Deteksi Serologi Bean Common Mosaic Virus(BCMV) dari Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Komersial dan Petani

DETEKSI SEROLOGI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS
(BCMV) DARI BENIH KACANG PANJANG
(VIGNA SINENSIS L.) KOMERSIAL DAN PETANI

AVANTY WIDIAS MAHAR

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ABSTRAK
AVANTY WIDIAS MAHAR. Deteksi Serologi Bean Common Mosaic Virus
(BCMV) dari Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Komersial dan Petani.
Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Kacang panjang (Vigna sinensis L) merupakan tanaman hortikultura yang
banyak ditanam di Indonesia. Salah satu pembatas produksi kacang panjang
adalah virus mosaik Bean common mosaic virus (BCMV), BCMV bersifat tular
benih dan dapat ditularkan melalui kutudaun. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesehatan benih kacang panjang komersial dan petani serta
membandingkan dua teknik deteksi serologi untuk BCMV yaitu Indirect-Enzymelinked immunosorbent assay (I- ELISA) dan Tisue blot immunosorbent assay

(TBIA). Varietas komersial yang dideteksi antara lain Parade, New Jaliteng, Long
Silk, Pilar, 777, Maharani, dan Lousiana, serta varietas dari petani yang dideteksi
yaitu Lokal asal Indramayu. Sebanyak 100 benih dari setiap varietas ditumbuhkan
pada media tanah di baki (growing on test) sampai berumur 4 minggu. Deteksi
BCMV dilakukan terhadap 20 sampel komposit untuk tiap varietas dengan IELISA. Sampel komposit yang positif kemudian dideteksi ulang secara individu
untuk mendapatkan persentase BCMV terbawa benih. Deteksi BCMV dengan
TBIA diuji sensitivitasnya melalui penggunaan antiserum dengan pengenceran
1:3 000, 1:5 000, 1:7 000, 1:10 000, 1:13 000, dan 1:15 000. Hasil deteksi TBIA
dari benih selanjutnya dibandingkan dengan hasil deteksi I-ELISA. Persentase
BCMV terbawa benih tertinggi sampai terendah ditunjukkan berturut-turut oleh
varietas Parade (73%), varietas 777 (30%), varietas Maharani (25%), varietas
Long Silk (5%), varietas Pilar (4%), varietas New Jaliteng (3%), dan terakhir
varietas Lousiana (2%). Hal ini menunjukkan sebagian besar benih-benih
komersial tidak bebas BCMV. Persentase terbawa benih diduga terkait dengan
ketahanan tanaman terhadap BCMV. Deteksi BCMV menggunakan TBIA
menunjukkan semakin tinggi pengenceran antiserum waktu yang dibutuhkan
semakin lama pada reaksi pewarnaan. Namun sensitivitas hasil deteksi TBIA
masih mampu mendeteksi BCMV sampai pengenceran 1:15 000. Diantara
pengenceran antiserum yang diuji menunjukkan bahwa pengenceran
1:3 000 – 1:7 000 memberikan hasil deteksi yang terbaik dalam waktu yang

singkat. Perbandingan hasil deteksi I-ELISA dan TBIA pada varietas Parade
menunjukkan hasil yang hampir sama. Jika dibandingkan keduanya, deteksi
BCMV menggunakan TBIA lebih cepat, murah, dan mudah dibandingkan
I-ELISA. Kecepatan diagnosa TBIA jauh lebih singkat (± 3 jam) dibandingkan
I-ELISA (22-26 jam), serta pengujian langsung di lapang lebih mudah dan lebih
memungkinkan dibandingkan ELISA.
Kata Kunci : Kacang panjang, BCMV, I-ELISA, TBIA

DETEKSI SEROLOGI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS
(BCMV) DARI BENIH KACANG PANJANG
(VIGNA SINENSIS L.) KOMERSIAL DAN PETANI

AVANTY WIDIAS MAHAR
A34070086

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul

Nama Mahasiswa
NRP

: Deteksi Serologi Bean Common Mosaic Virus
(BCMV) dari Benih Kacang Panjang (Vigna
sinensis L.) Komersial dan Petani
: Avanty Widias Mahar
: A34070086

Disetujui,
Dosen Pembimbing


Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr
NIP 19681017 199302 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih. M.Si
NIP 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 16 Maret 1988 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Joko Irin Suharto dan Ibu Endang
Puji Astuti.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Jogorogo 5 pada tahun 2000.
Pada tahun 2000-2004 penulis menempuh pendidikan di Pondok Pesantren
Darussalam Gontor Putri, Ngawi Jawa Timur. Pada tahun 2004 penulis
melanjutkan pendidikan di MAN Paron sampai lulus pada tahun 2007. Selama
menempuh pendidikan penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra

Sekolah (OSIS). Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan,
diantaranya sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman
(HIMASITA).

PRAKATA
Segala puji syukur hanya bagi ALLAH Subkhanahuwata’ala yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi berjudul “Deteksi Serologi Bean Common Mosaic Virus
(BCMV) dari Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Komersial dan Petani”.
Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orangtua
(Joko Irin Suharto & Endang Puji Astuti), dan Adik (Widimayang Sari Riantin)
tercinta yang selalu memberi semangat, nasihat, motivasi, dukungan, dan doanya
kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Tri
Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam
memberi masukan, saran, arahan, bimbingan, perhatian, dan koreksi dalam
penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si selaku

pembimbing akademik, dan staf Laboratorium Virologi Tumbuhan: Bapak Edi
Supardi dan Mba Tuti Legiastuti yang telah banyak membantu dan memberikan
arahannya dalam melaksanakan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini: seluruh anggota HPT 44, seluruh anggota
Laboratorium Virologi Tumbuhan 44, Alice Mayella, M Julyanda, Tenri Angke
Riliandra dan terutama kepada Rizki Ramadhan dan Harwan Susetio yang banyak
membantu ketika penelitian di Laboratorium. Terima kasih kepada seseorang
yang telah memberikan motivasi, dukungan, semangat, dan keceriaan selama
proses penyelesaian tugas akhir. Penelitian dan skripsi ini penulis persembahkan
kepada Who give me advice that comes straight from the bottom of heart.
Akhir kata, semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat dan bermaslahat bagi
pembaca, petani, dan institusi dalam bidang pertanian. Amin.

Bogor, Februari 2012

Avanty Widias Mahar

vii 
 


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................

X

DAFTAR GAMBAR............................................................................

Xi

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................

Xii

PENDAHULUAN.................................................................................

1

Latar Belakang............................................................................


1

Tujuan Penelitian........................................................................

2

Manfaat Penelitian......................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

3

Klasifikasi dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang
(Vigna sinensis L)........................................................................

3


BCMV (Bean common mosaic virus)..........................................

4

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)...........................

4

Tissue blot immunosorbent assay (TBIA)...................................

6

BAHAN DAN METODE.......................................................................

7

Tempat dan Waktu Penelitian......................................................

7


Metode Penelitian........................................................................

7

Penanaman Tanaman Uji....................................................

7

Penyiapan sampel uji..........................................................

7

Persentase BCMV Terbawa benih......................................

8

Deteksi Serologi Virus Terbawa Benih..............................

8


Metode ELISA..........................................................

8

Metode TBIA............................................................

9

Optimasi Konsentrasi Antiserum..............................

10

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................

11

Hasil.............................................................................................

11

Uji virus Terbawa Benih.....................................................

11

Deteksi BCMV dengan Teknik TBIA................................

12

Perbandingan Teknik Deteksi Terbawa Benih...................

16

Pembahasan..................................................................................

17

viii 
 

Deteksi Benih Hasil Growing On Test..............................

17

Kelebihan dan Kekurangan I-ELISA dan TBIA...............

19

KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................

21

Kesimpulan.................................................................................

21

Saran...........................................................................................

21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................

22

LAMPIRAN..........................................................................................

24

ix 
 

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2

Hasil deteksi I-ELISA dari benih tanaman varietas Parade yang
ditumbuhkan...................................................................................

15

Perbandingan antara teknik I-ELISA dan TBIA dalam deteksi
BCMV............................................................................................

16


 

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

2

3

4

5

6

7

Benih disemai pada nampan persemaian. (a) 6 hari setelah tanam
(HST) dan (b) 4 MST..........................................................................

7

Tahapan deteksi serologi dengan TBIA. (a) kertas membran (KM),
(b) tahap pencucian dengan Triton X-100, (c) tahap blocking, (d)
tahap deteksi dengan antiserum, (e) tahap pencucian dengan TTBS,
(f) tahap pewarnaan dengan substrat NBT/BCIP, (+) daun sakit, (-)
daun sehat............................................................................................

10

Persentase BCMV terbawa benih dari sampel komposit pada 7
varietas kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR :
Pilar; LS : Long Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA :
Lousiana; 777; Lokal...........................................................................

11

Persentase BCMV terbawa benih pada 7 varietas kacang panjang
komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD :
Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777.................................

12

Optimasi hasil deteksi BCMV pada konsentrasi antiserum yang
berbeda. (+) : tanaman sakit; (-) : tanaman sehat................................

13

TBIA BCMV kacang panjang dengan menggunakan konsentrasi
antiserum. (a) ; 1:3 000; (b) ; 1:5 000; (+) : tanaman/sap terinfeksi;
(-) : tanaman/sap sehat........................................................................

14

Deteksi TBIA dari benih tanaman varietas Parade yang
ditumbuhkan.......................................................................................

16

 
 
 
 
 
 

 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5

 

Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas
Lousiana dan Long Silk.....................................................................

26

Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas New
Jaliteng dan Pilar...............................................................................

26

Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas
Parade................................................................................................

27

Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas
Maharani............................................................................................

28

Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas
777.....................................................................................................

29

 


 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman
hortikultura yang sering ditemui di pasar tradisional atau swalayan, menempati
urutan ke- 8 dari 20 jenis sayuran yang dikonsumsi di Indonesia. Kacang panjang
merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga.
Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran sedang sampai dataran
rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap
musim. Usahatani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang
mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi et al. 2003).
Luas panen kacang panjang mengalami penurunan sebanyak 12% (sekitar
70 000 ha) dengan kemampuan produksi yang tergolong rendah, yaitu 275,73 ton
dan 10,09 ton/ha untuk berturut-turut rataan produksi dan produktivitas nasional.
Salah satu faktor penyebab masih rendahnya daya hasil tanaman sayuran di
Indonesia adalah penggunaan benih sayuran dengan mutu genetik dan fisiologis
yang kurang baik, dan beberapa gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting
kacang panjang di Indonesia diantaranya layu cendawan (Fusarium sp.),
antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar (Meloidogyne sp.), dan mosaik yang
disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya Bean common mosaic virus
(BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV), dan Cowpea aphid borne mosaic
virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning
pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Penyebab terbanyak penyakit mosaik kuning di Jawa
Barat (Bogor, Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon) dan Jawa Tengah
(Tegal dan Pekalongan) adalah BCMV-strain black eye cowpea (BCMV-BIC)
yang menginfeksi secara tunggal atau bersama dengan Cucumber mosaic virus
(CMV) (Damayanti 2009, Damayanti et al. 2009).
BCMV termasuk dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Beberapa
anggota Potyvirus dilaporkan menyerang tanaman kacang-kacangan yang secara


 

ekonomis sangat penting karena ditularkan melalui benih dan menyebar secara
alami melalui kutudaun secara non persisten (Morales & Bos 1988).
Strategi pengendalian virus, termasuk BCMV umumnya mengandalkan
penggunaan benih sehat, menghilangkan tanaman terinfeksi, menggunakan
varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga
vektor (Saleh 1997). Penggunaan benih tahan dan sehat merupakan upaya terbaik
mencegah infeksi virus yang terbawa benih.
Kenyataan masih tingginya intensitas serangan mosaik kuning di lapang
sampai saat ini melatarbelakangi penelitian ini untuk mendapatkan informasi
kesehatan benih petani dan komersial yang digunakan atau ditanam. Salah satu
upaya untuk memperoleh benih sehat adalah dengan tersedianya teknik deteksi
virus yang akurat dan mudah dilakukan secara rutin untuk seleksi benih sehat dan
monitoring penyakit di lapang. Teknik deteksi serologi merupakan salah satu
teknik deteksi yang banyak digunakan secara luas, terutama untuk deteksi virus
dalam jumlah banyak. Dalam penelitian ini akan diuji kesehatan benih komersial
dan petani terhadap BCMV dengan deteksi serologi I-ELISA, dan dilakukan juga
optimasi deteksi BCMV dengan teknik TBIA.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kesehatan benih kacang

panjang komersial dan petani sebagai landasan dalam program sertifikasi benih
serta membandingkan dua teknik deteksi serologi untuk BCMV yaitu ELISA dan
TBIA.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diperoleh informasi mengenai
tingkat infeksi BCMV pada benih petani dan komersial yang digunakan/ditanam
dengan deteksi serologi. Perbandingan dua teknik serologi bermanfaat untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam mendeteksi BCMV agar dapat
diaplikasikan sesuai dengan tujuan dan kondisi yang ada.


 

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
Kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan termasuk kingdom Plantae,
subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh), super divisi Spermatophyta
(menghasilkan

biji),

divisi

Magnoliophyta

(tumbuhan

berbunga),

kelas

Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil), sub kelas Rosidae, ordo Fabales,
famili Fabaceae (suku polong-polongan), genus Vigna, spesies Vigna sinensis
(L). ex Hassk (Wikipedia 2012).
Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim
dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak,
berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling,
panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna
hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris,
panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk
kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang
lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna
kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini
berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. Bijinya lonjong, pipih,
berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Hutapea 1994).
Tanaman kacang panjang tumbuh baik di dataran rendah sampai
menengah hingga ketinggian 700 mdpl.

Pada ketinggian di atas 700 mdpl

tanaman kacang panjang pertumbuhannya akan terhambat. Tanaman tumbuh baik
pada tanah Latosol, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan
drainasenya baik, pH sekitar 5,5-6,5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang
panjang adalah 25-35 οC pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 οC
(PROSEA 1996).


 

Bean common mosaic virus (BCMV)
BCMV termasuk ke dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Potyvirus
merupakan kelompok virus tumbuhan terbesar yang diketahui saat ini (Agrios
2005).
Partikel BCMV mempunyai panjang 720 – 770 nm dan lebar 12 – 15 nm.
Partikel virusnya terdiri dari 95% protein dan 5% RNA utas tunggal. Kestabilan
virus dalam sap tanaman tergantung dari strain virus dan waktu infeksinya. Virus
ini mempunyai titik panas inaktivasi 50 – 60 οC, titik batas pengenceran 10-3-10-4
dan ketahanan in vitro virus 1-4 hari pada suhu ruang (CABI 2005).
BCMV dapat ditularkan secara mekanis melalui beberapa spesies
kutudaun secara nonpersisten dan melalui benih.

Adapun beberapa spesies

kutudaun yang dapat menjadi vektor BCMV antara lain Aphis gossypii, A.
craccivora, A. medicanigis, A. rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum
ambrosiae, M. pisi dan M. solanifolii. Infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum
fase inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari
ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan (Sutic et al. 1999).
BCMV mengalami perkembangan di dalam ovul dan kotiledon, tetapi tidak pada
kulit benih. BCMV mampu mempertahankan infektivitas dalam biji selama 30
tahun (Morales & Bos 1988).
Tanaman yang terinfeksi secara sistemik, khususnya dari infeksi benih
menunjukkan gejala daun dengan pola mosaik, daun menggulung dan mengerut
sepanjang tulang daun. Gejala pada tanaman terinfeksi menunjukkan gejala daun
belang, mosaik, jaringan tulang daun klorosis dan malformasi daun pada daundaun muda. Secara umum tanaman yang diinokulasi dengan virus biasanya gejala
akan muncul pada 7-10 hari setelah inokulasi (Djikstra & De Jager 1998).

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan uji serologi
yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis,
dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun
1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi


 

antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim
sebagai pelapor (Lequin 2005). Menurut Djikstra & De Jager (1998) Beberapa
keunggulan ELISA sebagai tes serologi untuk virus tumbuhan adalah :


Konsentrasi virus yang digunakan sangat sedikit (1-10 ng/ml) dapat
terdeteksi.



Antibodi yang digunakan sangat sedikit.



Metode ini dapat digunakan untuk deteksi sampel virus skala besar.



Uji ini dapat digunakan menggunakan panduan standar yang sudah
ditentukan.



Hasil deteksi ELISA dapat diukur secara kuantitatif.
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis yaitu, standard (direct)

double antibody sandwich (DAS)-ELISA dan indirect ELISA (I-ELISA). Metode
DAS-ELISA diperkenalkan pertama kali oleh Clark dan Adams pada tahun 1977
untuk deteksi virus tumbuhan dan uji ini pertama kali dilakukan pada plat 96
sumur berbahan polystyrene. Tahapan DAS-ELISA, pertama sumuran plat
dicoating dengan menggunakan antibodi primer. Setelah plat dicuci, sampel virus
dimasukkan ke dalam sumuran. Setelah dicuci kembali dengan Phosphat buffer
saline tween (PBST), enzyme konjugat (antibodi kedua) diisikan ke dalam
sumuran. Setelah dicuci kembali, enzyme substrat PNP (P-nitrophenylphosphate)
dimasukkan ke dalam sumuran untuk pewarnaan (Djikstra & De Jager 1998).
Berbeda dengan DAS-ELISA, pada metode I-ELISA sampel virus
(antigen) dimasukkan terlebih dahulu, setelah itu baru dimasukkan antibodi
primer ke dalam sumuran dan selanjutnya tahapan prosedur sama dengan DASELISA (Djikstra & De Jager 1998).
DAS-ELISA sangat dianjurkan untuk deteksi virus skala besar, tetapi
untuk deteksi virus yang membutuhkan spesifikasi yang tinggi DAS-ELISA
terkadang

bermasalah

dalam

mendeteksi.

Oleh

karena

itu

dianjurkan

menggunakan I-ELISA, karena hubungan serologi antar virus lebih stabil
(Djikstra & De Jager 1998).
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi virus dengan jumlah virus
yang sangat kecil pada satu benih (individu) atau serangga vektor. Hal ini untuk
membuktikan sensitivitas metode ELISA (Djikstra & De Jager 1998).


 

Tissue blot immunosorbent assay (TBIA)
TBIA merupakan uji serologi menggunakan membran Nitropure
nitrocellulose (NPN) yang sangat efektif mendeteksi dan mendiagnosa virus
tanaman. Teknik ini menggunakan bahan tanaman segar dan diblot pada kertas
membran (Lin et al. 1990). Teknik TBIA merupakan kombinasi teknik ELISA
dan Dot immunobinding assay (DIBA) serta mempunyai tingkat sensitivitas yang
sama, prosedur yang digunakan sangat sederhana dan dapat digunakan untuk
deteksi rutin dengan jumlah sampel yang banyak (Djikstra & De Jager 1998).
Pendekatan berbasis asam nukleat dipakai secara ekstensif untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi virus pada tanaman. Flinders Technology
Associates (FTA) Cards membantu untuk mengoleksi dan menyimpan DNA dari
tanaman untuk digunakan secara langsung maupun tidak langsung pada uji
Polymerase chain reaction (PCR). Teknik FTA cards efektif untuk mendeteksi
RNA virus (Ndurungu et al. 2005). FTA cards dan membran NPN keduanya
terbuat dari bahan yang sama, sehingga membran NPN pada metode TBIA juga
dapat digunakan untuk uji Reverse transcription-PCR (RT-PCR).
TBIA dilakukan pada kertas membran yang ukurannya dapat disesuaikan
dengan jumlah sampel yang ada. Sampel yang akan dispot digulung dan diiris
ujungnya menggunakan pengiris, lalu dispot pada kertas membran dan ditunggu
minimal dua jam dengan suhu ruang (Karle et al. 2004).
Dalam pengerjaannya, teknik TBIA sangat mudah dan cepat dalam
mendeteksi virus, serta spot yang positif terdeteksi virus dapat langsung
digunakan untuk identifikasi lebih lanjut dengan RT-PCR tanpa harus menyimpan
sampel yang akan diuji. Selain itu sampel yang sudah dispot pada kertas membran
dapat disimpan dalam jangka waktu panjang (Chang et al. 2010).


 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilakukan mulai bulan
Agustus sampai Desember 2011.

Metode Penelitian

Penanaman Tanaman Uji
Sampel benih tanaman kacang panjang dikumpulkan dari berbagai
sumber, yaitu dari petani dan dari toko bahan-bahan pertanian. Benih lokal
didapat dari Indramayu Jawa Barat (varietas tidak diketahui) dan benih yang
dibeli dari toko pertanian yaitu varietas Parade (Panah Merah), New Jaliteng
(Mutiara Bumi), Long Silk (Ramza Seed), Pilar (PT Bogor Seed), 777 (Panah
Merah), Maharani (Kapal Terbang-Chia Tai), Lousiana (Sang Hyang Seri).
Benih tersebut masing-masing disemai pada nampan persemaian dengan
jumlah benih yang diuji adalah 100 benih untuk setiap varietas (Gambar 1).

a

b

Gambar 1 Benih disemai pada nampan persemaian. (a) 6 hari setelah tanam
(HST) dan (b) 4 MST

Penyiapan Sampel Uji
Tanaman yang akan diuji diberi nomor pada salah satu daunnya.
Kemudian tiap tanaman sampel daun diambil dan dibentuk bulat dengan


 

menggunakan tutup eppendorf untuk keseragaman ukuran sampel uji. Tiap lima
sampel daun dari lima tanaman uji dibuat menjadi satu sampel komposit (SK).
Sehingga total sampel komposit ada 20 SK untuk tiap varietas benih yang diuji.
Semua sampel diuji serologi dengan menggunakan metode I-ELISA
menggunakan antiserum BCMV (Agdia, USA).

Persentase BCMV Terbawa Benih
Sampel komposit yang terdeteksi positif BCMV secara serologi, kemudian
dideteksi ulang secara individu untuk mendapatkan jumlah nyata tanaman yang
positif terinfeksi BCMV. Benih yang terbawa BCMV dihitung dengan rumus :
Σ bibit yang positif dengan uji I-ELISA
Persentase virus terbawa benih =

X 100 %
Σ bibit contoh

Deteksi Serologi Virus Terbawa Benih
Metode I-ELISA. Tahap ELISA diawali dengan penyiapan sap sebagai
antigen. Sap disiapkan dengan menggerus tanaman sakit menggunakan mortar
dengan bufer ekstraksi [1,59 g Na2CO5; 2,93 g NaHCO3; 0,20 g NaN3; 20 g PVP
yang dilarutkan dalam 1 L Aquabides, pH 9,6] dengan perbandingan 1:100 (v/v).
Sebanyak 100 µl sap diisikan ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam
pada suhu 4 οC, setelah itu plat dicuci sebanyak tujuh kali dengan 1x PBST
(Phosphate buffer saline tween 20) [NaCl 8 g, KH2PO4 2 g, Na2HPO4 1,15 g, KCl
0,2 g, NaN3 0,2 g, Tween 20 0,5 ml, yang dilarutkan dalam 1 L Aquabides, pH
7,4].
Tiap sumuran kemudian diisi dengan 100 µl antiserum BCMV (Agdia
Cab. No 46000/0500) (1:200) dan diinkubasi kembali pada suhu ruang selama dua
jam, kemudian plat dicuci sebanyak delapan kali dengan PBST. Sumuran plat
selanjutnya diisi 100 µl enzim konjugat GaR-AP (Goat anti-rabbit yang telah
dilabel enzim Alkaline phosphate) dalam bufer konjugat [PBST + 2% PVP +


 

0,2% egg albumin (Sigma A- 5253)] dan diinkubasi selama satu jam pada suhu
ruang. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali.
Reaksi pewarnaan dilakukan dengan memberikan ke dalam setiap sumuran
100 µl substrat PNP (P-nitrophenylphosphate) 1 tablet PNP dalam 5 ml buffer
PNP (diethanolamine 97 ml, H2O 600 ml, NaN3 0,2 g, dilarutkan dalam 1 L
Aquabides, dan pH 9,8) dan diinkubasi selam 30-60 menit pada suhu ruang dan
gelap. Perubahan warna diamati pada masing-masing sumuran. Apabila warna
telah berubah menjadi kuning, reaksi segera dihentikan dengan menambahkan 50
µl NaOH 3M. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader
(BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm. Uji dinyatakan positif
jika nilai absorban ELISA (NAE) sampel uji nilainya 1,5 x NAE kontrol negatif
(tanaman sehat).
Metode TBIA. Tahapan TBIA menggunakan metode yang telah
dimodifikasi oleh Lin et al. (1990) dan Chen et al. (2004). Sampel daun kacang
panjang sebanyak dua lembar daun digulung, diiris/dipotes dengan silet dan
dispotkan pada kertas membran Nitropure nitrocellulose (NPN-GE Water &
Process Technologies). Pada tiap pengujian, dispotkan jaringan tanaman sehat
sebagai kontrol negatif kemudian kertas NPN dikeringanginkan minimal 2 jam.
Untuk keseragaman, diatas kertas membran dilarikkan kertas berpola bulatan
dengan ukuran yang sama (Gambar 2).
Kertas membran yang telah kering dicuci dengan 5% Triton X-100
(octyphenolpoly(ethyleneglycolether)x) selama 10 menit di atas shaker dengan
kecepatan 200 rpm untuk menghilangkan sisa tanaman, dan warna hijau daun
pada kertas membran.
Setelah itu kertas membran diblocking dengan bufer potassium phosphate
salin tween (KPST) [0,02 M K2HPO4, 0,15 M NaCl, pH 7,4) yang di dalamnya
mengandung 0,05% Tween-20, 5% susu skim, dan 0,5% bovine serum albumin
(BSA)] diatas shaker (200 rpm) selama 20 menit.
Setelah itu kertas membran direndam ke dalam bufer KPST yang
mengandung kombinasi antibodi primer yang spesifik untuk BCMV (Agdia) dan
antibodi kedua (Rabbit anti mouse IgG, Sigma), kemudian diinkubasi selama 90
menit di atas shaker dengan kecepatan 200 rpm.

10 
 

Setelah itu kertas membran dicuci menggunakan Tween Tris buffer saline
(TTBS)(0,05 M Tris base, 0,15 M NaCl, 0,05% Tween, pH 7,6), sebanyak dua
kali masing-masing selama 10 menit, lalu selama 5 menit. Kertas membran
kemudian diwarnai dengan menggunakan substrat nitroblue tetrazolium/5-bromo4-chloro-3-indolylphosphate (NBT/BCIP, Sigma) sampai spot pada kertas
membran berwarna ungu untuk sampel yang positif BCMV. Reaksi dihentikan
dengan membuang substrat pewarna dan mencuci membran dengan air serta
kemudian kertas NPN dikeringanginkan di atas tisu.
Optimasi Konsentrasi Antiserum. Oleh karena belum diketahui
kombinasi antiserum yang optimal untuk deteksi BCMV kacang panjang, maka
dilakukan pengujian beberapa kombinasi antiserum BCMV dan universal
antiserum conjugat (antibodi kedua). Adapun konsentrasi kombinasi antiserum
yang digunakan adalah 1:3 000; 1:5 000; 1:7 000; 1:10 000; 1:13 000; dan
1:15 000. Selain optimasi konsentrasi antiserum, dilakukan juga perbandingan
deteksi sap dan spot pada konsentrasi antiserum yang optimal.

Gambar 2 Tahapan deteksi serologi dengan TBIA. (a) kertas membran (KM), (b)
tahap pencucian dengan Triton X-100, (c) tahap blocking, (d) tahap
deteksi dengan antiserum, (e) tahap pencucian dengan TTBS, (f) tahap
pewarnaan dengan substrat NBT/BCIP, (+) daun sakit, (-) daun sehat

11 
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Uji Virus Terbawa Benih
Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan
varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa
tujuh varietas komersial positif terdeteksi BCMV dari benih yang ditumbuhkan.
Adapun varietas yang positif BCMV yaitu New Jaliteng, Pilar, Parade, Long Silk,
Maharani, Lousiana, dan 777, sedangkan benih dari varietas Lokal (berpolong
putih) dari petani menunjukkan tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3).
80

Sampel Komposit Positif
BCMV (%)

80
70
60
45

50

40

40
30
20
10

5

5

NJT

PLR

5

5

0

0
LS

PRD

MHR

LSA

777

Lokal

Varietas

Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dari sampel komposit pada 7 varietas
kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long
Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777; Lokal
Persentase tertinggi sampai terendah benih yang membawa BCMV dari 20
SK yang dideteksi ditunjukkan oleh adalah varietas Parade (16 SK), varietas 777
(9 SK), varietas Maharani (8 SK), lalu New Jaliteng, Pilar, Lousiana, dan Long
Silk masing-masing (1 SK), sedangkan varietas Lokal polong putih menunjukkan
hasil tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3). Untuk mengetahui persentase nyata
BCMV yang terbawa benih dari sampel komposit yang positif, selanjutnya sampel
diuji secara individu dengan I-ELISA (Gambar 4).

12 
 

73

Benih Positif BCMV (%)

80
70
60
50
40

30
25

30
20
10

3

4

NJT

PLR

5

2

0
LS

PRD

MHR

LSA

777

Varietas

Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih pada 7 varietas kacang panjang
komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD :
Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777
Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan
bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, infeksi tertinggi sampai terendah
ditunjukkan oleh varietas Parade (73%), varietas 777 (30%), varietas Maharani
(25%), varietas Long Silk (5%) , varietas Pilar (4%), varietas New Jaliteng (3%),
dan terakhir varietas Lousiana (2%). Data ini menunjukkan bahwa benih-benih
komersial yang dijual dan ditanam petani tidak bebas BCMV.

Deteksi BCMV dengan Teknik TBIA
Hasil deteksi BCMV dengan TBIA menggunakan antiserum dengan
konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi antiserum
(pengenceran rendah) yang digunakan maka pewarnaan akan semakin jelas dan
waktu pewarnaan semakin singkat (Gambar 5). Penggunaan kombinasi antiserum
sampai 1:10 000 memberikan hasil yang jelas antara sampel yang positif BCMV
dan sampel sehat. Namun, hasil deteksi TBIA BCMV masih dapat terlihat jelas
sampai pengenceran antiserum 1:15 000. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas
antiserum yang cukup tinggi. Namun, waktu pewarnaan yang diperlukan menjadi
lebih lama (> 7 jam); lebih lama dari proses TBIA itu sendiri.

13 
 

TBIA

Konsentrasi Anti
Serum

Waktu Warna Muncul
(menit)



1 : 3 000

10

1 : 5 000

20

1 : 7 000

20

1 : 10 000

30

1 : 13 000

420

1 : 15 000

480



‐ 

‐ 

‐ 

Gambar 5 Optimasi hasil deteksi BCMV pada konsentrasi antiserum yang
berbeda. (+) : tanaman sakit; (-) : tanaman sehat
Hasil TBIA dengan menggunakan kertas membran dapat dilihat bahwa
sampel positif dengan cara blotting langsung dari daun yang segar lebih bagus
dan lebih bersih hasilnya daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang
digerus terlebih dahulu. Ketika proses pencucian, blotting langsung dari daun
yang segar lebih bersih daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang digerus
karena sulitnya menghilangkan sisa tanaman (Gambar 6).

14 
 

Gambar 6

TBIA BCMV kacang panjang dengan menggunakan konsentrasi
antiserum. (a) ; 1:3 000; (b) ; 1:5 000; (+) : tanaman/sap terinfeksi;
(-) : tanaman/sap sehat

Perbandingan hasil deteksi ELISA dari benih yang ditumbuhkan dengan
TBIA, digunakan varietas Parade. Berdasarkan deteksi ELISA menunjukkan
bahwa 16 dari 20 sampel komposit yang diuji positif mengandung BCMV.
Sementara itu, berdasarkan hasil TBIA menunjukkan 11 dari 20 spot berwarna
ungu (sampel no 1, 2, 6, 7, 8, 12, 16, 17, 18, 19, 20) dan sisanya berwarna ungu
muda. Namun, berdasarkan pengamatan visual, semua sampel komposit positif
BCMV walaupun dengan intensitas warna yang berbeda. Sampel 1-4 terdeteksi
negatif dengan ELISA namun positif dengan TBIA. Hal ini karena saat TBIA
dilakukan umur tanaman > 4 MST, sedangkan ELISA dilakukan saat tanaman
berumur 4 MST. Pada tanaman yang > 4 MST kemungkinan jumlah virus lebih
banyak dalam tanaman tersebut sehingga terdeteksi positif dengan TBIA. Faktor
ketidak seragaman tekanan ketika menspotkan sampel pada kertas membran juga
membawa perbedaan intensitas warna ungu. Pada kontrol negatif juga terlihat
berwarna ungu muda seperti pada sampel uji yang positif BCMV. Hal ini
disebabkan tanaman sehat yang digunakan pada Gambar 5 berbeda dengan yang
digunakan pada Gambar 7. Persentase BCMV terbawa benih varietas Parade
cukup tinggi berdasarkan hasil deteksi dalam penelitian ini, sehingga kontrol
negatif varietas Parade yang digunakan dalam TBIA pada Gambar 7 kemungkinan
besar membawa BCMV.

15 
 

Tabel 1 Hasil deteksi I-ELISA
ditumbuhkan
No
Bufer
Kontrol (+)
Kontrol (-)
1*
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

dari benih tanaman varietas Parade yang

Rata-rata NAE
0,152
2,864
0,164
0,169
0,211
0,212
0,239
0,316
0,273
0,260
0, 304
0,292
0,312
0,368
0,356
0,328
0,328
0,366
0,351
0,450
0,404
0,723
0,659

* Uji positif jika NAE > 0,246 (1,5 x NAE K negatif)

Hasil*
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

16 
 

Gambar 7 Deteksi TBIA dari benih tanaman varietas Parade yang ditumbuhkan

Perbandingan Teknik Deteksi I-ELISA dan TBIA
Kelebihan dan kekurangan dua teknik ini ditabulasikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan antara teknik I-ELISA dan TBIA dalam deteksi BCMV
Faktor Pembanding
Sensitivitas
Objektivitas hasil
Penggunaan alat bantu
otomatis
Media
Antiserum BCMV (1 : 200)
Antiserum 2nd
Penggunaan bufer
Pewarna
PNP
NBT/BCIP
Kecepatan diagnosa
Keterampilan yang
dibutuhkan
Prosedur pelaksanaan
Pengujian pada kondisi
lapang
Biaya Pengujian

I-ELISA*
0,01 g sampel daun
Sedang-Tinggi
Banyak

TBIA*
Daun segar sedikit
Sedang
Sedikit

Plat ELISA 1 strip
4 µl
1µl
Banyak
100 µl/sampel
±22 -26 jam
Sedang

Kertas NPN 1,5 x 5 cm
1µl
1µl
Sedikit
Disesuaikan dengan
kertas NPN (±1-3 ml)
±3 jam
Rendah

Banyak
Sedang

Sedikit
Tinggi

Rp 97.000,00

Rp 33.000,00

∗ ELISA diperkirakan untuk 8 sampel (plat ELISA 1 strip); Setara dengan KM ukuran 1,5 x 5
cm untuk TBIA dengan jumlah sampel yang sama

17 
 

Perbandingan kedua metode dalam mendeteksi BCMV menunjukkan
bahwa TBIA lebih mudah, murah, dan jauh lebih cepat dalam memberikan hasil
deteksi dibandingkan I-ELISA. Dalam pengujian rutin, sering menggunakan
jumlah sampel yang tidak banyak. Pada kondisi ini TBIA memberikan
keleluasaan dan kemudahan dalam deteksi karena kertas membran yang
digunakan dapat disesuaikan dengan jumlah sampel. Sedangkan pada I-ELISA
jumlah sampel sedikit atau banyak dalam satu plat akan membutuhkan biaya yang
sama dan lebih mahal dari TBIA.
Keunggulan pengujian teknik I-ELISA di laboratorium yaitu pembacaan
hasil pengujian dapat dilakukan menggunakan ELISA reader, sehingga
didapatkan hasil titer virus yang akurat secara kuantitatif. Sedangkan dengan
teknik TBIA hanya dapat menentukan hasil deteksi virus secara kualitatif positif
dan negatif saja.

Pembahasan

Deteksi Benih Hasil Growing On Test
Deteksi benih secara serologi pada delapan varietas kacang panjang
menunjukkan tujuh varietas komersial positif BCMV, sedangkan varietas lokal
menunjukkan tidak terdeteksi BCMV. Akan tetapi benih yang bereaksi positif
pada I-ELISA tersebut belum memperlihatkan gejala pada saat dilakukan
pengujian (4 MST). Hal tersebut membuktikan bahwa benih komersial yang ada
di pasaran dan ditanam petani tidak bebas BCMV. Selain BCMV, penyebab
mosaik kuning kacang panjang adalah CMV atau infeksi ganda BCMV dan CMV
(Damayanti et al. 2009). Kemungkinan terdeteksi CMV dari benih ada karena
CMV juga virus tular benih, namun dalam penelitian ini deteksi CMV tidak
dilakukan.
Berdasarkan hasil deteksi ini terlihat bahwa kenyataannya benih komersial
tidak bebas virus. Hal ini menjelaskan tentang intensitas serangan mosaik kuning
di lapang yang tinggi dibeberapa pertanaman kacang panjang di Jawa Barat dan
Tegal (Damayanti TA & Tamrin, Komunikasi pribadi 2012). Oleh karena itu

18 
 

salah satu upaya pengendalian BCMV adalah dengan penggunaan benih bebas
virus dan tersedianya metode deteksi virus yang mudah dilakukan dalam deteksi
rutin.
Dalam deteksi BCMV terbawa benih, sebaiknya benih ditumbuhkan
sampai 4 MST. Hal ini karena sedikitnya virus yang terbawa benih sehingga
tanaman perlu ditumbuhkan sampai virus mencapai konsentrasi yang terdeteksi
dengan ELISA. Hasil deteksi dengan menumbuhkan benih sampai 2 MST pada
varietas Maharani menunjukkan hasil negatif BCMV (data tidak diperlihatkan).
Namun, setelah benih ditumbuhkan sampai 4 MST, varietas Maharani dari 100
sampel yang sama menunjukkan 25% benih yang diuji positif mengandung
BCMV. Oleh karena itu, dalam seleksi benih bebas BCMV growing on test
(menumbuhkan benih) sampai 4 MST merupakan hal yang penting diperhatikan
untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih akurat.
Deteksi serologi menggunakan sampel komposit dengan cara mencetak
daun dengan tutup eppendrof merupakan cara yang mudah untuk keseragaman
sampel uji dibandingkan pengambilan sampel yang tidak beraturan ukurannya.
Sampel komposit (1 SK terdiri dari 5 tanaman yang berbeda) dengan ukuran yang
sama memudahkan dalam pelaksanaan deteksi dan efisiensi penggunaan
antiserum untuk deteksi sampel dalam jumlah banyak. Dengan bentuk daun yang
sama dideteksi dalam bentuk sampel komposit, diharapkan sampel uji lebih
homogen. Jika dari lima sampel uji, satu saja yang positif mengandung virus, akan
positif terdeteksi walaupun dalam sampel komposit. Deteksi individu dari sampel
komposit hanya dilakukan bila terdeteksi positif virus. Hal ini untuk efisiensi
penggunaan antiserum.
Menurut Susetio (2011), varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, dan
Pilar (Polong hijau) tergolong varietas yang sangat rentan terhadap BCMV, begitu
juga dengan varietas 777 (Setyastuti 2008). Dalam penelitian ini deteksi benih
komersial hasil growing on test juga menunjukkan persentase BCMV terbawa
benih yang tinggi pada varietas Parade, Maharani, dan 777. Hal ini menunjukkan
kemungkinan adanya korelasi positif antara kerentanan tanaman dengan tingginya
persentase BCMV terbawa benih. Persentase BCMV terbawa benih yang lebih
rendah ditunjukkan pada varietas New Jaliteng, Pilar, Long Silk, dan Lousiana.

19 
 

Infeksi benih hanya terjadi saat BCMV menginfeksi tanaman sebelum
pembentukan bunga, dan tidak terjadi setelah masa itu. Fenomena ini sepertinya
terkait dengan transmisi BCMV melalui polen saat virus masuk ke dalam sel telur
waktu fertilisasi. Selain itu tinggi rendahnya persentase BCMV terbawa benih
juga dipengaruhi oleh waktu terjadinya infeksi virus. Semakin muda tanaman
terinfeksi virus, semakin tinggi peluangnya terbawa benih (Sutic et al 1999).
Agrios

(2005)

berpendapat

bahwa

faktor

genetik

tidak

hanya

mempengaruhi gejala tetapi juga variasi dalam kerentanan terhadap patogen yang
disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan pada setiap
jenis varietas. Tingginya persentase BCMV yang terdeteksi dari benih yang
ditumbuhkan menunjukkan bahwa varietas komersial berpolong hijau diduga
lebih rentan terhadap infeksi BCMV dibandingkan varietas yang berpolong putih
asal petani dari Indramayu.

Kelebihan dan Kekurangan I-ELISA dan TBIA
Perbandingan kelebihan dan kekurangan dalam mendeteksi virus BCMV
dengan menggunakan teknik I-ELISA dan TBIA membahas beberapa faktor
utama. Kedua teknik deteksi tersebut dapat memberikan hasil deteksi yang baik.
Hasil deteksi kuantitatif I-ELISA dapat dilihat diukur menggunakan
ELISA reader, sedangkan pada TBIA hasil deteksi hanya dapat dilihat dari
pewarnaan kertas membran yang berwarna ungu untuk sampel positif virus dan
tidak berwarna untuk kontrol sehat (kualitatif). Sehingga, pada deteksi TBIA tidak
dapat diketahui titer virusnya dan adanya subjektivitas dalam penentuan warna
ungu. Namun, TBIA memiliki kelebihan dalam deteksi dan identifikasi virus. Spot
ungu yang positif virus dapat langsung digunakan untuk deteksi asam nukleat dan
RT-PCR tanpa ekstraksi asam nukleat yang rumit untuk identifikasi virus dan
perunutan DNA, sehingga untuk identifikasi virus tidak perlu menyimpan sampel
daun (Chang et al. 2010). Sedangkan pada ELISA, hasil pengujian tidak dapat
digunakan langsung untuk RT-PCR. Untuk hasil deteksi yang positif dengan
ELISA, uji lanjutan untuk deteksi asam nukleat memerlukan sampel daun yang
sama dan total RNA harus diekstraksi, baru kemudian dideteksi RT-PCR.

20 
 

Biaya yang dibutuhkan untuk deteksi virus dengan TBIA jauh lebih rendah
dibandingkan I-ELISA karena penggunaan bufer-bufer dan antiserum uji sangat
sedikit. Selain itu prosedur TBIA lebih mudah dan singkat dibandingkan I-ELISA
(Gambar 2). Hal ini membuktikan TBIA dapat digunakan lebih banyak dalam
deteksi rutin atau untuk mendeteksi sampel hasil survei karena prosedurnya
mudah, murah, dan singkat. Namun, optimasi penggunaan antiserum spesifik
virus dengan TBIA tetap harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Pemanfaatan kedua teknik deteksi dalam pengujian langsung di lapang
memungkinkan untuk dilakukan. Menurut Kartiningtyas (2005) teknik I-ELISA
memungkinkan dilakukan di lapang karena tahapan dasar dari I-ELISA yaitu
pengisian plat, inkubasi, pencucian plat, dan pembacaan I-ELISA dapat dilakukan
tanpa menggunakan peralatan yang canggih. Hasil uji I-ELISA dapat ditentukan
dengan membandingkan warna substrat antar sampel, kontrol positif, kontrol
negatif, dan larutan penyangga. Akan tetapi teknik TBIA jauh lebih mudah
dilakukan di lapang, karena prosedur pelaksanaan yang digunakan lebih sedikit
dibandingkan I-ELISA. Tahapan dasar dari TBIA yaitu blotting pada kertas
membran, inkubasi, pencucian kertas membran, dan pewarnaan kertas membran
juga dapat dilakukan di lapang tanpa menggunakan peralatan yang canggih serta
waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan hasil jauh lebih cepat dibandingkan IELISA.

21 
 

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Persentase BCMV terbawa benih komersial berkisar antara 2–73%
tergantung varietas. Benih komersial yang berpolong hijau diduga lebih rentan
terhadap infeksi BCMV dibanding benih lokal yang berpolong putih berdasarkan
hasil deteksi benih yang ditumbuhkan.
Pengenceran kombinasi antiserum optimal untuk deteksi BCMV dengan
TBIA berkisar 1:3 000 sampai 1:7 000, karena memberikan hasil deteksi yang
tegas dan cepat dibandingkan dengan pengenceran antiserum yang lebih tinggi.
Teknik deteksi BCMV dengan TBIA lebih mudah, murah, dan cepat
dibandingkan I-ELISA serta lebih memungkinkan dilakukan di lapang, karena
prosedur pelaksanaan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan I-ELISA.

Saran
1.

Perlu dilakukan penelitian terkait hubungan umur tanaman saat terinfeksi
BCMV dengan persentase BCMV terbawa benih untuk mengetahui masa
kritis tanaman terhadap infeksi BCMV.

2.

Perlu diteliti upaya pengendalian BCMV pada benih terutama pada varietas
yang rentan tetapi digemari konsumen.

3.

Perlu diupayakan penyebaran informasi tentang pentingnya benih sehat dalam
mengendalikan infeksi virus tular benih kepada pihak terkait (produsen benih,
petani, dinas pertanian, dll).

22 
 

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. ke-5. New York: Academic Press.
Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Indonesian vegetable seeds: Current
condition and prospects in business of vegetable seeds. Bulletin of
Agronomy (33) (1): 38-47.
CABI [Central of Agricultural and Biosciences International]. 2005. Corp
Protection Compendium. CAB International, Wallingford.
Chang Peta-Gaye S, Mclaughlin Wayne A, Tolin Sue A. 2010. Tissue blot
immunoassay and direct RT-PCR of cucumoviruses and potyviruses from
the same NitroPure nitrocellulose membrane. Journal of Virological
Methods 117: 345-351.
Chen P, Buss GR, Tolin SA. 2004. Reaction of soybean to single and double
inoculation with different Soybean mosaic virus strains. Crop Protection.
23: 965-971.
Damayanti TA. 2009. Kajian Sifat Bioekologi dan Biomolekuler Penyebab
Outbreak Penyakit Kuning pada Kacang Panjang di Jawa Barat dan Jawa
Tengah [abstrak]. J Bogor Agriculture University. http://www.repository.
ipb.ac.id [31 Oktober 2011].
Damayanti TA, OJ Alabi, RA NAidu, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean. In Bogor, West Java. Hayati Journal
of Biosciences 16: 78-82
Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise.
Boston: Springer.
Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen
Kesehatan: Jakarta.
Karle R, Holder F, Smith M. 2004. Application of FTA-based technology for
sample collection, transport, purification and storage of PCR-ready plant
DNA.WhatmanInc.http//www.whatman.com/References/WGI_1397_Plant
Poster_V6.pdf. [08 Februari 2010].
Kartiningtyas. 2005. Deteksi Turnip mosaic virus (TuMV) pada benih dan
jaringan daun. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Lin NS, Hsu YH, Hsu HT. 1990. Immunological detection of plant viruses dan a
mycoplasma-like organism by direct tissue blotting on nitrocellulose
membranes. [jurnal]. Phytopathology 80: 824-828.

23 
 

Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus/AAB Description of Plant
Viruses. Virus Research 337.
Ndurungu J, Taylor NJ, Yadav J. Aly H, Legg JP, Aveling T, Thompson G,
Fauquet CM. 2005. Application or FTA technology for sampling recovery
and molecular characterization of viral pathogens and virus-derived
transgenes from plant tissues. Virology. 2: 45, doi:10.1186/1743-422X-2-45.
[PROSEA] Plant Resources South East Asia. 1996. Legume Genetic Resources:
The PROSEA Manual for Authors, Editors, and Publishers. Ed ke-10.
Oshkosh: University of Wisconsin.
Saleh N. 1997. Pengaruh biji belang dan pengendalian vektor terhadap intensitas
serangan Soybean stunt virus dan hasil kedelai. Komponen teknologi
peningkatan produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Edisi
Khusus Balitkabi 9: 82-89.
Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap
infeksi Bean common mosaic virus (BCMV). [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suryadi, Luthfy, Kusandriani Y, Gunawan. 2003. Karakteristik dan Deskripsi
Plasma Nutfah Kacang Panjang. Buletin Plasma Nutfah 9(1): 1-10.
Susetio H. 2011. Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons varietas
kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui
kutudaun (Aphis craccivora Koch.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Sutic DD, Ford RE, Tosic MT. 1999. Handbook of Plant Virus Diseases. CRC
Press: 174-176.
Wikipedia Indonesia. 2011. Kacang panjang.  http://id. wikipedia. org/wiki/
Kacang_panjang. [11 Januari 2012].

24 
 

LAMPIRAN

25 
 

Lampiran 1 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas
Lousiana dan Long Silk
No
Kontrol (-)
1*
2
3
4
5

Var. Lousiana
NAE Keterangan*
0,193
0,186
0,183
0,167
0,526
+
0,436
+

No
Kontrol (-)
1*
2
3
4
5

Var. Long Silk
NAE Keterangan*
0.099
0,391
+
0,410
+
0,390
+
0,435
+
0,418
+

*Uji positif jika NAE var. Lousiana > 0.289; Uji positif jika NAE var. Long Silk > 0,148

Lampiran 2 Tabel Nilai absorban ELISA (NAE) sampel individu varietas New
Jaliteng dan Pilar
No
Kontrol (-)
1*
2
3
4
5

Var. New Jaliteng
NAE Keterangan*
0,099
0,310
+
0,371
+
0,264
+
0,104
0,097
-

No
Kontrol (-)
1*
2
3
4
5

Var. Pilar
NAE Keterangan*
0,191
0,511
+
0,194
0,478
+
0,653
+
0,460
+