Yield stability evaluation of upland rice lines from anther culture for two seasons

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL
KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM

ADIN AFIYATA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Uji Stabilitas Galur-Galur Padi
Gogo Hasil Kultur Antera Selama Dua Musim adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
.
Bogor, Januari 2013


Adin Afiyata
NRP A253100111

ABSTRACT
ADIN AFIYATA. Yield Stability Evaluation of Upland Rice Lines from Anther

Culture for Two Seasons. Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO as
chairman, ISWARI SARASWATI DEWI and MUHAMAD SYUKUR as
members of the advisory committee.
The objective of this research was to study the adaptation and yield
stability of upland rice lines obtained from anther culture. Ten lines of upland rice
obtained from anther culture and two check varieties (Way Rarem and Batutegi)
were evaluated for their potential yield in seven different locations in the rainy
season 2010/2011 and 2011/2012. In each location, the design was Randomized
Complete Block Design with four replications. The method of Francis &
Kannenberg, Finlay & Wilkinson, Eberhart & Russel, and AMMI (Additive Main
Effect Multiplicative Interaction) were used to analyze the adaptation and yield
stability. WI-44 line achieved the highest yield average (4.88 ton ha-1), higher than
Batutegi and not significantly different from Way Rarem and has the highest
potential yield (10.28 ton ha-1) in Malang in the second season. IW-67 yielded an

average of 4.53 ton ha-1, not significantly different from Batutegi and has potential
yield (9.09 ton ha-1) in Malang in the second season. WI-44 line has a superior
yield average in seven environment. WI-44, IW-67 and IW-56 lines have an
ability to adapt in optimal environments. I5-10-1-1, GI-7 and O18-b-1 were
adapted in the marginal environments with yield above the average of the
genotype tested.
Key words : anther culture, upland rice, yield stability

RINGKASAN
ADIN AFIYATA. Uji Stabilitas Galur-Galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera
Selama Dua Musim. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai
ketua, ISWARI SARASWATI DEWI dan MUHAMAD SYUKUR sebagai
anggota komisi pembimbing.
Ketahanan pangan menjadi penting sebagai salah satu faktor penjamin
stabilitas nasional. Peningkatan produksi padi ditempuh melalui usaha
pengembangan padi pada lahan kering. Program pemuliaan tanaman
pengembangan padi gogo dipilih sebagai salah satu usaha potensial pemanfaatan
lahan kering. Teknologi kultur antera dilaporkan mampu mempersingkat waktu
untuk mendapatkan galur homozigot fertil.
Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil

terhadap perubahan kondisi lingkungan. Uji multilokasi sebagai uji adaptabilitas
merupakan suatu tahapan penting sebelum varietas dilepas dan hasil uji
multilokasi diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe yang dapat beradaptasi
baik di lingkungan tertentu dan berdaya hasil stabil pada beberapa lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur padi gogo yang memiliki
potensi hasil tinggi dan stabil pada lingkungan yang luas. Pengujian dilaksanakan
di tujuh lokasi selama dua musim hujan (MH) 2010/2011 dan 2011/2012. Lokasi
pengujiannya yaitu : Taman Bogo dan Natar – Lampung, Sukabumi dan
Indramayu – Jawa Barat, Purworejo – Jawa Tengah, Wonosari – DI Yogyakarta,
dan Malang – Jawa Timur.
Bahan pengujian ialah 12 genotipe, yang terdiri atas 10 galur harapan padi
gogo hasil kultur antera dan dua varietas pembanding. Sepuluh galur harapan padi
gogo tersebut ialah III3-4-6-1, I5-10-1-1, WI-44, GI-7, O18-b-1, IW-67, IG-19,
IG-38, IW 56, B13-2e dan varietas pembandingnya adalah Batutegi dan Way
Rarem. Pelaksanaan pengujian di tiap lokasi menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang diulang sebanyak empat kali. Satuan percobaan berupa
petakan lahan berukuran 4 m x 5 m, sehingga tiap lokasi terdiri atas 48 satuan
percobaan. Pengujian stabilitas menggunakan empat metode yaitu Francis &
Kanennberg, Finlay & Wilkinson, Eberhart & Russel, dan AMMI.
Pengujian di tujuh lokasi selama dua musim menunjukkan, galur WI-44

memiliki rata-rata produktivitas paling tinggi (4.88 ton ha-1) lebih tinggi
dibanding Batutegi dan tidak berbeda nyata dari Way Rarem dengan potensi
produktivitas mencapai 10.28 ton ha-1 pada lingkungan Malang musim ke dua.
Galur IW-67 memiliki rata-rata produktivitas (4.53 ton ha-1) tidak berbeda nyata
dengan Batutegi dan memiliki potensi produktivitas (9.09 ton ha-1) pada
lingkungan Malang musim ke dua. Produktivitas gabah kering giling rata-rata
galur WI-44 unggul di tujuh lingkungan, I5-10-1-1 unggul di empat lingkungan
dan IW-67 unggul di dua lingkungan. Galur WI-44, IW67 dan IW-56 merupakan
galur-galur yang peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus
pada lingkungan optimal. Galur-galur I5-10-1-1, GI-7 dan O18-b-1 merupakan
galur yang mampu beradaptasi pada lingkungan marginal dan memiliki rata-rata
produktivitas yang lebih tinggi dibanding rata-rata lingkungannya.
Kata kunci : kultur antera, padi gogo, stabilitas hasil

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

UJI STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO HASIL
KULTUR ANTERA SELAMA DUA MUSIM

ADIN AFIYATA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Desta Wirnas, S.P. M.Si.


Judul Tesis
Nama
NRP

: Uji Stabilitas Galur-Galur Padi Gogo Hasil Kultur
Antera Selama Dua Musim
: Adin Afiyata
: A253100111

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi
Anggota

Dr. Muhamad Syukur, S.P. M.Si.

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Si.

Tanggal Ujian : 4 Desember 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul

tesis ini adalah Analisis Stabilitas Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur
Antera Selama Dua Musim. Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Dengan terselesaikannya penulisan tesis ini, saya ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc., Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi
dan Dr. Muhamad Syukur, S.P. M.Si. selaku komisi pembimbing atas
bimbingan dan arahannya selama perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan
tesis ini.
2. Program IMHERE atas pendanaan dan bantuan fasilitas dalam pelaksanaan
penelitian ini (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua
peneliti).
3. Dr. Desta Wirnas, S.P. M.Si. selaku dosen penguji ujian tesis ini.
4. Orang tua dan keluarga atas dukungan penyelesaian studi memperoleh gelar
Magister Sains.
5. Teman-teman S2 PBT angkatan 2010 atas kebersamaan dan kekompakan
selama ini.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2012


Adin Afiyata

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 31 Agustus 1988 sebagai anak
pertama

dari

pasangan

Subechi

dan Sri

Lestari Tutiningsih.

Penulis

menyelesaikan pendidikan dasar sampai Sekolah Menengah Atas di Purwokerto

tahun 1994 sampai dengan 2006. Penulis menyelesaikan studi sarjana tahun 2010
di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Tahun
akademik 2010/2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xxiii


PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang........................................................................................
Tujuan ...................................................................................................
Hipotesis .................................................................................................

1
1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
Botani Padi .............................................................................................
Kultur Antera pada Program Pemuliaan Padi ..........................................
Interaksi Genotipe x Lingkungan ............................................................
Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil ............................................................

5
5
7
10
11

BAHAN DAN METODE ................................................................................
Waktu dan Tempat ..................................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................
Pengamatan ............................................................................................
Analisis Data ..........................................................................................
Tahapan Analisis Data .....................................................................
Uji Normalitas .................................................................................
Analisis Ragam Tiap Lokasi ............................................................
Uji Kehomogenan Ragam ................................................................
Analisis Ragam Gabungan ...............................................................
Analisis Stabilitas ............................................................................

19
19
19
19
20
21
22
22
22
22
24
24
25

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Kondisi Umum Penelitian .......................................................................
Analisis Stabilitas Hasil Selama Dua Musim Tanam ...............................
Analisis Stabilitas Francis dan Kannenberg ......................................
Analisis Stabilitas Finlay dan Wilkinson ..........................................
Analisis Stabilitas Eberhart dan Russel ............................................

31
31
32
39
41
43

xvii

Analisis Stabilitas Model AMMI ......................................................
Keragaan Karakter Agronomi .................................................................
Keragaan Umum ..............................................................................
Tinggi Tanaman ...............................................................................
Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif ........................
Umur Berbunga dan Umur Panen .....................................................
Panjang Malai ..................................................................................
Gabah Isi, Persentase Gabah Isi dan Gabah Hampa ..........................
Bobot 1000 butir ..............................................................................

44
48
48
50
53
57
61
62
68

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
Simpulan ................................................................................................
Saran ......................................................................................................

73
73
73

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

75

LAMPIRAN ....................................................................................................

81

xviii

DAFTAR TABEL
Halaman
Perbandingan waktu pemuliaan antara sistem pedigree dan kultur
antera.........................................................................................................

8

Masalah dan penelitian yang telah dilakukan untuk penggunaan kultur
antera dalam program pemuliaan padi ........................................................

9

3

Pengelompokan metode analisis stabilitas oleh Lin et al. (1986) ................

12

4

Galur-galur dan varietas pembanding padi gogo yang digunakan
dalam penelitian .........................................................................................

19

5

Sidik ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji ..................

24

6

Sidik ragam gabungan menggunakan model acak .......................................

25

7

Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel .....................................

28

8

Model analisis ragam AMMI .....................................................................

29

9

Sidik ragam gabungan produktivitas gabah kering giling dari 14
lingkungan .................................................................................................

33

10 Rata-rata produktivitas di 7 lokasi selama dua musim ................................

38

11 Parameter stabilitas hasil gabah kering giling dari 14 lingkungan ...............

39

12 Sidik ragam AMMI 14 lingkungan .............................................................

45

13 Rekapitulasi analisis stabilitas pada genotipe-genotipe yang diuji ...............

48

14 Analisis ragam gabungan pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan
interaksi G × E karakter agronomi padi gogo pada 7 lokasi selama dua
musim ........................................................................................................

49

15 Variabel komponen hasil rata-rata dari 7 lokasi selama dua musim
tanam .........................................................................................................

50

16 Rata-rata tinggi tanaman di 7 lokasi selama dua musim ..............................

52

17 Rata-rata jumlah anakan total di 7 lokasi selama dua musim ......................

54

18 Rata-rata jumlah anakan produktif di 7 lokasi selama dua musim ...............

56

19 Rata-rata umur berbunga di 7 lokasi selama dua musim .............................

58

20 Rata-rata umur panen di 7 lokasi selama dua musim ..................................

60

21 Rata-rata periode pengisian biji dan efisiensi laju pembentukan hasil .........

61

22 Rata-rata panjang malai di 7 lokasi selama dua musim ...............................

63

1
2

xix

23 Rata-rata gabah isi per malai di 7 lokasi selama dua musim ........................

65

24 Persentase gabah isi di 7 lokasi selama dua musim .....................................

66

25 Rata-rata tingkat kerapatan malai ...............................................................

67

26 Rata-rata gabah hampa per malai di 7 lokasi selama dua musim .................

69

27 Rata-rata bobot 1000 butir di 7 lokasi selama dua musim ...........................

71

xx

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Skema jalur evolusi padi Asia dan Afrika ....................................................

6

2

Bagan alir penelitian .................................................................................... 23

3

Interpretasi umum nilai b dari pola populasi genotipe ketika koefisien
regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe........................ 26

4

Rata-rata kekurangan dan kelebihan produktivitas galur-galur yang diuji
terhadap pembanding ................................................................................... 34

5

Fluktuasi produktivitas gabah kering giling (GKG) di 7 lokasi selama
dua musim ................................................................................................... 35

6

Hubungan koefisien keragaman genotipe dengan rata-rata produktivitas ...... 40

7

Pola linier produktivitas genotipe-genotipe padi gogo yang tergolong
stabil berdasarkan metode Finlay & Wilkinson............................................. 41

8

Pola linier produktivitas genotipe-genotipe padi gogo yang tergolong
stabil di bawah rata-rata berdasarkan metode Finlay & Wilkinson ............... 42

9

Pola linier produktivitas genotipe-genotipe padi gogo yang tergolong
stabil di atas rata-rata berdasarkan metode Finlay & Wilkinson ................... 43

10 Interpretasi dari parameter bi dan δ2 pada pendekatan regresi untuk
menentukan stabilitas ................................................................................... 44
11 Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 untuk produktivitas GKG
genotipe-genotipe padi gogo hasil kultur antera pada dua musim tanam ....... 46

xxi

xxii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Asal persilangan galur-galur padi gogo yang digunakan .............................

83

2

Silsilah dan deskripsi tetua galur-galur padi gogo yang digunakan .............

84

3

Deskripsi Varietas Padi Gogo.....................................................................

85

4

Karakteristik umum lingkungan pengujian .................................................

90

5

Data klimatologi lingkungan pengujian ......................................................

91

xxiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penjamin stabilitas
nasional. Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Konsumsi beras tahun
2011 139 kg/kapita (Puslitbang Tanaman Pangan 2012) dan perkiraan jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2011 sebesar 241 juta jiwa (BPS 2012)
memerlukan ketersediaan beras yang mencukupi. Dengan laju pertumbuhan
penduduk 1.49% (BPS 2012), kebutuhan akan beras meningkat. Tingginya tingkat
konsumsi beras dan terbatasnya produksi padi nasional dapat menurunkan
ketahanan pangan nasional.
Data Kementerian Pertanian (2012) menunjukkan produksi padi tahun
2011 sebesar 66.76 juta ton dengan produktivitas 4.98 ton ha-1. Kontribusi padi
gogo terhadap produksi padi nasional hanya sebesar 4.84% (3.23 juta ton).
Produksi padi nasional masih belum mencukupi kebutuhan beras penduduk
Indonesia.
Kendala dalam mempertahankan ketahanan pangan antara lain ialah
adanya konversi lahan optimal bagi budidaya tanaman pangan terutama lahan
sawah. Perluasan sawah makin sulit dilakukan. Hal ini menjadikan arah
ekstensifikasi lahan tanaman pangan ke lahan suboptimal antara lain lahan kering.
Abdurachman et al. (2008) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan
kering sekitar 148 juta ha (78%) dan lahan basah seluas 40.20 juta ha (22%) dari
188.20 juta ha total luas daratan. Total luas lahan kering 148 juta ha, yang sesuai
untuk budidaya pertanian hanya sekitar 76.22 juta ha (52%), sebagian besar
terdapat di dataran rendah sebesar 70.71 juta ha atau (93%). Luas wilayah dataran
rendah yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan mencakup 23.26 juta ha dan
pada dataran tinggi hanya sekitar 2.07 juta ha. Potensi lahan kering tidak terlepas
dari masalah lahan sub optimal yaitu kesuburan tanah yang rendah, cekaman
biotik (hama penyakit) dan cekaman abiotik.
Pengembangan padi gogo berpotensi meningkatkan produksi beras
nasional. Program pengembangan tersebut perlu didukung pemuliaan tanaman
sebagai upaya mengatasi permasalahan dalam pengembangan teknologi budidaya

2

padi gogo. Perakitan padi gogo yang toleran terhadap cekaman abiotik tertentu
dan mampu beradaptasi luas pada lingkungan suboptimal menjadi topik program
pemuliaan padi gogo. Program pemuliaan diharapkan mampu merakit beberapa
kultivar padi gogo yang mempunyai potensi hasil tinggi. Program pemuliaan
tanaman bertujuan untuk memperoleh varietas baru dengan produksi tinggi dan
memiliki kestabilan pada berbagai lingkungan. Kegiatan pemuliaan yang
dilakukan mencakup persilangan, introduksi, mutasi, introgresi gen, seleksi dan
evaluasi.
Perakitan varietas baru perlu terus dilakukan karena varietas-varietas padi
gogo yang sudah ada walaupun daya hasilnya sudah cukup tinggi, namun masih
menghadapi cekaman abiotik dan biotik akibat lahan potensial pengembangan
padi gogo merupakan lahan suboptimal. Perakitan padi gogo toleran lingkungan
abiotik seperti toleran aluminium (Bakhtiar 2007) dan toleran naungan (Sasmita
2006) telah dilakukan untuk pengembangan padi gogo di daerah suboptimal.
Perakitan dimulai dengan menyeleksi tetua yang memiliki ketahanan terhadap
cekaman

abiotik

tersebut.

Metode

pemuliaan

tanaman

konvensional

membutuhkan banyak waktu penggaluran, seleksi dan selanjutnya pengujian
galur-galur yang mampu beradaptasi dengan cekaman abiotik tersebut. Proses
mempercepat pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifat-sifat
yang diharapkan dari induknya dapat dilakukan dengan mempergunakan metode
kultur antera (Abdullah et al. 2008, Dewi dan Purwoko 2001, 2011).
Pembentukan galur murni dengan metode kultur antera hanya memerlukan waktu
kurang lebih 12 bulan (Sasmita 2007). Proses ini lebih cepat bila dibandingkan
dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu yang lama (5-10 tahun)
untuk mendapatkan kestabilan genetik galur-galur hasil persilangan (Safitri et al.
2010) atau memerlukan 10-12 generasi setelah persilangan (Sasmita 2007).
Metode kultur antera akan menghasilkan tanaman dihaploid yang homozigos fertil
(Safitri et al. 2010). Kultur antera mempercepat mendapatkan galur murni, tetapi
waktu yang dibutuhkan untuk evaluasi uji daya hasil dan uji stabilitas tetap sama.
Peran kultur antera dalam perakitan galur adalah memperoleh tanaman homogen
homozigos dalam waktu relatif singkat, efisiensi proses seleksi meningkat,
variabilitas

genetik

meningkat melalui

produksi

variasi gametoklonal,

3

mempercepat terekspresinya karakter yang dikendalikan gen resesif, efisiensi
biaya, waktu dan tenaga kerja (Dewi dan Purwoko 2001, Abdullah et al. 2008,
Safitri et al. 2010).
Galur-galur harapan padi gogo hasil program pemuliaan perlu diuji
sebelum dilepas. Tahapan pelepasan varietas menurut peraturan Menteri Pertanian
No 61 tahun 2011 mengenai metoda baku uji adaptasi dan uji observasi.
Observasi daya hasil (ODH) merupakan uji lapangan untuk mengetahui karakter
agronomi dan daya hasil pada tahap awal. Hal tersebut diikuti dengan uji daya
hasil pendahuluan (UDHP) yang dilakukan pada petak uji minimum dan uji daya
hasil lanjut (UDHL) yang dilakukan pada petak uji minimum serta dilakukan di
beberapa lokasi pengujian berbeda atau musim berbeda. Uji stabilitas dilakukan
setelah uji daya hasil lanjut dengan tujuan untuk memperoleh informasi tingkat
stabilitas hasil galur-galur yang akan dilepas. Hasil pengujian menjadi dasar
pertimbangan pelepasan suatu galur menjadi varietas.
Galur-galur padi gogo dihaploid dari beberapa persilangan beberapa
varietas unggul pada penelitian sebelumnya melalui metode kultur antera telah
diperoleh. Galur-galur IW-56, IW-67, IG-19, IG-38, GI-8 merupakan galur-galur
hasil kultur antera yang toleran naungan (Sasmita 2007). Galur O18-b-1, B13-2e
(Bambang Sapta Purwoko, komunikasi pribadi), III3-4-6-1 dan I5-10-1-1
(Herawati et al. 2009) adalah galur toleran aluminium hasil kultur antera. Galurgalur yang dihasilkan perlu diuji adaptasi dan stabilitasnya untuk melihat
keragaannya di berbagai kondisi lingkungan sesuai aturan pelepasan varietas.
Pengujian multi lokasi tahun I telah dilakukan pada tahun 2011. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengujian multi lokasi tahun II untuk melihat potensi hasil dan
adaptabilitas padi gogo dihaploid di dua tahun uji, sesuai syarat pelepasan
varietas.
Tujuan
Tujuan penelitian ini ialah untuk:
1.

mengevaluasi daya adaptasi dan stabilitas hasil galur-galur harapan padi gogo
selama dua musim pengujian.

2.

memperoleh galur-galur harapan padi gogo yang stabil statis untuk dilepas
sebagai varietas

4

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ialah:
1.

terdapat perbedaan hasil pada lokasi yang berbeda.

2.

terdapat interaksi genotipe lingkungan (G x E) yang nyata.

3.

terdapat galur yang stabil statis.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Padi
Klasifikasi botani tanaman padi menurut Vaughan et al. (2003) tergolong
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, digolongkan dalam sub divisi
Angiospermae, karena biji berkeping satu digolongkan ke dalam kelas
Monocotyledonae, dengan ordo Glumiflorae termasuk dalam keluarga rumputrumputan atau disebut juga Graminae (Poaceae) dan dikenal dengan genus Oryza.
Padi yang dikenal dan dibudidayakan sebagaian besar tergolong dalam spesies
Oryza sativa.
Genus Oryza terdistribusi di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia.
Genus Oryza terdiri atas 23 spesies liar dan dua spesies yang dibudidayakan,
yaitu, O. sativa di daerah Asia dan O. glaberrima di daerah Afrika. Oryza sativa
didomestikasi di Asia, namun sekarang telah menyebar ke hampir seluruh daerahdaerah di dunia, sedangkan O. glaberrima, terbatas di barat Afrika. Jumlah
kromosom dasar dari genus ini adalah n = 12. Spesies normal memiliki kromosom
dalam keadaan diploid dengan 2n = 2x = 24 kromosom atau tetraploid dengan 2n
= 2x = 48 kromosom. Berdasarkan analisis genom dan tingkat kompatibilitas
persilangan, spesies Oryza dikelompokkan menjadi sembilan genom yang
berbeda, yaitu, A, B, C, D, E, F, G, H dan J (Tripathi et al. 2011).
Pusat asal dan pusat keanekaragaman

dua spesies

yang telah

dibudidayakan (O. sativa dan O. glaberrima) telah diidentifikasi menggunakan
keanekaragaman genetik, bukti-bukti sejarah, arkeologi dan penyebaran geografis.
Daerah Asia terutama daerah Cina dan India merupakan pusat asal O. sativa
sementara daerah Niger di Afrika sebagai pusat utama O. glaberrima. Dua spesies
mirip diyakini berevolusi secara alami dari dua nenek moyang yang berbeda,
yaitu. O. nivara dan O. barthii. Gambar 1 merujuk pada skema evolusi padi di
daerah Asia dan Afrika. Nenek moyang O. sativa disimbolkan menjadi genom
AA sebagai spesies diploid Asia dan O. glaberrima menjadi genom AA spesies
diploid Afrika (Gambar 1).

6

Nenek moyang umum (O. perennis)
Padi Afrika
(Tropikal Afrika)

Padi Asia
(Asia selatan dan barat daya)

Liar umur
panjang

O. rufipogon (AA)

Liar
tahunan

O. longistaminata (AA)

ras rumput
tahunan

O. nivara (AA)

O. spontanea
Dibudidayakan
tahunan
Indica

O. sativa (AA)

O. barthii (AA)

O. stapfii

O. glaberrima (AA)
Temperate japonica

Japonica
Tropical japonica (Javanica)

Gambar 1 Skema jalur evolusi padi Asia dan Afrika (Tripathi et al. 2011)
Oryza sativa L. dengan dua sub spesies yaitu Indica (padi cere) dan
Japonica (padi bulu) merupakan spesies yang paling umum ditanam di Indonesia.
Towuti, Cirata, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Way Rarem, Situ Patenggang
dan Situ Bagendit merupakan varietas padi gogo sub spesies Indica atau padi cere
(Suprihatno et al. 2010). Plasma nutfah padi lokal Indonesia terutama yang berada
di Pulau Jawa tergolong tropical japonica (javanica). Plasma nutfah padi lokal
Mandel, Segreng, Cempo Merah, Saodah Merah, Andel Merah, Pandan Wangi,
Mentik Putih, Rojolele Gepyok, Kenanga, Menur, Lestari dan Cempo Putih
teridentifikasi di daerah Yogyakarta (Kristamtini et al. 2012). Garris et al. (2004)
menguji kekerabatan beberapa plasma nutfah Oryza sativa L. di dunia
menggunakan marka molekuler SSR (Simple Sequence Repeat). Plasma nutfah
Padi Kasalle, Cicih Beton (Bali), Gundil Kuning, Jambu, Tondok, Gotak Gatik
dan Gogo Lempuk yang berasal dari Indonesia diklasifikasikan dalam sub spesies
tropical japonica. Tanaman padi memiliki ribuan varietas yang termasuk dalam
Oryza sativa L. dan mempunyai ciri khas sehingga dapat dibedakan dengan
varietas yang lain.

7

Varietas unggul padi gogo yang mampu beradaptasi pada cekaman biotik
maupun abiotik masih kurang sehingga memacu berkembangnya programprogram pemuliaan padi gogo di Indonesia. Varietas unggul padi gogo yang telah
dilepas dari tahun 1988 – 1993 antara lain: Batur, Danau Atas, Poso, Laut Tawar,
C22 dan Danau Tempe memiliki hasil tinggi (potensi hasil 3.0-5.0 ton ha-1)
namun memiliki kelemahan pada mutu beras yang rendah. Periode tahun 2001 –
2003 telah dilepas empat varietas padi gogo (potensi hasil 4.0-5.0 ton ha-1) yaitu
Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang dan Situ Bagendit. Inpago 4, Inpago 5,
Inpago 6, Inpago 8, Inpago Unram 1 dan Inpago Unsoed 1 merupakan varietas
padi gogo yang dilepas pada periode tahun 2010 – 2011 dengan potensi hasil 5.88.1 ton ha-1 (Kementerian Pertanian, 2012).

Kultur Antera pada Program Pemuliaan Padi
Perakitan varietas tanaman menyerbuk sendiri seperti padi ditujukan untuk
memperoleh galur yang hampir mendekati 100% homozigotitas dengan sifat-sifat
yang unggul. Metode konvensional dalam perakitan varietas memerlukan
prosedur penelitian yang sistematik, mulai dari perumusan tujuan, pemilihan
tetua, persilangan, seleksi galur, pengujian daya hasil hingga pelepasan varietas
yang membutuhkan waktu 7 -10 tahun (Dewi dan Purwoko 2001). Galur-galur
murni baru akan terbentuk dengan cara persilangan yang diikuti oleh serangkaian
seleksi pada tiap generasi, seperti pada pedigree.
Kombinasi metode persilangan dengan metode kultur antera dalam
program pemuliaan padi mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi seleksi.
Dewi dan Purwoko (2001) menjelaskan bahwa galur murni dapat diseleksi dari
populasi dihaploid yang homogen dan homozigot. Populasi seleksi menjadi lebih
sedikit bergantung pada jumlah gen untuk seleksi. Jika perbedaan pada tetua
persilangan sebanyak n (jumlah gen yang diinginkan) gen dan diasumsikan tidak
terpaut maka dengan dihaploid hanya perlu menanam 2 n tanaman agar semua
genotipe homozigot terwakili. Pemuliaan konvensional membutuhkan 4 n tanaman.
Perbandingan waktu penggunaan metode kultur antera dan konvensional tertera
pada Tabel 1.

8

Tabel 1 Perbandingan waktu pemuliaan antara sistem pedigree dan kultur antera
(Dewi dan Purwoko 2001)
Waktu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Sistem pedigree
Hibridisasi
F1
F2
Pedegree
(F3-F9)
(Skrining dan
Pengujian-pengujian)

Kultur Antera
Hibridisasi
F1 dan Kulture Antera
Perbanyakan Benih
Skrining dan pengujian
Uji daya hasil
Uji Adaptasi Regional
Perbanyakan Benih

Uji
Adaptabilitas
Regional
Perbanyakan Benih

Pembentukan tanaman dihaploid dari tanaman haploid diperoleh melalui
dua tahap, yaitu tahap induksi butir tepung sari menjadi kalus atau embrioid dan
selanjutnya tahap diferensiasi menjadi tanaman kecil atau planlet. Tanaman
dihaploid asal kultur antera dapat diperoleh dengan induksi kolkisin atau secara
spontan melalui fusi spontan inti sel dan dengan pemangkasan (ratooning) (Dewi
dan Purwoko 2001). Tanaman haploid dapat diinduksi melalui proses
androgenesis dengan kultur antera dan kultur mikrospora atau proses gynogenesis
dengan kultur ovule,

hibridisasi jenis tanaman yang berbeda

(distant

hybridization), polinasi tertunda (delayed pollination), penggunaan polen yang
sudah diradiasi, perlakuan hormon, shock dengan temperatur tinggi (Poelman dan
Sleper 1995). Karakter tanaman haploid dan dihaploid ditampilkan pada
keadaan hemizygous yang dikendalikan oleh gen dominan maupun gen resesif,
sehingga seleksi lebih mudah dilakukan pada tingkat monohaploid atau dihaploid
untuk menghasilkan tanaman super jantan unggul pada asparagus contohnya,
menghasilkan tanaman dihaploid dan tetraploid homozigot dan tanaman triploid
pada kentang, dan sebagai tetua pembentuk hibrida F1 contohnya pada kentang
atau tanaman lain yang dibudidayakan secara vegetatif (Dewi dan Purwoko 2011).
Tanaman haploid dapat digunakan untuk menghasilkan galur murni secara cepat
tanpa melalui banyak generasi silang, sebagaimana yang dilakukan pada metode
pemuliaan konvensional (Syukur et al. 2012).

9

Kultur antera padi mulai diintroduksikan di Indonesia pada tahun 1991
oleh beberapa peneliti yang dikirim ke IRRI. Awal penelitian kultur antera masih
berfokus pada media untuk induksi kalus dan regenerasi. Tahun 1997, IPB bekerja
sama dengan Balitbio dalam pengembangan kultur antera pada padi gogo.
Penelitian berupa perbaikan media kultur antera menggunakan poliamin dan usaha
perakitan padi gogo toleran cekaman intensitas cahaya rendah dan aluminium
(Dewi dan Purwoko 2001). Penelitian dengan kultur antera melalui pemberian
spermin dapat meregenerasikan tanaman hijau pada tiga genotipe dari subspesies
indica (Purwoko 2004), namun regenerasi pada kultur antera padi F1 yang diberi
10-3M putresin memberikan hasil yang lebih baik (Dewi et al. 2007). Beberapa
penelitian perbaikan melalui kultur antera disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Masalah dan penelitian yang telah dilakukan untuk penggunaan kultur
antera dalam program pemuliaan padi (Dewi dan Purwoko 2001)
Masalah yang Dipecahkan

Penelitian/Studi Telah dilakukan pada :

 Metode untuk mendapatkan jumlah 1. Media; komposisi media dasar (MS, N6,
LS, He, L8, M8)
tanaman yang cukup (seleksi,
evaluasi)
 ZPT: 2,4-D, NAA, IAA, Kinetin, BA
 Suplemen: CW ekstrak labu, ekstrak
kentang CH, poliamin
2. Anther Culture Ability
 Genotipe (high anther culturability)
 Kondisi fisiologi tanaman donor
 Tahap
perkembangan
antera
(uninukleat)
 Pra perlakuan (suhu rendah 5-10 0C)
 Populasi antera
 Subkultur kalus (ukuran 1-2 mm, jenis
embriogenik)
 Aklimatisasi (air, lumpur, intensitas
cahaya)
 Konfirmasi stabilitas genetik dari Studi generasi DH1-DH5 pada kondisi yang
sama dengan hasil, vigor tidak menurun,
progeni
karakter morfologi dan agronomi tetap
stabil. Seleksi dapat dilakukan pada
generasi awal.
 Metode pemuliaan yang efisien,
karena
ada
batasan
terhadap
rekombinasi gen pada kultur antera F1

1. Eksplan dari F2 terseleksi
2. Eksplan F1 dari metode persilangan
multiple crosses (pesilangan ganda)
3. Metode
seleksi
recurrent
yang
dikombinasikan dengan kultur antera

10

Interaksi Genotipe x Lingkungan
Stabilitas dapat dianalisis dari adanya interaksi genotipe dan lingkungan.
Interaksi genotipe lingkungan menjadi penting pada uji stabilitas jika suatu
individu yang merupakan bagian dari populasi tidak menunjukkan penampilan
yang berbeda nyata pada lokasi berbeda. Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi
bila penampilan nisbi (relative performance) atau peringkat variabel hasil
beberapa genotipe akan berubah dengan perubahan lingkungan. Hal ini
menunjukkan mengapa kultivar-kultivar berdaya hasil tinggi yang ditanam pada
suatu lingkungan akan memberikan hasil yang berbeda pada lingkungan yang lain.
Perbedaan lingkungan yang spesifik memiliki efek lebih besar terhadap variabel
hasil untuk suatu genotipe dibandingkan genotipe yang lain (Falconer dan Mackay
1996).
Ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu
faktor pada berbagai kondisi faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari
kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain maka kedua faktor
dikatakan berinteraksi. Jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada
berbagai kondisi faktor yang lain, maka dapat dikatakan kedua faktor tersebut
tidak berinteraksi (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
Ada atau tidaknya interaksi antar genotipe atau genotipe-genotipe tanaman
dengan kisaran variasi lingkungan spasial yang luas, ataupun dengan variasi
lingkungan pada suatu wilayah spesifik merupakan hal yang sangat penting bagi
pemulia dalam menentukan genotipe tanaman yang akan dipilih untuk dilepas
atau dirilis, ataupun untuk digunakan dalam mengukur komponen ragam suatu
karakter tertentu (Baihaki dan Noladhi 2005).
Interpretasi dan pemanfaatan informasi interaksi G × E bervariasi antar
peneliti. Eberhart dan Russel (1966) menyatakan bahwa interaksi G × E dapat
mempengaruhi kemajuan seleksi dan sering mengganggu dalam seleksi genotipegenotipe unggul. Nasrullah (1981) berpendapat bahwa interaksi G × E sering
mempersulit pengambilan pilihan dari suatu percobaan varietas uji multilokasi
yang kisaran lingkungannya luas. Informasi interaksi G × E sangat penting bagi
negara-negara yang variabilitas biogeofisiknya luas seperti Indonesia. Pemulia
dapat memanfaatkan potensi lingkungan spesifik dalam kebijakan penentuan

11

penerapan kebijakan wilayah sebaran suatu varietas unggul baru. Dalam hal ini
ada dua alternatif pilihan, yaitu : (1) melepas varietas unggul baru dengan potensi
hasil tinggi untuk kisaran spasial yang luas (wide adaptability), (2) melepas
varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi pada wilayah tumbuh yang
spesifik (spesifik lingkungan tumbuh-specific adaptability).
Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil
Rendahnya jumlah varietas yang beradaptasi luas dan terabaikannya
varietas yang beradaptasi sempit, serta rendahnya jumlah varietas unggul baru
yang dilepas, dapat menggambarkan rendahnya tingkat efisiensi dan efektivitas
proses pelepasan varietas unggul di Indonesia. Hal ini akan dapat diatasi apabila
varietas unggul spesifik wilayah juga diperhitungkan dalam kebijakan pelepasan
varietas, sehingga dapat menekan biaya dan waktu yang selama ini terbuang
percuma. Baihaki dan Noladhi (2005) menyebutkan keuntungan yang akan
diperoleh apabila varietas unggul spesifik wilayah dapat dilepas, antara lain : (1)
efisiensi penggunaan dana dan waktu, (2) memperbanyak varietas unggul baru
yang dilepas, (3) secara nasional produktivitas akan meningkat dan dengan
sendirinya produksi akan meningkat pula, (4) akan menekan harga benih/ bibit,
(5) akan terbentuk “regional buffering” yang sangat diperlukan untuk meredam
meluasnya hama atau penyakit tanaman, (6) memberikan pilihan alternatif
varietas yang cukup bagi petani, (7) memanfaatkan potensi kekayaan alam dengan
baik, dan (8) mendorong terselenggaranya pembangunan pertanian yang
sinambung. Beberapa pihak meragukan dilepasnya varietas unggul spesifik
wilayah, dengan alasan bahwa varietas semacam ini tidak akan menarik industri
perbenihan untuk memproduksinya, karena wilayah pemasarannya menjadi
terbatas. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri wilayah yang
serupa dengan wilayah pelepasan utama yang teridentifikasi dari uji multilokasi.
Konsep adaptabilitas dan stabilitas harus mampu diestimasi dan dibuktikan
secara statistik. Metode analisis stabilitas dikelompokkan menjadi empat
kelompok dan tiga konsep stabilitas berdasarkan deviasi pengaruh rata-rata
genotipe, pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan, serta pengaruh gabungan

12

keduanya (Lin et al. 1986). Pengelompokan metode analisis stabilitas tersebut
tertera pada Tabel 3.
Kelompok A mendasarkan metode analisisnya pada deviasi pengaruh ratarata genotipe. Stabilitas diukur berdasarkan pada terbentuknya variasi suatu
genotipe dalam berbagai lingkungan. Kelompok B berdasar pada pengaruh
interaksi genotipe dan lingkungan. Kelompok C

dan D mendasarkan pada

pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan
lingkungan.

Tabel 3 Pengelompokan metode analisis stabilitas oleh Lin et al. (1986)
Kelompok

Tipe

Model Persamaan

Penggagas

Konsep
Stabilitas

q

1

CVi = Si X i.

=
j=1

A

Francis &
Kannenberg
(1978)

(X ij − X i. )2 / q − 1

1

Si2

q

2

θi =

p
2 p−1 (q−1)

X ij − X i. − X .j + X .. +

j=1

Plaisted &
Peterson
(1959)

SS GE
2 p−1 (q−1)

Statik

Dinamik

q

2

θi =

B

−p
p−1 (p−2)(q−1)

j=1

q

2

Wi2 =
j=1

X ij − X i. − X .j + X .. +

SS GE
p−2 (q−1)

X ij − X i. − X .j + X ..

Plaisted
(1960)

Dinamik

Wrickle
(1962)

Dinamik

Shukla
(1972)

Dinamik

Finlay &
Wilkinson
(1963)

Statik/
Dinamik

Perkins &
Jinks (1968)

Dinamik

q

2

2
i

=

p
p−2 (q−1)

SS GE

j=1
q

2

bi =
j=1

C

q

2

βi =
j=1

X ij − X i. − X .j + X .. + (p−1) p−2
q

X ij − X i. /

j=1

X .j − X ..

3

2

q

X ij − X i. − X .j + X .. X.j − X .. /
q

δ2i =

1
q−2
j=1

D
3

=

1
q−2
j=1

X .j − X ..

j=1

q

X ij − X i.

2

− β2i

j=1

X .j − X ..

q

δ2i

(q−1)

2

Eberhart &
Russel
(1966)

2

Dinamik

q

X ij − X i. − X .j + X ..

2

− β2i

j=1

X .j − X ..

2

Perkins &
Jinks (1968)

Dinamik

Keempat kelompok tersebut mampu menjelaskan tiga konsep stabilitas
yang dibuat Lin et al. (1986), dimana suatu genotipe dikatakan stabil jika : (1)

13

memiliki koefisien keragaman yang kecil dalam lingkungannya (2) respon
terhadap lingkungannya sebanding dengan rata-rata respon seluruh genotipe yang
diuji, atau sebanding dengan indeks lingkungannya (3) memiliki kuadrat tengah
sisa yang kecil dari garis regresi indeks lingkungannya. Konsep stabilitas tipe 1
dan 3 bersifat statis, dimana suatu genotipe hanya dapat dilihat stabil atau
tidaknya saja. Adapun konsep stabilitas tipe 2 bersifat dinamis karena dapat
menunjukan pola stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Kelompok A mampu
menjelaskan konsep stabil tipe 1, kelompok B mampu menjelaskan konsep stabil
tipe 2, kelompok D menjelaskan konsep stabil tipe 3, sedangkan kelompok C
menjelaskan konsep stabil tipe 1 dan 2.
Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) didasarkan pada koefisien
regresi (bi) antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua
genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat
menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipegenotipe yang mempunyai slope regresi (bi) : > 1, = 1, dan < 1 berturut-turut
mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan di atas rata-rata.
Eberhart dan Russel (1966) mengembangkan metode pengujian stabilitas
yang didasarkan pada deviasi dari regresi nilai rata-rata genotipe pada indeks
lokasi (lingkungan). Suatu genotipe dikatakan stabil hanya bila kuadrat tengah
sisa dari garis regresi adalah kecil. ζilai δ2 (parameter deviasi) yang besar atau Ri2
(koefisien determinasi) yang kecil menunjukkan bahwa model regresi yang
diperoleh tidak menggambarkan data yang sebenarnya dan dengan sendirinya
tidak dapat dipakai sebagai ukuran stabilitas.
Metode yang dapat digunakan dalam memvisualisasi dan menjelaskan
respon genotipe terhadap lingkungan serta stabilitas daya hasilnya adalah metode
Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Analisis AMMI adalah
suatu teknik analisis data percobaan faktorial dengan pengaruh utama perlakuan
bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear.
Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif dengan
pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama (Mattjik dan Sumertajaya,
2006).

14

Penggunaan analisis AMMI memiliki tiga tujuan, yaitu : (1) sebagai
analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat; (2) untuk
menjelaskan interaksi galur x lingkungan (G × E); (3) meningkatkan keakuratan
dugaan respon interaksi galur dan lingkungan. Tahapan analisis AMMI yang
dilakukan adalah : (1) menyusun matriks pengaruh interaksi dalam bentuk matriks
Ig × l (2) melakukan penguraian bilinear terhadap matriks Ig × l melalui SVD
(singular value decomposition) (3) menentukan banyaknya Komponen Utama I
(KUI) nyata melalui postdictive success (4) membuat biplot AMMI. Suatu galur
dianggap stabil jika posisinya berada dekat dengan sumbu utama. Galur dianggap
spesifik pada lokasi tertentu dapat dilihat melalui posisi masing-masing galur
terhadap garis lokasi (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
Untuk menentukan berapa banyak sumbu komponen utama yang dipakai
sebagai penduga digunakan dua metode yaitu metode postdictive success dan
predictive succes. Metode postdictive success berhubungan dengan kemampuan
suatu model yang tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam
membangun model tersebut. Salah satu caranya adalah berdasarkan banyaknya
sumbu tersebut yang nyata pada uji F analisis ragam. Predictive success
berhubungan dengan kemampuan suatu model dugaan untuk memprediksi data
lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data
validasi). Penentuan jumlah sumbu komponen utama berdasarkan predictive
success dilakukan dengan validasi silang, yaitu membagi data menjadi dua
kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain digunakan
untuk validasi (menentukan jumlah kuadrat sisaan). Hal ini dilakukan berulangulang pada setiap ulangan dibangun model dengan berbagai sumbu komponen
utama. Jumlah komponen utama yang terbaik adalah yang rataan akar kuadrat
tengah sisa (Root Mean Square Predictive Different (RMSPD)) dari data validasi
paling kecil (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
Metode pengukuran stabilitas hasil seperti Stabilitas Francis dan
Kannenberg, Finlay dan Wilkinson, Stabilitas Eberhart dan Russel, dan AMMI
(Additive Main Effect Multiplicative) adalah sebagai berikut:
1.

Stabilitas Francis dan Kannenberg (1978)

15

Konsep analisis stabilitas didasarkan pada terbentuknya variasi suatu
genotipe dalam berbagai lingkungan. Terbentuknya variasi ini didekati kuadrat
tengah

genotipe

serta

koefisien

variasi

genotipe.

Pendekatan

tersebut

menunjukkan bahwa dengan semakin kecilnya nilai pengukuran, maka semakin
stabil genotipe tersebut. Jika nilai CV suatu genotipe kurang dari 20%
dikategorikan stabil.
2.

Stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963)
Ukuran pengaruh lingkungan berasal dari rata-rata produksi dari masing-

masing lingkungan dan musim. Regresi didasarkan pada produksi masing-masing
varietas di plot terhadap rata-rata populasi. Rata-rata populasi mempunyai
koefisien regresi = 1.0 sebagai genotipe yang stabil. Penambahan nilai koefisien
terhadap 1.0 berarti meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, dan bila
penurunan nilai koefisien terhadap 1.0 berarti meningkatkan ketahanan terhadap
lingkungan. Regresi cukup efektif untuk mengetahui respon produksi varietas
dalam kisaran lingkungan alami. Batas kisaran lingkungan berkurang akan
mengurangi proporsi komponen keragaman bagi interaksi genotipe x lingkungan
yang ditunjukkan oleh ragam pada koefisien regresi secara individu.
3.

Stabilitas Eberhart dan Russel (1966)
Prinsip stabilitas Eberhart dan Russel yaitu menggabungkan jumlah

kuadrat dari lingkungan (E) dan interaksi genotipe x lingkungan (GE) serta
membaginya ke dalam pengaruh linier antar lingkungan (derajat bebas = 1) dan
pengaruh linier dari genotipe x lingkungan (derajat bebas E = 2). Pengaruh
residual kuadrat tengah dari model regresi antar lingkungan digunakan sebagai
indeks stabilitas. Genotipe stabil bila memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi
kuadrat tengah δ2 = 0 dan memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1.
4.

AMMI (Additive Main Effect Multiplicative).
Analisis AMMI adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor

perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh
interaksi dimodelkan dengan model bilinier. Model AMMI dapat digunakan untuk
menganalisis

percobaan

lokasi

ganda.

Pada

dasarnya

analisis

AMMI

menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan
analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinier bagi pengaruh

16

interaksi (Mattjik dan Sumertajaya 2006). AMMI sangat efektif menjelaskan
interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan
model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe akan dapat
dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan memperjelas pemetaan genotipe dan
lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007).
Model AMMI sebagai berikut:
Yger = µ + g + βe +
dimana:

�� ��� ��� + ��� +

ger

Yger = nilai pengamatan pada genotipe ke -g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r
µ = rataan umum
g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g
βe = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e
�� = nilai singular untuk komponen bilinier ke-n

��� = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-n
��� = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinier ke-n

��� = simpangan dari pemodelan linier
ger

= pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r
Sumertajaya (1998) mengemukakan tiga tujuan penggunaan analisis

AMMI yaitu:
1. AMMI sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih
tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan
cukup dengan aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang
nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat
adalah komponen utama saja. Jika semua komponen interaksi nyata berarti
pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak memungkinkan
dilakukannya pereduksian tanpa kehilangan informasi penting.
2. Menjelaskan interaksi galur x lingkungan. Biplot AMMI meringkas pola
hubungan antar galur, antar lingkungan dan antar interaksi galur dan
lingkungan.

17

3. Meningkatkan keakuratan dugaaan respon interaksi galur x lingkungan.
Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan
tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Sedikitnya komponen
yang nyata menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisanya hanya galat saja.
Dengan menghilangkan galat ini berarti dugaan respon per galur x
lingkungan menjadi lebih akurat.
Metode AMMI sudah dapat diterapkan untuk model tetap (AMMI) yaitu
jika genotipe dan lingkungan ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan
kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lingkungan yang
dicobakan saja. Pada model cam