JARGON DALAM INTERAKSI JUAL-BELI PEDAGANG KONFEKSI DI PASAR MIMBAAN BARU SITUBONDO

(1)

JARGON DALAM INTERAKSI JUAL-BELI PEDAGANG

KONFEKSI DI PASAR MIMBAAN BARU SITUBONDO

Jargon in Buy and Sell Interaction Confection Traders in Mimbaan Baru

Market Situbondo

Ainur Rasyid, Rusdhianti Wuryaningrum, Anita Widjajanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto, Jember 68121

E-mail:ainurbrilliance @yahoo.com

Abstrak

Jargon adalah pemakaian bahasa dalam setiap bidang kehidupan, keahlian, jabatan, lingkungan pekerjaan, masing-masing mempunyai bahasa khusus yang sering tidak dimengerti oleh kelompok lain. Jargon merupakan variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Jargon yang diciptakan muncul karena beberapa alasan yang memang dibutuhkan oleh para pedagang konfeksi. Hal tersebut menarik untuk diamati dan dikaji lebih jauh mengenai jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Situbondo. Hal tersebut bertujuan untuk membuat orang di luar komunitas tersebut juga dapat mengetahui dan memahami makna jargon tersebut. Pada penelitian ini ditemukan dan dibahas 51 data dalam bentuk jargon. Rancangan dan jenis penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini diperoleh 2 wujud jargon yaitu wujud jargon leksikon dan frasa, serta 6 fungsi penggunaan jargon dan 4 faktor penggunaan jargon.

Kata Kunci: Jargon, pedagang konfeksi, wujud jargon, fungsi penggunaan jargon, dan faktor penggunaan jargon.

Abstract

Jargon is use of language in every position of life, expertise, position, work environment, each having a special language that is often not understood by other groups. Jargon is a social variation in limited use by certain social groups. Jargon created appears for several reason that are needed by the confection traders. It is interesting to inspect and to examine further of jargon in buy and sell interaction of confection traders in Mimbaan Baru Market Situbondo. It is as a purpose to make people in other community can also know and understand the meaning of jargon. In this reserach was found and discussed 51 data form of jargon. Design and type of this research is qualitative-descriptive. Collecting data in this research by using the method of documentation, observation, and interviews. The results of this research obtained 2 form those are form of jargon lexicon and phrases, and 6 function usage of jargon and 4 factor usage of jargon. Key word : Jargon, confection traders, form of jargon, function usage of jargon, and factor usage of jargon.


(2)

Pendahuluan

Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat komunikasi dengan sesamanya. Pateda (1987:77) menyatakan bahwa bahasa bersifat arbitrer, konvensional, dan dinamis. Masyarakat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang bersifat dinamis menyebabkan banyak bermunculan ragam bahasa atau variasi bahasa. Salah satu bentuk pemakaian variasi bahasa yang dipengaruhi faktor sosial dalam komunikasi dapat dilihat dari penggunaan jargon pada suatu komunitas masyarakat tertentu. Kridalaksana (2009:87) menjelaskan bahwa jargon merupakan kosakata khusus yang digunakan di bidang kehidupan tertentu, seperti yang dipakai montir-montir, guru bahasa, dan tukang kayu, sehingga kosakata tersebut tidak dipakai dalam bidang lain. Salah satu bidang kehidupan yeng menggunakan jargon adalah pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo.

Para pedagang di Pasar Mimbaan Baru Situbondo mengusai tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Madura, dan bahasa Jawa. Ketiga bahasa yang digunakan terdapat kosakata khusus. Pada situasi tertentu mereka menggunakan tiga bahasa tersebut dan dalam situasi lain yang menuntut suasana keakraban perdagangan seperti pada saat interaksi jual-beli, mereka menggunakan kode-kode pedagang khusus yang dinamakan jargon. Kode-kode-kode jargon yang khusus ini memang sengaja diciptakan untuk menjalankan fungsi bahasa tertentu. Fungsi bahasa tersebut memang sengaja diciptakan oleh para pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo.

Jargon yang diciptakan muncul karena beberapa alasan yang memang dibutuhkan oleh para pedagang konfeksi. Latar belakang penggunaan jargon merupakan faktor-faktor penggunaan jargon yang dimunculkan karena masyarakat pengguna jargon yang beragam dan jargon tersebut digunakan untuk keperluan yang beragam pula. Kemunculan jargon tersebut sengaja dibuat agar masyarakat di luar komunitas tidak memahaminya. Hal tersebut menarik untuk diamati dan dikaji lebih jauh mengenai jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Situbondo bertujuan untuk membuat orang di luar komunitas tersebut juga dapat mengetahui dan memahami makna jargon tersebut. Penelitian tentang jargon ini, secara tidak langsung diharapkan memberikan konstribusi tersendiri dalam perkembangan ragam bahasa di Indonesia.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, rumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu: 1) bagaimanakah wujud jargon yang terdapat dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?; 2) apakah fungsi penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?; 3) faktor apa sajakah yang menyebabkan kemunculan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian ini berupa penelitian kualitatif karena menghasilkan deskripsi berupa kata-kata tertulis dan juga lisan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena penelitian ini menghasilkan jargon berupa kata-kata yang digunakan para pedagang konfeksi dalam berinteraksi jual-beli. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya atau ciri-cirinya yang asli. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan gambaran yang objektif tentang wujud jargon, fungsi jargon, dan juga faktor kemunculan jargon pada pedagang konfeksi Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Pada penelitian ini ditemukan dan dibahas 51 data dalam bentuk jargon. Data dalam penelitian ini adalah tuturan langsung para pedagang berupa jargon yang didapat dari observasi secara langsung maupun tidak langsung dan juga jargon tertulis pada dokumen-dokumen seperti pada nota penjualan grosir pedagang konfeksi yang didapat dengan cara dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan pedagang konfeksi dalam interaksi jual-beli di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data terdiri atas tiga alur kegiatan yaitu penyeleksian data, penginterpretasian data, dan penyimpulan. Instrument penelitian terdiri atas instrument utama yaitu peneliti dan instrument pembantu yaitu kamera, alat perekam suara, buku catatan, telepon genggam, dan tabel pengumpul data. Prosedur penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi (1) wujud jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo, (2) fungsi penggunaan jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo, dan (3) faktor penggunaan jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Adapun hasil dan pembahasannya adalah sebagai berikut.

A. Wujud Jargon

Wujud jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo meliputi wujud jargon berbentuk leksikon yang meliputi leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, leksikon


(3)

akronim, dan wujud jargon berbentuk frase. Lebih lanjut penjelasannya sebagai berikut.

Wujud Jargon Bentuk Leksikon

Leksikon adalah segala hal yang mempelajari perihal kata. Pada penelitian ini wujud jargon bentuk leksikon terdiri atas leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, dan leksikon akronim.

1. Bentuk Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang tidak mengalami proses morfologis. Proses morfologis meliputi proses afiksasi, reduplikasi, dan penggabungan. Wujud jargon leksikon kata dasar pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu wujud jargon leksikon kata dasar yang berasal dari Bahasa Indonesia dan wujud jargon leksikon kata dasar yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing. Wujud jargon leksikon kata dasar dapat dilihat pada data berikut.

Wujud Jargon Leksikon Kata Dasar yang Berasal dari Bahasa Indonesia.

(1) Dek Winda jumlahnya tujuh ratus dua puluh tiga ribu,

mau titip berapa dulu? (Lek-KD-1)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata titip merupakan kata dasar karena tidak mengalami proses morfologis. Kata titip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menaruh barang kepada orang lain supaya disimpan, sedangkan kata titip sesuai konteks pada Lek-KD-1 adalah membayar cicilan hutang kepada pedagang yang dilakukan oleh pembeli. Jargon tersebut digunakan dalam interaksi antara pembeli grosir dengan pedagang konfeksi guna memudahkan penulisan pembayaran yang terdapat pada nota pembelian sehingga penulisan nota terlihat lebih ringkas dan rapi.

Wujud Jargon Leksikon Kata Dasar yang Berasal dari Bahasa Daerah dan Bahasa Asing.

Wujud jargon yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo menggunakan Bahasa Madura, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Penggunaan jargon menggunakan bahasa daerah dilatar belakangi oleh para pedagang yang berasal dari daerah Madura, sedangkan penggunaan jargon menggunakan bahasa asing dilatarbelakangi oleh pendidikan para pedagang yang sudah menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Wujud jargon yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing dapat dilihat data berikut:

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1)

(nawarnya murah cak)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata moros merupakan kata dasar dalam Bahasa Madura karena tidak mengalami proses morfologis. Kata moros (dalam Pawitra, A. 2009:) adalah tentang buang air berkali-kali. Kata moros sesuai konteks pada Jrg-Drh-1 adalah penawaran harga pembeli yang sangat murah. Pedagang konfeksi menganalogikan pembeli yang menawar harga barang sangat murah sama dengan orang yang sedang mengalami buang air berkali-kali (sakit perut). Penggunaan kata moros merupakan pelampiasan amarah pedagang kepada pembeli yang menawar harga barang sangat murah sehingga membuat barangnya tidak laku.

2. Leksikon Berimbuhan

Kata berimbuhan adalah kata yang dihasilkan melalui proses afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Jika dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan gabungan dua imbuhan awalan dan akhiran (konfiks). Jargon dalam bentuk kata berimbuhan dapat dilihat data berikut.

(1) Mas, tambah lima ribu lagi, mumpung buat pelaris ini, saya baru buka soalnya! (Lek-Imb-1)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata pelaris (dibaca penglaris) merupakan kata berimbuhan karena mengalami proses afiksasi prefiks. Kata pelaris dibentuk dari kata dasar laris yang mendapat prefiks pe- atau {pe-} + {laris}. Kata laris yang semula kata sifat berubah menjadi kata benda karena mendapat prefiks pe-. Pelaris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang dagangan yang dijual murah agar yang lain dapat laku. Kata pelaris sesuai konteks yang terdapat pada Lek-Imb-1 adalah barang dagangan yang dijual murah pada pertama kali membuka toko agar selanjutya barang yang lain dapat laku juga hingga toko tutup.

3.Leksikon Singkatan

Singkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun tidak. Jargon dalam bentuk singkatan dapat dilihat data berikut.

(1) Panjang sama setelan, pisahkan! Cari yang kodenya Pj ma Stl di banderolnya. Pj (Lek-Sgk-1), Stl (Lek-Sgk-2) Bentuk pj dan stl merupakan bentuk singkatan karena bentuk tersebut merupakan gabungan huruf yang dilafalkan huruf demi huruf. Bentuk jargon pada Sgk-1 dan Lek-Sgk-2 merupakan pemendekan huruf pertama dari setiap suku kata. Singkatan pj merupakan kepanjangan dari kata panjang dan stl merupakan kepanjangan dari kata setelan. Jargon seperti ini biasa tertera pada plastik pembungkus pakaian. Hal tersebut berguna untuk memudahkan


(4)

pedagang dalam mencari barang atau pakaian yang diminta pembeli.

4. Leksikon Akronim

Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata Jargon dalam bentuk akronim dapat dilihat data berikut.

(1) Terima kasih atas kunjungan anda! (Lek-Akr-1) di Trisna Baru Fashion pasti PAS

Pasti Murahnya Asli Barangnya

Semoga menjadi langganan.

Kata yang dicetak tebal pada Lek-Akr-1 merupakan jargon dalam bentuk akronim karena berupa gabungan huruf awal yang ditulis dan dilafalkan. Cara pembentukan PAS ini berasal dari gabungan huruf awal kata yakni, P berasal dari kata pasti, A berasal dari kata asli, dan S berasal dari kata santun. Kata PAS sesuai konteks pada Lek-Akr-1 adalah promosi kepada pembelinya mengenai kemurahan dan keaslian barangnya sekaligus harapan pedagang kepada pembeli agar menjadi langganannya.

Wujud Jargon Bentuk Frasa

Wujud jargon yang kedua yaitu wujud jargon yang berbentuk frasa. Frase merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut dengan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Jenis frase berdasarkan persamaan distribusi biasanya dibedakan adanya frase eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif dan frase apositif. Jargon dalam bentuk frase dapat dilihat data berikut.

(1) Ini khusus nota bon! (Fra-1)

Nota bon merupakan wujud jargon bentuk frasa endosentrik. Frase endosentris karena komponen yang bukan inti (komponen 2) membatasi dan memberikan keterangan pada komponen intinya. Kata nota merupakan komponen inti yang berarti surat keterangan pembelian dan kata bon pada merupakan komponen yang bukan inti (komponen 2) yang berarti hutang. Frasa sesuai konteks pada Fra-1 adalah surat keterangan pembelian yang masih belum dibayar (hutang).

Wujud Jargon Bentuk Frasa pada Kode Harga Barang. Wujud jargon bentuk frasa juga ditemukan pada kode harga barang. Wujud jargon bentuk frasa pada kode harga barang adalah kode yang diciptakan oleh pedagang yang berfungsi untuk memberikan keterangan harga. Kode harga ini diciptakan dengan menggunakan kombinasi huruf yang membentuk frase. Kombinasi huruf tersebut memiliki keterangan angka 1 hingga 0 pada tiap hurufnya. Kode harga barang yang diciptakan oleh pedagang bersifat

rahasia. Kode harga ini hanya diketahui oleh para pedagang di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Jargon bentuk kode harga barang tersebut diciptakan oleh para pedagang karena suatu kebutuhan pedagang dalam melakukan interaksi jual-beli. Wujud jargon bentuk kode harga barang dapat dilihat data berikut.

Kd-Hrg-1

YANG KUBELI

Yang Kubeli merupakan wujud jargon bentuk frasa eksosentris nondirektif . Frase eksosentris nondirektif karena komponen 1 yaitu kata yang berupa artikulasi. Kata kubeli pada Kd-Hrg-1 merupakan komponen 2 yang berupa kelas kata.

Wujud Jargon Bentuk Frasa pada Model Pakaian yang Berasal dari Nama Selebriti di Indonesia

Model pakaian atau busana pada pekembangannya selalu berubah. Perubahan model pakaian ini merupakan tuntutan bagi bangsa Indonesia agar bersaing dengan bangsa lainnya dalam bidang fashion. Nama model pakaian pada asalnya berasal dari bahasa asing seperti model kaftan yang berasal dari Bahasa Arab dan model blazer dari Bahasa Inggris. Pengenalan model pakaian terbaru di Indonesia dikenalkan pada masyarakat umum pertama kali melalui peraga busana dari para selebriti di Indonesia. Hal ini menyebabkan para produsen konfeksi di Indonesia membuat pakaian yang sama dengan model yang digunakan oleh para selebriti. Selanjutnya, pakaian tersebut akan dipasarkan pada beberapa pasar daerah, salah satunya di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Pedagang yang masih belum mengetahui nama model pakaian terbaru akan memberikan nama sendiri sesuai dengan model yang digunakan oleh selebriti. Wujud jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti di Indonesia dapat dilihat data berikut.

(1) Hos, ini rokDewi Persik baru, nanti kasih tahu ke bak Mufida! (Jrg-Slb-1)

Nama selebriti Dewi Persik yang dicetak tebal pada Jrg-Slb-1 merupakan model pakaian rok yang sedang terkenal di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Rok Dewi Persik merupakan jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti. Model rok ini berbentuk celana yang dua sisinya lebar sehingga ketika dikenakan akan tampak seperti rok. Selebriti Dewi Persik merupakan aktor dan juga penyanyi yang berasal dari Kabupaten Jember.

B. Fungsi Jargon. 1. 1. Memberikan Perintah

Penggunaan jargon oleh para pedagang berfungsi sebagai perintah. Perintah tersebut dilakukan pedagang untuk memerintah karyawan ataupun juga pembeli. Fungsi perintah dimaksudkan agar karyawan ataupun juga pembeli melakukan apa yang dipinta oleh pedagang. Fungsi


(5)

penggunaan jargon untuk memberikan perintah dapat dilihat data berlikut.

(1) itu masih HP! Suruh tambah sedikit. (Lek-KD-7) Jargon pada data Lek-KD-7 di atas berfungsi untuk memerintah. Pada kalimat di atas, pedagang memerintah kepada karyawannya untuk meminta pembeli menambahkan harga tawarnya pada barang/pakaian yang akan dibeli. Jargon tambah sesuai konteks pada kalimat di atas memiliki arti pedagang yang meminta tambahan harga untuk suatu barang yang ditawar oleh pembeli.

2. Mengidentifikasi Barang

Toko konfeksi yang terdapat di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiliki bermacam-macam model pakaian. Fungsi penggunaan jargon untuk mengidentifikasi barang dimaksudkan agar nama barang dapat diketahui dengan menggunakan jargon bahasa yang digunakan. Fungsi penggunaan jargon untuk mengidentifikasi barang dapat dilihat data berikut.

(1) iya! Terusan itu, ini kan ada kodenya trs. Kalau setelan kayak ini barangnya, terusan (Lek-imb-3), setelan (Lek-imb-4)

Jargon pada data Lek-Imb-3 dan Lek-Imb-4 di atas berfungsi untuk mengidentifikasi barang. Pada kalimat di atas, jargon terusan diberikan untuk mengidentifikasi barang atau pakaian yang berbentuk panjang dan jargon setelan diberikan untuk mengidentifikasi barang atau pakaian yang terpisah antara pakaian atasan dan pakaian bawahan.

3. Merahasiakan Harga Barang

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiki kode harga barang yang disusun dari kata atau frasa. Kata atau frasa tersebut terdiri dari 10 huruf yang terdiri dari huruf vokal dan konsonan. Kode harga tersebut membentuk kata atau frasa yang memiliki keterangan angka 1 hingga 0. Kode harga ini sudah menjadi suatu yang konvensional dan digunakan secara terbiasa oleh para pedagang untuk kepentingan dalam interaksi jual-beli. Oleh karena itu, kode harga tersebut bersifat rahasia yang hanya diketahui oleh pedagang. Fungsi penggunaan jargon untuk kerahasiaan harga barang dapat dilihat data berikut.

Kd-hrg-1

KODE Y A N G K U B E L I

ANGKA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Prinsip pembentukan kode harga barang dengan menggunakan wujud jargon kode harga pada Kd-hrg-1 adalah sebagai berikut:

1. Pengekalan angka pertama pada harga ribuan, misalnya:

K : 5.000 N : 3.000

2. Pengekalan dua angka pertama pada harga puluhan ribu, misalnya:

AN : 23.000 LA : 92.000

3. Pengekalan tiga angka pertama pada harga puluhan ribu dan ratusan, misalnya:

NBK : 37.500 KBK : 57.500

4. Pengekalan empat angka pertama pada harga ribuan, ratusan, dan puluhan, misalnya:

AAK : 2.250 LNK : 9.350

4. Menampilkan Kosakata Baru

Bahasa dan penuturnya memiliki sifat dinamis. Sifat tersebut menandakan bahwa antara bahasa dan juga penutur terus berkembang dari masa ke masa. Salah satu bentuk perkembangan bahasa dan penuturnya adalah munculnya variasi bahasa. Maka dari itu, masyarakat bahasa dalam perkembangannya akan secara bebas menciptakan kosakata baru yang dapat dimengerti oleh para penuturya. Fungsi jargon menampilkan kosakata baru dapat dilihat data berikut.

(1) Buh…. Itu gali barangnya! (Lek-KD-15) (2) Itu dua puluh lima ribu lasmal. (Lek-KD-16)

Jargon pada data Lek-KD-15 dan Lek-KD-16 di atas berfungsi untuk menampilkan kosakata baru. Pada kalimat Lek-KD-15, kata gali memiliki arti barang yang sangat mahal dan juga bagus kualitasnya dan pada kalimat Lek-KD-16, kata lasmal memiliki arti harga jual awal barang sebelum mendapatkan laba penjualan. Kata gali dan lasmal merupakan kosakata baru yang muncul dari kedinamisan bahasa dan penuturnya di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. 5. Pengganti Istilah dalam Perdagangan

Istilah dalam perdagangan dirasakan sulit dimengerti oleh para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Para pedagang menggunakan jargon bahasa untuk menggantikan istilah-itilah sulit dalam perdagangan. Jargon pengganti istilah-istilah sulit dalam perdagangan membantu pedagang dalam melakukan aktivitas perdagangan. Fungsi penggunaan jargon untuk pengganti istilah dalam perdagangan dapat dilihat data berikut. (1) Mas, Celananya yang rockylyn selusin, seri ya! (Lek-KD-8)

Jargon pada data Lek-KD-8 di atas berfungsi untuk menggantikan istilah dalam perdagangan. Pada dunia perdagangan konfeksi terdapat aturan bahwa pembelian barang konfeksi tidak boleh mengecer, pembelian minimal 3 barang pada setiap jenis barang. Aturan tersebut di Pasar


(6)

Mimbaan Baru Situbondo disebut dengan seri. Kata seri menggantikan istilah dalam aturan perdagangan tersebut. 6. Pengganti Istilah Tabu

Istilah tabu merupakan istilah kotor yang tidak baik untuk diucapkan di tengah-tengah masyarakat. Adanya jargon membantu masyarakat untuk mengucapkan istilah tabu dengan menghilangkan sifat kotor. Jargon yang berfungsi untuk pengganti istilah tabu dapat dilihat data berikut.

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1) (nawarnya murah cak)

Jargon pada data Jrg-Drh-1 di atas berfungsi untuk menggantikan istilah tabu. Pada interaksi tawar-menawar (jual-beli) terdapat pembeli yang menawar harga dengan tinggi dan juga ada yang menawar dengan harga yang sangat rendah jauh dari harga jual. Pembeli yang menawar harga barang sangat rendah jauh dari harga jual terkadang membuat para pedagang kesal dan mengucapkan kata-kata tabu. Pembeli tersebut oleh para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo disebut dengan moros. Penggunaan istilah tersebut digunakan agar pembeli tidak tersinggung. Kata moros sesungguhnya memiliki arti buang air berkali-kali.

C. Faktor Penggunaan Jargon. 1. Faktor Gengsi

Penggunaan jargon dianggap lebih bergengsi karena lebih sering digunakan oleh anggota suatu komunitas. Gengsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kehormatan atau harga diri. penggunaan jargon yang berasal dari nama selebriti untuk model pakaian dianggap lebih bergengsi. Penggunaan nama selebriti untuk suatu model pakaian dapat menaikkan citra suatu barang. Faktor penggunaan jargon yang dianggap bergengsi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo dapat dilihat data berikut: (1) Hos, ini rok Dewi Persik baru, nanti kasih tahu ke bak Mufida! (Jrg-Slb-1)

Rok Dewi Persik merupakan rok berbentuk celana yang dua sisinya lebar sehingga ketika dikenakan akan tampak seperti rok. Nama selebriti Dewi Persik merupakan artis atau selebriti terkenal yang berasal dari Kabupaten Jember. Penggunaan nama Dewi Persik pada model pakaian akan membuat citra barang menjadi baik dan terlihat bergengsi bagi pemakainya.

2. Faktor Memudahkan Penutur

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo menggunakan jargon untuk mempermudah kegiatan interaksi jual-beli. Komunikasi interaksi jual-beli dilakukan antara pedagang dan pembeli pada saat tawar-menawar harga barang. Barang konfeksi yang sangat bermacam terkadang membuat pedagang kesulitan dalam

mencarinya di dalam rak barang. Oleh karena itu, para pedagang membuat jargon penamaan barang untuk mempermudah pencarian barang saat interaksi jual-beli. Faktor penggunaan jargon yang dilakukan untuk memudahkan penutur dapat dilihat data berikut.

(1) iya! Terusan itu, ini kan ada kodenya trs. Kalau setelan kayak ini barangnya, terusan (Lek-Imb-3), setelan (Lek-Imb-4)

Jargon yang dicetak tebal yaitu kata terusan dan setelan dibuat untuk memudahkan pedagang dalam penamaan barang atau pakaian. Jargon tersebut juga digunakan untuk memudahkan pedagang dalam memberikan penjelasan barang kepada pembeli. Jargon terusan digunakan untuk penamaan barang atau pakaian yang bentuknya panjang dari atas hingga bawah dan jargon setelan digunakan untuk barang yang terpisah antara pakaian atasan dan bawahannya.

3. Faktor Identitas Sosial Penutur

Penggunaan jargon oleh suatu komunitas tertentu juga digunakan untuk memperkenalkan identitas sosial penutur. Para pedagang konfeksi pengguna jargon di Pasar Mimbaan Baru Situbondo pada umumnya merupakan masyarakat suku Madura. Bahasa keseharian yang digunakan oleh para pedagang mayoritas adalah Bahasa Madura. Pada komunikasi tertentu pedagang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bentuk menghargai sesama pedagang yang berasal dari Pulau Jawa. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Bahasa Madura memiliki kedudukan yang sama dengan Bahasa Indonesia. Faktor penggunaan jargon yang dilakukan untuk menampakkan identitas sosial penutur dapat dilihat data berikut.

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1) (nawarnya murah cak)

(2) Kaule gellek paju se mercon mi! (Jrg-Drh-2) (saya tadi laku yang mercon mi)

Kata yang dicetak tebal yakni moros dan mercon merupakan kosakata dalam Bahasa Madura. Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan baru Situbondo menggunakan jargon Bahasa Madura untuk memperkenalkan diri secara tidak langsung kepada lawan tutur mengenai daerah asalnya. Lawan tutur yang mendengar pedagang konfeksi menggunakan Bahasa Madura dalam berkomunikasi bisa menebak asal-usul dari pedagang konfeksi sehingga komunikasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Bahasa Madura.

4. Faktor Kerahasiaan Harga Barang

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo melakukan penjualan dengan sistem tradisional. Sistem tradisional yang dimaksudkan adalah pedagang konfeksi melakukan penjualan dengan cara tawar-menawar. Pada kegiatan tawar-menawar pedagang merahasiakan harga jual barang yang sesungguhnya kepada


(7)

pembeli. Harga jual sesungguhnya diketahui oleh pedagang dengan cara membuat kode harga barang. Kode harga tersebut tertulis pada setiap merek dagang. Kode harga yang dibuat oleh pedagang disusun dari kombinasi 10 huruf yang membentuk kata atau frasa. Pada setiap huruf tersebut memiliki keterangan angka 1 hingga 0.

Kesimpulan

Wujud jargon yang terdapat dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk tersebut meliputi bentuk leksikon dan frasa. Bentuk leksikon meliputi leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, dan leksikon akronim. Selain itu, wujud jargon yang ditemukan dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo juga terdapat wujud jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti di Indonesia. Pada penelitian ini juga dirumuskan fungsi penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Fungsi penggunaan jargon tersebut meliputi (1) fungsi memberikan perintah, (2) fungsi mengidentifikasi barang, (3) fungsi merahasiakan harga barang, (4) fungsi menampilkan kosakata baru, (5) fungsi pengganti istilah dalam perdagangan, dan (6) fungsi pengganti istilah tabu. Kemunculan penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi (1) faktor gengsi, (2) faktor memudahkan penutur, (3) faktor identitas sosial penutur, dan (4) faktor kerahasiaan harga barang. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakasanakan diberikan saran-saran sebagai berikut: (1) dosen pengampu mata kuliah sosiolinguistik, hendaknya dengan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perkuliahan kajian sosiolinguistik pada materi variasi bahasa, (2) Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hendaknya dengan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai variasi bahasa atau ragam bahasa untuk dimanfaatkan dalam diskusi kajian sosiolinguistik, (3) Peneliti selanjutnya, hendaknya dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian sosiolinguistik dan dijadikan sebagai studi banding dalam merumuskan masalah baru khususnya tentang wujud jargon, fungsi jargon, dan faktor kemunculan penggunaan jargon.

Daftar Pustaka

Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.

Kridalaksana, H. 2001. Fungsi dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Pateda, M. 1992. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pawitra, A. 2009. Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.


(1)

Pendahuluan

Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia sebagai alat komunikasi dengan sesamanya. Pateda (1987:77) menyatakan bahwa bahasa bersifat arbitrer, konvensional, dan dinamis. Masyarakat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang bersifat dinamis menyebabkan banyak bermunculan ragam bahasa atau variasi bahasa. Salah satu bentuk pemakaian variasi bahasa yang dipengaruhi faktor sosial dalam komunikasi dapat dilihat dari penggunaan jargon pada suatu komunitas masyarakat tertentu. Kridalaksana (2009:87) menjelaskan bahwa jargon merupakan kosakata khusus yang digunakan di bidang kehidupan tertentu, seperti yang dipakai montir-montir, guru bahasa, dan tukang kayu, sehingga kosakata tersebut tidak dipakai dalam bidang lain. Salah satu bidang kehidupan yeng menggunakan jargon adalah pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo.

Para pedagang di Pasar Mimbaan Baru Situbondo mengusai tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Madura, dan bahasa Jawa. Ketiga bahasa yang digunakan terdapat kosakata khusus. Pada situasi tertentu mereka menggunakan tiga bahasa tersebut dan dalam situasi lain yang menuntut suasana keakraban perdagangan seperti pada saat interaksi jual-beli, mereka menggunakan kode-kode pedagang khusus yang dinamakan jargon. Kode-kode-kode jargon yang khusus ini memang sengaja diciptakan untuk menjalankan fungsi bahasa tertentu. Fungsi bahasa tersebut memang sengaja diciptakan oleh para pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo.

Jargon yang diciptakan muncul karena beberapa alasan yang memang dibutuhkan oleh para pedagang konfeksi. Latar belakang penggunaan jargon merupakan faktor-faktor penggunaan jargon yang dimunculkan karena masyarakat pengguna jargon yang beragam dan jargon tersebut digunakan untuk keperluan yang beragam pula. Kemunculan jargon tersebut sengaja dibuat agar masyarakat di luar komunitas tidak memahaminya. Hal tersebut menarik untuk diamati dan dikaji lebih jauh mengenai jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Situbondo bertujuan untuk membuat orang di luar komunitas tersebut juga dapat mengetahui dan memahami makna jargon tersebut. Penelitian tentang jargon ini, secara tidak langsung diharapkan memberikan konstribusi tersendiri dalam perkembangan ragam bahasa di Indonesia.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, rumusan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu: 1) bagaimanakah wujud jargon yang terdapat dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?; 2) apakah fungsi penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?; 3) faktor apa sajakah yang menyebabkan kemunculan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di pasar Mimbaan Baru Situbondo?.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian ini berupa penelitian kualitatif karena menghasilkan deskripsi berupa kata-kata tertulis dan juga lisan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena penelitian ini menghasilkan jargon berupa kata-kata yang digunakan para pedagang konfeksi dalam berinteraksi jual-beli. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya atau ciri-cirinya yang asli. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan gambaran yang objektif tentang wujud jargon, fungsi jargon, dan juga faktor kemunculan jargon pada pedagang konfeksi Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Pada penelitian ini ditemukan dan dibahas 51 data dalam bentuk jargon. Data dalam penelitian ini adalah tuturan langsung para pedagang berupa jargon yang didapat dari observasi secara langsung maupun tidak langsung dan juga jargon tertulis pada dokumen-dokumen seperti pada nota penjualan grosir pedagang konfeksi yang didapat dengan cara dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan pedagang konfeksi dalam interaksi jual-beli di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data terdiri atas tiga alur kegiatan yaitu penyeleksian data, penginterpretasian data, dan penyimpulan. Instrument penelitian terdiri atas instrument utama yaitu peneliti dan instrument pembantu yaitu kamera, alat perekam suara, buku catatan, telepon genggam, dan tabel pengumpul data. Prosedur penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi (1) wujud jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo, (2) fungsi penggunaan jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo, dan (3) faktor penggunaan jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Adapun hasil dan pembahasannya adalah sebagai berikut.

A. Wujud Jargon

Wujud jargon yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo meliputi wujud jargon berbentuk leksikon yang meliputi leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, leksikon


(2)

akronim, dan wujud jargon berbentuk frase. Lebih lanjut penjelasannya sebagai berikut.

Wujud Jargon Bentuk Leksikon

Leksikon adalah segala hal yang mempelajari perihal kata. Pada penelitian ini wujud jargon bentuk leksikon terdiri atas leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, dan leksikon akronim.

1. Bentuk Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang tidak mengalami proses morfologis. Proses morfologis meliputi proses afiksasi, reduplikasi, dan penggabungan. Wujud jargon leksikon kata dasar pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu wujud jargon leksikon kata dasar yang berasal dari Bahasa Indonesia dan wujud jargon leksikon kata dasar yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing. Wujud jargon leksikon kata dasar dapat dilihat pada data berikut.

Wujud Jargon Leksikon Kata Dasar yang Berasal dari Bahasa Indonesia.

(1) Dek Winda jumlahnya tujuh ratus dua puluh tiga ribu, mau titip berapa dulu? (Lek-KD-1)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata titip merupakan kata dasar karena tidak mengalami proses morfologis. Kata titip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menaruh barang kepada orang lain supaya disimpan, sedangkan kata titip sesuai konteks pada Lek-KD-1 adalah membayar cicilan hutang kepada pedagang yang dilakukan oleh pembeli. Jargon tersebut digunakan dalam interaksi antara pembeli grosir dengan pedagang konfeksi guna memudahkan penulisan pembayaran yang terdapat pada nota pembelian sehingga penulisan nota terlihat lebih ringkas dan rapi.

Wujud Jargon Leksikon Kata Dasar yang Berasal dari Bahasa Daerah dan Bahasa Asing.

Wujud jargon yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing yang terdapat pada pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo menggunakan Bahasa Madura, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Penggunaan jargon menggunakan bahasa daerah dilatar belakangi oleh para pedagang yang berasal dari daerah Madura, sedangkan penggunaan jargon menggunakan bahasa asing dilatarbelakangi oleh pendidikan para pedagang yang sudah menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Wujud jargon yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing dapat dilihat data berikut:

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1)

(nawarnya murah cak)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata moros merupakan kata dasar dalam Bahasa Madura karena tidak mengalami proses morfologis. Kata moros (dalam Pawitra, A. 2009:) adalah tentang buang air berkali-kali. Kata moros sesuai konteks pada Jrg-Drh-1 adalah penawaran harga pembeli yang sangat murah. Pedagang konfeksi menganalogikan pembeli yang menawar harga barang sangat murah sama dengan orang yang sedang mengalami buang air berkali-kali (sakit perut). Penggunaan kata moros merupakan pelampiasan amarah pedagang kepada pembeli yang menawar harga barang sangat murah sehingga membuat barangnya tidak laku.

2. Leksikon Berimbuhan

Kata berimbuhan adalah kata yang dihasilkan melalui proses afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Jika dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan gabungan dua imbuhan awalan dan akhiran (konfiks). Jargon dalam bentuk kata berimbuhan dapat dilihat data berikut.

(1) Mas, tambah lima ribu lagi, mumpung buat pelaris ini, saya baru buka soalnya! (Lek-Imb-1)

Kata yang dicetak tebal yaitu kata pelaris (dibaca penglaris) merupakan kata berimbuhan karena mengalami proses afiksasi prefiks. Kata pelaris dibentuk dari kata dasar laris yang mendapat prefiks pe- atau {pe-} + {laris}. Kata laris yang semula kata sifat berubah menjadi kata benda karena mendapat prefiks pe-. Pelaris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang dagangan yang dijual murah agar yang lain dapat laku. Kata pelaris sesuai konteks yang terdapat pada Lek-Imb-1 adalah barang dagangan yang dijual murah pada pertama kali membuka toko agar selanjutya barang yang lain dapat laku juga hingga toko tutup.

3.Leksikon Singkatan

Singkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun tidak. Jargon dalam bentuk singkatan dapat dilihat data berikut.

(1) Panjang sama setelan, pisahkan! Cari yang kodenya

Pj ma Stl di banderolnya. Pj (Lek-Sgk-1), Stl (Lek-Sgk-2) Bentuk pj dan stl merupakan bentuk singkatan karena bentuk tersebut merupakan gabungan huruf yang dilafalkan huruf demi huruf. Bentuk jargon pada Sgk-1 dan Lek-Sgk-2 merupakan pemendekan huruf pertama dari setiap suku kata. Singkatan pj merupakan kepanjangan dari kata panjang dan stl merupakan kepanjangan dari kata setelan. Jargon seperti ini biasa tertera pada plastik pembungkus pakaian. Hal tersebut berguna untuk memudahkan


(3)

pedagang dalam mencari barang atau pakaian yang diminta pembeli.

4. Leksikon Akronim

Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata Jargon dalam bentuk akronim dapat dilihat data berikut.

(1) Terima kasih atas kunjungan anda! (Lek-Akr-1) di Trisna Baru Fashion pasti PAS

Pasti Murahnya

Asli Barangnya

Semoga menjadi langganan.

Kata yang dicetak tebal pada Lek-Akr-1 merupakan jargon dalam bentuk akronim karena berupa gabungan huruf awal yang ditulis dan dilafalkan. Cara pembentukan PAS ini berasal dari gabungan huruf awal kata yakni, P berasal dari kata pasti, A berasal dari kata asli, dan S berasal dari kata santun. Kata PAS sesuai konteks pada Lek-Akr-1 adalah promosi kepada pembelinya mengenai kemurahan dan keaslian barangnya sekaligus harapan pedagang kepada pembeli agar menjadi langganannya.

Wujud Jargon Bentuk Frasa

Wujud jargon yang kedua yaitu wujud jargon yang berbentuk frasa. Frase merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut dengan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Jenis frase berdasarkan persamaan distribusi biasanya dibedakan adanya frase eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif dan frase apositif. Jargon dalam bentuk frase dapat dilihat data berikut.

(1) Ini khusus nota bon! (Fra-1)

Nota bon merupakan wujud jargon bentuk frasa endosentrik. Frase endosentris karena komponen yang bukan inti (komponen 2) membatasi dan memberikan keterangan pada komponen intinya. Kata nota merupakan komponen inti yang berarti surat keterangan pembelian dan kata bon pada merupakan komponen yang bukan inti (komponen 2) yang berarti hutang. Frasa sesuai konteks pada Fra-1 adalah surat keterangan pembelian yang masih belum dibayar (hutang).

Wujud Jargon Bentuk Frasa pada Kode Harga Barang. Wujud jargon bentuk frasa juga ditemukan pada kode harga barang. Wujud jargon bentuk frasa pada kode harga barang adalah kode yang diciptakan oleh pedagang yang berfungsi untuk memberikan keterangan harga. Kode harga ini diciptakan dengan menggunakan kombinasi huruf yang membentuk frase. Kombinasi huruf tersebut memiliki keterangan angka 1 hingga 0 pada tiap hurufnya. Kode harga barang yang diciptakan oleh pedagang bersifat

rahasia. Kode harga ini hanya diketahui oleh para pedagang di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Jargon bentuk kode harga barang tersebut diciptakan oleh para pedagang karena suatu kebutuhan pedagang dalam melakukan interaksi jual-beli. Wujud jargon bentuk kode harga barang dapat dilihat data berikut.

Kd-Hrg-1 YANG KUBELI

Yang Kubeli merupakan wujud jargon bentuk frasa eksosentris nondirektif . Frase eksosentris nondirektif karena komponen 1 yaitu kata yang berupa artikulasi. Kata kubeli pada Kd-Hrg-1 merupakan komponen 2 yang berupa kelas kata.

Wujud Jargon Bentuk Frasa pada Model Pakaian yang Berasal dari Nama Selebriti di Indonesia

Model pakaian atau busana pada pekembangannya selalu berubah. Perubahan model pakaian ini merupakan tuntutan bagi bangsa Indonesia agar bersaing dengan bangsa lainnya dalam bidang fashion. Nama model pakaian pada asalnya berasal dari bahasa asing seperti model kaftan yang berasal dari Bahasa Arab dan model blazer dari Bahasa Inggris. Pengenalan model pakaian terbaru di Indonesia dikenalkan pada masyarakat umum pertama kali melalui peraga busana dari para selebriti di Indonesia. Hal ini menyebabkan para produsen konfeksi di Indonesia membuat pakaian yang sama dengan model yang digunakan oleh para selebriti. Selanjutnya, pakaian tersebut akan dipasarkan pada beberapa pasar daerah, salah satunya di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Pedagang yang masih belum mengetahui nama model pakaian terbaru akan memberikan nama sendiri sesuai dengan model yang digunakan oleh selebriti. Wujud jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti di Indonesia dapat dilihat data berikut.

(1) Hos, ini rokDewi Persik baru, nanti kasih tahu ke bak Mufida! (Jrg-Slb-1)

Nama selebriti Dewi Persik yang dicetak tebal pada Jrg-Slb-1 merupakan model pakaian rok yang sedang terkenal di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Rok Dewi Persik merupakan jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti. Model rok ini berbentuk celana yang dua sisinya lebar sehingga ketika dikenakan akan tampak seperti rok. Selebriti Dewi Persik merupakan aktor dan juga penyanyi yang berasal dari Kabupaten Jember.

B. Fungsi Jargon. 1. 1. Memberikan Perintah

Penggunaan jargon oleh para pedagang berfungsi sebagai perintah. Perintah tersebut dilakukan pedagang untuk memerintah karyawan ataupun juga pembeli. Fungsi perintah dimaksudkan agar karyawan ataupun juga pembeli melakukan apa yang dipinta oleh pedagang. Fungsi


(4)

penggunaan jargon untuk memberikan perintah dapat dilihat data berlikut.

(1) itu masih HP! Suruh tambah sedikit. (Lek-KD-7) Jargon pada data Lek-KD-7 di atas berfungsi untuk memerintah. Pada kalimat di atas, pedagang memerintah kepada karyawannya untuk meminta pembeli menambahkan harga tawarnya pada barang/pakaian yang akan dibeli. Jargon tambah sesuai konteks pada kalimat di atas memiliki arti pedagang yang meminta tambahan harga untuk suatu barang yang ditawar oleh pembeli.

2. Mengidentifikasi Barang

Toko konfeksi yang terdapat di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiliki bermacam-macam model pakaian. Fungsi penggunaan jargon untuk mengidentifikasi barang dimaksudkan agar nama barang dapat diketahui dengan menggunakan jargon bahasa yang digunakan. Fungsi penggunaan jargon untuk mengidentifikasi barang dapat dilihat data berikut.

(1) iya! Terusan itu, ini kan ada kodenya trs. Kalau

setelan kayak ini barangnya, terusan (Lek-imb-3), setelan (Lek-imb-4)

Jargon pada data Lek-Imb-3 dan Lek-Imb-4 di atas berfungsi untuk mengidentifikasi barang. Pada kalimat di atas, jargon terusan diberikan untuk mengidentifikasi barang atau pakaian yang berbentuk panjang dan jargon setelan diberikan untuk mengidentifikasi barang atau pakaian yang terpisah antara pakaian atasan dan pakaian bawahan.

3. Merahasiakan Harga Barang

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiki kode harga barang yang disusun dari kata atau frasa. Kata atau frasa tersebut terdiri dari 10 huruf yang terdiri dari huruf vokal dan konsonan. Kode harga tersebut membentuk kata atau frasa yang memiliki keterangan angka 1 hingga 0. Kode harga ini sudah menjadi suatu yang konvensional dan digunakan secara terbiasa oleh para pedagang untuk kepentingan dalam interaksi jual-beli. Oleh karena itu, kode harga tersebut bersifat rahasia yang hanya diketahui oleh pedagang. Fungsi penggunaan jargon untuk kerahasiaan harga barang dapat dilihat data berikut.

Kd-hrg-1

KODE Y A N G K U B E L I ANGKA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Prinsip pembentukan kode harga barang dengan menggunakan wujud jargon kode harga pada Kd-hrg-1 adalah sebagai berikut:

1. Pengekalan angka pertama pada harga ribuan, misalnya:

K : 5.000 N : 3.000

2. Pengekalan dua angka pertama pada harga puluhan ribu, misalnya:

AN : 23.000 LA : 92.000

3. Pengekalan tiga angka pertama pada harga puluhan ribu dan ratusan, misalnya:

NBK : 37.500 KBK : 57.500

4. Pengekalan empat angka pertama pada harga ribuan, ratusan, dan puluhan, misalnya:

AAK : 2.250 LNK : 9.350

4. Menampilkan Kosakata Baru

Bahasa dan penuturnya memiliki sifat dinamis. Sifat tersebut menandakan bahwa antara bahasa dan juga penutur terus berkembang dari masa ke masa. Salah satu bentuk perkembangan bahasa dan penuturnya adalah munculnya variasi bahasa. Maka dari itu, masyarakat bahasa dalam perkembangannya akan secara bebas menciptakan kosakata baru yang dapat dimengerti oleh para penuturya. Fungsi jargon menampilkan kosakata baru dapat dilihat data berikut.

(1) Buh…. Itu gali barangnya! (Lek-KD-15) (2) Itu dua puluh lima ribu lasmal. (Lek-KD-16)

Jargon pada data Lek-KD-15 dan Lek-KD-16 di atas berfungsi untuk menampilkan kosakata baru. Pada kalimat Lek-KD-15, kata gali memiliki arti barang yang sangat mahal dan juga bagus kualitasnya dan pada kalimat Lek-KD-16, kata lasmal memiliki arti harga jual awal barang sebelum mendapatkan laba penjualan. Kata gali dan lasmal merupakan kosakata baru yang muncul dari kedinamisan bahasa dan penuturnya di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. 5. Pengganti Istilah dalam Perdagangan

Istilah dalam perdagangan dirasakan sulit dimengerti oleh para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Para pedagang menggunakan jargon bahasa untuk menggantikan istilah-itilah sulit dalam perdagangan. Jargon pengganti istilah-istilah sulit dalam perdagangan membantu pedagang dalam melakukan aktivitas perdagangan. Fungsi penggunaan jargon untuk pengganti istilah dalam perdagangan dapat dilihat data berikut. (1) Mas, Celananya yang rockylyn selusin, seri ya! (Lek-KD-8)

Jargon pada data Lek-KD-8 di atas berfungsi untuk menggantikan istilah dalam perdagangan. Pada dunia perdagangan konfeksi terdapat aturan bahwa pembelian barang konfeksi tidak boleh mengecer, pembelian minimal 3 barang pada setiap jenis barang. Aturan tersebut di Pasar


(5)

Mimbaan Baru Situbondo disebut dengan seri. Kata seri menggantikan istilah dalam aturan perdagangan tersebut. 6. Pengganti Istilah Tabu

Istilah tabu merupakan istilah kotor yang tidak baik untuk diucapkan di tengah-tengah masyarakat. Adanya jargon membantu masyarakat untuk mengucapkan istilah tabu dengan menghilangkan sifat kotor. Jargon yang berfungsi untuk pengganti istilah tabu dapat dilihat data berikut.

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1) (nawarnya murah cak)

Jargon pada data Jrg-Drh-1 di atas berfungsi untuk menggantikan istilah tabu. Pada interaksi tawar-menawar (jual-beli) terdapat pembeli yang menawar harga dengan tinggi dan juga ada yang menawar dengan harga yang sangat rendah jauh dari harga jual. Pembeli yang menawar harga barang sangat rendah jauh dari harga jual terkadang membuat para pedagang kesal dan mengucapkan kata-kata tabu. Pembeli tersebut oleh para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo disebut dengan moros. Penggunaan istilah tersebut digunakan agar pembeli tidak tersinggung. Kata moros sesungguhnya memiliki arti buang air berkali-kali.

C. Faktor Penggunaan Jargon. 1. Faktor Gengsi

Penggunaan jargon dianggap lebih bergengsi karena lebih sering digunakan oleh anggota suatu komunitas. Gengsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kehormatan atau harga diri. penggunaan jargon yang berasal dari nama selebriti untuk model pakaian dianggap lebih bergengsi. Penggunaan nama selebriti untuk suatu model pakaian dapat menaikkan citra suatu barang. Faktor penggunaan jargon yang dianggap bergengsi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo dapat dilihat data berikut: (1) Hos, ini rok Dewi Persik baru, nanti kasih tahu ke bak Mufida! (Jrg-Slb-1)

Rok Dewi Persik merupakan rok berbentuk celana yang dua sisinya lebar sehingga ketika dikenakan akan tampak seperti rok. Nama selebriti Dewi Persik merupakan artis atau selebriti terkenal yang berasal dari Kabupaten Jember. Penggunaan nama Dewi Persik pada model pakaian akan membuat citra barang menjadi baik dan terlihat bergengsi bagi pemakainya.

2. Faktor Memudahkan Penutur

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo menggunakan jargon untuk mempermudah kegiatan interaksi jual-beli. Komunikasi interaksi jual-beli dilakukan antara pedagang dan pembeli pada saat tawar-menawar harga barang. Barang konfeksi yang sangat bermacam terkadang membuat pedagang kesulitan dalam

mencarinya di dalam rak barang. Oleh karena itu, para pedagang membuat jargon penamaan barang untuk mempermudah pencarian barang saat interaksi jual-beli. Faktor penggunaan jargon yang dilakukan untuk memudahkan penutur dapat dilihat data berikut.

(1) iya! Terusan itu, ini kan ada kodenya trs. Kalau

setelan kayak ini barangnya, terusan (Lek-Imb-3), setelan (Lek-Imb-4)

Jargon yang dicetak tebal yaitu kata terusan dan setelan dibuat untuk memudahkan pedagang dalam penamaan barang atau pakaian. Jargon tersebut juga digunakan untuk memudahkan pedagang dalam memberikan penjelasan barang kepada pembeli. Jargon terusan digunakan untuk penamaan barang atau pakaian yang bentuknya panjang dari atas hingga bawah dan jargon setelan digunakan untuk barang yang terpisah antara pakaian atasan dan bawahannya.

3. Faktor Identitas Sosial Penutur

Penggunaan jargon oleh suatu komunitas tertentu juga digunakan untuk memperkenalkan identitas sosial penutur. Para pedagang konfeksi pengguna jargon di Pasar Mimbaan Baru Situbondo pada umumnya merupakan masyarakat suku Madura. Bahasa keseharian yang digunakan oleh para pedagang mayoritas adalah Bahasa Madura. Pada komunikasi tertentu pedagang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bentuk menghargai sesama pedagang yang berasal dari Pulau Jawa. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Bahasa Madura memiliki kedudukan yang sama dengan Bahasa Indonesia. Faktor penggunaan jargon yang dilakukan untuk menampakkan identitas sosial penutur dapat dilihat data berikut.

(1) Panabarra moros cak! (Jrg-Drh-1) (nawarnya murah cak)

(2) Kaule gellek paju se mercon mi! (Jrg-Drh-2) (saya tadi laku yang mercon mi)

Kata yang dicetak tebal yakni moros dan mercon merupakan kosakata dalam Bahasa Madura. Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan baru Situbondo menggunakan jargon Bahasa Madura untuk memperkenalkan diri secara tidak langsung kepada lawan tutur mengenai daerah asalnya. Lawan tutur yang mendengar pedagang konfeksi menggunakan Bahasa Madura dalam berkomunikasi bisa menebak asal-usul dari pedagang konfeksi sehingga komunikasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Bahasa Madura.

4. Faktor Kerahasiaan Harga Barang

Para pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo melakukan penjualan dengan sistem tradisional. Sistem tradisional yang dimaksudkan adalah pedagang konfeksi melakukan penjualan dengan cara tawar-menawar. Pada kegiatan tawar-menawar pedagang merahasiakan harga jual barang yang sesungguhnya kepada


(6)

pembeli. Harga jual sesungguhnya diketahui oleh pedagang dengan cara membuat kode harga barang. Kode harga tersebut tertulis pada setiap merek dagang. Kode harga yang dibuat oleh pedagang disusun dari kombinasi 10 huruf yang membentuk kata atau frasa. Pada setiap huruf tersebut memiliki keterangan angka 1 hingga 0.

Kesimpulan

Wujud jargon yang terdapat dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk tersebut meliputi bentuk leksikon dan frasa. Bentuk leksikon meliputi leksikon kata dasar, leksikon berimbuhan, leksikon singkatan, dan leksikon akronim. Selain itu, wujud jargon yang ditemukan dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo juga terdapat wujud jargon model pakaian yang berasal dari nama selebriti di Indonesia. Pada penelitian ini juga dirumuskan fungsi penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo. Fungsi penggunaan jargon tersebut meliputi (1) fungsi memberikan perintah, (2) fungsi mengidentifikasi barang, (3) fungsi merahasiakan harga barang, (4) fungsi menampilkan kosakata baru, (5) fungsi pengganti istilah dalam perdagangan, dan (6) fungsi pengganti istilah tabu. Kemunculan penggunaan jargon dalam interaksi jual-beli pedagang konfeksi di Pasar Mimbaan Baru Situbondo dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi (1) faktor gengsi, (2) faktor memudahkan penutur, (3) faktor identitas sosial penutur, dan (4) faktor kerahasiaan harga barang. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakasanakan diberikan saran-saran sebagai berikut: (1) dosen pengampu mata kuliah sosiolinguistik, hendaknya dengan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perkuliahan kajian sosiolinguistik pada materi variasi bahasa, (2) Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hendaknya dengan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai variasi bahasa atau ragam bahasa untuk dimanfaatkan dalam diskusi kajian sosiolinguistik, (3) Peneliti selanjutnya, hendaknya dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian sosiolinguistik dan dijadikan sebagai studi banding dalam merumuskan masalah baru khususnya tentang wujud jargon, fungsi jargon, dan faktor kemunculan penggunaan jargon.

Daftar Pustaka

Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.

Kridalaksana, H. 2001. Fungsi dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Pateda, M. 1992. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pawitra, A. 2009. Kamus Lengkap Bahasa Madura Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.


Dokumen yang terkait

INTERAKSI JUAL BELI ANTARA PEDAGANG PAKAIAN DENGAN PEMBELI DI PASAR MUNCAR KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI: TINJAUAN ETNOGRAFI KOMUNIKASI

0 15 14

JARGON DALAM INTERAKSI JUAL-BELI PEDAGANG KONFEKSI DI PASAR MIMBAAN BARU SITUBONDO

0 4 15

KARAKTER KEJUJURAN PADA PEDAGANG DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL Karakter Kejujuran Pada Pedagang Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional(Studi Kasus pada Pedagang di Pasar Sayur Kabupaten Magetan).

0 7 12

KARAKTER KEJUJURAN PADA PEDAGANG DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL Karakter Kejujuran Pada Pedagang Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional(Studi Kasus pada Pedagang di Pasar Sayur Kabupaten Magetan).

0 6 20

PENDAHULUAN Karakter Kejujuran Pada Pedagang Dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional(Studi Kasus pada Pedagang di Pasar Sayur Kabupaten Magetan).

0 5 7

ANALISIS CAMPUR KODE PEDAGANG ETNIS CINA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR GEDE SURAKARTA Analisis Campur Kode Pedagang Etnis Cina dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Gede Surakarta.

0 7 12

ANALISIS CAMPUR KODE PEDAGANG ETNIS CINA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR GEDE SURAKARTA Analisis Campur Kode Pedagang Etnis Cina dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Gede Surakarta.

0 9 17

PILIHAN BAHASA PEDAGANG ETNIS CINA DALAM INTERAKSI JUAL BELI PILIHAN BAHASA PEDAGANG ETNIS CINA DALAM INTERAKSI JUAL BELI DI PASAR KOTA WONOGIRI.

0 2 12

PENDAHULUAN PILIHAN BAHASA PEDAGANG ETNIS CINA DALAM INTERAKSI JUAL BELI DI PASAR KOTA WONOGIRI.

0 1 7

RAGAM BAHASA PEDAGANG ETNIS CINA DALAM INTERAKSI JUAL BELI DI PASAR MARGASARI TEGAL (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK) - repository perpustakaan

0 1 14