Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan

(1)

UJI EFIKASI BEBERAPA FUNGISIDA NABATI

UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN

( Helminthosporium maydis Nisik. ) PADA BEBERAPA

VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

CITRA FARDANI 030302046

HPT

DEPARTEMAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI EFIKASI BEBERAPA FUNGISIDA NABATI

UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN

( Helminthosporium maydis Nisik. ) PADA BEBERAPA

VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L. ) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH : CITRA FARDANI

030302046 HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

(Ir. Zulnayati) (Ir. Kasmal Arifin MSi.)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

Citra Fardani, “Efication Test of Some Natural Fungicides For Controlling Southern Corn Leaf Blight Disease (Helminthosporium maydis Nisik.) on Some Variety of Corn (Zea mays L.) in the Field”.

This research was conducted in the field trial at UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. With approximately ± 32 metres height from sea level. This

research was conducted from August to Desember 2008.

This research using factorial Randomized Block Design consisting two

factors and four replications. First factor was natural fungicides consisting F0 (control), F1 (100 grams Melia azedarach L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F2 (100 grams Piper betle L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F3 (100 grams Syzygium aromaticum L leaves ekstract in

2 liters waters/plot), F4 (100 grams Andropogon nardus L. ekstract in 2 liter waters/plot). The second factors was corn variety consisting J1 (Bisi 16),

J2 (Jaya 3), and J3 (Bisma). The parameters which observed was the intensity attack of H. maydis Nisik. and corn production (ton/ha).

The result of this research showed that natural fungicides was significant decrease to intensity attack of H. maydis Nisik (%) and the corn variety was highly significant of corn production (ton/ha).

The intensity attack of natural fungicides, the lowest was F3 (Syzygium aromaticum L. leaves ekstract) 50,97 % and F1 (Melia azedarach L. leaves ekstract) 51,05 %. And the highest was F0

(control) 51,72 %.

The average of corn production (ton/ha) on some varieties of corn was F3 (Bisma) 4,59 ton/ha as the lowest and the highest is J1 (Bisi 16) 4,83 ton/ha.


(4)

ABSTRAK

Citra Fardani, “Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan”.

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut

(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai Desember 2008.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama fungisida nabati yang terdiri dari F0 (kontrol), F1 (ekstrak 100 gr daun mindi dalam 2 liter air/plot), F2 (ekstrak 100 gr daun sirih dalam 2 liter air/plot), F3 (ekstrak 100 gr daun cengkeh dalam 2 liter air/plot), F4 (ekstrak 100 gr serai dalam 2 liter air/plot). Faktor kedua varietas jagung yaitu J1 (Bisi 16), J2 (Jaya 3), dan J3 (Bisma). Parameter pengamatan adalah intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan produksi jagung (ton/ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungisida nabati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan varietas jagung berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung (ton/ha).

Intensitas serangan pada perlakuan fungisida nabati terendah terdapat pada F3 (ekstrak daun cengkeh) sebesar dan F1 (ekstrak daun mindi) sebesar 50,97 % dan 51,05 % serta tertinggi terdapat pada F0 (kontrol) sebesar 51,72 %.

Rataan produksi jagung pada perlakuan varietas jagung terendah terdapat pada F3 (Bisma) sebesar 4,59 ton/ha dan produksi tertinggi pada J1 (Bisi 16) sebesar 4,83 ton/ha.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Citra Fardani, lahir 3 November 1985 di Sei merah, putri dari Ayahanda tercinta H. Dharma Bakti Nst dan Ibunda tersayang Hj. Ulfah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan dan Pengalaman

1. Tahun 1997 lulus dari SD Negeri 225 Balleanging, Sulawesi Selatan. 2. Tahun 2000 lulus dari SLTP Negeri 12, Bandar Lampung.

3. Tahun 2003 lulus dari SMU ISLAM PB SUDIRMAN, Jakarta.

4. Tahun 2003 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB.

5. Tercatat sebagai anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) Departemen HPT-FP USU periode 2003-2009.

6. Tahun 2005 sebagai Sekretaris Umum IMAPTAN Departemen HPT-FP USU periode 2005/2006.

7. Tahun 2006/2007 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Hama, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan FP USU.

8. Tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009 sebagai asisten Laboratorium Hama Penting Tanaman Perkebunan Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.

9. Tahun 2006/2007 sebagai asisten Hama Penting Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.


(6)

10.Tahun 2006/2007 sebagai asisten Pengendalian Hayati dan Habitat Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.

11.Tahun 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009 sebagai asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Pasca Panen Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.

12.Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di London Sumatra (LONSUM) Indonesia Tbk. Di Bah Lias Estate (BLE) dan Bah Lias Research Station (BLRS) dari tanggal 04 Juni – 04 Juli 2007.

13.Mengikuti Pelatihan Penanaman Pisang dan Penerapan Teknologi di Kampus dan Lapangan (Distrik Deli Serdang) ”Banana Cultivation and Improved Technology Training” pada tanggal 14-29 Juni 2008.

14.Mengikuti Seminar International ”International Seminar of Bioagriculture Input For Sustainable Agriculture” pada tanggal 1-3 Juli 2008.

15.Melaksanakan Penelitian di Lahan Percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ UJI EFIKASI BEBERAPA

FUNGISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN

(Helminthosporium maydis Nisik.) PADA BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) DI LAPANGAN”. Skripsi ini bertujuan untuk dapat

memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing skripsi yaitu: Ir. Zulnayati selaku ketua komisi pembimbing, dan Ir. Kasmal Arifin Msi. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuannya, dan ucapan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan dukungan serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2009


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung (Zea mays L.) ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Penyakit Hawar Daun Jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) Biologi penyakit ... 7

Gejala serangan penyakit ... 10

Daur hidup penyakit ... 12

Faktor yang mempengaruhi penyakit ... 13

Pengendalian Penyakit ... 14

Tanaman Mindi Sebagai Fungisida Nabati ... 15

Tanaman Sirih Sebagai Fungisida Nabati ... 16

Tanaman Cengkeh Sebagai Fungisida Nabati ... 17

Tanaman Serai Sebagai Fungisida Nabati ... 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat... 20

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Tanah ... 23

Penanaman Benih ... 23


(9)

Pemeliharaan ... 24

Penyediaan Fungisida Nabati Fungisida Nabati Ekstrak Daun Mindi ... 24

Fungisida Nabati Ekstrak Daun Sirih ... 25

Fungisida Nabati Ekstrak Cengkeh ... 25

Fungisida Nabati Ekstrak Serai ... 25

Waktu Aplikasi fungisida Nabati ... 26

Panen ... 26

Parameter Pengamatan A. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 26

B. Produksi (ton/ha) ... 27

Pengambilan Sampel ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 28

2. Produksi Jagung (ton/ha) ... 30

Pembahasan 1. Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%) ... 33

2. Produksi Jagung (ton/ha) ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hlm

1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. ... 8

2. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. ... 9

3. Gejala Serangan H. Maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung ... 10

4. Gejala Serangan H. Maydis Nisik. Pada Daun Jagung ... 12

5. Histogram pengaruh perlakuan fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 34

6. Histogram pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 35

7. Histogram pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 36

8. Histogram pengaruh fungisida terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 37

9. Histogram pengaruh varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 38

10.Histogram pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 38

11.Foto Lahan Penelitian di Lahan Percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan ... 78

12.Foto Tanaman Jagung yang terserang H. maydis Nisik. ... 78

13.Foto Tongkol Jagung Varietas Bisi-16 (Hibrida). ... 79

14.Foto Tongkol Jagung Varietas Jaya 3 (Hibrida). ... 79


(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hlm

1. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas

serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan ... 28 2. Uji Beda Rataan pengaruh varietas tanaman jagung terhadap

intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu

pengamatan ... 29 3. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman

jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk

setiap minggu pengamatan ... 30 4. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 31 5. Uji Beda Rataan pengaruh varietas jagung terhadap produksi

jagung (ton/ha) ... 31 6. Uji Beda Rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hlm

1. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%)

Pengamatan I ... 43

2. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan II ... 45

3. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan III ... 47

4. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan IV ... 49

5. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan V ... 51

6. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VI ... 53

7. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VII ... 55

8. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan VIII ... 57

9. Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan IX ... 59

10.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan X ... 61

11.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan XI ... 63

12.Rataan intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik (%) Pengamatan XII ... 65

13.Rataan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) dalam ton/ha... 67

14.Bagan tanaman sampel ... 69

15.Bagan penelitian... 70

16.Keterangan bagan penelitian ... 71

17.Deskripsi tanaman jagung varietas Bisi 16 ... 72

18.Deskripsi tanaman jagung varietas Jaya 3 ... 74

19.Deskripsi tanaman jagung varietas Bisma ... 76


(13)

ABSTRACT

Citra Fardani, “Efication Test of Some Natural Fungicides For Controlling Southern Corn Leaf Blight Disease (Helminthosporium maydis Nisik.) on Some Variety of Corn (Zea mays L.) in the Field”.

This research was conducted in the field trial at UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. With approximately ± 32 metres height from sea level. This

research was conducted from August to Desember 2008.

This research using factorial Randomized Block Design consisting two

factors and four replications. First factor was natural fungicides consisting F0 (control), F1 (100 grams Melia azedarach L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F2 (100 grams Piper betle L. leaves ekstract in 2 liters waters/plot), F3 (100 grams Syzygium aromaticum L leaves ekstract in

2 liters waters/plot), F4 (100 grams Andropogon nardus L. ekstract in 2 liter waters/plot). The second factors was corn variety consisting J1 (Bisi 16),

J2 (Jaya 3), and J3 (Bisma). The parameters which observed was the intensity attack of H. maydis Nisik. and corn production (ton/ha).

The result of this research showed that natural fungicides was significant decrease to intensity attack of H. maydis Nisik (%) and the corn variety was highly significant of corn production (ton/ha).

The intensity attack of natural fungicides, the lowest was F3 (Syzygium aromaticum L. leaves ekstract) 50,97 % and F1 (Melia azedarach L. leaves ekstract) 51,05 %. And the highest was F0

(control) 51,72 %.

The average of corn production (ton/ha) on some varieties of corn was F3 (Bisma) 4,59 ton/ha as the lowest and the highest is J1 (Bisi 16) 4,83 ton/ha.


(14)

ABSTRAK

Citra Fardani, “Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan”.

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut

(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai Desember 2008.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama fungisida nabati yang terdiri dari F0 (kontrol), F1 (ekstrak 100 gr daun mindi dalam 2 liter air/plot), F2 (ekstrak 100 gr daun sirih dalam 2 liter air/plot), F3 (ekstrak 100 gr daun cengkeh dalam 2 liter air/plot), F4 (ekstrak 100 gr serai dalam 2 liter air/plot). Faktor kedua varietas jagung yaitu J1 (Bisi 16), J2 (Jaya 3), dan J3 (Bisma). Parameter pengamatan adalah intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan produksi jagung (ton/ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungisida nabati berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) dan varietas jagung berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung (ton/ha).

Intensitas serangan pada perlakuan fungisida nabati terendah terdapat pada F3 (ekstrak daun cengkeh) sebesar dan F1 (ekstrak daun mindi) sebesar 50,97 % dan 51,05 % serta tertinggi terdapat pada F0 (kontrol) sebesar 51,72 %.

Rataan produksi jagung pada perlakuan varietas jagung terendah terdapat pada F3 (Bisma) sebesar 4,59 ton/ha dan produksi tertinggi pada J1 (Bisi 16) sebesar 4,83 ton/ha.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman purba. Sebagaimana ditunjukkan dari sisaan kelobot, yang terunut sampai sekitar 5000 SM yang ditemukan di penggalian sejarah gua Tehuacan, Meksiko. Dua genus utama Poaceae (Graminaceae) yang

berasal dari benua Amerika adalah Zea dan Tripsacum (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn (Bapennas, 2008).

Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan beras. Karena memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi, kandungan protein di dalam biji jagung sama dengan biji padi sehingga jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang diperlukan manusia, kandungan karbohidratnya pun mendekati karbohidrat pada padi (AAK, 1993).

Menurut Poy (1970) dalam Pakki (2005) Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. merupakan salah satu penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah


(16)

menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59 %, terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga betina keluar.

Di Indonesia, penyakit hawar daun jagung pertama kali dilaporkan berjangkit di dataran tinggi Sumatra Utara pada tahun 1917. Gejala penularannya ditandai oleh munculnya bercak daun yang kemudian berkembang melebar hingga daun jagung mengering. Jika penularan terjadi pada varietas rentan, maka tanaman akan mati. Varietas tahan merupakan komponen pengendalian yang dianjurkan hingga saat ini. Aplikasi fungisida hanya disarankan untuk pengendalian pada pertanaman produksi benih, dengan cara menyemprotkannya pada saat bercak mulai tampak di daun. Teknik pengendalian lainnya yang pernah

dianjurkan di Sumatra Utara adalah sanitasi dan pemupukan berimbang (Wakman, 2008).

Penyakit hawar daun jagung (Southern Corn Leaf Blight) yang disebabkan oleh jamur Bipolaris maydis (Helminthosporium maydis) sampai saat ini terdapat di berbagai tempat diseluruh dunia terutama di daerah-daerah hangat dan lembab, termasuk Indonesia. Ras 0 merupakan ras yang umum dari patogen ini, sedangkan ras T diketahui pernah menyebabkan kerugian sekitar satu milyar USD di Amerika Serikat pada tahun 1970. Kerugian sebesar itu karena sebanyak 15 % seluruh tanaman jagung di Amerika Serikat pada saat itu rusak berat Ras T biasanya hanya diketahui ada pada tanaman jagung hibrida dengan sitoplasma jantan mandul jagung Texas. Ras T ini dapat menyerang semua bagian tanaman jagung (Latief, 2003).

Pengelolaan penyakit lebih mengutamakan pencegahan daripada pengendalian. Tetapi pengendalian pada areal yang terserang pun tidak boleh


(17)

diabaikan. Berbagai usaha pencegahan dilakukan mulai dari penggunaan varietas tahan, teknis bercocok tanam yang menerapkan perlakuan benih, sanitasi yang baik atau menghilangkan sumber-sumber penyakit yang kemungkinan datang ataupun terinfeksi pada tanaman lain yang telah ada sebelumnya, serta usaha mencegah tumbuhnya jamur dengan cara mengatur kelembaban. Semua ini bertujuan agar penanaman dapat menghasilkan buah/produksi sesuai dengan yang diharapkan (AAK, 1993).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas berbagai fungisida nabati terhadap penyakit hawar daun jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) pada beberapa varietas jagung (Zea mays L.) di lapangan.

Hipotesa Penelitian

- Fungisida nabati dapat menekan perkembangan penyakit hawar daun jagung (Helminthosporium maydis Nisik.).

- Ada pengaruh penggunaan berbagai jenis varietas jagung terhadap perkembangan penyakit hawar daun jagung (Helminthosporium maydis Nisik.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Menurut Bapennas (2008) adapun klasifikasi dari tanaman jagung (Zea mays L.) yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta SubDivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang, dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat, yang memberi hara pada tanaman. Akar layang penyokong, memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak, dan membantu penyerapan hara. Akar layang ini, yang tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Batang tanaman jagung beruas-ruas, dan pada bagian pangkal batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8 - 20 ruas. Jumlah ruas tersebut


(19)

tergantung pada varietas jagung yang ditanam dan umur tanaman. Pada umumnya nodia (buku) setiap tanaman jagung jumlahnya berkisar 8 - 48 buku. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman jagung antara 1 - 3 m di atas permukaan tanah. Khusus

untuk jagung hibrida, tingginya berkisar 1,5 - 2 m dari permukaan tanah (Warisno, 1998)

Pada tanaman jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 - 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12 - 18 helai. Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 - 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai daun/pelepah daun normal biasanya antara 3 - 6 cm (AAK, 1993).

Pada setiap tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini, yang biasanya disebut tongkol, selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 6 - 14 helai. Tangkai kepala putik merupakan rambut atau benang yang terjumbai di ujung tongkol sehingga kepala putiknya menggantung di luar tongkol (Warisno, 1998).

Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot). Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1 - 2 tongkol. Perkembangan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara (AAK, 1993).


(20)

Syarat Tumbuh

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 – 34 °C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23 – 27 °C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 °C (Bapennas, 2008).

Jagung hibrida dapat di tanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan laut (dpl). Umumnya jagung yang di tanam di daerah dengan ketinggian kurang dari 800 m di atas permukaan laut (dpl) akan memberikan hasil yang tinggi. Jagung hibrida tidak begitu memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Hampir semua jenis tanah dapat ditanami dengan jagung hibrida. Akan tetapi, jagung hibrida yang di tanam pada tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberikan hasil yang baik (Warisno, 1998).

Untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan tanah yang bersifat netral atau mendekati netral. Keasaman tanah ini biasanya dinyatakan dengan pH. pH tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung ialah angka pH 5,5 - 6,5. Tanah dan tempat pertanaman hendaknya memperoleh sinar dan udara yang cukup (AAK, 1993).


(21)

Penyakit Hawar Daun Jagung (Helminthosporium maydis Nisik.) Biologi Penyakit

Adapun klasifikasi penyakit hawar daun jagung (H. maydis Nisik.) menurut Barnett (1960) yaitu :

Kingdom : Fungi Divisi : Eumycota SubDivisi : Ascomycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Dematiaceae Genus : Helminthosporium

Spesies : Helminthosporium maydis Nisik.

Menurut Massie (1973) dalam Pakki (2005) sporulasi H. maydis di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas, kemudian terbawa oleh angin dan hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan H.maydis berlangsung 2 - 3 hari. Dalam 72 jam satu bercak mampu menghasilkan 100 - 300 spora. Dengan demikian penyakit bercak daun berpotensi berkembang cepat pada areal pertanaman jagung dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang berarti, sekitar 59 %.

Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993) hawar daun maydis disebabkan oleh Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain. Dewasa ini jamur masih lebih dikenal dengan nama H.maydis Nisik. Konidiofor terbentuk dalam


(22)

kelompok, sering dari stromata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur, kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut, coklat atau coklat tua, dekat ujungnya pucat, halus, panjangnya sampai 700 µ m, tebal 5 - 10 µ m. Konidium jelas bengkok, berbentuk perahu, coklat pucat sampai coklat emas tua, halus, mempunyai 5 - 11 sekat palsu, kebanyakan mempunyai panjang 70 - 160 µm, dan lebar pada bagian yang paling lebar 15 - 20 µm.

Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik. (Compendium of Corn Disease, 1980).

Keterangan Gambar :

A : Tabung Kecambah (Germ Tube).

B : Konidia.

C : Sekat / Septa Konidia.

D : Konidiofor.

E : Sekat / Septa Konidiofor.

A B C D


(23)

Jamur H. maydis menghasilkan konidia dalam jumlah besar. Berbentuk silinder, hitam, 3 sampai paling banyak 5 - 10 sel konidia yang terdapat pada dinding yang tebal yang terkadang melengkungn dan ramping. Konidia berwarna hitam gelap, bersekat. Dihasilkan berturut-turut di ujung awal pertumbuhan pada konidiofor (Agrios, 1978).

Gambar 2. Gambar 1. Konidia Helminthosporium maydis Nisik (Sumber : Foto langsung).

Keterangan Gambar :

A : Konidia.

B : Konidiofor.

C : Sekat / Septa Konidia.

D : Sekat Konidiofor.

Jamur membentuk konidiofor yang keluar sendiri-sendiri atau membentuk kelompok kecil, lurus atau lentur, coklat sampai coklat tua atau coklat kehijauan, lebar 5 - 8 µm, panjang sampai 250 µ m. Konidium bengkok atau kadang-kadang lurus, adakalanya seperti tabung, tetapi biasanya bagian tengahnya lebih besar dan

A B C D


(24)

mengecil ke arah ujungnya yang membulat dengan 6 - 12 sekat palsu. Pada akhirnya, sering kali konidium berwarna coklat tua atau coklat sangat tua atau coklat kehijauan tua dengan sel-sel ujung yang warnanya lebih muda dari sel-sel tengahnya (Semangun, 1993).

Gejala Serangan Penyakit

Gejala kerusakan akibat serangan H. maydis tampak pada daun, tangkai tongkol, kelobot dan tongkol. Pada daun tampak adanya bercak memanjang berwarna kelabu atau berwarna seperti jerami. Bercak dapat meluas ke seluruh permukaan daun. Pada tangkai tongkol dan kelobot nampak adanya bercak memanjang yang berwarna coklat tua yang dapat meluas menjadi bercak yang besar berwarna coklat gelap. Pada tongkol gejala akan tampak seperti bercak yang meluas berwarna coklat gelap. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan menanam varietas jagung yang tahan, menanam jagung pada saat curah hujan rendah, pengendalian dengan penyemprotan fungisida, dan perawatan benih dengan udara panas dan fungisida (Latief, 2003).

Gambar 3. Gejala serangan H. maydis Nisik. Pada Kelobot Buah Jagung (Crop Science, 2008).


(25)

Hawar daun maydis menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kelabu atau berwarna seperti jerami, yang dapat meluas ke seluruh permukaan daun. Ukuran bercak dapat mencapai panjang 4 cm dan lebar 0,6 cm. Sisi-sisinya lebih kurang sejajar, dan ini sejajar dengan tulang daun utama. Jika terjadi infeksi yang berat beberapa bercak dapat bersatu dan membentuk jaringan mati yang lebar. Bercak terutama terdapat pada daun bawah. Pada jenis yang rentan dan cuaca yang membantu daun-daun atas pun dapat banyak berbercak (Semangun, 1993).

Penyakit daun jagung selatan (Southern corn leaf blight) dan bercak daun (Leaf spot) menyebabkan luka berwarna coklat sejajar atau bulat panjang, banyak dan menutupi seluruh permukaan daun. Beberapa spesies ras yang disebabkan oleh penyakit ini, juga menyerang batang, pelepah daun, kulit ari malai, batang kering, dan tongkol. Biji yang terserang diselimuti oleh miselium jamur yang berwarna hitam dan tongkol mungkin juga akar akan terserang. Jika yang terlebih dahulu terinfeksi adalah batang yang mengering, maka kemungkinan tongkol akan mati sebelum waktunya atau bahkan rebah. Bibit yang terinfeksi dari biji, kemungkinan akan layu dan mati dalam beberapa minggu setelah ditanam (Agrios, 1978).

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H.maydis adalah bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna coklat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Isolat H. maydis yang ditumbuhkan pada media potato dextrose agar (PDA) berwarna hitam putih keabuan dengan zonasi beraturan dan tidak beraturan. Konidia mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12 hari. Bentuk Konidia agak melengkung, ujungnya tumpul, bersekat 3 - 10 buah (Pakki, 2005).


(26)

Gambar 4. Gejala Serangan H. maydis Nisik. Pada Daun Jagung (Cassini, 2008).

Daur Hidup Penyakit

Jamur H. maydis dapat mempertahankan diri pada tanaman jagung hidup yang selalu terdapat di daerah tropik, pada bermacam-macam rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan biji. Jamur dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit yang terdapat di atas tanah, tetapi tidak pada sisa-sisa tanaman sakit yang dipendam dalam tanah. Konidium jamur, terutama dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1993).

Menurut Shurtleff (1980) dalam Pakki (2005) Spesies H. maydis ditemukan pada dataran rendah dengan suhu optimum 20 – 30 °C. Keadaan suhu ini umumnya ditemukan pada areal pertanaman jagung sehingga memberi peluang berkembangnya H. maydis dibanding spesies lain. Tanaman jagung yang diusahakan pada awal dan akhir musim hujan juga dapat mendukung perkembangan H.maydis pada awal pertumbuhan tanaman.


(27)

Spora H. maydis tersebar oleh angin atau percikan air hujan dan mengenai tanaman muda. Setelah kolonisasi dan infeksi, sporulasi pada saat gejala pertama ini menjadi sumber untuk penyebaran dan infeksi yang kedua selama kondisi cuaca mendukung untuk perkembangan penyakit dan petumbuhan di jaringan tanaman. Perkecambahan spora dan penetrasi ke dalam tanaman bisa terjadi dalam 6 jam jika kebutuhan air untuk permukaan daun tersedia dan suhu berada di antara 60 °F dan 80 ° F (Plant Disease Report, 1997).

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Penggunaan varietas tahan untuk pengendalian H. Maydis tergolong efektif. Menurut Zhinhuan et al. (2000) dalam Pakki (2005), Pada varietas tahan, jumlah bercak lebih sedikit dibanding pada varietas rentan. Pada varietas tahan, tanaman mengandung enzim yang dikeluarkan oleh dinding sel daun yang mampu melawan sifat agresivitas dari spora H. maydis.

Menurut Rahamma dan Kontong (2000) dalam Pakki (2005), Melalui infeksi buatan isolat H. maydis setelah tanaman berumur 21 hari. Varietas Bisma, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2 memberikan reaksi sifat ketahanan

yang tinggi terhadap H. Maydis dan pada varietas pembanding peka (Pulut Takalar).

Menurut Renfro dan Ullstrup (1976) dalam Semangun (1993) Pada Drechslera maydis suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya lebih

kurang 30 °C, sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum untuk Exserohilum turcicum. Jamur ini lebih banyak terdapat di dataran rendah.


(28)

Pengendalian Penyakit

Penguburan sisa tanaman sangat membantu dalam pengendalian penyakit ini (jika erosi tidak menjadi masalah/tidak terjadi). Rotasi tanaman adalah saran utama, ketika sisa-sisa tanaman berat ditemukan. Fungisida daun, digunakan untuk lahan yang memproduksi biji. Untuk pengendalian optimal, pengendalian penyakit daun sangat penting dimulai dari waktu 14 hari sebelum bunga jantan keluar dan 21 hari setelah bunga jantan keluar. Para peneliti menunjukkan bahwa 4 minggu ini, adalah masa yang paling kritis dari kerusakan penyakit-penyakit tumbuhan dimana hasil dan kualitas dipengaruhi jika pembawa sifat rentan tidak dilindungi pada saat ini (Plant Disease Report, 1997).

Berbagai upaya pengendalian H. maydis telah diteliti, yang meliputi pengendalian secara kimiawi dengan fungisida, kombinasi fungisida dan varietas, varietas tahan (Bisma, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Pioneer 10, dan CPI-2), pengaturan waktu tanam (penanaman lebih awal pada musim hujan dapat menciptakan kondisi iklim yang kurang menguntungkan bagi perkembangan H. maydis, sehingga intensitas serangan rendah), serta komponen pengendalian lainnya (Pakki, 2005).

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap serangan penyakit hawar daun jagung yaitu :

1. Menurut Sudjono (1988) dalam Semangun (1993), Varietas jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap E.turcicum.

2. Menurut Sudjono (1989) dalam Semangun (1993), Menganjurkan agar penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata 10 hari kurang dari 55 mm.


(29)

3. Jika diperlukan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida mankozeb (Semangun, 1993).

4. Menurut Holliday (1980) dalam Semangun (1993), Jamur yang terbawa oleh biji dapat dimatikan dengan Thiram dan Karboxin, atau dengan perawatan udara panas selama 17 menit dengan suhu 54 – 55 °C.

Tanaman Mindi (Melia azedarach L.) Sebagai Fungisida Nabati

Tanaman mindi dikenal dengan nama mindi kecil, banyak digunakan dalam industri sebagai bahan baku sabun. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena dapat bersifat sebagai insektisida, fungisida, dan nematisida. Senyawa aktif yang dikandung antara lain margosin (sangat beracun bagi manusia), glikosida flavonoid dan aglikon. Tanaman ini dapat digunakan untuk mengendalikan/menekan OPT seperti Hidari irava, Spodoptera litura, Spodoptera abyssina, Myzus persicae, Orsealia oryzae, Alternaria tenuis, Aphis citri, Bagrada crucifearum, Blatella germanica, Kecoa, Jangkrik, Kutu, Belalang, Heliothis virescens, Helminthosporium sp., dan lain-lain. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : biji mindi

dikupas/daun mindi ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25 - 50 gram/l selama 24 jam, larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan

larutan yang siap diaplikasikan. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan. Kulit buah dan kulit batang dapat digunakan sebagai mulsa (AOI, 2007).

Tinggi pohon 50 kaki (15 m) dan diameter 2 kaki (60 cm), mempunyai banyak dahan, daun menyerupai renda berwarna hijau tua dan memiliki wangi seperti bunga mawar. Ranting hitam, coklat kehijauan mengkilap dengan bercak terang / lentisel (Miller, 2003).


(30)

Buah mindi beracun untuk manusia jika dimakan dalam jumlah tertentu. Toksinnya adalah toksin saraf (neurotoxins). Salah satu toksinnya adalah tetranortriterpenoids yang merupakan racun penting dan secara kimia mirip dengan azadirachtin, yang merupakan kandungan insektisida utama pada minyak nimba (neem oil). Kandungan ini kemungkinan terkait dengan ketahanan bibit dan tanaman penghasil kayu terhadap infestasi serangan hama (Wikipedia, 2008a).

Tanaman Sirih (Piper betle L.) Sebagai Fungisida Nabati

Tanaman ini termasuk familia Poaceae. Tumbuhan ini tumbuh di tempat yang terbuka atau sedikit terlindung dan ada rambatannya. Tumbuhan ini dapat dikembangbiakkan melalui setek batangnya yang sudah agak tua yang terdiri dari 4 - 6 ruas, semaikan di tempat yang teduh. Biarkan sampai tumbuh subur sebelum dipindahkan ke pekarangan. Mengandung minyak asiri, hidroksivacikol, kavicol, kavibetol, allypyrokatekol, karvakrol, eugenol, eugenol methyl ether, p-cymene, cineole, caryophyllene, cadinene, estragol, tgerpenena, sesquiterpena, fenil propana, tanin, diastase, gula, pati (LIPI, 2008).

Sirih (Piper betle) termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek (hijau agak kecoklatan) dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih paling baik tumbuh pada ketinggian 200 - 1000 m dpl, dan dapat digunakan sebagai bahan pestisida alternatif karena dapat digunakan dan bersifat sebagai fungisida dan bakterisida. Senyawa yang dikandung oleh tanaman


(31)

ini antara lain profenil fenol (fenil propana), enzim diastase tanin, gula, amilum atau pati, enzim katalase, vitamin A,B, dan C, serta kavarol. Cara kerja zat aktif dari tanaman ini adalah dengan menghambat perkembangan bakteri dan jamur. Sirih memiliki kandungan phenol dan Chavicol. Chavicol ini memberikan bau khas sirih dan memiliki daya pembunuh bakteri 5 kali dari phenol biasa (Wardiyono, 2008b).

Daun sirih yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Panjangnya sekitar 5 - 8 cm dan lebar 2 - 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betlephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol (Wardiyono, 2008 b).

Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Sebagai Fungisida Nabati

Tanaman cengkeh merupakan tanaman asli Maluku, dan dibudidayakan di Indonesia terutama di Penang dan Semenanjung Malaka, saat ini cengkeh telah menyebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbesar ketiga di dunia setelah Tanzania (Zanzibar) dan pulau Madagaskar. Daun muda berwarna coklat muda kemudian pada ujung tunas tumbuh kuncup bunga hijau yang membutuhkan waktu 4 bulan untuk berubah


(32)

menjadi cengkeh yang sempurna. Awalnya cengkeh berwarna hijau muda kemudian kuning pucat dan akhirnya merah. Hasil penyulingan minyak cengkeh yang disebut clove oil memiliki bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan dapat menekan pertumbuhan jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur, antibakteri dan anti serangga (Wardiyono, 2008a).

Tanaman Serai (Andropogon nardus L.) Sebagai Fungisida Nabati

Sereh merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang sudah sejak lama dibudidayakan di Indonesia. Batangnya kaku, keluar dari akar tinggal yang berimpang pendek. Daunnya berbentuk pita yang makin ke ujung makin meruncing, berwarna hijau kebiru-biruan. Perbungaannya berupa tandan yang sangat pendek, panjangnya kurang dari 2 cm. tanaman ini hidup baik di daerah yang udaranya panas maupun basah, sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Cara berkembangbiaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Supaya daunnya tumbuh subur dan lebat, sebaiknya penanaman dilakukan dengan jarak sekitar 65 cm per baris (Diana dkk, 2008).

Tanaman sereh, dapat digunakan sebagai menggantikan pestisida kimia yaitu untuk insektisida, bakterisida, dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dilakukan dengan : daun dan batang sereh ditumbuk lalu diendapkan dalam air dengan konsentrasi 25 - 50 gram/l selama 24 jam, Larutan yang dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan. Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan (AOI, 2007).


(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut

(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan yaitu : Benih jagung varietas Bisi-16, Benih jagung varietas Bisma, Benih jagung varietas Jaya 3, Daun Mindi, Daun Sirih, Daun Cengkeh, Serai, Tanah, Pupuk Urea, Pupuk KCl, Pupuk TSP, Fungisida Sistemik Saromyl 35 SD, Air, Teepol dan bahan pendukung lainnya.

Adapun alat yang digunakan yaitu : Blender, Knapsack, Gembor, Cangkul, Timbangan, Tugal, Alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu : Fungisida Nabati (F) dan Varietas Jagung (J).

Faktor I Fungisida Nabati (F), terdiri dari : F 0 = Kontrol


(34)

F 2 = Ekstrak 100 gr Daun Sirih dalam 2 liter air/plot.

F 3 = Ekstrak 100 gr Daun Cengkeh dalam 2 liter air/plot.

F 4 = Ekstrak 100 gr Serai dalam 2 liter air/plot.

Faktor II Varietas Jagung (J) terdiri dari : J 1 = Bisi 16

J 2 = Jaya 3

J 3 = Bisma

Kombinasi perlakuan sebagai berikut :

F0J1 F1J1 F2J1 F3J1 F4J1

F0J2 F1J2 F2J2 F3J2 F4J2

F0J3 F1J3 F2J3 F3J3 F4J3

Jumlah Kombinasi Perlakuan = 15 Jumlah ulangan (r) = (t - 1) (r - 1) ≥ 15

(15 - 1) (r - 1) ≥ 15 14 (r - 1) ≥ 15 14r - 14 ≥ 15

14r ≥ 15 + 14

14r ≥ 29

r ≥ 2,07

r ≈ 3 (Pembulatan)

Jumlah ulangan = 4 Jumlah plot = 60 plot

Jumlah tanaman / plot = 24 tanaman


(35)

Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 240 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 1440 tanaman Ukuran plot = 250 cm x 190 cm.

Parit antar plot = 30 cm Parit antar ulangan = 50 cm Parit keliling = 100 cm Jarak tanam = 70 cm × 30 cm

Luas lahan seluruhnya= 3472 cm x 1350 cm = 4687200 cm2

= 468,72 m2

Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + τi+ βj + (τβ)ij+ Єijk

Keterangan :

Yijk = Respon tanaman yang diamati

µ = Nilai tengah umum (rataan)

τi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A

βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(τβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j

dari faktor B pada ulangan ke-k (Sastrosupadi, 2000).


(36)

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk media pertanaman dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah dengan menggunakan cangkul agar diperoleh tanah yang gembur. Pengolahan tanah dilakukan 14 hari sebelum tanam. Sebelum penanaman benih, benih varietas lokal (Bisma) terlebih dahulu diberi perlakuan benih (Seed Treatment) menggunakan fungisida Saromyl 35 SD yang mengandung Metalaksil dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung.

Penanaman Benih

Penanaman benih dilakukan menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5 – 5 cm dan jarak tanam 70 × 30 cm. Pada setiap lubang dimasukkan dua benih

jagung, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur. Kebutuhan benih yang diperlukan adalah 1056 benih / varietas. Bila kedua benih telah tumbuh, dipilih satu tanaman saja yang paling baik. Pemilihan tanaman ini, dilakukan sebelum dilakukan aplikasi fungisida nabati ke tanaman.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk TSP dan pupuk KCl. Pupuk urea diberikan 2 kali selama pertanaman, yaitu bersamaan pada saat tanam

dan 30 HST. Dosis yang diperlukan adalah 300 kg/ha atau sebanyak 2,1 gr/tanaman dalam satu kali pemberian. Pupuk TSP dan pupuk KCl diberikan

secara bersamaan pada saat tanam, dosis pupuk TSP 150 kg/ha atau 3,15 gr/tanaman dan pupuk KCl 100 kg/ha atau 2,1 gr/tanaman. Pupuk Urea


(37)

dan KCl diletakkan di dalam lubang disebelah kanan lubang tanam benih dengan jarak 5 cm dan kedalaman lubang pupuk antara 5 - 10 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembubunan dan pengendalian hama.

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari apabila kondisi tanah kering. Namun jika terjadi hujan, penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman cukup dilakukan disekitar perakaran tanaman.

Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, pada saat 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 hari setelah tanam (HST). Tujuannya adalah untuk membersihkan gulma yang tumbuh di areal pertanaman.

Pembumbunan bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung. Pengendalian hama dilakukan, bila terdapat serangan hama di lapangan yang melebihi ambang ekonomi.

Penyediaan Fungisida Nabati

Fungisida nabati ekstrak daun mindi.

Pembuatan ekstrak daun mindi adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun mindi segar dan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum di aplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur


(38)

Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun sirih.

Pembuatan ekstrak daun sirih adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun sirih segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun cengkeh.

Pembuatan ekstrak daun cengkeh adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun cengkeh segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak serai.

Pembuatan ekstrak serai adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr batang serai segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan

menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.


(39)

Waktu Aplikasi Fungisida Nabati

Fungisida nabati yang digunakan, di aplikasikan pada saat tanaman jagung berumur 21 hari setelah tanam. Aplikasi dilakukan 7 hari sekali, dengan jumlah

aplikasi 11 kali. Aplikasi fungisida nabati ini dilakukan sore hari, pada pukul 5 sore.

Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 95 - 100 hari setelah tanam (HST). Dengan kriteria panen dapat ditentukan bila kulit jagung (kelobot) sudah menguning (Warisno, 1998).

Parameter Pengamatan

A. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik.

Intensitas serangan nisbi penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

% 100 ) (

) (

x Z x N

v x n

IS =

Dimana :

IS = Intensitas serangan (%)

n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan v = Nilai skor dari tiap kategori serangan

N = Jumlah daun yang diamati.

Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi Dengan nilai skor kerusakan sebagai berikut : Skor 0 = Tidak terdapat gejala serangan.


(40)

Skor 3 = > 5 % - ≤ 25 % luas permukaan daun terserang. Skor 5 = > 25 % - ≤ 50 % luas permukaan daun terserang. Skor 7 = > 50 % - ≤ 75 % luas permukaan daun terserang. Skor 9 = > 75 % - ≤ 100 % luas permukaan daun terserang. (Pakki dkk, 1996).

B. Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada akhir masa percobaan per perlakuan, yang dikonversikan dalam ton/ha.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung yaitu :

Kg m x

L X Y

1000 10000 2

=

Dimana :

Y = Produksi dalam ton/ha. X = Produksi dalam kg/plot. L = Luas plot (m2).

(Sudarman dan Sudarsono, 1981).

Pengambilan Sampel

Tanaman yang dijadikan sampel adalah 4 tanaman yang berada dalam setiap perlakuan. Pengambilan data dilakukan sebelum aplikasi fungisida, dengan interval waktu 7 hari sekali dan jumlah pengamatan sebanyak 12 kali.

Jumlah Tanaman = 4× 6 = 24

Tanaman Sampel = 4 × 100% 24

= 16,6 % × 24 = 3,98 ≈ 4 tanaman.


(41)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut

(dpl). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember 2008.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan yaitu : Benih jagung varietas Bisi-16, Benih jagung varietas Bisma, Benih jagung varietas Jaya 3, Daun Mindi, Daun Sirih, Daun Cengkeh, Serai, Tanah, Pupuk Urea, Pupuk KCl, Pupuk TSP, Fungisida Sistemik Saromyl 35 SD, Air, Teepol dan bahan pendukung lainnya.

Adapun alat yang digunakan yaitu : Blender, Knapsack, Gembor, Cangkul, Timbangan, Tugal, Alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor yaitu : Fungisida Nabati (F) dan Varietas Jagung (J).

Faktor I Fungisida Nabati (F), terdiri dari : F 0 = Kontrol


(42)

F 2 = Ekstrak 100 gr Daun Sirih dalam 2 liter air/plot.

F 3 = Ekstrak 100 gr Daun Cengkeh dalam 2 liter air/plot.

F 4 = Ekstrak 100 gr Serai dalam 2 liter air/plot.

Faktor II Varietas Jagung (J) terdiri dari : J 1 = Bisi 16

J 2 = Jaya 3

J 3 = Bisma

Kombinasi perlakuan sebagai berikut :

F0J1 F1J1 F2J1 F3J1 F4J1

F0J2 F1J2 F2J2 F3J2 F4J2

F0J3 F1J3 F2J3 F3J3 F4J3

Jumlah Kombinasi Perlakuan = 15 Jumlah ulangan (r) = (t - 1) (r - 1) ≥ 15

(15 - 1) (r - 1) ≥ 15 14 (r - 1) ≥ 15 14r - 14 ≥ 15

14r ≥ 15 + 14

14r ≥ 29

r ≥ 2,07

r ≈ 3 (Pembulatan)

Jumlah ulangan = 4 Jumlah plot = 60 plot

Jumlah tanaman / plot = 24 tanaman


(43)

Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 240 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 1440 tanaman Ukuran plot = 250 cm x 190 cm.

Parit antar plot = 30 cm Parit antar ulangan = 50 cm Parit keliling = 100 cm Jarak tanam = 70 cm × 30 cm

Luas lahan seluruhnya= 3472 cm x 1350 cm = 4687200 cm2

= 468,72 m2

Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + τi+ βj + (τβ)ij+ Єijk

Keterangan :

Yijk = Respon tanaman yang diamati

µ = Nilai tengah umum (rataan)

τi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A

βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B

(τβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

Єijk = Pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j

dari faktor B pada ulangan ke-k (Sastrosupadi, 2000).


(44)

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk media pertanaman dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah dengan menggunakan cangkul agar diperoleh tanah yang gembur. Pengolahan tanah dilakukan 14 hari sebelum tanam. Sebelum penanaman benih, benih varietas lokal (Bisma) terlebih dahulu diberi perlakuan benih (Seed Treatment) menggunakan fungisida Saromyl 35 SD yang mengandung Metalaksil dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung.

Penanaman Benih

Penanaman benih dilakukan menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5 – 5 cm dan jarak tanam 70 × 30 cm. Pada setiap lubang dimasukkan dua benih

jagung, kemudian ditutup dengan tanah yang gembur. Kebutuhan benih yang diperlukan adalah 1056 benih / varietas. Bila kedua benih telah tumbuh, dipilih satu tanaman saja yang paling baik. Pemilihan tanaman ini, dilakukan sebelum dilakukan aplikasi fungisida nabati ke tanaman.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk TSP dan pupuk KCl. Pupuk urea diberikan 2 kali selama pertanaman, yaitu bersamaan pada saat tanam

dan 30 HST. Dosis yang diperlukan adalah 300 kg/ha atau sebanyak 2,1 gr/tanaman dalam satu kali pemberian. Pupuk TSP dan pupuk KCl diberikan

secara bersamaan pada saat tanam, dosis pupuk TSP 150 kg/ha atau 3,15 gr/tanaman dan pupuk KCl 100 kg/ha atau 2,1 gr/tanaman. Pupuk Urea


(45)

dan KCl diletakkan di dalam lubang disebelah kanan lubang tanam benih dengan jarak 5 cm dan kedalaman lubang pupuk antara 5 - 10 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembubunan dan pengendalian hama.

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari apabila kondisi tanah kering. Namun jika terjadi hujan, penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman cukup dilakukan disekitar perakaran tanaman.

Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali, pada saat 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 hari setelah tanam (HST). Tujuannya adalah untuk membersihkan gulma yang tumbuh di areal pertanaman.

Pembumbunan bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung. Pengendalian hama dilakukan, bila terdapat serangan hama di lapangan yang melebihi ambang ekonomi.

Penyediaan Fungisida Nabati

Fungisida nabati ekstrak daun mindi.

Pembuatan ekstrak daun mindi adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun mindi segar dan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum di aplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur


(46)

Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun sirih.

Pembuatan ekstrak daun sirih adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun sirih segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4 cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak daun cengkeh.

Pembuatan ekstrak daun cengkeh adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr daun cengkeh segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.

Fungisida nabati ekstrak serai.

Pembuatan ekstrak serai adalah dengan cara di blender sampai halus 100 gr batang serai segar dengan 2 liter air, kemudian ekstrak disaring dengan

menggunakan kain muslin. Setelah itu, didiamkan selama 24 jam sebelum diaplikasikan ke lapangan. Sebelum diaplikasikan ke tanaman, ekstrak dicampur Teepol dengan dosis 4cc / 2 liter ekstrak. Teepol berperan sebagai perekat atau stiker.


(47)

Waktu Aplikasi Fungisida Nabati

Fungisida nabati yang digunakan, di aplikasikan pada saat tanaman jagung berumur 21 hari setelah tanam. Aplikasi dilakukan 7 hari sekali, dengan jumlah

aplikasi 11 kali. Aplikasi fungisida nabati ini dilakukan sore hari, pada pukul 5 sore.

Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 95 - 100 hari setelah tanam (HST). Dengan kriteria panen dapat ditentukan bila kulit jagung (kelobot) sudah menguning (Warisno, 1998).

Parameter Pengamatan

A. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik.

Intensitas serangan nisbi penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

% 100 ) (

) (

x Z x N

v x n

IS =

Dimana :

IS = Intensitas serangan (%)

n = Jumlah daun yang diamati dari tiap kategori serangan v = Nilai skor dari tiap kategori serangan

N = Jumlah daun yang diamati.

Z = Nilai skor dari kategori serangan tertinggi Dengan nilai skor kerusakan sebagai berikut : Skor 0 = Tidak terdapat gejala serangan.


(48)

Skor 3 = > 5 % - ≤ 25 % luas permukaan daun terserang. Skor 5 = > 25 % - ≤ 50 % luas permukaan daun terserang. Skor 7 = > 50 % - ≤ 75 % luas permukaan daun terserang. Skor 9 = > 75 % - ≤ 100 % luas permukaan daun terserang. (Pakki dkk, 1996).

B. Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada akhir masa percobaan per perlakuan, yang dikonversikan dalam ton/ha.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung yaitu :

Kg m x

L X Y

1000 10000 2

=

Dimana :

Y = Produksi dalam ton/ha. X = Produksi dalam kg/plot. L = Luas plot (m2).

(Sudarman dan Sudarsono, 1981).

Pengambilan Sampel

Tanaman yang dijadikan sampel adalah 4 tanaman yang berada dalam setiap perlakuan. Pengambilan data dilakukan sebelum aplikasi fungisida, dengan interval waktu 7 hari sekali dan jumlah pengamatan sebanyak 12 kali.

Jumlah Tanaman = 4× 6 = 24

Tanaman Sampel = 4 × 100% 24

= 16,6 % × 24 = 3,98 ≈ 4 tanaman.


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan adalah sebagai berikut :

1. Intensitas Serangan Helminthosporim maydis Nisik. (%)

a. Pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Hasil pengamatan intensitas serangan pada setiap minggu dapat dilihat pada lampiran 1 - 12 . Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa fungisida nabati berpengaruh tidak nyata pada pengamatan I dan berpengaruh nyata pada pengamatan II – XII terhadap serangan H. maydis Nisik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% (notasi huruf kecil).

Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.

F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak serai.

Perlakuan Pengamatan (Minggu)

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII F0 2.71 6.21a 12.06a 18.68a 23.92a 26.83a 29.84a 33.80a 37.75a 41.72a 46.74a 51.72a F1 2.63 5.29c 10.91d 17.68c 23.44b 26.06c 29.09d 33.04c 37.05cd 41.04cd 46.05cd 51.05c F2 2.63 5.29c 11.46c 18.04b 23.39b 26.24b 29.24c 33.23b 37.21b 41.20b 46.22b 51.23b F3 2.67 5.50b 12.11a 17.98b 23.07c 26.06c 29.06d 33.07c 36.95d 40.94d 45.96d 50.97c F4 2.48 5.65b 11.69b 18.03b 23.48b 26.22b 29.34b 33.30b 37.12bc 41.13bc 46.14bc 51.28b


(50)

b. Pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Data pengamatan intensitas serangan jamur H. maydis Nisik mulai pengamatan I – XII dapat dilihat pada lampiran 1-12. Dari hasil analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan varietas jagung memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap intensitas serangan jamur H. maydis Nisik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Uji beda rataan pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.

Perlakuan Pengamatan (Minggu)

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII J1 2.60 5.65 11.56 17.95 23.48 26.31 29.34 33.31 37.20 41.19 46.21 51.25 J2 2.66 5.63 11.59 18.00 23.53 26.35 29.34 33.35 37.30 41.29 46.30 51.35 J3 2.61 5.48 11.78 18.29 23.36 26.18 29.21 33.20 37.15 41.14 46.16 51.14 Keterangan perlakuan varietas jagung:

J1 = Bisi 16. J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.

c. Pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Data pengamatan intensitas serangan jamur H. maydis Nisik. mulai pengamatan I – XII dapat dilihat pada lampiran 1 – 12. Dari hasil analisa sidik ragam diketahui bahwa pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. memberikan hasil yang tidak nyata pada setiap minggu pengamatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.


(51)

Tabel 3. Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan.

Perlakuan Pengamatan (Minggu)

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII F0J1 2.62 6.25 12.10 18.42 23.84 26.84 29.84 33.81 37.59 41.55 46.59 51.56 F0J2 2.89 6.14 12.25 18.71 24.11 27.04 30.10 34.05 38.08 42.08 47.00 52.07 F0J3 2.63 6.23 11.83 18.90 23.83 26.61 29.57 33.55 37.58 41.54 46.50 51.54 F1J1 2.59 5.34 10.71 17.45 23.44 26.05 29.10 33.03 37.05 41.04 46.00 51.06 F1J2 2.61 5.21 11.06 17.63 23.86 26.31 29.30 33.34 37.30 41.28 46.25 51.29 F1J3 2.72 5.18 11.31 18.13 23.45 26.08 29.06 33.06 37.05 41.04 46.00 51.03 F2J1 2.60 5.42 11.34 17.94 23.56 26.32 29.32 33.31 37.29 41.28 46.25 51.31 F2J2 2.66 5.55 11.74 18.25 23.40 26.31 29.32 33.31 37.30 41.28 46.25 51.29 F2J3 2.70 5.03 11.71 18.25 23.05 26.07 29.07 33.06 37.06 41.04 46.00 51.06 F3J1 2.71 5.56 12.16 17.98 23.06 26.06 29.06 33.08 37.04 41.02 46.00 51.06 F3J2 2.38 5.78 12.05 17.88 23.44 26.32 29.34 33.32 37.04 41.03 46.00 51.04 F3J3 2.60 5.38 12.01 17.99 23.09 26.05 29.06 33.04 36.78 40.78 45.75 50.79 F4J1 2.50 5.67 11.50 17.94 23.52 26.30 29.36 33.30 37.04 41.06 46.00 51.28 F4J2 2.86 5.64 11.90 18.18 23.61 26.30 29.66 33.55 37.52 41.52 46.50 51.54 F4J3 2.43 5.60 12.07 18.21 23.41 26.07 29.32 33.30 37.28 41.28 46.25 51.30

Keterangan perlakuan fungisida dan varietas jagung: F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16.

F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.

F1J2 = Ekstrak daun mindi dan varietas jaya 3. F1J3 = Ekstrak daun mindi dan varietas bisma. F2J1 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisi 16. F2J2 = Ekstrak daun sirih dan varietas jaya 3. F2J3 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisma. F3J1 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisi 16. F3J2 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas jaya 3. F3J3 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisma. F4J1 = Ekstrak daun serai dan varietas bisi 16. F4J2 = Ekstrak daun serai dan varietas jaya 3. F4J3 = Ekstrak daun serai dan varietas bisma.

2. Produksi Jagung (ton/ha)

a. Pengaruh fungisida nabati terhadap produksi jagung.

Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa fungisida nabati memberikan


(52)

pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi jagung, hal ini dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Uji Beda Rataan Pengaruh Fungisida Nabati Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).

Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.

F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak serai.

b. Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung.

Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas jagung yang digunakan, memberikan hasil yang sangat nyata terhadap produksi jagung. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Uji Beda Rataan Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan. Keterangan perlakuan varietas jagung:

J1 = Bisi 16. J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.

Perlakuan

Rataan Produksi (ton/ha)

F0 4.66

F1 4.77

F2 4.74

F3 4.79

F4 4.75

Perlakuan Rataan Produksi (ton/ha)

J1 4.83A

J2 4.80A


(53)

c. Pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung. Hasil pengamatan produksi jagung dapat dilihat pada lampiran 13. Dari analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi jagung. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Uji Beda Rataan Pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung (ton/ha).

Perlakuan

Rataan Produksi (ton/ha)

F0J1 4.80

F0J2 4.63

F0J3 4.56

F1J1 4.86

F1J2 4.72

F1J3 4.60

F2J1 4.82

F2J2 4.67

F2J3 4.57

F3J1 4.87

F3J2 4.73

F3J3 4.63

F4J1 4.82

F4J2 4.71

F4J3 4.60

Keterangan perlakuan fungisida nabati dan varietas jagung: F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16.

F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.

F1J2 = Ekstrak daun mindi dan varietas jaya 3. F1J3 = Ekstrak daun mindi dan varietas bisma. F2J1 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisi 16. F2J2 = Ekstrak daun sirih dan varietas jaya 3. F2J3 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisma. F3J1 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisi 16. F3J2 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas jaya 3. F3J3 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisma. F4J1 = Ekstrak daun serai dan varietas bisi 16. F4J2 = Ekstrak daun serai dan varietas jaya 3. F4J3 = Ekstrak daun serai dan varietas bisma.


(54)

Pembahasan

1. Intensitas Serangan Helminthosporium maydis Nisik. (%)

a. Pengaruh fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Dari data intensitas serangan pada pengamatan I – XII pada tabel 1, diperoleh bahwa F0 (Kontrol) berbeda nyata terhadap F1 (Ekstrak daun mindi), F2 (Ekstrak daun sirih), F3 (Ekstrak daun cengkeh), F4 (Ekstrak daun serai). Pada pengamatan ke-12, intensitas serangan terendah terdapat pada F3 (Ekstrak daun cengkeh) sebesar 50,97 % serta tertinggi terdapat pada F0 (Kontrol) sebesar 51,72 %. Hal ini disebabkan karena minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur, anti bakteri, dan anti serangga. Hal ini sesuai dengan literatur dari Wardiyono (2008 a) yang menyatakan bahwa hasil penyulingan minyak cengkeh yang disebut clove oil mengandung bahan aktif eugenol yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai hama, daun yang disebar di pekarangan dapat menekan pertumbuhan jamur. Minyak cengkeh yang mengandung eugenol bersifat sebagai anti jamur, antibakteri dan anti serangga.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa intensitas serangan penyakit H. maydis Nisik. meningkat setiap minggu pengamatan, hal ini dikarenakan

selama pertanaman suhu rata-rata di lapangan adalah 25,71 °C. Suhu ini mendukung perkembangan penyakit H. maydis Nisik. di lapangan. Hal ini sesuai dengan literatur Shurtleff (1980) dalam Pakki (2005) yang menyatakan bahwa

spesies H. maydis ditemukan pada dataran rendah dengan suhu optimum 20 – 30 °C. Keadaan suhu ini umumnya ditemukan pada areal pertanaman jagung


(55)

Tanaman jagung yang diusahakan pada awal dan akhir musim hujan juga dapat mendukung perkembangan H.maydis pada awal pertumbuhan tanaman.

Untuk melihat perbedaan yang nyata antara perlakuan terhadap intensitas serangan jamur H. maydis dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.

6.21 12.06 18.68 23.92 26.83 29.84 33.80 37.75 41.72 46.74 51.72 2.63 5.29 10.91 17.68 23.44 26.06 29.09 33.04 37.05 41.04 46.05 51.05 5.29 11.46 18.04 23.39 26.24 29.24 33.23 37.21 41.20 46.22 51.23 2.67 5.50 12.11 17.98 26.06 29.06 33.07 36.95 40.94 50.97 2.48 5.65 11.69 18.03 23.48 26.22 29.34 33.30 37.12 41.13 46.14 51.28 2.71 2.63 45.96 23.07 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pengamatan (Minggu) I n t e n s i t as S e r an gan ( %) F0 F1 F2 F3 F4

Gambar 5. Histogram pengaruh perlakuan fungisida nabati terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan. Keterangan perlakuan fungisida nabati:

F0 = Kontrol.

F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak Serai.

b. Pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Pada pengamatan I-XII varietas tanaman jagung yang digunakan,

menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. pada setiap minggu pengamatan.


(56)

2.

60 5.65

11. 56 17. 95 23. 48 26. 31 29. 34 33. 31 37. 20 41. 19 46. 21 51. 25 2.

66 5.63

11. 59 18. 00 23. 53 26. 35 29. 34 33. 35 37. 30 41. 29 46. 30 51. 35 2.

61 5.48

11. 78 18. 29 23. 36 26. 18 29. 21 33. 20 37. 15 41. 14 46. 16 51. 14 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pengamatan (Minggu) In te n si tas S e r an gan ( %) J1 J2 J3

Gambar 6. Histogram pengaruh varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik (%) setiap minggu pengamatan.

Keterangan perlakuan varietas jagung: J1 = Bisi 16.

J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.

c. Pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik.

Pada pengamatan minggu I sampai minggu XII, menunjukkan bahwa fungisida nabati yang digunakan tidak berbeda nyata terhadap intensitas serangan antara setiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari gambar 7 di bawah ini.


(57)

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pengamatan (Minggu) I n t e n s i t as S e r an gan ( %) F0J1 F0J2 F0J3 F1J1 F1J2 F1J3 F2J1 F2J2 F2J3 F3J1 F3J2 F3J3 F4J1 F4J2 F4J3

Gambar 7. Histogram Pengaruh fungisida nabati dan varietas tanaman jagung terhadap intensitas serangan H. maydis Nisik. (%) setiap minggu pengamatan.

Keterangan perlakuan fungisida nabati dan varietas jagung: F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16.

F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.

F1J2 = Ekstrak daun mindi dan varietas jaya 3. F1J3 = Ekstrak daun mindi dan varietas bisma. F2J1 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisi 16. F2J2 = Ekstrak daun sirih dan varietas jaya 3. F2J3 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisma. F3J1 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisi 16. F3J2 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas jaya 3. F3J3 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisma. F4J1 = Ekstrak daun serai dan varietas bisi 16. F4J2 = Ekstrak daun serai dan varietas jaya 3. F4J3 = Ekstrak daun serai dan varietas bisma.


(58)

2. Produksi

a. Pengaruh fungisida nabati terhadap produksi jagung.

Dari hasil pengamatan pada tabel 4, diperoleh bahwa pengaruh fungisida nabati terhadap produksi jagung tidak berbeda nyata antara varietas. Untuk melihat pengaruh fungisida nabati yang tidak berbeda nyata terhadap produksi jagung, dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini.

4.75

4.66

4.77

4.74

4.79

4.60 4.65 4.70 4.75 4.80

Perlakuan

Prod

uk

si (ton/h

a)

F0 F1 F2 F3 F4

Gambar 8. Histogram pengaruh fungisida nabati terhadap produksi jagung (ton/ha).

Keterangan perlakuan fungisida nabati: F0 = Kontrol.

F1 = Ekstrak daun mindi. F2 = Ekstrak daun sirih. F3 = Ekstrak daun cengkeh. F4 = Ekstrak serai.

b. Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung.

Dari hasil pengamatan pada tabel 5, diperoleh bahwa produksi jagung menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap setiap varietas. Produksi

tertinggi pada J1 (Bisi 16) yaitu sebesar 4,83 ton/ha dan terendah terdapat pada J3 (Bisma) yaitu sebesar 4,59 ton/ha. Tingginya produksi pada J1 disebabkan

karena varietas ini memiliki ketahanan yang lebih terhadap serangan H. maydis Nisik. daripada varietas lainnya. Hal ini sesuai dengan deskripsi


(59)

varieatas pada lampiran 16 dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura IV Provinsi Sumatera Utara yang menyatakan bahwa potensi hasil yang dapat diperoleh pada varietas Bisi 16 adalah sebesar 14,9 ton/ha. Perbedaan produksi antar perlakuan dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini.

4.59 4.83

4.80

4.45 4.50 4.55 4.60 4.65 4.70 4.75 4.80 4.85

Perlakuan

Prod

uk

si (ton/h

a)

J1 J2 J3

Gambar 9. Histogram pengaruh varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha). Keterangan perlakuan varietas jagung:

J1 = Bisi 16. J2 = Jaya 3. J3 = Bisma.

c. Pengaruh Fungisida Nabati dan Varietas Jagung Terhadap Produksi Jagung. Dari data tabel 6, diperoleh hasil bahwa pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung terhadap produksi jagung memberikan hasil yang tidak nyata. Hal ini dapat dilihat dari gambar 10 di bawah ini.


(60)

4.63 4.73 4.60 4.80 4.56 4.86 4.72 4.60 4.82 4.67 4.57 4.87 4.63 4.82 4.71 4.40 4.45 4.50 4.55 4.60 4.65 4.70 4.75 4.80 4.85 4.90 Perlakuan Prod uk si (ton/h a) F0J1 F0J2 F0J3 F1J1 F1J2 F1J3 F2J1 F2J2 F2J3 F3J1 F3J2 F3J3 F4J1 F4J2 F4J3

Gambar 10. Histogram pengaruh fungisida nabati dan varietas jagung terhadap produksi jagung (ton/ha).

Keterangan perlakuan fungisida nabati dan varietas jagung: F0J1 = Kontrol dan varietas bisi 16.

F0J2 = Kontrol dan varietas jaya 3. F0J3 = Kontrol dan varietas bisma. F1J1 = Ekstrak daun mindi dan bisi 16.

F1J2 = Ekstrak daun mindi dan varietas jaya 3. F1J3 = Ekstrak daun mindi dan varietas bisma. F2J1 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisi 16. F2J2 = Ekstrak daun sirih dan varietas jaya 3. F2J3 = Ekstrak daun sirih dan varietas bisma. F3J1 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisi 16. F3J2 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas jaya 3. F3J3 = Ekstrak daun cengkeh dan varietas bisma. F4J1 = Ekstrak daun serai dan varietas bisi 16. F4J2 = Ekstrak daun serai dan varietas jaya 3. F4J3 = Ekstrak daun serai dan varietas bisma.


(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas serangan F3 (Ekstrak daun cengkeh) dan F1 (Ekstrak daun mindi) berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan F0 (Kontrol).

2. Intensitas serangan terendah pada pengamatan ke-12 pada perlakuan fungisida nabati terdapat pada F3 (Ekstrak daun cengkeh) yaitu 50,97 % dan tertinggi terdapat pada F0 (Kontrol) yaitu 51,72 %.

3. Produksi jagung varietas J1 (Bisi 16) menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap produksi jagung varietas J3 (Bisma) dan J2 (Jaya 3).

4. Produksi terendah terdapat pada varietas J3 (Bisma) yaitu 4,59 ton/ha dan tertinggi pada varietas J1 (Bisi 16) yaitu 4,83 ton/ha.

5. Fungisida nabati dan Varietas jagung berpengaruh tidak nyata terhadap Intensitas Serangan (%) dan Produksi Jagung (ton/ha).

Saran

Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut terhadap intensitas serangan jamur H. maydis Nisik. pada tanaman jagung dengan dosis fungisida nabati yang lebih tinggi di dataran rendah.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Budidaya Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 30,34,44,91.

Agrios, G. N. 1978. Plant Pathology. Academic Press. New York. 271 p,276 p.

AOI (Aliansi Organis Indonesia). 2007. Pengendalian Dengan Pestisida

Hayati. Diakses dari

Bapennas. 2008. Jagung (Zea mays L.). Diakses dar

Tanggal 6 Februari 2008.

Barnett, H. L. 1960. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Pub. Company., Minneapolis, Minn. 112p.

Compendium Corn Disease, 1980. Illustrated Conidiophore and Conidia of

Helminthosporium maydis. American Phytopathological Society. United

State of America. 17 p.

Cassini, R. 2008. Image of Helminthosporium maydis, Maize Leaf Blight.

Diakses dari

mei 2008.

Crop Sciences. 2008. Image of Southern Corn Leaf Blight. Diakses dari

Diana, dkk. 2008. Minyak Sereh. Diakses dari

http://www.bpkpenabur.or.id/jelajah/08/biologi1.htm. Tanggal 6 Februari 2008

Latief, A, L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I. Bayumedia Publishing. Malang. Hal. 19.

LIPI. 2008. Sirih (Piper betle L.). Diakses dari

Tanggal 6 Februari 2008.

Miller, J, H. 2003. Nonnative Invasive Plants of Southern Forest : A Field

Guide For Identification and Control. Diakses dari http://www.invasive.org/eastern/srs/ct.html. Tanggal 6 Februari 2008

Pakki, S. 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun

(Helminthosporium sp.) Pada Tanaman Jagung. Diakses dari


(63)

Pakki, S., K. M. Said, S. Rahamma, W. Wakman. 1996. Studi Sebaran Penyakit

Hawar Daun Pada Pertanaman Jagung di Sulawesi Selatan. Diakses

dar

Plant Disease Report. 1997. Common Leaf Blights and Spots of Corn. Diakses

dar

Tanggal 6 Februari 2008.

Rubatzky, V.E. dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 1. ITB-Press. Bandung. Hal. 261, 263.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 102.

Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada Univeesity Press. Yogyakarta. Hal. 44-47.

Sudarman dan Sudarsono. 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani. Direktorat Penyuluhan Pertanian. Jakarta.

Wakman, W. 2008. Varietas Jagung Tahan Penyakit Hawar Daun. Diakses

dar

Wardiyono. 2008a. Detil data Syzygium aromaticum. Diakses dari

_________. 2008b. Detil data piper betle. Diakses dari http://www.kehati.or.id/prohati/browser.php Tanggal 6 Februari 2008

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Hal 21; 24;32.

Wikipedia, 2008a. Melia azedarach. Diakses dari

Tanggal 6 Februari 2008

________, 2008b. Sirih. Diakses dari


(1)

Umur : Berumur dalam

- 50% polinasi : ± 58 hari

- 50% keluar rambut : ± 59 hari - Masak fisilogis : ± 104 hari

Batang : Sedang

Warna Batang : Hijau

Tinggi Tanaman : ± 246 cm

Warna Daun : Hijau tua

Keragaman Tanaman : Seragam

Perakaran : Baik dan kuat

Kerebahan : Tahan

Bentuk Malai : Besar dan terbuka

Warna Malai : Violet muda

Warna Sekam : Violet muda

Warna Anthera : Krem

Warna Rambut : Merah Muda

Kedudukan Tongkol : Di tengah-tengah tinggi tanaman

Bentuk Tongkol : Silindris

Bentuk Biji : Semi Mutiara

Warna Biji : Kuning Oranye

Jumlah Baris/Tongkol : 16-18 baris

Baris Biji : Lurus dan rapat

Kelobot : Menutup tongkol sangat baik

Bobot 1000 butir (gr) : ± 300

Rata-rata Hasil : 8,0 ton/ha pipilan kering Potensi Hasil : 12,4 ton/ha pipilan kering


(2)

Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap bulai

Daerah Adaptasi : Beradaptasi dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m dpl.

Tahun Dilepas : 25 April 2002

Sumber : Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura IV Propinsi Sumatra Utara.

Lampiran 19.

Deskripsi Tanaman Jagung Varietas Bisma


(3)

Umur

- 50% keluar rambut : ± 65 hari

- Panen : ± 96 hari

Batang : Tegap

Warna Batang : Hijau

Tinggi Tanaman : Tinggi medium (±190 cm)

Daun : Panjang dan lebar

Warna Daun : Hijau tua

Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan rebah

Warna Jenggel : Kebanyakan putih (± 98%)

Kedudukan Tongkol : Kurang lebih ditengah-tengah batang

Tongkol : Besar dan silindris

Bentuk Biji : Setengah mutiara

Warna Biji : Kuning

Jumlah Baris/Tongkol : 12-18 baris

Baris Biji : Lurus dan rapat

Kelobot : Menutup tongkol dengan cukup baik (± 95%)

Bobot 1000 butir (gr) : ± 307

Rata-rata Hasil : 5,7 ton/ha pipilan kering

Potensi Hasil : ± 7,0 – 7,5 ton/ha pipilan kering

Ketahanan Terhadap Penyakit : Tahan terhadap karat dan bercak daun

Keterangan : Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl.


(4)

Tahun Dilepas : 1995

Sumber : Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura IV Propinsi Sumatra Utara.


(5)

Gambar 11. Foto Penelitian di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tj. Selamat, Medan.

Sumber : Foto Langsung

Gambar 12. Foto Tanaman Jagung Yang Terserang Helminthosporium maydis Nisik.

Sumber : Foto Langsung.

Gejala Serangan


(6)

Gambar 13. Foto tongkol jagung varietas bisi 16. Sumber : Foto Langsung.

Gambar 14. Foto tongkol jagung varietas jaya 3. Sumber : Foto Langsung.

Gambar 15. Foto tongkol jagung varietas bisma (lokal). Sumber : Foto Langsung.


Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Varietas dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia polysora Underw) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Rendah

2 85 71

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora Underw) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Di Dataran Rendah

1 47 71

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora Underw) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

2 40 71

Pengelolaan Tanaman Terpadu Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun (H. turcicum Pass) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Tanah Karo

1 31 98

Pengelolaan Tanaman Terpadu Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun(Helminthosporium Turcicum Pass.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays. L) Di Tanah Karo

2 44 98

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L. ) Terhadap Penyakit Buiai (Peronosclerospora maydis) Racc Schaw Di Dataran Rendah

0 27 76

Identifikasi Petogen Penyebab Hawar Daun Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Kabupaten Karo, Sumatera Utara

0 47 68

Uji Efektivitas Fungisida Sistemik Dan Fungisida Non Sistemik Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Tanah Karo

0 44 84

Uji Adaptasi Beberapa Galur Jagung Hibrida (Zea mays L.) di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang

0 36 72

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Nabati Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora U.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays Linn.) Di Dataran Rendah

0 59 61