pemandian Air

Panas Tirta Sanita

Ciseeng 77.444 1.205 78.649

9 Sirkuit Sentul Citeureup 73.496 1.605 75.100

10 Curug Nangka Tamansari 70.583 27 70.611

11 Taman Merlimba Cisarua 66.546 11 66.557

12 Curug Panjang Megamendung 18.650 0 18.650

13 Air Panas GSE Pamijahan 18.245 36 18.281

14 Talaga Warna Cisarua 15.882 569 16.451

15 Wana Wisata

Bodogol

Cigombong 8.779 105 8.884

16 Taman Rekreasi

Lido

Cigombong 6.132 0 6.132

Salah satu tempat wisata utama di Kabupaten Bogor adalah kawasan Puncak. Kawasan ini dikenal sebagai tempat yang segar dengan wilayah pegunungan yang alami. Selain suasana yang nyaman, kawasan ini memiliki banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Wisata Agro Gunung Mas, Taman Safari Indonesia, Curug Cilember, Talaga Warna, Taman Wisata Matahari, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Tidak hanya obyek wisata yang menarik wisatawan untuk datang ke Puncak, melainkan banyaknya tempat persinggahan seperti hotel dan villa bagi wisatawan yang ingin menginap. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya iklim mikro di kawasan


(19)

Puncak Bogor, jumlah wisatawan yang datang mengalami perubahan tiap tahunnya.

Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak Bogor adalah meningkatnya suhu udara. Saat ini, udara di kawasan Puncak Bogor tidak sedingin dulu karena adanya peningkatan gas CO2 akibat kendaraan bermotor dan banyaknya lahan pertanian di kawasan Puncak yang beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, ataupun villa (Wahyuni et al., 2006).

Adanya perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. 1.2. Perumusan Masalah

Perubahan iklim global yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim di kawasan Puncak Bogor adalah berubahnya suhu udara rata-rata sepanjang tahun. Udara di Puncak saat ini tidak sedingin dulu dan kondisi cuaca semakin tidak menentu.

Kajian mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan wisata penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor terhadap jumlah permintaannya. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai rekomendasi kebijakan adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola wisata dalam menghadapi perubahan iklim.


(20)

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor?

2. Bagaimana dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor?

3. Berapa besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim?

4. Bagaimana strategi adaptasi yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor terhadap perubahan iklim?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama periode sepuluh tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor.

2. Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor.

3. Mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim.

4. Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor dalam menghadapi perubahan iklim.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan

ilmu pengetahuan.

2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sektor pariwisata dalam lingkup yang lebih luas.

3. Bagi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim khususnya dampak terhadap permintaan wisata.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Analisis karakteristik perubahan iklim diantaranya kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan. Analisis dampak perubahan iklim terhadap permintaan wisata dengan menggunakan model regresi linear berganda dilakukan pada dua cakupan wilayah, yaitu analisis dampak perubahan iklim terhadap permintaan wisata di kebun teh Gunung Mas dan analisis dampak perubahan iklim yang dirasakan pengunjung Puncak terhadap permintaan wisata di Puncak (wisata kebun teh, wisata paralayang, wisata outbound, dan juga di beberapa hotel/villa). Perubahan permintaan wisata akibat adanya pengaruh iklim berdampak pada obyek wisata sehingga strategi adaptasi yang dilakukan pihak pengelola obyek wisata tersebut penting sebagai kebijakan dalam mengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan iklim.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cuaca dan Iklim

Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari), dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya.

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya:

a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan.

b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi.

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu:

a. Suhu atau temperatur udara

Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer.

b. Tekanan udara


(23)

Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan.

c. Angin

Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.

d. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu.

e. Curah hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.

2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008), pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang sering terjadi dimana-mana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang memutih.

Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang


(24)

dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global.

Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah perubahan iklim. Menurut Murdiyarso dalam Subandono et al. (2009), perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO2). Gas lain yang terdapat secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni klorofluorokarbon (CFC).

Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan (KLH, 2009).

Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi


(25)

berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH, 2009). Menurut Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995), perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang.

Menurut Subandono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nila rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi.

2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum

Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan, pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) menyatakan dampak perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh naiknya permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan.


(26)

Berdasarkan laporan IPCC ke-4 tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga 2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1,8 mm per tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar 3,1 mm per tahun (KLH, 2009).

Perubahan iklim membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat tergantung pada tingkat penyimpangannya. Secara umum dampak penyimpangan iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga kebakaran hutan (Ditjen, 2002).

Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air


(27)

adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat (Subandono et al., 2009).

2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia

Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Bagi Indonesia, pemanasan global merupakan suatu kenyataan. Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja, meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH, 2009).

Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran hutan.

Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton


(28)

gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas 158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (setara dengan 174 ribu ton GKG). Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan maka banjir lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH, 2009).

2.3. Pariwisata

Pengertian pariwisata menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004) adalah kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal asalnya menuju tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, keinginan keagamaan, serta silaturahmi.

Definisi pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan bab I pasal 1 yaitu:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.


(29)

2.4. Permintaan Wisata

Menurut Wahab (1992), permintaan umumnya diartikan sebagai sejumlah barang atau jasa yang ingin dibeli oleh pelanggan dan mampu untuk dibeli dengan harga tertentu pada waktu tertentu. Wahab (1992) juga menyebutkan bahwa dalam pariwisata, hubungan fungsional yang terjadi pada permintaan tidaklah sederhana. Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan wisata tertentu atau menunda berwisata.

Faktor penentu permintaan wisata menjelaskan mengapa populasi dari beberapa negara-negara mempunyai suatu kecenderungan yang tinggi untuk berwisata sedang negara yang lain rendah. Faktor penentu ini harus dibedakan dari sisi tujuan dan perilaku pembeli. Middleton (1991) dalam Vanhove (2005) menyimpulkan sembilan kategori faktor penentu permintaan wisata, yaitu:

1. Faktor ekonomi: pendapatan, waktu, dan harga 2. Harga komparatif

3. Faktor demografi 4. Faktor geografi

5. Perilaku sosial budaya wisata 6. Mobilitas

7. Peraturan pemerintah 8. Media komunikasi

9. Teknologi informasi dan komunikasi

Damanik dan Weber (2006) menguraikan beberapa pertimbangan penting yang dilakukan seseorang sebelum mengambil keputusan untuk berwisata, yaitu :


(30)

1. Biaya

Hal yang paling sentral dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berwisata adalah biaya. Biaya akan menentukan bentuk, tujuan, bentuk dan waktu berwisata, tipe penginapan, moda angkutan serta jasa lain yang digunakan.

2. Daerah tujuan wisata

Pilihan daerah destinasi wisata termasuk unsur sentral dalam keputusan berwisata. Pesatnya pertambahan jumlah daerah tujuan wisata lama maupun baru membuat orang menjadi semakin tidak mudah untuk melakukan pilihan. Ketersediaan informasi yang mutakhir tentang produk wisata di suatu daerah akan memudahkan orang untuk melakukan pilihan.

3. Bentuk perjalanan

Terdapat tiga bentuk perjalanan yang dapat dilakukan, yaitu berkelompok dalam jumlah besar dan diorganisasi oleh biro perjalanan, individual atau kelompok kecil yang diatur sendiri oleh wisatawan yang bersangkutan, dan gabungan keduanya.

4. Waktu dan lama berwisata

Keputusan berwisata tidak dilakukan secara tiba-tiba. Orang akan mencari informasi yang lebih lengkap tentang kemungkinan berwisata. Jika berhasil atau memuaskan baginya, maka barulah orang itu mengambil keputusan untuk berwisata. Lama berwisata juga menjadi pertimbangan tersendiri. Dalam hal ini faktor ketersediaan waktu luang dan uang kembali memainkan peran penting.


(31)

5. Penginapan yang digunakan

Jenis penginapan sangat tergantung pada perkembangan industri pariwisata. Seleksi fasilitas akomodasi perlu dilakukan secara matang karena selain menyangkut biaya juga terkait dengan kenyamanan dan kepraktisan.

6. Moda transportasi

Terkait dengan moda angkutan wisata yang tersedia dan akan digunakan, juga faktor kenyamanan dari daerah asal ke dan selama di daerah tujuan wisata. 7. Jasa-jasa lainnya

Termasuk dalam hal ini adalah layanan lain yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan wisata, seperti pemandu, souvenir, fotografi, perawatan kesehatan, hiburan, dan sebagainya.

2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata

Matzarakis (2006) menyatakan bahwa iklim dan cuaca adalah faktor yang mempengaruhi permintaan wisata, seperti dalam hal pilihan tujuan atau jenis kegiatan yang akan dilakukan wisatawan. Wisata di daerah pegunungan sangat tergantung pada alam dan budaya. Kondisis lingkungan, terutama iklim mempengaruhi pariwisata pembangunan di daerah pegunungan karena daerah ini merupakan ekosistem yang paling terancam akibat adanya perubahan iklim. Dampak negatif yang dihasilkan oleh perubahan iklim pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan infrastruktur secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sektor pariwisata (Surugiu et al., 2011).

Faktor cuaca dan iklim berpengaruh terhadap bidang pariwisata. Cuaca cerah, banyaknya cahaya matahari, kecepatan angin, udara sejuk, kering, panas, dan sebagainya mempengaruhi terhadap pelaksanaan wisata, baik wisata darat


(32)

maupun laut. Menurut Damanik dan Weber (2006), kebutuhan untuk berwisata sangat terkait dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup di tempat tinggal. Iklim yang khas dapat menjadi daya tarik utama bagi suatu destinasi pariwisata. Iklim merupakan faktor penarik bagi wisatawan yang ingin berelaksasi pada tempat yang memiliki iklim yang lebih nyaman daripada tempat tinggalnya. Biasanya mereka yang tinggal di daerah yang cenderung dingin dimana jarang mendapatkan sinar matahari, kemungkinan besar akan berwisata ke tempat-tempat yang memiliki iklim tropis yang kaya akan sinar matahari. Sebaliknya, mereka yang tinggal di iklim cenderung panas atau di kawasan yang tingkat polusi tanah, air, udara, dan suara sangat tinggi, akan mencari tempat yang beriklim sejuk dan tingkat pencemaran lingkungan yang minimal untuk tujuan berwisatanya.

Perubahan iklim juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sumber daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama kepariwisataan Indonesia. Kenaikan muka air laut dan temperatur akan mengancam keberlanjutan kegiatan wisata dan keanekaragaman hayati laut pada destinasi pariwisata pantai, laut, dan pulau-pulau kecil. World Monuments Fund (WMF) melaporkan pemanasan global sebagai salah satu faktor penyebab rusaknya kelestarian monumen karya budaya umat manusia (Rosyidie, 2004).

2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim

Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan adaptasi terencana.


(33)

Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Umumnya pilihan-pilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana.

Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perubahan iklim yang tak terelakkan. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan. Adaptasi yang dilakukan oleh pengelola suatu obyek wisata dengan obyek wisata lainnya akan berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan dampak perubahan iklim yang dirasakan obyek wisata akan berbeda-beda.


(34)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi obyek wisata alam yang indah. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga memiliki udara yang sejuk dan sangat berpotensi untuk industri wisata alam. Kawasan obyek wisata unggulan yang menarik perhatian di Bogor adalah kawasan Puncak. Daya tarik dari kawasan wisata Puncak Bogor adalah suasananya yang segar, nyaman, indah, banyak terdapat jenis wisata yang menarik seperti wisata kebun teh, paralayang, outbound, dan juga terdapat banyak villa atau hotel sebagai tempat beristirahatnya pengunjung.

Industri pariwisata di kawasan Puncak Bogor sangat berpotensi karena lokasinya yang strategis, dekat dengan kota-kota besar, khususnya di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Besarnya tingkat permintaan wisata di Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hal ini dikarenakan sebagian besar jenis wisata yang terdapat di Puncak seperti wisata kebun teh, paralayang, outbound, dan jenis wisata lainnya membutuhkan kondisi cuaca yang sesuai dalam pelaksanaan kegiatannya.

Perubahan iklim global memberikan pengaruh pada kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Perubahan iklim mikro dilihat dari adanya perubahan pada kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor berpotensi mempengaruhi permintaan wisata sehingga diperlukan upaya untuk mengatasinya. Potensi perubahan iklim mikro akibat adanya perubahan iklim global tersebut menyebabkan perlu adanya suatu penelitian mengenai karakteristik


(35)

pengaruhnya terhadap permintaan wisata dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh pihak pengelola obyek wisata akibat adanya perubahan iklim. Dalam penelitian ini, digunakan analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui perubahan iklim mikro yang terjadi di Puncak dan strategi adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola wisata. Analisis dengan model regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Sedangkan analisis perubahan pendapatan digunakan untuk mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi pihak pengelola wisata kawasan Puncak dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim, khususnya terhadap tingkat permintaan wisata. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.


(36)

Perubahan

Iklim Global Fenomena Perubahan Iklim Mikro Potensi Dampak Perubahan Iklim

terhadap Sektor Pariwisata di Kawasan Puncak Bogor

Outbound

Hotel/ Villa Paralayang Kebun Teh

Parameter Perubahan Iklim

Perubahan Curah Hujan Perubahan Jumlah Hari Hujan Perubahan Kecepatan Angin

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Dampak Perubahan Iklim

Mikro terhadap Permintaan Wisata Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Strategi Adaptasi Pengelola Obyek

Wisata

Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Permintaan Wisata Kerugian Ekonomi Obyek Wisata Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis dengan Model Regresi Linear Analisis Perubahan Pendapatan Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Obyek Wisata


(37)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah

Pertiwi, Alfa Resort, Taman Wisata Matahari, Eagle Hill, dan Pasadena Village), hotel/villa (Hotel Permata Alam, Hotel Puri Avia, Hotel Megamendung Permai,

Hotel Safari Garden dan Villa Alfa Resort), wisata kebun teh (Agrowisata

Gunung Mas), dan wisata paralayang Puncak. Pemilihan lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa di

kawasan Puncak terdapat banyak obyek wisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi dan terjadinya perubahan iklim yang relatif ekstrim.

Kegiatan penelitian meliputi perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, intepretasi data, dan penarikan kesimpulan hingga perbaikan. Rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti, sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait dengan obyek penelitian seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, tim pengelola wisata, dan internet.


(38)

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode

non-probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Teknik tersebut merupakan teknik pengambilan contoh dimana peneliti secara sengaja memilih subyek-subyek yang menjadi anggota kelompok tertentu (Wahyuni dan Pudji, 2009).

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata di kawasan Puncak Bogor. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Dalam penelitian sosial, jumlah responden sebanyak 60 orang ini dinilai sudah mewakili keseluruhan populasi wisatawan di Puncak dan hasil estimasi pada model regresi linear berganda juga menunjukkan bahwa data sudah menyebar normal.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer

dengan program Microsoft Office Excell 2007 dan program SPSS 13.0 for

Windows. Tabel 2 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.


(39)

Tabel 2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

Data 1 Menganalisis fenomena perubahan

iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir

Data sekunder Analisis Deskriptif Kualitatif 2 Menganalisis dampak perubahan

iklim mikro terhadap permintaan wisata Data primer (wawancara) dan data sekunder Analisis dengan Model Regresi Linear Berganda 3 Mengestimasi besarnya kerugian

obyek wisata akibat adanya perubahan iklim

Data sekunder Analisis Perubahan Pendapatan 4 Mengkaji strategi adaptasi

pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim

Data primer (wawancara)

Analisis Deskriptif Kualitatif

4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor

Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di kawasan Puncak Bogor dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing variabel penelitian secara tunggal (Wahyuni dan Pudji, 2009). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif seperti tabel frekuensi, grafik atau tabulasi yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematik sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dipahami oleh semua pihak.

Dalam penelitian ini, data yang akan dianalisis secara deskriptif adalah parameter perubahan iklim mikro, meliputi kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Selanjutnya dianalisis keterkaitan perubahan iklim global dengan fenomena perubahan iklim mikro.


(40)

4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata

Dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata dilihat dari tren perkembangan parameter iklim dengan tren perkembangan jumlah pengunjung wisata, selain itu dianalisis juga dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi merupakan alat statistika untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan satu peubah lainnya, atau satu peubah dengan beberapa peubah lainnya (Gujarati, 2003). Penelitian ini akan menganalisis pengaruh hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lainnya, sehingga analisis yang digunakan adalah model regresi linear dengan dua atau lebih peubah penjelas (regresi linear berganda). Model regresi tersebut yaitu:

i n

n

ε

β

β

β

β

+ Χ + Χ + ⋅⋅ ⋅⋅+ Χ +

=

Υ 0 1 1 2 2

Dimana:

Y = Nilai rata-rata dugaan

β0 = Intersep

β1 = Parameter yang mempengaruhi nilai rataan X1 = Variabel yang mempengaruhi nilai rataan

βn = Parameter ke n Xn = Variabel ke n

εi = Galat atau error

Berdasarkan model regresi di atas, maka hubungan antara tingkat permintaan wisata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dirumuskan sebagai berikut:

i t =

β

+

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

β

Χ +

ε

Υ 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8


(41)

Estimasi parameter dugaan: β1, β2, β3, β4, β7 < 0

β5, β6, β8 > 0 Dimana:

Yt = Jumlah kunjungan ke kawasan wisata (jumlah kunjungan per tahun)

β0 = Intersep

βi = Koefisien regresi untuk faktor Xi, dimana i = 1,2,...,8 X1 = Biaya Perjalanan (Rp)

X2 = Kecepatan angin (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai 3 jika ”meningkat”)

X3 = Curah hujan (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai 3 jika ”meningkat”)

X4 = Hari hujan (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai 3 jika ”meningkat”)

X5 = Pendapatan responden (Rp) X6 = Tingkat pendidikan responden X7 = Jarak tempuh (km)

X8 = Umur responden (tahun)

εi = Galat atau error

Besarnya jumlah kunjungan ke lokasi wisata akan mencerminkan besarnya permintaan pada wisata tersebut. Jumlah kunjungan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, jarak tempuh, dan umur responden. Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besarnya jumlah kunjungan wisatawan ke Puncak.


(42)

Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai positif yaitu pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, dan umur responden. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendidikan akhir yang ditempuh responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi umur responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak.

Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai negatif yaitu biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, dan jarak yang dibutuhkan untuk mengunjungi obyek wisata. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi biaya perjalanan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar kecepatan angin yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar curah hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar jumlah hari hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin jauh jarak responden untuk mengunjungi lokasi wisata Puncak maka diduga mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak.


(43)

4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro

Nilai kerugian ekonomi akibat adanya pengaruh iklim dianalisis dengan mengestimasi perubahan pendapatan obyek wisata, dimana pendapatan minimum saat dipengaruhi oleh iklim dikurangi dengan pendapatan pada keadaan normal. Pendapatan minimum diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga tiket, sedangkan pendapatan normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada keadaan normal dengan harga tiket. Berdasarkan penghitungan tersebut, diperoleh rumus sebagai berikut:

∆I = I2 - I1

Dimana:

∆I = Perubahan pendapatan obyek wisata akibat pengaruh iklim (Rp) I1 = Pendapatan pada keadaan normal (Rp)

I2 = Pendapatan minimum akibat pengaruh iklim (Rp)

Sementara itu, untuk memperoleh hasil pendapatan suatu obyek wisata dilakukan dengan cara mengalikan jumlah pengunjung dengan hargat tiket. Rumus yang digunakan untuk memperoleh pendapatan adalah sebagai berikut:

I = n x P

Dimana:

I = Pendapatan obyek wisata (Rp)

n = Jumlah pengunjung (orang) P = Harga tiket obyek wisata (Rp)


(44)

4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim

Rekomendasi kebijakan adaptasi pihak pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim dijabarkan secara deskriptif kualitatif. Rekomendasi kebijakan ini untuk melihat apa saja yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata dalam beradaptasi menyikapi perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak Bogor agar tingkat kunjungan wisatawan ke Puncak tetap tinggi.

4.5. Pengujian Parameter

Dalam melakukan analisis menggunakan model regresi linier berganda, asumsi-asumsi dasar harus terpenuhi. Jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat menjadi bias, sehingga perlu dilakukan pengujian parameter agar sesuai dengan kriteria statistika dan kriteria ekonometrika.

4.5.1. Uji statistika

Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria statistika. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari koefisien determinasi (R2), uji t, dan uji F.

4.5.1.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan

untuk mengukur kebaikan-suai (goodness offit) garis regresi. Secara verbal, R2 mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi. Menurut Firdaus (2004), koefisisen determinasi merupakan suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengukur ketepatan atau


(45)

besarnya kontribusi variabel bebas (X) terhadap variasi variabel (Y) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, berarti semakin besar keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4.5.1.2 Uji Statistik t

Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebas (Xi) berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur pengujian yang dikemukakan Ramanathan (1997) adalah sebagai berikut:

H0 : βi = 0 atau variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi)

H0 : βi 0 atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi)

i i k n hit s t

β

β

0 ) ( − = −

Jika > , maka diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Namun, jika < , maka

ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi).

) (n k hit

t

t

α2 H0

) (n k hit

t

t

α2 H0

4.5.1.3 Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Menurut Ramanathan (1997), prosedur pengujiannya antara lain :


(46)

0

H =

β

1 =

β

2 =

β

3 = ... =

β

= 0

Variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi)

1

H =

β

1 =

β

2 =

β

3 = ... =

β

≠ 0

Variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi)

hit

F

) 1 ( / ) 1 /( − − = n k JKG k JKK Dimana:

JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom

JKG = Jumlah kuadrat galat

n = Jumlah sampel

k = Jumlah peubah

Jika < , maka diterima yang berarti variabel (Xi) secara serentak

tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Tetapi, jika > , maka ditolak

yang berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Yi). hit

F

F

tabel H0

hit

F

F

tabel H0

4.5.2. Uji Ekonometrika

Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi pula kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik, yaitu terbebas dari gejala multikolinearitas dan heteroskedastisitas.


(47)

4.5.2.1 Uji Multikolinear

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi

multicollinearity, yaitu terjadinya kolerasi yang kuat antar variabel-variabel

bebasnya. Multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi dengan

membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2) dengan koefisien

determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2). Hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebasnya (Ramanathan, 1997).

Multicollinearity dapat dianggap bukan suatu masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Namun, multicollinearity dianggap sebagai masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :

r2xj, xj > R2

x

1,

x

2, ... ,

x

k

Masalah multicollinearity dapat dilihat langsung melalui output regresi berganda, dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah

multicollinearity.

4.5.2.2 Uji Heteroskedastisistas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah timbulnya masalah heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat plot grafik hubungan


(48)

antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (2003), gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji Park dengan ketentuan sebagai berikut:

Regresi Ln(Residual2) = f(Xi), Ln U2i = b0 + b1 X1 + …+ b8 X8

Apabila hasil output memberikan koefisien parameter untuk variabel bebas (X) tidak ada yang berpengaruh nyata, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.


(49)

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian. Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi topografis, demografi, kondisi iklim, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan pengelolaan.

5.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 60 19’ - 60 47’ Lintang Selatan dan 1060 1’ - 1070 103’ Bujur Timur. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administratif terluas (ke-6) di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah sebesar 2.237,09 km2 yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 428 desa atau kelurahan. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki batas administrasi sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan

Kabupaten Bekasi.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten), dan

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.

Puncak adalah kawasan wisata yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kawasan ini merupakan bagian sebelah Selatan dari Kabupaten Bogor. Kawasan Puncak bermula dari pertigaan Ciawi di Kabupaten Bogor hingga


(50)

Cimacan di Kabupaten Cianjur. Secara administrasi kawasan Puncak terdiri dari tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Cisarua. Kecamatan Ciawi memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 13 desa, sedangkan Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan Kecamatan Cisarua sebanyak 10 desa.

5.1.2. Kondisi Topografis

Ketinggian tempat di Kabupaten Bogor berkisar dari 15 meter di atas permukaan laut (dpl) pada dataran di bagian utara hingga 2.500 meter dpl pada puncak-puncak gunung di bagian selatan. Kawasan Puncak merupakan daerah dataran tinggi dengan kelerengan yang tergolong cukup terjal. Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah hulu bagi wilayah-wilayah di sebelah Utara (Tangerang, Depok, Jakarta, dan Bekasi) dimana sungai-sungai mengalir dari bagian selatan ke arah utara yang meliputi enam Daerah Aliran Sungai yaitu: DAS Cidurian, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum (khususnya DAS Cipamingkis dan Cibeet).

Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu sebagai sumber air irigasi pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri serta drainase utama wilayah. Selain itu, terdapat situ-situ yang berfungsi dalam peresapan air dan dapat juga dimanfaatkan dalam usaha perikanan, penampungan air dan rekreasi.

Hutan yang tersisa di Puncak semakin berkurang akibat pembangunan villa dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Menurut data Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor (2010), dari 59.486 bangunan di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru 12.844 bangunan yang


(51)

memiliki izin mendirikan bangunan atau sekitar seperlimanya. Pengerasan tanah akibat pendirian gedung-gedung perkantoran, kompeks perumahan, lapangan parkir, dan sebagainya di bekas daerah hutan pegunungan tersebut memberikan andil besar atas terjadinya banjir di kawasan Jabotabek.

Berdasarkan data P4W IPB pada tahun 2008, ada 216,85 hektar hutan konservasi yang dimanfaatkan sebagai perkebunan, permukiman, villa, dan semak terbuka. Inkonsistensi tata ruang terburuk terjadi di Kecamatan Cisarua. Dari 7.406,3 hektar luas kawasannya, sebanyak 1.742,58 hektar lahan melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.

5.1.3. Demografi

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 Provinsi Jawa Barat, jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 4.771.932 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.452.562 jiwa atau 51% dan perempuan sebanyak 2.319.370 jiwa atau 49% (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010). Pekerja sektor informal di Kabupaten Bogor berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2009 sebanyak 884.112 penduduk.

Tabel 3 menggambarkan pekerja sektor informal menurut lapangan usaha pada pekerjaan utama. Terlihat bahwa pekerja sektor informal terserap paling banyak di dua lapangan usaha utama, yaitu: perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebesar 35,99%, pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 30,09%, sedangkan lapangan usaha yang sama sekali tidak menyerap sektor informal adalah sektor listrik, gas dan air minum. Lapangan usaha yang sedikit menyerap pekerja sektor informal adalah sektor pertambangan


(52)

dan penggalian (0,25%) dan lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan (0,41%).

Tabel 3. Persentase Pekerja Sektor Informal menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Bogor Tahun 2009

Lapangan Usaha Persentase (%)

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 30,09

Pertambangan dan Penggalian 0,25

Industri 8,44

Listrik, Gas dan Air Minum 0,00

Konstruksi 4,48

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 35,99

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 13,04

Lembaga Keuangan, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 00,41

Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 7,30

Persentase Total 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2009)

5.1.4. Kondisi Iklim

Iklim di Kabupaten Bogor termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 20˚C sampai 30˚C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi yang curah hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun. Kawasan Puncak yang merupakan bagian Kabupaten Bogor sebelah selatan memiliki jumlah curah hujan yang sangat tinggi mencapai 2.500 mm atau lebih per tahunnya. Biasanya hujan turun pada waktu siang hari sampai sore hari, mulai dari pukul 11.00 sampai 16.00.

Selama 10 tahun terakhir ini, terjadi perubahan iklim di kawasan Puncak Bogor. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu udara rata-rata, curah hujan, dan jumlah hari hujan tiap tahunnya. Selain itu, terjadi perubahan kecepatan angin yang semakin menurun di Puncak.


(53)

5.1.5. Daya Tarik Wisata

Puncak merupakan kawasan wisata yang memiliki banyak daya tarik serta didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Selain suasana yang nyaman, kawasan Puncak juga memiliki obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Banyak para wisatawan yang rela menunggu arus lalu lintas lancar demi bisa menikmati suasana di kawasan Puncak. Beberapa aktifitas wisata yang sudah sangat populer dan banyak diminati oleh wisatawan di kawasan Puncak antara lain:

1. Wisata Kebun Teh

Wisata ini merupakan salah satu wisata utama yang berada di kawasan Puncak, Bogor dan sudah terkenal sejak lama. Wisata ini ramai dikunjungi oleh pengunjung yang ingin melihat dan menikmati keindahan panorama alam Puncak. Aktivitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh ini merupakan pengalaman yang menyenangkan dan dapat merelaksasi suasana hati yang tegang dengan kesibukan sehari-hari. Kita juga dapat melihat proses produksi teh dari pemetikan teh hingga menjadi daun teh kering siap konsumsi. Salah satu tempat wisata kebun teh di kawasan Puncak adalah wisata kebun teh Gunung Mas.

2. Wisata Paralayang

Paralayang adalah jenis wisata olahraga yang menggunakan parasut dan biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Wisata ini adalah jenis wisata yang agak menantang dimana pengunjung dapat bertualang dengan ikut serta terbang layang, sejenak bebas lepas melayang di langit gunung yang indah. Kegiatan wisata ini sangat tergantung pada faktor alam seperti cuaca, kecepatan angin, dan sebagainya. Faktor pendukung alam seperti angin dan cuaca ini sangat


(54)

menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan kita bisa terjun atau tidak. Biasanya kisaran waktu jam 11 siang hingga jam 3 sore adalah saat yang tepat untuk mencobanya.

3. Wisata Outbound

Jenis wisata outbound sangat popular di kawasan Puncak saat ini. Wisata ini bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang tua sehingga banyak wisatawan yang tertarik pada jenis wisata ini. Beberapa kegiatan wisata ini seperti games, flying fox, kid station, rapelling, rescue, paint ball, arung jeram dan masih banyak kegiatan lainnya. Terdapat banyak tempat wisata outbound yang populer di Puncak antara lain: Eagle Hill Camp Outbound, Passadena Village, dan beragam outbound lainnya yang terdapat di Taman Wisata Matahari (seperti flying fox Children Adventure Park, flying fox Extreme Adventure, dan arung jeram SOAR).

4. Wisata Satwa

Kawasan Puncak Bogor juga terkenal dengan wisata satwanya. Wisata satwa adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan satwa sebagai obyek kegiatannya. Salah satu wisata satwa yang berada di kawasan Puncak adalah Taman Safari Indonesia. Wisata ini mengkoleksi beragam jenis binatang dan banyak obyek menarik yang disediakan seperti: safari park, taman burung, animal education show, elephant trail, safari sky lift, dan sebagainya. Selain itu wisata lainnya adalah taman kupu-kupu dan pertunjukkan satwa di Taman Wisata Matahari, Wisata berkuda di Gunung Mas, dan Talaga Warna yang didalamnya terdapat berbagai jenis hewan seperti: Elang Jawa, Elang Brontok, Kera, Owa Jawa, dan sebagainya.


(55)

5. Wisata Air Terjun

Daerahnya yang berupa pegunungan, menyebabkan kawasan Puncak ini memiliki banyak curug atau air terjun alami yang dijadikan sebagai tempat wisata. Wisata ini sangat menarik dan ramai dikunjungi wisatawan karena menyuguhkan pemandangan yang indah dan alami ditambah dengan suara gemericik air menambah sejuknya suasana. Beberapa obyek wisata curug andalan yang ada di kawasan Puncak adalah Curug Cilember, Curug Panjang, Curug Tujuh, dan Curug Kembar.

Tidak hanya tempat wisatanya yang menarik untuk dikunjungi, di kawasan wisata Puncak ini juga terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang khas yaitu Masjid Atta'awun yang berada di kawasan Puncak Pass, Kecamatan Cisarua. Masjid ini ramai disinggahi oleh wisatawan yang ingin melaksanakan ibadah ataupun untuk beristirahat sejenak, dari mesjid ini kita bisa menyaksikan pemandangan kawasan Puncak yang indah, karena dindingnya terbuat dari kaca dan letaknya berada di ketinggian. Selain itu, di sekitar area parkir mesjid ini terdapat banyak pedagang makanan dan souvenir khas Puncak.

Kabupaten Bogor memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi untuk obyek-obyek wisatanya terutama di kawasan wisata Puncak. Banyaknya jenis wisata yang menarik di Puncak menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi oleh wisatawan. Selain itu, wisatawan bisa dengan mudah menemukan hotel/villa di sepanjang jalan mulai dari bumi perkemahan sampai hotel berbintang sebagai tempat penginapan atau beristirahat. Tabel 4 menunjukkan banyaknya jumlah wisatawan yang mengunjungi obyek wisata dan penginapan di Kabupaten Bogor tahun 2010.


(56)

Tabel 4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Jenis Data Wisman Wisnus Total

1 ODTW 24.207 2.573.178 2.597.385

2 Hotel Bintang 12.061 345.006 357.067

3 Hotel Melati 7.114 551.175 629.461

4 Penginapan Remaja 515 535 1.050

5 Pondok Wisata 1.946 44.536 66.188

6 Bumi Perkemahan 0 1.584 1.584

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor Tahun 2010

5.1.6. Aksesibilitas

Kabupaten Bogor dapat ditempuh dari Jakarta melalui jalan bebas hambatan Jagorawi dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Bandung, Kabupaten Bogor dapat ditempuh dengan kendaraan beroda empat dalam waktu kurang dari tiga jam. Kawasan wisata Puncak memiliki akses yang dekat dan mudah untuk ditempuh khususnya bagi daerah yang berada di wilayah Jabodetabek. Kawasan wisata Puncak Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaran pribadi yaitu kendaraan roda dua, roda empat, ataupun bus. Akses menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Ciawi dan Cisarua.

Setiap akhir pekan, kawasan Puncak selalu ramai dikunjungi wisatawan. Kawasan Puncak terletak sekitar 25 kilometer dari Kota Bogor. Kawasan Puncak dapat dicapai dalam waktu 45 menit dari Kota Bogor pada hari biasa. Namun, kondisi itu berubah pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional yang dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencapai kawasan Puncak karena padatnya lalu lintas yang mengakibatkan kemacetan. Kepadatan lalu lintas biasanya terjadi di titik-titik lokasi obyek wisata.

Kepadatan lalu lintas terjadi karena wisatawan banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Mobil yang melintas di jalur Puncak sejak 29 Desember 2010 sampai 2 Januari 2011 lebih dari 50.000 unit per hari. Puncaknya terjadi pada 30


(57)

       

Desember 2010 yaitu mencapai 64.000 unit ditambah jumlah sepeda motor yang melintas per hari diperkirakan dua sampai tiga kali lipat jumlah mobil2.

Sementara itu, lebar badan jalan rata-rata 8 meter dengan kiri-kanannya merupakan lokasi wisata dan kuliner. Padahal, kapasitas jalan itu idealnya untuk sekitar 10.000 kendaraan. Lalu lintas di kawasan Puncak Bogor pada hari-hari libur akan sangat padat. Namun, kondisi ini tidak mengurangi minat para wisatawan untuk mengunjungi kawasan Puncak Bogor.

5.1.7. Pengelolaan

Pengelolaan wisata di kawasan Puncak Bogor ada yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Wisata-wisata yang dikelola oleh pemerintah yaitu wisata kebun teh dan wisata air terjun. Wisata kebun teh yang berada di Puncak dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). PTPN VIII ini merupakan Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan teh, karet, kina, kakao, kelapa sawit, dan getah perca. Begitu juga dengan wisata air terjun yang dikelola oleh Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.

Wisata-wisata yang berada di Puncak Bogor sebagian besar dikelola oleh swasta, misalnya wisata paralayang yang dikelola oleh Persatuan Layang Gantung Indonesia (PLGI) Kabupaten Bogor dan Taman Safari Indonesia yang dikelola oleh Yayasan Taman Safari Indonesia. Jenis wisata lainnya seperti wisata outbound juga dikelola oleh swasta.

 

2 


(58)

Secara umum kawasan wisata Puncak belum terkelola secara maksimal. Hal ini dilihat dari masih banyaknya sarana dan prasarana wisata yang rusak, terdapat beberapa potensi pariwisata yang belum terkelola secara maksimal, padatnya arus lalu lintas khususnya pada saat weekend, pembangunan pemukiman yang semakin pesat, dan sebagainya. Pengelolaan yang belum maksimal ini juga disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia pengelola, biaya pengelolaan, dan minimnya infrastruktur.

5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian

Penelitian mengenai analisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor menggunakan responden pengunjung wisata. Responden ini terdiri dari empat jenis, yaitu pengunjung wisata outbound, pengunjung wisata paralayang, pengunjung wisata kebun teh, dan pengunjung penginapan hotel/villa.

5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi

Wisatawan yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah 60 orang. Responden terdiri dari 63% laki-laki dan 37% perempuan. Umur responden pengunjung dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kelompok responden dengan kategori umur 17-23 tahun yang berjumlah sebanyak 34% dari total responden. Kategori kedua berumur 24-50 tahun sebanyak 63%, dan responden dengan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 3%. Pengunjung wisata di kawasan Puncak sebagian besar berada pada kategori 24-50 tahun, hal ini menunjukkan bahwa Puncak sebagai kawasan wisata yang amat diminati oleh semua golongan usia.


(59)

Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan SMA yaitu sebanyak 50%, responden berpendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 39%, sementara itu responden lulusan SMP sebanyak 8% dan sisanya 3% adalah responden lulusan SD. Berdasarkan kategori pekerjaan, sebagian besar responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 38%, pegawai swasta sebanyak 30%, pelajar dan mahasiswa sebanyak 22%, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7%, dan sebanyak 3% responden adalah TNI.

Sebagian besar responden pengunjung kawasan wisata Puncak sebanyak 32% memiliki tingkat pendapatan pada kisaran Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 per bulan. Sebanyak 23% responden memilki pendapatan pada kisaran Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000 per bulan, sebanyak 22% responden wisatawan memiliki tingkat pendapatan kurang dari Rp 1.000.000 per bulan, sebanyak 10% responden memiliki pendapatan pada kisaran Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000 per bulan. Sebanyak 5% responden memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp 6.000.000 per bulan dan 5% responden lainnya memiliki kisaran pendapatan Rp 4.000.000 – Rp 5.000.000 per bulan, sisanya sebanyak 3% responden memiliki pendapatan pada kisaran Rp 5.000.000 – Rp 6.000.000 per bulan. Karakteristik sosial ekonomi responden pengunjung wisata kawasan Puncak tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.


(1)

Gambar 10. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2008

Gambar 11. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2008

Gambar 12. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2008


(2)

Gambar 13. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2009

Gambar 14. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2009

Gambar 15. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2009

109  


(3)

Lampiran 4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata No  Obyek Wisata Harga Tiket (Rp)  Waktu  Dampak Iklim 

Jumlah  Pengunjung 

Normal 

Pendapatan  Normal (I1) 

Jumlah  Pengunjung 

Minimum 

Pendapatan  Minimum (I2) 

Nilai Kerugian  (I2‐I1) 

1        Wisata  paralayang        300.000  Desember  2010‐April  2011       

Kecepatan Angin  156 Rp 46.800.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 6.600.000 

Curah Hujan  150 Rp 45.000.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 4.800.000 

Hari Hujan  149 Rp 44.700.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 4.500.000 

2       

Wisata  outbound  flying fox  TWM       

15.000  Selama tahun 2009    

  

Kecepatan Angin  1.000 Rp 15.000.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 3.705.000 

Curah Hujan  918 Rp 13.770.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 2.475.000 

Hari Hujan  926 Rp 13.890.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 2.595.000 

3        Wisata  outbound  arung jeram  SOAR       

25.000  Selama tahun 2009    

  

Kecepatan Angin  1.680 Rp 42.000.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 32.100.000 

Curah Hujan  1.367 Rp 34.175.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 24.275.000 

Hari Hujan  1.505 Rp 37.625.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 27.725.000 

4        Wisata kebun  teh Gunung  Mas        6.000  Selama tahun  2008       

Kecepatan Angin  22.505 Rp 135.030.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 10.170.000 

Curah Hujan  22.240 Rp 133.440.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 8.580.000 

Hari Hujan  22.823 Rp 136.938.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 12.078.000 

5     Wisata kebun  teh Gunung  Mas     6.000  Selama tahun  2008    

Kecepatan Angin  28.616 Rp 171.696.000 28.289 Rp 169.734.000 ‐Rp 1.962.000 


(4)

Lampiran 5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian 1. Gunung Mas

111   

2. Wisata arung jeram


(5)

(6)

RINGKASAN

LORISA NDELA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor. Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT dan RIZAL BAHTIAR.

Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Adanya perubahan iklim dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir di Puncak, 2) menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di Puncak, 3) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim, dan 4) mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di Puncak dalam menghadapi perubahan iklim.

Karakteristik iklim mikro di Puncak selama sepuluh tahun terakhir telah mengalami perubahan, ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan, peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus) mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada bulan tersebut selama empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil estimasi pada model regresi linear berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah umur dan pendidikan terakhir.

Berdasarkan hasil estimasi analisis perubahan pendapatan, diperoleh bahwa wisata paralayang mengalami kerugian ekonomi terbesar yaitu sejumlah Rp 6.600.000 saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata. Wisata flying fox TWM mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang tidak mendukung yaitu sebesar Rp 3.705.000. Wisata arung jeram SOAR juga mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 32.100.000 saat angin terlalu kencang dan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika turun hujan sebesar Rp 12.078.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Kerugian ini akan terus meningkat apabila tidak ada usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti: 1) sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan informasi mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi, 2) memberikan diskon atau potongan harga tiket obyek wisata, 3) memperbaiki infrastruktur, 4) menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, 5) meningkatkan pelayanan, dan 6) meningkatkan promosi wisata Puncak.

Kata kunci : perubahan iklim mikro, permintaan wisata, adaptasi pengelola