Pengaruh Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis) Dan Artemia Yang Diperkaya DHA 70G Terhadap Kelangsungan Hidup dan Intermolt Period Larva Udang Vaname

PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER (Brachionus
rotundiformis) DAN Artemia YANG DIPERKAYA
DENGAN DHA 70G TERHADAP KELANGSUNGAN
HIDUP DAN INTERMOLT PERIOD LARVA UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei)

DODI HERMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Pengaruh
Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis) dan Artemia Yang Diperkaya
Dengan DHA 70G Terhadap Kelangsungan Hidup dan Intermolt Period
Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei), adalah hasil karya saya
sendiri dibawah arahan komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, April 2007

Dodi Hermawan
NRP. C151040121

ABSTRAK
DODI HERMAWAN. Pengaruh Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis) dan
Artemia yang Diperkaya dengan DHA 70G Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Intermolt Period Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Di bimbing oleh
MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan ING MOKOGINTA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar DHA terhadap
kandungan nutrien rotifer (Brachionus rotundiformis) dan Artemia melalui tekhnik
pengkayaan

dan

pengaruhnya


sebagai

pakan

alami

terhadap

tingkat

kelangsungan hidup dan intermolt period larva udang vaname (Litopenaeus
vannamei).
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, pertama pengkayaan pada
rotifer dengan DHA 70G yang diberikan pada larva vaname stadia zoea 2 sampai
post larva (PL) 1, yang terdiri dari lima perlakuan yaitu: A. Pakan buatan tanpa
pemberian rotifer, B. Rotifer+minyak kelapa 100 µL/L+pakan buatan, C.
Rotifer+DHA

70G


25

µL/L+minyak

kelapa

75

µL/L+pakan

buatan,

D.

Rotifer+DHA

70G

50


µL/L+minyak

kelapa

50

µL/L+pakan

buatan,

E.

Rotifer+DHA 70G 75 µL/L+minyak kelapa 25 µL/L+pakan buatan . Sedangkan
tahap kedua pengkayaan naupli Artemia dengan DHA 70G yang diberikan pada
post larva vaname stadia PL1-PL10, yang terdiri dari empat perlakuan yaitu: A.
Artemia+minyak kelapa 100 µL/L+pakan buatan, B. Artemia+DHA 70G 25
µL/L+minyak kelapa 75 µL/L+pakan buatan, C. Artemia+DHA 70G 50
µL/L+minyak kelapa 50 µL/L+pakan buatan, perlakuan D. Artemia+DHA 70G 75
µL/L+minyak kelapa 25 µL/L+pakan buatan. Parameter yang diamati adalah
tingkat kelangsungan hidup, intermolt period dan kandungan asam lemak .

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengkayaan dengan DHA 70G
pada rotifer dan Artemia sebanyak 25 µL/L dapat meningkatkan nilai nutrien dari
rotifer dan Artemia sehingga menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang
lebih baik dan mempercepat intermolt period larva udang vaname.
Kata kunci : Litopenaeus vannamei, asam lemak, DHA, kelangsungan hidup,
intermolt period

Pengaruh Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis) dan Artemia yang
Diperkaya Dengan DHA 70G Terhadap Kelangsungan Hidup dan Intermolt
Period Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
(The effect of Rotifers (Brachionus rotundiformis) and Artemia enriched
with DHA 70G on survival and intermolt period in white shrimp
(Litopenaeus vannamei) larvae)
Abstract
Two

experiments

was


conducted

to

determine

the

effect

of

docosahexaenoic acid (DHA) on the nutritional value of rotifers (Brachionus
rotundiformis) and Artemia as live food on the survival and intermolt period of
white shrimp (Litopenaeus vannamei) larvae. The experiment I consisted of five
treatments, where L. vannamei larvae from zoea 2 to mysis 3 fed on rotifers
enriched with DHA 70G. This treatment: A. artificial feed without rotifers, B.
rotifers+coconut oil 100μL/L + artificial feed, C. rotifers + DHA 70G 25μL/L +
coconut oil 75μL/L + artificial feed, D. rotifers + DHA 70G 50μL/L + coconut oil
50μL/L + artificial feed, E. rotifers + DHA 70G 75μL/L + coconut oil 25μL/L +

artificial feed. The experiment II consisted of four treatments, where L.vannamei
larvae from post larvae 1 to post larvae 10 fed on Artemia enriched with DHA
70G. This treatmens: A. Artemia + coconut oil 100μL/L + artificial feed, B.
Artemia + DHA 70G 25μL/L + coconut oil 75μL/L + artificial feed, C. Artemia +
DHA 70G 50μL/L + coconut oil 50μL/L + artificial feed, D. Artemia + DHA 70G
75μL/L + coconut oil 25μL/L + artificial feed. Survival rate, intermolt period and
fatty acid composition were used as evaluating parameters. Result of this
experiment showed that rotifers and Artemia enriched with 25µL/L DHA 70G
increase the nutritional value of live food, maintaining high survival and
accelerating intermolt period in white shrimp larvae.
Keyword: Litopenaeus vannamei, fatty acid, DHA, survival rate, intermolt period

©Hak cipta milik Dodi Hermawan, 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER (Brachionus
rotundiformis) DAN Artemia YANG DIPERKAYA

DENGAN DHA 70G TERHADAP KELANGSUNGAN
HIDUP DAN INTERMOLT PERIOD LARVA UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei)

DODI HERMAWAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perairan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

: Pengaruh Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis ) dan
Artemia yang Diperkaya DHA 70G Terhadap Kelangsungan

Hidup

dan

Intermolt

Period

Larva

Udang

Vaname

(Litopenaeus vannamei)
Nama Mahasiswa

: Dodi Hermawan

NRP


: C151040121

Program Studi

: Ilmu Perairan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. M. Agus Suprayudi
Ketua

Prof. Dr. Ing Mokoginta
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perairan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Enang Harris

Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro

Tanggal ujian : 9 April 2007

Tanggal lulus :

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1978 di Ciamis Propinsi Jawa
Barat sebagai anak ketiga dari pasangan H. Achmad Uding (Alm) dan Hj.
Kusminah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri XIV Banjar pada
tahun 1990, pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Banjar pada
tahun 1993, pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Banjar pada tahun
1996. Penulis masuk perguruan tinggi tahun 1996 pada Program Studi Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan
mendapatkan gelar sarjana perikanan pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 penulis bekerja di PT
Centralpertiwi Bahari. Dari tahun 2001 – 2003 menjabat sebagai Section Head
Life Food Production and Experiment, dan pada tahun 2003-2004 menjabat
sebagai Section Head Fry Production.
Kemudian

penulis

melanjutkan

pendidikan

dan

diterima

menjadi

mahasiswa pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR) Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan September 2004.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tesis dengan judul ”Pengaruh Pemberian Rotifer (Brachionus rotundiformis) dan
Artemia yang Diperkaya dengan DHA 70G Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Intermolt Period Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)”. Tulisan ini
merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada Bapak Dr. M. Agus Suprayudi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah
berkenan memberikan saran, bimbingan serta pengarahan selama penelitian dan
penyusunan tesis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Ir. Subandriyo selaku AVP Breeding Operation PT Centralpertiwi
Bahari dan Bapak Edi Poncolaksito AMd selaku Senior Manager PT
Centralpertiwi Bahari yang telah memberikan ijin dan fasilitas kepada penulis
selama penelitian.
2. Bapak Dr. Dedi Jusadi atas kesediaannnya sebagai Penguji Luar Komisi.
3. Bapak Dr. Chairul Muluk dan istri yang telah memberi dukungan secara
ikhlas dan penuh perhatian sejak penulis masuk pada Program Studi Ilmu
Perairan.
4. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan Ketua
Program Studi Ilmu Perairan beserta staf yang telah memberi bantuan dan
fasilitas selama penulis mengikuti pendidikan.
5. Khusus kepada Ayahanda (Alm) yang semasa hidupnya telah menjadi suri
tauladan bagi penulis dan Ibunda tercinta yang selalu mengiringi penulis
dengan doa dan kasih sayangnya.
6. Kakakku Teh Neni, Teh Nina, Kang Dedi dan keponakanku Bayu, Lutfhi,
Nadhif yang terus berdoa dan mendorong keberhasilan penulis selama ini.
7. Devi Aristyani SPi yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan
dukungan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tesis.
8. Novianto Kurniawan beserta istri, Antonius Edi, Tursilo dan Yuni SPi yang
telah membantu penulis selama penelitian.

9. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan atas kebersamaannya dalam
menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, serta pihak-pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tetapi penulis yakin mereka akan
bahagia karena do’a mereka terkabul.
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat dalam bentuk yang nyata
sehingga tujuan pemanfaatan dari hasil penelitian ini dapat diperoleh.

Bogor, April 2007
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

v

PENDAHULUAN ................................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................................

1

Perumusan Masalah ...................................................................................

2

Tujuan dan Manfaat ....................................................................................

3

Perumusan Hipotesa ..................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................

4

Perkembangan Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) ........................

4

Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Stadia ..............................

4

Tingkat Kelangsungan Hidup dan Masa Kritis Perkembangan Larva ........

5

Pemanfaatan Pakan Alami ................................................................................

6

Rotifer........................................................................... ...............................

6

Artemia........................................................................... .............................

7

Faktor Penentu Perkembangan Larva Vaname ................................................

7

Lemak dan Asam Lemak Esensial ............................................................

7

Kualitas Air...................................................................................................

9

BAHAN DAN METODE .....................................................................................

10

Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................

10

Materi Penelitian..................................................................................................

10

Hewan Uji........................................................................... .........................

10

Pakan........................................................................... ...............................

10

Wadah dan Media........................................................................... ............

10

Metoda Pemeliharaan..................................................................... ....................

12

Penyediaan Rotifer........................................................................... ...........

12

Penetasan Kista Artemia ...........................................................................

12

Pengkayaan Rotifer dan Naupli Artemia .....................................................

12

Pengkayaan Rotifer

.................................................................................

12

Pengkayaan Naupli Artemia .......................................................................

12

Pemeliharaan Induk

.................................................................................

13

Penetasan Telur dan Pemanenan Naupli Vaname ...................................

13

Sampel Asam Lemak...................................................................................

14

Rancangan Penelitian dan Analisa Data.............................................................

14

Rancangan Penelitian ...............................................................................

14

Analisa Data........................................................................... .....................

15

Penelitian Tahap Pertama...........................................................................

15

Penelitian Tahap Kedua........................................................................... ...

15

Metode Pengukuran dan Pengamatan Peubah..................................................

17

HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... ..........

18

Hasil.....................................................................................................................

18

Penelitian Tahap Pertama...................................................................................

18

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Stadia Z2-PL1.....................................

18

Intermolt Period........................................................................... ................

19

Komposisi Asam Lemak Rotifer dan Larva Vaname................................. ..

20

Penelitian Tahap Kedua..................................................................................... .

22

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Stadia PL1-PL10................................

22

Komposisi Asam Lemak Artemia dan Larva Vaname.................................

23

Pembahasan.................................................................. .....................................

24

SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. ..

29

Simpulan..............................................................................................................

29

Saran..................................................................... ..............................................

29

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Jumlah rotifer dan Artemia yang diberikan (ind/ml)............................ ...

16

Tabel 2. Intermolt period (hari) larva udang vaname setiap stadia (Z2-PL1).....

19

Tabel 3. Komposisi asam lemak pada rotifer dan larva udang vaname..............

21

Tabel 3. Komposisi asam lemak pada Artemia dan larva udang vaname...........

23

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Wadah Penelitian...............................................................................

11

Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup (%) larva vaname stadia (Z2-PL1).......

18

Gambar 3. Tingkat kelangsungan hidup (%) larva vaname stadia (PL1-PL10) ..

22

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pengamatan kualitas air.................................................................... 36
2. Gambar kegiatan selama penelitian.......................................................... 40
3. Schedul pakan larva udang vaname.. ....................................................... 41
4. Tingkat kelangsungan hidup larva udang vaname Z2-PL1...................... 42
5. Intermolt period larva udang vaname.............. .......................................... 43
6. Kandungan asam lemak rotifer, Artemia dan larva vaname...................... 44
7. Tingkat kelangsungan hidup larva udang vaname PL1-PL10................... 45
8. Prosedur pengukuran kadar lemak............................................................ 46
9. Prosedur pengukuran kadar asam lemak.................................................. 47
10. Analisa statistik kelangsungan hidup larva udang vaname Z2-PL1......... . 48
11. Analisa statistik intermolt period larva udang vaname Z2-PL1.................. 51
12. Analisa statistik kelangsungan hidup larva udang vaname PL1-PL10....... 54

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) dewasa ini merupakan salah
satu komoditas andalan dalam sektor perikanan. Udang vaname di Indonesia
mulai berkembang sejak tahun 2001 dan semakin meningkat dalam beberapa
tahun terakhir ini karena teknis budidayanya yang lebih mudah dibandingkan
dengan udang windu, ketersediaan benur SPF (Specific Pathogen Free) dan
produktivitas yang tinggi. Hatchery sebagai salah satu penghasil benih udang
telah berkembang dengan baik. Untuk memenuhi kebutuhan benih, hatchery
harus mampu meningkatkan tingkat kelangsungan hidup udang sehingga
ketersediaan benih ukuran PL cukup banyak. Tersedianya benih yang cukup
dalam jumlah maupun kualitas merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan budidaya udang. Benih yang berkualitas baik akan memberikan
pertumbuhan yang baik dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi .
Perkembangan hatchery udang yang semakin meningkat dengan padat
pemeliharaan larva yang tinggi, menjadikan kualitas pakan sebagai faktor yang
sangat penting karena udang mendapatkan nutrien dari pakan tersebut.
Meskipun berbagai macam kendala seperti faktor lingkungan, penyakit dan
nutrisi, tetapi produksinya yang bernilai tinggi terus naik setiap tahun (Shiau
1998). Salah satu masalah penting dalam budidaya udang vaname adalah
kurangnya informasi tentang kebutuhan nutrien udang terutama selama stadia
larva (Navvaro et al. 1996). Produktivitas dari upaya pembenihan harus tinggi,
dengan kondisi postlarva yang sehat dan tahan terhadap stress. Tingkat
produktivitas tersebut ditentukan oleh mutu induk, kualitas lingkungan dan pakan.
Kualitas lingkungan harus diupayakan layak, khususnya pengaturan salinitas
agar tetap isoosmotik bagi kehidupan larva dan postlarva. Induk dan kualitas
lingkungan telah dapat diupayakan layak dan potensial untuk menghasilkan larva,
sedangkan pakan bagi larva dan awal postlarva masih menjadi kendala.
Berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas pakan telah dilakukan, antara lain
dengan pemberian pakan alami seperti Chaetoceros, Skeletonema, Artemia dan
rotifer (Brachionus rotundiformis).
Pada saat pertama kali larva makan perlu diperhatikan jenis dan ukuran
partikel pakan yang dapat dicerna. Tersedianya pakan yang sesuai dengan
ukuran bukaan mulut merupakan salah satu aspek penting untuk larva krustasea

2

yang baru menetas dengan sedikit atau tidak adanya cadangan kuning telur.
Pakan yang tersedia untuk larva harus memenuhi tiga kriteria, yaitu ukuran yang
sesuai sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengkonsumsi, harus
selalu tersedia dalam jumlah yang mencukupi, dan mengandung nutrien pakan
yang esensial (Suprayudi et al. 2002b). Asam lemak merupakan salah satu
komponen penting dalam pakan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva udang.
Brachionus rotundiformis dan Artemia merupakan pakan alami yang
cocok diberikan pada pemeliharaan larva udang, karena selain memiliki ukuran
tubuh yang kecil juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik. Namun dari beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan asam lemak n-3 HUFA,
terutama asam-asam lemak 20:5n-3 (EPA, eicosapentaenoic acid) dan 22:6n-3
(DHA, decosahexaenoic acid) dari rotifer dan Artemia sangat rendah (Sargent et
al. 1997, 1999; Han et al 2000; Sorgeloos et al. 2001 Suprayudi et al. 2002a).
Padahal EPA dan DHA merupakan asam lemak tidak jenuh berantai panjang
yang berperan penting dalam menunjang tingkat kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva krustasea (D’Abramo & Sheen 1993; Kanazawa 1997). Hasil
dari penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa Artemia tidak dapat secara
efektif memperpanjang EPA menjadi DHA (Watanabe et al. 1978) dan rotifer
tampaknya juga mempunyai kemampuan terbatas untuk memperpanjang EPA
(Whyte & Nagata 1990).
Oleh karena itu, untuk mengatasi masa kritis yang terjadi pada perubahan
fase zoea dan mysis diperlukan perbaikan kualitas nutrien pada rotifer dan
Artemia dengan cara meningkatkan kandungan asam lemak esensialnya melalui
pengkayaan dengan DHA sehingga mampu meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup dan mempercepat intermolt period.

Perumusan Masalah
Kendala

yang

produktivitas yang

dihadapi

dalam

budidaya

masih rendah dan belum

udang

vaname

sesuai dengan

adalah
harapan.

Produktivitas yang rendah tersebut berkenaan dengan kematian yang cukup
tinggi pada saat stadia zoea menjadi mysis. Lama waktu perkembangan proses
metamorfosis antara zoea menjadi mysis dan mysis menjadi postlarva terlalu
lama yang akhirnya diikuti oleh kematian. Tingkat kelangsungan hidup udang
vaname di hatchery masih berkisar antara 30-50%.

3

Produksi benur udang vaname rendah karena terjadi hambatan pada
proses metamorfosis sehubungan dengan pasokan asam lemak tak jenuh yang
tidak memadai. Kecepatan proses metamorfosis pada kondisi isoosmotik tidak
diimbangi oleh ketersediaan pasokan pakan yang mengandung energi atau
asam lemak tak jenuh yang memadai untuk mengimbangi kecepatan proses
metamorfosis. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diupayakan pasokan
pakan yang mengandung asam lemak tak jenuh pada saat stadia zoea
menjelang mysis dan pada saat mysis menjadi post larva. Untuk kebutuhan
tersebut kiranya rotifer dan naupli Artemia dapat memenuhi syarat untuk
diperkaya dengan asam lemak tak jenuh sehingga potensial menunjang proses
metamorfosis menjadi postlarva.
Dengan pendekatan di atas maka diperoleh kerangka konseptual yang
jelas dan mendasar bagaimana rotifer dan Artemia yang diperkaya dengan DHA
mempengaruhi kecepatan intermolt period dan tingkat kelangsungan hidup larva
udang vaname.

Tujuan dan Manfaat
Penelitian

ini

bertujuan

rotundiformis) dan naupli Artemia

untuk

mengetahui

pengaruh

rotifer

(B.

yang telah diperkaya dengan DHA 70G

terhadap tingkat kelangsungan hidup dan intermolt period larva udang vaname
(Litopenaeus vannamei).
Manfaat dari percobaan ini adalah dapat memberikan informasi yang
dapat diaplikasikan di hatchery mengenai kadar DHA 70G yang harus diberikan
melalui teknik pengkayaan kepada rotifer (B. rotundiformis) dan naupli Artemia
untuk diberikan pada larva vaname sehingga dapat meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup dan mempercepat intermolt period larva udang vaname
(Litopenaeus vannamei).
Perumusan Hipotesis
Apabila rotifer (B. rotundiformis) dan naupli Artemia dapat diperkaya
dengan DHA 70G sebagai sumber pasokan nutrien larva maka lama waktu
metamorfosis dan atau molting dapat dipercepat sehingga tingkat kelangsungan
hidup dari setiap stadia larva dan atau post larva dapat meningkat.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Larva Udang Vaname
Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Stadia
Setelah fertilisasi, telur menetas sekitar 14-16 jam dan udang vaname
mengalami tiga stadia perkembangan larva sebelum menjadi post larva, yaitu
naupli, zoea dan mysis. Masing-masing stadia dalam perkembangannya
mengalami metamorfosis. Dalam perkembangan dari stadia ke stadia lainnya
diikuti pula dengan perubahan pola makannya. Setelah 30 menit menetas, naupli
dapat berenang dalam jarak yang pendek dan bersifat fototaksis positif. Naupli
yang baru menetas mengandalkan kuning telur untuk mensuplai semua
kebutuhan nutrisinya. Naupli mengalami perubahan sebanyak lima kali, dan
setiap perubahan terjadi dalam waktu 7 jam. Setelah perubahan tersebut
cadangan kuning telurnya habis dan naupli mengalami metamorfosis menjadi
zoea, diikuti dengan pola makannya yang mulai memakan mikroalge, seperti
Chaetoceros dan Skeletonema. Menurut Sweeney & Wyban (1991) stadia zoea
1 (Z1) dan zoea 2 (Z2) masing-masing akan berkembang dalam selang waktu 2
hari, sedangkan zoea 3 (Z3) akan berkembang menjadi mysis 1 (M1) dalam
waktu 1 hari. Setelah tiga kali berubah, zoea mengalami metamorfosis menjadi
mysis, dan terjadi perubahan pola makan dari herbivora menjadi karnivora, atau
mulai memakan zooplankton, seperti rotifer dan naupli Artemia (Elovaara 2001).
Setelah mengalami perubahan tiga kali mysis yang bersifat plankonik berubah
menjadi postlarva. Postlarva sudah terlihat seperti udang dewasa, dan sudah
bersifat bentik .
Kecepatan molting pada stadia zoea dipengaruhi oleh kondisi kultur. Di
bawah kondisi kultur yang optimum, zoea berubah melalui 3 substadia (Z1-Z3)
selama 5 hari (36 jam setiap stadia). Pada stadia Z1 mata tidak kelihatan, namun
pada akhir stadia ini sudah terlihat. Tubuhnya ramping dan tidak dilindungi oleh
karapas, telsonnya sudah berkembang dengan baik dan kelihatan seperti ekor
yang bercabang.
Z1 mengalami perubahan menjadi Z2 dalam waktu 30-40 jam, dan pada
stadia Z2 ini mata dan rostrum sudah terlihat jelas. Rostrumnya terletak pada
ujung anterior karapas dan panjangnya setengah dari karapas. Karapas pada Z2
memiliki sepasang duri (supra-orbital spine) diatas matanya. Z2 mengalami

5

perubahan menjadi Z3 dalam waktu 30-40 jam, ditandai dengan berkembangnya
uropod pada ujung posterior. Setelah stadia Z3 lengkap, larva berubah menjadi
mysis. Bentuk tubuhnya secara umum hampir sama dengan udang dewasa. Di
bawah kondisi yang optimum, tiga substadia mysis dicapai dalam waktu 3 hari
(24 jam per stadia). Zoea cenderung berenang dipermukaan air, tetapi mysis
mulai berenang di bagian kolom air. Mysis berada dalam kolom air dengan posisi
kepala dibawah dan ekor ke arah atas ke permukaan air.

Tingkat Kelangsungan Hidup dan Masa Kritis Perkembangan Larva
Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup merupakan indikator
keberhasilan pemeliharaan larva (Bransden MP et al. 2005). Oleh karena itu
dalam pemeliharaan larva dan post larva udang perlu ditunjang oleh kualitas
larva yang baik. Persentase tingkat kelangsungan hidup yang mencapai stadia
zoea, atau keberhasilan bermetamorphosis dari naupli menjadi zoea merupakan
salah satu kriteria kualitas larva udang vaname. Morfologi larva, seperti panjang
naupli, zoea dan mysis tidak berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup
larva udang vaname (Racotta et al. 2004).
Stadia zoea dan mysis adalah fase pertumbuhan cepat, dan merupakan
waktu yang sangat kritis karena pada saat itu larva udang sangat rentan dan
sering terjadi tingkat kematian yang tinggi. Dengan pola pemeliharaan secara
tradisional di bak outdoor menggunakan teknik yang sederhana, air yang tidak
diberi perlakuan, kepadatan tebar yang rendah dan bak pemeliharaan yang kecil
diperoleh tingkat kelangsungan hidup larva vaname sekitar 50%, sedangkan
metode pemeliharaan yang intensif dengan padat tebar tinggi dengan kondisi
lingkungan pemeliharaan yang terkontrol dapat mencapai tingkat kelangsungan
hidup 70-80% (Elovaara 2001).
Naupli dengan cadangan nutrien tinggi memiliki kemungkinan untuk
bertahan hidup selama bermetamorphosis menjadi zoea dan selama stadia zoea
dan mysis terjadi adaptasi fisiologis dengan makanan yang berasal dari luar
(Lovvet & Felder 1990). Larva udang biasanya mengkonsumsi pakan hidup dan
meskipun

masih

stadia

protozoea,

beberapa

spesies

dapat

mencerna

zooplankton berukuran kecil seperti rotifer atau naupli Artemia (Yufera et al.
1984; Kurmaly et al. 1989; Jones et al. 1997).

6

Pemanfaatan Pakan Alami
Rotifer
Sampai saat ini pakan alami masih merupakan pakan utama untuk larva
ikan laut dan krustasea yang belum dapat digantikan kualitas nutriennya secara
lengkap oleh pakan buatan (Sorgeloos et al. 2001; Suprayudi et al. 2004). Rotifer
telah lama dan secara luas digunakan sebagai pakan alami untuk larva ikan laut
dan krustasea yang baru menetas karena ukurannya sesuai dengan bukaan
mulut

larva,

teknologi

produksi

massalnya

sudah

dikuasai

dan

terus

dikembangkan (Sorgeloos 1998), memiliki kecepatan renang rendah, hidup
melayang dalam air sehingga mudah ditangkap oleh larva (Waynarovich &
Horvath 1980), serta dapat dilakukan pengkayaan dengan asam lemak tak jenuh
rantai panjang sehingga zat-zat tersebut mudah ditransfer ke dalam tubuh larva
(Sargent et al. 1989; Dhert et al. 2001)
Rotifer merupakan zooplankton yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan
alami udang vaname dan telah lama dikembangkan. Salah satu rotifer laut yang
telah dikembangkan dewasa ini adalah Brachionus rotundiformis yang biasa
disebut sebagai rotifer tipe-S, yang memiliki panjang lorika 100-210 μm (rerata
160 μm) (Sorgeloos 1996). Watanabe (1998) menyatakan bahwa rotifer
merupakan pakan alami yang paling cocok bagi larva ikan laut yang baru
menetas karena kebutuhan akan protein sebesar 40-60% dan lemak sebesar 1316% dapat dipenuhi.
Profil asam lemak pada rotifer sangat menentukan kualitas rotifer, dan
umumnya ditunjukkan oleh kandungan n-3 HUFA (highly unsaturated fatty acids)
serta perbandingan antara kandungan EPA (eicosapentaenoic acid, 20:5n-3) dan
DHA (docosahexaenoic acid, 22:6n-3). Rotifer mempunyai kemampuan untuk
mensintesa beberapa jenis n-3 HUFA dari rantai karbon 18 (C-18) asam lemak
tak jenuh n-3, akan tetapi laju sintesanya sangat rendah sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan larva ikan laut dan krustasea pada fase pertumbuhan yang
sangat cepat (Kanazawa et al. 1979; Kayama et al. 1980). Rendahnya
kandungan n-3 HUFA terutama EPA dan DHA, membuat kualitas nutrien rotifer
sangat

rendah

(Watanabe

1993)

padahal

sangat

dibutuhkan

untuk

kelangsungan hidup dan keberhasilan perkembangan larva (Sargent et al. 1997,
1999). Oleh karena itu pengkayaan rotifer dengan n-3 HUFA merupakan proses
yang penting dalam menentukan keberhasilan pada budidaya ikan laut (Dhert et

7

al. 2001). Suprayudi (2003) menyatakan bahwa asam lemak esensial dari rotifer
ditentukan oleh jenis bahan pengkaya, lama waktu pengkayaan dan macam zat
pengkaya. Hasil percobaan Fernandez-Reiriz et al. (1993) membuktikan bahwa
kandungan gizi rotifer dapat ditingkatkan dengan memperkaya asam lemak n-3
melalui teknik pengkayaan.

Artemia
Artemia biasa digunakan sebagai pakan alami untuk larva ikan laut dan
krustasea, tetapi naupli Artemia mengandung n-3 HUFA, terutama EPA dan DHA
yang sangat rendah (Han et al. 2000; Suprayudi et al. 2002). Dengan
keuntungan dari karakteristik cara makan naupli Artemia, dimungkinkan untuk
meningkatkan nilai nutriennya yang kekurangan n-3 HUFA. Ketika berubah
menjadi stadia instar 2 (8 jam setelah menetas), naupli Artemia

merupakan

zooplankton yang “non selektif particle feeders”, sehingga dikembangkan metoda
yang sederhana untuk memasukkan berbagai macam nutrisi tambahan ke dalam
Artemia sebelum diberikan sebagai pakan pada larva. Metode ini disebut
bioenkapsulasi, atau dinamakan juga pengkayaan Artemia, yang secara luas
digunakan pada hatchery ikan laut dan krustasea untuk meningkatkan nilai
nutrien Artemia dengan asam lemak esensial. Tidak sama dengan pakan alami
lainnya seperti rotifer, pengkayaan Artemia dengan DHA lebih sulit karena sifat
katabolisme dari asam lemak ini pada pengkayaan sehingga menghasilkan rasio
DHA/EPA rendah (Sorgeloos et al. 2001).
Tingkat keberhasilan dalam memodifikasi profil asam lemak pada Artemia
dipengaruhi oleh tipe dari bahan pengkaya, kondisi pengkayaan dan jenis
Artemia yang diberikan (Han et al. 2000). Pada akhir stadia mysis, larva udang
vaname mulai bersifat sebagai karnivora sehingga sudah dapat diberikan
makanan berupa naupli Artemia. Beberapa penelitian memperlihatkan adanya
peningkatan kandungan asam lemak n-3 HUFA naupli Artemia setelah dilakukan
pengkayaan (Rees et al. 1994; Karim 1998; Robin JH 1998).

Faktor Penentu Perkembangan Larva Vaname
Lemak dan Asam Lemak Essensial
Lemak dibutuhkan sebagai sumber energi metabolik (ATP) dan sebagai
bahan untuk pemeliharan struktur dan integritas membran sel dalam bentuk

8

fosfolipid. Komponen penyusun fosfolipid adalah asam lemak. Ada dua asam
lemak yang menyusun lemak yaitu asam lemak non esensial yang dapat
disintesis oleh tubuh dan asam lemak esensial yang harus diperoleh dari luar
tubuh (Jobling 2002).
Asam lemak esensial, terutama kelompok HUFA (highly unsaturated fatty
acids) dan PUFA (poly unsaturated fatty acids) mempunyai peranan yang
penting untuk kegiatan metabolisme tubuh organisme, komponen membran
(fosfolipid dan kolesterol), hormon (metabolisme steroid dan vitamin D), aktivasi
enzim-enzim tertentu, precursor dari prostanoids dan leukosit, memelihara
struktur dan fungsi membran sel serta precursor eicosanoid (Bhagavan 1982;
Sargent et al. 1989; Ibeas et al. 1994). Asam lemak yang essensial bagi
krustasea yaitu 18:2n-6 (linoleat), 18:3n-3 (linolenat), 20:5n-3 (eicosapentaenoat,
EPA) dan 20:6n-3 (docosahexanoat, DHA) (D’Abramo 1997). EPA dan DHA
memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan dan kelangsungan
hidup krustasea (D’Abramo & Sheen 1993; Suprayudi et al. 2004).
HUFA seperti EPA, DHA dan arachidonic acid termasuk asam lemak
esensial dan merupakan nutrisi penting karena terbatasnya kemampuan udang
vaname untuk mengelongasi dan mendesaturasi rantai pendek PUFA menjadi
HUFA sehingga pemenuhan kebutuhannya harus terdapat dalam pakannya
(Gonzales-Felix et al. 2002).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan asam
lemak esensial n-3 yang diberikan dengan teknik pengkayaan pada rotifer dan
Artemia telah meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, daya
tahan tubuh dan mempercepat perkembangan beberapa jenis larva krustasea
dan ikan laut (Kanazawa 1997; Gapasin & Duray 2001; Suprayudi et al. 2002a).
DHA adalah asam lemak n-3 rantai panjang yang termasuk kelompok n-3
HUFA, dan merupakan salah satu pembangun jaringan neural. DHA juga
berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan udang dan biasanya
digunakan untuk proses pengkayaan rotifer dan Artemia (Elovaara 2001).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa DHA lebih berperan dibanding EPA
dalam pigmentasi, pertumbuhan, perkembangan stadia pada larva ikan laut dan
krustasea (Mourente et al. 1993; Reitan et al. 1994; Suprayudi et al. 2002;
Bransden et al. 2005)

9

Kualitas Air
Berhasil tidaknya suatu usaha budidaya udang vaname antara lain
ditentukan oleh kemampuan mengendalikan faktor-faktor lingkungan. Agar
udang vaname yang dibudidayakan dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka
selain harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan
juga berada pada kisaran yang layak.
Salinitas merupakan masking faktor, yaitu faktor lingkungan yang
merubah atau menghambat bekerjanya faktor lain. Salinitas sangat besar
pengaruhnya terhadap proses metabolisme dan kelangsungan hidup udang.
Bilamana terjadi perubahan salinitas maka kelangsungan hidupnya ditentukan
oleh kemampuan adaptasi. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi, atau rendah dan
fluktuasinya lebar dapat menyebabkan kematian pada larva udang. Untuk stadia
larva salinitas yang layak adalah 26-36 ppt (Sweeney & Wyban 1991; Elovaara
2001).
Suhu air mempengaruhi laju metabolisme dan pengeluaran energi udang.
Di samping itu suhu juga akan mempengaruhi kelarutan gas-gas dalam air.
Meskipun udang vaname mampu mentoleransi suhu pada kisaran tertentu, tetapi
untuk dapat tumbuh dengan baik pada stadia larva diperlukan suhu sekitar 2729ºC (Sweeney & Wyban 1991; Elovaara 2001).
Nilai pH air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya racun
ammonia, di mana semakin meningkat pH pada kadar tertentu akan
menyebabkan daya racun ammonia akan semakin meningkat. Untuk stadia larva
pH yang layak untuk udang vaname berkisar antara 7.8-8.4, dengan pH optimum
8.0 (Elovaara 2001).
Oksigen dalam suatu perairan mutlak dibutuhkan oleh organisme air
untuk respirasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk kegiatan metabolisme. Di
samping itu adanya oksigen terlarut akan mempercepat reaksi kimiawi dari
bahan-bahan toksik yang membahayakan kehidupan organisme air. Untuk stadia
pascalarva udang vaname, kadar oksigen yang dapat menunjang pertumbuhan
udang berada pada kisaran 5-7 mg/l (Sweeney & Wyban 1991).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT
Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo,
Lampung Selatan. Analisa asam lemak dilakukan di Laboratorium Food
Technology Departement, PT Charoen Pokphan Indonesia.
Materi Penelitian
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang
vaname (Litopenaeus vannamei) stadia zoea 2 (Z2). Larva tersebut diperoleh
dari hasil penetasan induk di Maturation and Nauplii Production Department PT
Centralpertiwi Bahari.

Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pakan alami dan
pakan buatan. Pakan alami yang digunakan adalah rotifer (Brachionus
rotundiformis) dan naupli Artemia yang diperkaya dengan DHA 70 G. Rotifer
sebagai pakan uji diperoleh dari hasil kultur di Algae Production Department PT
Centralpertiwi Bahari, sedangkan naupli Artemia berasal dari penetasan kista
merk Mackay dengan hatching rate 90%. Pakan buatan yang digunakan adalah
CP Star 100, 200 dan 300 (protein 38%, lipid 9.5%, serat 4%, dan abu 15%),
Lanzy-Shrimp ZM, MPL dan PL (protein 48%, lipid 13%, serat kasar 2.5% dan
kadar air 8%). Bahan pengkaya rotifer dan Artemia adalah DHA 70G (Nippon
Kagaku Shiryo Co., LTD, Japan; mengandung 70.7% DHA dan 5.2% EPA).
Wadah dan Media
Wadah penelitian yang digunakan adalah toples plastik 1.5 liter yang diisi
dengan air laut sebanyak 1 liter. Air media yang digunakan adalah air laut
bersalinitas 31 ppt dan sebelum digunakan telah melewati proses ozonisasi.
Kemudian air laut tersebut ditampung dalam fiber 500 liiter dan diberi EDTA 5
ppm sebelum digunakan. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan
agar tetap stabil, maka semua wadah penelitian ditempatkan dalam system water

11

bath yang diberi thermostat sehingga suhunya berada pada kisaran 29-31ºC.
Sedangkan untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarutnya, setiap
wadah penelitian diberi aerasi dengan menggunakan selang yang dihubungkan
dengan pipet Pasteur. Wadah penelitian diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Wadah penelitian
Pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut.
Suhu diukur dengan thermometer batang dan salinitas diukur dengan hand
refraktrometer Atago Smill yang masing-masing diamati setiap hari. Oksigen
terlarut dan pH dilakukan pengukuran setiap dua hari sekali mengunakan DO
meter YSI 51B dan pH meter WTW 320.
Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian suhu 30 ºC, salinitas 31
ppt, pH penelitian pertama 8.15-8.37 dan penelitian kedua 8.25-8.27, oksigen
terlarut pada penelitian pertama 5.40-5.55 mg/l dan penelitian kedua 5.06-5.48
mg/l (Lampiran 1).

12

Metode Pemeliharaan
Penyediaan Rotifer
Rotifer (Brachionus rotundiformis) diperoleh dari hasil kultur dengan
menggunakan bak bervolume 1 ton (Lampiran 2). Pakan yang digunakan untuk
rotifer adalah phytoplankton jenis Nannochloropsis sp yang sebelumnya dikultur
pada bak berukuran 1 ton (Lampiran 2).
Penetasan Kista Artemia
Untuk memperoleh naupli Artemia , kistanya diinkubasi selama 24 jam di
dalam wadah penetasan yang terbuat dari fiber dengan dasar berbentuk kerucut
berkapasitas 230 liter (Lampiran 2). Media air laut yang digunakan bersalinitas
30-32 ppt, dan kepadatan kista yang ditetaskan adalah 5 gr/lt. Selama proses
penetasan wadah diaerasi kuat. Kista yang menetas dipanen lewat bawah
dengan menyaring dengan planktonet mesh 300.
Pengkayaan Rotifer dan Naupli Artemia
Bahan yang digunakan untuk pengkayaan Brachionus rotundiformis dan
naupli Artemia adalah DHA 70 G (Nippon Kagaku Shiryo Co., LTD, Japan;
mengandung 70,7% DHA dan 5,2% EPA).
Pengkayaan Rotifer
Untuk teknik pengkayaan rotifer adalah dengan memasukkannya ke
dalam ember berkapasitas 10 liter yang diisi air laut dengan kepadatan 1000
ind/ml. Salinitas air laut berkisar 30-32 ppt dan dilakukan aerasi. Bahan
pengkaya dan kuning telur (sesuai dengan dosis perlakuan) dimasukkan ke
dalam air akuadest 200 ml dan diemulsikan selama 2 menit (Suprayudi et al.
2002). Setelah diemulsikan, media pengkaya tersebut dimasukkan ke dalam
wadah pengkayaan yang telah berisi rotifer. Pengkayaan dilakukan selama 6
jam.
Pengkayaan naupli Artemia
Untuk teknik pengkayaan naupli Artemia adalah dengan memasukannya
ke dalam fiber berkapasitas 230 liter yang diisi air laut dengan kepadatan 200000
ind/l (Karim 1998). Salinitas air laut yang digunakan berkisar 30-32 ppt dan

13

dilakukan aerasi. Bahan pengkaya dan kuning telur (sesuai dengan dosis
perlakuan) dimasukkan ke dalam akuadest 200 ml dan diemulsikan selama 2
menit (Suprayudi et al. 2002). Setelah diemulsikan, media pengkaya tersebut
dimasukkan ke dalam wadah pengkayaan yang telah berisi naupli Artemia .
Pengkayaan dilakukan selama 12 jam (Karim 1998).

Pemeliharaan Induk
Induk yang digunakan merupakan jenis SPF (Spesific Pathogen Free)
yang berasal dari Hawaii, USA. Bobot induk betina yang digunakan sebesar 50 g
dan bobot induk jantannya sebesar 40 g. Induk udang vaname yang telah
diablasi dipelihara dalam bak beton yang berukuran 3x11x0,9 m yang diisi
dengan air laut sebanyak 24 – 28 ton dengan salinitas 30-32 ppt dan suhu 25ºC.
Pada bak pemeliharaan tersebut dilengkapi sistem sirkulasi dan diberi aerasi.
Selama pemeliharaan, induk udang vaname diberi pakan berupa cacing 6 kali
sehari sebanyak 25% bobot biomas/hari. Untuk menjaga kualitas air setiap hari
dilakukan pergantian air sebanyak 200% dan penyiponan untuk membersihkan
feces dan sisa pakan yang tidak termakan.
Seleksi induk matang telur dilakukan setiap hari selama pemeliharaan,
yang dimulai pada hari ke dua setelah ablasi. Seleksi dilakukan terhadap induk
betina yang telah mencapai tingkat kematangan gonad ke-4 (TKG-4), yang
ditandai dengan penuhnya ovary di daerah punggung, setelah itu induk
dipindahkan ke bak spawning bervolume 2,5 ton.

Penetasan Telur dan Pemanenan Naupli Vaname
Pelepasan telur biasanya terjadi 24 jam setelah induk dipindahkan ke bak
spawning. Selama proses penetasan telur dilakukan pengadukan telur untuk
mencegah terjadinya pengendapan di dasar bak. Induk yang telah mengeluarkan
telur kemudian dipindahkan lagi ke bak pemeliharaan. Penetasan telur biasanya
terjadi 12-18 jam setelah induk spent, dan dilakukan di bak spawning.
Naupli yang telah mencapai instar 5 kemudian dipanen dan harus
memenuhi kriteria bebas dari SEMBV, IHHNV, TSV, luminescent bakteri dan
jamur serta memiliki hatching rate > 30% . Pemanenan naupli dilakukan dengan
mematikan aerasi di bak spawning dan menghidupkan lampu pijar agar naupli
cepat naik ke permukaan dan siap dipanen dengan menggunakan seser halus
kemudian diambil dengan gayung

14

Sampel Asam Lemak
Untuk mengetahui kadar asam lemak n-3 yang ada pada rotifer, Artemia
dan larva udang vaname dilakukan dengan memelihara larva udang vaname di
wadah yang terpisah. Wadah yang digunakan adalah fiber berbentuk bulat
dengan volume 500 liter sebanyak 5 buah untuk penelitian tahap pertama dan 4
buah untuk penelitian tahap kedua. Wadah tersebut diisi air laut sebanyak 450
liter dan diisi dengan larva udang vaname dengan kepadatan 100 ind/l serta
diaerasi dan diberi thermostat. Setiap hari larva udang vaname diberi pakan
sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Setiap pengambilan sampel
diambil sebanyak 2 g dengan saringan kemudian dimasukkan dalam plastik
kedap udara dan disimpan di dalam freezer.
Rancangan Penelitian dan Analisa Data

Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) yang dilakukan dalam dua tahap dan masing-masing perlakuan dalam
kedua tahap tersebut terdiri dari 3 ulangan. Penelitian pertama adalah
pengkayaan dengan DHA 70G terhadap rotifer yang akan diberikan pada larva
udang vaname stadia Z2 sampai PL1. Perlakuan pada penelitian tahap pertama
ini adalah :
A. Pakan buatan tanpa pemberian rotifer
B. Rotifer+minyak kelapa 100 µL/L+pakan buatan
C. Rotifer+DHA 70G 25 µL/L+minyak kelapa 75 µL/L+pakan buatan
D. Rotifer+DHA 70G 50 µL/L+minyak kelapa 50 µL/L+pakan buatan
E. Rotifer+DHA 70G 75 µL/L+minyak kelapa 25 µL/L+pakan buatan
Pada tahap kedua adalah pengkayaan dengan DHA 70G terhadap
Artemia yang akan diberikan pada larva udang vaname stadia PL1 sampai PL10.
Perlakuan pada penelitian tahap kedua ini adalah :
A. Artemia+minyak kelapa 100 µL/L+pakan buatan
B. Artemia+DHA 70G 25 µL/L+minyak kelapa 75 µL/L+pakan buatan
C. Artemia+DHA 70G 50 µL/L+minyak kelapa 50 µL/L+pakan buatan
D. Artemia+DHA 70G 75 µL/L+minyak kelapa 25 µL/L+pakan buatan

15

Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh rotifer dan Artemia yang telah diperkaya
dengan asam lemak terhadap tingkat kelangsungan hidup dan intermolt period,
data diplotkan dalam suatu tabel dan dilakukan analisis sidik ragam antar
perlakuan. Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata
kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan (Program SPSS 13.0 for Windows).
Untuk data kandungan asam lemak dan kualitas air akan ditampilkan dalam
bentuk tabel dan diinterprestasikan secara deskriptif.

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian Tahap Pertama
Setelah mendapatkan naupli dari induk udang vaname yang telah
dipijahkan, larva dipelihara pada tank 500 liter untuk dipelihara sampai dengan
stadia Z2. Setelah berubah menjadi stadia Z2, larva udang vaname dipindahkan
pada wadah penelitian. Sebelum memasukkan hewan uji dalam wadah
penelitian, wadah tersebut terlebih dahulu ditempatkan secara acak pada system
water bath dan diisi dengan air laut sebanyak 1 liter dan diberi aerasi. Kemudian
larva udang vaname dimasukkan dalam wadah penelitian dengan kepadatan 100
ind/l, kemudian diberikan pakan sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Jumlah
rotifer yang diberikan ditunjukkan pada Tabel 1. Larva tersebut dipelihara sampai
dengan stadia PL1. Penelitian tahap pertama ini untuk melihat respon terhadap
tingkat kelangsungan hidup yang paling bagus dari 7 perlakuan tersebut.

Penelitian Tahap Kedua
Setelah mendapatkan naupli dari induk udang vaname yang telah
dipijahkan, larva dipelihara pada tank 500 liter untuk dipelihara sampai dengan
stadia mysis 3. Selama pemeliharaan larva udang vaname diberi pakan sesuai
hasil penelitian pertama yang memberikan respon terbaik untuk tingkat
kelangsungan hidup. Setelah berubah menjadi PL1, larva udang vaname
dipindahkan pada wadah penelitian. Sebelum memasukkan hewan uji dalam
wadah penelitian, wadah tersebut terlebih dahulu ditempatkan secara acak pada
system water bath dan diisi dengan air laut sebanyak 1 liter dan diberi aerasi.
Kemudian larva udang vaname dimasukkan dalam wadah penelitian dengan
kepadatan 100 ind/l, kemudian diberikan pakan sesuai dengan perlakuan yang

16

diberikan. Jumlah naupli Artemia yang diberikan ditunjukkan pada Tabel 1. Larva
tersebut dipelihara sampai dengan stadia PL 10.
Pakan buatan ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan skala
terkecil 0,0001 gr. Jumlah pakan buatan yang diberikan pada kedua tahap
percobaan seperti ditunjukkan pada Lampiran 3. Frekuensi pemberian pakan
dilakukan 5 kali sehari, 2 kali untuk pakan alami dan 3 kali untuk pakan buatan.
Pemberiannya dilakukan pada jam 04.00, 11.00, 15.00, 19.00 dan jam 23.00. Untuk
membuang pakan yang tersisa dan mempertahankan kualitas air dilakukan
pergantian air pada pagi hari. Pengamatan stadia larva dilakukan pagi hari, jika
ditemukan stadia yang berbeda pada wadah perlakuan yang sama, maka larva
tersebut dipisahkan pada wadah yang berbeda. Kualitas air yang diamati adalah
suhu air dan salinitas yang diamati setiap hari serta pH dan kandungan oksigen
terlarut yang diamati setiap dua hari sekali. Pengamatan kualitas air tersebut
dilakukan pada pagi hari.
Disamping penelitian dalam wadah 1 liter, juga dilakukan pemeliharaan
larva udang vaname pada wadah 500 liter dengan perlakuan yang sama dengan
wadah 1 liter untuk mengambilan sampel pada pengamatan kandungan asam
lemak larva udang vaname tersebut.
Tabel 1. Jumlah rotifer dan Artemia (ind/ml) yang diberikan
Stadia

Rotifer (ind/ml)

Z2

2

Z3

5

Z3-2

7

M1

10

M2

15

M3

20

M3-2

25

Artemia (ind/ml)

PL1 – PL 7

8

PL 8 – PL 10

10

17

Metode Pengukuran dan Pengamatan Peubah
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup larva udang vaname selama pemeliharaan
dihitung dengan menggunakan rumus :
SR = Nt/No x 100%
Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup larva udang vaname (%)
Nt = Jumlah larva udang vaname yang hidup sampai akhir penelitian
No = Jumlah larva udang vaname pada awal penelitian
Intermolt Period
Intermolt periode larva udang vaname dihitung dengan menggunakan
rumus (Suprayudi et al. 2004), yaitu:





N. t ⎤
Dt = ⎢ ;

N ⎥⎦
⎢⎣

Keterangan :
Dt = Development time atau intermolt period (hari)
N = jumlah larva dengan stadia pada waktu tertentu
t = waktu
Analisis Kimia
Analisis asam lemak dilakukan pada rotifer, Artemia dan larva udang
vaname stadia zoea 3, mysis 2, PL1, PL5 dan PL10. Asam lemak yang diamati
meliputi eicosapentaenoic acid (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), arachidonic
acid (AA), linoleic acid (LA) dan linolenic acid (LNA). Metode analisa asam lemak
tersebut dijelaskan lebih rinci pada Lampiran 4 dan 5.

HASIL DAN PEMBAHA