Karsinoma Sel Skuamous Pada Serviks

KARSINOMA SEL SKUAMOUS PADA SERVIKS

Lidya Imelda Laksmi

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

II.

PATOGENESIS ……………………………………………………...1

III.


KLASIFIKASI ……………………………………………………….. 3

IV.

PATOLOGI ………………………………………………………….. 5
Makroskopis ………………………………………………………... 5
Histopatologi ……………………………………………………….. 6
Keratinizing …………………………………………………. 7
Non Keratinizing ………………………………………….... 7
Basaloid ……………………………………………………... 7
Verrucous ………………………………………………….... 8
Warty …………………………………………………………. 8
Papillary ……………………………………………………... 8
Lymphoepithelioma-like …………………………………. 8
Squamotransitional carcinoma …………………………. 8

V.

PROGNOSA ………………………………………………………… 9


VI.

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 11

Universitas Sumatera Utara

KARSINOMA SEL SKUAMOUS PADA SERVIKS
Lidya Imelda Laksmi
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Lima puluh tahun yang lalu, karsinoma serviks merupakan penyebab utama terjadinya
kematian pada wanita Amerika. Dengan meluasnya pemeriksaan skrining sitologi,
insidens karsinoma serviks di negara-negara Barat berkurang 50%-85%, dan rata-rata
kematian berkurang sampai 70% 1,2,.

Karsinoma serviks merupakan karsinoma kedua terbanyak dijumpai di seluruh dunia.
Infeksi kronik yang disebabkan human papilloma virus (HPV) merupakan penyebab
utama terjadinya karsinoma serviks. Insiden karsinoma serviks, yang paling banyak

dijumpai adalah tipe sel skuamos. Adenokarsinoma serviks dijumpai sekitar 10-15% dari
keseluruhan karsinoma serviks dan akhir-akhir ini insidennya telah meningkat 1,2,3,4,5.

Karsinoma sel skuamos dapat menyerang segala usia mulai dari dekade kedua sampai
usia tua. Insidens terjadinya karsinoma invasive terbanyak dijumpai pada usia 40-45
tahun sedangkan resiko high-grade precancers dijumpai sekitar usia 30 tahun. Resiko
ini dipengaruhi oleh aktifitas seksual yang dini (terinfeksi HPV secara dini). Melakukan
program Pap Smear secara aktif, seperti yang dilakukan oleh United State, dapat
mendeteksi karsinoma serviks ataupun lesi precancerous secara dini 1,2,3,4,5.

PATOGENESIS
Pemahaman tentang penyebab terjadinya karsinoma serviks perlu diketahui. Lebih dari
20 tahun penelitian proses karsinogenesis karsinoma sel skuamosa servik diteliti dan
diamati, sehingga diketemukan proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen
dan faktor servik sendiri. Virus HPV menjadi primadona yang diteliti secara molekular
dan proteinemik

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12

. Faktor resiko untuk terjadinya neoplasma serviks


berdasarkan hubungan host dengan virus, yaitu; (1). Usia dini saat melakukan
hubungan seksual, (2). Berganti-ganti pasangan seksual, (3). Multiparitas, (4). Memiliki
pasangan dengan riwayat penyakit kelamin, (5). Menderita suatu karsinoma yang
berhubungan dengan HPV, (6). Terdeteksi memiliki resiko tinggi terhadap HPV, (7).

Universitas Sumatera Utara

Terdeteksi positif terhadap HLA dan subtype virus, (8). Menggunakan kontrasepsi oral
dan nikotin, (9). Infeksi alat kelamin (klamidia) 2,3.

HPV DNA penderita karsinoma serviks dapat terdeteksi melalui teknik pemeriksaan
hibridisasi lebih dari 95%. Tipe HPV spesifik untuk karsinoma serviks (resiko tinggi: tipe
16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68) dan kondilomata (resiko rendah:
tipe 6, 11, 42, 44, 53, 54, 62, dan 66) 2,3,8.

Patogenesis terjadinya karsinoma serviks 2,3

Virus papiloma berukuran kecil, diameter virus kurang lebih 55 nm, genomenya
terbentuk oleh dua rantai (double stranded) DNA yang dibentuk oleh kurang lebih 8.000

bp. Informasi genetikanya hanya pada satu rantai, Genomnya terdiri dari beberapa
bagian, yaitu bagian late (L), early (E) dan bagian noncoding (NC). Bagian L kurang
lebih merupakan 40% dari genome, bagian L terbagi menjadi dua bagian yaitu 95%
bagian adalah L1 mayor dan sisanya 5% adalah L2 minor. Bagian E merupakan 45%
dari genome, gen E terdiri dari E1-E8, tetapi hanya E1, E2, E4, E6 dan E7 yang banyak

Universitas Sumatera Utara

diteliti. E1 dan E2 berperan pada replikasi virus, E2 juga berfungsi untuk transkripsi
virus. E4 berperan pada siklus pertumbuhan virus dan pematangan virus. Sedangkan
E6 dan E7 merupakan bagian dari onkoprotein 6,8.

Proses karsinogenesis pada karsinoma serviks sudah mulai terbuka. HPV yang
merupakan faktor inisiator dari karsinoma serviks menyebabkan terjadinya gangguan sel
serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan
kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini
menyebabkan terlepasnya E2F, E2F merupakan factor transkripsi sehingga siklus sel
berjalan tanpa control 6.


Tetapi, terjadinya karsinoma serviks tidak hanya berdasarkan keterlibatan HPV saja.
Pada wanita berusia muda yang beresiko tinggi untuk terinfeksi satu atau lebih tipe
HPV hanya beberapa diantaranya yang berkembang menjadi suatu keganasan.
Keadaan ini dipengaruhi oleh status immune individu, nutrisi, dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi apakah infeksi HPV hanya subklinis (fase laten), berubah menjadi
precancer, atau berkembang menjadi suatu karsinoma 3.

KLASIFIKASI
WHO histological classification of tumours of the uterine cervix 5,13
Epithelial tumours
Squamous tumours and precursors
Squamous cell carcinoma, not otherwise specified
Keratinizing
Non-keratinizing
Basaloid
Verrucous
Warty
Papillary
Lymphoepithelioma-like
Squamotransitional

Early invasive (microinvasive) squamous cell carcima
Squamous intraepithelial neoplasia
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN 3)
Squamous cell carcinoma in situ

Universitas Sumatera Utara

Benign squamous cell lesions
Condyloma acuminatum
Squamous papilloma
Fibroepithelial polyp
Glandular tumours and precursors
Adenocarcinoma
Mucinous adenocarcinoma
Endocervical
Intestinal
Signet-ring cell
Minimal deviation
Villoglandular
Endometrioid adenocarcinoma

Clear cell adenocarcinoma
Serous adenocarcinoma
Mesonephric adenocarcinoma
Early invasive adenocarcinoma
Adenocarcinoma in situ
Glandular dysplasia
Benign glandular lesions
Müllerian papilloma
Endocervical polyp
Other epithelial tumours
Adenosquamous carcinoma
Glassy cell carcinoma variant
Adenoid cystic carcinoma
Adenoid basal carcinoma
Neuroendocrine tumours
Carcinoid
Atypical carcinoid
Small cell carcinoma
Large cell neuroendocrine carcinoma
Undifferentiated carcinoma


Mesenchymal tumours and tumour-like conditions
Leiomyosarcoma
Endometrioid stromal sarcoma, low grade
Undifferentiated endocervical sarcoma

Universitas Sumatera Utara

Sarcoma botryoides
Alveolar soft part sarcoma
Angiosarcoma
Malignant peripheral nerve sheath tumour
Leiomyoma
Genital Rhabdomyoma
Postoperative spindle cell nodule
Mixed epithelial and mesenchymal tumours
Carcinosarcoma (malignant müllerian mixed tumour)
Adenosarcoma
Wilms tumour
Adenofibroma

Adenomyoma
Melanocytic tumours
Malignant melanoma
Blue naevus
Miscellaneous tumours
Tumours of germ cell type
Yolk sac tumour
Dermoid cyst
Mature cystic teratoma
Lymphoid and haematopoetic
Malignant lymphoma (specify type)
Leukaemia (specify type)
Secondary tumours

PATOLOGI
MAKROSKOPIS
Pada pemeriksaan makroskopis skuamous sel karsinoma umumnya tumbuh secara
exophytic, tampak menonjol dari permukaan, seringkali berbentuk papillary atau

Universitas Sumatera Utara


polypoid, dan bisa juga tumbuh secara endophytic, menginfiltrasi ke struktur sekitarnya
tanpa menonjol keluar permukaan, adakalanya dijumpai dalam bentuk ulcerating 5.
HISTOPATOLOGI
Terdapat beberapa perkembangan baru dalam diagnosa histologi skuamous sel
karsinoma invasive serviks. Gambaran bervariasi dalam pola pertumbuhan, tipe sel dan
tingkat

diferensiasi.

Sebagian

besar

karsinoma

menginfiltrasi

jaringan

dan

beranastomose dengan stroma sekitarnya dan terlihat sebagai kelompokan-kelompokan
tak teratur irregular islands, kadang tampak bulat, tetapi lebih sering angular dan spiked.
Seringkali, pada tumor yang kecil, CIN dijumpai pada permukaan dan bagian tepi tumor
invasif, dan kadang-kadang kesulitan untuk membedakan antara bagian invasive dan
CIN yang melibatkan kripta. Demikian pula halnya, invasi tidak dapat dieksklusi jika
epitel skuamous neoplastik menunjukkan gambaran CIN 2 atau 3 tetapi struktur stroma
tidak terlihat 5.

Beberapa sistem grading histologis telah diajukan berdasarkan pada tipe dan tingkat
diferensiasi sel dominan. Ada klasifikasi sederhana yang merupakan modifikasi dari
empat tingkatan Borders dan pembagian tumor menjadi tipe well differentiated
(keratinizing), moderately differentiated, dan poorly differentiated. Hampir 60%
merupakan moderately differentiated dan sisanya terbagi merata antara well
differentiated dan poorly differentiated 5.

Pada stroma dari jaringan serviks ini akan tampak kelompokan-kelompokan invasive
sel-sel malignant dengan berbagai variasi jenis sel, terutama sel-sel limfosit dan sel-sel
plasma. Kadang kala dapat juga dijumpai stroma yang eosinofilik ataupun reaksi giant
cell tipe benda asing 5.
Variasi gambaran histologi dari karsinoma sel skuamous akan dijelaskan dibawah in i5.
Squamous cell carcinoma
Keratinizing
Non-keratinizing
Basaloid
Verrucous
Warty
Papillary

Universitas Sumatera Utara

Lymphoepithelioma-like
Squamotransitional cell
Keratinizing 1,2,3,4,5,7,8,10,12
Tumor ini mengandung mutiara keratin yang terdiri dari kumparan sirkuler sel skuamous
dengan bagian sentral berkeratin. Intercellular bridges, granul keratohyalin, dan kadang
didapati keratinisasi sitoplasma. Biasanya inti membesar dan hiperkromatik dengan
kromatin kasar. Gambaran mitosis jarang dijumpai dan kadang terlihat pada sel dengan
diferensiasi yang kurang baik pada bagian perifer masa yang invasive.
Pada sediaan sitologi, sel terlihat mempunyai bentuk yang aneh bizarre dengan inti
membesar, hiperkromatik, ireguler dan sitoplasma eosinofilik. Latar belakang hapusan
tampak debris nekrosis.
Non Keratinizing 1,2,3,4,5,7,8,10,12
Tumor ini disusun oleh sel skuamous poligonal dan dapat terlihat sel individual yang
mengalami keratinisasi dan mempunyai interselular bridge, tetapi mutiara keratin tidak
dijumpai. Jika dibandingkan dengan well differentiated tumours, pada non keratinizing
tampak sel-sel dengan inti yang lebih pleomorfik dan banyak dijumpai mitotic.

Pada sediaan sitologi, sel terlihat soliter atau tersusun dalam sinsitium dan menunjukkan
gambaran anisokaryosis. Inti relative lebih besar dengan kromatin kasar bergranul dan
ireguler.
Basaloid 5,7
Basaloid skuamous sel karsinoma disusun oleh kelompokan-kelompokan sel yang
immature, berasal dari sel skuamous tipe basal dengan sitoplasma sedikit yang sangat
mirip dengan sel yang dijumpai pada skuamous karcinoma in situ pada serviks.
Keratinisasi dapat dijumpai pada bagian tengah kelompokan sel, tetapi mutiara keratin
jarang dijumpai. Pada vulva, tumor ini dihubungkan dengan infeksi HPV terutama tipe
16.

Basaloid merupakan varian dari skuamous sel karsinoma yang merupakan tumor yang
agresif dan memberikan gambaran basaloid. Tumor in bersama dengan adenoid cystic
carcinoma merupakan suatu akhir gambaran basaloid tumor cerviks. Pada sisi yang
berlawanan terdapat low grade lesion seperti adenoid basal carcinoma. Untuk

Universitas Sumatera Utara

menghindari kerancuan dalam mendiagnosa tumor serviks dengan gambaran basaloid,
istilah “basaloid carcinoma” harus dihindari.
Verrucous 5,7
Verrucous carcinoma merupakan skuamous sel karsinoma dengan highly differentiated
mempunyai permukaan hiperkeratosis, undulasi dan warty dan invasi ke stroma
sehingga memberikan gambaran bulbous pegs. Tampak sel-sel tumor dengan
sitoplasma banyak dan inti menunjukkan gambaran atipia minimal. Gamabran infeksi
HPV tidak terlihat. Verrucous carcinoma menunjukkan kecenderungan untuk berulang
secara lokal satelah eksisi tetapi tidak bermetastase. Verrucous carcinoma dibedakan
dari condyloma karena mempunyai papilla yang lebar dan kurang fibrovascular dan tidak
dijumpai koilocytosis. Verrucous carcinoma dibedakan dari tipe skuamous karsinoma
lainnya berdasarkan gambaran nuklear atipia yang minimal.
Warty 5,7
Lesi ini ditetapkan sebagai suatu skuamous sel karsinoma berdasarkan gambaran
permukaan yang menyerupai kutil ‘warty’ dan infeksi HPV. Terdeteksi adanya HPV-DNA
akan meningkatkan resiko. Dijumpainya lesi ini dapat mengarahkan kita sebagai suatu
condylomatous squamous cell carcinoma.
Papillary 5,7
Papillary squamous cell carcinoma dibedakan dengan warty squamous cell carcinoma
berdasarkan tidak banyak dijumpai keratinisasi dan kurangnya tampilan HPV dan
dibedakan dari

transitional

carcinoma

berdasarkan derajat

diferensiasi

sel-sel

skuamous.
Lymphoepithelioma-like 5,7
Dari gambaran histologi, lymphoepithelioma-like hampir sama dengan tumor yang
berasal dari nasofaring. Tampak kelompokan-kelompokan sel dengan diferensiasi yang
jelek dan sebaran sel-sel limfosit. Sel-sel tumor dengan bentuk yang uniform, inti
vesikuler dengan nucleoli yang prominen dan sitoplasma sedikit dan eosinofilik. Batas
pinggir sel tidak jelas terlihat sehingga sering memberikan gambaran sel yang tumpang
tindih dan berkelompok.

Universitas Sumatera Utara

Pada pewarnaan imunohistokimia sitokeratin, sel-sel tumor dan T-cell markers
umumnya limfosit akan terwarnai positif. Adanya proses radang kronik diartikan sebagai
adanya respon imun cell-mediated, dan berdasarkan fakta-fakta yang ada dianggap
bahwa lymphoepithelioma-like pada serviks karsinoma ini memiliki prognosis yang baik.
Dengan pemeriksaan polymerase chain reaction dari jaringan beku ‘frozen tissue’
lymphoepithelioma-like serviks karsinoma, tidak ditemukan genomic Epstein-Barr virus
(EBV) di United States. Di Taiwan EBV teridentifikasi sebanyak 11 dari 15 sediaan
lymphoepithelioma-like, tetapi HPV DNA jarang dijumpai (3 dari 15) dianggap EBV
memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya lymphoepithelioma-like pada
penduduk Asia. Perlu menjadi catatan bahwa EBV tidak teridentifikasi di Spanyol. Jadi,
jika EBV memegang peranan untuk terjadinya lymphoepithelioma-like karsinoma serviks
maka dipengaruhi juga dengan keadaan geografi.
Squamotransitional carcinoma 5,7
Karsinoma transisional pada serviks jarang dijumpai dan sulit dibedakan dari kandung
kemih. Bisa sebagai tumor primer atau komponen malignant dari sel-sel skuamous.
Secara mikroskopis tampak struktur papilari dengan fibrovaskular, tampak sel-sel epitel
yang atipik menyerupai gambaran CIN 3. Dijumpai HPV tipe 16 dan hilangnya
kromosom 3p dengan keterlibatan kromosom 9 diduga bahwa tumor ini merupakan
suatu skuamous sel karsinoma serviks dibandingkan dengan tumor primer urotelial.
Secara imunohistokimia tumor ini lebih ekspresi terhadap sitokeratin 7 dibandingkan
dengan 20, biasanya didiagnosa hanya berdasarkan histology, jarang berdasarkan
imunopenotipe. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa squamotransitional
carcinoma berhubungan dengan terjadinya metaplasia dari sel transisional, dan ini
masih istilah yang kontroversi pada serviks.

PROGNOSA
Kriteria Klinik
Bagi para klinisi faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa dari karsinoma servik
invasive adalah usia, stadium, volume, penyebaran secara limfatik dan vascular.
Dilakukan penelitian pada penderita karsinoma serviks yang diberikan radioterapi,
frekuensi terjadinya metastasis jauh ( terbanyak ke paru, rongga abdomen, hati dan
saluran pencernaan) menunjukkan terjadinya peningkatan stadium penyakit, 3%
penderita stadium IA terjadi peningkatan stadium penyakit menjadi 75% stadium IVA 5.

Universitas Sumatera Utara

Tindakan pembedahan dan pemberian radioterapi memberikan hasil yang hampir sama
pada kasus early invasive cancer (stadium IB dan IIA). Untuk lesi yang lebih luas (IIB-IV)
diberikan kombinasi terapi dari external radiotherapy dan intracavitary radiation.
Berdasarkan penelitian ini, pemberian kemoterapi dan radioterapi merupakan terapi
standard yang baru untuk penderita karsinoma servik advanced.

Kriteria Histopatologi
Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa pada penderita adenoskuamous
karsinoma memilki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan skuamous sel
karsinoma 5.

Universitas Sumatera Utara

Daftar Pustaka
1. Robboy Stanley J, Duggan Maire A, Kurman Robert J. The Female Reproductive
System. In: Rubin E, Farber JL, editors. Pathology. 3rd edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 963-85.
2. Crum CP, Lester SC, Cotran RS. The Female Genital System and Breast. In:
Kumar V, Cotran RS, Robbin S, editors. Robbin Basic Pathology. International 7th
edition. Philadelphia : Saunders. 2003; 684-9
3. Robbin diseases……
4. Rosai J. Rosai and Ackerman’s : Surgical Pathology. Ninth Edition. Volume 2.
Philadelphia : Mosby. 2004; 1523-51
5. Wells M, Ostor AG Crum CP, Franceschi S, et al. Tumours of the Uterine Cervix. In
Tavassoli FA, Devilee. Pathology and Genetics of Tumours of the Breast and
Female Genital Organs. World Health Organization Classification of Tumours.
Lyon: IARC Press.2003; 259-71.
6. Andrijono. Kanker Serviks. Synopsis Kanker Ginekologi. Jakarta. 2004 ; 35-70
7. Histopathology of the uterine cervix, available at: screening.iarc.fr/atlashisto.php 22k
8. Human Papillomavirusses, available at:
www.inchem.org/documents/iarc/vol64/hpv.html - 20k
9. International Journal of Gynecological Pathology, available at:
www.intjgynpathology.com/pt/re/intgynpath/fulltext.00004347-20081000000023.htm 10. Cervical Cancer (Squamous Cell Carcinoma of the Cervix), available at: ….
11. Pathology, available at: www.med-ed.virginia.edu/courses/path/gyn/cervix4.cfm 31k
12. Terry DM. Premalignant Diseases of the Cervix, Vagina and Vulva. In :
Frederickson HL, Wilkins-Haug L, editors. OBGYN Secrets. 2nd edition. 117-9.
Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology. 3rd edition. Singapore : McGrawHill. 2001; 790-4.

Universitas Sumatera Utara

13. WHO Histological classification of tumours of the uterine cervix, available at:
screening.iarc.fr/atlasclassifwho.php - 20k

Universitas Sumatera Utara