Nekrosis Avaskular pada Traumatik Dislokasi Sendi Panggul Terlantar

KARANGAN ASLI

Nekrosis Avaskular pada Traumatik Dislokasi Sendi Panggul
Terlantar
Nazar Moesbar
Sub Departemen Orthopaedi dan Trauma
Departemen Bedah FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak: Pengamatan dilakukan terhadap 17 penderita traumatik dislokasi sendi panggul yang
terlantar di Departemen Bedah FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dari Januari 1997 sampai
dengan Januari 1999. Dilakukan tindakan reduksi secara terbuka setelah 1 – 7 bulan mengalami
trauma. Satu orang dilakukan fiksasi interna dengan skrew untuk fiksasi posterior lip asetabular. Dari
pengamatan selama tiga tahun, semua penderita tidak ada yang mengalami nekrosis avaskular pada
kaput femur
Kata kunci: nekrosis avaskular, dislokasi posterior, dislokasi terlantar sendi panggul
Abstract: The observation was performed on 17 traumatic neglected dislocated hip joint patients at
Department of Surgery FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan from January 1997 until January 1999.
Open reduction procedure was performed within 1 – 7 months after trauma. One person was fixated
internally with screw for acetabular posterior lip fixation. The observation was completed within 3
years and there were no avascular necrosis found at the femoral neck.
Keywords: avascular necrosis, posterior dislocation, neglected dislocation of the hip joint


PENDAHULUAN
Nekrosis avaskular kaput femur merupakn
komplikasi lanjut dari dislokasi sendi panggul.
Kaput femur adalah tempat yang paling sering
mengalami nekrosis avaskular terutama karena
pasokan darahnya yang khas yang membuatnya
mudah mengalami iskemia karena terputusnya
arteri.1 Penyebab yang diterima pada waktu ini
mengenai terjadinya nekrosis avaskular, ialah
karena akibat kerusakan pembuluh darah
didaerah ligamentum teres dan dari retinakulum.
Kecuali itu, Steward dan Milford menambahkan
bahwa nekrosis avaskular bisa juga disebabkan
karena kerusakan intracellular daerah tulang
kaput femur akibat trauma yang kuat. 5,9
Nekrosis avaskular terjadi pada 1,7 – 40 %
dari kasus dislokasi sendi panggul, dan angka ini
meningkat dengan tertundanya reduksi.6,9 Jadi
apabila didapati dislokasi sendi panggul harus

dilakukan reduksi secepatnya. Pada dislokasi
lebih dari satu bulan, kaput femur dapat dijerat
oleh kapsul sendi, hal ini dapat dikoreksi hanya
dengan operasi.8 Jika reduksi dilakukan dalam 6
jam pertama setelah trauma, kejadian nekrosis
avaskular sekitar 2 – 10 % 6 dan meningkat
hingga 40 % apabila reduksi dilakukan diatas 8
jam.4 Tetapi Schlickewei dkk. Pada tahun 1993

melaporkan tidak dijumpai nekrosis avaskular
pada 94 kasus yang diteliti. 6
Perkembangan nekrosis avaskular awalnya
asimptomatik lalu berkembang seiring dengan
waktu,1 hal ini harus dideteksi hingga 3 tahun
sesudah trauma.2 Nyeri merupakan keluhan
utama, jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi
dan tungkai dapat memendek 1 – 2 cm. Gerakan
terbatas terutama abduksi dan rotasi internal. 1,3
Pemeriksaan dengan sinar x – polos, pada
stadium dini tidak menampakan kelainan, hal

seperti ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan
scintigrafi atau MRI. 1,2,8
Ficat dan Arlet membagi nekrosis avaskular
menjadi empat stadium1:
Stadium 1
: - Tidak atau sedikit nyeri.
- Gambaran radiologis normal.
Stadium 2
: - Ada tanda – tanda radiologis
dini, tetapi kaput femoris
secara struktural utuh.
Stadium 3
: - Meningkatnya distorsi kaput
femoris atau fragmentasi.
Stadium 4
: - Hancurnya permukaan sendi.
- Osteoartritis sekunder.

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006


199

Karangan Asli

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengamati terjadinya nekrosis avaskular kaput
femur pada penderita pasca reposisi perbuka
traumatik dislokasi sendi panggul
yang
terlantar di RSUP.H.Adam Malik Medan.
BAHAN DAN CARA
Dari tahun 1997 – 1999 terdapat 17 kasus
traumatik dislokasi sendi panggul terlantar,
dijumpai 1 kasus disertai fraktur asetabulum.
Semua kasus dilakukan reduksi secara terbuka
karena penderita datang dalam waktu yang lama
setelah trauma (lebih dari 1 bulan).Semua pasien
dengan dislokasi posterior terlantar yang akan
dilakukan operasi lebih dulu dipasang traksi
skeletal pada didaerah tuberositas tibia sisi yang

sama sampai kaput femur turun atau satu level
dengan asetabulum.
Traksi biasanya memerlukan waktu 1
sampai 2 minggu bergantung lamanya disloksi
terlantar. Operasi dilakukan dengan insisi
posterior (Kocher). Satu pasien dengan anterior
dislokasi langsung dilakukan operasi reposisi
terbuka dengan insisi anterior.
Pasca operasi dipasang traksi kulit 2
minggu, kemudian mobilisasi dengan pakai
tongkat ketiak kiri kanan, kaki yang dioperasi
tidak diinjakkan (non weight bearing) selama 6
minggu, 6 minggu kemudian partial weigh
bearing secara bertahap. Setelah 12 minggu baru
jalan tanpa tongkat.
Evaluasi dilakukan terhadap kejadian
nekrosis avaskular dari kaput femur pasca
operasi, secara klinis kemudian dikonfirmasi
dengan pemeriksaan radiologik setiap 6 bulan.
HASIL PENGAMATAN

Pasien terdiri dari 12 orang laki – laki dan 5
orang wanita. umur antara 17 – 35 tahun.
Penyebab dari trauma semuanya adalah akibat
kecelakaan lalu lintas. Pasien pertama sekali
meminta pertolongan, 3 orang datang ke rumah
sakit, 2 orang ke dokter umum dan 12 orang ke
dukun patah.
Tabel 1.
Umur, jenis kelamin, dan pertolongan pertama
Jenis Kelamin

Pertolongan Pertama

Umur

Pria

Wanita

Rumah

Sakit

Dokter
Umum

Dukun
Patah

10 – 20
21 – 30
31 – 40

1
8
3

1
2
2


1
2

1
1
-

1
8
3

Total

12

5

3

2


12

200

Dari pemeriksaan radiologik, dislokasi
kearah posterior 16 orang, satu disertai dengan
sedikit fraktur dari rim acetabulum bagian
posterior dan 1 orang kearah anterior.
Tabel 2.
Type dislokasi
Type Dislokasi

Jumlah Pasien

Posterior
Anterior
Central

16

1
-

Total

17

Dilakukan tindakan reduksi secara terbuka
setelah 1 – 7 bulan mengalami trauma. Satu
orang dilakukan fiksasi interna dengan skrew
untuk fiksasi posterior lip asetabulum yang
fraktur.
Tabel 3.
Lamanya terlantar
reduksi/operasi
Lama

setelah

trauma


sebelum

Type Dislokasi
Posterior
Interior

1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
5 bulan
6 bulan
7 bulan

1
2
2
4
3
3
1

1
-

Total

16

1

Evaluasi pasca reduksi dilakukan setelah 6
bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun. Pada waktu
kontrol dilakukan pemeriksaan terhadap
terjadinya
nekrosis
avaskular
dengan
pemeriksaan klinik dan radiologik. Pengamatan
hingga tahun ke tiga setelah reduksi tidak
didapati nekrosis avaskular pada seluruh kasus.
Dua kasus dijumpai ischial palsy setelah
reduksi, dan membaik setelah dua tahun.
DISKUSI
Dislokasi sendi panggul terlantar biasanya
karena kecelakaan lalu lintas yang disertai
trauma kepala, fraktur ipsilateral femur dan
dislokasi atau fraktur femur sebelahnya yang
lebih menarik perhatian penderita sehingga
tidak merasa ada kelainan disendi panggul dan
dokter juga sering terlupa (pitfall) memeriksa
sendi panggul pada setiap fraktur femur.
Pada kasus-kasus ini penderita sebahagian
besar (4 orang) meminta pertolongan pertama ke
dukun patah yang tidak dapat menangani kasus
dengan sebenarnya dan juga dokter jaga rumah

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006

Nazar Moesbar

Nekrosis Avaskular pada Traumatik Dislokasi...

sakit nampak belum memberikan penanganan
yang tepat terhadap kasus ini, sehingga
meningkatkan terjadinya kasus-kasus dislokasi
sendi panggul terlantar.
Dislokasi sendi panggul adalah merupakan
kasus emergensi yang harus ditangani segera
mungkin.1,2,4,7,8 Apabila ditangani lebih dari 8
jam setelah trauma akan menyebabkan 40%
terjadinya nekrosis avaskular. 4
Pada kasus-kasus ini reduksi dilakukan
setelah lama terjadi trauma (2 – 14 bulan setelah
trauma), tetapi tidak ada dijumpai avaskular
nekronis hingga 3 tahun pasca-reduksi.
Nekrosis avaskular biasanya timbul pada
akhir tahun pertama setelah trauma dan secara
radiologi baru nampak setelah beberapa tahun
kemudian.7
Gambaran radiologik abnormal biasanya
nampak setelah 2 – 6 bulan setelah timbul nyeri.
Akurasi pemeriksaan radiologik akan semakin
bertambah dengan bertambahnya waktu.
Sebagai contoh pada fraktur kolum femur,
nekrosis avaskular akan nampak 25 % sampai
satu tahun, 38 % sampai 2 tahun dan 56 %
setelah 3 – 7 tahun setelah trauma.(6) Pada
kasus – kasus ini dilakukan kontrol foto hingga
tahun ketiga pasca reduksi dan tidak ada yang
mengalami nekrosis avaskular.

3.

KESIMPULAN
1. Telah dilakukan evaluasi terhadap 17 kasus
traumatik dislokasi sendi panggul terlantar
yang direduksi secara terbuka, hingga tahun
ke tiga pasca reduksi tidak terjadi nekrosis
avaskular, meskipun pada kepustakaan
selalu komplikasi avaskuler dari kaput
femur sering dijumpai.
2. Masih sering dijumpai kasus-kasus terlantar
karena masih tingginya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap dukun patah dan juga
petugas
kesehatan
yang
memberi
pertolongan pertama belum memberikan
pengarahan yang tepat.

6.

Kemungkinan ada faktor lain yang
menimbulkan terjadinya avaskuler nekrosis
kaput femur pasca-dislokasi, selain faktor
lamanya baru dilakukan reposisi setelah
kejadian trauma.

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley AG. Osteonecrosis of the hips. In:
Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures, 8 th Ed. Oxford: BH Co
2001.p.436 - 9
2.

Gustilo RB. Fracture dislocation of the hip.
In:
Fractures
and
Dislocations.
Philadelphia: Mosby 1993.p.846 – 9

3.

McRae R. Traumatic dislocation of the hip.
In: Pocketbook of Orthopaedic and
Fractrure. New York: Churchill Livingstone
1999.p.393 - 7

4. Salter RB. Traumatic dislocation and fracture
dislocation of the hip. In: Textbook of
Disorders and Injuries of Musculoskeletal
System, 3 rd ed. New York: Churchill
Livingstone 1999, p. 638–42.
5. Simbarjo D. Komplikasi cerai sendi panggul.
Majalah Orthopaedi Indonesia Juni1988 ;
XV (1): 18 – 26.
Tornetta P. Hips dislocation. Current
treatment regimens. J American acad orth
surg 1997; 5 (1) : 27 – 36.

7. Tronzo RG. Avascular necrosis of the femoral
head. In: Surgery of the hip joint. 2nd ed.,
New York: Springer – Verlag 1987 ; 1 – 29.
8.

Tronzo RG . Fracture and dislocation of the
hip joint. In: Surgery of the hip joint. New
York: Lea & Febiger, 1973, p. 450 – 471.

9.

Young CC, Raasch WG. Dislocations.
Diagnosis and treatment. Clinics in Family
Practice 2000; 2 (3): 126 - 9.

Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006

201