Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan

ANALISIS SIFAT FISIK TANAH PADA BEBERAPA TIPE
PENUTUPAN LAHAN DI AREA OPERASIONAL TAMBANG
BIJIH BESI PT. SILO, KALIMANTAN SELATAN

GUNAWAN RUKMANA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sifat
Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional
Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Gunawan Rukmana
NIM E44100026

ABSTRAK
GUNAWAN RUKMANA. Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe
Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO,
Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh YADI SETIADI dan OMO
RUSDIANA.
Salah satu fungsi hutan di antaranya berperan dalam menjaga
kestabilan siklus hidrologi yang terjadi di alam. Siklus hidrologi penting
kaitannya dengan penyediaan air di tanah. Fungsi ini dapat terganggu karena
adanya perubahan lahan hutan menjadi lahan lainnya, salah satunya yaitu
lahan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada umumnya identik dengan
pembukaan lahan. Bukaan lahan dan perubahan tutupan lahan hutan menjadi
tutupan lahan lainnya dapat menyebabkan perubahan sifat fisik tanah,

sehingga berdampak pada jumlah air yang dapat disimpan dalam tanah.
Metode penelitian dalam pengambilan sampel tanah dilakukan berdasarkan
metode purposive sampling yang diaplikasikan pada empat tipe penutupan
lahan (semak, hutan sekunder, lahan revegetasi, dan permukiman), masingmasing diambil tiga sampel tanah representatif, sehingga setiap sampel
dianggap dapat mewakili kondisi fisik tanahnya. Parameter sifat fisik tanah
yang diukur adalah bobot isi, porositas, kadar air, pori drainase,
permeabilitas, dan laju infiltrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perubahan jenis lahan hutan sekunder meningkatkan bobot isi tanah,
menurunkan persentase porositas, persentase kadar air, persentase pori
drainase, permeabilitas, dan laju infiltrasinya. Hal ini berdampak pada
berkurangnya air yang dapat masuk ke dalam tanah.
Kata kunci: bobot isi, kadar air, laju infiltrasi, permeabilitas, pori drainase,
porositas

ABSTRACT
GUNAWAN RUKMANA. The Analysis of Physical Soil Properties in
Several Landuse Type on Operational Ores Mining Area in PT. SILO, South
Borneo. Supervised by YADI SETIADI and OMO RUSDIANA.
One of the functions of forests play a role in maintaining the stability
of the hydrological cycle that occurs in nature. Hydrological cycle is

important with the provision of water in the ground. Functions of forests in
maintaining the stability of the hydrological cycle can be disrupted by a
change of forest land to other land, one of which is land mines. Mining
activities are generally synonymous with land clearing. Aperture land and
forest land cover change into other land cover can cause changes in the
physical properties of the soil, so the impact on the amount of water that can
be stored in the soil. The method of soil sampling conducted by purposive
sampling method was applied to the four types of land cover (shrubs,
secondary forest, land revegetation, and settlements), each representative
soil sample taken three so that each sample is considered to represent the
physical condition of the soil. Parameters of soil physical properties were
measured bulk density, porosity, water content, pore drainage, permeability,
dan infiltration. The results showed that the change in the type of secondary
forest land increases soil bulk density, porosity lower the percentage, the
percentage of water content, percentage of pore drainage, permeability, and
infiltration. This has an impact on the water can get into the soil, so that the
amount of water that can enter the soil is reduced.
Keywords: bulk density, water content, infiltration, permeability, pore
drainage, porosity


ANALISIS SIFAT FISIK TANAH PADA BEBERAPA TIPE
PENUTUPAN LAHAN DI AREA OPERASIONAL TAMBANG
BIJIH BESI PT. SILO, KALIMANTAN SELATAN

GUNAWAN RUKMANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan
Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO,

Kalimantan Selatan
Nama
: Gunawan Rukmana
NIM
: E44100026

Disetujui oleh

Dr Ir Omo Rusdiana, M Sc
Pembimbing II

Dr Ir Yadi Setiadi, M Sc
Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Juli ini berjudul
Analisis Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Area
Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yadi Setiadi, M Sc
dan Dr Ir Omo Rusdiana, M Sc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Gunawan Rukmana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

3


KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel Tanah
Keadaan Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan
SIMPULAN DAN SARAN

8
10
20

Simpulan

20


Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kelas bobot isi tanah
Kelas porositas tanah
Kelas pori drainase tanah
Kelas permeabilitas tanah
Kelas laju infiltrasi
Persentase luasan setiap jenis tutupan lahan
Bobot isi tanah (gr/cm3) setiap jenis penutupan lahan
Porositas tanah (% volume) setiap jenis penutupan lahan
Hasil analisis rata-rata kadar air (% volume)
Persentase pori drainase sangat cepat (% volume) setiap jenis
penutupan lahan
Permeabilitas (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan
Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan

4
5
6
6
7
10
11
12
13
15
15
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5

6
7
8

Peta pengambilan contoh tanah utuh di berbagai penutupan
lahan
Pengambilan sampel tanah pada lahan semak (a) pengambilan
sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel tanah pada lahan hutan sekunder (a)
pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan
sampel tanah
Pengambilan sampel tanah pada lahan revegetasi
Pengambilan sampel tanah pada lahan permukiman (a)
pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar lokasi
pengambilan sampel
Grafik kadar air tanah pada berbagai jenis penutupan lahan
Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan
Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan
berdasarkan model Kostiakov

3
8

9
9

10
14
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil Pengkelasan parameter-parameter sifat fisik tanah
Rata-rata pengukuran laju infiltrasi observasi
Laju infiltrasi model Kostiakov
Peta titik pengambilan contoh tanah utuh

22
23
25
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu fungsi hutan di antaranya berperan dalam menjaga
kestabilan siklus hidrologi yang terjadi di alam. Siklus hidrologi penting
kaitannya dengan penyediaan air di tanah. Tanah merupakan suatu unsur
yang ada di alam yang disusun oleh bahan-bahan padat, cair, dan gas.
Ketika musim hujan terjadi, hutan dapat menyimpan air dalam pori
tanahnya dan ketika musim kemarau hutan dapat mengalirkan air yang ada
di dalam tanah, sehingga kelestarian sumberdaya air dapat terjaga.
Fungsi hutan dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dapat
terganggu dengan adanya perubahan lahan hutan menjadi lahan lainnya,
salah satunya yaitu lahan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada
umumnya identik dengan pembukaan lahan. Adanya pembukaan lahan ini
maka diperlukan suatu tindakan revegetasi pada lahan tersebut. Namun
demikian, proses suksesi alami hutan dapat terjadi dengan sendirinya
dengan menimbulkan vegetasi baru seperti semak, tetapi prosesnya
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dengan perbedaan vegetasi dan
bukaan lahan yang ada di atas permukaan tanah, maka akan berpengaruh
pada sifat fisik tanah. Penutupan lahan yang tidak berdasarkan pada prinsip
konservasi tanah dan air akan cenderung mengubah sifat fisik tanah,
sehingga tanah tersebut menjadi rentan mengalami erosi yang berlebihan.
Jika hal ini terus berlangsung, maka kondisi lahan akan rusak dan
persediaan air akan terus berkurang.
Sifat fisik tanah dapat menentukan seberapa besar air yang dapat
disimpan dalam tanah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang
analisis sifat fisik tanah pada beberapa tipe penutupan lahan, sehingga dapat
diketahui dampak perubahan penutupan lahan terhadap sifat fisik tanah.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sifat
fisik tanah pada beberapa tipe penutupan lahan di area operasional tambang
bijih besi PT. SILO dengan jenis tanah asosiasi tropudults; dystropepts;
haplorthox?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisik tanah pada
beberapa tipe penutupan lahan di area operasional tambang bijih besi PT.
SILO, Kalimantan Selatan.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menyajikan informasi mengenai
sifat fisik tanah pada beberapa jenis penutupan lahan di area operasional
tambang bijih besi PT. SILO, sehingga dari informasi ini diharapkan dapat
membantu dalam pengambilan keputusan untuk penerapan prinsip
konservasi tanah dan air.

METODE
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah tanah di setiap jenis
penutupan lahan, yaitu lahan permukiman, lahan semak, lahan revegetasi
bekas tambang bijih besi, dan lahan hutan sekunder serta peta sistem lahan
skala 1 : 250.000.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ring sample, GPS,
kamera digital, plastik, cangkul, balok, perangkat lunak Microsoft Excel
2010, perangkat lunak Arc View 3.2, dan alat tulis.

Prosedur Analisis Data
Pengambilan sampel tanah diambil dilakukan secara purposive
sampling pada kedalaman 1-20 cm dengan pertimbangan jenis tanah dan
jenis penutupan lahan dimana dari setiap jenis penutupan lahan diambil 3
titik sampel tanah. Pengambilan sampel tanah menggunakan contoh tanah
utuh untuk bobot isi, porositas, kadar air, pori drainase, dan permeabilitas,
sedangkan untuk pengukuran infiltrasi menggunakan double ring
infiltrometer.

3

Gambar 1 Peta pengambilan contoh tanah
utuh di berbagai penutupan
lahan di area operasional
tambang bijih besi PT. SILO
Pengukuran dan pengkelasan parameter sifat fisik tanah
Bobot isi
Penetapan nilai bobot isi tanah dilakukan dengan menimbang ring
tanpa tutupnya untuk mengetahui berat tanah keadaan lapang beserta
ringnya yang kemudian diberi kode BB. Contoh tanah dimasukkan ke dalam
oven selama 24 jam pada suhu 105 0C, kemudian menimbangnya untuk
mengetahui berat tanah kering oven beserta ringnya yang kemudian diberi
kode BK1. Contoh tanah dalam ring sampel dibuang, lalu menimbang berat
ring sampelnya saja, diberi kode BR. Berat kering contoh tanah tanpa ring
yang kemudian diberi kode BK ditetapkan dengan Persamaan 1:
BK = BK1 – BR

(1)

Tinggi dan diameter sisi dalam ring sampel diukur, lalu ditentukan volume
tanah dalam ring sampel (Vt) dengan Persamaan 2:

4
Vt =
Keterangan:

(2)

= volume tanah dalam ring sampel (cm3)
= 3.14
= diameter bagian dalam ring
= tinggi ring sampel

Vt
π
d
t

bobot isi (g/cm3) ditetapkan dengan menggunakan Persamaan 3:
BI =
Keterangan:

BI
BK
Vt

(3)

= bobot isi tanah (gr/cm3)
= berat kering
= volume tanah dalam ring sampel (cm3)

Setelah didapatkan nilai bobot isi tanah, kemudian nilai tersebut
dimasukkan kedalam kategori seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Kelas bobot isi tanah
No.
1
2
3
4

Kelas
Rendah (ringan)
Sedang (sedang)
Tinggi (berat)
Sangat tinggi (sangat berat)

Bobot isi (g/cm3)
< 0.90
0.90-1.2
1.2-1.4
> 1.4

Porositas
Penetapan nilai porositas tanah ditentukan dengan menggunakan
metode nisbah bobot isi (BI) : bobot partikel (BP) melalui Persamaan 4:
Porositas = (1- (

)) x 100%

(4)

Keterangan: BP = bobot partikel tanah (cm3); biasanya tanah mempunyai
bobot partikel sebesar 2.65 g/cm3.
Setelah nilai porositas didapatkan, nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelas
porositas seperti yang terdapat pada Tabel 2.

5
Tabel 2 Kelas porositas tanah
No.
1
2
3
4
5
6

Kelas
Sangat porous
Porous
Baik
Kurang baik
Jelek
Sangat jelek

Porositas (%)
100
80-60
60-50
50-40
40-30
25.0
12.5-25.0
6.5-12.5
2.0-6.5
0.5-2.0
0.1-0.5
100 µm dengan pori total (Koorevaar
1983). Berdasarkan hasil analisis pori drainase tanah menunjukkan bahwa

15
persentase pori drainase sangat cepat hutan sekunder mempunyai persentase
yang lebih tinggi, yaitu sebesar 7.65 %. Untuk lahan revegetasi persentase
pori drainasenya sebesar 7.00 %, lahan permukiman sebesar 7.32 %, dan
lahan semak sebesar 6.79 %.
Tabel 10 Persentase pori drainase sangat cepat (% volume) setiap jenis
penutupan lahan
Lokasi
Semak
1
2

Pori drainase sangat cepat (% volume)
Hutan
Lahan revegetasi Permukiman
sekunder
4.56(SR)

6.42 (R)

6.16(R)

10.87(S)

7.86 (R)

8.71(R)

6.09(R)

8.09(R)

1.81(SR)

3.32(SR)

6.79(R)

7.65(R)

7.00(R)

7.23(R)

14.64(S)

7.52(R)

3
Ratarata

Keterangan: (SR) = sangat rendah, (R) = rendah, (S) = sedang

Walaupun lahan hutan sekunder mempunyai persentase pori drainase
sangat cepat yang paling besar diantara yang lainnya, nilai ini masuk ke
dalam klasifikasi kelas pori drainase rendah, sama halnya dengan ketiga
jenis penutupan lahan lainnya.
Permeabilitas
Berdasarkan hasil analisis permeabilitas tanah diperoleh nilai
permeabilitas tertinggi terdapat pada penutupan lahan hutan sekunder yaitu
sebesar 10.99 cm/jam, sedangkan nilai permeabilitas terendah terdapat pada
penutupan lahan semak, yaitu sebesar 5.79 cm/jam. Hal ini menunjukkan
bahwa lahan hutan mempunyai kemampuan permeabilitas lebih baik
dibandingkan dengan semak. Untuk lebih jelasnya hasil analisis
permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Permeabilitas (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan
Lokasi
Semak

Permeabilitas (cm/jam)
Hutan sekunder
Lahan
revegetasi

Permukiman

1
2

14.25 (C)
2.25 (S)

8.23 (AC)
13.56 (C)

16.23 (C)
12.47 (C)

7.12 (AC)
6.33 (S)

3
Ratarata

0.87 (AL)

11.21 (AC)

3.11 (S)

16.58 (C)

5.79 (S)

11.00 (AC)

10.60
(AC)

10.01
(AC)

Keterangan: (C) = cepat, (AC) = agak cepat, (S) = sedang, (AL) = agak lambat

16
Permeabilitas adalah kecepatan gerak air kolom tanah dan biasanya
dinyatakan dalam satuan cm/jam. Permeabilitas erat kaitannya dengan
tekstur dan struktur tanah. Adanya lapisan kedap air juga akan
mempengaruhi laju gerakan air. Pada dasarnya semakin kasar tekstur tanah
maka permeabilitas semakin cepat.
Permeabilitas secara kuantitatif dapat diartikan sebagai kesempatan
bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh.
Permeabilitas tanah berkaitan erat dengan laju udara dan air dalam tanah
yang tergantung dari jatah dan tipe ruang pori yang ada, struktur, dan tekstur
tanah. Tanah yang permeable harus mempunyai pori yang
berkesinambungan dan ukurannya cukup besar untuk pergerakan udara dan
air.
Permeabilitas pada hutan sekunder sebesar 11.00 cm/jam, semak
sebesar 5.79 cm/jam, lahan revegetasi sebesar 10.60 cm/jam, dan
permukiman sebesar 10.01 cm/jam. Jika dilihat nilai rata-rata permeabilitas
dari keseluruhan jenis penutupan lahan nilai permeabilitas jenis penutupan
semak jauh lebih kecil dibandingkan dengan keempat jenis penutupan lahan
lainnya. Hal ini diduga karena pada semak didominasi oleh kelas tekstur
debu atau liat sehingga mempunyai pori yang relatif lebih halus dari fraksi
pasir. Pori debu atau liat tersebut menghambat pergerakan air dan udara
dalam tanah sehingga permeabilitas yang terjadi rendah. Menurut
Syamsudin (2012), koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran
rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk
partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel,
makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.
Menurut Hardjowigeno (2003), permeabilitas adalah kecepatan laju air
dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan
drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya
mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar.
Berbeda dengan lahan hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan
permukiman dimana tekstur tanah diduga didominasi oleh tekstur pasir
dengan tekstur yang dimiliki relatif kasar sehingga memungkinkan
permeabilitas yang terjadi tinggi dimana pergerakan air dan udara dalam
tanah terjadi dengan bebas.
Berdasarkan kelas permeabilitas tanah yang tertera pada Tabel 4 ,
lahan semak termasuk kedalam permeabilitas sedang, sedangkan lahan
hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan permukiman termasuk ke dalam
permeabilitas agak cepat.
Laju infiltrasi
Peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah
secara vertikal disebut infiltrasi. Infiltrasi merupakan salah satu fase dalam
hidrologi, jika fase ini terganggu maka fluktuasi antara suplai air pada
musim penghujan dan di musim kemarau menjadi besar (Arsyad 1983).
Proses terjadinya infiltrasi disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi
bumi dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi
dan dibatasi oleh diameter pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air
hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Gaya

17
kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke bawah dan ke arah
horizontal. Pada tanah dengan pori-pori berdiameter besar gaya ini dapat
diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam yang
dipengaruhi gaya gravitasi. Dalam perjalanannya air mengalami penyebaran
kearah lateral akibat gaya tarik kapiler tanah, terutama kearah tanah dengan
pori-pori yang lebih sempit (Asdak 1995).
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang
masuk ke dalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi.
Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah
oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap.
Secara garis besar penetapan infiltrasi tanah dapat dilakukan dengan
metode infiltrometer dan analisis hidrograf (Haridjaja et al 1990). Metode
infiltrometer ini secara garis besar dapat dibedakan atas metode ring
infiltrometer dan curah hujan buatan. Penetapan infiltrasi dengan metode
ring infiltrometer dapat dilakukan dengan silinder tunggal, tetapi
kebanyakan menggunakan silinder ganda.
Schulz dalam Setiawan (1973) menyatakan bahwa pengukuran laju
infiltrasi dapat menggunakan ring infiltrometer berupa tube logam
berdiameter 30 cm dan panjangnya 60 cm. Infiltrometer ditanamkan ke
dalam tanah sedalam 10 cm. Untuk mencegah pengaliran ke samping,
digunakan ring penahan (buffer ring atau outter ring), dengan demikian
pengaliran air ke samping diusahakan seminimal mungkin.
Nilai rata-rata laju infiltrasi yang dilakukan pada lahan semak, lahan
hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan permukiman memberikan nilainilai yang berbeda baik pada masing-masing lokasi maupun antar ulangan
seperti yang disajikan pada lampiran 2. Nilai rata-rata laju infiltrasi
(cm/jam) dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) pada berbagai jenis penutupan
lahan
Lokasi
1.00
2.00
3.00
Ratarata

Semak
8.67(SdC)
8.00(SdC)
8.00(SdC)
8.22(SdC)

Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam)
Hutan Sekunder Lahan revegetasi
49.33(SC)
13.33(C)
41.33(SC)
11.33(SdC)
40.67(SC)
9.33(SdC)
43.77(SC)

11.33(SdC)

Permukiman
24.67(C)
9.33(SdC)
16.67(C)
16.89(C)

Keterangan: (SdC) = sedang cepat, (C) = cepat, (SC) = sangat cepat

Hasil analisis pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa pada
hutan sekunder mempunyai nilai laju infiltrasi rata-rata terbesar dengan nilai
0.73 cm/menit atau 43.77 cm/jam, sedangkan rata-rata laju infiltrasi
terendah sebesar 0.14 cm/menit atau 8.22 cm/jam. Hal ini menunjukkan
bahwa lahan hutan sekunder mempunyai laju infiltrasi yang baik
dibandingkan dengan lahan semak. Gambaran nilai rata-rata laju infiltrasi
keempat lokasi dapat dilihat pada Gambar 8.

18
1.6
laju infitrasi (cm/menit)

1.4
1.2
1
permukiman
0.8

lahan revegetasi

0.6

hutan sekunder

0.4

semak

0.2
0
0

20

40

60

80

100

waktu (menit)

Gambar 7 Laju infiltrasi observasi (cm/menit) pada berbagai jenis
penutupan lahan
Hasil analisis laju infiltrasi pada Gambar 8 menunjukkan bahwa laju
infiltrasi untuk lahan hutan sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan
lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman. Berdasarkan
klasifikasi laju infiltrasi menurut Berryman dalam Arianti (1999), seperti
yang disajikan pada Tabel 5, setiap jenis penutupan lahan memiliki laju
infiltrasi yang beragam. Lahan semak dan lahan revegetasi termasuk
kedalam klasifikasi laju infiltrasi yang sedang cepat, lahan permukiman
termasuk ke dalam klasifikasi laju infiltrasi cepat, dan lahan hutan sekunder
termasuk ke dalam klasifikasi laju infiltrasi sangat cepat.
Berdasarkan hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan model
kostiakov, hutan sekunder memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman
(Gambar 9)

laju infiltrasi (cm/menit)

1.4
1.2
1
0.8

semak

0.6

hutan sekunder

0.4

revegetasi

0.2

permukiman

0
0

20

40

60

80

100

waktu (menit)

Gambar 8 Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan
berdasarkan model Kostiakov

19
Berdasarkan bentuk grafik laju infiltrasi (Gambar 9) terlihat bahwa
dengan makin bertambahnya waktu, berarti tanah makin jenuh air, maka laju
infiltrasi makin mendekati laju minimum dan bukannya infiltrasi menjadi
berhenti. Dengan kata lain laju infiltrasi tidak pernah sama dengan nol. Hal
ini disebabkan pada profil tanah yang telah jenuh air maka kapasitas
infiltrasinya akan mendekati nilai permeabilitasnya (rembesan lateral)
(Purwanto dan Ngaloken 1989).
Tinggi dan rendahnya laju infiltrasi pada masing-masing lokasi
pengukuran dapat dijelaskan oleh vegetasi penutup tanah dan kondisi fisik
tanah. Laju infiltrasi pada hutan sekunder lebih tinggi daripada lahan semak,
lahan revegetasi, dan lahan permukiman. Hal ini terlihat dari vegetasi
hutannya yang masih penuh dengan pepohonan. Disamping itu, serasa hutan
banyak terdapat di lantai hutan, dengan demikian cukup baik dalam
mengatur tata air di lahan tersebut. Kartasapoetra (1989) mengemukakan
bahwa pada tanah bervegetasi selain aktivitas perakarannya yang membantu
membentuk agregat tanah juga melindungi permukaan tanah dari benturan
butir-butir air hujan melalui tajuk yang lebar dan rapat serta dengan adanya
serasah kasar dari pepohonan juga akan menghambat aliran permukaan
sehingga struktur tanah tidak rusak dan pemadatan tanah dapat dihindari
serta waktu untuk proses infiltrasi semakin banyak.
Pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman memiliki
vegetasi yang sedikit/jarang. Lahan semak didominasi oleh tumbuhan
tingkat bawah dengan jumlah yang sedikit dan adanya tumbuhan perdu yang
tidak terlalu banyak. Kondisi lahan revegetasi memiliki tegakan Sengon
yang baru berumur tiga bulan dimana dengan umur tersebut Sengon belum
mampu menutupi/ memiliki tajuk yang lebar. Begitu pula dengan kondisi di
lahan permukiman. Lahan ini didominasi oleh tanah yang hanya ditumbuhi
oleh rumput-rumputan dan sering terjadi pemadatan tanah akibat injakan
kaki manusia yang melakukan aktivitas di lahan tersebut.
Tingginya nilai laju infiltrasi pada hutan sekunder juga bisa dilihat
dari nilai bulk density yang didapat, dimana nilai bulk density pada hutan
alam sebesar 1.15 gr/cm3. Dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa
kepadatan tanah pada hutan sekunder sedang, sehingga air yang mengalir ke
dalam tanah tidak terhambat dan keadaan ini dapat meningkatkan laju
infiltrasi. Nilai bulk density pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan
permukiman masing-masing sebesar 1.40 gr/cm3, 1.35 gr/cm3, dan 1.34
gr/cm3 dimana ketiga nilai tersebut masuk ke dalam bobot isi yang tinggi.
Tingginya nilai bulk density pada lahan-lahan tersebut diduga karena adanya
pemadatan tanah dan pemadatan ini dapat terjadi akibat injakkan kaki
manusia, pukulan butir-butir hujan, dan pengolahan tanah. Seperti yang
dikemukakan oleh Kartasapoetra (1989) bahwa terbentuknya lapisan padat
di permukaan tanah akan mempengaruhi laju infiltrasi dan meningkatkan
aliran permukaan. Nilai bulk density berbanding terbalik dengan laju
infiltrasi, artinya semakin besar nilai bulk density laju infiltrasi akan
semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin rendah bulk density maka
semakin tinggi laju infiltrasi.
Porositas juga dapat digunakan untuk menggambarkan proses
infiltrasi. Pada hutan sekunder diperoleh nilai porositas sebesar 56.60 %

20
dimana nilai ini masuk ke dalam klasifikasi porositas baik. nilai tersebut
dapat menggambarkan bahwa kondisi tanah pada kawasan hutan sekunder
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menginfiltrasikan air ke dalam
tanah. Lain halnya dengan nilai porositas pada lahan semak, lahan
revegetasi, dan lahan permukiman masing-masing sebesar 47.08%, 49.08%,
dan 49.23% dimana nilai-nilai tersebut masuk ke dalam klasifikasi porositas
kurang baik. Nilai-nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa kondisi
tanah pada ketiga lahan tersebut memiliki kemampuan yang kurang baik
dalam menginfiltrasikan air ke dalam tanah dibandingkan dengan lahan
hutan sekunder.
Setelah dilakukan analisis berdasarkan hasil analisis tanah yang
dilakukan, dapat dikatakan bahwa nilai dari keenam parameter sifat tanah
yang dianalisis, saling berkaitan satu sama lain sehingga jika terjadi
perubahan nilai dari masing-masing karakteristik sifat tanah maka akan
berpengaruh kepada kestabilan sifat yang lain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nur Hikmah Utami (2009), jika nilai bobot isi meningkat, maka
akan terjadi penurunan pada nilai porositas, kadar air, pori drainase,
permeabilitas, dan laju infiltrasi. Dari hasil analisis pun menunjukkan bahwa
perubahan lahan hutan menjadi lahan selain hutan mengakibatkan
perubahan sifat fisik tanah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dengan adanya perubahan lahan hutan sekunder maka terdapat
perbedaan sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penutupan lahan yang diteliti.
Perubahan lahan hutan sekunder menjadi lahan revegetasi, lahan semak, dan
lahan permukiman meningkatkan bobot isi tanah, menurunkan persentase
porositas, persentase kadar air, persentase pori drainase, permeabilitas tanah,
dan laju infiltrasi.
Saran
Dalam rangka mengurangi aliran permukaan yang disebabkan oleh
kurangnya peresapan air ke dalam tanah, maka diperlukan suatu tindakan
konservasi tanah dengan teknik sipil teknis yakni pembuatan embung,
sehingga air permukaan terkonsentrasi dalam satu tempat dan air ini dapat
dimanfaatkan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 1983. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press

21
Ghildyal B.P. 1978. Effects of compactions and puddling on soil physical
properties and rice growth in soil and rice. Soil and Rice. P.317-336.
Gusrina A. 1999. Laju Infiltrasi Lahan Hutan dan Lahan Pertanian [skripsi].
Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Hanafiah K A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja
Grafindo Persada.
Hardjowigeno S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Jakarta (ID):
Akademika Pressindo
Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta (ID):
Akademika Pressindo.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Haridjaja O K, Multilaksono, Sudarsono L M, Rachman. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor (ID): IPB
Indranada, Henry . 1994 . Pengelolaan Kesuburan Tanah . Semarang (ID):
Bumi Aksara
Kartasapoetra A G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk
Merehabilitasinya. Jakarta (ID): Bina Aksara
Koorevaar P G. 1983. Elements of Soil Science and Plant Nutrition,
Agricultural University of Wageningen, Netherland.
Mustofa A. 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pada
Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Purwanto I, Ngalokan. 1995. Pengaruh Berbagai Jenis Vegetasi terhadap
Kapasitas Infiltrasi Tanah di Cijambu, Sumedang, Jawa Barat. Bul, Pen.
Hutan 573:13-16
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian IPB
Syamsudin. 2012. Fisika Tanah. Makassar (ID): Universitas Hassanudin
Setiawan H. 1977. Analisis Laju Infiltrasi pada Tanah Bervegetasi Hutan,
Semak, dan Kebun Sekitar Anak Sungai Cinangneng dan Citugu [skripsi].
Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor
Utami N H. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia, dan Sifat Biologi Tanah
Pasca Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

22
Lampiran 1 Hasil Pengkelasan parameter-parameter sifat fisik tanah
Bobot Isi Tanah
Lokasi
Semak
1
2
3
Ratarata

Kelas bobot isi tanah
Hutan sekunder Lahan revegetasi

Permukiman

Tinggi
Tinggi

Sedang
Sedang

Sangat tinggi
Rendah

Tinggi
Tinggi

Sangat
tinggi

Tinggi

Sangat tinggi

Tinggi

Tinggi

Sedang

Tinggi

Tinggi

Porositas Tanah
Lokasi
Semak
1
2
3
Ratarata

Kelas porositas tanah
Hutan sekunder Lahan revegetasi

Baik

Baik

Kurang baik

Baik
Kurang
baik
Kurang
baik

Porous

Porous

Baik

Jelek

Baik

Kurang baik

Permukiman
Baik
Kurang
baik
Kurang
baik
Kurang
baik

Pori Drainase Tanah
Lokasi
Semak
1
2
3
Ratarata

Kelas porositas tanah
Hutan sekunder Lahan revegetasi

Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Sangat Rendah
Sedang
Sangat Rendah
Rendah

Permukiman
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah

Permeabilitas Tanah
Lokasi
Semak

Kelas permeabilitas
Hutan sekunder Lahan revegetasi

1
2
3
Ratarata

Cepat
Sedang
Agak
lambat

Agak cepat
Cepat

Cepat
Cepat

Agak cepat

Sedang

Sedang

Agak cepat

Agak cepat

Permukiman
Agak
cepat
Sedang
Cepat
Agak
cepat

23
Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan
Semak
No

Ulangan

1.00
1.00
2.00
2.00
3.00
3.00
jumlah
rata-rata

3.00
0.16
0.33
0.33
0.82
0.27

5.00
0.25
0.25
0.50
1.00
0.33

Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00
20.00
30.00
45.00
60.00
0.20
0.10
0.20
0.13
0.13
0.10
0.10
0.20
0.07
0.13
0.40
0.10
0.20
0.13
0.07
0.70
0.30
0.60
0.33
0.33
0.23
0.10
0.20
0.11
0.11

75.00
0.13
0.13
0.07
0.33
0.11

90.00
0.13
0.13
0.07
0.33
0.11

3.00
2.00
1.33
1.00
4.33
1.44

5.00
1.50
1.50
0.50
3.50
1.17

Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00
20.00
30.00
45.00
60.00
1.00
1.00
0.90
0.67
0.73
1.00
0.70
0.70
0.60
0.60
0.80
0.70
0.70
0.60
0.67
2.80
2.40
2.30
1.87
2.00
0.93
0.80
0.77
0.62
0.67

75.00
0.67
0.60
0.67
1.94
0.65

90.00
0.67
0.60
0.67
1.94
0.65

3.00
0.33
0.33
0.33
0.99
0.33

5.00
0.50
1.00
0.50
2.00
0.