Pemberdayaan pengrajin rajutan melalui penguatan kelompok swadaya masyarakat (KSM) bagi pengembangan aktivitas ekonomi masyarakat: kasus pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota Bandung

PEMBERDAYAAN PENGRAJIN RAJUTAN
MELALUI PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM)
BAGI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT
(Kasus Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota Bandung)

ZAID LAKONI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul
Pemberdayaan Pengrajin Rajutan Melalui Penguatan Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) Bagi Pengembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat (Kasus
Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota
Bandung Provinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor,

Mei 2009

Zaid Lakoni
A 154040015

ABSTRACT

ZAID LAKONI , 2009. The Empowerment of Mesh Workers Though the Empowerment
of the Group Of Self Supporting People (Kelompok Swadaya Mandiri) for the
Development of the People’s Economic Activities (The Case of People Empowerment)
in the Village of Binong, Subdistrict of Batununggal City of Bandung). Guided by DR.
Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA as the chairman and Mu’man Nuryana, MSc, Ph.D. as
the member of the advisor members.
Self Supporting Group (KSM) is the form of development of social

organization based on the society that was established to bridge between the
management of Poor Society Empowerment Program (P2KP) and the member of the
society of Productive Economic Business people in micro scale (Usaha Kecil Mikro).
The existency of this KSM is expected to be able to decrease the poverty level of
the people on the region of the empowerment of P2KP Program. In this research it
is learn how is the impact of the KSM empowering in the Village of Binong Subdistrict
Batununggal City of Bandung Province of West Java upon the empowerment of the
mesh workers community for the development of the people economics. The impact
of the KSM empowerment is learn through qualitative approach (understanding,
perspective, and opinion) that yields descriptive data, that is such as the picture of of
the program implementation in the field sistematically, and factually. The data was
obtained through the result of studying and interviewing that was evaluated through
Focus Group Discsusion forum.
The optimalization role and function of KSM was influenced by consistencies
of the management and and the member of the KSM it self in running its role and
function in the mesh workers community. The weakness of understanding and the
low of sense of responsibility of the management upon the common interrest caused
the KSM not able to optimalize its role and function that may not purpose the effort
of increasing the people economic capacity as general.
The empowerment of the role and the function of KSM may function optimally

if it is conducted the reorientation of KSM’s role and function. By changing the role
of KSM that in the beginning had a role as the producer to become the facilitator in
the marketing, beside it is able to increase the role and the function of KSM, it is
also expected to be able to to optimalize the unfair competition among the mesh
workers.

RINGKASAN

ZAID LAKONI , 2009. Pemberdayaan Pengrajin Rajutan Melalui Penguatan Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) bagi Pengembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat
(Kasus Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota
Bandung). Dibimbing oleh DR. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA sebagai ketua dan
Mu’Man Nuryana, MSc, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami penanganan kemiskinan berbasis
kelembagaan lokal yang berbeda dengan penanganan kemiskinanan yang dilakukan
sebelumnya. Penelitian ini difokuskan pada aspek input, proses, dan hasil capaian
program. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dari para informan di
lapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran implementasi program
di lapangan secara sistematis dan faktual. Penentuan informan dilakukan atas dasar

penilaian bahwa para informan mengetahui secara baik pemasalahan yang sedang
diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah pengurus lembaga lokal, ketua
dan anggota KSM, pemuka masyarakat, dan perangkat Kelurahan setempat.
Hasil penelitian menunjukkan, meskipun lembaga lokal (masyarakat) telah
menunjukkan kinerjannya (pada awal implementasi program), dimana telah mampu
melakukan pembangunan sejumlah prasarana desa melalui dana hibah program
ditambah swadaya masyarakat setempat, menyalurkan dana kepada KSM, dan telah
mampu menggulirkan beberapa kali, tetapi jika dicermati (setelah program
menginjak tahun kedua), dapat dinyatakan belum/tidak terjadi proses pemberdayaan
(khususnya) bagi warga miskin, karena: (a) tidak terjadi transfer daya kepada warga
miskin, sebab program lebih dimanfaatkan oleh kelompok yang mampu; (b) proses
belajar sosial tidak berlangsung, sebab program lebih bernuansa economic; dan (c)
lembaga lokal masyarakat lebih berperan sebagai penyalur kredit dari pada lembaga
pemberdayaan. Terkait dengan itu, saran ditekankan pada kualitas pelaku program
(khususnya di lapangan), yaitu: (a) perlu mempunyai pemahaman secara baik
terhadap konsep P2KP; (b) perlunya pelaksanaan sosialisasi program secara benar
yang lebih diarahkan pada penyadaran tentang permasalahan yang dihadapi dan
tumbuhnya semangat untuk memecahkan masalah secara mandiri; (c) perlunya
pendampingan secara berkelanjutan terhadap lembaga lokal masyarakat dalam
kurun waktu tertentu, sehingga lembaga lokal masyarakat tersebut dipandang

mampu melakukan penanganan masalah (khususnya) kemiskinan warganya secara
mandiri.
Dibandingkan program-program pemberdayaan yang pernah diterapkan
dalam masyarakat, program P2KP memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat dan tatanan sosial masyarakat. Namun dalam
implementasinya khususnya pada komunitas pengrajin rajutan di Kelurahan Binong.
hal ini hanya terjadi pada beberapa pengrajin, utamanya pengrajin yang memang
dari awal telah memiliki skala usaha yang cukup besar. Sementara pengrajin
dengan skala usaha yang relatif lebih kecil belum dapat memperlihatkan
peningkatan yang signifikan.

Perbedaan karakteristik, kemampuan manajemen dan koneksitas terhadap
sistem sumber yang lemah menyebabkan para pengrajin tidak mampu
mengoptimalkan bantuan yang diberikan melalui KSM bagi peningkatan kapasitas
ekonominya. Kondisi ini tidak semata disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang
dimiliki oleh para pengrajin, tetapi juga akibat kakunya mekanisme penyarluran
bantuan yang dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Mekanisme
permohonan dan pengembalian bantuan yang disertai analisa kesempatan dan
peluang yang dimiliki masyarakat pelaku usaha ekonomi produktif menyebabkan
pemanfaatan bantuan menjadi tidak efektif.

Dalam satu kesempatan diskusi, masyarakat menghendaki pola pengajuan
permohonan bantuan dan proses pengembaliannya dapat disesuaikan dengan sifat
usaha yang dikembangkan. Hal ini khususnya terkait dengan penggunaan bantuan
P2KP oleh KSM rajutan yang selama ini cenderung bersifat individualis sehingga
meningkatkan eskalasi persaingan usaha diantara para pengrajin itu sendiri. Dengan
adanya perubahan pola pengajuan permohonan dan peroses pengembalian bantuan
tersebut, diharapkan KSM pengrajin rajutan dapat memerankan peran sebagai agen
pemasaran yang selama ini menjadi salah satu titik lemah pengembangan usaha
rajutan. Disamping itu, adanya perubahan peran ini juga diharapkan dapat
mengurangi prilaku-prilaku negatif dalam memasarkan produk-produk industri
rajutan di Kelurahan Binong.

© Hak Cipta milik IPB tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak Sebagian atau Seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PEMBERDAYAAN PENGRAJIN RAJUTAN
MELALUI PENGUATAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM)
BAGI PENGEMBANGAN AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT
(Kasus Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota Bandung)

ZAID LAKONI

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir : Drs. Adi Fahrudin, Ph.D


Judul Tugas Akhir

: Pemberdayaan Pengrajin Rajutan Melalui Penguatan
Kelompok
Swadaya
Masyarakat
(KSM)
Bagi
Pengembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat
(Kasus pemberdayaan masyarakat di Kelurahan
Binong Kecamatan Batununggal Kota Bandung)

Nama

: Zaid Lakoni

NRP

: A 154040015


Disetujui
Komisi Pembimbing

Mu’man Nuryana, MSc.,Ph.D.
Anggota

Dr. Nurmala. K Panjaitan, MS., DEA
Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan
Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


Tanggal Ujian : 19 September 2006

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan Kajian
Pengembangan Masyarakat (KPM) ini sebagaimana mestinya.
Kajian ini terwujud berkat dukungan berbagai pihak yang selayaknya pada
kesempatan ini penulis sampaikan banyak terima kasih kepada yang terhomat :
1. Bapak Mu’Man Nuryana, PhD dan Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA,
selaku komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati
membimbing penulis dan tidak henti-hentinya memberikan dorongan untuk
menyelesaikan tugas ini.
2. Bapak M. Cholis, SH., M.Si selaku Mantan Inspektur Jenderal Departemen
Sosial RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB)
3. Bapak Drs. Maman Supriatman, selaku Inspektur Jenderal Departemen Sosial RI
yang telah memberikan waktu dan kesempatan kesempatan kepada penulis

untuk menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (IPB)
4. Para staf Pengajar Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu-Ilmu Sosial dan
Ekonomi Fakultras Pertanian IPB.
5. Bapak Drs. Ahmad Duha dan Bapak Maman Nurjaman, selaku Lurah Kelurahan
Binong Kecamatan Batununggal Kota bandung yang telah mengizinkan penulis
melaksanakan penelitian di wilayah Kelurahan Binong.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program MPM kelas Bandung Angkatan Ke-II, atas
dukungan dan motivasinya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam kajian ini masih banyak
terdapat kekurangan, karenanya penulis mengharapkan sumbang pemikiran
konstruktif untuk perbaikan karya ini. Semoga Kajian Pengembangan Masyarakat ini
dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan komunitas pengrajin rajutan
serta pihak-pihak yang peduli pada pengembangan masyarakat.
Bogor,

Mei 2009

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu pada tanggal 06 Januari 1970, anak ke 2 dari 5 bersaudara dari pasangan
Zainal Arifin Idris dan Zainuba. Penulis menyelesaikan pendidikan pada SD Negeri
12 tahun 1983 di Kotamadya Bengkulu. Tahun 1986 penulis menyelesaikan
pendidikan tingkat pertama di lulus SMP Negeri 2 di Kotamadya Bengkulu. Tahun
1990 penulis lulus SMA Negeri Conggeang di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa
Barat. Pada tahun 1991, penulis diterima di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Bandung dan menamatkannya pada tahun 1997.
Pada tahun1999 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada
Departemen Sosial RI dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial
Propinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, per-bulan Maret tahun 2000, penulis
ditempatkan/ dipindahkan pada salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Departemen Sosial RI yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya pada
Panti Sosial Tresna Werdha ”Gau Mabaji” di Kabupaten Gowa. Pada tanggal 6 April
tahun 2000 penulis menikah dengan Seranti Gaya, S.Pt. \dari pernikahan tersebut
penulis dikarunia sepasang putera dan puteri, yaitu Deujannah Pascalia Fitriani yang
lahir pada tanggal 02 Januari tahun 2001 dan Dewa Auditama Lakoni yang lahir
pada tanggal 09 November 2006.
Sejak tahun 2003 penulis dimutasi ke Inspektorat Jenderal Departemen
Sosial RI sampai dengan sekarang.

DAFTAR ISI

Halaman

Prakata ............................................................................................................
Riwayat Hidup .................................................................................................
Daftar isi ..........................................................................................................
Daftar Tabel .....................................................................................................
Daftar Gambar .................................................................................................
II.

ix
x
xi
xiv
xv

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................

4

1.3. Tujuan Dan Kegunaan ....................................................................

5

II. TINJAUAN TEORITIK
2.1. Tinjauan Konseptual

III.

2.1.1. Kelompok ..............................................................................

7

2.1.2. Pemberdayaan .....................................................................

10

2.1.3. Pengembangan Masyarakat .................................................

12

2.1.4. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ...........

14

2.2. Kerangka Pemikiran ........................................................................

17

METODOLOGI
3.1. Pendekatan dan Metode Kajian ......................................................

20

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................

20

3.3. Pengumpulan dan Analisa Data
3.3.1. Metode Pengumpulan Data ..................................................

21

3.3.2. Sumber Data .........................................................................

21

3.3.3. Pengolahan dan Analisis Data ..............................................

22

3.4. Metode Penyusunan Rencana Program .........................................

23

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG
4.1. Gambaran Lokasi ............................................................................

25

xi

4.2. Kependudukan

V.

4.2.1. Kependudukan ......................................................................

26

4.2.2. Kualitas Penduduk ................................................................

28

4.3. Jenis Pekerjaan Penduduk .............................................................

30

4.4. Struktur Komunitas .........................................................................

32

5.5. Kelembagaan dan Organisasi Sosial ..............................................

35

EVALUASI PROGRAM
KELURAHAN BINONG

PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

DI

5.1. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
5.1.1. Deskripsi Kegiatan ................................................................

37

5.1.2. Penerapan Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Binong Kota Bandung ............

41

5.1.3. Pengembangan Ekonomi Lokal .................................................

43

5.1.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ............................................

44

5.2. Program Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Melalui Posyandu

VI.

5.2.1. Deskripsi Kegiatan ................................................................

46

5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal ..................................................

48

5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ............................................

49

5.3. Masalah Kajian ................................................................................

50

ANALISIS KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (KSM)
6.1. Pembentukan Kelompok Berbasis Komunitas
6.1.1. Kepemimpinan ............................................................................

54

6.1.2. Dana Komunitas ..........................................................................

55

6.1.3. Sumber Daya material ................................................................

55

6.1.4. Pengetahuan Komunitas .............................................................

56

6.1.5. Proses Pengambilan Keputusan ................................................

56

6.1.6. Tekhnologi Komunitas .................................................................

57

6.1.7. Organisasi Komunitas .................................................................

57

xii

6.2.

Profil KSM Objek Kajian
6.2.1. Latar Belakang Usaha .........................................................

58

6.2.2. Karakteristik KSM “Damar Suci” ..........................................

59

6.2.3. Dinamika Internal KSM “Damar Suci” ..................................

61

6.3.

Identifikasi Potensi dan Permasalahan Kelompok Swadaya
Masyarakat
6.3.1. Identifikasi Potensi Kelompok Swadaya Masyarakat

65

6.3.2. Identifikasi Permasalahan Kelompok Swadaya Masyarakat

66

VII. PERENCANAAN PARTISIPATIF DALAM PENGUATAN KELOMPOK
SWADAYA MASYARAKAT BERBASIS KOMUNITAS

VIII.

7.1.

Latar Belakang ...............................................................................

74

7.2.

Analisis Stakeholders ....................................................................

75

7.2.1

Badan Keswadayaan Masyarakat .....................................

76

7.2.2

Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (POJK) ...........

76

7.2.3

Pemerintah (Kelurahan) ........... .........................................

77

7.2.4

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) ........

77

7.2.5

Relawan Pendamping ........................................................

77

7.4.1. LSM, Perguruan Tinggi, Pengusaha, Perbankan, Dinas
terkait ...................................................................................

78

7.4.2. Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) ..............................

79

7.3.

Penggalian Alternatif Pemecahan Masalah ...................................

78

7.4.

Program Aksi .................................................................................

81

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
8.1.

Kesimpulan ....................................................................................

87

8.2.

Rekomendasi Kebijakan ................................................................

89

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

2.

Rekapitulasi Pengumpulan Data Rencana Kajian Pengembangan
Masyarakat di Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota
Bandung ................................................................................................
Luas Wilayah Kelurahan Binong Menurut Penggunaannya ..................

22
26

3.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin .................

27

4.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................

29

5.

Rekapitulasi Jumlah Penduduk Kelurahan Binong Berdasarkan Mata
Pencaharian Pokok Tahun 2004 ............................................................

30

6.

Model Organisasi dan kelembagaan Sosial di Kelurahan Binong ..........

36

7.

Aspek Organisasi KSM “ Damar Suci” ...................................................

59

8.

Aspek Administrasi KSM “ Damar Suci” .......................................

60

9.

Aspek Permodalan KSM “ Damar Suci” .......................................

60

10.

Aspek Usaha produktif KSM “ Damar Suci” .................................

61

11.

Peta Masalah ...............................................................................

73

12.

Rancangan Kegiatan dalam Program Pemberdayaan Pengrajin
Rajutan Melalui Penguatan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
bagi Pengembangan Aktivitas Ekonomi Masyarakat ...........................

80

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Kerangka Pemikiran .................................................................................

19

2.

Piramida Penduduk Kelurahan Binong ...................................................

27

3.

Model Tingkatan Sistem Pelapisan Masyarakat di Kelurahan Binong .......

34

4.

Pohon Masalah .............................................................................................

72

xv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan
angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993
menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari jumlah penduduk pada tahun 1999
(BPS, 1999). Peningkatan ini tidak hanya terjadi di pedesaan, tetapi juga
terjadi di daerah perkotaan di Indonesia. Selain sebagai dampak krisis
ekonomi, hal ini juga akibat meningkatnya arus urbanisasi yang disertai
dengan membanjirnya migrasi penduduk miskin dari daerah pedesaan, baik
untuk mencari pekerjaan maupun hanya sekedar mengadu nasib. Kondisi
ini menggambarkan kompleksitas masalah kemiskinan yang terjadi dalam
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat perkotaan.
Masalah kemiskinan di perkotaan mempunyai korelasi yang cukup
signifikan dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang dihadapi oleh
masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan gizi, perumahan dan
lingkungan serta ketersediaan kesempatan bekerja dan berusaha.
Permasalahan tersebut juga mempengaruhi ketidakpastian hidup bagi
komunitas

miskin

yang

didefinisikan

oleh

Moser

(1996)

sebagai

ketidakamanan dan ketidakpastian dalam kesejahteraan individu, rumah
tangga dan masyarakat yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
mereka.
Terkait dengan ketersediaan kesempatan bekerja dan berusaha,
berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah, LSM maupun pihak
swasta guna memberikan peluang dan akses bagi masyarakat dalam
mengembangkan aktivitas usaha yang telah mereka rintis. Sejalan dengan
perubahan paradigma pembangunan yang berorientasi pada rakyat (people
centered

devolopment),

upaya-upaya

yang

dikembangkan

tersebut

diarahkan pada pengembangan program pembangunan yang berakar pada
potensi dan sumber daya lokal. Salah satunya diwujudkan melalui
pengembangan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP).
Program P2KP merupakan program bantuan stimulan yang berbentuk
bantuan dana bergulir yang dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas

2

dan kapabilitas masyarakat miskin perkotaan sedemikian rupa mereka
mampu memenuhi kebutuhan hidup baik secara ekonomi maupun sosial.
Untuk kepentingan tersebut, program ini dibagi ke dalam dua kelompok
pengembangan yaitu kelompok fisik dan kelompok ekonomi. Kelompok fisik
ditujukan untuk menyediakan sarana dan prasarana fisik sebagai fasilitas
penunjang kegiatan ekonomi dan memperkuat struktur sosial masyarakat.
Sementara kelompok ekonomi lebih diarahkan pada upaya meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas ekonomi
yang berkembang dimasyarakat. Mekanisme penyaluran dana bantuan
P2KP dilakukan melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
dibentuk oleh masyarakat. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) dalam P2KP dilakukan melalui pendekatan partisipatif, artinya
inisiatif dan alasan penentuan dan pemilihan anggota yang akan menjadi
anggota kelompok ditentukan oleh masyarakat. KSM fisik dibentuk
berdasarkan wilayah administratif di kelurahan seperti tingkat RT dan RW,
sedangkan KSM ekonomi dibentuk berdasarkan kelompok usaha ekonomis
produktif (UEP) masyarakat yang sejenis.
Disadari

bahwa

keberhasilan

suatu

program

pengembangan

masyarakat, sangat tergantung pada kebijakan-kebijakan publik yang
disusun

untuk

mendukung

pelaksanaan dan kesiapan

program,
masyarakat

prosedur

atau

mekanisme

menghadapi perubahan yang

timbul sebagai implikasi pelaksanaan program itu sendiri. Tidak sinkronnya
aspek-aspek tersebut dapat berakibat pada kegagalan program secara
keseluruhan. Demikian juga dengan P2KP, sepanjang sejarah pelaksanaan
selama kurang lebih 6 tahun (P2KP dillaksanakan mulai tahun 2000),
belum ada data resmi yang menggambarkan perkembangan Usaha
Ekonomis Produktif (UEP) yang telah mendapat sentuhan P2KP selama
kurun waktu pelaksanaanya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di
Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal Kota Bandung, kegagalan
program P2KP menurut hemat pengkaji terutama disebabkan oleh
ketidaksiapan masyarakat dan mekanisme penyaluran bantuan usaha yang
belum transparan.
Hasil rekapitulasi penyaluran dana bantuan

P2KP di Kelurahan

Binong memperlihatkan bahwa sebagian besar, yaitu sekitar 54,57 % atau
senilai Rp. 136.419.209,- dari total Rp. 250 juta dana P2KP yang

3

dialokasikan, diserap oleh sektor usaha ekonomis produktif masyarakat
yang bergerak dibidang usaha rajutan. Data yang diperoleh dari pengelola
program P2KP di Kelurahan Binong menunjukkan bahwa dari 344 KK yang
dijadikan sasaran program, 185 KK diantaranya adalah pengrajin rajutan.
Hal

ini

memperlihatkan

bahwa

penyaluran

bantuan

usaha

lebih

diprioritaskan pada kegiatan UEP yang memiliki kapasitas daya saing
(competitive Advantage) sehingga lebih berpeluang untuk dikembangkan
pada level bisnis yang lebih tinggi. Prioritas ini mengindikasikan bahwa
selain aspek pertumbuhan, program P2KP juga mempertimbangkan aspek
keberlanjutan (sustainability), baik usaha itu sendiri maupun perputaran
dana program P2KP, sementara aspek sosial budaya yang terintegrasi
didalamnya belum dijadikan pertimbangan bagi pemberian bantuan.
Ditinjau dari sisi kuantitas keterlibatan masyarakat, P2KP di
Kelurahan Binong dapat dikategorikan cukup berhasil. Hal ini nampak dari
meningkatnya jumlah anggota masyarakat yang ikut berpartisipasi atau
memanfaatkan bantuan program. Pada tahap awal, program hanya mampu
membangun kelembagaan dalam bentuk KSM-KSM sebanyak 10 KSM,
saat ini baik kelembagaan maupun individu yang ikut berpartisipasi telah
melibatkan 93 KSM atau 344 KK. Namun demikian, keberhasilan ini tidak
diiringi oleh peningkatan kualitas usaha yang dikembangkan. Walaupun
terlihat ada beberapa indikasi peningkatan kualitas dalam manejemen
usaha seperti semakin luasnya jaringan pemasaran, hal ini belum dapat
mewakili gambaran keberhasilan program secara keseluruhan. Pandangan
ini terutama karena peningkatan tersebut hanya terjadi pada beberapa
pengrajin, utamanya pengrajin yang memang dari awal telah memiliki skala
usaha yang cukup besar, sementara pengrajin dengan skala usaha yang
relatif lebih kecil belum memperlihatkan peningkatan signifikan.
Hasil kajian yang penulis lakukan dalam praktek lapangan II
memperlihatkan bahwa kondisi ini terjadi karena distribusi dana bantuan
yang diterima oleh KSM tidak merata diantara anggota-anggotanya. Dalam
distribusi dana bantuan yang diterima, ada kecenderungan pihak yang
diserahkan wewenang mengelola dana yang diterima kelompok yang lebih
memprioritaskan dana tersebut untuk kepentingannya usahanya sendiri.
Umumnya dalam setiap KSM, pihak yang dipilih oleh anggotanya untuk
menjalankan tugas sebagai pengurus adalah para pengrajin dengan skala

4

usaha yang cukup besar. Pemilihan ini dilakukan, selain untuk menjamin
pasokan bahan baku dan pemasaran, juga keamanan dana bantuan yang
diterima lebih terjaga. Namun dalam prakteknya, justeru oknum-oknum ini
sengaja memanfaatkan posisi tersebut untuk mengatasi kendala yang
mereka hadapi dalam mengakses modal dari lembaga-lembaga keuangan
resmi.
Kondisi diatas berakibat pada terhambatnya pertumbuhan aktivitas
usaha pengrajin dengan skala usaha yang relatif kecil. Alokasi dana
bantuan yang mereka terima tidak mampu meningkatkan kapasitas
produksinya, bahkan tidak sedikit yang terpakai untuk keperluan rumah
tangga. Selain itu, sikap monopoli tersebut akhirnya terakumulasi pada
menurunnya kualitas nilai-nilai kepercayaan (trust) diantara anggota KSM,
sehingga pada perkembangan selanjutnya, masyarakat lebih cenderung
untuk bertindak secara individual dalam memanfaatkan dana P2KP.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam suatu komunitas yang mermiliki aktivitas produktif yang
homogen selalu dihadapkan pada kecenderungan untuk terjadinya
benturan diantara sesama mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan
komunitas dengan aktivitas yang lebih variatif. Benturan dapat timbul akibat
upaya mengembangkan usaha maupun dalam mengakses permodalan
yang merupakan salah satu syarat penting dalam aktivitas ekonomi
produktif. Tanpa adanya koordinasi yang baik, bukan tidak mungkin kondisi
tersebut akan memunculkan tindakan-tindakan penyimpangan baik secara
ekonomi maupun sosial seperti monopoli, oligopoli dan pemaksaan satu
pihak terhadap pihak lainnya. Dampaknya, semua pihak yang ada dalam
komunitas tersebut tidak akan dapat melakukan aktivitasnya dengan
leluasa.
Menghadapi kenyataan tersebut, maka salah satu tindakan yang
mungkin dikembangkan adalah dengan membuat suatu wadah yang dapat
menampung
memiliki

aspirasi dan kepentingan anggota komunitas tersebut agar

peluang

mengembangkan
permodalan.

dan
aktivitas

Pembentukan

kesempatan

yang

produksinya
wadah

ini

sama,

maupun
dapat

dalam

baik

dalam

mengakses

dilakukan

dengan

mengembangkan konsep-konsep organisasi secara formal maupun dengan
mengeksplore kearifan-kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dalam

5

wujud

kelembagaan.

Wadah

dimaksud

dapat

berbentuk

sebuah

kelembagaan dalam pengertian organisasi ataupun kelembagaan, institusi
secara terpisah atau kombinasi keduanya.
Terkait dengan peluang dan kesempatan mengakses permodalan,
berdasarkan gambaran permasalahan yang ditemukan dalam komunitas
pengrajin rajutan di Kelurahan Binong, ternyata pembentukan wadah inipun
tidak serta merta dapat mengeliminir benturan-benturan yang ada. Bahkan
pembentukan wadah dimaksud justeru melahirkan potensi konflik baru
diantara anggota komunitas. Pada kenyataan yang terjadi dalam komunitas
pengrajin rajutan di Kelurahan Binong ini mendorong penulis untuk
mencoba mengkaji permasalahan tersebut dengan menggali aspek-aspek
penyebabnya.
Agar kajian yang dilakukan lebih terarah, maka penulis mempersempit
fokus kajian pada permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana menciptakan konsep keadilan dan kesetaraan dalam
pemanfaatan bantuan dari program pengembangan masyarakat
b. Bagaimana peran KSM dalam memformulasikan peran dan fungsi
anggotanya dalam meningkatkan kapasitas daya saing.
c. Bagaimana

bentuk

aktivitas

yang

dikembangkan

dalam

upaya

penguatan peran dan fungsi KSM dalam menunjang proses produksi.
1.3. Tujuan dan Kegunaan
1.3.1. Tujuan
a. Mengidentifikasikan

aspek-aspek

sosial

masyarakat

yang

dilibatkan atau dikembangkan dalam proses pembentukan KSM.
b. Mendapatkan gambaran tentang formulasi KSM yang tepat dan
sesuai

dengan

keinginan,

kebutuhan

dan

kepentingan

masyarakat.
c. Menggali aspek-aspek yang mempengaruhi keberlanjutan KSM
dan faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap proses
penguatan KSM.
d. Menemukan rumusan dan model pendekatan yang efektif bagi
upaya penguatan KSM
1.3.2. Kegunaan
Secara umum kajian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat strategis berupa

masukan model-model dan konsep

6

pengembangan masyarakat partisipatif yang dapat dikembangkan
oleh

pemerintah

daerah

dalam

penyusunan

kebijakan

pembangunan di daerah. Selain itu, kajian ini juga dapat
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pengetahuan,
dan

para

praktisi

yang

berkecimpung

langsung

dalam

pemberdayaan masyarakat. Lebih khusus diharapkan bermanfaat
bagi:
a. Pemerintah dan pihak terkait
1. Memberikan masukan praktis dan manfaat strategis berupa
masukan

model-model

dan

konsep

pengembangan

masyarakat partisipatif yang dapat dikembangkan oleh
pemerintah dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
2. Memberikan kritik dan saran tentang pergeseran praktek
pengembangan

partisipatif

pada

berbagai

kondisi

masyarakat bagi pihak-pihak yang terlibat langsung sebagai
agen pembaharu dalam pemberdayaan masyarakat di masa
yang akan datang.
b. Perguruan Tinggi
1. Memberikan sumbangan pemikiran yang dapat menambah
khasanah keilmuan tentang bentuk-bentuk praktis konsep
pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat.
2. Memberikan informasi awal bagi penelitian selanjutnya,
dalam usaha mendapatkan model pemberdayaan kelompok
yang ideal pada masyarakat miskin perkotaan.

II.

TINJAUAN TEORITIK

2.1. Tinjauan Konseptual
2.1.1. Kelompok
Dari banyak konsep “Kelompok” yang dikembangkan para
oleh ahli, satu aspek mendasar yang disepakati adalah bahwa
kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki
tujuan yang sama. Lebih luas lagi, Longres (1994) mengemukakan
bahwa; “ Group are more than aggregates of people; they are
system, “ two or more persons who are interacting one and another
in such a manner that each person influences and is influenced by
each other person.” Pendapat ini menjelaskan bahwa selain
karakteristik kelompok, yaitu interaksi, struktur, tujuan (common
purpose, goals) dan dinamika (dynamics), dalam kajian tentang
kelompok, Longres juga menekankan pentingnya pemahaman
tentang kelompok sebagai suatu sistem sosial yang memliliki
mekanisme yang mengatur pola hubungan diantara anggotanya
yang

menggambarkan

posisi

kelompok

dalam

kehidupan

masyarakat yang lebih luas. Dalam konteks ini, ia menambahkan
bahwa kelompok memiliki atribut sebagai berikut :
a. Interdependence. Kelompok adalah kumpulan individu dimana
masing-masing itu unik dan antar semua individu saling
tergantung.
b. Structure. Kelompok memiliki organisasi internal yang terdiri dari
norma-norma

atau kesepakatan

dalam

melakukan

suatu

pekerjaan dan bagian dari pekerja yang ditandai oleh peranan
dari status. Struktur ini membuat kelompok lebih dari sekedar
kumpulan sejumlah individu.
c. Identity. Kelompok memiliki entitas kesadaran diri. Anggota
kelompok

memandang

diri

mereka

yang

berada

dalam

kelompok sebagai “kami (us)” dan memandang orang lain yang
berada diluar kelompok (outsiders) sebagai “mereka (they)”.
Outsiders biasanya memilih atau memiliki kecenderungan untuk
menjauh dari kelompok.

8

d. Boundaries. Suatu batas kelompok ditandai secara fisik oleh
ruang yang ditempati, secara psikologis oleh kepribadian
anggotanya dan secara sosial oleh rasa keakuan, tradisi dan
norma-norma khususnya.
e. Organization. As a hole on. Kelompok merupakan keseluruhan
yang memiliki bagian-bagian. Suatu kelompok pada waktu yang
bersamaan pada setiap diri anggota kelompok merasakan
dirinya sebagai bagian dari keseluruhan, dimana keseluruhan
tersebut merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih luas
lagi. Kelompok tetap eksis karena di dalamnya ada lingkungan
sosial yang memberi pengaruh yang dapat dijadikan sebagai
sumber kekuatan sekaligus sumber-sumber ketegangan.
f.

Openess. Kelompok sama halnya seperti individu, merupakan
sistem

yang

terbuka

yang

tidak

dapat

eksis

tanpa

ketergantungan dengan lingkungan sosial dimana mereka harus
berinteraksi.
g. Dynamism.

Karena

keterbukaan

antar

adanya
sejumlah

kesalingtergantungan
anggota

kelompok

atau
dengan

lingkungan, kelompok menjadi dinamis; tidak statis. Konflik dan
perubahan akan selalu muncul.
Merujuk pada konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa
interaksi merupakan unsur fundamental yang sangat penting dari
semua proses kelompok. Interaksi ini mengacu pada pola pengaruh
timbal

balik

yang

ada

dalam

kelompok.

Kelompok

juga

mengembangkan suatu struktur tertentu atau pola stabil dari tingkah
laku yang ditunjukan oleh anggota kelompok dimana mereka
berinteraksi secara berulang dengan cara/ karakter yang dimiliki
oleh setiapa anggota kelompok. Kelompok memiliki beberapa tujuan
atau fungsi, yaitu antara lain untuk menyelesaikan suatu tugas,
membantu anggotanya untuk tumbuh dan berkembang, atau
menyediakan aktivitas pengisian waktu luang.
Kenyataan-kenyataan
umumnya

menunjukan

yang terjadi dalam kelompok pada
bahwa

kelompok

memiliki

realitas

kehidupannya sendiri yang eksis diantara fakta-fakta keberadaan
individu dan struktur masyarakat secara keseluruhan. Sejalan

9

dengan pandangan tersebut, Sukanto (1990) menyatakan bahwa
syarat-syarat kelompok adalah :
a. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari
kelompok.
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan
yang lain.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan
antar mereka bertambah erat (nasib, kepentingan, tujuan,
ideologis dsb)
d. Kelompok tersebut berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola
perilaku.
Pada umumnya latar belakang pembentukan kelompok dalam
masyarakat dilandasi oleh dua alasan, pertama terbentuk secara
alamiah dan kedua karena dibentuk oleh pihak luar untuk berbagai
tujuan. Kelompok alamiah tumbuh dan berkembang karena
kesamaan kebutuhan (keamanan dan sosial), keadaan fisik dan
daya tarik anggota, dan alasan ekonomi. Sedangkan kelompok
bentukan pihak luar ditumbuhkembangkan antara lain untuk tujuan
terapi pemberdayaan, rekreasi atau berorientasi pada tugas.
Kelompok-kelompok bentukan cenderung memiliki fungsi-fungsi
yang jelas dan memiliki tugas untuk mengembangkan nilai-nilai,
norma dan tujuan kelompok.
Sumberdaya kelompok mencakup karakteristik anggota dan
sumber-sumber yang dimiliki kelompok. Karakteristik anggota
mencakup karakteristik rumah tangga, pendapatan, modal, sikap,
kemampuan dan keterampilan. Sumberdaya kelompok juga meliputi
informasi pembagian tugas kelompok, pengetahuan dan keahlian,
waktu, modal atau alat-alat produksi yang dimiliki kelompok.
Sementara faktor lingkungan mencakup faktor sosial budaya dan
ekonomi. Agar perkembangan suatu program dapat berakar dan
hidup di masyarakat, maka perlu memperhatikan lingkungan sosial
budaya masyarakat dan aspek-aspek kehidupan ekonomi seperti
persaingan usaha, permintaan produk, kapasitas produksi dll.

10

2.1.2. Pemberdayaan
Secara

etimologi,

pemberdayaan

atau

pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata „power‟ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan senantiasa
bersentuhan dengan konsep kekuasaan. Namun pemahaman yang
mendalam terhadap konsep pemberdayaan tidak terlepas dari
konsep yang mendasarinya yaitu ketidakberdayaan. Pemahaman
kondisi tersebut merupakan bagian dari proses pemberdayaan itu
sendiri. Keadaan ini oleh Leamer (1986) dalam Suharto (1997)
digambarkan sebagai suatu kondisi dimana orang merasa tidak
berdaya melalui pembentukan seperangkat pikiran, emosional,
intelektual dan spiritual yang mencegahnya dari pengaktualisasian
kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya ada.
Pemberdayaan merupakan strategi pembangunan yang
berpusat

pada

kepentingan

dan

kebutuhan

masyarakat.

Pemberdayaan merupakan proses peningkatan kemampuan
individu, kelompok dan masyarakat agar mampu mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait
dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan
sosial

dalam

melakukan

tindakan

melalui

peningkatan

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya
yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya
(Payne, 1997). Sementara itu Ife (1995) memberikan batasan
pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang
atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk
meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya
dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan
komunitas

mereka.

Terkait

dengan

itu,

Sutrisno

(2000)

menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi
wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik
yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping
mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan,
perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Perbedaannya
dengan pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok
masyarakat

sebatas

pada

pemilihan,

perencanaan,

dan

11

pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh
pemerintah.
Dalam konteks pengembangan masyarakat, pemberdayaan
tidak hanya ditujukan pada pengembangan potensi ekonomi
rakyat, tetapi juga ditujukan untuk mengembangkan harkat dan
martabat manusia, rasa percaya diri, serta terpeliharanya nilainilai budaya setempat. Untuk mencapai kondisi berdaya baik
secara ekonomi maupun sosial tersebut, Kartasasmita (1997),
mengajukan dua strategi pengembangan yang dapat diterapkan
dalam pemberdayaan. Pertama, memberikan peluang agar sektor
dan masyarakat tetap maju, karena kemajuannya dibutuhkan
untuk

pembangunan

bangsa

secara

keseluruhan.

Kedua,

memberdayakan sektor ekonomi dan lapisan rakyat yang masih
tertinggal dan hidup di luar atau di pinggiran jalur kehidupan
modern. Strategi ini diterapkan dengan mengembangkan upayaupaya berikut :
a. Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang

dengan

mendorong,

memotivasi

dan

membangkitkan kesadaran akan potensi yang memiliki agar
berupaya untuk mengembangkannya.
b. Memperkuat

potensi atau

daya

yang

dimiliki

(misalnya:

membuka akses pada berbagai peluang dan penyediaan
berbagai masukan: modal, teknologi dan pasar).
c. Mengembangkan perlindungan bagi golongan lemah sebagai
bukti keberpihakkan pada mereka, mencegah persaingan yang
tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Berdasarkan definisi-definisi pemberdayaan di atas, dapat
dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat potensi kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai
tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial. seperti memiliki kepercayaan

12

diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi

dalam

kegiatan

sosial,

dan

mandiri

dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Pengertian

pemberdayaan

sebagai

tujuan

seringkali

digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai
sebuah proses. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan
beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai
empowerment index atau indeks pemberdayaan (Girvan, 2004):
a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk berpergian.
b. Kemampuan membeli komoditas „kecil‟: kemampuan individu
untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari.
c. Kemampuan membeli komoditas „besar‟: kemampuan individu
untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier.
d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga;
mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama
suami/istri.
e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya
mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang
(suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah,
perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai
anak; atau melarang bekerja di luar rumah.
f.

Kesadaran hukum dan politik.

g. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga
2.1.3. Pengembangan Masyarakat
Ardle (1989) mengemukakan; “ Community Devolopment is
The devolopment and utilization of a set of ongoing struktur which
allaw the community to meet its own needs,” ( Pengembangan
masyarakat adalah pengembangan dan pemanfaatan secara efektif
seperangkat

struktur

yang

sedang

berlangsung

yang

memungkinkan komunitas dapat memenuhi kebutuhannya sendiri).
Pengertian ini menggambarkan bahwa pengembangan masyarakat
melibatkan

seperangkat

struktur

yang

diharapkan

dapat

menumbuhkan kemandirian kelompok komunitas dalam memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu dalam proses pengembangan
masyarakat

hendaknya

mempertimbangkan

semua

aspek

13

kehidupan masyarakat tersebut, sehingga keputusan apapun
mengenai fokus pengembangan dibuat secara sadar dan dipilih oleh
masyarakat sendiri, dengan mempertimbangkan sumber daya yang
telah ada di masyarakat dan menjadi kebutuhan masyarakat.
Dalam

perspektif

pekerjaan

sosial,

pengembangan

masyarakat bertujuan untuk menciptakan kemajuan sosial dan
ekonomi golongan masyarakat miskin melalui partisipasi aktif dan
inisiatif mereka sendiri. Masyarakat tidak dipandang sebagai sistem
klien yang bermasalah, melainkan sebagai masyarakat yang unik,
memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya
dikembangkan. Peran pekerja sosial disini adalah membantu
masyarakat agar dapat mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya
serta

mengembangkan

kapasitasnya

agar

dapat

menangani

masalah yang mereka hadapi secara efektif. Jadi fokusnya adalah
menolong masyarakat untuk dapat menolong dirinya sendiri (to help
people to help themselves).
Menurut Korten (1984), pengembangan masyarakat adalah
suatu aktivitas pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan,
dengan syarat menyentuh aspek-aspek keadilan, keseimbangan
sumberdaya

alam

dan

partisipasi

masyarakat.

Jadi

dalam

pengembangan masyarakat terkandung esensi partisipasi. Partipasi
merupakan bentuk perilaku sadar. Ini berarti bahwa tanpa
kesadaran dan kesukarelaan akan terjadi partisipasi yang semu.
Pada program dengan pendekatan ekonomi produktif (termasuk
P2KP) bentuk partisipasi masyarakat adalah partisipasi interaktif
dan fungsional.
Kajian

terhadap

keberhasilan/kegagalan

partisipasi

masyarakat menyimpulkan bahwa ada dua hal yang mendukung
terjadinya partisipasi, yaitu

ada unsur yang mendukung untuk

berperilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant)
dan terdapat iklim atau lingkungan (environment factors) yang
memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu (Oppenheim, 1973
dalam Sumardjo & Saharuddin, 2004). Masyarakat tidak akan
berpartisipasi kalau mereka merasa bahwa partisipasi mereka
dalam perencanaan tersebut tidak mempunyai pengaruh pada

14

rencana

akhir

(adanya

manfaat

dalam

penilaian

mereka).

Masyarakat merasa enggan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
yang tidak menarik minat mereka atau aktivitas yang dapat mereka
rasakan.
Simpulan diatas menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat
akan muncul bila ada tiga prasyarat (Sumardjo dan Saharuddin,
2004), yaitu adanya : 1). Kesempatan; suasana atau kondisi
lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang
untuk berpartisipasi; 2). Kemauan; sesuatu yang mendorong/
menumbuhkan minat dan manfaat yang dapat dirasakan aatas
partisipasinya tersebut; 3). Kemampuan; kesadaran atau keyakinan
pada

dirinya

bahwa

dia

mempunyai

kemampuan

untuk

berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu atau sarana dan
material lainnya.
2.1.4. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya
memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal
lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok yang peduli
setempat, sehingga dapat dibangun "gerakan bersama" dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan di
wilayah bersangkutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka
dituntut adanya pembagian peran yang jelas antar pelaku P2KP,
baik yang langsung tergabung dalam organisasi program maupun
pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah daerah, para pemerhati
yang peduli, kelompok-kelompok masyarakat dan lain-lain, dari
tingkat pusat sampai tingkat komunitas.
Program

P2KP

menanggulangi
berkelanjutan.
masyarakat

mempunyai

kemiskinan
Sedangkan

khususnya

visi

secara
misinya

masyarakat

masyarakat
mandiri,

adalah
miskin

mampu

efektif

dan

memberdayakan
dalam

upaya

menanggulangi kemiskinan yang dihadapinya. Prinsip yang dianut
dalam

pelaksanaan

P2KP

adalah:

demokrasi,

partispasi,

transparansi, akuntabilitas, dan desentralisasi. Nilai-nilai yang harus

15

dibangun, dikembangkan dan dijunjung tinggi dalam pelaksanaan
P2KP adalah: keadilan, kejujuran, kesetaraan, dan dapat dipercaya.
Dengan demikian sebenarnya Program Penanggulangan
Kemiskinan

di

Perkotaan

(P2KP)

merupakan

program

pemberdayaan masyarakat yang bermaksud agar masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri. Secara umum tujuan P2KP adalah
membiayai kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat miskin di kelurahan sasaran melalui:
a. Bantuan kredit modal kerja bagi upaya peningkatan pendapatan
secara berkelanjutan.
b. Bantuan

hibah

untuk

pembangunan

maupun

perbaikan

prasarana dan sarana dasar lingkungan
c. Bantuan penciptaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan,
untuk mencapai kemampuan pengembangan usaha-usahanya.
Sehingga Kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat dalam
P2KP adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada keterpaduan
Konsep Tridaya yaitu :
a. Kegiatan Pemberdayaan Sosial, berupa kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang mengarah pada peningkatan keterampilan
teknis dan manajerial dalam upaya menunjang penciptaan
peluang

usaha

baru,

pengembangan

usaha,

penciptaan

lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
b. Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi, berupa kegiatan industri
rumah tangga atau kegiatan usaha skala kecil lainnya yang
dilakukan

oleh

perseorangan/

keluarga

miskin

yang

menghimpun diri dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
c. Kegiatan Pemberdayaan Lingkungan, berwujud pemeliharaan,
perbaikan maupun pembangunan baru prasarana dan sarana
dasar lingkungan permukiman yang dibutuhkan masyarakat
kelurahan, seperti jalan dan lingkungan, ruang terbuka hijau
atau taman, dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat
atau komponen lain yang disepakati masyarakat. (P2KP 1999: 2)
Pola pendekatan pemberdayaan dalam P2KP dilaksanakan
melalui