TIPE Rencana Pemanfaatan Lahan Tidur Berdasarkan Pendekatan Ekosistem

II. PENGERTIAN LAHAN TIDUR

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi pertanian adalah terjadinya konversi lahan subur yang cenderung semakin cepat. Sebagai contoh, lahan sawah yang beralih penggunaannya untuk keperluan non pertanian seperti industri, pemukiman, jalan dan lainlain diperkirakan 30.000 Ha setiap tahun Adjid, 1994. Padahal wilayah lahan subur tersebut pada umumnya telah tersedia infrastruktur yang memadai sehingga sabgat mempengaruhi produksi pertanian. Di beberapa lokasi telah terjadi konversi lahan, dan pemanfaatan lahan di lokasi lainnya ternyata masih belum optimal. Data statistik menunjukkan bahwa hingga tahun 1991 masih terdapat 0,7 juta Ha lahan sawah dan 7,8 juta Ha lahan kering yang belum diusahakan secara optimal dan terlantar Adjid, 1994. Bersamaan dengan itu pada lahan yang telah dimanfaatkan ternyata intensitas pertanamannya masih relatif rendah yaitu di sawah 130 dan di lahan kering 52. Lahan-lahan yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian produktif dapat dikategorikan sebagai lahan tidur Karama dan Abdurrahman, 1994. Sebagai contoh, lahan-lahan yang pernah dibuka untuk pertanian atau diambil kayunya untuk keperluan industri lalu tidak digunakan lagi atau terlantar. Kondisi lahan tersebut umumnya terbuka atau telah ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan yang tidak produktif seperti alang-alang, semak belukar dan lain-lain.

III. TIPE

EKOSISTEM Suatu sistem produksi pertanian yang dirancang dan dikelola sebagai suatu ekosistem, sejauh mungkin berusaha untuk menghindari hilangnya energi dan bahan mentah dan cenderung untuk menyelesaikan siklus-siklusnya mengingat dua tjuan utama yaitu menjamin dikembalikannya residuresidu untuk dipakai lagi dalam sistem produksi dan memperbaiki produktivitas Bergeret, 1987. Di lain pihak menurut Jansen 1987 dua konsep yang sangat berbeda terlibat dalam stabilitas yang sering diwarnai ekosistem tropis, yaitu: a. Disebabkan oleh kekurangan yang nyata pada variasi cuaca tiap tahun dan sedikit variasi dalam iklim dari tahun ke tahun b. Sistem biologis yang kompleks dari dataran rendah tropis sangat mudah terganggu dan sulit disusun kembali dengan tanaman tepi jalan, hutan-hutan dan hewan. c. Tanah di daratan rendah tropis sering merupakan tempat penyimpanan hara dengan kapasitas sangat rendah. Di Indonesia, tanah-tanah yang termasuk subur sebagian besar sudah diusahkan penduduk. Walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya usaha intensifikasi misalnya dengan cara pemupukan, pemeliharaan tanah dan tanaman yang sebaik-baiknya. Tanah-tanah yang belum diusahakan umumnya tinggal tanah kurang baik yang disebut tanah marginal Hardjowigeno, 1995. Walaupun demikian tanah-tanah ini merupakan sasaran untuk melakukan usaha perluasan areal pertanian ekstensifikasi di masa yang akan datang. Secara garis besar tanah-tanah untuk perluasan areal ini dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: a. tanah-tanah lahan kering yang pada umumnya terdiri atas tanah Ultisol Podzolik Merah Kuning dan mungkin pula Oksikol 2002 digitized by USU digital library 2 b. tanah-tanah daerah rawa yang pada umumnya terdiri atas tanah Histosol tanah gambut, tanah organik dan tanah sulfat masam Hardjowigeno, 1995. Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Jumberi dan Noor 1995 bahwa Podzolik Merah Kuning adalah jenis tanah yang mendominasi lahan kering di Indonesia. Sebagai contoh di Kalimantan, luas lahan kering dengan jenis tanah Podzolik Merah Kuning diperkirakan sekitar 20,7 juta ha 60, yang umumnya tersebar pada daerah beriklim basah Partohardjono et al, 1994. Sedangkan secara keseluruhan luasnya diperkirakan mencapai 34,6 juta ha yang sebagian besar terdapat di Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan Irian Jaya. Lahan dengan tanah Podzolik Merah Kuning terdapat pada daerah berklim basah maupun kering, dengan curah hujan 2.500 mm per tahun memberikan gambaran bahwa lahan tersebut terdapat pada daerah beriklim basa karena rata- rata curah hujan perbulan lebih dari 200 mm dengan bulan kering sekitar 2 – 3 bulan. Di lain pihak topografi lahan bergelombang adalah lahan dengan kecuraman lereng 8 – 15 Arsyad, 1989. Dengan demikian tipe ekosistem yang dikemukakan dalam makalah ini adalah lahan kering Podzolik Merah Kuning beriklim basah dengan kecuraman lereng berkisar 8 – 15 . IV. PENDEKATAN EKOSISTEM Komunitas dan lingkungan yang tidak hidup, berfungsi bersama sebagai sistem ekologi disebut ekosistem. Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungannya dan upaya mutakhir untuk mendefinisikan ekologi sebagai pengkajian struktur dan fungsi alam, dimana telah dipahami bahwa manusia merupakan bagian dari alam Samingan, 1996. Konsep ekosistem merupakan konsep yang luas, fungsi utamanya di dalam pemikiran atau pandangan ekologi merupakan penekanan hubungan wajib, ketergantungan dan hubungan sebab musabab, yaitu perangkaian komponenkomponen untuk membentuk satuan-satuan fungsional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari segi fungsional, ekosistem dapat dengan baik dianalisis menurut segi berikut: 1. sirkuit-sirkuit energi, 2. rantai makanan, 3. polapola keanekaragaman dalam waktu dan ruang, 4. daur-daur makanan biogeokimia, 5. perkembangan dan evolusi, 6. pengendalian cybernetics Samingan, 1996. Dengan dasar konsep ekosistem, maka setiap bidang lahan harus digunakan sesuai dengan karakter ekosistemnya agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan pengelolaan. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan produktivitasnya hingga mencapai optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, kelas kemampuan lahan harus digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan pertanian secara makro. Selanjutnya, dalam pemilihan komoditas dan teknologi usahatani pada lahan tertentu, kelas kesesuaian lahan harus dipertimbangkan. Penentuan kelas kesesuaian lahan harus sudah didukung oleh data iklim, terutama untuk keperluan perencanaan yang bersifat mikro. Data distribusi curah hujan, misalnya perlu diketahui untuk merencanakan waktu dan pola tanam; data jumlah dan intensitas hujan diperlukan untuk memilih teknologi konservasi. Disamping itu, secara lebih jelas dinyatakan bahwa pendekatan sistem ekologis minimal mengandung empat point penting, yaitu: 1. tata iar tidak terganggu, 2. tanaman tumbuh dengan baik, 3. lingkungan lestari, 4. berguna bagi masyarakat. Sedangkan dalam menentukan jenis tanaman dan tata tanam perlu dipertimbangkan 2002 digitized by USU digital library 3 hal-hal seperti: 1. besarnya nilai evapotranspirasi jika dibandingkan dengan curah hujan, 2. stem flow, yaitu memperhatikan aliran air dari daun ke batang lalu ke tanah yang nantinya berhubungan dengan bahaya erosi, 3. allelopati dan allelokimia diperhatikan dalam hubungannya dengan jarak tanam, 4. mempertimbangkan tanaman penyelenggara ecologycal niche,5. mendukung keadaan sosial dan budaya masyarakat setempat, 6. tata tanam campuran yang dapat menghindarkan hama dan penyakit, 7. tanaman yang bernilai ekonomi. Sumberdaya manusia merupakan faktor dominan dalam pembangunan menggunakan pendekatan ekosistem. Dalam penggunaan dan pengelolaan sumberdaya secara bijaksana dalam rangka mengupayakan pembangunan yang berkesinambungan. Untuk itu tingkat pengetahuan dan kesadaran mengenai pentingnya kualitas lingkungan hidup merupakan hal penting disamping kepadatan penduduk dan kebudayaan masyarakat. Dengan demikian pemanfaatan lahan tidur seperti lahan kering Podsolik Merah Kuning beriklim basah dengan topografi bergelombang memerlukan pendekatan ekosistem yaitu adanya interaksi antara beberapa komoditas sehingga keadaan lingkungan tetap baik. Sebagai contoh, laju erosi dapat dikendalikan, mempertahankan kesuburan lahan dan optimasi pemanfaatan lahan melalui penerapan suatu tata tanam tertentu. V. KENDALA PENGEMBANGAN Kendala pengembangan lahan Podzolik Merah Kuning beriklim basah dengan topograsi bergelombang cukup kompleks. Kesalahan dalam pengelolaan merupakan penyebab degradasi lahan yang mendasar. Di daerah tropika basah yang topografinya bervariasi dari datar, bergelombang hingga bergunung, erosi tanah merupakan salah satu penyebab degradasi lahan yang dominan disamping penyebab lain seperti pencucian hara dan akumulasi unsur-unsur beracun. Lahan kering Podzolik Merah Kuning beriklim basah didominasi oleh tanah masam PMK dengan bahan induk yang miskin unsur hara Partohardjono et al, 1994. Oleh karena itu lahan ini tergolong lahan marginal yang tingkat produktivitasnya rendah. Kesuburan tanah ini secara alamiah sangat tergantung pada lapisan atas yang kaya bahan organik tetapi bersifat labil. Kalau lahan ini diolah untuk budidaya, kandungan bahan organik yang memadai, produktivitas lahan cepat pula menurun dan akhirnya menjadi lahan kritis. Tanaman yang dibudidayakan pada lahan kering PMK yang krits tidak mampu berproduksi secar optimal jika dikelola secara konvensional Hakim et al, 1997. Sedangkan pembuatan teras dan galengan memerlukan biaya yang tinggi dan petani tidak memiliki cukup biaya untuk itu. Sifat kimia dan fisika tanah PMK yang jelek merupakan kendala misalnya tanah yang bereaksi masam sampai sangat masam. Kandungan dan kejenuhan aluminiumnya tinggi yang dapat meracuni tanaman dan daya fiksasi yang tinggi terhadap Phospor. Kandungan bahan organik, KTK dan kejenuhan basahnya umumnya rendah. Mineral liat umumnya didominasi oleh kaolinit yang tidak banyak memberikan sumbangan terhadap kesuburan tanah serta sebagian besar tanah ini mempunyai kapasitas memegang air yang rendah dan peka terhadap erosi Arief dan Irman, 1997. Dampak langsung dari wilayah yang mengalami erosi adalah terjadinya suatu areal yang secara bertahap menjadi tandus dengan konsekuensi penduduk yang tinggal disekitarnya akan menjadi miskin Pandang dan Subandi, 1997. 2002 digitized by USU digital library 4

VI. PROSPEK PENGEMBANGAN