Identifikasi Pengaruh Industri Maritim Terhadap Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Tanjung Riau

(1)

(2)

IDENTIFIKASI PENGARUH INDUSTRI MARITIM TERHADAP

PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA TANJUNG RIAU

TUGAS AKHIR

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Disusun Oleh : Rizki Rahadian

1.06.07.010

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

ABSTRAK

Tanjung Riau termasuk kawasan cagar budaya di Kota Batam yang merupakan kawasan yang masih memiliki permukiman pesisir, makam dan kebudayaan khas masyarakat Melayu yang sudah ada lebih dari 50 tahun yang lalu. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam, penetapan kawasan cagar budaya di Kota Batam dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah dan budaya, perkampungan tua, bangunan arkeologi dan monumen nasional (situs purbakala) serta keragaman bentukan geologi yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Di sisi lain keberadaannya berdampingan dengan industri maritim yang semakin berkembang, sehingga memerlukan penanganan yang serius agar kawasan tersebut dapat terjaga keberadaannya. Keberadaan warga asli yang mempunyai karakteristik khas dan mempunyai keterikatan dengan budaya masa lalunya merupakan potensi yang dapat dijadikan sarana memajukan dan melestarikan budaya yang terdapat di Tanjung Riau.

Sehubungan dengan itu, maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian adalah Bagaimana pengaruh industri maritim terhadap pelestarian kawasan cagar budaya di Tanjung Riau. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut maka dilakukan suatu tahapan analisis kualitatif dengan cara mengidentifikasi aspek-aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau, mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang penetapan Tanjung Riau sebagai kawasan cagar budaya, mengidentifikasi perkembangan industri maritim, dan mengidentifikasi pengaruh industri maritim terhadap kawasan cagar budaya di Tanjung Riau.

Dari hasil analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa pengaruh industri maritim terhadap kawasan cagar budaya di Tanjung Riau adalah perubahan permukiman yang berada di pesisir, perubahan mata pencaharian masyarakat lokal dan pencemaran lingkungan kawasan cagar budaya yang diakibatkan oleh kegiatan industri.


(5)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus makluk-Nya. Kepunyaan-Nya apa yang ada di Langit dan di Bumi dan semua bertasbih kepada-Nya. Dia yang Maha Mengetahui, Dia yang Maha Berkehendak. Atas ridha-Nya pula tugas akhir dengan judul “Identifikasi Pengaruh Industri Maritim Terhadap Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Tanjung Riau” ini bisa diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Penulisan tugas akhir ini merupakan bagian dari proses yang tak terpisahkan dari kegiatan menuntut ilmu, namun ini bukan merupakan proses akhir melainkan sebagai gerbang awal untuk terus berkarya demi kesejahteraan umat manusia khususnya bangsa Indonesia.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Tanpa jasa-jasa mereka, sulit rasanya tugas akhir ini bisa diselesaikan. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Yang tercinta Ayahanda dan Ibunda yang paling berjasa dalam kehidupan penulis. Kedua adik ku Rama Andika dan Aulia ni’ma aprilia yang sangat mendorong agar penulis menyelesaikan laporan ini;

2. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

3. Bapak Dr. Arry Akhmad Arman, selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer;

4. Ibu Romeiza Syafriharti, Ir.,MT., selaku ketua jurusan perencanaan wilayah dan kota dan dosen penguji;

5. Ibu Rifiati Safariah, ST. M.T selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan banyak sekali waktu, pemikiran, dan saran sehingga tugas akhir ini menjadi lebih baik dan berarti;


(6)

ii 6. Bapak Tatang Suheri, ST.,M.T selaku dosen penguji;

7. Ibu Dr. Ir. Lia Warlina, M.Si., selaku dosen wali yang selalu memberikan semangat;

8. Dosen Jurusan Prencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia, Bandung;

9. Teh Vitri makasih atas kemudahan dalam mengurus surat-surat;

10.Temen-temen seperjuangan yang mengerjakan tugas akhir, Herdiansyah, Saona, Hegar, Melati, Kang cucu, Dedi, Budiman, Fahmi, dan Dwi yang selalu memberikan motivasi agar penulis menyelesaikan laporan ini;

11.Planologi angkatan 07, Bang leboy, Bejo, Beks, Tito, Bom-bom, Qbonk, Pak Ketu’ Fernandes, Muy, Amy, Ona, Abank dan Mr Deadi yang selalu memberikan DO’A dan semangat.

12.Temen-temen Kabalter Bang Fikri, Bang David, Bang Rino, Bang Roli, Dhana, Reza, Eko, Yogi, Naldi, Gafur, Arip, Restu dan Putra Idunk yang selalu memberikan DO’A dan semangat.

13.Doni, yang telah membantu survei;

14.Segenap pribadi yang mungkin terlupakan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan yang ada dalam tugas akhir ini. Oleh karena itu saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga Allah SWT memberikan rahmatnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini.

Bandung, Agustus 2012


(7)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 3

1.4 Tujuan dan Sasaran ... 3

1.5 Ruang lingkup ... 4

1.5.1 Lingkup Wilayah Penelitian ... 4

1.5.2 Lingkup Materi ... 7

1.6 Metodologi Penelitian ... 7

1.6.1 Metode Pengumpulan Data ... 7

1.6.2 Metode Analisis ... 9

1.7 Sistematika Penulisan ... 11

1.8 Kerangka Pemikiran ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Budaya ... 13

2.1.1 Pengertian Cagar Budaya ... 13

2.1.2 Kebudayaan ... 16

2.1.3 Bentuk-bentuk Pelestarian ... 17

2.2 Industri ... 19

2.2.1 Pengertian Industri ... 19

2.2.2 Perkembangan Industri di Masyarakat ... 20


(8)

iv

2.3 Persepsi ... 22

2.3.1 Persepsi Masyarakat ... 24

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat ... 25

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Umum Wilayah ... 26

3.1.1 Luas dan Batas Wilayah ... 26

3.1.2 Kondisi Kependudukan ... 27

3.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ... 32

3.2 Gambaran Umum Kawasan Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 36

3.2.1 Kondisi Sosial Budaya... 36

3.2.2 Kebijakan kawasan Cagar Budaya Kota Batam ... 37

3.3 Gambaran Umum Industri Maritim di Tanjung Riau ... 41

3.3.1 Kegiatan Industri ... 41

3.3.2 Kebijakan Industri Kota Batam ... 42

3.4 Identitas Responden ... 47

BAB IV IDENTIFIKASI PENGARUH INDUSTRI MARITIM TERHADAP KAWASAN CAGAR BUDAYA TANJUNG RIAU 4.1 Identifikasi Aspek Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 53

4.1.1 Identifikasi Aspek Cagar Budaya Berdasarkan Kriteria Cagar Budaya... 53

4.1.2 Identifikasi Karakteristik Aspek Cagar Budaya ... 56

4.2 Persepsi Masyarakat Tanjung Riau Tentang Kawasan Cagar Budaya ... 61

4.2.1 Persepsi Masyarakat Tentang Aspek yang Dinilai Sebagai Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 61

4.2.2 Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya... 62

4.2.3 Persepsi Masyarakat Tentang Dukungan Masyarakat Terhadap Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 67

4.2.4 Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya... 80


(9)

v

4.3 Identifikasi Perkembangan Industri Maritim ... 89

4.3.1 Jenis dan Perkembangan Industri ... 89

4.3.2 Penyerapan Tenaga Kerja Masyarakat Tanjung Riau Pada Industri Maritim ... 90

4.3.3 Kondisi Lingkungan ... 91

4.4 Analisis Pengaruh Industri Maritim Terhadap Aspek Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 92

4.4.1 Permukiman Pesisir ... 92

4.4.2 Pemakaman Tua ... 94

4.4.3 Sosial Budaya ... 94

4.4.4 Mata Pencaharian ... 96

4.4.5 Pengaruh Terhadap Lingkungan ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Rekomendasi... 104

5.3 Keterbatasan Studi dan Saran Studi Lanjutan ... 105

5.3.1 Keterbatasan Studi ... 105

5.3.2 Saran Studi Lanjutan ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 : Peta Orientasi Penelitian ... 5

Gambar 1.2 : Peta Lokasi Penelitian ... 6

Gambar 3.1 : Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .. 27

Gambar 3.2 : Persentase komposisi penduduk berdasarkan kelompok usia ... 28

Gambar 3.3 : Persentase komposisi berdasarkan tingkat pendidikan ... 29

Gambar 3.4 : Persentase komposisi berdasarkan mata pencaharian ... 30

Gambar 3.5 : Persentase komposisi penduduk berdasarkan Suku Bangsa ... 31

Gambar 3.6 : Masjid di Tanjung Riau ... 32

Gambar 3.7 : Puskesmas Pembantu di Tanjung Riau ... 33

Gambar 3.8 : Sekolah Dasar di Tanjung Riau... 34

Gambar 3.9 : Rumah toko (Ruko) di Tanjung Riau ... 35

Gambar 3.10 : Peta Kawasan Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 40

Gambar 3.11 : Industri Perkapalan di Tanjung Riau... 42

Gambar 3.12 : Peta Kawasan Industri Maritim di Tanjung Riau ... 46

Gambar 3.13 : Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Gambar 3.14 : Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 48

Gambar 3.15 : Persentase Menurut Tingkat Pendidikan Responden ... 49

Gambar 3.16 : Persentase Menurut Pekerjaan Responden... 50

Gambar 3.17 : Persentase Menurut Suku Bangsa Responden ... 51

Gambar 3.18 : Persentase Menurut Lama Tinggal Responden ... 52

Gambar 4.1 : Permukiman Pesisir Tanjung Riau ... ... 57

Gambar 4.2 : Pemakaman Perigi Batu ... 58

Gambar 4.3 : Alat Musik Kompang ... 59

Gambar 4.4 : Berbalas Pantun ... 60

Gambar 4.5 : Persepsi Masyarakat Tentang Aspek yang Dinilai Sebagai Cagar Budaya di Tanjung Riau ... 61

Gambar 4.6 : Persentase Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 62


(11)

vii

Gambar 4.7 : Persentase Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 67 Gambar 4.8 : Persentase Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan Cagar

Budaya Tanjung Riau ... 73 Gambar 4.9 : Persentase Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif

Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 81 Gambar 4.10 : Grafik Perkembangan industri ... 89 Gambar 4.11 : Persentase Mata Pencaharian Penduduk ... 90 Gambar 4.12 : Grafik Perubahan Luas dan Lokasi Permukiman Penduduk .... 93 Gambar 4.13 : Persentase Persepsi Masyarakat Mengenai Faktor Perubahan

Permukiman Pesisir ... 94 Gambar 4.14 : Grafik perubahan Mata Pencaharian Penduduk ... 97 Gambar 4.15 : Persentase Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Industri


(12)

viii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I-1 : Metode Penelitian ... 10

Tabel III-1 : Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 27

Tabel III-2 : Komposisi penduduk berdasarkan kelompok usia ... 28

Tabel III-3 : Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ... 29

Tabel III-4 : Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian ... 30

Tabel III-5 : Komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa ... 31

Tabel III-6 : Jenis dan Jumlah Tempat Ibadah ... 32

Tabel III-7 : Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan ... 33

Tabel III-8 : Jenis dan Jumlah Sarana Pendidikan ... 34

Tabel III-9 : Jenis dan Jumlah Sarana Perdagangan ... 35

Tabel III-10 : Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel III-11 : Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 48

Tabel III-12 : Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan ... 49

Tabel III-13 : Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 50

Tabel III-14 : Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 50

Tabel III-15 : Identitas Responden Berdasarkan Lama Tinggal ... 51

Tabel IV-1 : Kriteria Cagar Budaya ... 54

Tabel IV-2 : Aspek Cagar Budaya Berdasarkan Pendapat Tokoh Masyarakat ... 56

Tabel IV-3 : Persepsi Masyarakat Tentang Aspek yang Dinilai Sebagai Cagar Budaya di Tanjung Riau... 61

Tabel IV-4 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 62

Tabel IV-5 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan Karakteristik Lama Tinggal ... 63 Tabel IV-6 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan


(13)

ix

dengan Karakteristik Usia ... 64 Tabel IV-7 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan

Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan

dengan Karakteristik Pekerjaan... 64 Tabel IV-8 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan

Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan

dengan Karakteristik Suku Bangsa ... 65 Tabel IV-9 : Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya Penetapan

Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitan

dengan Karakteristik Tempat Tinggal ... 65 Tabel IV-10 : Hasil Crosstab Persepsi Masyarakat Tentang Penting Tidaknya

Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya

menurut Karakteristik Responden ... 66 Tabel IV-11 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya

Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 67 Tabel IV-12 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya

Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya

Dikaitan dengan Karakteristik Lama Tinggal ... 68 Tabel IV-13 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya

Tanjung Riau Ditetapkan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitan dengan Karakteristik Usia ... 69

Tabel IV-14 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya Tanjung Riau Ditetapkan Sebagai Kawasan Cagar Budaya

Dikaitan dengan Karakteristik Pekerjaan ... 69 Tabel IV-15 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya

Tanjung Riau Ditetapkan Sebagai Kawasan Cagar Budaya

Dikaitan dengan Karakteristik Suku Bangsa ... 70 Tabel IV-16 : Persepsi Masyarakat Tentang Setuju dan Tidak Setujunya

Tanjung Riau Ditetapkan Sebagai Kawasan Cagar Budaya

Dikaitan dengan Karakteristik Tempat Tinggal ... 71 Tabel IV-17 : Hasil Crosstab Setuju dan Tidak Setujunya Penetapan


(14)

x

Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Menurut

Karakteristik Responden ... 72 Tabel IV-18 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan Cagar Budaya

Tanjung Riau ... 72 Tabel IV-19 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan Cagar Budaya

Tanjung Riau Dikaitankan dengan Karakteristik Lama Tinggal 74 Tabel IV-20 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan Cagar Budaya

Tanjung Riau Dikaitankan dengan Karakteristik Usia... 75 Tabel IV-21 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan Cagar Budaya

Tanjung Riau Dikaitankan dengan Karakteristik Pekerjaan ... 76 Tabel IV-22 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan cagar budaya

Tanjung Riau Dikaitankan dengan Karakteristik Suku Bangsa . 77 Tabel IV-23 : Bentuk Peran Serta Masyarakat di Kawasan cagar budaya Tanjung

Riau Dikaitankan dengan Karakteristik Tempat Tinggal ... 78 Tabel IV-24 : Hasil Crosstab Responden Tentang Bentuk Peran Serta

Masyarakat Menurut Karakteristik Responden ... 79 Tabel IV-25 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung

Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya ... 80 Tabel IV-26 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung

Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan

Karakteristik Lama Tinggal ... 82 Tabel IV-27 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung

Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan

Karakteristik Usia... 83 Tabel IV-28 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung

Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan

Karakteristik Pekerjaan ... 84 Tabel IV-29 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung

Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan


(15)

xi

Tabel IV-30 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Positif Penetapan Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya Dikaitkan dengan

Karakteristik Tempat Tinggal ... 86

Tabel IV-31 : Hasil Crosstab Responden Tentang pengaruh positif Penetapan Kampung Tua Tanjung Riau Sebagai Kawasan Cagar Budaya menurut Karakteristik Responden ... 87

Tabel IV-32 : Jenis dan Perkembangan Industri ... 89

Tabel IV-33 : Mata Pencaharian Penduduk ... 90

Tabel IV-34 : Perbandingan Luas Permukiman ... 93

Tabel IV-35 : Mata Pencaharian Penduduk ... 96

Tabel IV-36 : Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Industri Terhadap Lingkungan ... 98

Tabel IV-37 : Pengaruh Terhadap Lingkungan Sebelum dan Sesudah Adanya Industri ... 99


(16)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Kuesioner


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi, serta dipaparkan pula metodologi penelitian yang digunakan.

1.1. Latar Belakang

Penetapan kawasan cagar budaya di Kota Batam dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah dan budaya, perkampungan tua, bangunan arkeologi dan monumen nasional (situs purbakala) serta keragaman bentukan geologi yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Kawasan peninggalan sejarah dan budaya dimaksudkan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa situs purbakala dan bangunan bernilai budaya tinggi dari kemungkinan ancaman kepunahan akibat kegiatan alam atau manusia. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap upaya perlindungan kawasan-kawasan peninggalan sejarah dan budaya diperlukan suatu kebijakan dari pemerintah (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014).

Kota Batam terdapat perkampungan tua yang harus dijaga untuk melindungi eksistensi, adat istiadat, budaya, arsitektur bangunan, pemakaman, dan lingkungan tempat tinggal penduduk asli Kota Batam yang telah ada sebelum tahun 1970 saat Batam mulai dibangun. Perlindungan kawasan perkampungan tua dimaksudkan untuk melindungi eksistensi, adat istiadat, budaya, arsitektur bangunan, pemakaman dan lingkungan tempat tinggal penduduk asli Kota Batam yang telah ada saat Batam mulai dibangun. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap upaya perlindungan kawasan-kawasan perkampungan tua perlu dilakukan kegiatan inventarisasi dan penetapan kawasan perkampungan tua dengan Keputusan Walikota.


(18)

2

Sesuai fungsi Kota Batam sebagai Pusat Kawasan Industri Barikat (Bounded Zone Area), maka sektor industri merupakan sektor yang paling dominan dalam perekonomian kota. Kondisi ini didukung oleh adanya kebijaksanaan yang membebaskan para importir dari bea masuk atas barang modal dan bahan baku industri, disamping adanya kemudahan imigrasi serta prosedur perijinan untuk pengembangan kegiatan industri yang cepat dan singkat. Salah satu industri yang dikembangkan di Kota Batam adalah industri kelautan (maritime industry) yaitu industri berbasis kelautan yang memproduksi barang maupun jasa bagi segala keperluan kegiatan yang terkait dengan air laut sebagai media dan yang mengolah hasil-hasil laut menjadi produk barang baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, seperti industri perkapalan, industri alat tangkap ikan, industri perlengkapan kapal (spare part), industri prasarana dan sarana kegiatan di laut (penyediaan bahan bakar, oli, coldstorage), industri jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal dan industri pengolahan hasil-hasil perikanan.

Pertumbuhan industri yang terus berkembang dari tahun ke tahun di Pulau Batam mengakibatkan bertambahnya kawasan-kawasan industri yang bergerak dibidang industri maritim. Melihat dari karakteristik industri maritim yang berlokasi di daerah pesisir terdapat banyak manfaat dan kerugian yang diakibatkan oleh industri tersebut salah satunya adalah keberadaan kawasan cagar budaya di Pesisir Kota Batam. Pengaruh adanya industri dapat dilihat dari terjadinya perubahan yang bersifat fisik dan non fisik seperti perubahan luas permukiman dan perubahan kehidupan sosial masyarakat.


(19)

3 1.2. Rumusan Permasalahan

Tanjung Riau merupakan kawasan pesisir yang menjadi tempat potensial untuk industri maritim di Kota Batam. Selain menjadi kawasan yang potensial untuk industri maritim, Tanjung Riau juga menjadi salah satu kawasan cagar budaya di Kota Batam yang berisikan tradisi adat masyarakat melayu. Dengan adanya industri maritim tersebut menyebabkan adanya perubahan terhadap aspek-aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau.

Persoalan-persoalan tersebut menimbulkan suatu pertanyaan penelitian yaitu adakah perubahan yang terjadi pada kawasan cagar budaya Tanjung Riau setelah adanya industri maritim yang berorientasi kegiatan di sekitar kawasan tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut, perlu diadakan sebuah penelitian yang membahas tentang pengaruh keberadaan industri maritim terhadap pelestarian kawasan cagar budaya di Tanjung Riau.

1.3. Tujuan Dan Sasaran

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perkembangan industri maritim terhadap kawasan cagar budaya di Tanjung Riau. Adapun sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

1. Mengidentifikasi aspek-aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau.

2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang keberadaan kawasan cagar budaya. 3. Mengidentifikasi perkembangan industri maritim di Tanjung Riau.

4. Menganalisis pengaruh keberadaan industri maritim terhadap aspek cagar budaya di Tanjung Riau.


(20)

4 1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah menjelaskan tentang batasan wilayah yang menjadi fokus penelitian, sedangkan ruang lingkup materi akan menjelaskan tentang batasan pembahasan dari penelitian ini.

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Tanjung Riau yang berada di Kecamatan Sekupang, Kota Batam. Gambaran wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar 1.1


(21)

5 Gambar 1.1 Peta Orientasi Penelitian


(22)

6 Gambar 1.2 Peta Lokasi Penelitian


(23)

7 1.4.2. Ruang Lingkup Materi

Penelitian ini ditekankan pada pengaruh keberadaan industri maritim yang berdekatan dengan kawasan cagar budaya. Pembatasan lingkup materi pada studi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi aspek-aspek cagar budaya berdasarkan kriteria cagar budaya dan pendapat tokoh masyarakat.

2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang keberadaan kawasan cagar budaya di Tanjung Riau berdasarkan tingkat kepentingan ditetapkannya Tanjung Riau sebagai kawasan cagar budaya, seperti apa dukungan masyarakat terhadap kawasan tersebut dan pengaruh positif yang terjadi setelah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya.

3. Mengidentifikasi perkembangan industri maritim di Tanjung Riau berdasarkan perkembangan industri maritim, penyerapan tenaga kerja masyarakat dan kondisi lingkungan kawasan cagar budaya.

4. Menganalisis pengaruh keberadaan industri maritim terhadap aspek cagar budaya di Tanjung Riau dengan cara menganalisis aspek-aspek cagar budaya yang terpengaruh akibat keberadaan industri.

1.5. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang dilakukan pada studi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: metoda pengumpulan data dan metoda analisis.

1.5.1. Metoda Pengumpulan Data

Metoda pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu : 1. Data Primer

Data primer didapat dengan melakukan survei langsung ke lokasi tempat studi dilaksanakan. Survei lansung ini dilakukan kepada beberapa stakeholder, yaitu:


(24)

8 a. Wawancara Kepada Narasumber

Wawancara kepada narasumber menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan teknik ini, pengumpulan data dilakukan terhadap tokoh-tokoh / sampel-sampel tertentu yang dipilih berdasarkan ciri-ciri tertentu dengan tujuan yang spesifik. Wawancara yang dilakukan pada setiap tokoh/sampel tersebut dilakukan secara mendalam.

Hasil dari wawancara ini akan dikaitkan dengan observasi dan data yang ada untuk memperkuat atau mempertimbangkan keadaan spesifik terkait dengan penelitian yang dilakukan. Pihak-pihak yang dianggap tokoh kunci yang mengetahui seperti apa kondisi cagar budaya dan perkembangan industri maritim di Tanjung Riau yaitu: 1. Tokoh Masyarakat

2. Masyarakat 3. Aparat Pemerintah

Tokoh masyarakat yang dipilih merupakan masyarakat setempat yang telah tinggal lama di daerah tersebut. Masyarakat dipilih karena mereka mengetahui dan merasakan langsung pengaruh dari adanya industri maritim di Tanjung Riau. Aparat pemerintah yang dipilih karena mengetahui kondisi perkembangan daerah tersebut.

b. Observasi Lapangan

Pengamatan lapangan dilakukan pada hal-hal yang terkait dengan pengaruh yang terjadi. Teknis pengamatan dilakukan pada hal-hal yang memang direncanakan untuk diketahui dan juga mengamati hal-hal yang baru diketahui di lapangan dan diperoleh dari masyarakat setempat.

c. Kuesioner

Metode kuesioner merupakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner atau daftar pertanyaan untuk diisi langsung oleh responden. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat di Tanjung Riau.


(25)

9 2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi yang terkait dengan perkembangan industri di Tanjung Riau. Selain itu data sekunder juga dikumpulkan melalui studi pustaka dari beberapa sumber yang dipercaya, seperti buku, surat kabar dan internet.

1.5.2. Metode Analisis

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif merupakan teknik analisis yang mentransformasikan data mentah kedalam bentuk data yang mudah dimengerti dan diinterpretasikan, serta menyusun dan menyajikan data menjadi informasi yang jelas.

Menurut Azwar (dalam Rizal, 2005:126) Teknik analisis data secara deskriptif yaitu dengan menguraikan data atau jawaban yang diperoleh melalui daftar pertanyaan dari angket yang diajukankepada responden dengan menyusunnya ke dalam bentuk tabel. Untuk selanjutnyadari tabel tersebut dilakukan analisis ke dalam bentuk frekuensi dan persentase,dibahas berdasarkan teori dengan didukung dari hasil wawancara, observasimaupun berdasarkan studi kepustakaan atas teori yang diperoleh para ahli. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai objek penelitian berdasarkan data dan variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 1998:126).

Data yang terkumpul dikelompokkan dan ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi, kemudian diintepretasikan untuk mengetahui makna dari penelitian tersebut.


(26)

10 Tabel I.1 Metode Penelitian

Sasaran Variabel Penelitian Indikator Data

1. Mengidentifikasi aspek-aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau.

Aspek cagar budaya di Tanjung Riau

 Permukiman Pesisir

 Pemakaman Tua

 Kesenian  Bahasa  Makanan  Pakaian  Pernikahan  Permainan

 Mata Pencaharian

Kesesuaian dengan kriteria cagar budaya.

Karakteristik cagar budaya.

Teori dan Peraturan

Wawancara 2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang keberadaan kawasan cagar budaya.

 Penting tidaknya Tanjung Riau ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya

 Dukungan masyarakat tentang ditetapkannya Tanjung Riau sebagai kawasan cagar budaya

 Pengaruh positif tentang ditetapkannya Tanjung Riau sebagai kawasan cagar budaya

Penting dan tidak penting

Setuju dan tidak setuju

Bentuk Pengaruh Positif

 kesadaran masyarakat

 terjaganya kawasan

 berkembangnya kebudayaan Kuesioner Kuesioner Kuesioner 3. Mengidentifikasi perkembangan industri maritim di Tanjung Riau.

 Perkembangan industri maritim

 Mata pencaharian

 Kondisi lingkungan

Jumlah dan jenis industri. Penyerapan tenaga kerja. Pengaruh positif dan negatif.

Wawancara dan observasi Wawancara Wawancara 4. Mengidentifikasi pengaruh keberadaan industri maritim terhadap aspek cagar budaya di Tanjung Riau.

Aspek cagar budaya di Tanjung Riau

 Permukiman Pesisir

 Pemakaman Tua

 Kesenian  Bahasa  Makanan  Pakaian  Pernikahan  Permainan

 Mata Pencaharian

Pengaruh yang ditimbulkan oleh industri maritim

Wawancara, kuesioner dan data sekunder


(27)

11 1.6. Sistematika Penulisan

1. BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan secara khusus mengenai penyusunan penelitian ini diantaranya megenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan

2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan definisi dan teori para ahli mengenai cagar budaya, industri, dan persepsi masyarakat.

3. BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab ini secara umum menjelaskan tentang gambaran umum Kelurahan Tanjung Riau, gambaran umum kawasan cagar budaya, gambaran umum industri maritim, kebijakan pemerintah Kota Batam dan karakteristik responden.

4. BAB 4 IDENTIFIKASI PENGARUH INDUSTRI MARITIM TERHADAP KAWASAN CAGAR BUDAYA TANJUNG RIAU

Bab ini berisikan identifikasi aspek-aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau, persepsi masyarakat tentang keberadaan kawasan cagar budaya, perkembangan industri di Tanjung Riau dan analisis pengaruh keberadaan industri maritim terhadap kawasan cagar budaya di Tanjung Riau.

5. BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, rekomendasi, kelemahan studi dan saran studi lanjutan.


(28)

12 1.7. KERANGKA BERPIKIR

Kebijakan pemerintah Kota Batam

Ditetapkannya Tanjung Riau sebagai kawasan cagar

budaya

Persepsi masyarakat tentang keberadaan cagar budaya di Tanjung Riau

Analisis pengaruh keberadaan industri maritim terhadap kawasan cagar budaya

Arahan lokasi industri maritim di Sekitar

Tanjung Riau

Identifikasi perkembangan industri

maritim Identifikasi aspek cagar

budaya

Jenis dan perkembangan industri

Penyerapan tenaga kerja

Kondisi lingkungan

Teridentifikasinya pengaruh industri maritim terhadap aspek cagar budaya

Kesimpulan dan Rekomendasi Kriteria

Cagar Budaya

Pendapat tokoh masyarakat tentang aspek cagar budaya di Undang-undang RI

No. 11 Tahun 2010


(29)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif, sehingga dapat menjadi dasar pijakan dari penyusunan metodologi dan pelaksanaan penyusunan laporan ini. Landasan teoretis dan normatif akan menjaga koridor pelaksanaan penyusunan laporan sesuai logika ilmiah dan sesuai dengan peraturan yang ada.

2.1. Cagar Budaya

2.1.1. Pengertian Cagar Budaya

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010).

Menurut Adishakti (2003a:1), fenomena keanekaragaman dan keunikan budaya yang dimiliki Indonesia ini menjadi perhatian terus menerus para pemerhati dan pelaku pelestarian dari berbagai daerah di Indonesia dan memicu banyak pertanyaan serta pemikiran kritis. Disadari pelestarian cagar budaya merupakan persoalan lintas ilmu, lintas sektor, dan lintas daerah. Sementara, kenyataan yang ada sangat memprihatinkan. Persoalannya, pelestarian cagar budaya masih merupakan arogansi sektoral, keilmuan, bahkan dengan adanya otonomi daerah tumbuh menjadi arogansi daerah, dan yang paling memprihatinkan adalah justru kawasan cagar budaya dan pelestariannya tidak terpedulikan.


(30)

14

Selanjutnya dikatakan oleh Adishakti (2003b: 1-2) beberapa prinsip penting dalam proses pelestarian kebudayaan nasional Indonesia adalah:

a) Masyarakat sebagai pusat pengelolaan (people-centered management), b) Pentingnya kerjasama/kolaborasi antar disiplin ilmu maupun sektor,

c) Tercipta mekanisme kelembagaan yang mampu mengakomodasi partisipasi dan aksi masyarakat,

d) Dukungan dan penegakan aspek legal, dan perlu diwujudkannya pasar pelestarian untuk menunjang kesinambungan pengelolaan

Dalam pelaksanaan pelestarian benda cagar budaya menurut Adishakti (2000) berbagai benturan sering terjadi dan diperlukan kemampuan publik dalam melindunginya, seperti berikut:

1) Benturan-benturan ini merupakan bagian dari dinamika kehidupan yang selalu tumbuh dan berkembang sepanjang jaman.

2) Keberhasilan upaya pelestarian terletak pada kemampuan publik dalam memperdulikan aset yang dimilikinya.

Wujud sebuah kota terkait dengan masa lampau, sehingga perencanaan serta pengarahan pertumbuhan kota sekarang dan di masa mendatang harus dengan perspektif sejarah. Warisan sejarah mencakup bangunan, kawasan, struktur berupa patung, air mancur, taman, pepohonan dan lansekap. Daya tarik terhadap warisan sejarah ini dapat bersumber dari signifikannya dalam hal arsitektur, estetis, historis, ilmiah, kultural dan sosial. Dalam pertumbuhan kota terkait tiga aspek yaitu :

a. Aspek sejarah dalam hal ini yang perlu di analisa adalah tatanan arsitektur yang berperan pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang.

b. Faktor pertumbuhan dan perkembangan kota sebagai akibat pertambahan penduduk secara alami maupun migrasi-urbanisasi, faktor ekonomi, faktor sosial budaya termasuk kecenderungan masyarakat (public interst), faktor kedudukan kota dalam lingkup wilayah.

c. Aspek legal yang menyangkut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang dan fisik kota yang berlaku secara umum maupun berlaku khusus untuk kota yang bersangkutan.


(31)

15

Kaitan suatu tempat dan sejarah sangat erat karena suatu tempat adalah sumber memori individu dan memori kolektif. Dengan demikian suatu tempat juga memberi kontribusi pada identitas individu dan kolektif karena karakter dan kepribadian tempat itu sendiri yang membedakannya dari tempat lain dan masyarakat yang tinggal di suatu tempat mempunyai rasa memiliki dan keterikatan dengan tempat tersebut.

Para perencana kota harus mempertahankan kelayakan inti kota dengan memastikan bahwa bangunan-bangunan baru dan pembangunan berskala besar tidak menghilangkan ciri khas kota yang mudah dikenali. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menyelamatkan dan merehabilitasi sebanyak mungkin bangunan lama, membangun yang baru hanya jika yang diperlukan dan kemudian dengan mengintegrasikan yang baru dengan yang lama (Lotmann, 1976).

Selain itu, karakter suatu tempat juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu

lingkungan binaan. Menurut K. Lynch (1960) dalam bukunya “The Image of the

city” bahwa kualitas lingkungan binaan yakni citra (imageability) dan kejelasan

(legibility) bangunan-bangunan memberi kontribusi pada munculnya identitas yang menonjol pada suatu tempat.

Citra suatu tempat merupakan kombinasi beberapa faktor lansekap yang saling terkait yaitu bentuk, tampak dan warna bangunan, ritme kumpulan orang, kemeriahan serta acara-acara yang diadakan di tempat tersebut. Faktor lain yang menentukan identitas suatu tempat adalah kombinasi berbagai elemen kultur non-material seperti karakteristik masyarakat (etnis, agama, bahasa) serta apa yang di sebut sebagai genius loci. Istilah genius loci dikemukakan oleh Dubos yang dikutip dalam buku Place and placeness (1976) yang artinya adalah roh suatu tempat, mencakup keunikan lingkungan binaan, kekayaan dan momen-momen historis.


(32)

16

Hal yang sama juga dikemukakan dalam Guidelines for preparing conservation plan (1994) bahwa penentuan apakah suatu bangunan atau tempat tertentu layak dilindungi sebagai warisan sejarah ditentukan juga oleh aspek-aspek non-fisik yaitu :

1) Mempunyai nilai estetik yaitu menunjukkan aspek desain dan arsitektur suatu tempat.

2) Mempunyai nilai edukatif yaitu menunjukkan gambaran kegiatan manusia di masa lalu di tempat itu dan menyisakan bukti-bukti yang asli. Bisa mencakup teknologi, arkeologi, filosofi, adat istiadat, selera dan kegunaan sebagaimana halnya juga teknik atau bahan-bahan tertentu.

3) Nilai sosial atau spiritual yaitu keterikatan emosional kelompok masyarakat tertentu terhadap aspek spiritual, tradisional, politis atau suatu peristiwa. 4) Nilai historis yaitu asosiasi suatu bangunan bersejarah dengan pelaku sejarah,

gagasan atau peristiwa tertentu. Mencakup analisis tentang aspek-aspek yang tidak kasat mata (intangible aspects) dari masa lalu bangunan tersebut.

2.1.2. Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu kelompok cara-cara merasa, berfikir dan bertingkah laku, yang sudah menjadi kebiasaan dari sejumlah manusia tertentu sehingga dapat dipandang sebagai ciri-ciri masyarakat itu. Semua faktor itu saling mempengaruhi dan mempunyai tugas-tugas tertentu di dalam keseluruhan hubungan-hubungan kebudayaan itu. Oleh sebab itu, setiap perubahan besar dalam lingkungan bagian yang satu mempengaruhi lingkungan bagian yang lain dan dengan demikian mengakibatkan perubahan susunan pula. Jadi kebudayaan adalah suatu bentuk hidup masyarakat, yang agak tetap dan berlaku untuk beberapa generasi. (Behrendf, 1974 : 36)

Menurut Koentjoroningrat nilai budaya terdiri dari: konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya


(33)

17

yang dimiliki seorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia (Basrowi, 2005:80).

Nilai budaya merupakan konsep yang beruang lingkup luas, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain berkaitan dan merupakan sebuah sistem. Sistem ini menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional. Oleh sebab itu, nilai disamping merupakan pedoman, juga sekaligus merupakan tujuan.

Menurut Klukckhohn, setidaknya ada 4 masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan, yaitu: (a) masalah hakikat hidup, (b) hakikat kerja, (c) hakikat waktu, (d) hubungan manusia dengan sesamanya. Untuk keempat masalah pokok ini, setiap kelompok kebudayaan memberikan tanggapan yang berbeda, tergantung kepada orientasi sistem budaya mereka. Pola orientasi nilai budaya yang progresif (modern) adalah yang berorientasi bahwa hidup itu harus diperbaiki, kerja itu untuk prestasi, berorientasi ke masa depan, berusaha menguasai alam, dan mandiri (Basrowi, 2005:80).

2.1.3. Bentuk-bentuk Pelestarian

Bentuk-bentuk dari kegiatan Pelestarian antara lain :

1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) ialah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan-tambahan atau merakit kembali komponen eksisting menggunakan material baru.

2. Restorasi (dalam konteks terbatas) ialah kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).


(34)

18

3. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.

4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas) ialah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar kelayakan fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

5. Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsoilidasi serta revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.

6. Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan lingkungan ialah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan sebagai kontsruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

7. Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut layak fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

8. Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

9. Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam


(35)

19

pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan).

10. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005). Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.

2.2. Industri

2.2.1. Pengertian Industri

Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perekonomian atau sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia (Hendro, 2000:20-21).

Industri sebagai suatu sistem terdiri dari unsur fisik dan unsur perilaku manusia. Unsur fisik yang mendukung proses produksi adalah komponen tempat meliputi kondisinya, peralatan, bahan mentah/baku dan sumber energi. Sedangkan unsur perilaku manusia meliputi komponen tenaga kerja, keterampilan, tradisi, transportasi dan komunikasi, keadaan pasar dan politik. Perpaduan antara unsur fisik dan manusia tersebut akan mengakibatkan terjadinya aktivitas industri yang melibatkan berbagai faktor.


(36)

20 2.2.2. Perkembangan Industri di Masyrakat

Dalam arti luas, industri berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut antara lain berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat serta usaha para pelaku industri untuk mempengaruhi masyarakat (Parker, dalam kartasapoetra, 1990 : 92).

Industri memberi input kepada masyarakat sehingga membentuk sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam sikap sewaktu bekerja. Masyarakat pada umumnya menerima posisi mereka, baik di dalam struktur industri maupun struktur sosial yang lebih luas lagi. Karena tingkat produksi tergantung pada tingkat konsumsi, maka masyarakat didorong untuk membeli barang-barang dan jasa yang diproduksi oleh pihak industri. Mereka memiliki fungsi untuk memproduksi berbagai jenis barang dan jasa, sekaligus meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa yang diproduksinya. Usaha untuk memproduksi dan sekaligus meningkatkan permintaan melibatkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Jika ada perubahan masyarakat walaupun mungkin hanya bersifat lokal, ia akan melahirkan industrialisasi. Sebagai contoh, akibat pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford, biaya hidup di kota tersebut menjadi tinggi dan sebaliknya mendorong buruh untuk menuntut peningkatan upah kerja (Inkeles, dalam Attir, 1989 : 10).

Salah satu bentuk dari perubahan nilai pada masyarakat yang memasuki industrialisasi adalah munculnya pandangan yang sifatnya materialistik (Sosrodihardjo, 1986 : 38). Hal ini disebabkan oleh karena adanya penekanan kepada pembangunan materi dan efisiensi yang hanya diukur berdasarkan untung dan rugi. Masyarakat yang telah mengalami kemajuan industri senantiasa berorientasi kearah materi (uang).

Nilai membedakan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, di dalam suatu masyarakat pun terdapat nilai yang berbeda satu sama lain. Perbedaan masing-masing nilai tersebut mungkin kadangkala membentuk suatu kerjasama yang


(37)

21

produktif, atau mungkin menjadi penyebab utama terjadinya konflik yang berlarut-larut di dalam industri maupun masyarakat (Parker, didalam kartasapoetra, 1990 : 34).

Industri memiliki pengaruh yang menimbulkan akibat fisik di dalam masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya industrialisasi bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda. Bila suatu kota sangat bergantung hanya kepada satu jenis industri atau perusahaan, maka perkembangan industri atau perusahaan tersebut akan menentukan apakah kota tersebut akan berkembang atau hancur. Munculnya industri-industri baru di suatu wilayah akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jumlah tenaga kerja (Attir, 1989 :11).

Industrialisasi merupakan proses merubah masyarakat dari sistem mata pencaharian nelayan ke industri. Di dalam proses ini, segala aspek masyarakat, kebudayaan dan lingkungannya turut bergeser.Industri terwujud dalam berbagi bentuk dan cenderung terjadi di wilayah pedesaan baik itu di wilayah pertanian ataupun perikanan.

2.2.3. Industri Maritim

Industri maritim adalah industri berbasis kelautan yang memproduksi barang maupun jasa bagi segala keperluan kegiatan yang terkait dengan air laut sebagai media dan yang mengolah hasil-hasil laut menjadi produk barang baru yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014).

Salah Satu Industri Maritim adalah Industri galangan kapal yang merupakan suatu industri yang berorientasi untuk menghasilkan produk berupa kapal (ship), bangunan lepas pantai (offshore), bangunan terapung (floating plant) dan lain-lain untuk kebutuhan pelanggan (owner, perusahaan, dan pemerintahan). Sebagian besar produksi dilakukan berdasarkan atas spesifikai yang diberikan atau disyaratkan oleh pelanggan. Karekteristik dari produk akhir yang dihasilkan ini menempatkan industri galangan kapal termasuk dalam klasifikasi product


(38)

22

oriented atau job oriented. Karekteristik inilah yang membedakan industri galangan dengan industri umum lainnya (Storch, 1995).

Galangan kapal memiliki karakteristik khusus yaitu : slow yielding, capital intensive, dan labour intensive (Bruce and Garrard, 1999:12), sehingga setiap kebijakan strategis harus di tunjang dengan perencanaan yang matang. Galangan kapal tergolong industri job-order dengan produk barang modal, sehingga perkembangan permintaan pasarnya sangat bergantung pada kondisi ekonomi makro. Wilayah pasar usaha bangunan baru lebih luas dan bersaing secara global. Sedangkan usaha reparasi kapal memiliki wilayah pasar yang relatif terbatas pada aktivitas pelayaran dan pelabuhan sekitarnya.

Ada beberapa alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan, antara lain: (I) nilai ekonomis industri galangan kapal, dimana secara global memiliki nilai yang sangat besar; (II) industri galangan kapal adalah industri induk dari industri pendukung, dimana industri ini akan menarik industri lain untuk berkembang, kondisi ini akan memberikan multiplier-effect yang besar kepada proses industrialisasi dalam suatu negara, sebagai ancar-ancar, dalam pembangunan sebuah kapal, 50%-70% biaya yang dikeluarkan adalah untuk membeli bahan baku dan peralatan; (III) industri galangan merupakan industri padat karya yang mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar dan dengan nilai tambah yang cukup tinggi; (IV) kemungkinan pengembangan teknologi kelautan melalui industri dan kemandirian sektor pertahanan dengan pembuatan alat pertahanan di dalam negeri (Basuki, 2008).

2.3. Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dari proses internal itulah nantinya individu dapat membeda-bedakan, merespon dan memberi makna kepada stimuli-stimuli yang ada. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perilaku-perilaku


(39)

23

ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya yang mereka miliki (Mulyana dan Rakhmat, 1998: 25).

Untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Kita harus belajar memahami bagaimana mempersepsi dunia. Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Persepsi yang sama akan memudahkan partisipan komunikasi mencapai kualitas hasil komunikasi yang diharapkan. Persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

Segala sesuatu yang dikomunikasikan adalah persepsi seseorang tentang dunia dan lingkungannya. Kebiasaan dimana orang-orang suatu budaya merespon sesuatu menunjukkan hubungan-hubungan antara budaya, persepsi dan komunikasi. Terdapat beragam persepsi seperti halnya persepsi tentang usia, ruang dan jarak sosial, etnik, kerja, kekuasaan, perilaku agresif, penyingkapan diri, waktu, persaingan yang keseluruhannya berakar dalam budaya.

DeVito dalam Purwasito (2003: 173) menjelaskan bahwa persepsi berangkat dari diri sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain, mempengaruhi indera kita melalui umpan balik kesadaran mengenai perasaan, pemikiran dan perilaku kita sendiri. Dari interaksi tersebut timbul suatu kesadaran tertentu, yaitu bahwa perasaan kita ternyata tidak jauh berbeda dengan perasaan orang lain. Hal ini adalah pengukuhan positif yang membantu seseorang merasa biasa-biasa atau normal-normal saja hidup dalam lingkungan multikultural.


(40)

24

Persepsi membantu seseorang menemukan dirinya melalui proses perbandingan sosial, seperti perbandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai dan kegagalan kita dengan orang lain. Setiap individu secara alami mempunyai persepsi yang berbeda terkait dengan kepribadiannya. Dalam konteks itu, fokus kajian komunikasi antarbudaya diarahkan untuk mengemukakan emosional atau evaluative meaning dan frame of experience para partisipan komunikasi. Salah pengertian dalam tindakan komunikasi antarbudaya juga disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi (Purwasito, 2003: 173-174).

Keanekaragaman persepsi dan makna yang dibangun dalam persepsi sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur sosio-budaya yakni: sistem-sistem kepercayaan (beliefs), nilai (value), sikap (attitude), pandangan dunia (human nature), orientasi tindakan (activity orientation) serta persepsi tentang diri sendiri dan orang lain (perception of self and others).

2.3.1. Persepsi Masyarakat

Seorang pakar organisasi bernama Robbins (2001:88) mengungkapkan bahwa Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Sejalan dari defenisi diatas, seorang ahli yang bernama Thoha (1998:23), mengungkapkan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan maupun pendengaran. Wirawan (1995:77), menjelaskan bahwa proses pandangan merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan dan kemudian diproses dalam alam kesadaran ( kognisi ) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman masa lampau, minat, sikap, intelegensi, dimana hasil atau penelitian terhadap apa yang diinderakan akan Mempengaruhi tingkah laku.


(41)

25

Defenisi persepsi juga diartikan oleh Indrawijaya (2000:45), sebagai suatu penerimaan yang baik atau pengambilan inisiatif dari proses komunikasi. Maka dari beberapa defenisi diatas secara umum, peneliti membuat kesimpulan tentang persepsi adalah penafsiran berdasarkan data-data yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera manusia sebagai pengambilan inisiatif dari proses komunikasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dalam satu kesatuan dalam tatanan sosial masyarakat. Lebih lanjut adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ralph Linton dalam Harsojo (1997:144) menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat

Robbins (2001:89) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :

1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu

2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.


(42)

26 BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab ini mengenai gambaran umum di Kelurahan Tanjung Riau yang meliputi kondisi umum wilayah, kondisi kependudukan, kondisi sarana dan prasarana, gambaran umum cagar budaya, gambaran umum industri maritim dan karakteristik responden.

3.1. Kondisi Umum Wilayah 3.1.1. Luas dan Batas Wilayah

Kelurahan Tanjung Riau merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Sekupang. Secara administratif memiliki batasan-batasan sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kelurahan Sei-Harapan - Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Uncang - Sebelah Timur : Kecamatan Batu Aji

- Sebelah Barat : Kecamatan Belakang Padang

Penyebaran Penduduk hampir merata di wilayah Kelurahan Tanjung Riau, khususnya di permukiman. Berikut ini adalah permukiman masyarakat yang ada di Kelurahan Tanjung Riau.

1) Kampung Tua Tanjung riau 2) Kampung Baru

3) Kampung Bukit 4) Kampung Ponjen

5) Perbengkelan Sei-Harapan 6) Komp.Pengairan Sei-Harapan 7) Kom.OB Sei-Tanjung

8) Kendal Sari 9) Ruli Paradise 10)Perumahan Galaksi 11)Perumahan Graha Mas 12)Perumahan Laguna Indah


(43)

27 13)Kebun Sayur

14)Marina City 15)Pulau Seraya

16)Perumahan Pondok Pertiwi 1

3.1.2. Kondisi Kependudukan

Berdasarkan laporan jumlah penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Riau tercatat berjumlah 12.502 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 4.130 KK. Untuk mengetahui kondisi kependudukan di Kelurahan Tanjung Riau, berikut ini adalah komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin yang diikuti komposisi penduduk yang lainnya.

a. Komposisi Penduduk berdasarkan jenis kelamin

Jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Riau pada tahun 2010 adalah 12.502 jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Berikut ini adalah komposisi penduduk menurut jenis kelamin.

Tabel III.I

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 5677

2 Perempuan 6825

Jumlah 12502

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.1

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Tanjung Riau adalah perempuan (55%) yang berjumlah

45% 55%

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan


(44)

28

6.825 jiwa. Sedangkan sisanya adalah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki (45%) dengan jumlah 5.677.

b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat mengindikasikan jumlah penduduk usia produktif di suatu wilayah. Berdasarkan profil Kelurahan Tanjung Riau, usia produktif di wilayah ini adalah berusia 13-56 tahun. Berikut ini jumlah komposisi penduduk berdasarkan golongan umur.

Tabel III.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

No Usia Jumlah

1 0-10 Tahun 2345

2 11-20 Tahun 1472

3 21-30 Tahun 2547

4 31-40 Tahun 3347

5 41-50 Tahun 1537

6 >51 Tahun 1230

Jumlah 12478

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.2

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Tanjung Riau berusia 31-40 tahun (27%). Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan usia yang terendah adalah berusia diatas 50 tahun (10%). Hal ini menunjukan bahwa penduduk di Kelurahan Tanjung Riau rata-rata diusia yang produktif.

19%

12%

20% 27%

12% 10%

0-10 Tahun 11-20 Tahun 21-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun >51 Tahun


(45)

29

c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Tanjung Riau cukup beragam dan ada juga diantara mereka yang tidak bersekolah. Berdasarkan profi Kelurahan Tanjung Riau, tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Tanjung Riau ditunjukan oleh tabel berikut ini.

Tabel III.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Belum Sekolah 1666

2 Tidak Tamat Sekolah 250

3 SD 1266

4 SMP 1092

5 SMA 3162

6 Perguruan Tinggi 694

Jumlah 8130

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.3

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat tingkat pendidikan masyarakat di Tanjung sebagian besar berpendidikan SMA (39%). Sedangkan yang tidak tamat sekolah paling rendah yaitu 3%. Hal ini menunjukan tingkat pendidikan di Kelurahan Tanjung Riau cukup tinggi.

20%

3% 16%

13% 39%

9% Belum Sekolah

Tidak Tamat Sekolah SD

SMP SMA


(46)

30

d. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencarian penduduk di Kelurahan Tanjung sangat beragam seperti petani, nelayan, pegawai negeri, pengusaha dan karyawan swasta. Untuk lebih jelasnya mata pencaharian penduduk di Kelurahan Tanjung Riau dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani / Buruh Tani 216

2 Nelayan 161

3 Buruh Migran 2578

4 PNS/ TNI/ POLRI 52

5 Pengusaha kecil dan menengah 56

6 Karyawan Swasta 79

jumlah 3142

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.4

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat dari jumlah mata pencarian penduduk yang paling dominan di Kelurahan Tanjung Riau adalah penduduk dengan mata pencarian nelayan dengan 45%, sedangkan yang terkecil adalah penduduk dengan mata pencaharian sebagai pegawai negeri dengan 2%.

7% 5%

82% 2% 2% 2%

Petani / Buruh Tani

Nelayan

Buruh Migran

PNS/ TNI/ POLRI

Pengusaha kecil dan menengah


(47)

31

e. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Terdapat suku/etnis beragam di Kelurahan Tanjung Riau antara lain Melayu, Minang, Jawa, Batak, Flores, Bugis, Aceh, Lombok, Palembang, Tionghoa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah

1 Melayu 4280

2 Bugis 185

3 Jawa 5496

4 Batak 615

5 Cina 129

6 Flores 136

7 Minang 709

Jumlah 11550

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.5

Persentase Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat dilihat penduduk menurut etnis yang paling dominan adalah suku jawa dengan persentase 48% dan diikuti suku melayu dengan 37%. Dan penduduk yang beretnis flore paling sedikit dengan 1%.

37%

2% 48%

5% 1% 1% 6%

Melayu Bugis Jawa Batak Cina Flores Minang


(48)

32 3.1.3. Kondisi Sarana dan Prasarana

Berikut ini adalah jenis sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Tanjung Riau :

a. Tempat Ibadah

Tempat ibadah merupakan sarana untuk masyarakat mendekatkan diri dengan tuhannya. Adapun jumlah rumah Ibadah yang ada di Kelurahan Tanjung Riau, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel III.6

Jenis dan Jumlah Tempat Ibadah

No Jenis Sarana Ibadah Jumlah

1 Masjid 8

2 Mushola 9

3 Gereja 2

4 Vihara 1

Jumlah 20

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tempat ibadah yang paling dominan adalah mushola, diikuti dengan masjid, gerja dan vihara. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Tanjung Riau merupakan penduduk beragama islam.

Gambar 3.6 Masjid di Tanjung Riau


(49)

33 b. Sarana Kesehatan

Jenis sarana kesehatan di Kelurahan Tanjung Riau hanya ada tiga yaitu puskesmas, posyandu, dan polindes. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sarana kesehatan di Kelurahan Tanjung Riau dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.7

Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1 Puskesmas Pembantu ( Pustu ) 1

2 Posyandu 7

3 Polindes 1

Jumlah 9

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat sarana kesehatan yang paling dominan adalah posyandu dengan jumlah 7 buah. Sedangkan jenis kesehatan yang lain seperti puskemas dan polindes masing-masing hanya 1 buah.

Gambar 3.7


(50)

34 c. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang tersedia di Kelurahan Tanjung Riau ada beberapa jenis yaitu : Madrasah Aliyah ( MA ), Madrasah Tsanawiyah ( MTS ), Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar Swasta, Taman Kanak-kanak, TPA dan PAUD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel III.8

Jenis dan Jumlah Sarana Pendidikan

No Jenis Sarana Pendidikan Jumlah

1 Madrasah Aliyah ( MA ) 1

2 Madrasah Tsanawiyah ( MTS ) 1

3 Sekolah Dasar Negeri ( SD N ) 1

4 Sekolah Dasar Swasta 2

5 Taman Kanak-kanak ( TK ) 1

6 TPA 10

7 PAUD 2

Jumlah 17

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Berdasarkan tabel di atas jumlah sarana pendidikan di Tanjung Riau sebanyak 17 buah dan jumlah jenis sarana pendidikan yang paling tinggi adalah TPA yang berjumlah 10 buah.

Gambar 3.8


(51)

35 d. Sarana Perdagangan

Sarana perdagangan yang tersedia di Kelurahan Tanjung Riau hanya ada dua jenis yaitu rumah toko dan mini market. Untuk lebih jelas mengenai jumlah sarana perdagangan di Kelurahan Tanjung Riau dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.9

Jenis dan Jumlah Sarana Perdagangan

No Jenis Sarana Jumlah

1 Rumah Toko ( Ruko ) 135

2 Mini Market 1

Jumlah 136

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010

Gambar 3.9

Rumah toko (Ruko) di Tanjung Riau

Berdasarkan tabel di atas jumlah sarana perdagangan di Tanjung Riau yang paling dominan adalah Rumah Toko ( Ruko) dengan jumlah 135 buah. Sedangkan sarana perdagangan lainnya seperti mini market hanya ada 1 buah.


(52)

36

3.2. Gambaran Umum Kawasan Cagar Budaya di Tanjung Riau

Kelurahan Tanjung Riau, merupakan wilayah nelayan pertama dan tertua di Kota Batam. Kelurahan ini memiliki lanskap khas masyarakat nelayan. Rumah-rumah kayu, alat-alat penangkapan ikan yang terjejer di sekitar rumah serta pompong (perahu tradisional) yang sedang merapat bisa ditemui disetiap sudut Tanjung Riau. Deretan rumah kayu tersebut, berjajar acak di atas air laut. Oleh pemerintah Kota Batam, keberadaan pemukiman nelayan di Tanjung Riau masuk dalam kategori cagar budaya. Sebab sebelum Batam berkembang, kampung-kampung nelayan tersebut sudah terlebih dahulu ada. Masyarakat Batam biasa menyebut kampung-kampung nelayan tersebut dengan sebutan Kampung Tua. Di banding dengan wilayah lain, Kelurahan Tanjung Riau termasuk wilayah yang banyak mempunyai rumah pelantar, oleh karena itu pemerintah Kota Batam menganggap Tanjung Riau memiliki komunitas penduduk asli terbesar dan Kampung-kampung tua ini terus diinventarisasi keberadaannya.

Ada beberapa etnis budaya yang saat ini menetap di kawasan tersebut yaitu melayu, bugis , minang , jawa, dan batak. Warga tanjung Riau hingga kini masih mewarisi budaya asli batam dalam keseharian mereka. Kias pantun dan penggunaan logat bahasa melayu sering ditemui disetiap sudut daerah tempat ini.

3.2.1. Kondisi Sosial Budaya

Dalam sebuah masyarakat terdapat berbagai unsur kebudayaan seperti bahasa, organisasi sosial dan lain-lain. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk di kampung ini adalah Bahasa Melayu. Untuk bahasa nasional yaitu bahasa indonesia tidak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari walaupun sebagian masyarakat sudah mulai mengetahuinya. Bahasa ini digunakan pada waktu-waktu tertentu saja misalnya pada saat musyawarah kampung ataupun pemberian pengarahan oleh instansi pemerintah pada masyarakat. Namun demikian, pemakaiannya tidak seutuhnya menggunakan bahasa Indonesia asli, tetapi dicampur dengan menggunakan bahasa Melayu, hal ini biasanya dilakukan untuk lebih memudahkan penerimaan oleh warga masyarakat terhadap isi pesan yang ingin disampaikan. Bahasa Indonesia campuran ini juga memiliki kesan


(53)

37

akrab dan komunikatif dibandingkan dengan pemakaian bahasa Indonesia yang sebenarnya.

Selain bahasa, unsur kebudayaan lainnya adalah organisasi kemasyarakatan. Organisasi masyarakat ini berfungsi sebagai pedoman segala perilaku masyarakat agar menjadi mudah untuk seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat sehari-hari. Organisasi masyarakat ini merupakan wujud dari norma-norma dalam masyarakat yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Warga suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat lainnya.

3.2.2. Kebijakan kawasan Cagar Budaya di Kota Batam

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam tahun 2004-2014, kawasan peninggalan sejarah dan budaya yang ada di Kota Batam berupa kawasan peninggalan tentara Jepang di Sembulang. Selain itu di Kota Batam terdapat pula perkampungan tua yang harus dijaga untuk melindungi eksistensi, adat istiadat, budaya, arsitektur bangunan, pemakaman, dan lingkungan tempat tinggal penduduk asli Kota Batam yang telah ada sebelum tahun 1970 saat Batam mulai dibangun. Perlindungan kawasan perkampungan tua dimaksudkan untuk melindungi eksistensi, adat istiadat, budaya, arsitektur bangunan, pemakaman dan lingkungan tempat tinggal penduduk asli Kota Batam yang telah ada saat Batam mulai dibangun. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap upaya perlindungan kawasan-kawasan perkampungan tua perlu dilakukan kegiatan inventarisasi dan penetapan kawasan perkampungan tua dengan Keputusan Walikota.

Langkah-langkah pengamanan kawasan cagar budaya di Kota Batam, diantaranya:  Pengelolaan kawasan cagar budaya sesuai dengan tujuan perlindungannya

masing-masing.

 Pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan wisata budaya yang tidak mengubah fungsinya,


(54)

38

bentang alam, kondisi penggunaan lahan, bentuk dan arsitektur bangunan serta ekosistem alami yang ada.

 Melindungi dan mencegah terjadinya pencurian atau pengrusakan terhadap situs-situs peninggalan sejarah.

 Pemberdayaan masyarakat yang berada di sekitar kawasan cagar budaya untuk secara aktif menjaga dan memelihara peninggalan sejarah yang ada.

Adapun Perkampungan Tua yang dilindungi di Kota Batam meliputi seluruh lokasi-lokasi perkampungan tua yang ada di Kota Batam, diantaranya:

 Perkampungan Nelayan Suku Laut di Pulau Bertam dan Pulau Gara.  Perkampungan di Kelurahan Belakang Padang.

 Perkampungan di Kelurahan Pemping.  Perkampungan di Kelurahan Kasu.  Perkampungan di Kelurahan Pecong.  Perkampungan di Tanjung Riau.

Sedangkan menurut Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Sekupang, Strategi pengembangan kawasan lindung meliputi :

 Deliniasi kawasan lindung, meliputi kawasan yang melindungi kawasan bawahanya yaitu kawasan hutan lindung, kawasan lindung setempat yaitu kawasan sempadan pantai, sempadan waduk, sempadan sungai dan sempadan kawasan industri.

 Pengelolaan kawasan hutan lindung dengan melakukan reboisasi terhadap tanah gundul atau rusak yang berada di kawasan hutan lindung.

 Kegiatan (penguasaan dan pemilikan tanah) diatur sehingga kegiatan yang dihasilkan mengutamakan yang bersifat perlindungaan sumber daya alam atau kegiatan konservasi.

 Kawasan hutan lindung yang sudah dikuasai oleh masyarakat yang sudah memiliki hak penguasaan tanah, dilakukan penggantian kawasan hutan yang memenuhi kriteria sebagai kawasan lindung.


(55)

39

 Pengelolaan kawasan sempadan sungai yang masih berupa lahan mangrove dipertahankan dan dikonservasi.

 Kawasan sempadan sungai di dalam kawasan budidaya direncanakan penanaman tanaman keras atau pemasangan beton pelindung tebing sungai, pemasangan krib pengendali saluran air dan sebagainya sebagai upaya pencegahan bahaya banjir.

 Kawasan sempadan pantai dipertahankan sebagai tanah yang dikuasai oleh negara, pada kawasan ini hak atas tanah yan diijinkan adalah hak pakai.  Kegiatan di kawasan sempadan pantai adalah jenis kegiatan yang melindungi

atau memperkuat tebing pantai dari abrasi dan kegiatan yang memperlambat infiltrasi air laut ke dalam tanah, kegiatan pariwisata diijinkan pada tempat yang memiliki potensi wisata dengan mengusahakan pembangunan fisik tidak berakibat pada peningkatan abrasi.

 Peningkatan kualitas sempadan waduk untuk menjaga kapasitas daya tampung air dengan melakukan reboisasi di sekitar waduk.

 Untuk pembangunan prasarana wilayah khususnya, perhubungan dan untuk kepentingan kawasan industri tepi pantai masih dapat dilakukan.

 Penataan kawasan permukiman sesuai dengan daya dukung lahan : kawasan permukiman perbukitan, kawasan permukiman tepi pantai, kawasan permukiman pusat kota.

 Perlindungan terhadap kawasan permukiman nelayan sebagai kawasan cagar budaya untuk ditingkatkan sebagai daerah kunjungan wisata.

 Mengendalikan pertumbuhan permukiman nelayan sehingga tidak mempersempit lebar badan sungai dan alur pelayaran . Meningkatkan kualitas permukiman nelayan sehingga berpotensi sebagai wisata budaya.


(56)

40 Gambar 3.10

Peta Kawasan Cagar Budaya di Tanjung Riau

Peta Kawasan Cagar Budaya Tanjung Riau

Keterangan

Batas Kelurahan Tanjung Riau Jalan Raya Kawasan Cagar Budaya


(57)

41

3.3. Gambaran Umum Industri Maritim di Tanjung Riau

Industri perkapalan merupakan bidang industri yang menjanjikan di Kota Batam, mengingat lokasinya yang sangat strategis yaitu terletak di jalur pelayaran internasional. Perkembangan industri perkapalan di daerah Tanjung Riau bertumbuh kembang dengan pesat karena posisinya terletak di lokasi sangat strategis karena berada didaerah pesisir yang aman dari pasang surut air laut .

Industri perkapalan di Tanjung Riau berkembang pada tahun 2007 sampai sekarang, karena kegiatan bidang usaha ini berkembang sejalan dengan meningkatnya produk-produk industri elektronik dan juga pengangkutan batu bara sebagai bahan baku pembangkit tenaga listrik di Kota Batam.

Saat ini di Batam kurang lebih sekitar hampir 90 industri perkapalan telah melakukan investasi di sepanjang garis pantai dari Sekupang, Tanjung Uncang hingga Sagulung bagian barat pulau Batam dan di Tanjung Riau sendiri terdapat 19 industri perkapalan. Industri perkapalan merupakan salah satu pilar ekonomi di Kota Batam, dan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Industri perkapalan di Batam juga mendapat limpahan buble economic dari industri perkapalan yang ada di Singapura, mengingat lahan di Singapura semakin sempit dan mahal, sehingga mereka merelokasi industrinya di Batam.

3.3.1. Kegiatan Industri

Industri yang berkembang di Kelurahan Tanjung Riau merupakan industri besar berskala internasional seperti industri perkapalan, sedangkan industri perikanan merupakan industri kecil dan menengah yang tumbuh karena masyarakat disana banyak yang bekerja sebagai nelayan. Untuk industri perkapalan, di Kelurahan Tanjung Riau pada Tahun 2012 terdapat 19 perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan. Perkembangan industri perkapalan akan semakin pesat seiring dengan kebutuhan dan pengadaan armada kapal, spare part dan perbaikan kapal untuk dalam negeri maupun internasional yang semakin meningkat. Berbagai macam produk Kapal telah dibuat disini, dari mulai kapal fery untuk transportasi, kapal barang, tug boat, tongkang, kapal design khusus untuk memasang pipa dan kabel


(58)

42

bawah laut hingga kapal perang dan bahkan peralatan olahraga layar seperti optimis dan laser.

Gambar 3.11

Industri Perkapalan di Tanjung Riau

3.3.2. Kebijakan Industri Kota Batam

Rencana Pengembangan Kawasan Industri di Kota Batam Menurut RTRW 2004-2014 menyebutkan pengembangan kegiatan industri berat di wilayah Kota Batam, seperti pabrik pipa, logam, perkapalan, industri peralatan pengeboran minyak lepas pantai serta industri berat lainnya diarahkan pengalokasiannya di kawasan / zona industri Batu Ampar, Kabil – Telaga Punggur, Tanjung Uncang – Sagulung, Sekupang dan kawasan Pulau Janda Berhias, industri Sembulang – Pulau Rempang. Kegiatan industri pembangunan dan perbaikan kapal diarahkan pengembangannya terpusat di kawasan industri Tanjung Uncang – Sagulung dan kawasan industri Pulau Janda Berhias.


(1)

104 5.2. Rekomendasi

1) Permukiman Pesisir

Salah satu aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau adalah permukiman pesisir, oleh karena itu perlu adanya aturan mengenai perlindungan permukiman pesisir yang ada di Tanjung Riau.

2) Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat di Tanjung Riau adalah nelayan, pekerjaan ini sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Tanjung Riau. Dilihat dari perkembangannya, masyarakat di Tanjung Riau mulai meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan ke pekerjaan yang lain. Untuk mempertahankan kebudayaan masyarakat Tanjung Riau yang bekerja sebagai nelayan, perlu adanya fasilitas penunjang yang memudahkan nelayan dalam melakukan pekerjaannya.

3) Penetapan Lokasi Industri

Agar tetap terjaganya kawasan cagar budaya yang ada di Tanjung Riau pemerintah setempat harus mengkaji ulang penempatan lokasi industri maritim yang ada di sekitar kawasan cagar budaya. Sebab berdasarkan hasil data primer yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat beberapa industri yang bersebelahan langsung dengan permukiman penduduk setempat.

4) Membuat Program Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

Saat ini masih kurangnya program yang dilakukan pemerintah setempat untuk menjaga dan melestarikan kawasan cagar budaya yang ada di Tanjung Riau. Oleh karena itu pemerintah setempat harus mempunyai program khusus untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang ada di Tanjung Riau, program tersebut harus diikuti dengan partisipasi swasta dan masyarakat dalam upaya pelestarian kawasan cagar budaya.


(2)

105

5.3. Keterbatasan Studi dan Saran Studi Lanjutan 5.3.1. Keterbatasan Studi

Beberapa keterbatasan studi ini adalah :

1. Pembahasan tentang aspek cagar budaya yang ada di Tanjung Riau perlu lebih detail lagi dari masing-masing aspek cagar budaya.

2. Indikator yang digunakan untuk melakukan analisis pengaruh industri maritim terhadap kawasan cagar budaya perlu dilengkapi lagi dengan persepsi masyarakat yang berada di luar Tanjung Riau.

3. Tidak diperolehnya informasi dari pihak industri, sehingga analisis perlu dilengkapi dengan informasi dari pihak industri.

5.3.2. Saran Studi Lanjutan

Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang diungkapkan di atas maka studi ini sebaiknya dilengkapi dengan studi-studi lain untuk menyempurnakan studi mengenai pengaruh industri maritim terhadap kawasan cagar budaya di Tanjung Riau. Studi yang lanjutan yang diusulkan untuk penyempurnaan studi ini adalah :

1. Kajian mengenai aspek cagar budaya di Tanjung Riau khususnya pada permukiman pesisir.

2. Kajian mengenai pengaruh industri terhadap aspek lain yaitu: kondisi perekonomian masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Kelompok Buku Referensi

 Yunus, S.H. Struktur Tata ruang kota. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 1999.

 Adishakti. Pelestarian Kebudayaan Nasional Indonesia. Penerbit Dunia Pustaka. Yoyakarta. 2000.

 Koentjaraningrat. Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit Gramedia. Jakarta. 1997.

Kelompok Peraturan Perundangan, Laporan dan Terbitan Terbatas

 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya.

 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam tahun 2004-2014.  Data Profil Kelurahan Tanjung Riau 2010.

Kelompok Tugas Akhir dan Tesis

 Safei, Dian Muhammad. Dampak Industrialisasi Terhadap Kehidupan Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan. 2010.  Elisabeth, Friska. Penilaian Keefektifan Pelaksanaan Pelestarian Bangunan

Pusaka Di Kawasan Militer. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 2007.  Yulianty, Meitya. Partisipasi Masyarakat Dalam Memelihara Benda Cagar

Budaya Di Pulau Penyengat Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya Melayu. Universitas Diponegoro. Semarang. 2005.


(4)

 Irianta, Gunarsa. Kajian Dampak Perkembangan Industri Terhadap Kondisi Lahan Di Kawasan Bawen Kabupaten Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008.

 Dasminto. Pengelolaan Lingkungan Pesisir Di Kawasan Pengembangan Industri Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2007.


(5)

DATA PRIBADI

Nama : Rizki Rahadian

Tempat / Tanggal Lahir : Batam, 29 Maret 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Baloi Centre Blok A No. 46 RT 02 RW 03, Kec. Lubuk Baja, Kel. Baloi Indah, Kota Batam

No Tlp/Hp : 082115428769

E-Mail address : rizkii_rahadian@yahoo.com

No. KTP : 2171062903899009

PENDIDIKAN FORMAL

- Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung, Jawa Barat. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota.

- SMA Negeri 3 Batam - SMP Negeri 6 Batam - SD Negeri 002 Batam PENDIDIKAN NON FORMAL

2012 :Seminar “Geologi” Auditorium UNIKOM, Bandung.

2010 :Seminar “Eksplorasi Isu-Isu Perencanaan Pembangunan terkait Aspek Ekonomi dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Studi Kasus:

Bandung Metropolitan Area dan Jawa Barat)“, Unikom, Bandung.

2010 :Seminar “Pembangunan Infrastruktur Perkotaan Berbasis Pembiayaan Konvensional (Studi Kasus: Potensi Sukuk Sebagai

Sumber Pembiayaan)”, UNIKOM, Bandung.


(6)

PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

2008 :Identifikasi Permasalahan Wisata Alam di Kota Bandung dan Bandung Barat.

2009 :Arahan Pengembangan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur.

2010 :Identifikasi Dampak Perkembangan TIK Terhadap Pola Pergerakan (orang dan barang) Di Wilayah Bandung Metropolitan Area.

PENGALAMAN ORGANISASI

Organisasi Tempat Pelaksanaan Tahun

HIMA PWK UNIKOM Bandung 2007-2010

PENGALAMAN KERJA

Perusahaan/Instansi Program Tempat Tahun

Dinas Tata Kota

Kota Batam Kerja Praktik Batam 2010

KEMAMPUAN BERBAHASA

Jenis Membaca Menulis Berbicara

Bahasa Indonesia Baik Baik Baik

Bahasa Inggris Baik Baik Baik

Demikian daftar riwayat hidup diatas saya buat, dengan ini saya menyatakan bahwa informasi diatas adalah benar dan tepat.

Bandung, Agustus 2012

Rizki Rahadian 1.06.07.010