Karakteristik Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus)

isatKARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL HIDROLISAT

PROTEIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

CASTI HASAN SANAPI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
CASTI HASAN SANAPI. Karakteristik Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan
NURJANAH.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi sehingga potensial untuk dimanfaatkan menjadi hidrolisat protein
ikan. Penelitian bertujuan untuk menentukan kondisi optimum proses hidrolisis
protein dan karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan
dengan perlakuan konsentrasi enzim papain 0-6% (b/v) dengan waktu hidrolisis 08 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi optimum enzim papain

untuk pembuatan hidrolisat protein yaitu sebesar 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis
optimum selama 5 jam dan derajat hidrolisis sebesar 47,238%. Hidrolisat protein
ikan lele dumbo memiliki rendemen sebesar 12,16% dengan komposisi kimia
sebagai berikut: kadar air 3,45%; abu 2,47%; protein 69,26%; dan lemak 0,50%.
Sifat fungsional yang diuji adalah sebagai berikut: nilai kelarutan sebesar 98,86%;
stabilitas busa sebesar 66,40%; kapasitas dan stabilitas emulsi sebesar 65,90%;
dan 43,18%; daya serap air sebesar 3,8 mL/g; daya serap lemak sebesar 6,5 mL/g;
serta warna (kecerahan) dengan nilai L sebesar 57,47.
Kata kunci: hidrolisat protein ikan, lele dumbo (Clarias gariepinus), sifat
fungsional (HPI).

ABSTRACT
CASTI HASAN SANAPI. Functional Characterization of Protein Hydrolysates
from African Catfish (Clarias gariepinus) Supervised by TATI NURHAYATI
and NURJANAH.
African catfish (Clarias gariepinus) has a high protein content, which is
potential to be used as protein hydrolysate. This research aimed to determine the
optimum condition for hydrolysis and to characterize african catfish protein
hydrolysate. The optimum concentration of papain used for hydrolysis of African
catfish protein was 5% (w/v) for 5 hours hydrolysis time and degree of hydrolysis

was 47.238%. Protein hydrolysate from African catfish had a yield of 12.16% and
water content of 3.45%; ash content of 2.47%; protein content of 69.26%; and fat
content of 0.50%. African catfish protein hydrolyzate had a solubility value of
98.86%; the foam stability of 6.4%; capacity and stability emulsion of 65.90%
and 43.18%; water holding capacity of 3.8 mL/g; fat absorption of 6.5 mL/g; and
the color (brightness) with a value of L at 57.47.
Key words: African catfish (Clarias gariepinus), fish protein hydrolysate,
functional properties fish protein hydrolysate.

KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL HIDROLISAT
PROTEIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

CASTI HASAN SANAPI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Karakteristik Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan Lele
Dumbo (Clarias Gariepinus)
Nama
: Casti Hasan Sanapi
NIM
: C34090046
Progam Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si.
Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS.

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.phil.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Juli 2013 dengan judul Karakteristik
Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi
ini, terutama kepada:
1. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS. Selaku dosen

pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada
penulis.
2. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan.
3. Dr. Ir. Agoes M. Jakob, Dipl, Biol. selaku Ketua Komisi Pendidikan
Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4. Dr. Mala Mala Nurilmala, S.Pi., M.Si selaku dosen penguji.
5. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staf dosen dan tata
Usaha yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
6. Mamah dan Almarhum Bapak tersayang, serta kakak-kakak yang telah
memberikan cinta, kasih sayang, dan doanya kepada penulis.
7. Nino Anata atas pengertian dan dukungan yang diberikan.
8. Teman seperjuangan Asti Latifah dan Cholifah atas kebersamaan yang luar
biasa selama menempu masa-masa sulit saat penelitian.
9. Teman-teman BEM FPIK Kabinet Biru Bersatu, serta teman-teman THP 46
(Alto) yang telah banyak membantu dan memotovasi penulis sehingga karya
ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini memiliki banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2013

Casti Hasan Sanapi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Penelitian
Preparasi bahan baku
Pembuatan hidrolisat protein ikan lele
Analisis sifat fungsional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Optimum Enzim Papain
Waktu Hidrolisis Optimum
Derajat Hidrolisis dari Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Komposisi Kimia Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak

Karakteristik Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Kelarutan
Stabilitas busa
Sifat emulsi
Daya serap air
Daya serap lemak
Warna
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
1
1
2
2
2
2
2

2
3
3
3
3
5
5
6
7
7
8
8
9
9
9
10
10
10
10
11

11
11
11
12
12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1.

Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo

8


2.

Karekateristik fungsional hidrolisat protein ikan lele dumbo

9

DAFTAR GAMBAR
1.

Diagram alir metode pembuatan hidrolisat ptotein

4

2.

Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
konsentrasi enzim papain yang berbeda
6

3.

Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu
hidrolisis yang berbeda
6

4.

Hidrolisat protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi perikanan Indonesia diperkirakan mencapai 6.4 juta ton per tahun
yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif. Potensi
perikanan yang berpeluang untuk dikembangkan yaitu budidaya air tawar.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan Indonesia menjadi penghasil
produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015 dan telah ditetapkan
perikanan budidaya sebagai ujung tombaknya (KKP 2011). Oleh sebab itu, perlu
dilakukan upaya peningkatan konsumsi ikan melalui program penganekaragaman
pangan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani khususnya yang bersumber
dari ikan. Salah satu komoditas perikanan budidaya yang memiliki peluang sangat
besar untuk dikembangkan adalah ikan lele.
Ikan lele sangat popular dikalangan masyarakat karena mudah
dibudidayakan dan harganya terjangkau murah. Perkembangan produksi lele
secara nasional sebesar 340.674 ton pada tahun 2011, dan diperkirakan akan
mengalami peningkatan pada tahun berikutnya (KKP 2011). Peningkatan jumlah
produksi ikan lele ini kurang diikuti dengan pengolahan yang bervariasi.
Pengolahan yang paling popular adalah dengan digoreng atau disajikan sebagai
pecel lele. Jenis olahan lele yang monoton dikhawatirkan dapat menyebabkan
kebosanan pada masyarakat dalam mengkonsumsi lele. Agar dapat terus
berkelanjutan perlu dipikirkan pengembangan produk olahan ikan lele selain
dikonsumsi secara langsung.
Hidrolisat protein ikan (HPI) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan
ikan lele yang cukup potensial. Hidrolisat protein ikan adalah produk cairan yang
dibuat dari ikan dengan penambahan enzim proteolitik untuk mempercepat
hidrolisis dalam kondisi terkontrol dengan hasil akhir berupa campuran komponen
protein (Pigott dan Tucker, 1990). Penelitian mengenai hidrolisat protein ikan
telah banyak dilakukan menggunakan berbagai jenis ikan dan enzim. Nurhayati et
al. (2007) meneliti tentang hidrolisat protein ikan selar kuning menggunakan
enzim papain. Papain merupakan enzim protease yang berasal dari getah tanaman
pepaya (Carica papaya) yang telah banyak digunakan secara komersial.
Hidrolisat protein ikan memiliki sifat fungsionalnya lebih tinggi, sehingga
lebih luas pemanfaatannya. Hidrolisat protein dari ikan lebih bagus dibandingkan
dari sumber hewani lainnya, karena komposisi protein cukup lengkap
(Koesoemawardani et al. 2008). Beberapa penelitian di Jepang mengungkapkan
bahwa beberapa produk olahan yang memanfaatkan hidrolisat protein karena sifat
fungsionalnya yang baik untuk sup, bumbu dalam kecap (penambah flavor),
minuman berprotein tinggi, biskuit, dan saus (Barzana & Gracia 1994).

Perumusan Masalah
Penelitian mengenai hidrolisat protein ikan telah banyak dilakukan
menggunakan berbagai jenis ikan dan enzim. Salamah et al. (2011) telah meneliti
mengenai pembuatan dan informasi mengenai kondisi optimum proses hidrolisis
dan karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo. Penelitian hidrolisat protein

2
ikan lele dumbo masih perlu dilakukan perlakuan karena informasi mengenai sifat
fungsional serta pengaplikasiannya terhadap produk masih sangat sedikit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik fungsional
hidrolisat protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dihasilkan dari
produksi dengan kondisi optimum.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi karakteristik sifat
fungsional hidrolisat protein ikan lele sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan
secara optimal.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan contoh, preparasi bahan
baku, pembuatan hidrolisat, dan karakterisasi sifat fungsional hasil hidrolisat
protein ikan lele dumbo (Clarias gariepunus).

METODE
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2013 sampai bulan Juli 2013.
Preparasi dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pengetahuan Bahan
Baku Industri Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Produksi
hidrolisat protein dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian sifat fungsional
dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah ikan lele dumbo berukuran 4 ekor
per kg yang diperoleh dari Pasar Ciampea, Bogor. Bahan yang digunakan untuk
proses produksi hidrolisat protein adalah enzim papain (aktivitas spesifik 3 U/mg)
dan akuades. Bahan yang digunakan untuk uji karakteristik fungsional adalah
akuades, HCl atau NaOH, dan minyak nabati.
Alat
Alat yang digunakan untuk proparasi ikan lele adalah timbangan digital,
pisau, talenan, wadah, dan alumunium foil. Alat yang digunakan untuk analisis
proksimat adalah timbangan analitik, cawan porselen, oven, sudip, desikator
(analisis kadar air); tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung soxhlet, pemanas
(analisis kadar lemak); tabung kjeldahl, desilator, buret (analisis kadar protein);
tanur dan desikator (analisis kadar abu). Alat untuk produkasi hidrolisat protein

3
adalah elenmeyer, galas ukur, Waterbath shaker (Wise bath shaker WSB-18),
oven, Centrifuge (HIMAC CR 21G), dan freeze dryer (Chris Alpha 2-43360harz).
Alat untuk uji karakteristik sifat fungsional adalah tabung reaksi, homogenizer,
tabung kjeldahl, Centrifuge (HIMAC CR 21G), dan Chomameter (Monolta
Camera CR-300).
Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, meliputi tahap preparasi bahan,
produksi hidrolisat protein (penentuan nilai optimum) dan proksimat, serta
pengujian sifat fungsional yang meliputi kelarutan (Nurhayati et al. 2013),
stabilitas busa (Shahidi et al. 1995), kapasitas emulsi (Yatsumatsu et al. 1972),
daya serap air (Beuchat 1997), daya serap lemak (Beuchat 1997), serta warna
(Hutching 1999).
Preparasi bahan Baku
Sampel ikan lele (Clarias gariepinus) yang diperoleh timbang bobotnya;
difillet tanpa kulit, dan dipisahkan dagingnya untuk digunakan sebagai bahan
pembuatan hidrolisat.
Pembuatan hidrolisat protein ikan lele
Pembuatan hidrolisat protein ikan dilakukan melalui reaksi hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Metode pembuatan hidrolisat protein ikan
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode Nurhayati et al. (2007)
yang telah dimodifikasi. Prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Perlakuan konsentrasi optimum enzim yang digunakan diantaranya adalah 0%
(b/v), 3% (b/v), 4% (b/v), 5% (b/v), 6% (b/v). Perlakuan waktu optimum
hidrolisis yang digunakan diantara adalah 0 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 7 jam, dan 8
jam. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Data peubah yang diamati
dianalisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan softwere
SPSS 17.0.
Derajat hidrolisis dihitung berdasarkan persentase rasio trichloroacetic acid
(TCA). Sebanyak 20 mg hidrolisat protein ditambahkan TCA 10% (b/v) sebanyak
20 mL. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar terjadi
pengendapan, kemudian disentrifugasi (kecepatan 7.800 g, selama 15 menit).
Supernatannya lalu dianalisis kadar nitrogennya menggunakan metode Kjeldahl
(AOAC 2005). Derajat hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Derajat Hirdrolisis (%) =

x 100%

Analisis sifat fungsional
Analisis sifat fungsional merupakan analisis yang dilakukan untuk
mengetahui sifat fungsional hidrolisat protein ikan lele yang dihasilkan.
Kelarutan (Nurhayati et al. 2013)
Uji kelarutan dalam air menggunakan metode gravimetri. Kertas saring
Whatman no 42 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C selama 3 jam, lalu

4
ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan 150 mL akuades kemudian
disaring dengan kertas Whatman no. 42 dengan bantuan pompa vakum.
x 100

Kelarutan =
Keterangan :
A = bobot kertas dengan residu
B = bobot kertas awal
C = bobot sampel
KA = Kadar air
Ikan lele dumbo
Fillet skinless
Pencincangan

Homogenasi dengan akuades 1:2
Penambahan enzim papain
(konsentrasi optimum)
Hidrolisis (suhu 550C, pH 7, waktu optimum, 100 rpm)
Inaktivasi enzim (suhu 800C, 20 menit)
Sentrifugasi (5000 rpm, 40C, 20 menit)*
Filtrat
Freeze drying*
Hidrolisat protein ikan
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan
(Nurhayati et al. 2007 yang telah termodifikasi) Keterangan:
= mulai dan akhir proses;
= Proses;
* = modifikasi
Stabilitas busa (Shahidi et al. 1995)
Sampel dilarutkan dalam akuades dengan pH netral sebanyak 20 mg/mL
pada kecepatan 5000 rpm, untuk memasukkan udara selama 1 menit. Total

5
volume diukur pada 0 dan 30 menit setelah tercampur. Kemampuan busa
dinyatakan sebagai perluasan busa pada 0 menit, sedangkan stabilitas busa
dinyatakan sebagai ekspansi busa pada 30 menit. Perluasan busa dihitung sesuai
dengan persamaan :
Stabilitas busa (%) = [(A30 menit – B) / (A0 menit – B)] x 100
Keterangan :
A = Volume setelah tercampur (mL)
B = Volume sebelum tercampur (mL)
Sifat emulsi (Yatsumatsu et al. 1972)
Kapasitas emulsi duikur dengan cara 5 g hidrolisat protein kering
ditambahkan 20 mL akuades dan 20 mL minyak nabati, kemudian homogenasi
selama 1 menit dan disentrifugasi 7.500 rpm selama 5 menit. Stabilitas emulsi
ditentukan dengan cara yang sama namun sebelum sampel disentrifugasi, emulsi
dipanaskan pada suhu 90°C selama 30 menit kemudian didinginkan di air dingin
selama 10 menit. Kapasitas dan stabilitas emulsi dihitung dengan rumus :
Emulsi =

x 100

Daya serap air (Beuchat 1997)
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi lalu
ditambahkan dengan 10 mL akuades, kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu
kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifugasi pada 3.000 rpm selama 30
menit. Volume air bebas atau yang tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas
ukur.
Daya serap air (mL/g) =



Daya serap lemak (Beuchat 1977)
Sampel sebanyak 1 gram dicampur dengan 10 mL minyak nabati, 10 menit,
lalu diamkan campuran selama 30 menit dan disentrifugasi 3.000 rpm. Volume
minyak yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gels ukur.
daya serap lemak (mL/g) =



Warna (Hutching 1999)
Pengukuran warna menggunakan metode hunter yang dilakukan dengan
menggunakan alat Chromameter CR-300. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi
dengan standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia,
setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. ketiga parameter tersebut
merupakan ciri notasi warna Hunter (Lampiran 3).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Optimum Enzim Papain
Nilai rata-rata nitrogen total terlarut/nitrogen total bahan (NTT/NTB)
hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda
disajikan pada Gambar 2. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa konsentrasi enzim papain sebesar 5% (b/v) merupakan
konsentrasi optimum enzim papain yang digunakan dalam hidrolisis protein ikan

6
lele dumbo. Enzim papain yang ditambahkan di atas konsentrasi 5% (b/v)
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 1).

NTT/NTB

0.15
0,09bc

0.1

0,11c

0,13d
0,09b

0,04a

0.05
0

0

3
4
5
Perlakuan konsentrasi (%)

6

Gambar 2 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
konsentrasi enzim papain yang berbeda. Keterangan: Superscript
yang berbeda menunjukan berbeda nyata.
Hal ini sesuai dengan penelitian Salamah et al. (2011) bahwa hidrolisis
enzimatis protein Clarias gariepinus menunjukkan nilai NTT/NTB meningkat
cepat pada konsentrasi hidrolisis 5% (b/v). Rasio antara konsentrasi enzim papain
terhadap substrat yang semakin tinggi dapat memperbesar peluang terjadinya
reaksi hidrolisis protein hingga mencapai titik dimana peningkatan konsentrasi
enzim tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB. Menurut Hasnaliza et al.
(2010) Konsentrasi enzim proteolitik yang semakin meningkat dalam proses
hidrolisis menyebabkan peningkatan kadar nitrogen terlarut.
Waktu Hidrolisis Optimum
Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu
hidrolisis yang berbeda disajikan pada Gambar 3. Hasil uji menunjukkan bahwa
waktu hidrolisis sebesar 5 jam merupakan waktu hidrolisis optimum yang
digunakan dalam hidrolisis protein ikan lele dumbo. Waktu hidrolisis di atas 5
jam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 2).
0.25

0,19b

NTT/NTB

0.2
0.15

0,18b
0,10a

0,18b

0,18b

0,13a

0.1
0.05
0
0

4

5
6
7
Perlakuan waktu (jam)

8

Gambar 3 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan
waktu hidrolisis yang berbeda. Keterangan: Superscript yang berbeda
menunjukan berbeda nyata.

7
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Salamah et al. (2011), bahwa
hidrolisis enzimatis protein Clarias gariepinus menunjukkan nilai NTT/NTB
meningkat cepat pada waktu 5 jam. Hasil penelitian Ovissipour et al. (2010)
mengenai hidrolisis enzimatis protein Thunnus albacares menunjukkan derajat
hidrolisis meningkat cepat pada waktu hidrolisis selama 2 jam pertama, setelah itu
menjadi semakin lambat. Kecepatan peningkatan derajat hidrolisis yang semakin
menurun dapat disebabkan oleh adanya penghambatan proses hidrolisis substrat
oleh produk yang dihasilkan selama proses hidrolisis.
Derajat Hidrolisis dari Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Derajat hidrolisis yang dihasilkan dari proses hidrolisis protein ikan lele
dumbo pada kondisi optimum sebesar 48,39%, hal ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Salamah et al. (2011) yang menunjukkan derajat hidrolisis sebesar
35,37%, lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan nila dalam
penelitian Foh et al. (2011) sebesar 23,40%. Derajat hidrolisis pada hidrolisat
protein ikan lele dumbo ditentukan dengan metode soluble nitrogen after trichloro
acid precipitation (SN-TCA). Metode SN-TCA memiliki keuntungan, yaitu
proses analisis relatif cepat dan praktis (Rutherfurd 2010).
Derajat hidrolisis meningkat disebabkan oleh peningkatan peptida dan asam
amino yang terlarut dalam TCA akibat dari pemutusan ikatan peptida selama
hidrolisis protein. Konsentrasi enzim dan substrat serta waktu hidrolisis yang
berbeda menyebabkan perbedaan derajat hidrolisis (Hasnaliza et al. 2010).
Ovissipur et al. (2010) menyebutkan bahwa perbedaan jenis enzim yang
digunakan dapat menyebabkan perbedaan nilai derajat hidrolisis pada proses
hidrolisis protein kepala Thunus albacares.
Komposisi Kimia Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dalam penelitian ini
berbentuk serbuk yang disajikan pada Gambar 4. Rendemen hidrolisat protein
ikan lele dumbo yang dihasilkan sebesar 12,16%.

Gambar 4 Hidrolisat protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ditentukan melalui
analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan

8
kadar lemak. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar Protein
Kadar Lemak

Hidrolisat protein
ikan lele dumbo
(% bb)
3,45
2,47
69,26
0,50

Hidrolisat protein
ikan lele dumbo
(% bb)*
5,46
5,71
59,29
1,97

Hidrolisat protein
ikan komersial
(% bb)**
3-5
4-7
73-75
19-22

Keterangan
*
= Salamah et al. (2011)
** = International Quality Ingredients (2011)

Kadar air
Air merupakan komponen yang paling penting dalam bahan pangan, karena
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa bahan pangan. Produk
hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi yaitu sekitar 80%.
Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan daya terima, kesegaran,
serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air hidrolisat protein ikan lele
dumbo sebesar 3,45%. Nilai uji tersebut relatif sama dengan kadar air pada
hidrolisat protein ikan komersial yaitu sebesar 3-5%. Metode pengeringan yang
digunakan pada hidrolisat protein ikan lele dumbo adalah freeze drying dan
metode pengeringan yang digunakan pada hidrolisat ikan komersial adalah spray
drying. Salamah et al. (2011) menyatakan bahwa pengeringan protein
menggunakan freeze drying dapat mencapai kadar air yang sangat rendah dengan
resiko kerusakan protein yang kecil karena proses pengeringan terjadi pada suhu
yang rendah. Kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan metode
spray drying dipengaruhi oleh suhu inlet dan outlet yang digunakan. Apabila suhu
yang digunakan terlalu tinggi maka resiko kerusakan protein akibat panas juga
akan semakin besar.
Kadar abu
Abu merupakan sisa dari hasil pembakaran bahan organik. Kandungan abu
dan komponennya tergantung jenis dari bahan yang dianalisis. Bahan makanan
mengandung lebih dari 95% bahan organik dan air dan sisanya terdiri dari unsurunsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik (kadar abu) (Winarno 2008).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu hidrolisat protein ikan lele
dumbo sebesar 2,47%. Salamah et al. (2011) menyetakan bahwa hidrolisat protein
ikan lele memiliki kadar abu sebesar 1,79 % dan hidrolisat komersil sebesar 4-7%.
Hal ini disebabkan oleh penambahan senyawa alkali, misalnya NaOH, dan atau
senyawa asam, seperti HCl, dalam proses hidrolisis protein bertujuan untuk
mencapai nilai pH optimum enzim dan menjaga agar pH tetap konstan selama
proses hidrolisis sehingga pemutusan ikatan peptida oleh enzim dapat tetap
berlangsung, pencampuran senyawa asam dan alkali dalam larutan hidrolisat
protein akan menyebabkan terbentuknya senyawa garam sehingga dapat
meningkatan kadar abu pada hidrolisat protein (Salamah et al. 2011).

9
Kadar protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh dan berfungsi sebagai zat pembangun serta
pengatur. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur N, C, H, dan O yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Protein
digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi mengandung N yang
tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2008).
Kadar protein pada hidrolisat protein ikan sebesar 69,26%, lebih tinggi
dibandingkan kadar protein pada hidrolisat protein ikan lele dumbo hasil
penelitian Salamah et al. (2011) yaitu sebesar 53,29%, namun lebih rendah jika
dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan komersial yaitu sebesar 73-75%
(International Quality Ingredients 2011). Food and Agricultural Organization
mendefinisikan tiga jenis konsentrat protein ikan diantara tipe A memiliki kadar
lemak maksimal 0,75% dengan kadar protein lebih dari 80%, tipe B memiliki
kadar lemak minimal 3% dengan kadar protein kurang dari 80%, dan tipe C
merupakan konsentrat yang dibuat tidak higienis (FAO 2011). Dilihat dari kadar
proteinnya hidrolisat protein ikan lele dumbo memenuhi persyaratan sebagai
hidrolisat tipe B.
Kadar lemak
Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram,
sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak juga
berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K (Winarno 2008).
Hasil analisis menunjukkan kadar lemak pada hidrolisat protein ikan lele
dumbo sebesar 0,50% lebih rendah dibandingkan kadar lemak hidrolisat protein
ikan komersial sebesar 19-22% (International Quality Ingredients 2011). Hal ini
disebabkan lemak yang terkandung dalam hidrolisat protein sebagian ikut terpisah
bersama protein yang tidak terlarut, yaitu ketika sentrifugasi. Dilihat dari nilai
kandungan lemaknya, hidrolisat protein ikan lele dumbo memenuhi persyaratan
untuk hidrolisat Tipe A (FAO 2011). Hidrolisat protein yang mempunyai kadar
lemak rendah umumnya lebih stabil terhadap reaksi oksidasi lemak dibandingkan
hidrolisat protein ikan yang mempunyai kadar lemak tinggi (Nilsang et al. 2005).
Karakteristik Sifat Fungsional Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo
Hidrolisat protein ikan mempunyai sifat fungsional yang lebih baik dari
tepung ikan karena mempunyai kelarutan yang sangat tinggi dan kelarutan ini
tidak banyak berubah walaupun mendapatkan perlakuan suhu, misalnya proses
sterilisasi (Frokjear 1994). Karakteristik sifat fungsional hidrolisat protein ikan
lele dumbo disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik fungsional hidrolisat protein ikan lele dumbo
Parameter
Kelarutan
Stabilitas busa
Kapasitas emulsi
Stabilitas emulsi
Daya serap air
Daya serap lemak

Hidrolisat protein ikan lele dumbo
98,86%
66,40%
65,90%
43,18%
3,8 mL/g
6,5 mL/g

10
Kelarutan
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia dan fungsional yang paling
penting dari hidrolisat protein. Faktor utama yang mempengaruhi karakteristik
kelarutan protein adalah adanya interaksi hidrofobik dan ion. Kelarutan yang baik
dari protein sangat penting dalam banyak aplikasi fungsional terutama untuk
pembentukan emulsi, busa, dan gel (Amiza et al. 2012).
Hasil penelitian menunjukkan nilai kelarutan hidrolisat protein ikan lele
dumbo adalah sebesar 98,86%. International Quality Ingredient (2011)
menyatakan standar nilai kelarutan untuk hidrolisat protein komersial adalah lebih
dari 75%. Nalinanon et al. (2011) menyatakan bahwa perbedaan nilai derajat
hidrolisis dapat menentukan ukuran peptida, keseimbangan hidrofobik, serta
banyaknya peptida yang dihasilkan selama proses hidrolisis. Keseimbangan
hidrofobik peptida dapat memberikan pengaruh terhadap nilai kelarutan hidrolisat
protein. Nilai kelarutan yang tinggi menunjukkan potensi aplikasi hidrolisat
protein ke dalam industri makanan (Amiza et al. 2012).
Stabilitas busa
Sifat busa didefinisikan sebagai sistem dua fase yang terdiri dari sel udara
yang dipisahkan oleh lapisan cairan tipis. Busa bahan pangan merupakan sistem
yang sangat kompleks yang terdiri dari campuran gas, cair, dan padat. Hasil
penelitian menunjukkan stabilitas busa pada hidrolisat protein ikan lele yang diuji
adalah sebesar 66,4% dengan waktu 30 menit. Hasil tersebut lebih kecil bila
dibandingkan dengan stabilitas busa hirolisat protein ikan cobia (Rachycentron
canadum) dengan metode yang sama yaitu sebesar 105,7% dengan waktu 60
menit.
Pembentukan dan stabilitas busa dipengaruhi oleh pH, suhu, garam, gula,
lemak, dan sumber protein. Volume dan stabilitas busa akan bertambah dengan
meningkatnya konsentrasi protein yang diuji. Buih yang terbentuk pada
konsentrasi tinggi bersifat padat dan stabil karena lapisan permukaan lebih tebal
(Kinsella dan Damodaran 1981). Sifat daya busa dapat diaplikasikan pada
pembuatan whipped toppings, chidden dessert, dan minuman.
Sifat emulsi
Sifat pengemulsi dari hidrolisat protein ikan dijelaskan berdasarkan sifat
permukaannya, efektifitas menurunkan tegangan antar komponen hidrofobik dan
hidrofilik dalam makanan. Mekanisme proses emulsifikasi adalah daya serap
protein terhadap permukaan minyak yang tercampur. Hidrolisat merupakan bahan
aktif karena mereka larut dalam air dan mengandung gugus fungsional hidrofilik
dan hidrofobik (Amiza et al. 2012).
Nilai kapasitas emulsi dan stabilitas emulsi untuk hasil hidrolisat protein
ikan lele adalah 66,90% dan 43,18%. Nilai uji tersebut tidak jauh berbeda dengan
nilai sifat emulsi dari lele Amerika (Ictalurus punctatus) yaitu sebesar 64,5-66,4%
(Sathivel et al. 2009). Sifat molekuler dan panjang rantai peptida pada hidrolisat
yang berbeda dapat mentukan kemampuan emulsifikasi. Selain itu faktor-faktor
lain seperti derajat hidrolisis, ekstraksi pelarut, pH, ion, kekuatan, suhu juga dapat
mempengaruhi kemampuan emulsifikasi hidrolisat protein (Amiza et al. 2012).
Daya serap air
Daya serap air (Water Holding Capacity) merupakan kemampuan protein
menahan air delam suatu sistem pangan. Daya serap air bergantung dari
konsentrasi protein. Semakin besar konsentrasi protein maka semakin tinggi daya

11
serap airnya. Komposisi asam amino juga berperan dalam daya serap air. Semakin
banyak asam amino gugus polar, maka semakin baik daya ikat airnya.
Daya serap air dari hidrolisat protein ikan adalah sebesar 3,8 mL/g, lebih
besar jika dibandingkan dengan ikan cobia yaitu sebesar 0,8-1,1 mL/g. Daya serap
air sangat penting pada produk hidrolisat protein, karena kebanyakan bentuk dari
produk ini adalah produk yang telah dikeringkan. Beberapa produk yang
membutuhkan daya serap air yang tinggi adalah daging, produk sosis, bakery,
serta mie karena dapat berperan dalam pembentukan tekstur dari emulsi.
Daya serap lemak
Daya serap lemak penting dalam berbagai sistem pangan, misalnya pangan
teremulsi, powders, produk susu, produk sosis, dan roti. Sifat fungsional pangan
banyak melibatkan interaksi antara protein dan lemak, yaitu pembentukan emulsi,
emulsi lemak dan daging, pengikatan lemak dalam produk sosis, pengikat cita rasa
dan pembuatan adonan. Daya ikat lemak meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi protein.
Daya serap lemak hidrolisat protein ikan lele adalah sebesar 6,5 mL/g, lebih
besar dari nilai daya serap lemak pada hidrolisat protein ikan cobia yaitu sebesar
2,4-2,8 mL/g. Perbedaan kapasitas penyerapan minyak bisa disebabkan oleh
hidrolisis ekstensif yang berkontribusi pada degradasi hidrolitik struktur protein
dan penurunan interaksi hidrofobik (Amiza et al. 2012).
Warna
Pengukuran warna dilakukan menggunakan chromameter. Parameter yang
digunakan adalah nilai L yang menunjukkan kecerahan (brightness). Nilai L
memiliki skala dari 0 sampai 100, di mana semakin besar nilai L maka sampel
akan berwarna semakin cerah. Nilai kecerahan hidrolisat protein ikan lele dumbo
menunjukan perpaduan antara warna merah dan kuning dengan nilai kecerahan
sebesar 50,51.
Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a
(positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0
sampai -80 untuk warna hijau. Hidrolisat protein ikan lele dumbo memiliki nilai a
yang positif yaitu 2,74. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning
dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b
(negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru (Hutching 1999).
Hidrolisat protein ikan lele dumbo memiliki nilai b positif yaitu 10,42.
Setelah nilai L, a, dan b diperoleh, maka data diolah dengan rumus untuk
memperoleh nilai °Hue sehingga jenis warna dapat ditentukan (Lapiran 4). Nilai
°Hue hidrolisat protein ikan lele dumbo berada di antara kisaran 54°–90° maka
jenis warna yang dimiliki adalah yellow-red (kuning kemerahan).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hidrolisat protein ikan lele dumbo dapat dihasilkan melalui hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Konsentrasi optimum enzim papain
sebesar 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis selama 5 jam. Kondisi tersebut
menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 47,238%. Karakteristik hidrolisat protein

12
ikan lele dumbo yang dihasilkan berupa serbuk berwarna putih kekuningan
dengan rendemen sebesar 12,16% dengan komposisi kimia sebagai berikut: kadar
air 3,45%; abu 2,47%; protein 69,26%; dan lemak 0,50%. Hidrolisat protein ikan
lel dumbo memiliki grade A (dilihat dari kadar lemak) dan grade B (dilihat dari
kadar protein). Hidrolisat protein ikan lele dumbo mengandung nilai kelarutan
sebesar 98,86%; stabilitas busa sebesar 6,40%; kapasitas dan stabilitas emulsi
sebesar 65,90% dan 43,18%; daya serap air sebesar 3,8 mL/g; daya serap lemak
sebesar 6,5 mL/g; serta warna (kecerahan) dengan nilai L sebesar 50,51.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan komposisi hidrolisat
protein misalnya asam amino dengan sifat fungsionalnya, aplikasi hidrolisat
protein ikan lele dumbo terhadap produk pangan dan dapat membandingkan sifat
fungsional yang dihasilkan dari produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 2005. Official Methods of
Analysis of the Association of official Analysis Chemist. Arlington Virginia
(USA) : The Association of Offical Analytical Chemist, Inc.
[FAO]. Food and Agricultural Organization. 2011. Fish protein concentrate.
http://www.fao.org/ [4 Juli 2013].
[KKP]. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistika perikanan budidaya.
http://statisti.kkp.go.id [13 April 2013, pukul 23.00 WIB].
Amiza MA, Kong YL, Faazaz AL. 2012. Effect of hydrolysis on physicochemical
properties of cobia (Rachycentron canadum) frame hydrolysate. J Int
Food Res. 19 (1): 199-206.
Barzana E, Gracia GN. 1994. Production of fish protein consentrate. Martin,
A.M.(ed) Fisheries Processing Biotechnology Application. London (UK):
Chapman & Hall (207-222).
Beuchat LR. 1977. Functional and electrophoretic characteristics of succiylated
peanut flour proteins. J Agri Food Chem. 25: 258-262.
Frokjear S. 1994. Use of hydrolysate for protein supplement. Food Technol 48:
86-88.
Foh MBK, Tamara MT, Amadou I, Foh BM, Wenshui X. 2011. Chemical and
physicochemical properties of tilapia (Oreochromis niloticus) fish protein
hydrolysate and concentrate. Int J Biol Chem. 10: 1-15.
Hasnaliza H, Maskat MY, Wan AWM, Mamot S. 2010. The effect of enzyme
concentration, temperature and incubation time on nitrogen content and
degree of hydrolysis of protein precipate from cockle (Anadara granosa)
meat wash water. J Int Food Res. 17: 147-152.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food
Science Book. Gaithersburg Maryland (USA): Aspen Publishers Inc.
International Quality Ingredients. 2005. Fish protein hydrolysate.
http://www.eyequye.nl [4 Juli 2013].

13
Kinsella JE, Damodaran S. 1981. Interaction of carbonyl with soy protein
conformation effects. J Agri, Food Chem. 29 (6): 1253–1257.
Koesoemawardani D, Nurainy D, Hidayati S. 2008. Proses pembuatan hidrolisat
protein ikan rucah. J Natur Indo. 13 (3): 256-261.
Nalinanon S, Benjakul S, Kishimura H, Shahidi F. 2011. Functional and
antioxidant properties of protein hydrolysates form the muscle of ornate
threadfin bream treated with pepsin from skipjack tuna. Food Chem. 124:
1354-1362.
Nilsang S, Lertsiri S, Suphantharika M, Assavanig A. 2005. Optimization of
enzymatic hydrolysis of fish soluble concentrate by commercial protease.
J Food Eng. 70 (1): 571-578.
Nurhayati T, Desniar, Suhandana M. 2013. Pembuatan pepton secara enzimatik
menggunakan bahan baku jeroan ikan tongkol. JPHPI. 16 (1): 1-11.
Nurhayati T, Salamah E, Hidayat T. 2007. Karakteristik hidrolisat protein ikan
selar (Caranx leptolepis) yang diproses secara enzymatis. BTHP. 10 (1):
23-34.
Ovissipour M, Benjakul S, Safari R, Motamedzadegan A. 2010. Fish protein
hydrolysates production from yellowfin tuna Thunnus albacares head
using alcalase and protamex. Int Aquat Res. 2 (1): 87-95.
Pigot GM, BW Tucker. 1990. Utility Fish Flesh Effectively While Maintaining
Nutritional Qualities. Seafood Effect of Technology on Nutrition. New
York (AS): Marcel Dekker.
Rutherfurd SM. 2010. Methodology for determining degree of hydrolysis of
protein hydrolysates: a review. J AOAC Int. 93 (5): 1515-1522
Salamah E, Nurhayati T, Widadi IR. 2011. Pembuatan dan karakterisasi hidrolisat
protein dari ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menggunakan enzim
papain. JPHPI. 15 (1): 9-16.
Sathivel S, Yin H, Bechtel PJ, King JM. 2009. Physical and nutritional properties
of catfish roe spray dried protein powder and its application in an emulsion
system. J Food Eng. 95 (1): 76–81
Shahidi F, Han XQ, Synowiecki J. 1995. Production and Characteristics of
Protein Hydrolysates from Capelin (Mallotus villosus). Food Chem. 53
(3): 285–293.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): M Brio Press.
Yasumatsu K, Sawada K, Moritaka S, Misaki M, Toda J, Wada T, Ishi K. 1972.
Whipping and emulsifying properties of soybean products. Agric Biol
Chem. 36 (5):719-727.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Perlakuan konsentrasi optimum
Analisis ragam NTT/NTB dengan konsentrasi berbeda
Kuadrat
Sumber
Jumlah
Derajat
nilai
F
keragaman
kuadrat
bebas
tengah
Perlakuan
0,008
4
0,002
89,059
Galat
0,000
5
0,000
Total
0,008
9
Keterangan :signifikasi