Model Untuk Keberangkatan dan Relokasi Fasilitas Ambulan
MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
TESIS
Oleh MUHAMMAD SOFYAN NASUTION
117021016/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara
MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh MUHAMMAD SOFYAN NASUTION
117021016/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
: Muhammad Sofyan Nasution : 117021016 : Magister Matematika
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc ) Ketua
(Prof. Dr. Muhammad Zarlis) Anggota
Ketua Program Studi (Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Dekan (Dr. Sutarman, M.Sc)
Tanggal lulus: 5 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada Tanggal 5 Juni 2013
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis
2. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc 3. Prof. Dr. Herman Mawengkang
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Magister di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan juga tidak dapat karya atau pendapat yang pernah ditulus atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan diterbitkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2013 Penulis, Muhammad Sofyan Nasution
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan layanan ambulan, beberapa model alokasi fasilitas ambulan telah dikembangkan dalam literatur operasi riset. Model cakupan pencarian lokasi dengan tujuan untuk memaksimalkan (deterministik atau probabilistik) jumlah permintaan panggilan ambulans yang ada. Penelitian ini menyajikan sebuah pendekatan model dinamik dalam proses alokasi ambulans dalam suatu sistem layanan darurat medis, dimana penelitian difokuskan pada jenis layanan ambulan gawat darurat. Tujuan utama dari model alokasi ini adalah sebagai antisipasi atas ketersediaan kendaraan ambulans sehingga mampu memaksimalkan jumlah panggilan atau permintaan yang dapat dipenuhi. Penelitian ini merepresentasikan pengembangan model MEXCLP ke dalam bentuk program linier dengan kendala bernilai 0-1 untuk variabel γij yang menyatakan titik lokasi permintaan unit ambulan dan δij yang menyatakan status alokasi suatu unit ambulan di lokasi i, sehingga diperoleh suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan keberangkatan dan relokasi ambulan di lokasi permintaan yang tersedia. Kata kunci: Ambulan, Layanan darurat medis, Relokasi, Model dinamik.
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Aiming to improving the efficiency and reliability of ambulance services, some allocation model has been developed in operations research literature. Coverage model for the locations to maximize the (deterministic or probabilistic) number of ambulance calls. This research will present a dynamic modelling in an ambulance emergency medical services system, where the research focus on emergency ambulance type. The main purpose of this allocation model is as an anticipation of the availability of ambulance vehicle to maximize the number of calls or covered demand of ambulance calls. This research represents the extended of MEXCLP model into linear programming with 0-1 constraint of variable γij that is a demand point of ambulance and δij allocation status any ambulance unit at location i and obtained a model that can be used to determine departure and relocation of available ambulances at any demand location. Keywords: Ambulance, Emergency medical service, Rellocation, Dynamic mode-
lling.
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadiat Allah SWT, atas berkat dan kekuatan yang diberikan-Nya pada penulis sehinga tesis yang penulis beri judul ”Model Untuk Keberangkatan dan Relokasi Fasilitas Ambulan” dapat diselesaikan sesuai rencana semula. Tesis ini merupakan tugas akhir penulis pada Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku ketua Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan juga selaku anggota komisi pembanding yang telah penuh memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis hingga penulisan tesis ini telah diselesaikan.
Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara juga selaku anggota komisi pembanding yang telah memberikan masukan dalam perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memotivasi dan membimbing dalam penulisan tesis ini.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan tesis ini.
iv
Universitas Sumatera Utara
Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan. Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih dan sayang yang mendalam kepada orang tua penulis, Alm. Palitan Nasution dan Alm. Samsuarni dan Samsuarti serta istri tercinta Saprawati, dan anak-anakku tersayang Suryana Ramadhani Nst, Syafmarullah Nst, Dita Sofia Nst yang senantiasa memberikan dukungan dan mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis berterimakasih atas semua doa, semangat, dan bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT membalaskan segala kebaikan yang telah diberikan, Amin.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya. Sekian dan terimakasih.
Medan, Juni 2013 Penulis,
Muhammad Sofyan Nasution
v
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP Muhammad Sofyan Nasution dilahirkan di Kuala Simpang pada tanggal 28 Agustus 1964 dari pasangan Bapak Palitan Nasution dan Ibu Samsuarni dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Nomor 2 Karang Baru tahun 1975, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Karang Baru tahun 1979, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kuala Simpang tahun 1983. Pada tahun 1984 memasuki Perguruan Tinggi Universitas Abulyatama, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pada Jenjang Strata-1 dan lulus tahun 1993 kemudian melanjutkan pendidikan pada Program Studi Matematika pada Jenjang Strata-2 Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 2013. Saat ini penulis bekerja sebagai Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh.
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI
ii iii iv vi vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian
1 3 4 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
5
2.1 Persoalan Model Lokasi Fasilitas 2.2 Aturan Relokasi Fasilitas Ambulan 2.3 Persoalan Probabilistik Himpunan Lokasi yang Terpenuhi
5 15 18
BAB 3 MODEL RELOKASI FASILITAS AMBULAN
21
3.1 Simulasi Model 3.2 Model Relokasi untuk Fasilitas Ambulan 3.3 Prosedur Algoritma
21 22 24
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
26
4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
26 26 27
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan layanan ambulan, beberapa model alokasi fasilitas ambulan telah dikembangkan dalam literatur operasi riset. Model cakupan pencarian lokasi dengan tujuan untuk memaksimalkan (deterministik atau probabilistik) jumlah permintaan panggilan ambulans yang ada. Penelitian ini menyajikan sebuah pendekatan model dinamik dalam proses alokasi ambulans dalam suatu sistem layanan darurat medis, dimana penelitian difokuskan pada jenis layanan ambulan gawat darurat. Tujuan utama dari model alokasi ini adalah sebagai antisipasi atas ketersediaan kendaraan ambulans sehingga mampu memaksimalkan jumlah panggilan atau permintaan yang dapat dipenuhi. Penelitian ini merepresentasikan pengembangan model MEXCLP ke dalam bentuk program linier dengan kendala bernilai 0-1 untuk variabel γij yang menyatakan titik lokasi permintaan unit ambulan dan δij yang menyatakan status alokasi suatu unit ambulan di lokasi i, sehingga diperoleh suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan keberangkatan dan relokasi ambulan di lokasi permintaan yang tersedia. Kata kunci: Ambulan, Layanan darurat medis, Relokasi, Model dinamik.
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Aiming to improving the efficiency and reliability of ambulance services, some allocation model has been developed in operations research literature. Coverage model for the locations to maximize the (deterministic or probabilistic) number of ambulance calls. This research will present a dynamic modelling in an ambulance emergency medical services system, where the research focus on emergency ambulance type. The main purpose of this allocation model is as an anticipation of the availability of ambulance vehicle to maximize the number of calls or covered demand of ambulance calls. This research represents the extended of MEXCLP model into linear programming with 0-1 constraint of variable γij that is a demand point of ambulance and δij allocation status any ambulance unit at location i and obtained a model that can be used to determine departure and relocation of available ambulances at any demand location. Keywords: Ambulance, Emergency medical service, Rellocation, Dynamic mode-
lling.
iii
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ambulan merupakan salah satu komponen EMS (Emergency Medical Services) yang tersedia 24 jam per hari di sebagian besar rumah sakit. Erdog˘an et al,. (2008) berpendapat bahwa efektivitas dari kualitas layanan komponen EMS dapat ditentukan berdasarkan pada kriteria ganda, termasuk waktu respon ratarata, jenis pelayanan EMS pada masing-masing staf rumah sakit dan peralatan medis yang digunakan. Pada persoalan ini, indikator yang sering digunakan dalam menentukan kualitas layanan EMS adalah perbandingan antara jumlah permintaan yang dipenuhi pada batas waktu tertentu, 8 hingga 10 menit. Sehingga dalam model perencanaan, jumlah permintaan selalu ditentukan dengan menggunakan konsep coverage, dimana terdapat suatu titik permintaan diasumsikan dapat dipenuhi oleh ambulan jika waktu respon rata-rata mempunyai batas waktu.
Zaharudin et al. (2009) menambahkan bahwa tingkat resiko kematian seorang pasien sangat bergantung pada waktu respon ambulan terhadap permintaan layanan ambulans. Waktu respon yang didefinisikan adalah waktu saat operator menerima panggilan permintaan layanan ambulans, sehingga waktu respon menjadi komponen penting dalam menentukan kualitas kinerja EMS. Amponsah et al,. (2010) memberikan pandangan bahwa komponen EMS merupakan layanan perawatan yang bersifat out-of-hospital yang disediakan oleh rumah sakit serta menyediakan transportasi bagi pasien yang memerlukan perawatan medis ke rumah sakit.
Dalam hal meningkatkan efisiensi dan realiabitas layanan ambulan, beberapa model alokasi untuk stasiun ambulan telah dikembangkan pada literatur operasi riset, salah satunya adalah model coverage dan model median. Model coverage merupakan model yang digunakan untuk memaksimasi jumlah permintaan layanan ambulan yang dipenuhi sehingga model ini merupakan model yang berorientasi reliabilitas baik secara model deterministik atau probabilistik. Sedangkan objek
1
Universitas Sumatera Utara
2
pada model median adalah untuk meminimasi total jarak ambulan antara rumah sakit dengan daerah permintaan panggilan sehingga dari model ini diperoleh bobot efisiensi pada operasi ambulan (Morohosi, 2008).
Sebagian besar dari model didasarkan pada persoalan lokasi yang statis dan deterministik dengan mengabaikan adanya faktor-faktor pertimbangan secara stokastik (Brotcorne et al., 2003). Beberapa literatur yang berkaitan dengan persoalan lokasi ambulan telah dikembangkan dan diantaranya diperoleh beberapa model probabilistik sebagai refleksi dari fakta bahwa ambulan yang beroperasi diasumsikan sebagai suatu server pada sistem antrian dimana pada suatu waktu tertentu tidak dapat memenuhi panggilan layanan ambulan.
Brotcorne et al,. (2003) juga menambahkan terdapat perbedaan yang penting antara layanan medis gawat darurat (EMS) dengan pemadam kebakaran dan departemen kepolisian. Pertama, ambulan tidak berpusat pada suatu bangunan tertentu namun pada lokasi dasar seperti tempat parkir dengan pertimbangan bahwa ambulan ditempatkan secara periodik dengan tujuan dapat menjangkau wilayahwilayah panggilan permintaan ambulan tertentu. Sehingga persoalan alokasi sangatlah penting dalam hal pengambilan keputusan konfigurasi terbaik untuk satu atau lebih fasilitas agar dapat memenuhi tingkat permintaan pada suatu populasi (Daskin, 1983 dan Densham dan Rushton, 1996).
Terdapat tiga klasifikasi model yang telah dikembangkan sebelumnya dalam beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan relokasi fasilitas ambulan: (i) penyelesaian program integer real-time terhadap pengambilan keputusan relokasi ambulan (lihat Kolesar and Walker, 1974; Gendreau et al., 2001; Brotcorne et al., 2003; dan Nair and Miller-Hooks, 2006). Fungsi objektif pada program integer yang diperoleh merupakan suatu kombinasi untuk peramalan tingkat permintaan layanan fasilitas ambulan di masa yang akan datang dan biaya relokasi ambulan yang diperlukan.
Secara komputasi penaksiran ini memerlukan implementasi dalam ruang lingkup komputasi paralel dalam membantu proses pengambilan keputusan yang mempunyai kompleksitas cukup efisien dari segi aplikasi secara real-time, (ii) model yang digunakan untuk menentukan posisi ambulans secara optimal dalam memenuhi
Universitas Sumatera Utara
3
jumlah tingkat permintaan terhadap ambulan yang tersedia dengan menggunakan formulasi program integer sebagai solusi yang diperoleh (lihat Gendreau et al., 2006; Ingolfsson, 2006; dan Goldberg, 2007). Tidak seperti dua model pertama yang telah dipaparkan sebelumnya, (iii) diperoleh model yang mengubah sifat acak ke dalam sistem eksplisit.
Salah satu penaksiran telah dikembangkan untuk memformulasikan persoalan relokasi ambulan sebagai suatu proses keputusan Markov dan kemudian digunakan untuk menyelesaikan suatu aturan optimal dengan menggunakan program dinamik (lihat Berman, 1981 dan Zhang et al, 2008). Penaksiran secara heuristik lainnya telah dikembangkan dalam menentukan pengambilan keputusan relokasi berdasarkan pada suatu aproksimasi dalam sistem konfigurasi tertentu. Andersson (2005) dan Andersson and Vaerband (2007) memberikan suatu penaksiran terhadap ”fungsi ketersediaan” dengan tujuan menaksir kapasitas pada suatu konfigurasi tertentu untuk memenuhi total permintaan terhadap layanan fasilitas ambulan. Fungsi ketersediaan ini sama dengan fungsi nilai yang ditentukan oleh algoritma program dinamik namun dalam bentuk heuristik.
Model relokasi fasilitas ambulan dalam penelitian ini didasarkan pada struktur program dinamik sehingga model dapat digunakan pada sebagai model simulasi layanan darurat medis (Emergency Medical Services (EMS)) dengan memperhatikan aturan-aturan relokasi yang diberikan.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu pengembangan model relokasi fasilitas ambulan telah dilakukan sebelumnya oleh Brotcorne et al,. (2003). Kelemahan dari model ini adalah model relokasi fasilitas ambulan dengan struktur program dinamik tanpa memperhatikan aturan-aturan model relokasi sesuai data waktu alokasi ambulan yang akurat. Tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan persoalan relokasi fasilitas layanan ambulan didasarkan pada modifikasi struktur program dinamik dari model MEXCLP yang disertai dengan hasil modifikasi algoritma model relokasi secara real time. Model relokasi yang diperoleh dapat digunakan dalam menyelesaikan persoalan optimisasi di bidang kesehatan yang merupakan komponen Emergency Medical Services (EMS), seperti masalah alokasi ambulan.
Universitas Sumatera Utara
4 1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memodelkan persoalan relokasi fasilitas layanan ambulan didasarkan pada modifikasi struktur program dinamik dari model MEXCLP disertai dengan hasil modifikasi algoritma model relokasi dengan data waktu alokasi ambulan yang akurat. 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memperkaya literatur di bidang operasi riset dan bidang kesehatan dalam pengaturan alokasi ambulan sebagai bagian dari komponen Emergency Medical Services (EMS).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Persoalan Model Lokasi Fasilitas Persoalan model lokasi fasilitas diklasifikasikan berdasarkan fungsi objektif,
kendala, solusi serta atribut lainnya yang digunakan dalam model. Beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan suatu model lokasi fasilitas antra lain:
1. Karakteristik topologi 2. Fungsi objektif 3. Metode solusi 4. Ketentuan penggunaan fasilitas 5. Pola tingkat permintaan terhadap fasilitas 6. Tipe rantai suplai 7. Kategori waktu 8. Masukan (input) parameter
Persoalan lokasi fasilitas merupakan salah satu persoalan NP-complete, dengan ukuran ruang solusi pada lokasi m dialokasikan ke unit n adalah nm. Karena persoalan ini merupakan persoalan kombinatorial kompleks, terdapat beberapa pendekatan solusi yang dilakukan dengan menggunakan metode pencarian metaheuristik seperti tabu search, simulated annealing dan evolutionary algorithms.
Rantai siklus antara layanan medis ambulan terhadap suatu kecelakaan didasarkan pada empat langkah dasar, yaitu:
(1.) Informasi terjadinya suatu kejadian atau kecelakaan, (2.) Gambaran atau deskripsi terhadap kecelakaan yang terjadi,
5
Universitas Sumatera Utara
(3.) Pengiriman unit ambulan ke lokasi kejadian, (4.) Tindakan medis yang dilakukan di lokasi kejadian
6
Dari penjelasan diatas, waktu merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam situasi gawat darurat sehingga diperlukan suatu model akurat dalam sistem pengaturan lokasi ambulan untuk memastikan seluruh jumlah permintaan layanan ambulan yang ada dapat dipenuhi oleh jumlah fasilitas ambulan yang tersedia (Brotcorne et al., 2003). Komponen EMS yang tersedia didasarkan pada dua jenis penyedia fasilitas dengan kapabilitas yang berbeda: unit Basic Life Support (BLS) seperti petugas pemadam kebakaran dan layanan polisi dan unit Advanced Life Support (ALS) seperti layanan fasilitas ambulan. Kedua unit bekerja sebagai tenaga medis, namun dengan standar waktu yang berbeda (Mandell, 1998).
Terdapat dua cara penaksiran yang berbeda dalam model lokasi komponen Emergency Medical Service (EMS) didasarkan pada objektifnya, yaitu (1) total jumlah jarak atau waktu dari atau ke lokasi ambulan, dan (2) total jumlah jarak atau waktu yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai lokasi ambulan (Karaman, 2008).
Selanjutnya, Morohosi (2008) memberikan kajian model dengan beberapa notasi sebagai berikut.
M : Himpunan lokasi ambulan dij : Jarak antara i ∈ M dan j ∈ N N : Himpunan jumlah permintaan layanan ambulan pj : Permintaan layanan ambulan di j ∈ N
Berdasarkan beberapa notasi diatas, beberapa model coverage pada persoalan lokasi ambulan yang dikembangkan sebelumnya sebagai berikut.
a. Location Set Covering Model (LSCM)
Model LSCM diperkenalkan oleh Toregas ‘et al,. (1971) yang merupakan model sederhana dalam persoalan lokasi ambulan dengan tujuan meminimumkan
Universitas Sumatera Utara
7
total jumlah ambulan yang digunakan untuk memenuhi total jumlah permintaan yang ada. Model ini menggunakan variabel keputusan biner zi, i ∈ M , dimana variabel adalah 1 jika suatu ambulan terletak di lokasi i dan 0 untuk lainnya. Dengan titik permintaan yang dinotasikan sebagai suatu himpunan Mj = {i ∈ M : dij ≤ D} dengan D jarak standar, maka model dapat dituliskan sebagai berikut.
(LSCM) min (kendala)
zi
i∈M
zi ≥ 1,
i∈Mj
zi ∈ {0, 1},
j∈N i∈M
b. Maximal Covering Location Problem (MCLP)
Church dan ReVelle (1974) mengembangkan model LSCM dalam persoalan lokasi ambulan dimana model ini memiliki objektif yaitu memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi dengan jumlah ambulan yang tersedia, K. Model menggunakan variabel keputusan biner yj, j ∈ N dimana masing-masing sama dengan 1 jika permintaan pada lokasi j terpenuhi dan 0 untuk lainnya, sehingga model dinyatakan sebagai berikut.
(MCLP) max (kendala)
pj yj
j∈N
zi ≥ yj, j ∈ N
i∈Mj
zi = K
i∈M
zi, yj ∈ {0, 1}, i ∈ M , j ∈ N
Model ini mengalami modifikasi oleh Ball dan Lin (1993) dengan objektif adalah meminimumkan total jumlah biaya layanan fasilitas ambulan dalam memenuhi permintaan dengan menggunakan asumsi kendala adanya proporsi α pada seluruh jumlah permintaan yang dipenuhi pada jarak r1. Sehingga, hasil yang diperoleh dari model adalah terdapat paling banyak pj ambulan di lokasi j.
Universitas Sumatera Utara
8
b. Maximum Expected Covering Location Problem (MEXCLP)
Model lokasi layanan fasilitas ambulan pertama yang telah dikembangkan
merupakan suatu model deterministik dan tanpa memandang adanya suatu
probabilitas keadaan suatu ambulan atau jumlah ambulan yang dialokasikan
di suatu daerah tertentu. Daskin (1983) mengemukakan suatu model lokasi
ambulan pertama dengan menggunakan prinsip teori antrian dengan asum-
si probabilitas masing-masing ambulan yang diletakkan pada suatu lokasi
tertentu adalah q. Jika suatu permintaan j dipenuhi oleh k ambulan, maka
nilai ekspektasi jumlah permintaan yang dapat dipenuhi pada lokasi j adalah pj(1 − qk). Asumsikan bahwa K ambulan kembali ditempatkan pada beberapa lokasi, sehingga total ekspektasi jumlah permintaan yang dapat dipenuhi
di lokasi j adalah
(MEXCLP) (kendala)
max
nM
(1 − p)pi−1hjyij
j=1 i=1 Mn
yij − aijxi ≤ 0
i=1 i=1 n
xi ≤ M
i=1
xi = 0, 1, 2, . . . , M
yij = 0, 1
∀i ∀i, j
Pengaturan terhadap komponen EMS dihadapkan terhadap dua persoalan utama, yaitu persoalan alokasi (allocation problem) dan persoalan pemindahan (redeployment problem). Persoalan alokasi merupakan persoalan dalam menentukan suatu ambulan m yang ditempatkan ke lokasi kejadian j, sedangkan persoalan pemindahan mempunyai objektif yakni mengatur relokasi ambulan yang tersedia ke lokasi permintaan layanan ambulan yang potensial (dalam jangkauan). Pada dasarnya, persoalan pemindahan ambulan dapat dipandang sebagai suatu persoalan alokasi layanan ambulan dimana ambulan ditempatkan ke beberapa titik lokasi yang potensial yang berada dalam jangkauan ambulan.
Model MEXCLP telah diformulasikan oleh Daskin (1983) dengan menempatkan m ambulan ke beberapa titik lokasi yang mungkin di suatu daerah tertentu dimana tujuan model adalah untuk memaksimumkan penaksiran terhadap jumlah permintaan yang dapat dipenuhi pada jangkauan jarak yang
Universitas Sumatera Utara
9
ditentukan, r. Probabilitas suatu ambulan dapat ditentukan dengan menggunakan sistem persamaan Erlang yaitu p = λ/(µM), dengan µ adalah tingkat jumlah permintaan dan µ menyatakan tingkat layanan atau respon terhadap permintaan ambulan. Jika terdapat m unit ambulan yang harus memenuhi suatu lokasi tertentu, dan jika setiap unitnya dalam keadaan ’sibuk’ dengan probabilitas adalah p, maka probabilitas permintaan suatu daerah dapat dipenuhi paling sedikit oleh satu unit ambulan adalah (1 − pm). Sehingga, model dapat dituliskan sebagai berikut.
(MEXCLP) (kendala)
max
nM
(1 − p)pi−1hjyij
j=1 i=1 Mn
yij − aijxi ≤ 0
i=1 i=1 n
xi ≤ M
i=1
xi = 0, 1, 2, . . . , M
yij = 0, 1
∀i ∀i, j
dengan M adalah total jumlah maksimum ambulan yang akan dialokasikan, n adalah jumlah titik lokasi permintaan layanan ambulan (node) dan xi menyatakan jumlah ambulan yang dialokasikan ke titik lokasi i.
1 jika titik j dipenuhi sedikitnya oleh i ambulan yjk = 0 jika titik j dipenuhi kurang dari i ambulan
dan hj merupakan jumlah permintaan yang ada pada titik lokasi j.
Fungsi objektif bertujuan untuk memaksimumkan total jumlah permintaan yang dapat dipenenuhi dengan kendala yaitu menghitung tingkat permintaan pada lokasi j yang dapat dipenuhi yang berkaitan dengan variabel keputusan yij ke himpunan variabel keputusan, xi serta memberikan spesifikasi terhadap jumlah maksimum ambulan yang dialokasikan ke suatu daerah atau lokasi tertentu dimana lebih unit ambulan diperbolehkan untuk dialokasikan pada sebarang lokasi.
ReVelle dan Hogan (1989) mengembangkan dua model probabilistik yang disebut dengan Maximum Availability Location Problem I dan II (MALP I dan MALP II). Kedua model ini memberikan jumlah unit respon dengan
Universitas Sumatera Utara
10
tujuan memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi oleh unit respon (ambulan) yang tersedia didasarkan pada standar waktu yang diberikan dengan adanya nilai reliabilitas.
Goldberg et al,. (1990) memberikan variansi lain terhadap model ini dimana terdapat parameter waktu perjalanan secara stokastik. Tujuan modifikasi model ini adalah untuk memaksimumkan total jumlah permintaan yang dapat dipenuhi dengan standar waktu yang ditentukan, 8 menit. Dalam penentuannya, dilakukan penaksiran probabilitas terhadap jumlah permintaan yang dapat ditempuh oleh ambulan dengan waktu standar yang telah ditentukan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: (1) probabilitas bahwa suatu ambulan yang dialokasikan ke lokasi k dapat menempuh lokasi permintaan dalam waktu 8 menit, (2) probabilitas bahwa ambulan tersedia di lokasi yang telah ditentukan, (3) probabilitas bahwa ambulan yang dialokasikan ke lokasi k − 1 tidak tersedia. Dengan menggunakan data di daerah Tucson, Arizona, diperoleh kesimpulan bahwa lokasi yang baik mengalami peningkatan kinerja layanan ambulan sebanyak 1% dan hasil yang paling rendah mengalami penurunan dari 24% menjadi 53.1%.
Repede dan Bernando (1994) mengembangkan model ini dengan adanya asumsi kecepatan suatu ambulan dalam menempuh jarak lokasi permintaan layanan ambulan per hari di Louisville, Kentucky. Hasil utama yang diperoleh dari model ini adalah terdapat peningkatan proporsi permintaan layanan ambulan dalam kurun waktu 10 menit dari 84% menjadi 95% namun waktu respon menurun menjadi 36%.
Gendreau et al,. (1997) juga telah mengembangkan suatu model deterministik dengan tujuan memaksimasi jumlah permintaan layanan fasilitas ambulan yang dapat dicakup paling banyak dua kali dengan suatu waktu standar r1, dengan jumlah ambulan yang tersedia sebanyak p dan dengan ketentuan bahwa paling banyak terdapat pj ambulan yang dialokasikan ke lokasi j. Diasumsikan bahwa Wi1 = {j ∈ W : tij ≤ r1} dan Wi2 = {j ∈ W : tij ≤ r2}. Denotasikan bahwa variabel bilangan bulat yi yang menyatakan jumlah ambulan yang dialokasikan ke j ∈ W dan suatu variabel biner xik menuju 1 jika dan hanya jika jumlah permintaan pada verteks i ∈ V dicakup pada waktu k (k = 1 atau 2) pada unit waktu r1. Sehingga model dinyatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
11
max (kendala)
di xi2
i∈V
yi ≥ 1
j∈Wi2
dixi2 ≥ α di
j∈V i∈V
j ∈ Wi1yi ≥ xi1 + xi2
x2i ≤ xi1
yj = p
j∈W
yj ≤ pj
x1i , x2i ∈ {0, 1}
yj integer
(i ∈ V )
(i ∈ V ) (i ∈ V )
(j ∈ W ) (i ∈ V ) (j ∈ W )
Gendreau et al,. (2001) mengemukakan suatu model modifikasi dari model MEXCLP yang digunakan untuk memperoleh informasi pada waktu t dalam strategi relokasi ambulan yang digunakan. Model ini dapat menyelesaikan persoalan relokasi ambulan pada waktu t dimana terdapat permintaan layanan ambulan di waktu yang sama. Sehingga objektif dari model ini adalah untuk memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi oleh suatu jenis ambulan yang digunakan.
b. Model Median Lokasi Ambulan
Secara khusus, Ruslim dan Ghani (2006) juga menunjukkan model p-Median dengan adanya tingkat permintaan yang tidak pasti dengan menggunakan distribusi Poisson yang dinyatakan sebagai
f (x) = e−λλx , x!
x = 0, 1, . . .
dengan λ merupakan suatu parameter positif yang berbanding sama dengan nilai tengah (mean) pada titik permintaan yang ada. Adapun penggunaan distribusi Poisson karena salah satu kriterianya, yaitu konvensionalitas pada pola permintaan (demand pattern).
Universitas Sumatera Utara
12
Adapun model p-Median didasarkan pada notasi-notasi berikut
I = {1, . . . , m} J = {1, . . . , n} dij p ai
Merupakan himpunan titik permintaan Daerah pelayanan untuk ambulan Jarak terpendek antara lokasi i dan j Jumlah pelayanan yang tersedia Jumlah populasi pada titik permintaan i
dan berlaku
1 jika konsumen di lokasi i ditempatkan ke lokasi j xij = 0 yang lainnya
1 jika terdapat pelayanan yang tersedia di lokasi j yj =
0 yang lainnya
Sehingga, diperoleh model yang dinyatakan sebagai berikut.
min (kendala)
mn
aidij xij
i=1 j=1
xij = 1,
j∈J
yj = p
j∈J
xij ≤ yj,
xij ∈ {0, 1},
∀i ∈ I
∀i ∈ I, ∀j ∈ J yj ∈ {0, 1}
Morohosi (2008) memberikan pandangan terhadap model median dengan fungsi objektif model adalah meminimumkan total jumlah jarak perjalanan yang ditempuh ambulan. Dalam model ini terdapat suatu variabel keputusan baru, xij, yang mendefinisikan total jumlah permintaan layanan ambulan di lokasi j oleh pusat fasilitas atau rumah sakit i. Sehingga model dinyatakan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
13
(MM) min (kendala)
dij xij
i∈M j∈N
xij ≥ pj,
i∈Mj
xij ≤ czi
j∈N
zi = K
i∈M
xij ≥ 0,
zi ∈ {0, 1},
j∈N i∈M
i ∈ M, j ∈ N i∈M
Perhitungan secara komputasi dengan menggunakan algoritma genetika terhadap model relokasi fasilitas ambulan yang telah dikembangkan oleh Aytug dan Saydam (2002). Sehingga, diperoleh beberapa solusi dalam model sebagai berikut.
1. Himpunan solusi
Dalam penyelesaian persoalan model relokasi ambulan diperlukan nilai probabilitas dimana terdapat lebih dari satu ambulans yang dapat dialokasikan ke kandidat lokasi yang ada. Asumsikan terdapat n titik lokasi di suatu daerah dengan masing-masing lokasi mempunyai k bilangan acak. Bilangan acak k merepresentasikan total jumlah maksimum unit ambulan U yang dapat dialokasikan ke kandikat lokasi yang ada, Umax = 2k − 1. Berdasarkan pada Aytug dan Saydam (2002), U dapat ditentukan dengan
U = ak−12k−1 + ak−22k−2 + · · · + a0, ak = (0, 1)
(2.1)
2k−1−(i mod k) · si = M
(2.2)
Dari persamaan (4.1) diperoleh suatu solusi s dengan panjang n · k dimana si merupakan suatu nilai acak uniform. Berdasarkan ersamaan diatas dilakukan
normalisasi nilai si sebagai berikut
i(
1 M
1 i 2k−1−(i
mod
k)
·
si)
(
1 M
2k−1−(i mod k) · si) = 1
i
(2.3)
2. Kode biner
Kode biner digunakan untuk memperoleh suatu solusi kromosom yang berkode biner dengan ketentuan dimulai dari 0 ke n ×k −1 ke suatu bilangan acak.
Universitas Sumatera Utara
14
Persamaan (4.2) menghitung nilai desimal pada indeks elemen l(i) di lokasi ke-i dan menjumlahkan seluruh nilai Ui hingga sama dengan total jumlah maksimum ambulan yang ada, M. Sehingga dapat dituliskan sebagai
M = 2(k−1−U (i) mod k)
(2.4)
3. Seleksi Seleksi dalam algoritma genetika didasarkan pada tingkat seleksi Xrate secara acak memilih suatu pembagi pada ukuran inisial populasi di tahap selanjutnya atau crossover. Pencocokan pada populasi ditentukan dengan Nkeep = Xrate × Ninit pop dimana Ninit pop menyatakan jumlah pada inisial populasi.
4. Crossover Crossover merupakan generator algoritma genetika dalam memperoleh solusi pada suatu kromosom dari solusi awal dimulai dari kromosom awal hingga kromosom Nkeep dipilih dengan ketentuan formula Cp = ceil(cXrate × S) dengan S merupakan panjang kromosom.
5. Mutasi Merupakan generator yang mengubah nilai suatu kromosom dari daerah inisialnya dan sangat penting untuk mencegah populasi dalam menentukan nilai lokal optimal dan menentukan ketetanggaan yang baru dengan solusi yang berpotensial lebih baik. Mutasi diperoleh dengan ketentuan
jumlah mutasi = ceil(mXrate × (Npop − 1) × Nbits)
dengan Npop merupakan banyaknya anggota dalam suatu populasi dan Nbits adalah banyaknya bit tiap anggota.
6. Average Response Time (ART) Salah satu parameter penting dalam siklus layanan fasilitas komponen EMS adalah waktu respon rata-rata terhadap permintaan layanan ambulan yang didefinisikan sebagai interval waktu antara waktu saat panggilan diterima dan waktu saat ambulan tiba di lokasi permintaan. Sebagai ilustrasi, asumsikan
Universitas Sumatera Utara
15
dalam waktu periode 3 bulan terdapat 300 total jumlah panggilan permintaan ambulan dengan total waktu T = 4050 menit. Sehingga Average Response Time (ART) yang diperoleh
ART
=
total
jumlah panggilan totalwaktu
=
4050 300
=
13.5
menit
Sehingga, waktu respon rata-rata terhadap panggilan permintaan fasilitas ambulan dalam periode 3 bulan adalah 13.5 menit.
7. Radius daerah
Radius daerah, r, diperoleh dari hasil perhitungan ART yaitu 13.5 menit dengan kecepatan konstan ambulan adalah V = 40 km/jam. Ambil dua radius daerah, r1 dengan waktu respon rata-rata adalah 13.5 menit dan r2 dengan waktu respon rata-rata adalah 10 menit (standar US EMS). Sehingga diperoleh radius daerah masing-masing r1 dan r2 yang dapat dipenuhi dalam waktu respon rata-rata adalah
r1
=
V
× ART 60
=
40 × 13.5 60
=
9
km
r2
=
V
× ART 60
=
40 × 10 60
= 6.667. . . ≈ 6.67 km
8. Probabilitas sistem
Berdasarkan ilustrasi contoh diatas, maka total jumlah hari (Dt) adalah 300 hari = 43200 menit. Maka nilai probabilitas tiap ambulan pada sistem untuk
model relokasi adalah
p
=
Dt
T × NA
=
4050 300 × 450
=
0.03
dengan NA menyatakan jumlah ambulans, sebagai ilustrasi asumsikan N A =
450 unit ambulans yang tersedia. Maka, probabilitas relokasi ambulan adalah
0.03 per unit ambulans.
2.2 Aturan Relokasi Fasilitas Ambulan
Dalam menentukan model relokasi fasilitas ambulan, terdapat beberapa model yang telah dikembangkan sebelumnya dengan tujuan menentukan aturan-aturan
Universitas Sumatera Utara
16
yang berlaku untuk model relokasi. Berikut beberapa model relokasi yang telah dikembangkan, antara lain:
1. Aturan alokasi dinamik Dalam model ini aturan alokasi yang diperoleh adalah aturan dimana suatu unit ambulan kembali ke titik lokasi awal setelah memenuhi permintaan di lokasi tertentu jika tidak terdapat daftar permintaan tunggu. Rajagopalan et al,. (2008) memaparkan aturan alokasi ini dengan asumsi terdapat satu unit ambulan yang telah memenuhi permintaan kemudian kembali ke rumah sakit dengan menggunakan asumsi total waktu alokasi yang dependen. Aturan ini bertujuan untuk meminimumkan total jumlah tingkat permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh unit ambulan yang tersedia di rumah sakit. Prosedur aturan ini selanjutnya disebut sebagai prosedur relokasi fasilitas ambulan. Aturan alokasi dinamik ini juga memungkinkan adanya prosedur tambahan, yaitu adanya ”masa tunggu” (idle time) suatu unit ambulan dari rumah sakit ke lokasi permintaan dengan tujuan meminimumkan total waktu kerja fasilitas ambulan.
2. Penaksiran program dinamik Penaksiran program dinamik ini diformulasikan untuk aturan relokasi fasilitas ambulan sebagai suatu proses pengambilan keputusan Markov. Dalam pengembangannya, diberikan aturan pasti yang dinyatakan ke dalam algoritma program dinamik yang dapat digunakan dalam menentukan fungsi nilai optimal dan diperoleh aturan dalam persoalan relokasi. Kekurangan dari aturan ini adalah algoritma dinamik harus diimplementasikan ke suatu ruang tak hingga dan berdimensi tinggi, sehingga perhitungan dari algoritma dinamik ini secara komputasi tidak dapat digunakan secara langsung. Untuk itu digunakan suatu kerangka kerja yang didasarkan pada program linier yang dikategorikan ke beberapa parameter yang digunakan. Kemudian secara bertahap parameter-parameter tersebut digunakan dan disimulasikan ke dalam sistem relokasi dan nilai parameter diperbaharui sesuai dengan nilai yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Proses pengambilan keputusan Markov
Aturan ini memformulasikan suatu proses pengambilan keputusan Markov yang mendukung suatu kerangka kerja dimana algoritma program dinamik dapat digunakan dalam menentukan aturan relokasi optimal pada fasilitas ambulan. Dalam aturan ini diperlukan definisi dari sistem dinamik, biaya transisi, lokasi permintaan dan lokasi rumah sakit, dan suatu fungsi objektif. Maxwell et al,. (2009) mengembangkan proses Markov dalam menentukan aturan relokasi optimal fasilitas ambulan dengan beberapa asumsi sebagai berikut.
Terdapat s yang terdiri dari status, lokasi dan daerah tujuan tiap unit ambulan yang tersedia sesuai dengan unit waktu dimana ambulan mulai beroperasi dari lokasi awal (rumah sakit) ke lokasi tujuan dengan asumsi waktu adalah waktu deterministik. Jika suatu unit ambulan tidak beroperasi, maka lokasi tujuan dan waktu operasi ambulan dapat diabaikan. Asumsi ini juga termasuk beberapa parameter lainnya yaitu lokasi, waktu tiba ambulan dari lokasi permintaan ke rumah sakit, status panggilan darurat untuk tiap unit ambulan yang belum tiba di lokasi permintaan dan keakuratan waktu pada simulasi dimana digunakan simulasi waktu diskrit dalam aturan ini.
Aturan kendali terhadap sistem relokasi didasarkan pada beberapa asumsi diatas. Jika terdapat suatu relokasi ambulan di suatu lokasi permintaan tertentu, asumsikan bahwa ambulan telah memenuhi permintaan, masih beroperasi dan tidak terdapat permintaan tunggu, maka aturan kendali yang mungkin adalah merelokasi unit ambulan baru ke lokasi permintaan yang ada.
Notasikan suatu keputusan sebagai x dan himpunan semua keputusan relokasi fasilitas ambulan yang tersedia di semua lokasi permintaan s sebagai K(s). Sistem dinamik memberikan adanya distribusi probabilitas dari masing-masing lokasi permintaan terhadap sistem alokasi ambulan yang diberikan. Distribusi probabilitas ini dinyatakan ke dalam simulasi diskrit yang dipaparkan secara eksplisit dengan proses acak yang dinotasikan dengan sk+1 = f (sk, xk, ω(sk, xk)), dimana sk menyatakan lokasi permintaan pada waktu kejadian ke-k dan xk adalah keputusan yang diformulasikan dimana lokasi permintaan adalah sk, ω(sk, xk) merupakan elemen acak dari
Universitas Sumatera Utara
18
seluruh simulasi dan f(., ., .) adalah fungsi transfer dalam sistem relokasi.
Karena asumsi waktu yang digunakan merupakan deterministik, total penjumlahan fungsi indikator yang diperoleh akan sama dengan total jumlah permintaan yang tidak dipenuhi sesuai dengan waktu threshold. Dengan asumsi ini dapat ditentukan perkiraan biaya atau kerugian yang diperoleh saat permintaan fasilitas ambulan tidak dapat dipenuhi sebagai fungsi objektif dan diperoleh aturan dinamik yang dinotasikan dengan c(sk, xk, sk+1) dimana unit ambulan beroperasi dari lokasi awal sk ke sk+1 dengan proses keputusan xk.
2.3 Persoalan Probabilistik Himpunan Lokasi yang Terpenuhi
Persoalan probabilistik himpunan lokasi yang terpenuhi diformulasikan oleh ReVelle dan Hogan (1989). Tujuan persoalan ini adalah meminimumkan jumlah ambulan dilokasi pusat fasilitas rumah sakit yang memastikan seluruh permintaan di lokasi tertentu yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan adanya reliabilitas yang pasti. Andaikan xi sebagai jumlah unit ambulan yang dialokasikan pada node i, aij = 1 jika ambulan pada node i berada pada waktu atau jarak S di node j dan 0 untuk lainnya. pk menyatakan suatu unit ambulan dalam keadaan ”sibuk” atau sedang beroperasi pada seluruh lokasi yang ditentukan k, α adalah reliabilitas pada daerah yang dipastikan dapat dipenuhi dan bk adalah jumlah lokasi pusat minimum yang diperlukan untuk memenuhi tiap node yang ada. Dari beberapa asumsi tersebut, ReVelle dan Hogan (1989) menunjukkan total jumlah ambulan yang diperlukan dalam model dapat ditentukan dengan
bk
=
log(1 − α) log pk
(2.5)
dan persoalan ini kemudian diformulasikan ke dalam bentuk program linier sebagai
berikut.
n
min xi
i=1 n
kendala aijxi ≥ bj, ∀j
i=1
(2.6)
xi ≥ 0 dan integer ∀i
Universitas Sumatera Utara
19
Fungsi objektif meminimumkan jumlah lokasi pusat yang dialokasikan. Kendala dalam model memerlukan jumlah lokasi pusat yang dipenuhi suatu node j yang lebih besar atau sama dengan bj dimana bj = bk, j ∈ k. Secara khusus, model ini merupakan proses estimasi pk menggunakan tingkat keberangkatan dan tingkat fasilitas pada lokasi disekitar i yang diasumsikan bahwa semua lokasi yang ada adalah saling independen.
Rajagopalan et al,. (2009) mengembangkan model dynamic available coverage location (DACL) untuk menentukan jumlah ambulan minimum dan lokasinya untuk tiap pembagian waktu yang berubah signifikan terhadap pola permintaan dengan adanya reliabilitas yang ada. Asumsikan t sebagai indeks pada interval waktu dari 1 hingga T , xik,t adalah 1 jika lokasi pusat i dialokasikan ke node k pada waktu t dan mt menyatakan jumlah ambulan pada periode waktu t, hj,t sebagai pembagian lokasi permintaan di node j pada interval waktu t, n adalah jumlah node dalam sistem relokasi dan ct sebagai minimum lokasi yang terpenuhi untuk waktu t. Ambil pi,t adalah probabilitas lokasi pusat dalam keadaan ”sibuk” di node i pada interval waktu t, ρt sebagai probabilitas rata-rata sistem dalam keadaan ”sibuk” di interval waktu t, P0 sebagai probabilitas dimana semua lokasi pusat tidak sedang beroperasi, Pm dimana probabilitas semua lokasi pusat dalam keadaan ”sibuk” dan Q(m, ρt, j) sebagai faktor koreksi untuk algoritma Jarvis. Ambil
m−1
(m − j − 1)!(m − k)(mk)(ρtk−j )P0
Q(m, ρt, j) =
k=j
(k − j)!(1 − Pm)j(1 − ρt(1 − Pm))
, ∀j = 0, . . . , m − 1
(2.7)
dan ambil ketentuan bahwa
1
yj,t =
0
jika node j terpenuhi paling sedikit oleh satu lokasi pusat dengan reliabilitas αt pada waktu t lainnya
(2.8)
1
aij,t =
0
jika node j dengan jarak pada lokasi pusat di node i selama
interval waktu t
(2.9)
lainnya
Universitas Sumatera Utara
20
min kendala
Tn
xik,t
t=1 k=1 i∈k
n
mt
aij xik,t
1−
pk=1 i,t
Q
i=1
n mt
mt, ρt,
ajk,txij,t
j=1 i=1
− αt yj,t
(2.10) (2.11)
n
hj,tyj,t ≥ ct, ∀t
j=1
yj,t, xik,t = {0, 1}, ∀i, j, k, t
(2.12) (2.13)
Fungsi objektif (2.10) meminimumkan jumlah ambulan yang dialokasikan. Kendala (2.11) menunjukkan node yang terpenuhi dengan adanya reliabilitas α. Kendala (2.12) memastikan bahwa sistem ini akan lebih besar dari ct namun konjungsi dengan kendala (2.11) dimana hanya titik permintaan yang terpenuhi dengan reliabilitas α yang termasuk ke dalam sistem dengan ekspektasi probabilitas tiap lokasi permintaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 MODEL RELOKASI FASILITAS AMBULAN
3.1 Simulasi Model
Dalam memodelkan persoalan relokasi fasilitas ambulan, perlu ditentukan simulasi model pada sistem layanan darurat medis dengan menggunakan sistem waktu-diskrit terhadap permintaan atau panggilan gawat darurat, yaitu: (1) terdapat suatu panggilan gawat darurat, (2) ambulan tiba menuju lokasi, (3) tim medis memberikan tindakan di lokasi, (4) ambulan membawa pasien menuju rumah sakit, (5) tim medis membawa pasien ke pihak rumah sakit untuk ditindaklanjuti, dan (6) ambulan kembali ke tempat. Dalam simulasi ini terdapat dua data acak yaitu jumlah dan lokasi permintaan layanan ambulan pada kurun waktu tertentu.
Terdapat dua jenis kasus yang berbeda dalam persoalan lokasi fasilitas dinamik: persoalan lokasi dan lokasi-relokasi. Kedua jenis kasus tersebut dibedakan oleh faktor:
1. Dalam persoalan lokasi dengan waktu yang saling terikat, penentu keputusan memilih suatu lokasi yang optimal atau baik untuk suatu daerah waktu tertentu
2. Dalam persoalan lokasi-relokasi, penentu keputusan memilih suatu lokasi utama, waktu relokasi dan lokasi fasilitas yang ditentukan untuk relokasi suatu fasilitas
Dalam simulasi model relokasi terdapat beberapa komponen layanan darurat medis yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam layanan darurat medis mempunyai beberapa komponen yang mempengaruhi model relokasi yang diperoleh seperti lokasi source ambulan, lokasi rumah sakit, jaringan luas transportasi suatu lokasi tertentu, lokasi permintaan layanan fasilitas ambulan, penjadwalan dan status operasi suatu ambulan apakah ambulan tersedia untuk memenuhi panggilan gawat darurat.
21
Universitas Sumatera Utara
22
3.2 Model Relokasi untuk Fasilitas Ambulan
Definisikan persoalan model relokasi untuk fasilitas ambulan dengen representasi suatu graf G = (V ∪ W, E) dimana V = {v1, v2, . . . , vn} dan W = {vn+1, . . . , vn+m} merupakan dua himpunan verteks yang menyatakan titik lokasi permintaan fasilitas ambulan dan daerah lokasi yang berpotensial dan E = {(vi, vj) : vi, vj ∈ V ∪ W, i < j} merupakan suatu himpunan edge. Titik lokasi permintaan yang dinyatakan dengan suatu verteks adalah sama dengan λi, dengan masingmasing edge dihubungkan dengan parameter yang menyatakan waktu perjalanan, tij. Untuk vi ∈ V dan vj ∈ W , diberikan sebagai berikut
1, γij =
tij ≤ r1
0, lainnya
(3.1)
dan
1, δij =
tij ≤ r2
(3.2)
0, lainnya
Terdapat total jumlah fasilitas ambulan yang tersedia yang diberikan dan sama dengan p(p ≤ m), maka jumlah fasilitas ambulan maksimum dalam ”masa tunggu” adalah pj di vj ∈ W . Set Mjtl sebagai koefisien pinalti yang dihubungkan dengan fasilitas ambulan yang direlokasi l = 1, . . . , p dari lokasi permintaan saat ini pada waktu t ke lokasi permintaan tujuan vj ∈ W . Dari asumsi berikut diketahui bahwa koefisien Mjtl selalu berubah di tiap periode t. Akibatnya, α merupakan proporsi dari jumlah tingkat permintaan yang harus dipenuhi oleh ambulan yang dialokasikan oleh unit r1.
Dalam penelitian ini digunakan variabel sebagai berikut: yjl adalah variabel biner yang bernilai 1 jika dan hanya jika ambulan l dialokasikan ke vj ∈ W dan xki merupakan variabel biner yang bernilai 1 jika dan hanya jika vi merupakan lokasi yang dipenuhi paling sedikit k kali, sehingga persoalan relokasi pada waktu t adalah
Universitas Sumatera Utara
23
n mp
max
λixi2 −
Mjtl yj l
i=1 j=1 l=1
mp
Kendala
δijyjl ≥ 1, ∀vi ∈ V
j=1 l=1
nn
λixil ≥ α λi
i=1 i=1 mp
γij yjl ≥ xil + xi2,
∀vi ∈ V
j=1 l=1
xi2 ≤ xil ∀vi ∈ V
m
yjl = 1, l = 1, . . . , p
j=1 p
yjl ≤ pj , ∀vj ∈ W
l=1
xil = 0 atau 1, ∀vi ∈ V
xi2 = 0 atau 1, ∀vi ∈ V
yjl = 0 atau 1, ∀vj ∈ W dan l = 1, . . . , p
(3.3)
(3.4)
(3.5)
(3.6) (3.7) (3.8)
(3.9) (3.10) (3.11) (3.12)
Pada model relokasi ini, kendala (3.4) dan (3.5) menunjukkan kebutuhan tingkat permintaan dapat dipenuhi oleh unit r2. Kendala (3.5) dan (3.6) menunjukkan kebutuhan relatif terhadap tingkat permintaan layanan ambulan yang dapat dipenuhi. Kendala (3.5) menjelaskan bahwa proporsi α pada seluruh tingkat permintaan dapat dipenuhi saat kendala (3.5) menentukan jumlah ambulan yang dialokasikan dengan unit r1 haruslah paling sedikit satu jika xi1 = 1 atau paling sedikit dua jika x2i = x1i = 1. Kendala (3.6) memastikan bahwa suatu titik lokasi permintaan tidak dapat dipenuhi dua kali jika sebelumnya tidak dipenuhi paling sedikit satu kali. Kendala (3.7) menjelaskan bahwa tiap fasilitas ambulan yang tersedia harus dialokasikan ke suatu lokasi daerah permintaan yang mungkin. Terakhir, kendala (3.8) menunjukkan suatu batas atas dari jumlah fasilitas ambulan dalam status ’masa tunggu’ di suatu lokasi permintaan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
24
3.3 Prosedur Algoritma
Berikut prosedur algoritma yang telah dikaji sebelumnya oleh (Z.Farahani et al., 2009) dalam menentukan relokasi fasilitas ambulan. Prosedur algoritma dalam menentukan model relokasi ini telah dimodifikasi sesuai dengan model yang telah diperoleh pada Persamaan (3.3)-(3.12) sebagai berikut.
1. Ambil wi(t) sebagai fungsi waktu yang dapat berubah setiap periodenya. Ambil t1 = 0 dan tn = T sebagai titik lokasi-relokasi dari n total titik lokasi permintaan yang ada dengan m permintaan. Hitung
tj+1
wij = wi(t)dt,
tj
j = 1, . . . , n − 1,
i = 1, . . . , m
2.
Set wijk
=
tk
wi(t)dt,
k = j +1, . . . , n,
j = 1, 2, . . . , n −1,
i = 1, 2, . . . , m
tj
dengan j < k. Untuk setiap titik lokasi permintaan i, hitung nilai w
TESIS
Oleh MUHAMMAD SOFYAN NASUTION
117021016/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara
MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh MUHAMMAD SOFYAN NASUTION
117021016/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
: Muhammad Sofyan Nasution : 117021016 : Magister Matematika
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc ) Ketua
(Prof. Dr. Muhammad Zarlis) Anggota
Ketua Program Studi (Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Dekan (Dr. Sutarman, M.Sc)
Tanggal lulus: 5 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada Tanggal 5 Juni 2013
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis
2. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc 3. Prof. Dr. Herman Mawengkang
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
MODEL UNTUK KEBERANGKATAN DAN RELOKASI FASILITAS AMBULAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Magister di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan juga tidak dapat karya atau pendapat yang pernah ditulus atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan diterbitkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2013 Penulis, Muhammad Sofyan Nasution
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan layanan ambulan, beberapa model alokasi fasilitas ambulan telah dikembangkan dalam literatur operasi riset. Model cakupan pencarian lokasi dengan tujuan untuk memaksimalkan (deterministik atau probabilistik) jumlah permintaan panggilan ambulans yang ada. Penelitian ini menyajikan sebuah pendekatan model dinamik dalam proses alokasi ambulans dalam suatu sistem layanan darurat medis, dimana penelitian difokuskan pada jenis layanan ambulan gawat darurat. Tujuan utama dari model alokasi ini adalah sebagai antisipasi atas ketersediaan kendaraan ambulans sehingga mampu memaksimalkan jumlah panggilan atau permintaan yang dapat dipenuhi. Penelitian ini merepresentasikan pengembangan model MEXCLP ke dalam bentuk program linier dengan kendala bernilai 0-1 untuk variabel γij yang menyatakan titik lokasi permintaan unit ambulan dan δij yang menyatakan status alokasi suatu unit ambulan di lokasi i, sehingga diperoleh suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan keberangkatan dan relokasi ambulan di lokasi permintaan yang tersedia. Kata kunci: Ambulan, Layanan darurat medis, Relokasi, Model dinamik.
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Aiming to improving the efficiency and reliability of ambulance services, some allocation model has been developed in operations research literature. Coverage model for the locations to maximize the (deterministic or probabilistic) number of ambulance calls. This research will present a dynamic modelling in an ambulance emergency medical services system, where the research focus on emergency ambulance type. The main purpose of this allocation model is as an anticipation of the availability of ambulance vehicle to maximize the number of calls or covered demand of ambulance calls. This research represents the extended of MEXCLP model into linear programming with 0-1 constraint of variable γij that is a demand point of ambulance and δij allocation status any ambulance unit at location i and obtained a model that can be used to determine departure and relocation of available ambulances at any demand location. Keywords: Ambulance, Emergency medical service, Rellocation, Dynamic mode-
lling.
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadiat Allah SWT, atas berkat dan kekuatan yang diberikan-Nya pada penulis sehinga tesis yang penulis beri judul ”Model Untuk Keberangkatan dan Relokasi Fasilitas Ambulan” dapat diselesaikan sesuai rencana semula. Tesis ini merupakan tugas akhir penulis pada Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku ketua Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan juga selaku anggota komisi pembanding yang telah penuh memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis hingga penulisan tesis ini telah diselesaikan.
Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara juga selaku anggota komisi pembanding yang telah memberikan masukan dalam perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memotivasi dan membimbing dalam penulisan tesis ini.
Prof. Dr. Muhammad Zarlis sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penulisan tesis ini.
iv
Universitas Sumatera Utara
Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan. Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Matematika Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih dan sayang yang mendalam kepada orang tua penulis, Alm. Palitan Nasution dan Alm. Samsuarni dan Samsuarti serta istri tercinta Saprawati, dan anak-anakku tersayang Suryana Ramadhani Nst, Syafmarullah Nst, Dita Sofia Nst yang senantiasa memberikan dukungan dan mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis berterimakasih atas semua doa, semangat, dan bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT membalaskan segala kebaikan yang telah diberikan, Amin.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya. Sekian dan terimakasih.
Medan, Juni 2013 Penulis,
Muhammad Sofyan Nasution
v
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP Muhammad Sofyan Nasution dilahirkan di Kuala Simpang pada tanggal 28 Agustus 1964 dari pasangan Bapak Palitan Nasution dan Ibu Samsuarni dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Nomor 2 Karang Baru tahun 1975, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Karang Baru tahun 1979, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kuala Simpang tahun 1983. Pada tahun 1984 memasuki Perguruan Tinggi Universitas Abulyatama, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pada Jenjang Strata-1 dan lulus tahun 1993 kemudian melanjutkan pendidikan pada Program Studi Matematika pada Jenjang Strata-2 Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 2013. Saat ini penulis bekerja sebagai Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh.
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI
ii iii iv vi vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian
1 3 4 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
5
2.1 Persoalan Model Lokasi Fasilitas 2.2 Aturan Relokasi Fasilitas Ambulan 2.3 Persoalan Probabilistik Himpunan Lokasi yang Terpenuhi
5 15 18
BAB 3 MODEL RELOKASI FASILITAS AMBULAN
21
3.1 Simulasi Model 3.2 Model Relokasi untuk Fasilitas Ambulan 3.3 Prosedur Algoritma
21 22 24
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
26
4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
26 26 27
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan layanan ambulan, beberapa model alokasi fasilitas ambulan telah dikembangkan dalam literatur operasi riset. Model cakupan pencarian lokasi dengan tujuan untuk memaksimalkan (deterministik atau probabilistik) jumlah permintaan panggilan ambulans yang ada. Penelitian ini menyajikan sebuah pendekatan model dinamik dalam proses alokasi ambulans dalam suatu sistem layanan darurat medis, dimana penelitian difokuskan pada jenis layanan ambulan gawat darurat. Tujuan utama dari model alokasi ini adalah sebagai antisipasi atas ketersediaan kendaraan ambulans sehingga mampu memaksimalkan jumlah panggilan atau permintaan yang dapat dipenuhi. Penelitian ini merepresentasikan pengembangan model MEXCLP ke dalam bentuk program linier dengan kendala bernilai 0-1 untuk variabel γij yang menyatakan titik lokasi permintaan unit ambulan dan δij yang menyatakan status alokasi suatu unit ambulan di lokasi i, sehingga diperoleh suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan keberangkatan dan relokasi ambulan di lokasi permintaan yang tersedia. Kata kunci: Ambulan, Layanan darurat medis, Relokasi, Model dinamik.
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Aiming to improving the efficiency and reliability of ambulance services, some allocation model has been developed in operations research literature. Coverage model for the locations to maximize the (deterministic or probabilistic) number of ambulance calls. This research will present a dynamic modelling in an ambulance emergency medical services system, where the research focus on emergency ambulance type. The main purpose of this allocation model is as an anticipation of the availability of ambulance vehicle to maximize the number of calls or covered demand of ambulance calls. This research represents the extended of MEXCLP model into linear programming with 0-1 constraint of variable γij that is a demand point of ambulance and δij allocation status any ambulance unit at location i and obtained a model that can be used to determine departure and relocation of available ambulances at any demand location. Keywords: Ambulance, Emergency medical service, Rellocation, Dynamic mode-
lling.
iii
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ambulan merupakan salah satu komponen EMS (Emergency Medical Services) yang tersedia 24 jam per hari di sebagian besar rumah sakit. Erdog˘an et al,. (2008) berpendapat bahwa efektivitas dari kualitas layanan komponen EMS dapat ditentukan berdasarkan pada kriteria ganda, termasuk waktu respon ratarata, jenis pelayanan EMS pada masing-masing staf rumah sakit dan peralatan medis yang digunakan. Pada persoalan ini, indikator yang sering digunakan dalam menentukan kualitas layanan EMS adalah perbandingan antara jumlah permintaan yang dipenuhi pada batas waktu tertentu, 8 hingga 10 menit. Sehingga dalam model perencanaan, jumlah permintaan selalu ditentukan dengan menggunakan konsep coverage, dimana terdapat suatu titik permintaan diasumsikan dapat dipenuhi oleh ambulan jika waktu respon rata-rata mempunyai batas waktu.
Zaharudin et al. (2009) menambahkan bahwa tingkat resiko kematian seorang pasien sangat bergantung pada waktu respon ambulan terhadap permintaan layanan ambulans. Waktu respon yang didefinisikan adalah waktu saat operator menerima panggilan permintaan layanan ambulans, sehingga waktu respon menjadi komponen penting dalam menentukan kualitas kinerja EMS. Amponsah et al,. (2010) memberikan pandangan bahwa komponen EMS merupakan layanan perawatan yang bersifat out-of-hospital yang disediakan oleh rumah sakit serta menyediakan transportasi bagi pasien yang memerlukan perawatan medis ke rumah sakit.
Dalam hal meningkatkan efisiensi dan realiabitas layanan ambulan, beberapa model alokasi untuk stasiun ambulan telah dikembangkan pada literatur operasi riset, salah satunya adalah model coverage dan model median. Model coverage merupakan model yang digunakan untuk memaksimasi jumlah permintaan layanan ambulan yang dipenuhi sehingga model ini merupakan model yang berorientasi reliabilitas baik secara model deterministik atau probabilistik. Sedangkan objek
1
Universitas Sumatera Utara
2
pada model median adalah untuk meminimasi total jarak ambulan antara rumah sakit dengan daerah permintaan panggilan sehingga dari model ini diperoleh bobot efisiensi pada operasi ambulan (Morohosi, 2008).
Sebagian besar dari model didasarkan pada persoalan lokasi yang statis dan deterministik dengan mengabaikan adanya faktor-faktor pertimbangan secara stokastik (Brotcorne et al., 2003). Beberapa literatur yang berkaitan dengan persoalan lokasi ambulan telah dikembangkan dan diantaranya diperoleh beberapa model probabilistik sebagai refleksi dari fakta bahwa ambulan yang beroperasi diasumsikan sebagai suatu server pada sistem antrian dimana pada suatu waktu tertentu tidak dapat memenuhi panggilan layanan ambulan.
Brotcorne et al,. (2003) juga menambahkan terdapat perbedaan yang penting antara layanan medis gawat darurat (EMS) dengan pemadam kebakaran dan departemen kepolisian. Pertama, ambulan tidak berpusat pada suatu bangunan tertentu namun pada lokasi dasar seperti tempat parkir dengan pertimbangan bahwa ambulan ditempatkan secara periodik dengan tujuan dapat menjangkau wilayahwilayah panggilan permintaan ambulan tertentu. Sehingga persoalan alokasi sangatlah penting dalam hal pengambilan keputusan konfigurasi terbaik untuk satu atau lebih fasilitas agar dapat memenuhi tingkat permintaan pada suatu populasi (Daskin, 1983 dan Densham dan Rushton, 1996).
Terdapat tiga klasifikasi model yang telah dikembangkan sebelumnya dalam beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan relokasi fasilitas ambulan: (i) penyelesaian program integer real-time terhadap pengambilan keputusan relokasi ambulan (lihat Kolesar and Walker, 1974; Gendreau et al., 2001; Brotcorne et al., 2003; dan Nair and Miller-Hooks, 2006). Fungsi objektif pada program integer yang diperoleh merupakan suatu kombinasi untuk peramalan tingkat permintaan layanan fasilitas ambulan di masa yang akan datang dan biaya relokasi ambulan yang diperlukan.
Secara komputasi penaksiran ini memerlukan implementasi dalam ruang lingkup komputasi paralel dalam membantu proses pengambilan keputusan yang mempunyai kompleksitas cukup efisien dari segi aplikasi secara real-time, (ii) model yang digunakan untuk menentukan posisi ambulans secara optimal dalam memenuhi
Universitas Sumatera Utara
3
jumlah tingkat permintaan terhadap ambulan yang tersedia dengan menggunakan formulasi program integer sebagai solusi yang diperoleh (lihat Gendreau et al., 2006; Ingolfsson, 2006; dan Goldberg, 2007). Tidak seperti dua model pertama yang telah dipaparkan sebelumnya, (iii) diperoleh model yang mengubah sifat acak ke dalam sistem eksplisit.
Salah satu penaksiran telah dikembangkan untuk memformulasikan persoalan relokasi ambulan sebagai suatu proses keputusan Markov dan kemudian digunakan untuk menyelesaikan suatu aturan optimal dengan menggunakan program dinamik (lihat Berman, 1981 dan Zhang et al, 2008). Penaksiran secara heuristik lainnya telah dikembangkan dalam menentukan pengambilan keputusan relokasi berdasarkan pada suatu aproksimasi dalam sistem konfigurasi tertentu. Andersson (2005) dan Andersson and Vaerband (2007) memberikan suatu penaksiran terhadap ”fungsi ketersediaan” dengan tujuan menaksir kapasitas pada suatu konfigurasi tertentu untuk memenuhi total permintaan terhadap layanan fasilitas ambulan. Fungsi ketersediaan ini sama dengan fungsi nilai yang ditentukan oleh algoritma program dinamik namun dalam bentuk heuristik.
Model relokasi fasilitas ambulan dalam penelitian ini didasarkan pada struktur program dinamik sehingga model dapat digunakan pada sebagai model simulasi layanan darurat medis (Emergency Medical Services (EMS)) dengan memperhatikan aturan-aturan relokasi yang diberikan.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu pengembangan model relokasi fasilitas ambulan telah dilakukan sebelumnya oleh Brotcorne et al,. (2003). Kelemahan dari model ini adalah model relokasi fasilitas ambulan dengan struktur program dinamik tanpa memperhatikan aturan-aturan model relokasi sesuai data waktu alokasi ambulan yang akurat. Tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan persoalan relokasi fasilitas layanan ambulan didasarkan pada modifikasi struktur program dinamik dari model MEXCLP yang disertai dengan hasil modifikasi algoritma model relokasi secara real time. Model relokasi yang diperoleh dapat digunakan dalam menyelesaikan persoalan optimisasi di bidang kesehatan yang merupakan komponen Emergency Medical Services (EMS), seperti masalah alokasi ambulan.
Universitas Sumatera Utara
4 1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memodelkan persoalan relokasi fasilitas layanan ambulan didasarkan pada modifikasi struktur program dinamik dari model MEXCLP disertai dengan hasil modifikasi algoritma model relokasi dengan data waktu alokasi ambulan yang akurat. 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memperkaya literatur di bidang operasi riset dan bidang kesehatan dalam pengaturan alokasi ambulan sebagai bagian dari komponen Emergency Medical Services (EMS).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Persoalan Model Lokasi Fasilitas Persoalan model lokasi fasilitas diklasifikasikan berdasarkan fungsi objektif,
kendala, solusi serta atribut lainnya yang digunakan dalam model. Beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan suatu model lokasi fasilitas antra lain:
1. Karakteristik topologi 2. Fungsi objektif 3. Metode solusi 4. Ketentuan penggunaan fasilitas 5. Pola tingkat permintaan terhadap fasilitas 6. Tipe rantai suplai 7. Kategori waktu 8. Masukan (input) parameter
Persoalan lokasi fasilitas merupakan salah satu persoalan NP-complete, dengan ukuran ruang solusi pada lokasi m dialokasikan ke unit n adalah nm. Karena persoalan ini merupakan persoalan kombinatorial kompleks, terdapat beberapa pendekatan solusi yang dilakukan dengan menggunakan metode pencarian metaheuristik seperti tabu search, simulated annealing dan evolutionary algorithms.
Rantai siklus antara layanan medis ambulan terhadap suatu kecelakaan didasarkan pada empat langkah dasar, yaitu:
(1.) Informasi terjadinya suatu kejadian atau kecelakaan, (2.) Gambaran atau deskripsi terhadap kecelakaan yang terjadi,
5
Universitas Sumatera Utara
(3.) Pengiriman unit ambulan ke lokasi kejadian, (4.) Tindakan medis yang dilakukan di lokasi kejadian
6
Dari penjelasan diatas, waktu merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam situasi gawat darurat sehingga diperlukan suatu model akurat dalam sistem pengaturan lokasi ambulan untuk memastikan seluruh jumlah permintaan layanan ambulan yang ada dapat dipenuhi oleh jumlah fasilitas ambulan yang tersedia (Brotcorne et al., 2003). Komponen EMS yang tersedia didasarkan pada dua jenis penyedia fasilitas dengan kapabilitas yang berbeda: unit Basic Life Support (BLS) seperti petugas pemadam kebakaran dan layanan polisi dan unit Advanced Life Support (ALS) seperti layanan fasilitas ambulan. Kedua unit bekerja sebagai tenaga medis, namun dengan standar waktu yang berbeda (Mandell, 1998).
Terdapat dua cara penaksiran yang berbeda dalam model lokasi komponen Emergency Medical Service (EMS) didasarkan pada objektifnya, yaitu (1) total jumlah jarak atau waktu dari atau ke lokasi ambulan, dan (2) total jumlah jarak atau waktu yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai lokasi ambulan (Karaman, 2008).
Selanjutnya, Morohosi (2008) memberikan kajian model dengan beberapa notasi sebagai berikut.
M : Himpunan lokasi ambulan dij : Jarak antara i ∈ M dan j ∈ N N : Himpunan jumlah permintaan layanan ambulan pj : Permintaan layanan ambulan di j ∈ N
Berdasarkan beberapa notasi diatas, beberapa model coverage pada persoalan lokasi ambulan yang dikembangkan sebelumnya sebagai berikut.
a. Location Set Covering Model (LSCM)
Model LSCM diperkenalkan oleh Toregas ‘et al,. (1971) yang merupakan model sederhana dalam persoalan lokasi ambulan dengan tujuan meminimumkan
Universitas Sumatera Utara
7
total jumlah ambulan yang digunakan untuk memenuhi total jumlah permintaan yang ada. Model ini menggunakan variabel keputusan biner zi, i ∈ M , dimana variabel adalah 1 jika suatu ambulan terletak di lokasi i dan 0 untuk lainnya. Dengan titik permintaan yang dinotasikan sebagai suatu himpunan Mj = {i ∈ M : dij ≤ D} dengan D jarak standar, maka model dapat dituliskan sebagai berikut.
(LSCM) min (kendala)
zi
i∈M
zi ≥ 1,
i∈Mj
zi ∈ {0, 1},
j∈N i∈M
b. Maximal Covering Location Problem (MCLP)
Church dan ReVelle (1974) mengembangkan model LSCM dalam persoalan lokasi ambulan dimana model ini memiliki objektif yaitu memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi dengan jumlah ambulan yang tersedia, K. Model menggunakan variabel keputusan biner yj, j ∈ N dimana masing-masing sama dengan 1 jika permintaan pada lokasi j terpenuhi dan 0 untuk lainnya, sehingga model dinyatakan sebagai berikut.
(MCLP) max (kendala)
pj yj
j∈N
zi ≥ yj, j ∈ N
i∈Mj
zi = K
i∈M
zi, yj ∈ {0, 1}, i ∈ M , j ∈ N
Model ini mengalami modifikasi oleh Ball dan Lin (1993) dengan objektif adalah meminimumkan total jumlah biaya layanan fasilitas ambulan dalam memenuhi permintaan dengan menggunakan asumsi kendala adanya proporsi α pada seluruh jumlah permintaan yang dipenuhi pada jarak r1. Sehingga, hasil yang diperoleh dari model adalah terdapat paling banyak pj ambulan di lokasi j.
Universitas Sumatera Utara
8
b. Maximum Expected Covering Location Problem (MEXCLP)
Model lokasi layanan fasilitas ambulan pertama yang telah dikembangkan
merupakan suatu model deterministik dan tanpa memandang adanya suatu
probabilitas keadaan suatu ambulan atau jumlah ambulan yang dialokasikan
di suatu daerah tertentu. Daskin (1983) mengemukakan suatu model lokasi
ambulan pertama dengan menggunakan prinsip teori antrian dengan asum-
si probabilitas masing-masing ambulan yang diletakkan pada suatu lokasi
tertentu adalah q. Jika suatu permintaan j dipenuhi oleh k ambulan, maka
nilai ekspektasi jumlah permintaan yang dapat dipenuhi pada lokasi j adalah pj(1 − qk). Asumsikan bahwa K ambulan kembali ditempatkan pada beberapa lokasi, sehingga total ekspektasi jumlah permintaan yang dapat dipenuhi
di lokasi j adalah
(MEXCLP) (kendala)
max
nM
(1 − p)pi−1hjyij
j=1 i=1 Mn
yij − aijxi ≤ 0
i=1 i=1 n
xi ≤ M
i=1
xi = 0, 1, 2, . . . , M
yij = 0, 1
∀i ∀i, j
Pengaturan terhadap komponen EMS dihadapkan terhadap dua persoalan utama, yaitu persoalan alokasi (allocation problem) dan persoalan pemindahan (redeployment problem). Persoalan alokasi merupakan persoalan dalam menentukan suatu ambulan m yang ditempatkan ke lokasi kejadian j, sedangkan persoalan pemindahan mempunyai objektif yakni mengatur relokasi ambulan yang tersedia ke lokasi permintaan layanan ambulan yang potensial (dalam jangkauan). Pada dasarnya, persoalan pemindahan ambulan dapat dipandang sebagai suatu persoalan alokasi layanan ambulan dimana ambulan ditempatkan ke beberapa titik lokasi yang potensial yang berada dalam jangkauan ambulan.
Model MEXCLP telah diformulasikan oleh Daskin (1983) dengan menempatkan m ambulan ke beberapa titik lokasi yang mungkin di suatu daerah tertentu dimana tujuan model adalah untuk memaksimumkan penaksiran terhadap jumlah permintaan yang dapat dipenuhi pada jangkauan jarak yang
Universitas Sumatera Utara
9
ditentukan, r. Probabilitas suatu ambulan dapat ditentukan dengan menggunakan sistem persamaan Erlang yaitu p = λ/(µM), dengan µ adalah tingkat jumlah permintaan dan µ menyatakan tingkat layanan atau respon terhadap permintaan ambulan. Jika terdapat m unit ambulan yang harus memenuhi suatu lokasi tertentu, dan jika setiap unitnya dalam keadaan ’sibuk’ dengan probabilitas adalah p, maka probabilitas permintaan suatu daerah dapat dipenuhi paling sedikit oleh satu unit ambulan adalah (1 − pm). Sehingga, model dapat dituliskan sebagai berikut.
(MEXCLP) (kendala)
max
nM
(1 − p)pi−1hjyij
j=1 i=1 Mn
yij − aijxi ≤ 0
i=1 i=1 n
xi ≤ M
i=1
xi = 0, 1, 2, . . . , M
yij = 0, 1
∀i ∀i, j
dengan M adalah total jumlah maksimum ambulan yang akan dialokasikan, n adalah jumlah titik lokasi permintaan layanan ambulan (node) dan xi menyatakan jumlah ambulan yang dialokasikan ke titik lokasi i.
1 jika titik j dipenuhi sedikitnya oleh i ambulan yjk = 0 jika titik j dipenuhi kurang dari i ambulan
dan hj merupakan jumlah permintaan yang ada pada titik lokasi j.
Fungsi objektif bertujuan untuk memaksimumkan total jumlah permintaan yang dapat dipenenuhi dengan kendala yaitu menghitung tingkat permintaan pada lokasi j yang dapat dipenuhi yang berkaitan dengan variabel keputusan yij ke himpunan variabel keputusan, xi serta memberikan spesifikasi terhadap jumlah maksimum ambulan yang dialokasikan ke suatu daerah atau lokasi tertentu dimana lebih unit ambulan diperbolehkan untuk dialokasikan pada sebarang lokasi.
ReVelle dan Hogan (1989) mengembangkan dua model probabilistik yang disebut dengan Maximum Availability Location Problem I dan II (MALP I dan MALP II). Kedua model ini memberikan jumlah unit respon dengan
Universitas Sumatera Utara
10
tujuan memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi oleh unit respon (ambulan) yang tersedia didasarkan pada standar waktu yang diberikan dengan adanya nilai reliabilitas.
Goldberg et al,. (1990) memberikan variansi lain terhadap model ini dimana terdapat parameter waktu perjalanan secara stokastik. Tujuan modifikasi model ini adalah untuk memaksimumkan total jumlah permintaan yang dapat dipenuhi dengan standar waktu yang ditentukan, 8 menit. Dalam penentuannya, dilakukan penaksiran probabilitas terhadap jumlah permintaan yang dapat ditempuh oleh ambulan dengan waktu standar yang telah ditentukan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: (1) probabilitas bahwa suatu ambulan yang dialokasikan ke lokasi k dapat menempuh lokasi permintaan dalam waktu 8 menit, (2) probabilitas bahwa ambulan tersedia di lokasi yang telah ditentukan, (3) probabilitas bahwa ambulan yang dialokasikan ke lokasi k − 1 tidak tersedia. Dengan menggunakan data di daerah Tucson, Arizona, diperoleh kesimpulan bahwa lokasi yang baik mengalami peningkatan kinerja layanan ambulan sebanyak 1% dan hasil yang paling rendah mengalami penurunan dari 24% menjadi 53.1%.
Repede dan Bernando (1994) mengembangkan model ini dengan adanya asumsi kecepatan suatu ambulan dalam menempuh jarak lokasi permintaan layanan ambulan per hari di Louisville, Kentucky. Hasil utama yang diperoleh dari model ini adalah terdapat peningkatan proporsi permintaan layanan ambulan dalam kurun waktu 10 menit dari 84% menjadi 95% namun waktu respon menurun menjadi 36%.
Gendreau et al,. (1997) juga telah mengembangkan suatu model deterministik dengan tujuan memaksimasi jumlah permintaan layanan fasilitas ambulan yang dapat dicakup paling banyak dua kali dengan suatu waktu standar r1, dengan jumlah ambulan yang tersedia sebanyak p dan dengan ketentuan bahwa paling banyak terdapat pj ambulan yang dialokasikan ke lokasi j. Diasumsikan bahwa Wi1 = {j ∈ W : tij ≤ r1} dan Wi2 = {j ∈ W : tij ≤ r2}. Denotasikan bahwa variabel bilangan bulat yi yang menyatakan jumlah ambulan yang dialokasikan ke j ∈ W dan suatu variabel biner xik menuju 1 jika dan hanya jika jumlah permintaan pada verteks i ∈ V dicakup pada waktu k (k = 1 atau 2) pada unit waktu r1. Sehingga model dinyatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
11
max (kendala)
di xi2
i∈V
yi ≥ 1
j∈Wi2
dixi2 ≥ α di
j∈V i∈V
j ∈ Wi1yi ≥ xi1 + xi2
x2i ≤ xi1
yj = p
j∈W
yj ≤ pj
x1i , x2i ∈ {0, 1}
yj integer
(i ∈ V )
(i ∈ V ) (i ∈ V )
(j ∈ W ) (i ∈ V ) (j ∈ W )
Gendreau et al,. (2001) mengemukakan suatu model modifikasi dari model MEXCLP yang digunakan untuk memperoleh informasi pada waktu t dalam strategi relokasi ambulan yang digunakan. Model ini dapat menyelesaikan persoalan relokasi ambulan pada waktu t dimana terdapat permintaan layanan ambulan di waktu yang sama. Sehingga objektif dari model ini adalah untuk memaksimumkan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi oleh suatu jenis ambulan yang digunakan.
b. Model Median Lokasi Ambulan
Secara khusus, Ruslim dan Ghani (2006) juga menunjukkan model p-Median dengan adanya tingkat permintaan yang tidak pasti dengan menggunakan distribusi Poisson yang dinyatakan sebagai
f (x) = e−λλx , x!
x = 0, 1, . . .
dengan λ merupakan suatu parameter positif yang berbanding sama dengan nilai tengah (mean) pada titik permintaan yang ada. Adapun penggunaan distribusi Poisson karena salah satu kriterianya, yaitu konvensionalitas pada pola permintaan (demand pattern).
Universitas Sumatera Utara
12
Adapun model p-Median didasarkan pada notasi-notasi berikut
I = {1, . . . , m} J = {1, . . . , n} dij p ai
Merupakan himpunan titik permintaan Daerah pelayanan untuk ambulan Jarak terpendek antara lokasi i dan j Jumlah pelayanan yang tersedia Jumlah populasi pada titik permintaan i
dan berlaku
1 jika konsumen di lokasi i ditempatkan ke lokasi j xij = 0 yang lainnya
1 jika terdapat pelayanan yang tersedia di lokasi j yj =
0 yang lainnya
Sehingga, diperoleh model yang dinyatakan sebagai berikut.
min (kendala)
mn
aidij xij
i=1 j=1
xij = 1,
j∈J
yj = p
j∈J
xij ≤ yj,
xij ∈ {0, 1},
∀i ∈ I
∀i ∈ I, ∀j ∈ J yj ∈ {0, 1}
Morohosi (2008) memberikan pandangan terhadap model median dengan fungsi objektif model adalah meminimumkan total jumlah jarak perjalanan yang ditempuh ambulan. Dalam model ini terdapat suatu variabel keputusan baru, xij, yang mendefinisikan total jumlah permintaan layanan ambulan di lokasi j oleh pusat fasilitas atau rumah sakit i. Sehingga model dinyatakan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
13
(MM) min (kendala)
dij xij
i∈M j∈N
xij ≥ pj,
i∈Mj
xij ≤ czi
j∈N
zi = K
i∈M
xij ≥ 0,
zi ∈ {0, 1},
j∈N i∈M
i ∈ M, j ∈ N i∈M
Perhitungan secara komputasi dengan menggunakan algoritma genetika terhadap model relokasi fasilitas ambulan yang telah dikembangkan oleh Aytug dan Saydam (2002). Sehingga, diperoleh beberapa solusi dalam model sebagai berikut.
1. Himpunan solusi
Dalam penyelesaian persoalan model relokasi ambulan diperlukan nilai probabilitas dimana terdapat lebih dari satu ambulans yang dapat dialokasikan ke kandidat lokasi yang ada. Asumsikan terdapat n titik lokasi di suatu daerah dengan masing-masing lokasi mempunyai k bilangan acak. Bilangan acak k merepresentasikan total jumlah maksimum unit ambulan U yang dapat dialokasikan ke kandikat lokasi yang ada, Umax = 2k − 1. Berdasarkan pada Aytug dan Saydam (2002), U dapat ditentukan dengan
U = ak−12k−1 + ak−22k−2 + · · · + a0, ak = (0, 1)
(2.1)
2k−1−(i mod k) · si = M
(2.2)
Dari persamaan (4.1) diperoleh suatu solusi s dengan panjang n · k dimana si merupakan suatu nilai acak uniform. Berdasarkan ersamaan diatas dilakukan
normalisasi nilai si sebagai berikut
i(
1 M
1 i 2k−1−(i
mod
k)
·
si)
(
1 M
2k−1−(i mod k) · si) = 1
i
(2.3)
2. Kode biner
Kode biner digunakan untuk memperoleh suatu solusi kromosom yang berkode biner dengan ketentuan dimulai dari 0 ke n ×k −1 ke suatu bilangan acak.
Universitas Sumatera Utara
14
Persamaan (4.2) menghitung nilai desimal pada indeks elemen l(i) di lokasi ke-i dan menjumlahkan seluruh nilai Ui hingga sama dengan total jumlah maksimum ambulan yang ada, M. Sehingga dapat dituliskan sebagai
M = 2(k−1−U (i) mod k)
(2.4)
3. Seleksi Seleksi dalam algoritma genetika didasarkan pada tingkat seleksi Xrate secara acak memilih suatu pembagi pada ukuran inisial populasi di tahap selanjutnya atau crossover. Pencocokan pada populasi ditentukan dengan Nkeep = Xrate × Ninit pop dimana Ninit pop menyatakan jumlah pada inisial populasi.
4. Crossover Crossover merupakan generator algoritma genetika dalam memperoleh solusi pada suatu kromosom dari solusi awal dimulai dari kromosom awal hingga kromosom Nkeep dipilih dengan ketentuan formula Cp = ceil(cXrate × S) dengan S merupakan panjang kromosom.
5. Mutasi Merupakan generator yang mengubah nilai suatu kromosom dari daerah inisialnya dan sangat penting untuk mencegah populasi dalam menentukan nilai lokal optimal dan menentukan ketetanggaan yang baru dengan solusi yang berpotensial lebih baik. Mutasi diperoleh dengan ketentuan
jumlah mutasi = ceil(mXrate × (Npop − 1) × Nbits)
dengan Npop merupakan banyaknya anggota dalam suatu populasi dan Nbits adalah banyaknya bit tiap anggota.
6. Average Response Time (ART) Salah satu parameter penting dalam siklus layanan fasilitas komponen EMS adalah waktu respon rata-rata terhadap permintaan layanan ambulan yang didefinisikan sebagai interval waktu antara waktu saat panggilan diterima dan waktu saat ambulan tiba di lokasi permintaan. Sebagai ilustrasi, asumsikan
Universitas Sumatera Utara
15
dalam waktu periode 3 bulan terdapat 300 total jumlah panggilan permintaan ambulan dengan total waktu T = 4050 menit. Sehingga Average Response Time (ART) yang diperoleh
ART
=
total
jumlah panggilan totalwaktu
=
4050 300
=
13.5
menit
Sehingga, waktu respon rata-rata terhadap panggilan permintaan fasilitas ambulan dalam periode 3 bulan adalah 13.5 menit.
7. Radius daerah
Radius daerah, r, diperoleh dari hasil perhitungan ART yaitu 13.5 menit dengan kecepatan konstan ambulan adalah V = 40 km/jam. Ambil dua radius daerah, r1 dengan waktu respon rata-rata adalah 13.5 menit dan r2 dengan waktu respon rata-rata adalah 10 menit (standar US EMS). Sehingga diperoleh radius daerah masing-masing r1 dan r2 yang dapat dipenuhi dalam waktu respon rata-rata adalah
r1
=
V
× ART 60
=
40 × 13.5 60
=
9
km
r2
=
V
× ART 60
=
40 × 10 60
= 6.667. . . ≈ 6.67 km
8. Probabilitas sistem
Berdasarkan ilustrasi contoh diatas, maka total jumlah hari (Dt) adalah 300 hari = 43200 menit. Maka nilai probabilitas tiap ambulan pada sistem untuk
model relokasi adalah
p
=
Dt
T × NA
=
4050 300 × 450
=
0.03
dengan NA menyatakan jumlah ambulans, sebagai ilustrasi asumsikan N A =
450 unit ambulans yang tersedia. Maka, probabilitas relokasi ambulan adalah
0.03 per unit ambulans.
2.2 Aturan Relokasi Fasilitas Ambulan
Dalam menentukan model relokasi fasilitas ambulan, terdapat beberapa model yang telah dikembangkan sebelumnya dengan tujuan menentukan aturan-aturan
Universitas Sumatera Utara
16
yang berlaku untuk model relokasi. Berikut beberapa model relokasi yang telah dikembangkan, antara lain:
1. Aturan alokasi dinamik Dalam model ini aturan alokasi yang diperoleh adalah aturan dimana suatu unit ambulan kembali ke titik lokasi awal setelah memenuhi permintaan di lokasi tertentu jika tidak terdapat daftar permintaan tunggu. Rajagopalan et al,. (2008) memaparkan aturan alokasi ini dengan asumsi terdapat satu unit ambulan yang telah memenuhi permintaan kemudian kembali ke rumah sakit dengan menggunakan asumsi total waktu alokasi yang dependen. Aturan ini bertujuan untuk meminimumkan total jumlah tingkat permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh unit ambulan yang tersedia di rumah sakit. Prosedur aturan ini selanjutnya disebut sebagai prosedur relokasi fasilitas ambulan. Aturan alokasi dinamik ini juga memungkinkan adanya prosedur tambahan, yaitu adanya ”masa tunggu” (idle time) suatu unit ambulan dari rumah sakit ke lokasi permintaan dengan tujuan meminimumkan total waktu kerja fasilitas ambulan.
2. Penaksiran program dinamik Penaksiran program dinamik ini diformulasikan untuk aturan relokasi fasilitas ambulan sebagai suatu proses pengambilan keputusan Markov. Dalam pengembangannya, diberikan aturan pasti yang dinyatakan ke dalam algoritma program dinamik yang dapat digunakan dalam menentukan fungsi nilai optimal dan diperoleh aturan dalam persoalan relokasi. Kekurangan dari aturan ini adalah algoritma dinamik harus diimplementasikan ke suatu ruang tak hingga dan berdimensi tinggi, sehingga perhitungan dari algoritma dinamik ini secara komputasi tidak dapat digunakan secara langsung. Untuk itu digunakan suatu kerangka kerja yang didasarkan pada program linier yang dikategorikan ke beberapa parameter yang digunakan. Kemudian secara bertahap parameter-parameter tersebut digunakan dan disimulasikan ke dalam sistem relokasi dan nilai parameter diperbaharui sesuai dengan nilai yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Proses pengambilan keputusan Markov
Aturan ini memformulasikan suatu proses pengambilan keputusan Markov yang mendukung suatu kerangka kerja dimana algoritma program dinamik dapat digunakan dalam menentukan aturan relokasi optimal pada fasilitas ambulan. Dalam aturan ini diperlukan definisi dari sistem dinamik, biaya transisi, lokasi permintaan dan lokasi rumah sakit, dan suatu fungsi objektif. Maxwell et al,. (2009) mengembangkan proses Markov dalam menentukan aturan relokasi optimal fasilitas ambulan dengan beberapa asumsi sebagai berikut.
Terdapat s yang terdiri dari status, lokasi dan daerah tujuan tiap unit ambulan yang tersedia sesuai dengan unit waktu dimana ambulan mulai beroperasi dari lokasi awal (rumah sakit) ke lokasi tujuan dengan asumsi waktu adalah waktu deterministik. Jika suatu unit ambulan tidak beroperasi, maka lokasi tujuan dan waktu operasi ambulan dapat diabaikan. Asumsi ini juga termasuk beberapa parameter lainnya yaitu lokasi, waktu tiba ambulan dari lokasi permintaan ke rumah sakit, status panggilan darurat untuk tiap unit ambulan yang belum tiba di lokasi permintaan dan keakuratan waktu pada simulasi dimana digunakan simulasi waktu diskrit dalam aturan ini.
Aturan kendali terhadap sistem relokasi didasarkan pada beberapa asumsi diatas. Jika terdapat suatu relokasi ambulan di suatu lokasi permintaan tertentu, asumsikan bahwa ambulan telah memenuhi permintaan, masih beroperasi dan tidak terdapat permintaan tunggu, maka aturan kendali yang mungkin adalah merelokasi unit ambulan baru ke lokasi permintaan yang ada.
Notasikan suatu keputusan sebagai x dan himpunan semua keputusan relokasi fasilitas ambulan yang tersedia di semua lokasi permintaan s sebagai K(s). Sistem dinamik memberikan adanya distribusi probabilitas dari masing-masing lokasi permintaan terhadap sistem alokasi ambulan yang diberikan. Distribusi probabilitas ini dinyatakan ke dalam simulasi diskrit yang dipaparkan secara eksplisit dengan proses acak yang dinotasikan dengan sk+1 = f (sk, xk, ω(sk, xk)), dimana sk menyatakan lokasi permintaan pada waktu kejadian ke-k dan xk adalah keputusan yang diformulasikan dimana lokasi permintaan adalah sk, ω(sk, xk) merupakan elemen acak dari
Universitas Sumatera Utara
18
seluruh simulasi dan f(., ., .) adalah fungsi transfer dalam sistem relokasi.
Karena asumsi waktu yang digunakan merupakan deterministik, total penjumlahan fungsi indikator yang diperoleh akan sama dengan total jumlah permintaan yang tidak dipenuhi sesuai dengan waktu threshold. Dengan asumsi ini dapat ditentukan perkiraan biaya atau kerugian yang diperoleh saat permintaan fasilitas ambulan tidak dapat dipenuhi sebagai fungsi objektif dan diperoleh aturan dinamik yang dinotasikan dengan c(sk, xk, sk+1) dimana unit ambulan beroperasi dari lokasi awal sk ke sk+1 dengan proses keputusan xk.
2.3 Persoalan Probabilistik Himpunan Lokasi yang Terpenuhi
Persoalan probabilistik himpunan lokasi yang terpenuhi diformulasikan oleh ReVelle dan Hogan (1989). Tujuan persoalan ini adalah meminimumkan jumlah ambulan dilokasi pusat fasilitas rumah sakit yang memastikan seluruh permintaan di lokasi tertentu yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan adanya reliabilitas yang pasti. Andaikan xi sebagai jumlah unit ambulan yang dialokasikan pada node i, aij = 1 jika ambulan pada node i berada pada waktu atau jarak S di node j dan 0 untuk lainnya. pk menyatakan suatu unit ambulan dalam keadaan ”sibuk” atau sedang beroperasi pada seluruh lokasi yang ditentukan k, α adalah reliabilitas pada daerah yang dipastikan dapat dipenuhi dan bk adalah jumlah lokasi pusat minimum yang diperlukan untuk memenuhi tiap node yang ada. Dari beberapa asumsi tersebut, ReVelle dan Hogan (1989) menunjukkan total jumlah ambulan yang diperlukan dalam model dapat ditentukan dengan
bk
=
log(1 − α) log pk
(2.5)
dan persoalan ini kemudian diformulasikan ke dalam bentuk program linier sebagai
berikut.
n
min xi
i=1 n
kendala aijxi ≥ bj, ∀j
i=1
(2.6)
xi ≥ 0 dan integer ∀i
Universitas Sumatera Utara
19
Fungsi objektif meminimumkan jumlah lokasi pusat yang dialokasikan. Kendala dalam model memerlukan jumlah lokasi pusat yang dipenuhi suatu node j yang lebih besar atau sama dengan bj dimana bj = bk, j ∈ k. Secara khusus, model ini merupakan proses estimasi pk menggunakan tingkat keberangkatan dan tingkat fasilitas pada lokasi disekitar i yang diasumsikan bahwa semua lokasi yang ada adalah saling independen.
Rajagopalan et al,. (2009) mengembangkan model dynamic available coverage location (DACL) untuk menentukan jumlah ambulan minimum dan lokasinya untuk tiap pembagian waktu yang berubah signifikan terhadap pola permintaan dengan adanya reliabilitas yang ada. Asumsikan t sebagai indeks pada interval waktu dari 1 hingga T , xik,t adalah 1 jika lokasi pusat i dialokasikan ke node k pada waktu t dan mt menyatakan jumlah ambulan pada periode waktu t, hj,t sebagai pembagian lokasi permintaan di node j pada interval waktu t, n adalah jumlah node dalam sistem relokasi dan ct sebagai minimum lokasi yang terpenuhi untuk waktu t. Ambil pi,t adalah probabilitas lokasi pusat dalam keadaan ”sibuk” di node i pada interval waktu t, ρt sebagai probabilitas rata-rata sistem dalam keadaan ”sibuk” di interval waktu t, P0 sebagai probabilitas dimana semua lokasi pusat tidak sedang beroperasi, Pm dimana probabilitas semua lokasi pusat dalam keadaan ”sibuk” dan Q(m, ρt, j) sebagai faktor koreksi untuk algoritma Jarvis. Ambil
m−1
(m − j − 1)!(m − k)(mk)(ρtk−j )P0
Q(m, ρt, j) =
k=j
(k − j)!(1 − Pm)j(1 − ρt(1 − Pm))
, ∀j = 0, . . . , m − 1
(2.7)
dan ambil ketentuan bahwa
1
yj,t =
0
jika node j terpenuhi paling sedikit oleh satu lokasi pusat dengan reliabilitas αt pada waktu t lainnya
(2.8)
1
aij,t =
0
jika node j dengan jarak pada lokasi pusat di node i selama
interval waktu t
(2.9)
lainnya
Universitas Sumatera Utara
20
min kendala
Tn
xik,t
t=1 k=1 i∈k
n
mt
aij xik,t
1−
pk=1 i,t
Q
i=1
n mt
mt, ρt,
ajk,txij,t
j=1 i=1
− αt yj,t
(2.10) (2.11)
n
hj,tyj,t ≥ ct, ∀t
j=1
yj,t, xik,t = {0, 1}, ∀i, j, k, t
(2.12) (2.13)
Fungsi objektif (2.10) meminimumkan jumlah ambulan yang dialokasikan. Kendala (2.11) menunjukkan node yang terpenuhi dengan adanya reliabilitas α. Kendala (2.12) memastikan bahwa sistem ini akan lebih besar dari ct namun konjungsi dengan kendala (2.11) dimana hanya titik permintaan yang terpenuhi dengan reliabilitas α yang termasuk ke dalam sistem dengan ekspektasi probabilitas tiap lokasi permintaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 MODEL RELOKASI FASILITAS AMBULAN
3.1 Simulasi Model
Dalam memodelkan persoalan relokasi fasilitas ambulan, perlu ditentukan simulasi model pada sistem layanan darurat medis dengan menggunakan sistem waktu-diskrit terhadap permintaan atau panggilan gawat darurat, yaitu: (1) terdapat suatu panggilan gawat darurat, (2) ambulan tiba menuju lokasi, (3) tim medis memberikan tindakan di lokasi, (4) ambulan membawa pasien menuju rumah sakit, (5) tim medis membawa pasien ke pihak rumah sakit untuk ditindaklanjuti, dan (6) ambulan kembali ke tempat. Dalam simulasi ini terdapat dua data acak yaitu jumlah dan lokasi permintaan layanan ambulan pada kurun waktu tertentu.
Terdapat dua jenis kasus yang berbeda dalam persoalan lokasi fasilitas dinamik: persoalan lokasi dan lokasi-relokasi. Kedua jenis kasus tersebut dibedakan oleh faktor:
1. Dalam persoalan lokasi dengan waktu yang saling terikat, penentu keputusan memilih suatu lokasi yang optimal atau baik untuk suatu daerah waktu tertentu
2. Dalam persoalan lokasi-relokasi, penentu keputusan memilih suatu lokasi utama, waktu relokasi dan lokasi fasilitas yang ditentukan untuk relokasi suatu fasilitas
Dalam simulasi model relokasi terdapat beberapa komponen layanan darurat medis yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam layanan darurat medis mempunyai beberapa komponen yang mempengaruhi model relokasi yang diperoleh seperti lokasi source ambulan, lokasi rumah sakit, jaringan luas transportasi suatu lokasi tertentu, lokasi permintaan layanan fasilitas ambulan, penjadwalan dan status operasi suatu ambulan apakah ambulan tersedia untuk memenuhi panggilan gawat darurat.
21
Universitas Sumatera Utara
22
3.2 Model Relokasi untuk Fasilitas Ambulan
Definisikan persoalan model relokasi untuk fasilitas ambulan dengen representasi suatu graf G = (V ∪ W, E) dimana V = {v1, v2, . . . , vn} dan W = {vn+1, . . . , vn+m} merupakan dua himpunan verteks yang menyatakan titik lokasi permintaan fasilitas ambulan dan daerah lokasi yang berpotensial dan E = {(vi, vj) : vi, vj ∈ V ∪ W, i < j} merupakan suatu himpunan edge. Titik lokasi permintaan yang dinyatakan dengan suatu verteks adalah sama dengan λi, dengan masingmasing edge dihubungkan dengan parameter yang menyatakan waktu perjalanan, tij. Untuk vi ∈ V dan vj ∈ W , diberikan sebagai berikut
1, γij =
tij ≤ r1
0, lainnya
(3.1)
dan
1, δij =
tij ≤ r2
(3.2)
0, lainnya
Terdapat total jumlah fasilitas ambulan yang tersedia yang diberikan dan sama dengan p(p ≤ m), maka jumlah fasilitas ambulan maksimum dalam ”masa tunggu” adalah pj di vj ∈ W . Set Mjtl sebagai koefisien pinalti yang dihubungkan dengan fasilitas ambulan yang direlokasi l = 1, . . . , p dari lokasi permintaan saat ini pada waktu t ke lokasi permintaan tujuan vj ∈ W . Dari asumsi berikut diketahui bahwa koefisien Mjtl selalu berubah di tiap periode t. Akibatnya, α merupakan proporsi dari jumlah tingkat permintaan yang harus dipenuhi oleh ambulan yang dialokasikan oleh unit r1.
Dalam penelitian ini digunakan variabel sebagai berikut: yjl adalah variabel biner yang bernilai 1 jika dan hanya jika ambulan l dialokasikan ke vj ∈ W dan xki merupakan variabel biner yang bernilai 1 jika dan hanya jika vi merupakan lokasi yang dipenuhi paling sedikit k kali, sehingga persoalan relokasi pada waktu t adalah
Universitas Sumatera Utara
23
n mp
max
λixi2 −
Mjtl yj l
i=1 j=1 l=1
mp
Kendala
δijyjl ≥ 1, ∀vi ∈ V
j=1 l=1
nn
λixil ≥ α λi
i=1 i=1 mp
γij yjl ≥ xil + xi2,
∀vi ∈ V
j=1 l=1
xi2 ≤ xil ∀vi ∈ V
m
yjl = 1, l = 1, . . . , p
j=1 p
yjl ≤ pj , ∀vj ∈ W
l=1
xil = 0 atau 1, ∀vi ∈ V
xi2 = 0 atau 1, ∀vi ∈ V
yjl = 0 atau 1, ∀vj ∈ W dan l = 1, . . . , p
(3.3)
(3.4)
(3.5)
(3.6) (3.7) (3.8)
(3.9) (3.10) (3.11) (3.12)
Pada model relokasi ini, kendala (3.4) dan (3.5) menunjukkan kebutuhan tingkat permintaan dapat dipenuhi oleh unit r2. Kendala (3.5) dan (3.6) menunjukkan kebutuhan relatif terhadap tingkat permintaan layanan ambulan yang dapat dipenuhi. Kendala (3.5) menjelaskan bahwa proporsi α pada seluruh tingkat permintaan dapat dipenuhi saat kendala (3.5) menentukan jumlah ambulan yang dialokasikan dengan unit r1 haruslah paling sedikit satu jika xi1 = 1 atau paling sedikit dua jika x2i = x1i = 1. Kendala (3.6) memastikan bahwa suatu titik lokasi permintaan tidak dapat dipenuhi dua kali jika sebelumnya tidak dipenuhi paling sedikit satu kali. Kendala (3.7) menjelaskan bahwa tiap fasilitas ambulan yang tersedia harus dialokasikan ke suatu lokasi daerah permintaan yang mungkin. Terakhir, kendala (3.8) menunjukkan suatu batas atas dari jumlah fasilitas ambulan dalam status ’masa tunggu’ di suatu lokasi permintaan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
24
3.3 Prosedur Algoritma
Berikut prosedur algoritma yang telah dikaji sebelumnya oleh (Z.Farahani et al., 2009) dalam menentukan relokasi fasilitas ambulan. Prosedur algoritma dalam menentukan model relokasi ini telah dimodifikasi sesuai dengan model yang telah diperoleh pada Persamaan (3.3)-(3.12) sebagai berikut.
1. Ambil wi(t) sebagai fungsi waktu yang dapat berubah setiap periodenya. Ambil t1 = 0 dan tn = T sebagai titik lokasi-relokasi dari n total titik lokasi permintaan yang ada dengan m permintaan. Hitung
tj+1
wij = wi(t)dt,
tj
j = 1, . . . , n − 1,
i = 1, . . . , m
2.
Set wijk
=
tk
wi(t)dt,
k = j +1, . . . , n,
j = 1, 2, . . . , n −1,
i = 1, 2, . . . , m
tj
dengan j < k. Untuk setiap titik lokasi permintaan i, hitung nilai w