Analysis of yield stability and performance of upland rice lines obtained from anther culture

i

ANALISIS STABILITAS HASIL
DAN KERAGAAN GALUR GALUR PADI GOGO
HASIL KULTUR ANTERA

DENI DWIGUNA SULAEMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
ANALISIS STABILITAS HASIL DAN KERAGAAN GALUR GALUR

PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini
.
Bogor, Januari 2012

Deni Dwiguna Sulaeman
NIM A253090101

iv

v

ABSTRACT
DENI DWIGUNA SULAEMAN. Analysis of Yield Stability and Performance of
Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under direction of
BAMBANG S PURWOKO as chairman, ISWARI S DEWI dan MUHAMAD

SYUKUR as members of the advisory commitee.
The objectives of this research were to study the potential and yield stability of
upland rice lines obtained from anther culture and their performance in the field.
Ten upland rice doubled-haploid (DH) lines were tested for their potential yield in
eight different locations (in Provinces of Lampung, West Java, Central Java,
Yogyakarta, East Java - Indonesia) in the rainy season of 2010/2011 along with
two check varieties (Way Rarem and Batutegi). In each location, the design was
Randomized Complete Block Design with four replications. The results indicated
that the line showing the most stable yield in different environment was I5-10-1-1
followed by WI-44, and IG-38. I5-10-1-1 produced 4.01 tons of dry grain per
hectare. The line showing the highest yield was WI-44, and this line produced
4.72 tons of dry grain per hectare. Visualization with AMMI showed that IW-56
and IW-67 lines were specifically adapted in Purworejo, O18-b-1 was specifically
adapted in Bogor, and IG-19 was specifically adapted in Malang.
Keyword: upland rice, DH lines, yield stability

vi

vii


RINGKASAN

DENI DWIGUNA SULAEMAN. Analisis Stabilitas Hasil dan Keragaan GalurGalur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Di bawah bimbingan BAMBANG S
PURWOKO, ISWARI S DEWI dan MUHAMAD SYUKUR.
Upaya pengembangan teknologi yang ditempuh untuk meningkatkan
produksi padi di lahan kering adalah melalui program pemuliaan tanaman.
Perakitan varietas secara konvensional memerlukan waktu yang panjang (lebih
dari 5 tahun), apabila menggabungkan sifat yang diinginkan dari berbagai varietas
atau tetua. Kultur antera dilaporkan dapat menghasilkan tanaman dihaploid atau
galur murni dalam waktu singkat.
Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil
terhadap perubahan kondisi lingkungan. Pengujian stabilitas hasil melalui
serangkaian uji multilokasi merupakan suatu tahapan penting sebelum varietas
dilepas. Dari hasil uji multilokasi diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe
yang dapat beradaptasi baik di lingkungan tertentu dan berdaya hasil stabil pada
beberapa lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur padi gogo yang memiliki
potensi hasil tinggi dan stabil pada lingkungan yang luas, serta memiliki keragaan
tanaman yang ideal sebagai varietas padi gogo berdaya hasil tinggi. Pengujian
stabilitas daya hasil padi gogo dilaksanakan di delapan lokasi pada musim hujan

(MH) bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011. Lokasi pengujian tersebar
di Jawa dan Sumatera, yaitu : Kebun Percobaan Taman Bogo – Lampung, Natar –
Lampung, Kebun Percobaan Cikarawang Bogor – Jawa Barat, Sukabumi – Jawa
Barat, Indramayu – Jawa Barat, Purworejo – Jawa Tengah, Wonosari – DI
Yogyakarta, dan Malang – Jawa Timur.
Sebanyak 12 genotipe digunakan sebagai bahan pengujian, yang terdiri
atas 10 galur harapan padi gogo hasil kultur antera dan dua varietas pembanding.
Sepuluh galur harapan padi gogo hasil kultur antera tersebut adalah III3-4-6-1,
I5-10-1-1, WI-44, GI-7, O18-b-1, IW-67, IG-19, IG-38, IW 56, B13-2e. Dua
varietas pembandingnya adalah Batutegi dan Way Rarem. Pelaksanaan pengujian
di tiap lokasi menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang
sebanyak empat kali. Satuan percobaan berupa petakan lahan berukuran 4 m x 5
m, sehingga tiap lokasi terdiri atas 48 satuan percobaan. Pengujian stabilitas
menggunakan empat metode yaitu Francis & Kanennberg, Finlay & Wilkinson,
Eberhart & Russel, dan AMMI.
Berdasarkan pengujian di delapan lokasi, galur WI-44 memiliki potensi
hasil rata-rata paling tinggi yaitu 4.72 ton/ha. Berdasarkan analisis Finlay &
Wilkinson, galur WI-44 dan IW-67 menunjukkan pola adaptasi khusus pada
lingkungan yang menguntungkan (favorable). Galur-galur I5-10-1-1, IG-19, dan
IG-38 relatif stabil dan beradaptasi pada lingkungan yang luas. Galur-galur III3-46-1, GI-7, O18-b-1, dan B13-2e mampu beradaptasi pada lingkungan yang

marjinal. Berdasarkan metode AMMI, galur IW-56 dan IW-67 spesifik untuk

viii

lokasi Purworejo, galur O18-b-1 spesifik untuk lokasi Bogor, dan galur IG-19
spesifik untuk lokasi Malang.
Diantara 10 galur yang diuji dalam penelitian ini, WI-44 dan IW-67
memiliki idiotipe tanaman yang potensial menjadi varietas unggul padi gogo
berdaya hasil tinggi. Kedua galur ini memiliki jumlah anakan yang sangat banyak
( > 20 batang/rumpun) dengan persentase anakan produktif 75 – 76 % dari total
anakannya. Tinggi tanaman kedua galur tergolong sedang yaitu 84 – 101 cm.
Umur tanaman tergolong genjah dibanding varietas ceknya, yaitu antara 101 –
104 hari. Persentase gabah isi kedua galur ini cukup tinggi, antara 83.5 – 86.4 %.
Bentuk gabah kedua galur ini panjang dan ramping dengan bobot rata-rata 1000
butir mencapai 27.98 – 28.31 gram.
Kata kunci : padi gogo, galur dihaploid, stabilitas hasil

ix

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

x

xi

ANALISIS STABILITAS HASIL
DAN KERAGAAN GALUR GALUR PADI GOGO
HASIL KULTUR ANTERA

DENI DWIGUNA SULAEMAN


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

xii

xiii

Judul Tesis

: Analisis Stabilitas Hasil dan Keragaan Galur-galur Padi Gogo
Hasil Kultur Antera

Nama


: Deni Dwiguna Sulaeman

NIM

: A253090101

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S Purwoko, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Iswari S Dewi
Anggota

Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si
Anggota
Mengetahui

Ketua Mayor

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Si.

Tanggal Ujian : 11 Nopember 2011

Tanggal Lulus :

xiv

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Desta Wirnas, SP. M.Si

xv

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul
tesis ini adalah Analisis Stabilitas Hasil dan Keragaan Galur-galur Padi Gogo
Hasil Kultur Antera. Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Dengan terselesaikannya penulisan tesis ini, saya ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang S Purwoko, MSc, Dr. Ir. Iswari S Dewi dan Dr.
Muhamad Syukur SP, MSi, selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan
arahannya selama perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan tesis ini.
2. Program IMHERE atas pendanaan dan bantuan fasilitas dalam pelaksanaan
penelitian ini (Prof. Dr. Ir. Bambang S Purwoko, MSc sebagai ketua peneliti).
3. PT. Petrokimia Gresik sebagai institusi tempat saya bekerja, atas kesempatan
yang diberikan untuk melanjutkan dan membiayai studi ke jenjang S2.
4. Istri dan keluarga atas doa dan motivasi selama saya menempuh pendidikan.
5. Teman-teman S2 PBT angkatan 2009 atas kebersamaan dan kekompakan
selama ini.
6. Rekan-rekan sekerja, yang sama-sama menempuh studi lanjutan S2, M Ihwan
F SP., MSi, Junianto Simaremare SP., MSi, Eko Suroso SP., MM, M Trudo H
SP., MM, dan Gita BN SSi., MSi atas kebersamaannya selama menempuh

pendidikan.
Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012

Deni Dwiguna Sulaeman

xvi

xvii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 4 Nopember 1982 sebagai
anak kedua dari pasangan Ade Sulaeman Said dan Anna Roswati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar sampai Sekolah Menengah Atas
di Sukabumi tahun 1988 sampai dengan 2000. Pada tahun 2005 penulis
menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agronomi.
Tahun 2005 diterima di PT Petrokimia Gresik. Tahun 2005 sampai
sekarang tercatat sebagai staf riset PT Petrokimia Gresik. Tahun akademik
2009/2010 penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman.

xix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN ………………………………………………………

1

Latar Belakang …………………………………………………..

1

Tujuan …………………………………………………………...

4

Hipotesis …………………………………………………………

4

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………

5

Peningkatan Produktivitas Padi Gogo ………………………..…

5

Aplikasi Kultur Antera Pada Pemuliaan Padi Gogo ……………

6

Interaksi Genotipe dan Lingkungan …………………………….

7

Metode Pengujian Stabilitas Hasil ……………………………….

10

BAHAN DAN METODE ………………………………………………..

15

Waktu dan Tempat ……………………………………………….

15

Bahan dan Alat ……………………………………………………

15

Pelaksanaan ………………………………………………………... 15
Pengamatan ………………………………………………………

16

Analisis Data ……………………………………………………..

18

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 23
Kondisi Umum Penelitian ………………………………………..

23

Analisis Stabilitas Hasil ………………….……………………….

24

Analisis stabilitas Francis-Kannenberg, Finlay-Wilkinson,
Eberhart-Russell …………………………………………..

29

Analisis stabilitas model AMMI …………….……………

34

Keragaan Karakter Agronomi ……………………………………

38

Keragaan umum …………………………………………..

38

Tinggi tanaman …………………………………………… 39
Jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif ………

42

xx

Umur berbunga dan umur panen ……………………….

46

Panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa…

49

Bobot 1000 butir ……………………………………….

56

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………………

59
59

Saran ……………………………………………………………… 59
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 61
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 65

xxi

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Pengelompokan metode analisis stabilitas oleh Lin et al. (1986)….

12

2

Sidik ragam tiap lokasi berdasarkan Singh dan Chaudary (1979)…

19

3

Sidik ragam gabungan dari 8 lokasi pengujian galur-galur
harapan padi gogo hasil kultur antera…………………………..…..

20

Jumlah kuadrat, kuadrat tengah, dan nilai F galur pada karakter
hasil gabah kering giling di 8 lokasi…………………………………

24

Sidik ragam gabungan hasil gabah kering giling dari 8 lokasi
Pengujian…………………………………………………………….

25

Rata-rata hasil gabah kering giling (ton/ha) galur-galur
padi gogo di tiap lokasi pengujian………………………………....

27

Parameter stabilitas hasil gabah kering giling padi gogo hasil
kultur antera dari 8 lokasi pengujian………………………………

29

Analisis ragam AMMI galur-galur padi gogo hasil kultur antera
di 8 lokasi pengujian……………………………………………….

35

Rekapitulasi analisis stabilitas pada genotype-genotipe yang diuji..

37

10 Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan interaksi
G × E pada karakter agronomi padi gogo………………………….

39

11 Nilai rata-rata karakter agronomi galur-galur padi gogo
di 8 lokasi……………………………………………………………

40

12 Rata-rata tinggi tanaman (cm) galur-galur padi gogo di tiap-tiap
lokasi pengujian……………………………………………………..

41

13 Rata-rata jumlah anakan total per rumpun galur-galur padi gogo
di tiap lokasi pengujian……………………………………………..

43

14 Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun galur-galur
padi gogo di tiap lokasi pengujian………………………………....

45

15 Rata-rata umur berbunga 50 % (hari)……………………………..

46

16 Rata-rata umur panen (hari)……………………………………….

47

17 Rata-rata tingkat efisiensi laju pembentukan hasil………………..

48

18 Rata-rata panjang malai (cm) galur-galur padi gogo di tiap
lokasi pengujian…………………………………………………….

50

19 Rata-rata tingkat kerapatan malai…………………………………

51

20 Rata-rata jumlah gabah isi per malai galur-galur padi gogo
di tiap lokasi pengujian……………………………………………

54

4
5
6
7
8
9

xxii

21 Rata-rata jumlah gabah hampa per malai galur-galur padi
gogo di tiap lokasi pengujian………………………………………. 55
22 Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur-galur padi gogo
di tiap lokasi pengujian………………………………………….

57

xxiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alir kegiatan penelitian……………………………………… 4

2

Model skematis yang menggambarkan interaksi genotype dan
Lingkungan………………………………………………………..…. 10

3

Fluktuasi keragaan hasil GKG galur-galur padi gogo di 8 lokasi……

4

Rata-rata kelebihan hasil galur-galur yang diuji terhadap
pembanding ………………………………………………………….. 28

5

Persentase kelebihan dan kekurangan hasil galur-galur
yang diuji terhadap varietas Batutegi dan Way Rarem………….…… 29

6

Pola linier produksi genotipe-genotipe padi gogo yang tergolong
tidak stabil berdasarkan metode Finlay & Wilkinson………………... 32

7

Pola linier produksi genotipe-genotipe padi gogo yang tergolong
stabil berdasarkan metode Finlay & Wilkinson…………………….… 33

8

Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 untuk produksi GKG
galur-galur padi gogo hasil kultur antera………………………….…. 36

9

Keragaan galur-galur padi gogo dengan anakan sedikit (GI-7),
sedang (I5-10-1-1), dan banyak (WI-44)…………………………….. 44

26

10 Kerapatan malai galur-galur padi gogo hasil kultur antera………..…. 51
11 Keragaan bentuk gabah galur-galur padi gogo hasil
kultur antera……………………………………………………….….. 52
12 Persentase rata-rata gabah isi dan hampa per malai dari
8 lokasi uji……………………………………………………………. 53

xxiv

xxv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Deskripsi varietas Batutegi………………………………………

65

2

Deskripsi varietas Way Rarem…………………………………..

66

3

Denah pelaksanaan uji stabilitas di berbagai lokasi…………….

67

4

Data iklim lingkungan uji…………………………………………

68

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan isu yang paling strategis dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Dilihat dari sisi kependudukan isu ini menjadi sangat
penting karena laju pertambahan penduduk sebesar 1.3 % per tahun menuntut
peningkatan penyediaan pangan baik dalam jumlah, mutu, dan waktu
penyediaannya. Penyediaan pangan ini menjadi instrumen utama dalam
pembangunan ekonomi masyarakat.
Padi masih memegang peranan paling penting dalam penyediaan pangan
di Indonesia, karena dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk. Program
Pemerintah dalam Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang
dicanangkan tahun 2007 telah berhasil meningkatkan produksi gabah kering
giling (GKG) 4.47 % dari tahun sebelumnya (Deptan 2008). Secara bertahap
diharapkan setiap tahun terjadi peningkatan produksi padi sebesar 5 %.
Keberhasilan peningkatan produksi padi tersebut masih terfokus pada
lahan sawah melalui kegiatan intensifikasi. Permasalahan yang dihadapi saat ini
adalah penyempitan lahan sawah akibat konversi menjadi lahan non pertanian
antara lain untuk perumahan dan kawasan industri.

Konversi lahan sawah

menjadi non sawah di Jawa terjadi sangat pesat selama 20 tahun terakhir, rata-rata
mencapai 54716 ha/tahun. Sebagian besar lahan yang mengalami konversi
tersebut adalah lahan beririgasi teknis atau setengah teknis dengan produktivitas
yang tinggi.
Potensi sumber daya lahan lain yang dapat dimanfaatkan ekstensifikasi
padi adalah lahan kering untuk budidaya padi gogo. Data BPS (2005)
menyebutkan bahwa Indonesia memiliki areal lahan kering seluas 11.61 juta ha.
Pemetaan yang dilakukan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1998)
memperkirakan luas lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan padi gogo
adalah 5.1 juta hektar dan tersebar di berbagai propinsi. Sampai tahun 2007 luas
areal panen padi gogo mencapai 1.1 juta ha dengan produksi 2.93 juta ton dan
produktivitas 2.7 ton/ha (Deptan 2008).

2

Perluasan areal padi ke lahan kering menjadi salah satu potensi alternatif
dalam upaya peningkatan produksi beras nasional dan peningkatan kesejahteraan
petani setempat. Pengembangan potensi ini tidak berarti bebas dari kendala, tetapi
dihadapkan juga pada permasalahan tingkat kesuburan tanah yang rendah,
cekaman biotik (hama penyakit), dan cekaman abiotik sehingga perlu teknologi
pendukung untuk meminimalkan kendala-kendala tersebut.
Upaya pengembangan teknologi yang ditempuh untuk mengatasi
permasalahan di atas adalah melalui program pemuliaan tanaman. Program yang
dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan
dapat diterima oleh petani. Perakitan varietas secara konvensional memerlukan
waktu yang panjang (lebih dari 5 tahun), apabila menggabungkan sifat yang
diinginkan dari berbagai varietas atau tetua. Kultur antera dilaporkan dapat
menghasilkan tanaman dihaploid atau galur murni dalam waktu singkat (Herawati
et al. 2009). Teknik ini dapat menghasilkan tanaman dihaploid spontan melalui
induksi embriogenesis dari pembelahan berulang mikrospora/polen tanaman
donor antera yang berasal dari persilangan tetua yang memiliki karakter yang
diinginkan.
Sejumlah galur dihaploid padi gogo dari persilangan beberapa varietas
unggul telah diperoleh dari beberapa penelitian sebelumnya melalui kultur antera.
Galur-galur IW-56, IW-67, IG-19, IG-38, GI-8 adalah galur-galur hasil kultur
antera yang konsisten toleran terhadap naungan (Sasmita et al. 2006). Galur O18b-1 dan B13-2e adalah galur-galur toleran alumunium hasil kultur antera
(Bakhtiar et al. 2007; Purwoko 2007). Galur-galur tersebut diuji stabilitas daya
hasilnya dalam penelitian ini.
Pembentukan varietas unggul perlu memperhatikan stabilitas hasil secara
sistematis dan kontinyu, mulai dari pembentukan populasi dasar sampai pengujian
varietas (Subandi 1981). Pengukuran stabilitas relatif suatu genotipe memerlukan
rentang wilayah yang luas agar dapat menentukan efisiensi pemuliaan (Nor dan
Cady 1979). Pengujian pada berbagai lingkungan perlu dilakukan karena di
Indonesia lingkungan tumbuh

sangat beragam baik dari tipe lahan yang

digunakan, jenis tanah, cara budidaya, pola tanam maupun musim tanam.

3

Keragaman lingkungan tumbuh tersebut akan berpengaruh terhadap hasil
persatuan luas.
Hal tersebut tidak dapat diabaikan karena tanaman dalam pertumbuhannya
merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan (Allard 1960). Penampilan
tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan tempat tumbuh, serta interaksi
antara genotipe dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap
lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan
lingkungan (G x E), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan
mengurangi kontribusi dari potensi genetik dalam penampilan akhir.
Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil
terhadap perubahan kondisi lingkungan. Stabilitas dapat bersifat dinamis artinya
selalu berubah pada kisaran tertentu pada lingkungan yang berbeda atau bersifat
statis artinya kondisi dimana daya hasil suatu genotipe selalu tetap pada berbagai
lingkungan. Mekanisme stabilitas lebih dikendalikan oleh kompensasi dari
komponen hasil jika genotipe tersebut mampu mempertahankan hasil yang tinggi
di lingkungan yang optimal. Pengujian stabilitas hasil melalui serangkaian uji
multilokasi merupakan suatu tahapan penting sebelum varietas dilepas. Dari hasil
uji multilokasi diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe yang dapat
beradaptasi baik di lingkungan tertentu dan stabil pada beberapa lingkungan.
Terdapat beberapa metode yang dipakai untuk mengukur stabilitas relatif
yang didasarkan pada fenomena interaksi genotipe dengan lingkungan.
Interpretasi dan pemanfaatan informasi interaksi genotipe dengan lingkungan
bervariasi antar peneliti. Menurut Eberhart dan Russell (1966), interaksi antara
genotipe dan lingkungan dapat mempengaruhi kemajuan seleksi dan sering pula
mengganggu pada seleksi genotipe-genotipe unggul. Nasrullah (1981) juga
berpendapat bahwa interaksi genotipe dengan lingkungan sering mempersulit
proses seleksi genotipe dari suatu uji adaptasi daya hasil yang kisarannya luas.
Parameter nilai stabilitas relatif umumnya menggunakan koefisien regresi dari
keragaan tiap genotipe dalam lingkungan yang berbeda, dibandingkan dengan
rata-rata

lingkungan

seluruh

genotipe.

Finlay

dan

Wilkinson

(1963),

mengemukakan bahwa genotipe-genotipe yang mempunyai slope regresi (bi) : >1,

4

= 1, dan < 1 berturut-turut mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara ratarata, dan di atas rata-rata.
Metode yang digunakan untuk memvisualisasi dan menjelaskan respon
genotipe terhadap lingkungan serta stabilitas daya hasilnya adalah metode
Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Analisis AMMI adalah
suatu teknik analisis data percobaan faktorial dengan pengaruh utama perlakuan
bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear.
Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif dengan
pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama (Mattjik dan Sumertajaya,
2006). Dalam penelitian ini akan diuji stabilitas daya hasil galur-galur harapan
padi gogo hasil kultur antera dengan metode Francis & Kanennberg (1978),
Finlay & Wilkinson (1963), Eberhart & Russell (1966), dan AMMI (Matjik,
Sumertajaya, 2006). Secara skematis pelaksanaan penelitian disajikan pada
Gambar 1.

Uji Daya Hasil
Lokasi 1

Sidik Ragam Lokasi 1

Uji Daya Hasil
Lokasi 2

Uji Daya Hasil
Lokasi 3, dst

Sidik Ragam Lokasi 3,
dst

Sidik Ragam Lokasi 2

Uji Homogenitas Ragam

Tidak
Karakterisasi Keragaan
Agronomi

Analisis Non
Parametrik

Homogen

Analisis Gabungan
Seluruh Lokasi

Francis & Kannenberg (1978)
Uji Stabilitas Daya
Hasil

Finlay & Wilkinson (1963)
Eberhart & Russell (1966)

Visualisasi dgn AMMI

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian

5

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur padi gogo yang memiliki
potensi hasil tinggi dan stabil pada berbagai lingkungan serta memiliki keragaan
tanaman yang ideal sebagai varietas padi gogo berdaya hasil tinggi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.

Terdapat galur padi gogo hasil kultur antera yang memiliki daya hasil lebih
tinggi daripada varietas pembandingnya.

2.

Terdapat galur padi gogo hasil kultur antera yang memiliki stabilitas tinggi
pada berbagai lingkungan.

3.

Terdapat galur padi gogo hasil kultur antera yang memiliki keragaan lebih
baik daripada varietas pembandingnya.

7

TINJAUAN PUSTAKA

Peningkatan Produktivitas Padi Gogo
Peluang peningkatan produksi beras melalui pengembangan tanaman padi
di lahan kering masih cukup besar. Potensi luas lahan kering untuk pengembangan
padi gogo adalah 5.1 juta hektar dan tersebar di berbagai propinsi (Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Kontribusi padi gogo terhadap produksi
nasional masih relatif rendah, produktivitasnya mencapai 2.7 ton/ha (Deptan
2008). Rendahnya hasil di tingkat petani disebabkan oleh penerapan teknologi
budidaya yang belum optimal, terutama dalam penggunaan varietas unggul,
pemupukan, dan pengendalian penyakit blas (Toha 2007).
Lahan kering umumnya memiliki produktivitas rendah. Ketersediaan hara
dalam tanah rendah, dicerminkan oleh komposisi mineral pasir, yang umumnya
miskin cadangan mineral kecuali mineral resisten seperti kuarsa (Hidayat et al.
2000). Lahan kering di kawasan beriklim basah didominasi oleh jenis Ultisol dan
Oksisol masam juga menunjukkan kondisi yang miskin hara, miskin bahan
organik, tinggi kandungan besi dan mangan, dan sering mengandung alumunium
yang melampaui batas toleransi tanaman. Keracunan aluminium pada padi dapat
menyebabkan terhambatnya pemanjangan akar (Rusdiansyah et al. 2001).
Syafruddin et al. (2006) menyatakan bahwa pengaruh utama alumunium ialah
terhadap

pertumbuhan

akar,

yang

menyebabkan

akar

tampak

pendek

membengkak, tidak memiliki akar lateral yang sehat.
Pengembangan padi gogo juga diarahkan pada lahan-lahan di bawah
tegakan tanaman perkebunan. Pada kondisi ini intensitas cahaya rendah, bahkan
defisit cahaya, dapat menyebabkan penurunan daya hasil 53 – 67 % (Sopandie et
al. 2003). Hal ini disebabkan karena penurunan intensitas cahaya dapat
menyebabkan terhambatnya transpirasi, respirasi, translokasi, sintesis protein,
menghambat produksi hormon, pertumbuhan akar, dan penyerapan mineral.
Teknologi varietas unggul melalui kegiatan pemuliaan tanaman perlu
dikembangkan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas. Hasil penelitian
Toha (2007) menunjukkan bahwa introduksi varietas unggul padi gogo dapat
meningkatkan hasil dan pendapatan petani pada agroekosistem lahan kering.

8

Lebih lanjut dikatakan bahwa varietas-varietas padi gogo seperti Batutegi,
Limboto, dan Situ Patenggang sesuai untuk dikembangkan di lahan kering
Lampung. Varietas-varietas padi gogo yang telah dilepas oleh Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi antara tahun 2000 sampai sekarang memiliki potensi
hasil 5.5 – 6 ton/ha dengan rata-rata hasil 3.4 – 4.6 ton/ha (Suprihatno et al. 2011).
Pemuliaan tanaman padi untuk daya hasil tinggi dilakukan dengan
memadukan karakter-karakter yang mendukung peningkatan daya hasil.
Peningkatan daya hasil dapat dicapai dengan perbaikan potensi hasil, peningkatan
daya adaptasi, dan perbaikan lingkungan tumbuh. Ideotipe tanaman varietas
unggul padi gogo yang berdaya hasil tinggi berdasarkan Vergara et al. (1973)
adalah tinggi tanaman sedang (< 130 cm), daya merumpun sedang (11-15) tetapi
produktif, umur genjah (110-135 hari), vigor awal besar, perakaran besar dan
dalam, toleran terhadap hama dan penyakit utama, dan adaptabilitasnya tinggi.
Aplikasi Kultur Antera Pada Pemuliaan Padi Gogo
Salah satu prosedur alternatif yang dianjurkan dalam perakitan varietas
baru adalah dengan terlebih dahulu membuat galur murni melalui induksi individu
dihaploid spontan (spontaneous doubled haploid/dihaploid) atau dengan jalan
menggandakan kromosom dari individu haploid. Galur-galur dihaploid spontan
dan tanaman haploid dapat diperoleh melalui salah satu prosedur bioteknologi,
yaitu teknik kultur in-vitro antera (Dewi et al. 2007).
Kultur antera adalah salah satu teknik kultur jaringan yang dapat
diaplikasikan pada program pemuliaan tanaman dalam rangka mempercepat
proses mendapatkan galur murni. Tanaman-tanaman dihaploid yang dihasilkan
melalui kultur antera dan kultur mikrospora bersifat homozigot penuh. Tanaman
homozigot atau galur murni dengan sifat-sifat yang unggul sangat diperlukan
dalam pemuliaan tanaman. Tanaman homozigot yang dihasilkan pada turunan
pertama akan memudahkan seleksi fenotipe bagi karakter-karakter yang bersifat
kuantitatif tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif seperti pada tanaman
heterozigot, sehingga siklus pemuliaan akan lebih singkat karena dapat
menghilangkan sebagian besar dari kegiatan seleksi per generasi yang umum pada
pemuliaan konvensional (Dewi et al. 1996).

9

Herawati et al. (2009) menyatakan bahwa regenerasi tanaman dalam
kultur antera padi gogo dipengaruhi oleh faktor persilangan. Hasil penelitian ini
memperkuat laporan terdahulu bahwa latar belakang genetik tetua mempengaruhi
tanggap induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau pada kultur antera tanaman
padi (Dewi et al. 1994).
Metode seleksi yang tepat merupakan proses yang efektif untuk
memperoleh sifat-sifat yang dianggap sangat penting dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi. Sasmita et al. (2006) telah mengevaluasi sejumlah galur padi gogo
dihaploid untuk ketahanan terhadap naungan, dan diperoleh galur-galur padi gogo
dihaploid GI-8, IG-19, dan IW-56 yang konsisten toleran terhadap naungan dan
adaptif terhadap kondisi tumpang sari padi-jagung. Purwoko (2007) juga telah
mengevaluasi galur-galur padi gogo hasil kultur antera, dan diperoleh galur O18b-1 dan B13-2e yang merupakan galur-galur toleran alumunium.
Interaksi Genotipe dan Lingkungan
Informasi mengenai stabilitas suatu genotipe dan interaksi genotipe dan
lingkungan sangat penting diketahui dalam menentukan varietas atau galur yang
lebih tepat untuk ditanam di suatu lingkungan. Kedua parameter ini akan semakin
penting jika varietas yang dievaluasi adalah varietas baru atau galur harapan yang
dihasilkan dari suatu kegiatan pemuliaan tanaman. Pengujian stabilitas hasil
melalui serangkaian uji mulitilokasi merupakan suatu tahapan penting sebelum
varietas dilepas. Dari hasil uji multilokasi diharapkan dapat diperoleh genotipegenotipe yang dapat beradaptasi baik dilingkungan tertentu dan stabil pada
beberapa lingkungan.
Tanaman dalam pertumbuhannya merupakan fungsi dari genotipe dan
lingkungan (Allard 1960). Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe (G),
lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh (E), dan interaksi antara genotipe
dan lingkungan (G × E). Fischer (1996) menyatakan bahwa keseragaman genotipe
(G) terlihat lebih dominan dalam lingkungan sawah, sedangkan interaksi G × E
lebih banyak berpengaruh pada keragaman di lingkungan tadah hujan. Masingmasing G, E, dan G × E memberikan kontribusi relatif pada keragaman fenotipik
tanaman. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam

10

mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (G × E),
pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi faktor
genetik dalam penampilan akhir. (Gomez dan Gomez 1984).
Interaksi G × E yang relatif besar untuk variasi genotipe, menyebabkan
perlunya mengkuantifikasi pengaruh interaksi G × E. Hal ini bertujuan untuk
membedakan interaksi karena heterogenitas varians genetik di antara lingkungan
atau karena kurangnya korelasi genetik di antara lingkungan. Cooper et al. (1996)
menggambarkan interaksi genotipe dan lingkungan (G × E) dalam 4 model
(Gambar 2).

Gambar 2 Model skematis yang menggambarkan interaksi genotipe dan
lingkungan : (a) tidak ada interaksi G × E; (b) interaksi G × E karena
heterogenitas ragam di antara lingkungan tetapi tidak ada korelasi
genetik di antara lingkungan; (c) interaksi G × E karena kurangnya
korelasi genetik tetapi tidak ada heterogenitas ragam di antara
lingkungan; (d) interaksi G × E karena heterogenitas ragam di antara
lingkungan dan kurangnya korelasi genetik di antara lingkungan.

Gambar 2(a) menunjukkan tidak terdapatnya interaksi antara genotipe dan
lingkungan (G × E). Tidak adanya interaksi G × E seringkali menyebabkan

11

timbulnya interpertasi bahwa seluruh genotipe menunjukkan kestabilan mengikuti
indeks rata-rata lingkungan. Pada Gambar 2(b) interaksi G × E terjadi karena
heterogenitas ragam di antara lingkungan tetapi tidak ada korelasi genetik di
antara lingkungan. Urutan peringkat genotipe sama di setiap lingkungan. Kedua
model ini umumnya diistilahkan sebagai interaksi G × E kualitatif. Model G × E
kualitatif ini memudahkan pemulia untuk memilih genotipe yang akan dilepas,
karena di setiap lingkungan menunjukkan pola urutan peringkat genotipe sama.
Pemilihan genotipe selanjutnya lebih diarahkan pada sisi agronomis, terutama dari
potensi atau rata-rata hasil (Cooper et al. 1996).
Gambar 2(c) menunjukkan adanya interaksi G × E karena kurangnya
korelasi genetik di tiap lingkungan tetapi tidak ada heterogenitas ragam di antara
lingkungan. Adapun Gambar 2(d) menunjukkan adanya interaksi G × E karena
heterogenitas ragam di antara lingkungan dan kurangnya korelasi genetik di antara
lingkungan. Kedua model ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk menentukan
apakah interaksi terjadi secara signifikan.

Perubahan lingkungan juga

menyebabkan perubahan peringkat genotipe. Setiap lingkungan menunjukkan
pola urutan peringkat genotipe yang berbeda. Kedua model ini umumnya
diistilahkan sebagai interaksi G × E kuantitatif. Interaksi G × E kuantitatif ini ber
potensi menyulitkan pemulia untuk memilih genotipe-genotipe yang akan dilepas.
Kondisi tersebut menyebabkan perlunya pengujian lebih lanjut berupa analisis
stabilitas untuk menentukan genotipe, galur, atau varietas yang lebih tepat
ditanam di suatu lingkungan (Cooper et al. 1996).
Menurut Baihaki (2000) pentingnya interaksi G × E bagi pemuliaan adalah
dalam kaitannya untuk : (1) mengembangkan kultivar yang spesifik lingkungan
mikro – tumpang sari, jarak tanam, jenis tanah, atau musim tanam; (2)
mengembangkan kultivar spesifik wilayah; (3) alokasi sumberdaya yang efektif
dalam pengujian genotipe dalam musim dan lokasi; (4) stabilitas penampilan hasil
(karakter hasil).

12

Metode Pengujian Stabilitas Hasil
Lin et al. (1986) mengelompokkan metode analisis stabilitas menjadi
empat kelompok dengan tiga tipe konsep stabilitas (Tabel 1.). Pengelompokan
metode analisis stabilitas ini didasarkan pada deviasi pengaruh rata-rata genotipe,
pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan, serta pengaruh gabungan keduanya.
Tabel 1 Pengelompokan metode analisis stabilitas oleh Lin et al. (1986)
Grup

Tipe
1

A

Model Persamaan

Penggagas

Francis &
Kannenberg

1
2

Plaisted & Peterson

2

Plaisted

2

Wrickle

2

Shukla

2

Finlay & Wilkinson

2

Perkins & Jinks

3

Eberhart & Russell

3

Perkins & Jinks

B

C

D

Kelompok A mendasarkan metode analisisnya pada deviasi pengaruh ratarata genotipe. Stabilitas diukur berdasarkan pada terbentuknya variasi suatu
genotipe dalam berbagai lingkungan. Koefisien keragaman suatu genotipe dapat
diketahui dari jumlah kuadrat genotipe tersebut. Kelompok B mendasarkan

13

metode analisisnya pada pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan. Kelompok
C dan D mendasarkan metode analisisnya pada pengaruh gabungan deviasi ratarata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan. Perbedaan kedua kelompok
ini adalah penggunaan parameter ukur stabilitas, dimana kelompok C
menggunakan koefisien regresi antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan ratarata umum semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian,
sedangkan kelompok D menggunakan nilai parameter deviasi.
Lebih lanjut disebutkan oleh Lin et al. (1986) bahwa keempat metode
analisis stabilitas ini dapat menjelaskan tiga tipe konsep stabilitas, dimana suatu
genotipe dikatakan stabil jika : (1) memiliki koefisien keragaman yang kecil
dalam lingkungannya (2) respon terhadap lingkungannya sebanding dengan ratarata respon seluruh genotipe yang diuji, atau sebanding dengan indeks
lingkungannya (3) memiliki kuadrat tengah sisa yang kecil dari garis regresi
indeks lingkungannya. Konsep stabilitas tipe 1 dan 3 bersifat statis, dimana suatu
genotipe hanya dapat dilihat stabil atau tidaknya saja. Adapaun konsep stabilitas
tipe 2 bersifat dinamis karena dapat menunjukan pola stabilitas dan adaptabilitas
suatu genotipe. Berdasarkan konsep tersebut maka metode analisis stabilitas pada
kelompok A dapat menjelaskan konsep stabilitas tipe 1, kelompok B menjelaskan
konsep stabilitas tipe 2, kelompok D menjelaskan konsep stabilitas tipe 3,
sedangkan kelompok C mampu menjelaskan konsep stabilitas tipe 1 dan 2.
Metode Francis & Kannenberg, Finlay & Wilkinson, dan Eberhart &
Russell, cukup mewakili untuk menjelaskan ketiga konsep stabilitas dalam
penelitian ini. Francis dan Kannenberg (1978) mengukur stabilitas berdasarkan
pada

terbentuknya

variasi

suatu

genotipe

dalam

berbagai

lingkungan.

Terbentuknya variasi ini didekati kuadrat tengah genotipe serta koefisien variasi
genotipe. Pendekatan tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin kecilnya nilai
pengukuran, maka semakin stabil genotipe tersebut.
Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) didasarkan pada koefisien
regresi (bi) antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua
genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat
menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipe-

14

genotipe yang mempunyai slope regresi (bi) : > 1, = 1, dan < 1 berturut-turut
mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan di atas rata-rata.
Eberhart dan Russell (1966) mengembangkan metode pengujian stabilitas
yang didasarkan pada deviasi dari regresi nilai rata-rata genotipe pada indeks
lokasi (lingkungan). Suatu genotipe dikatakan stabil hanya bila kuadrat tengah
sisa dari garis regresi adalah kecil.

Nilai

2

(parameter deviasi) yang besar atau

2

R i (koefisien determinasi) yang kecil menunjukkan bahwa model regresi yang
diperoleh tidak menggambarkan data yang sebenarnya dan dengan sendirinya
tidak dapat dipakai sebagai ukuran stabilitas.
Metode yang dapat digunakan dalam memvisualisasi dan menjelaskan
respon genotipe terhadap lingkungan serta stabilitas daya hasilnya adalah metode
Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Analisis AMMI adalah
suatu teknik analisis data percobaan faktorial dengan pengaruh utama perlakuan
bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear.
Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif dengan
pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama (Mattjik dan Sumertajaya,
2006).
Penggunaan analisis AMMI memiliki tiga tujuan, yaitu : (1) sebagai
analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat; (2) untuk
menjelaskan interaksi galur x lingkungan (G × E); (3) meningkatkan keakuratan
dugaan respon interaksi galur dan lingkungan. Tahapan analisis AMMI yang
dilakukan adalah : (1) menyusun matriks pengaruh interaksi dalam bentuk matriks
Ig × l (2) melakukan penguraian bilinear terhadap matriks Ig × l melalui SVD
(singular value decomposition) (3) menentukan banyaknya Komponen Utama I
(KUI) nyata melalui postdictive success (4) membuat biplot AMMI. Suatu galur
dianggap stabil jika posisinya berada dekat dengan sumbu utama. Galur dianggap
spesifik pada lokasi tertentu dapat dilihat melalui posisi masing-masing galur
terhadap garis lokasi (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).
Untuk menentukan berapa banyak sumbu komponen utama yang dipakai
sebagai penduga digunakan dua metode yaitu metode postdictive success dan
predictive succes. Metode postdictive success berhubungan dengan kemampuan
suatu model yang tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam

15

membangun model tersebut. Salah satu caranya adalah berdasarkan banyaknya
sumbu tersebut yang nyata pada uji F analisis ragam. Predictive success
berhubungan dengan kemampuan suatu model dugaan untuk memprediksi data
lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data
validasi). Penentuan jumlah sumbu komponen utama berdasarkan predictive
success dilakukan dengan validasi silang, yaitu membagi data menjadi dua
kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain digunakan
untuk validasi (menentukan jumlah kuadrat sisaan). Hal ini dilakukan berulangulang pada setiap ulangan dibangun model dengan berbagai sumbu komponen
utama. Jumlah komponen utama yang terbaik adalah yang rataan akar kuadrat
tengah sisa (Root Mean Square Predictive Different (RMSPD)) dari data validasi
paling kecil (Mattjik 2005).

16

17

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Pengujian stabilitas daya hasil padi gogo dilaksanakan di delapan lokasi
pada musim hujan (MH) bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011. Lokasi
pengujian tersebar di Jawa dan Sumatera, yaitu : Kebun Percobaan Taman Bogo –
Lampung, Natar – Lampung, Kebun Percobaan Cikarawang Bogor – Jawa Barat,
Sukabumi – Jawa Barat, Indramayu – Jawa Barat, Purworejo – Jawa Tengah,
Wonosari – Gunung Kidul, dan Malang – Jawa Timur.
Bahan dan Alat
Sebanyak 12 genotipe digunakan sebagai bahan uji, yang terdiri atas 10
galur harapan padi gogo hasil kultur antera dan dua varietas pembanding. Sepuluh
galur harapan padi gogo hasil kultur antera tersebut adalah III3-4-6-1,

I5-10-1-

1, WI-44, GI-7, O18-b-1, IW-67, IG-19, IG-38, IW 56, B13-2e. Dua varietas
pembandingnya adalah Batutegi dan Way Rarem (Lampiran 1 dan 2). Alat yang
digunakan adalah alat yang umum dipakai dalam penelitian pertanian, seperti
traktor, cangkul, ember, tali, bambu, alat ukur dan alat tulis lainnya.
Pelaksanaan
Pelaksanaan pengujian di tiap lokasi menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang diulang sebanyak empat kali. Satuan percobaan berupa
petakan berukuran 4 m x 5 m, sehingga tiap lokasi terdiri dari 48 satuan
percobaan (Lampiran 3).
Persiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah menggunakan traktor
sebanyak dua kali, masing-masing pada 14 dan 7 hari sebelum tanam. Tanah yang
telah diolah kemudian dibuat petakan untuk tiap genotipe. Masing-masing
genotipe yang diuji ditanam pada petakan dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm,
sehingga pada petakan pengujian terdapat 13 baris dan di tiap baris terdapat 33
lubang tanam (populasi per petak 429 rumpun). Benih ditanam langsung dengan
cara tugal, jumlah benih 3 – 5 butir tiap lubang tanam.

18

Dosis pupuk yang diberikan dalam pengujian ini adalah pupuk kandang 10
ton/ha, Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Penyiangan
dilakukan 3 kali selama masa tanam, adapun pengendalian hama dan penyakit
tanaman dilakukan secara intensif sesuai kebutuhan.
Pengamatan
Respon tanaman terhadap lingkungan tumbuh, diukur melalui keragaan
hasil dan komponen hasil (karakter agronomi). Pengamatan dilakukan pada 5
rumpun tanaman sampel pada tiap petak yang ditentukan secara acak. Adapun
peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut :
1.

Tinggi tanaman (cm); diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai
tertinggi. Pengukuran dilakukan menjelang panen.

2.

Jumlah anakan vegetatif; jumlah anakan yang muncul pada rumpun. Jumlah
anakan vegetatif dihitung pada saat tanaman berumur 50 – 60 hari setelah
tanam.

3.

Jumlah anakan produktif; jumlah anakan yang mengeluarkan malai. Waktu
penghitungan dilakukan menjelang panen.

4.

Panjang malai (cm); diukur dari leher malai sampai ujung malai. Pengukuran
dilakukan saat panen.

5.

Umur tanaman berbunga 50 % (hari); dihitung mulai benih ditanam sampai
tanaman keluar bunga ± 50 %.

6.

Umur tanaman dapat dipanen (hari); dihitung dari mulai benih ditanam
sampai gabah masak 80%.

7.

Jumlah gabah per malai; dihitung jumlah gabah isi dan gabah hampa per
malai dari 5 malai utama.

8.

Persen gabah isi per malai (%); dihitung dengan cara membandingkan jumlah
gabah isi dengan jumlah gabah total per malai dikalikan 100 %,
pembandingan dilakukan pada 5 malai utama.

9.

Hasil gabah kering per plot (kg/plot); dilakukan pada seluruh malai hasil
panen dalam satu petak dikurangi 2 baris keliling (Sebagai tanaman sampel
dan tanaman tepi). Jumlah rumpun yang dipanen dihitung, kemudian
ditimbang gabah kering panen (GKP)-nya. Kadar air dihitung berdasarkan

19

nilai rata-rata dari 3 kali pengukuran kadar air gabah hasil panen (GKP).
Setelah gabah dijemur dan dibersihkan, kemudian ditimbang gabah kering
giling (GKG) tiap plotnya.
10. Bobot 1000 butir gabah (gram); ditimbang 1000 butir gabah bernas tiap plot
dengan kadar air ± 14 %.
Analisis Data
1.

Analisis ragam tiap lokasi
Model linear untuk RAK faktor tunggal adalah sebagai berikut :

Y ij = µ + τi + β j +
Dimana

Y ij
µ
τi
βj
ij

ij

;

i = 1,2,3,…..12 ; j = 1,2,3,4

: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j
: nilai rata-rata umum
: pengaruh perlakuan ke-i
: pengaruh ulangan ke-j
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Sidik ragam berdasarkan metode yang dipakai oleh Singh dan Chaudhary,
1979 (Tabel 2).
Tabel 2 Sidik ragam tiap lokasi berdasarkan Singh dan Chaudhary (1979)
Sumber Keragaman

2.

db

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat Tengah

Nilai F

Ulangan

r-1

JK 3

M3=JK3/(r-1)

M3/M1

Genotipe

g-1

JK 2

M2=JK2/(g-1)

M2/M1

Galat

(r-1)(g-1)

JK 1

M1=JK1/(r-1)(g-1)

-

Uji kehomogenan ragam
Ragam

galat

semua

percobaan

tunggal

di

tiap

lokasi

dianalisis

kehomogenannya menggunakan uji Bartlett sebelum dilakukan analisis
gabungan. Hanya ragam-ragam yang homogen yang dapat digabungkan
untuk analisis ragam gabungan dan stabilitas daya hasil. Jika ragam tidak
homogen, maka dilakukan analisis non parametrik.

20

3.

Analisis ragam gabungan
Analisis gabungan dari semua lokasi pengujian untuk RAK (Tabel 3) diduga
dengan model linear seperti dikemukakan oleh Baihaki (2000) sebagai
berikut :

Y ijk = µ + αi + β j/k + τk + (ατ) ik +

ijk

;

i = 1,2,3,…..12 ; j = 1,2,3,4 ; k = 1,2,3,……8
dimana

Y ijk
µ
αi
β j/k
τk
ijk

: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lokasi
ke-k
: nilai rata-rata umum
: pengaruh perlakuan ke-i
: pengaruh ulangan ke-j dalam lokasi ke-k
: pengaruh lokasi ke-k
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lokasi
ke-k

Tabel 3 Sidik ragam gabungan dari 8 lokasi pengujian galur-galur harapan
padi gogo hasil kultur antera
db

Kuadrat
Tengah

Nilai F

l-1

M5

M 5/ M 4

l(r-1)

M4

-

g-1

M3

M 3 /M 1

GxE

(l-1)(g-1)

M2

M 2 /M 1

Galat

l(r-1)(g-1)

M1

-

Sumber Keragaman
Lingkungan (E)
Ulangan/Lingkungan
Genotipe (G)

Keterangan : l (jumlah lokasi), r (jumlah ulangan), g (jumlah genotipe)

4.

Analisis stabilitas
a. Francis dan Kannenberg (1978)
Francis dan Kannenberg (1978) mengukur stabilitas menggunakan
koefisien keragaman (% CV i ) setiap genotipe yang diuji pada beberapa
lingkungan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipe-nya,
semakin stabil genotipe tersebut.
 Si 2 
 × 100%
CV i = 
 Y 
 i. 

21

Dimana : S i 2 adalah kuadrat tengah genotipe ke-i, Y i. adalah nilai rata-rata
genotipe ke-i pada seluruh lingkungan.
b. Finlay dan Wilkinson (1963)
Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) didasarkan pada koefisien
regresi (bi) antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum
semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini
dapat menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe.
Genotipe-genotipe yang mempunyai slope regresi (bi) : > 1, = 1, dan < 1
berturut-turut mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan
di atas rata-rata.
c. Eberhart dan Russell(1966)
Eberhart dan Russell menggunakan standar deviasi kuadrat tengah
terhadap koefisien regresi pada tiap genotipe sebagai penduga stabilitas.
1)

2

=

1
q−2

[∑ (Y

ij

− Yi. ) 2 − b 2 ∑ (Y. j − Y )

]

bi ∑(Y. j − Y )
2

2

2) R i =

∑ (Yi

j

− Yi. )

j

Dimana

2

adalah ragam genotipe; q adalah banyaknya lingkungan

pengujian; Yij adalah rata-rata nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan
lingkungan ke j; Yi. adalah nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh
lingkungan; Y.j adalah nilai rata-rata pengamatan lingkungan ke j pada
seluruh genotipe; Y adalah nilai rata-rata total seluruh pengamatan; R i 2
adalah koefisien determinasi; b i 2 adalah slope regresi.
d. Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI).
Analisis AMMI merupakan suatu teknik analisis data percobaan dua faktor
perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan dan lingkungan bersifat
aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear
(Mattjik dan Sumertajaya, 2006).

22

Model persamaannya sebagai berikut :
Y ge = µ + α g + β e + Σ λ n λ gn δ en + ρ ge
Dimana
Y ge
µ
αg
βe
N
λn
λ gn
δ en
ρ ge

:
= Hasil genotipe ke – g pada lingkungan ke - e
= Rata-rata umum
= Simpangan genotipe ke - g terhadap rata-rata umum
= Simpangan lingkungan ke - e terhadap rata-rata umum
= Jumlah sumbu AKU (Analisis Komponen Utama) dalam model
= Nilai Singular untuk AKU sumbu ke - n
= Nilai vektor ciri genotipe untuk AKU sumbu ke – n
= Nilai vektor ciri lingkungan untuk AKU Sumbu ke - n
= Galat sisa

17

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Pengujian stabilitas daya hasil padi gogo dilaksanakan di delapan lokasi
pada musim hujan (MH) bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011. Lokasi
pengujian tersebar di Jawa