Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur

EVALUASI GOOD DAIRY FARMING PRACTICES PADA PETERNAKAN
RAKYAT DI KARANGPLOSO DAN JABUNG
KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

MUHAMAD SAERONI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Good Dairy
Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung
Kabupaten Malang Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Muhamad Saeroni
NIM D14090100

ABSTRAK
MUHAMAD SAERONI. Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada
Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur.
Dibimbing oleh AFTON ATABANY dan ANDI MURFI.
Peternakan sapi perah merupakan salah satu sub sektor peternakan yang
dapat membantu pembangunan ekonomi nasional dan berperan besar dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Produksi susu untuk memenuhi kebutuhan
susu nasional ternyata masih belum optimal. Perlu peningkatan produktivitas
melalui perbaikan genetik, lingkungan, peningkatan populasi dan tatalaksana
pemeliharaan. Penelitian dilakukan dengan metode survey di wilayah KUD
Karangploso dan KAN Jabung, Kabupaten Malang, pada bulan Mei sampai Juni
2013. Tujuan penelitian adalah mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah.
Materi yang digunakan adalah sebanyak 34 peternak di wilayah KUD
Karangploso dan 38 peternak di wilayah KAN Jabung yang memiliki sapi perah

15 tahun yang termasuk dalam kategori
cukup. Hal ini merupakan indikasi bahwa usaha peternakan sapi perah di kedua
lokasi penelitian memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat disana sebagai
bidang usaha yang dianggap menguntungkan sehingga peternak dapat bertahan
dalam usaha sejenis untuk jangka waktu yang lama. Hanya sekitar 20% peternak
yang baru memulai usaha (1-8 tahun). Hal ini merupakan salah satu bentuk
ketertarikan atas potensi peternakan sapi perah sehingga terus ada orang-orang
baru yang mencoba memulai usaha peternakan sapi perah.

7
Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah
Pencapaian keberhasilan peternakan sapi perah dapat dilihat dari
pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi perah dari para peternak.
Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai
dengan standar penilaian yaitu pembibitan dan reproduksi, manajemen pakan dan
air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan ternak. Hasil
pengamatan terkait pengetahuan dan keterampilan peternak untuk kelima aspek
teknis di wilayah KUD Karangploso dan KAN Jabung ditampilkan pada Tabel 4.

Berdasarkan penyajian Tabel 4 hasil kajian terhadap penerapan GDFP,

diketahui bahwa aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KUD Karangploso
sebesar 2.81 atau termasuk dalam kategori cukup. Berbeda dengan penerapan
GDFP pada aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KAN Jabung sebesar 3.05
yang termasuk dalam kategori baik. Peternak di wilayah KUD Karangploso
memiliki nilai GDFP lebih tinggi jika dibandingkan di Kebun Pedes, Bogor yang
mencapai 2.37 (Andriyadi 2012). Penerapan aspek pemeliharaan yang tertinggi
dan terendah pada kedua koperasi adalah aspek reproduksi, aspek manajemen
pakan dan aspek kandang. Aspek kesehatan dan pengelolaan yang memiliki
urutan berbeda pada kedua koperasi. Capaian nilai aspek yang berbeda disebabkan
besarnya peran koperasi disamping upaya yang dilakukan peternak. Untuk lebih
jelasnya pada masing-masing aspek dijelaskan di bawah ini.
Pembibitan dan Reproduksi
Hasil kajian GDFP terhadap aspek pembibitan dan reproduksi dapat dilihat
pada Tabel 5. Pembibitan dan reproduksi di wilayah KUD Karangploso dan KAN
Jabung memiliki kategori performa yang baik. Koperasi memiliki tenaga kerja
(keswan) yang terampil dan terlatih seperti pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB).
Peternak menggunakan jasa IB dalam pelaksanaan perkawinan sapi perah.
Pelaksanaan IB yang baik harus didukung oleh pengetahuan peternak dalam
mendeteksi birahi pada sapi perah. Peternak responden telah memiliki
pemahaman birahi yang cukup.


8

Rataan aspek manajemen pembibitan dan reproduksi secara umum termasuk
dalam kategori baik. Sub aspek cara kawin, pengetahuan birahi dan calving
interval menjadi aspek terlemah. Cara kawin yang digunakan peternak pada kedua
wilayah adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan dilakukan oleh pihak
koperasi yang merupakan bentuk pelayanan koperasi untuk anggota. Cara
inseminasi buatan dapat menekan biaya pemeliharaan sapi, menghindari penyakit
yang disebabkan oleh kontak kelamin dan kemungkinan keberhasilan kebuntingan
lebih tinggi (Sudono et al. 2003).
Peternak umumnya kurang memahami tentang gejala-gejala berahi sehingga
sering terjadi keterlambatan pelaporan IB dan akhirnya peternak harus menunggu
berahi berikutnya. Berdasarkan hasil wawancara, tanda-tanda berahi yang
umumnya peternak ketahui berdasarkan pengalamannya dalam mengelola usaha
peternakan yaitu keluarnya lendir dari vulva. Tanda-tanda lainnya masih kurang
dipahami peternak yaitu meliputi gelisah, menunggangi sapi lain, pangkal ekor
terangkat, vagina merah, dan tidak nafsu makan (Partodiharjo 1982). Perlu
peningkatan pengetahuan peternak terhadap gejala berahi dan sebagainya melalui
penyuluhan atau pendampingan usaha ternak sapi perah.

Sub aspek calving interval (jarak beranak) memiliki nilai paling rendah
khususnya pada peternak di wilayah KUD Karangploso sebesar 1.79, karena
sebagian besar peternak mengaku bahwa jarak lahir umumnya lebih dari 18 bulan
atau 19-24 bulan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil laporan Diwyanto et al.
(2001) bahwa jarak beranak sapi perah domestik (lokal dan eks-impor) umumnya
masih melebihi 14 bulan. Beberapa hal yang menyebabkan antara lain
pengetahuan berahi yang kurang paham (2.38) sehingga berdampak terhadap
ketepatan deteksi berahi, lambatnya pengawinan dan belum siapnya kondisi
ternak untuk dikawinkan kembali karena kondisi kesehatan sehingga berakibat
pada calving interval yang lama. Peternakan sapi perah di wilayah KAN Jabung
memiliki calving interval yang optimal yaitu sebesar 13.4 bulan (KAN 2013).
Menurut Sudono (1999) calving interval yang optimal adalah 12 dan 13 bulan.
Nilai GDFP peternak di lokasi tersebut sebesar 2.92 atau paham terkait sub aspek
pengetahuan berahi.

9
Manajemen Pakan dan Air Minum
Siregar (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa hijauan dan
konsentrat akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak pada
peningkatan kemampuan produksi susu apabila potensi genetiknya masih

memungkinkan. Hal ini juga berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh kedua
koperasi bahwa harga susu ditentukan salah satunya kandungan lemak susu.
Kandungan lemak susu peternak KUD Karangploso berkisar antara 3.74-3.93
(KUD Karangploso 2013), sedangkan KAN Jabung berkisar antara 4.0-4.8 (KAN
Jabung 2013).
Ternak sapi perah umumnya diberi hijauan dan konsentrat. Berdasarkan
hasil kajian GDFP terhadap aspek makanan ternak pada Tabel 6, secara umum
kedua koperasi termasuk dalam kategori baik. Capaian masing-masing sub aspek
makanan ternak beberapa masih belum sesuai harapan. Sub aspek yang kurang
penerapannya adalah jumlah dan frekuensi pemberian pakan hijauan dan
konsentrat serta pemberian air minum.
Peternak di wilayah KUD Karangploso memiliki nilai GDFP jumlah
pemberian hijauan yang cukup (2.94) meski dengan frekuensi pemberian yang
sudah baik (3.44). Hijauan yang diberikan dalam jumlah yang cukup sampai
berlebihan dengan frekuensi 2-4 kali sehari. Pemberian pakan yang berlebih
mungkin disebabkan kualitas hijauan yang diberikan kurang baik. Hijauan sisa
hasil panen dimanfaatkan peternak untuk pakan. Hijauan yang diberikan biasanya
berupa (rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun jagung dan bunga kol).
Rataan konsumsi hijauan sapi perah di KUD Karangploso sebesar 33.49
kg/ekor/hari dengan rataan bobot badan antara 356-424 kg/ekor. Menurut Siregar

(2007) pemberian pakan pada sapi perah dilakukan 2 kali sehari rata-rata
sebanyak 35-40 kg per ekor per hari untuk sapi yang diperah.

10
Peternak di wilayah KAN Jabung memiliki nilai GDFP jumlah pemberian
hijauan dalam kategori baik (3.32) yaitu sesuai kebutuhan, meski frekuensi
pemberian masih dalam taraf cukup (2.79) atau 2-3 kali sehari. Rataan konsumsi
hijauan sapi perah di KAN Jabung sebesar 35.28 kg/ekor/hari dengan rataan bobot
badan antara 335-420 kg/ekor. Hal ini disebabkan pemberian hijauan disesuaikan
dengan hijauan yang ada, dengan kata lain pemberian hijauan hanya dilakukan
berdasarkan ketersediaan hijauan dan kebiasaan peternak dengan memperhatikan
kebutuhan ternak. Menurut Sudono et al. (2003) sapi perah membutuhkan asupan
hijauan segar sebesar ±10% dari bobot badan.
Konsentrat yang diberikan pada ternak umumnya berasal dari koperasi,
KUD Karangploso maupun KAN Jabung masing-masing memproduksi konsentrat
atau dari mitra koperasi dan dijual dengan harga bonus sesuai jumlah produksi
susu yang dihasilkan per periode (10 hari) sebagai bentuk pelayanan kepada
anggota peternak. Berdasarkan hasil kajian GDFP, peternak di wilayah KUD
Karangploso memiliki nilai jumlah pemberian konsentrat dalam kategori kurang
baik (1.47) atau kurang dari jumlah kebutuhan. Rataan konsentrat yang diberikan

berdasarkan hasil penimbangan sebesar 3.5 kg/ekor/hari. Sudono et al. (2003)
menyatakan bahwa pemberian konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari
produksi susu. Kurangnya konsumsi konsentrat pada peternakan sapi perah di
KUD Karangploso karena peternak mengeluhkan mahalnya harga konsentrat.
Peternak KAN Jabung memiliki nilai GDFP pemberian konsentrat dalam kategori
cukup (3.00) yaitu dari hasil rataan penimbangan konsentrat yang diberikan 4.9
kg/ekor/hari. Manajemen pakan yang dilakukan KAN Jabung memberlakukan
sistem bonus pakan bagi para peternak. Bonus yang diperoleh peternak dari
produksi susu yang dihasilkan digunakan untuk mensubsidi biaya pakan sehingga
dapat membantu menekan biaya pakan yang mahal.
Peternak pada kedua koperasi beranggapan bahwa jika hanya memberikan
konsentrat dari koperasi tidak dapat menaikan produksi susu. Peternak biasanya
menambahkan konsentrat dengan dedak padi dan ampas tahu sebagai makanan
tambahan. Seluruh peternak memberikan konsentrat 2 kali sehari pada pagi dan
sore hari sebelum dilakukan pemerahan. Peternak KUD Karangploso umumnya
memberikan konsentrat dalam bentuk basah, yang diberikan 2-3 kali sehari.
Beberapa peternak KAN Jabung memberikan konsentrat dalam bentuk kering.
Pemberian konsentrat dalam bentuk basah dapat mengurangi debu dan banyaknya
pakan yang terbuang. Menurut GKSI-CCD Denmark (1995) dalam Putra (2004),
kebiasaan untuk memberikan konsentrat dalam keadaan basah juga akan

mengurangi produksi air liur pada waktu sapi memakan konsentrat tersebut,
akibatnya air liur yang berfungsi sebagai stabilisator keasaman rumen akan
berkurang. Menurut Alim dan Hidaka (2002), jika konsentrat diberikan secara
kering maka derajat keasaman (pH) di dalam rumen stabil sehingga berpengaruh
positif terhadap jumlah dan kualitas susu yang diproduksi. Perbedaan jumlah
produksi dan kualitas susu masing-masing koperasi ada pada Tabel 2.
Salah satu faktor yang terpenting adalah pemberian air minum. Seperti yang
diketahui bahwa 1 liter susu, seekor sapi perah membutuhkan 3.5-4 liter air
minum. Berdasarkan hasil kajian GDFP sub aspek pemberian air minum pada
kedua koperasi termasuk dalam kategori cukup yaitu 2 kali sehari. Rendahnya
pemberian air minum karena peternak kesulitan air terutama dimusim kemarau,
dan beranggapan bahwa sebagian kebutuhan air sudah didapat dari pemberian

11
konsentrat basah. Pembatasan penyediaan air minum akan menyebabkan
gangguan pada produksi susu karena komponen utama susu adalah air.
Pengelolaan
Tabel 7 menampilkan sub aspek manajemen pengelolaan yang dilakukan
dalam pemeliharaan sapi perah sehari-hari pada kedua koperasi. Capaian
penerapan GDFP aspek pengelolaan secara umum termasuk dalam kategori

cukup. Berdasarkan hasil kaji GDFP, sub aspek yang telah dinilai baik yaitu
kegiatan membersihkan kandang, penanganan pasca panen dan pengeringan sapi
laktasi. Peternak pada kedua koperasi sudah memperhatikan sanitasi untuk
menjaga kualitas susu karena berhubungan dengan kualitas dan kuantitas susu
yang dihasilkan. Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh sebagian besar
peternak di kedua koperasi sesuai hasil pengamatan adalah benar dan baik. Hal ini
didorong oleh adanya motivasi dari koperasi yang menerapkan sistem ABC (Asli,
Bersih, Cepat). Setelah dilakukan pemerahan, susu dimasukkan ke dalam milkcan,
kemudian langsung disetor ke pos penampungan untuk dilakukan uji berat jenis,
kadar air, dan kadar lemak guna menentukan harga susu. Susu selanjutnya
dimasukkan ke dalam cooling unit untuk menghambat pertumbuhan mikroba.

Sub aspek yang kurang penerapannya yaitu cara membersihkan sapi, cara
pemerahan, pemeliharaan dara dan pedet, pencatatan usaha dan manajemen
kotoran. Cara pemerahan yang dilakukan umumnya menggunakan tangan, belum
ada yang menggunakan mesin perah. Penguasaan teknik pemerahan dengan
tangan oleh peternak di kedua koperasi masih perlu ditingkatkan. Beberapa
peternak masih menarik puting pada saat pemerahan dan masih jarang peternak
yang membersihkan ambing dengan air hangat. Pemberian air hangat dapat
menstimulir pengeluaran air susu. Nadjib (1985) menyatakan bahwa maksud

pembersihan ambing dengan air hangat disamping untuk memperoleh susu yang
bersih juga untuk merangsang ambing sapi supaya mudah diperah.

12
Teknis pemeliharaan sapi pedet dan dara di kedua koperasi berbeda.
Perbedaan ini sangat bergantung pada skala usaha, kebijakan koperasi dan tradisi
turun-temurun. Skala usaha peternak rakyat masih kecil, yaitu pengelolaan yang
dilakukan masih sederhana karena keterbatasan alat dan modal. GDFP
pemeliharaan pedet dan dara pada peternak di KUD Karangploso bernilai 2.88
(cukup) yaitu pemeliharaan dilakukan dengan baik namun kurang benar. Peternak
beranggapan bahwa pedet dan dara tidak menghasilkan keuntungan tetapi hanya
mengeluarkan biaya tinggi untuk pemeliharaannya sehingga tidak semua peternak
memelihara pedet dan dara. Peternak di KAN Jabung umumnya memelihara sapi
pedet untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua.
Pentingnya pencatatan usaha bertujuan agar usaha yang dijalankan dapat
terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya (Suhendar 2012).
Pencatatan yang tertib dan teratur dapat membantu dalam menilai berhasil
tidaknya usaha peternakan sapi perah. Peternak di KUD Karangploso dan KAN
Jabung secara khusus tidak melakukan pencatatan usaha sapi perah. Hanya ada
beberapa peternak yang mencatat terkait kelahiran yang dicatat di tembok atau
bilik kandang. Catatan usaha seperti produksi dan kualitas susu serta pembelian
konsentrat seluruhnya dilakukan koperasi. Peternak hanya menerima laporan dan
pembayaran susu setiap bulannya dari koperasi. Beberapa hal yang menjadi
penyebabnya, antara lain kurangnya kepedulian dan kesadaran peternak untuk
mengembangkan usahanya atau tidak sempat karena sibuk mencari rumput.
Peningkatan sub aspek ini harus dilakukan agar pengembangan peternakan sapi
perah di kedua koperasi dapat terus dilakukan. Semakin baik pencatatan usaha
yang dilakukan para peternak, akan semakin mudah pula dalam mengidentifikasi
permasalahan pada peternakannya sehingga dapat menemukan solusi yang sesuai.
Kandang dan Peralatan
Hasil kaji GDFP terhadap kandang dan peralatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Umumnya kedua koperasi memiliki capaian nilai rataan GDFP dalam kategori
cukup. Sub aspek yang memiliki kategori sama antara kedua koperasi yaitu tata
letak dan peralatan kandang termasuk ke dalam kategori cukup yaitu letak
kandang tersendiri yang berjarak 0-4 m dari rumah serta peralatan kandang yang
tidak lengkap namun memenuhi syarat.
Berdasarkan Tabel 8, sub aspek yang memiliki nilai yang berbeda antara
kedua koperasi adalah konstruksi dan drainase kandang, tempat kotoran dan
peralatan susu. Konstruksi kandang umumnya menyatu dengan rumah dengan
dinding yang terbuat bambu atau kayu yang sederhana. Bahan atap kandang yang
digunakan bermacam-macam yaitu genteng, asbes, seng, kombinasi genteng
dengan seng atau kombinasi genteng dengan asbes. Lantai yang digunakan
bermacam-macam yaitu lantai semen, kayu, kombinasi semen dengan kayu,
kombinasi kayu dengan karet atau kombinasi semen dengan karet. Kandang harus
memberikan rasa nyaman bagi ternak dan pemilikinya, ventilasi yang cukup untuk
pergantian udara, mudah dibersihkan, dan tidak ada genangan air (Ernawati 2000).
Drainase atau sistem pembuangan kotoran dapat tersalurkan dengan baik
(3.16), KAN Jabung memberlakukan sistem kredit pembuatan tempat pakan dan
lantai yang permanen (semen; palungan) pada anggota sebagai bentuk pelayanan.
KUD Karangploso belum menerapkan sistem ini sehingga umumnya peternak
masih menggunakan bahan dan peralatan yang seadanya. Umumnya untuk

13
pemanfataan kotoran masing-masing koperasi menyediakan layanan BiRu (Biogas
Rumah) yang bekerja sama dengan mitra koperasi. Namun tidak semua anggota
memiliki instalasi biogas karena biaya tinggi yang tidak seimbang dengan biaya
pemeliharaan. Menurut Ensminger (1971), kesehatan sapi perah akan lebih mudah
pemeliharaannya pada bangunan yang memiliki drainase yang baik.

Peralatan yang digunakan ketika melakukan kegiatan di kandang terbagi
menjadi dua yaitu peralatan kandang dan peralatan pemerahan. Peternak
menggunakaan alat sederhana seperti ember, sapu, dan cangkul atau skop untuk
membersihkan kandang. Alat pemerahan seperti ember perah, kaleng susu,
saringan, pelicin (margarin) dan teat dipping (sirades). Peralatan pemerahan yang
dimiliki sebagian besar peternak termasuk kategori tidak lengkap dan tidak
memenuhi persyaratan. Ember yang digunakan pada umumnya terbuat dari bahan
plastik dan penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan biasa sehingga
masih ada kemungkinan cemaran bakteri. Peralatan yang kotor akan mencemari
susu sehingga mempercepat proses pembusukan, dan susu menjadi asam atau
rusak (Handayani dan Purwanti 2010).
Kesehatan Ternak
Kesehatan ternak merupakan aspek yang cukup penting dalam keberhasilan
budidaya sapi perah. Menurut Akoso (1996), sapi yang sehat akan menampakan
gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan
situasi sekitar yang mencurigakan. Sub aspek yang perlu ditingkatkan ialah
pengetahuan dan pencegahan penyakit (Tabel 9). Perlu adanya peningkatan
pengetahuan peternak tentang penyakit dan gejala-gejalanya yang dapat
membantu peternak untuk mendeteksi penyakit lebih dini sehingga kerugian dapat
dikurangi. Capaian untuk aspek kesehatan ternak ditingkat koperasi sudah cukup
baik berkat bantuan tenaga keswan yang disediakan oleh masing-masing koperasi.
Tingkat pengetahuan penyakit pada peternak di KUD Karangploso masih
rendah (2.32). Diduga karena rendahnya tingkat pendidikan para peternak
dibanding peternak di KAN Jabung (Tabel 3). Semakin rendah pendidikan
peternak, semakin rendah pula pola berpikir, tingkat keputusan, adopsi inovasi,

14
kecepatan mencari informasi dan hal-hal lainnya yang mendukung peningkatan
usaha ternak sapi perah. Peternak hanya mengetahui penyakit mastitis, mencret,
kembung dan kaki bengkak. Ciri-ciri ternak yang sakit menurut para peternak
adalah tidak nafsu makan, kembung, dan tidak melakukan aktivitas seperti
biasanya. Jika ternaknya sakit, maka peternak melaporkan kepada dokter hewan.

Pencegahan penyakit oleh peternak perlu ditingkatkan. Kesadaran peternak
untuk melakukan upaya pencegahan penyakit seperti vaksinasi, menjaga
kebersihan kandang, memberikan obat cacing secara berkala, dan pemberian
vitamin tidak dilakukan dengan baik. Peternak hanya memanfaatkan layanan
koperasi dalam usaha pencegahan penyakit. Menurut Siregar (1996) pencegahan
penyakit pada sapi perah dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi perah,
kandang, peralatan yang digunakan, dan peternak.
Pengobatan terhadap penyakit sudah dilakukan dengan benar karena
sebagian besar dilakukan oleh tenaga keswan (dokter hewan) dari kedua koperasi.
Pengobatan dilakukan setelah peternak melaporkan kejadian penyakit. Sub aspek
kesehatan ternak tidak menjadi masalah pada KAN Jabung karena tersedianya
dokter hewan yang dapat dihubungi setiap saat. Dokter hewan dan inseminator
pada umumnya tinggal di sekitar lokasi peternakan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Capaian hasil kaji Good Dairy Farming Practices pada peternak anggota
KAN Jabung lebih tinggi dari peternak anggota KUD Karangploso. Faktor
penyuluhan berkala, adaptasi teknologi, dan kebijakan dari KAN Jabung
mendukung kegiatan pemeliharaan sapi perah. Capaian penerapan aspek teknis
dari yang tertinggi dan terendah pada kedua koperasi adalah aspek reproduksi,
aspek manajemen pakan dan aspek kandang. Hanya pada aspek kesehatan dan
pengelolaan yang memiliki urutan berbeda pada kedua koperasi. Capaian nilai
aspek yang berbeda disebabkan besarnya peran koperasi disamping upaya yang
dilakukan peternak.

15
Saran
Kedua koperasi perlu adakan perbaikan tata laksana pemeliharaan terutama
pada aspek pengelolaan dan kesehatan ternak. KUD Karangploso diharapkan
dapat lebih memperhatikan manajemen reproduksi untuk meningkatkan performa
reproduksi ternaknya. Perlu dilakukan pencatatan usaha produksi agar usaha yang
dijalankan dapat terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya. Perlu
adanya perbaikan kandang dan peralatan, khususnya peralatan susu dan tempat
kotoran. Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah penyuluhan dan
pelatihan untuk menambah pengetahuan peternak mengenai manajemen
peternakan yang baik dan benar dan menerapkannya dalam kehidupan nyata untuk
meningkatkan produktivitas ternak.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Malang dalam Angka. Malang (ID).
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Laporan pertemuan
pelaksanaan uji coba faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan
subsektor peternakan. Jakarta (ID).
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Alnindra Dunia Perkasa.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta Selatan (ID).
[GKSI] Gabungan Koperasi Susu Indonesia. 2011. Data Koperasi Anggota GKSI
Jawa Timur. Malang (ID).
[KAN] Koperasi Agro Niaga Jabung. 2013. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas Tahun 2012. Malang (ID): KAN Jabung.
[KUD] Koperasi Unit Desa Karangploso. 2013. Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus Tahun Kerja 2012. Malang (ID): KUD Karangploso.
[MDA] Malang Dalam Angka. 2013. Kabupaten Malang dalam Angka. Malang
(ID).
Akilah F. 2008. Evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah rakyat di Cilumber,
KPSBU Lembang Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Alim FA, Hidaka T. 2002. Pakan dan Tata Laksana Sapi Perah. Dairy
Technology Improvement Project in Indonesia, Bandung (ID).
Andriyadi A. 2012. Kajian penerapan good farming practices pada peternakan
rakyat di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sereal Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Diwyanto K, Anggraeni A, Sugiarti T, Nurhasanah, Setyanto H, Praharani L.
2001. Pengkajian sistem budidaya sapi perah untuk meningkatkan
produktivitas. Prosiding Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan Armp-II;
Bogor, Indonesia. Bogor (ID).
Ensminger ME. 1971. Dairy Cattle Science. Danville, Illinois (DK): Interstate Pr.

16
Ernawati. 2000. Laporan hasil gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan
sapi perah rakyat, BPTP Ungaran. Ungaran (ID), Jawa Timur.
GKSI-CCD Denmark. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. GKSI-CCD
Denmark, Jawa Timur (ID).
Handayani KS, Purwanti M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan di
peternakan sapi perah desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. J Pemb
Petern. 5(1):47-54.
Nadjib H. 1985. Upaya meningkatkan produksi susu dengan perbaikan
tatalaksana peternakan sapi perah. Prosiding Pertemuan Konsultasi
Peternakan Sapi Perah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Partodihardjo S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Mutiara.
Sembada P. 2012. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat Kawasan
Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Siregar SB. 1996. Sapi Perah, Jenis Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Siregar SB. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi
melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. JITV. 6(2):76-82.
Siregar SB. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah yang Ekonomis dan Kiat
Melipatgandakan Keuntungan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Suhendar D. 2012. Manajemen pemeliharaan dan efisiensi produksi susu sapi
perah anggota koperasi peternak sapi perah Saluyu Cigugur Kabupaten
Kuningan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1990 di Tangerang, Banten.
Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sarman (alm) dan
Ibu Kemisah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1997 di SDN Tegal
Kunir Lor I, SMP Islam Daar El-Arqam dan SMAN 1 Mauk. Penulis diterima di
Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) 2009.
Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif di organisasi LDK
Alhurriyyah, BEM KM IPB, dan LDF FAMM Al-An’aam. Penulis juga aktif
dalam berbagai kepanitiaan, seminar dan pelatihan di lingkungan fakultas, IPB,
nasional maupun internasional. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum
Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Daging; Asisten Penelitian Doktoral CIDIN,
Radboud University Nijmegen The Netherlands; Pengajar di Lembaga Bimbingan
Belajar; dan menjadi Delegasi IPB pada asosiasi SEAASS-Net di Perlis,
Malaysia. Penulis juga menyusun tiga karya ilmiah dalam ajang Pekan Kreatifitas
Mahasiswa tahun 2010 sampai 2012.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek
kesehatan ternak
Faktor penentu

Alternatif jawaban

Pengetahuan penyakit Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang baik
Tidak baik
Pencegahan penyakit Sangat teratur
Teratur
Cukup teratur
Kurang teratur
Tidak dilakukan
Pengobatan penyakit Dilakukan benar jasa keswan
Dilakukan benar sendiri
Dilakukan cukup benar
Dilakukan kurang benar
Tidak dilakukan

Nilai
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0

18

Lampiran 2 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek
pembibitan dan reproduksi

Lampiran 3 Faktor penentu ternak sapi perah dari
aspek manajemen pakan dan air minum

Faktor penentu

Faktor penentu

Alternatif jawaban

Bangsa sapi yang dipelihara FH murni impor
FH murni lokal
Peranakan FH
Persilangan
Lain-lain
Cara seleksi
Produksi susu
Silsilah
Kesehatan
Bentuk luar
Tidak diseleksi
Cara kawin
IB dari BIB/Dinas
IB dari koperasi
Alam pejantan unggul
Alam pejantan tidak unggul
Tidak dikawinkan
Pengetahuan birahi
Sangat paham
Paham
Kurang paham
Tidak paham
Tidak tahu
Umur beranak
21-30 bulan
31-36 bulan
36-42 bulan
> 42 bulan
Tidak tahu
Dikawinkan setelah beranak 40-60 hari
61-90 hari
< 60 hari
> 90 hari
Tidak dikawinkan lagi
Calving interval
12 bulan
13-18 bulan
19-24 bulan
< 12 bulan
> 24 bulan

Nilai
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0

Alternatif jawaban

Hijauan
Cara pemberian
Setelah diperah
Sebelum diperah
Saat diperah
Tidak tentu
Tidak diberi
Jumlah Pemberian Sesuai kebutuhan
Cukup
Berlebihan
Kurang
Tidak diberi
Frekuensi pemberian 2x / hari tepat waktu
2x / hari tidak tepat waktu
Satu kali
Tidak teratur
Tidak diberi
Konsentrat
Cara pemberian
Sebelum diperah
Setelah diperah
Saat diperah
Tidak tentu
Tidak diberi
Jumlah pemberian Sesuai kebutuhan
Cukup
Berlebihan
Kurang
Tidak diberi
Frekuensi pemberian 2x / hari tepat waktu
2x / hari tidak tepat waktu
Satu kali
Tidak teratur
Tidak diberi
Air minum
Air minum
Tersedia ad libitum
3x / hari
2x / hari
1x / hari
Tidak diberi

Nilai
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0

19
Lampiran 4 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek
pengelolaan
Faktor penentu
Membersihkan sapi

Alternatif jawaban

2x / hari sebelum diperah
2x / hari setelah diperah
1x sehari
Jarang
Tidak dibersihkan
Cara membersihkan sapi Semua disiram & dibersihkan
Semua disiram saja
Bagian sekitar ambing saja
Bagian ambing saja
Tidak dibersihkan
Membersihkan kandang 2x / hari sebelum diperah
2x / hari setelah diperah
1x sehari
Jarang
Tidak dibersihkan
Cara pemerahan
Benar dan baik
Benar namun kurang baik
Baik namun kurang benar
Kurang benar & kurang baik
Salah
Penanganan pasca panen Benar dan baik
Benar namun kurang baik
Baik namun kurang benar
Kurang benar & kurang baik
Salah
Pemeliharaan pedet & dara Benar dan baik
Benar namun kurang baik
Baik namun kurang benar
Kurang benar & kurang baik
Salah
Pengeringan sapi laktasi
2 bulan sebelum beranak
1½ bulan sebelum beranak
1 bulan sebelum beranak
< 1 bulan sebelum beranak
Tidak dikeringkan
Pencatatan usaha
Ada, baik dan lengkap
Ada, lengkap & kurang baik
Ada, baik & kurang lengkap
Ada & kurang keduanya
Tidak ada
Manajemen kotoran
Menjadi biogas
Menjadi pupuk
Dibuang ke kebun
Dibuang ke sungai
Menumpuk limbah

Lampiran 5 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek
kandang dan peralatan
Nilai
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0
4
3
2
1
0

Faktor penentu

Alternatif jawaban

Tata letak kandang Tersendiri > 10 m dari rumah
Tersendiri 5-9 m dari rumah
Tersendiri 0-4 m dari rumah
Menyatu dengan rumah
Tidak ada kandang
Konstruksi kandangBaik dan memenuhi syarat
Kurang baik, memenuhi syarat
Baik, kurang memenuhi syarat
Kurang keduanya
Tidak baik & tidak memenuhi
Drainase kandang Baik dan memenuhi syarat
Kurang baik, memenuhi syarat
Baik, kurang memenuhi syarat
Kur