The Influence Analysis of Entrepreneurial Behaviour of Orchid Farmers on Bussiness Performance: Cases in Gunung Sindur and Parung, Bogor Regency, and in Serpong, Tangerang Selatan Municipality

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN
PETANI ANGGREK TERHADAP KINERJA USAHA:
Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor,
dan Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan

PUSPITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan
Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota
Tangerang Selatan, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Puspitasari
NIM H451100311

RINGKASAN
PUSPITASARI.Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap
Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten
Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota Tanggerang Selatan. Dibimbing oleh
RITA NURMALINA dan ANNA FARIYANTI.
Peluang pengembangan anggrek di Indonesia masih sangat besar jika
dilihat dari potensi sumberdaya genetik yang melimpah. Selain itu, kondisi
agroklimat, ketersediaan lahan yang relatif luas, adanya dukungan tenaga kerja
dan teknologi, serta potensi pasar di dalam dan luar negeri, merupakan
keunggulan komparatif yang sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan
menjadi keunggulan kompetitif. Salah satu penyebab masih rendahnya kinerja
industri anggrek nasional adalah karena masih kurangnya kompetensi yang

dimiliki petani anggrek, seperti; (1) kurangnya pengetahuan terhadap preferensi
konsumen, (2) kurangnya penguasaan teknologi, baik teknologi pembibitan,
budidaya, maupun pascapanen, serta (3) kurangnya ketanggapan terhadap
informasi pasar.
Tujuan penelitian ini adalah; (1) mengidentifikasi karakteristik petani
anggrek, (2) menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap
perilaku kewirausahaan petani anggrek, dan (3) menganalisis pengaruh perilaku
kewirausahaan terhadap kinerja usaha anggrek.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gunung sindur, Parung, dan
Serpong, dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan bagian dari sentra
anggrek di Jawa Barat dan Banten. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 115
orang. Data penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif untuk
menggambarkan karakteristik petani anggrek, dan analisis dengan menggunakan
Model Persamaan Struktural (Structural Equation Models).
Hasil penelitian menunjukan, karakteristik petani anggrek di Kecamatan
Gunung sindur, Parung dan Serpong secara umum antara lain: (1) tingkat
pendidikan petani anggrek dapat dikatakan cukup dengan mayoritas lulusan
SLTA, (2) memiliki pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani anggrek,
hal ini karena mayoritas merupakan usaha turun temurun, (3) bagi sebagian besar

petani usaha ini merupakan mata pencaharian utama, (4) umumnya modal usaha
didapatkan dari modal pribadi, namun dirasa tidak memadai, (5) taraf hidup dan
kesejahteraan petani anggrek pada umumnya masih rendah, dikarenakan skala
usaha yang kecil, yang pada akhirnya berimbas pada pendapatan, dan mayoritas
petani anggrek hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Hasil pengujian dengan SEM menunjukan Faktor Internal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Perilaku Kewirausahaan, Faktor Internal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Perilaku Kewirausahaaan, dengan
koefisien pengaruh 0.56. Faktor internal diukur berdasarkan indikator skala usaha,
kepemilikan modal usaha, kepemilikan sarana/prasarana produksi, motivasi
berprestasi, persepsi terhadap usaha dan intensi berwirausaha anggrek.
Peningkatan Faktor Internal akan meningkatkan perilaku kewirausahaan petani
anggrek. hal ini menunjukan bahwa peningkatan skala usaha, keinginan

berwirausahatani, motif berprestasi dan persepsi terhadap usaha yang tinggi, dapat
meningkatkan perilaku kewirausahaan.
Faktor Eksternal berpengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien
pengaruh sebesar -0.15. Sementara Faktor Eksternal berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap perilaku kewirausahaan, hal ini dikarenakan dukungan
pemerintah berupa pendidikan dan penyuluhan, bantuan modal dan saprodi,

promosi dan pemasaran, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar belum
sesuai dengan kebutuhan petani dan belum tepat sasaran. Jika dilihat dari kondisi
di lapangan, secara umum dukungan pemerintah dalam hal penyuluhan dan
pelatihan, bantuan pengadaan modal dan sarana produksi, promosi dan
pemasaran, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar, sampai dengan saat
ini dirasakan belum cukup memadai, dan belum mendukung terbentuknya
perilaku kewirausahaan pada petani anggrek. Secara keseluruhan dapat dikatakan
bahwa, pemerintah melalui dinas instansi terkait belum menunjukan keberpihakan
yang besar, serta kurang mampu memahami kebutuhan serta persoalan yang
dihadapi petani, sehingga bantuan yang sudah pernah diberikan dirasakan belum
sesuai dengan kebutuhan petani.
Variabel laten Perilaku Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Usaha. Variabel laten perilaku kewirausahaan berpengaruh
langsung dan positif terhadap kinerja usaha dengan koefisien pengaruh sebesar
0.55, dan t-hitung 7,51 maka pengaruhnya signifikan pada taraf nyata 5%. Dengan
demikian peningkatan perilaku kewirausahaan akan meningkatkan kinerja usaha
petani anggrek. Hal ini menunjukan bahwa perilaku kewirausahaan berperan
penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga dengan ketekunan,
ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan
kemandirian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja usaha.

Kata kunci: perilaku kewirausahaan, kinerja usaha, petani anggrek, Structural
Equation Models (SEM).

SUMMARY
PUSPITASARI. The Influence Analysis of Entrepreneurial Behaviour of Orchid
Farmers on Bussiness Performance: Cases in Gunung Sindur and Parung, Bogor
Regency, and in Serpong, Tangerang Selatan Municipality. Supervised by RITA
NURMALINA dan ANNA FARIYANTI.
The opportunities of orchid development in Indonesia is still potentially
increased because of the genetic resources of orchid are abundant, in addition the
agro-climatic conditions, availability of land is relatively wide, the support of
labor and technology, and the potential market at domestic and abroad, those are
comparative advantage that potential to be developed into a competitive
advantage. But instead, the performance of orchid industrialization still in low
performance. The low performance of the national orchid industry due to the lack
of competence orchid farmers, such as: (1) lack of knowledge of consumer
preferences, (2) lack of technology in breeding, cultivation, and post-harvest, and
(3 ) lack of responsiveness to the market information. The present of orchid
farmers entrepreneurial behavior hopely could increase the bussiness
performance. In order that, the purpose of the research are; (1) describe the orchid

farmers characteristics, (2) to analyse the influence of internal and external factors
on entreprenerial behavior, and (3) to analyse the influence of entreprenenurial
behavior on bussiness performance. This research used 115 data of orchid
farmers, than its analized by SEM using Lisrel 8.3 programs.
Based on the results obtained that the characteristics of orchid farmers
generally include: (1) the majority of the level of education orchid are high school
graduates, (2) they have quite long experience in orchid cultivation, (3) for most
farmers this effort is the main livelihood, (4) generally, the venture capital
obtained from private equity, (5) the standard of living and welfare of orchid
growers generally still in low conditions, due to small-scale enterprises, which in
turn impact on revenue, and the majority of orchid growers were oriented only for
daily needs.
The result by using SEM are; (1) The Entrepreneurial behavior is
influenced positively and significantly by the internal factors,instead (2) The
external factors gave the negative and significant influences, but it’s directly
influence the bussiness performance positively and significantly, (3)
entrepreneurial behavior gave positive and significant effect on business
performance. SEM shows the test results with the internal factors positive and
significant impact on enterpreneur behavior with effect coefficient 0,56. Internal
factors measured by indicators; venture scale, capital ownership, ownership of

production facilities and infrastructure, motivation achievement, the perception of
orchids business and entrepreneurship intentions. Increasing the internal factors
will increase the entrepreneurial behavior orchid growers. This shows the increase
in business scale, enterpreneurial intentions, motivation achievement and
perceptions of high effort, can increase entrepreneurial behavior.
External factors significantly and negatively related with entrepreneurial
behavior, which the influence coefficient is -0.15. While External Factors
significantly and negatively related to entrepreneurial behavior, this is due to

government support in the aspect of education and counseling, assistance and
capital inputs, promotion and marketing, business regulations, and the availability
of market information, are not in accordance with the needs of farmers and not on
target. Generally the government support in terms of extension and training,
procurement assistance and capital inputs, promotion and marketing, business
regulations, and the availability of market information, until now felt not
sufficient, and not support the formation of behavioral entrepreneurship. Overall,
the governments through the relevant agencies are less able to understand the
needs and problems faced by the farmers, so that the benefits that have been given
are not in accordance with the perceived needs of farmers.
Entrepreneurship Behaviour is positively and significantly impact on

business performance. Entrepreneurial behavior direct and positive impact on the
performance of the business with coefficient effect 0,55, and t-value 7.51 on the
5% significance level. Thus the increase of entrepreneurial behavior will improve
the business performance of orchid growers. This shows that entrepreneurial
behavior is an important role in improving business performance, so with
diligence, responsiveness to opportunities, innovative, risk-taking and
independence will ultimately affect the performance of the business.

Keyword: entrepreneurial behavior, business performance, orchid farmers,
structural equation models (SEM).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN
PETANI ANGGREK TERHADAP KINERJA USAHA:
Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor,
dan Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan

PUSPITASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Tesis


Nama
NIM

: Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap
Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung,
Kabupaten Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan
: Puspitasari
: H451100311

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing,

Prof.Dr.Ir. Rita Nurmalina, MS
Ketua

Dr.Ir. Anna Fariyanti, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Agribisnis,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 08 Februari 2013

Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr. Wahyu Budi Priatna, MSi

Penguji Program Studi

:

Dr. Ir. Suharno, MAdev

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani
Anggrek Terhadap Kinerja Usaha” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan atas
dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam khususnya kepada:
1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Anna
Fariyanti, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, motivasi, bantuan, kritikan, masukan dan saran yang sangat berharga yang
telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga
penyelesaian tesis ini.
Dr. Wahyu Budi Priatna, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium
proposal penelitian dan pada ujian tesis selaku Dosen Penguji Luar Komisi, yang
telah memberikan banyak arahan, masukan dan saran sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Serta Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku Dosen Penguji
Perwakilan Program Studi pada ujian tesis.
Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr.
Ir. Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh
Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan, dan kemudahan yang diberikan
kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
Staf Pengajar, khususnya kepada Ir. Harmini, MSi dan Roni Jayawinangun atas
bantuan dan bimbingannya dalam menganalisis data penelitian.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Komisi Pembinaan Tenaga, yang
telah memberikan kesempatan, kepercayaan dan dukungan biaya yang diberikan
kepada penulis selama masa tugas belajar S2 ini berlangsung.
Sahabat sekaligus kakak Nur Qomariah Hayati atas bantuannya, kerjasamanya dan
dorongan semangatnya. Abdul Muis Hasibuan dan Jemmy Rinaldi yang telah
memberikan masukan selama penelitian dan penyusunan tesis. Adik-adik, Cila
Apriande, Putri Indah, Annisa Dwi Utami, atas bantuannya. Arifayani Rahman
dan Asrul Koes atas dorongan dan persahabatannya. Serta teman-teman
seperjuangan di MSA angkatan I atas kebersamaan yang indah selama menempuh
studi.
Terima kasih kepada Bapak Zainal, Bapak Joko As’ad (PT. Eka Karya Graha),
Bapak Sukedi, Bapak Muslih, Bapak Tatang Suryana, Ibu Utie, Ibu Sari, Mbak
Sri, dan seluruh petani/pelaku usaha anggrek selaku responden atas bantuan dan
dukungannya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini.
Penghargaan yang tinggi dan terima kasih kepada ibunda Hj. Haryati dan
ayahanda Ir. H. Dody Hidayat, serta Bapak mertua Karnaen Idi, atas doa,
dukungan dan kasih sayang yang tiada putus. Serta semua keluarga, khususnya
Iceu Agustinisari dan Otto Badrusyawaludin atas bantuannya selama menempuh
studi.

9.

Terima kasih khusus kepada suamiku tercinta Andria Kurniawan dan anak-anakku
tersayang Muhammad Aydin Yusuf dan Muhammad Hasan Fikri, atas dorongan,
pengorbanaan, keikhlasan dan kasih sayangnya selama penulis menempuh studi.

Semoga Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim memberikan balasan
yang setimpal atas segala kebaikan kehadiratnya-Nya kelak. Akhir kata semoga karya
ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, April 2013
Puspitasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
9
9
9

2

TINJAUAN PUSATAKA
Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja
Kondisi Permasalahan dan Strategi Pengembangan
Industri Anggrek Nasional
Pendekatan SEM untuk Analisis Perilaku dan Kinerja

10

3

KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Kewirausahaan
Teori Perilaku Kewirausahaan
Teori Kinerja Usaha
Kerangka Teori Konseptual

18
18
18
20
21

4

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Variabel dan Pengukuran
Metode Analisis Data

22
22
23
23
23
26

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Usaha Tani Anggrek di Wilayah Gunung
Sindur, Parung, dan Serpong
Karakteristik Responden
Faktor Internal Petani Anggrek
Faktor Eksternal Petani Anggrek
Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek
Kinerja Usaha Tani
Analisis Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek
Terhadap Kinerja Usaha dengan Pendekatan SEM

31

10
12
14
16

31
34
43
46
50
53
55

Kecocokan Model Struktural
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku
Kewirausahaan Petani Anggrek dan Kinerja Usaha
Implikasi Kebijakan
6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

59
61
64
67
67
68

DAFTAR PUSTAKA

69

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

99

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20

Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional
Tahun 2009-2010
Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2008-2010
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Impor Anggrek di
Indonesia Tahun 2006-2010.
Produktivitas Anggrek Nasional Tahun 2009-2010
Sentra Produksi Anggrek Nasional di Jawa Barat Tahun 2011
Komoditas Tanaman Unggulan Provinsi Banten Tahun 20102011
Sentra Produksi Tanaman Anggrek di Kota Tanggerang Selatan
Provinsi Banten
Variabel Indikator Faktor Internal
Variabel Indikator Faktor Eksternal
Variabel Indikator Perilaku Kewirausahaan
Variabel Indikator Kinerja Usaha
Kriteria Goodness of Fit Hasil pengujian Kesesuaian Model
Persepsi Petani Terhadap Faktor Internal
Persepsi Petani Terhadap Faktor Eksternal
Persepsi Petani Terhadap Perilaku Kewirausahaan
Persepsi Petani Terhadap Kinerja Usaha
Muatan Faktor dan t-Value Variabel Manifest
Pengujian Realibilitas Model Pengukuran
Hasil Uji Kecocokan Model
Komposisi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku
Kewirausahaan Petani Anggrek dan Kinerja Usaha

3
3
4
6
22
22
22
24
24
25
25
29
43
46
51
54
56
58
59
61

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9
10.
11.
12.

Perkembangan Produksi Anggrek Indonesia Tahun 1997-2010
Kerangka
Pemikiran
Konsetual
Pengaruh
Perilaku
Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha
Model SEM Analisis Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek
Terhadap Kinerja Usaha
Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin
Sebaran Responden Menurut Kisaran Usia Petani
Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal
Sebaran Responden Menurut Pengalaman
Usaha Tani Anggrek
Sebaran Luas Lahan Petani Anggrek
Sebaran Pendapatan dari Usaha Tani Anggrek Per Bulan
Sebaran Kepemilikan Lahan Anggrek
Nilai t Model Struktural
Estimasi Loading Factor Model Struktural

4
21

28
34
36
37
38
38
39
40
60
60

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta Kabupaten dan Kota Sentra dan Pengembangan Produksi
Anggrek di Provinsi Jawa Barat
Produksi Anggrek di Jawa Barat dalam Satuan Tangkai Tahun
2012
Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat Tahun
2012
Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat dan
Unggulan Nasional Tahun 2012
Kuesioner Penelitian Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani
Anggrek terhadap Kinerja Usaha
Model Struktural Awal Sebelum Respesifikasi
Hasil Pengolahan Data dengan Lisrel 8.30

74
75
76
77
78
84
85

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kewirausahaan merupakan penggerak utama dalam mempercepat
pemulihan dan perkembangan perekonomian suatu bangsa. Peran kewirausahaan
selain dalam peningkatan output dan pendapatan per kapita, juga berperan sebagai
pemacu ekspor, penyerap tenaga kerja, serta peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pentingnya kewirausahaan dalam meningkatkan perekonomian sebagaimana
menurut Acs (2008) yang menyatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi didorong
oleh empat faktor produksi, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan.
Aktivitas kewirausahaan merupakan leader yang dapat menggerakan faktor-faktor
lainnya, karena seorang wirausaha akan menggunakan keahlian kewirausahaannya
untuk mengorganisasi tanah, modal dan tenaga kerja dalam memproduksi barang
dan jasa. Disamping itu, wirausaha berperan dalam pembangunan ekonomi
dengan menghasilkan dan mewujudkan gagasan-gagasan yang inovatif,
diantaranya inovasi produk, proses, pemasaran dan organisasi. Adanya inovasi
dapat meningkatkan pangsa pasar dan pengembangan perusahaan, yang pada
akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, serta
meningkatnya efisiensi pasar dengan semakin bertambahnya wirausaha yang
sukses (Praag, 2005).
Indonesia sebagai negara berkembang dengan potensi sumberdaya yang
besar sudah selayaknya menempatkan aktivitas kewirausahaan sebagai prioritas
utama, menurut Wirasasmita (2010) negara yang kaya sumberdaya alam akan
tetap ada dalam golongan negara berpendapatan rendah, apabila tidak memiliki
wirausaha yang mampu mengolah sumberdaya alam tersebut untuk kesejahteraan
negaranya. Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto (2004) yang menyatakan,
pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan
mengandalkan keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang
berlimpah, upah tenaga kerja murah dan posisi strategis, saat ini sulit
dipertahankan lagi, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan
perbaikan dan inovasi secara berkesinambungan.
Penerapan konsep kewirausahaan dalam pengembangan sektor pertanian
diharapkan mampu meningkatkan kinerja pertanian, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan petani. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia, selain sebagai
penyedia pangan masyarakat dan bahan baku bagi industri, sektor ini juga
berkontribusi terhadap Product Domestic Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja
terbesar, dan sumber devisa negara. Pada tahun 2011 kontribusi PDB dari sektor
pertanian mencapai 14,7 persen, menempati posisi kedua setelah sektor industri
pengolahan yaitu 24,3 persen. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar
39,33 juta orang atau 40,50 persen dari total orang bekerja sebesar 109,67 juta
jiwa (BPS, 2012), jumlah ini jauh di atas penyerapan tenaga kerja sektor-sektor
lain seperti sektor industri, jasa, perdagangan dan lain-lain. Jika dibandingkan
antara tingginya jumlah penyerapan tenaga kerja dengan kontribusinya terhadap
PDB dapat dilihat adanya ketimpangan yang sangat besar. Ketimpangan tersebut
menunjukkan rendahnya produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian serta
kurangnya nilai tambah dari produk-produk pertanian. Sebagai akibatnya,

2

kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah
dibanding yang bekerja di sektor industri. Dengan demikian usaha penyelarasan
antara sektor pertanian yang merupakan leading sector perekonomian dengan
aktivitas kewirausahaan diharapkan mampu mengatasi ketimpangan tersebut.
Menurut Krisnamurthi (2001) kewirausahaan bukan hanya sekedar
pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsipprinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha, jika konsep ini dimiliki
oleh semua pelaku bisnis pertanian, maka dapat dipastikan pertanian akan lebih
berkembang dan tumbuh dengan pesat. Hal tersebut dikarenakan cerminan dari
perilaku kewirausahaan diantaranya adalah, gigih berupaya melakukan kombinasi
dari sumberdaya yang tersedia, mampu memanfaatkan perubahan dan
perkembangan tren serta preferensi konsumen sebagai sumber inovasi peluang
bisnis, mampu mencari peluang baru di tengah persaingan, inovatif dengan
menciptakan produk dan teknik usaha baru, bekerja dengan lebih efektif dan
efisien, serta berani mengambil risiko untuk mengembangkan bisnisnya
(Dirlanudin, 2010). Perilaku kewirausahaan (entreperenenurial behavior) akan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan berupa pertumbuhan
ekonomi, seperti pendapat Praag (2005) yang menyatakan bahwa, perilaku
kewirausahaan memiliki dampak yang kuat terhadap stabilitas ekonomi dan
kekuatan wilayah, karena perusahaan yang berperilaku kewirausahaan dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan inovasi, penciptaan lapangan
kerja dan kesiapan menghadapi globalisasi.
Salah satu sektor pertanian yang strategis adalah hortikultura. Subsektor
ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga agribisnis hortikultura dapat
diandalkan sebagai sumber pendapatan petani mulai dari yang berskala kecil
sampai besar. Hortikultura memiliki keunggulan dibandingkan subsektor lainnnya
seperti nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, dan potensi serapan pasar domestik
dan dunia yang terus meningkat. Namun, potensi tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal karena agribisnis hortikultura masih menghadapi
beberapa permasalahan. Faktor yang menghambat pengembangannya, antara lain
rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha yang sempit dan
belum efisien, serta kurangnya dukungan kebijakan dan regulasi di bidang
perbankan, transportasi dan perdagangan. Kondisi tersebut menyebabkan daya
saing komoditas-komoditas hortikultura nasional relatif kurang jika dibandingkan
dengan negara lain (Ditjenhorti, 2011).
Tanaman hortikultura memiliki fungsi esensial bagi tubuh, seperti
sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat, selain itu juga dapat memberikan fungsi
keindahan atau estetika seperti tanaman hias. Industri florikultura atau tanaman
hias dapat menjadi potensi pertanian masa depan, dan sumber devisa negara. Saat
ini kontribusi produksi florikultura terhadap hortikultura nasional baru mencapai
13,34% (Ditjen PPHP, 2011). Hal ini menunjukan bahwa potensi industri tanaman
hias atau florikultura nasional belum tergali secara optimal.
Salah satu komoditas unggulan tanaman hias Indonesia adalah anggrek.
Anggrek merupakan salah satu identitas nasional yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4/1993, anggrek jenis
Phalaenopsis amabilis atau yang lebih dikenal dengan anggrek bulan merupakan
salah satu bunga nasional Indonesia yang diberi nama “Puspa Pesona”. Anggrek

3

yang merupakan tanaman asli Indonesia yang unik dan eksotik layak dijadikan
sebagai komoditas andalan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Usahatani anggrek tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
sentra produksi utama Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Bali dan
Kalimantan Barat. Dilihat dari luas areal panen tanaman hias, anggrek menempati
peringkat ketiga setelah krisan dan mawar (Tabel 1). Pada tahun 2010, luas panen
anggrek mencapai 1,39 juta m2 dengan produksi 14,05 juta tangkai.
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun
2009-2010
Tahun 2009
Luas Panen
Produksi
(m2)
(tangkai)
9.742.677
107.847.072
3.614.480
60.191.362
1.308.199
16.205.949
815.709
51.047.807

Komoditas
Krisan
Mawar
Anggrek
Sedap Malam

Tahun 2010
Luas Panen
Produksi
(m2)
(tangkai)
10.024.605
185.232.970
3.844.434
82.351.332
1.391.206
14.050.445
623.463
59.298.954

Sumber : BPS (2011)

Selama kurun waktu 2008-2010 produksi anggrek menempati posisi ke-4
setelah Krisan, Mawar, dan Sedap Malam. Perkembangan industri anggrek
nasional dapat dikatakan lebih lambat dibandingkan dengan tanaman hias lain,
dimana persentase produksi anggrek dalam kurun waktu tersebut justru
mengalami penurunan (Tabel.2).
Tabel 2. Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2008-2010
Tanaman
Hias
Krisan
Mawar
Sedap Malam
Anggrek

Produksi (Tangkai)
2008
99,158,942
39,131,603
25,180,043
15,430,040

2009
107,847,072
60,191,362
51,047,807
16,205,949

2010
185,232,970
82,351,332
59,298,954
14,050,445

Pertumbuhan/
Penurunan (%)
2008-2009 2009-2010
8.76
71.76
53.82
36.82
102.73
16.16
5.03
-13.30

Sumber : BPS (2011)

Dilihat dari trend produksi pada periode 1997 - 2010, walaupun terjadi
fluktuasi produksi, namun masih menunjukkan trend meningkat. Sehingga dapat
dikatakan anggrek memiliki prospek pasar yang cerah di masa mendatang
(Gambar 1) .

4

Gambar 1. Perkembangan produksi anggrek Indonesia, 1997-2010
(Sumber, BPS, 2011)
Kinerja perdagangan ekspor-impor anggrek cenderung mengalami
penurunan pada lima tahun terakhir (Tabel 3). Dibandingkan dengan peningkatan
produksi, maka penurunan ekspor dan impor anggrek menunjukkan bahwa
konsumen anggrek Indonesia cenderung memilih anggrek produksi dalam negeri,
walaupun dari sisi kinerja perdagangan internasional terlihat kecenderungan
menurun. Kondisi tersebut sebenarnya dapat dilihat sebagai peluang dengan
semakin terbukanya peluang di pasar anggrek domestik tanpa harus mengabaikan
pangsa di pasar internasional.
Tabel 3.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010

Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Anggrek
Di Indonesia Tahun 2006-2010
Ekspor
Volume (Kg)
620.115
202.804
164.104
121.664
55.842

Nilai (US$)
2.573.179
1.166.671
740.751
1.040.544
899.397

Impor
Volume (Kg)
Nilai (US$)
309.047
548.601
72.689
480.204
34.651
78.265
64.343
434.071
26.801
40.154

Sumber : Ditjenhorti (2011)

Peluang pengembangan anggrek di Indonesia masih sangat besar jika
dilihat dari potensi sumberdaya genetik yang diperkirakan mencapai kurang lebih
5.000 spesies. Selain itu, kondisi agroklimat, ketersediaan lahan yang relatif luas,
adanya dukungan tenaga kerja dan teknologi, serta potensi pasar di dalam dan luar
negeri, merupakan keunggulan komparatif yang sangat berpotensi untuk dapat
dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif. Menurut informasi dari Ditjen
Hortikultura (2011) kebun anggrek yang tersebar di Indonesia luasannya belum
terlalu besar, bahkan mengalami penurunan, saat ini luas kebun anggrek di
Indonesia kurang lebih 130 Ha, yang tersebar di beberapa provinsi dalam bentuk
kebun koleksi dan kebun komersial, sebagian besar target pasarnya untuk
memenuhi kebutuhan pasar dalam negri, dan sebagian kecil untuk di ekspor. Jika

5

dibandingkan dengan Malaysia yang mempunyai kebun anggrek komersial seluas
800 Ha yang berorientasi ekspor, dan Thailand yang memiliki kebun anggrek
seluas 3400 Ha, dimana sebagian besar juga ditujukan untuk ekspor, serta Taiwan
yang memiliki 500 kebun seluas 170 hektar yang mampu mengekspor ke Jepang,
Amerika, Belanda, dapat dikatakan bahwa industri anggrek nasional masih
tertinggal dibandingkan negara-negara tersebut.
Pada era globalisasi perdagangan dan dengan diberlakukannya ACFTA
(Asean-China Free Trade Area) sejak tahun 2007, membuat peluang ekspor
semakin terbuka, namun ancaman produk impor juga semakin besar. Persaingan
antar negara produsen florikultura semakin ketat, begitu juga dengan persaingan
komoditas anggrek. Inovasi dalam peningkatan produksi dan penganekaragaman
produk anggrek yang berkualitas, unik dan eksotik menjadi sangat penting, karena
akan mempermudah perluasan pasar dan meningkatkan kemampuan bersaing di
pasar dalam dan luar negeri. Anggrek nasional di dalam negeri pun harus mampu
bersaing dengan produk impor sebagai wujud adanya perilaku inovatif yang
dimiliki oleh wirausaha. Menurut Krisnamurthi (2001), wirausahawan adalah
orang yang mempunyai keinginan melakukan usaha yang bersifat inovatif, walau
disadari sepenuhnya bahwa setiap inovasi pasti mengandung risiko.
Wirausahawan akan senantiasa melatih intuisinya dalam menjajagi kegiatan
inovasi yang menguntungkan dan menantang untuk diusahakan. Kesuksesan suatu
inovasi tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan teknologi, namun permintaan
pelanggan dan pasar merupakan faktor utama bagi suksesnya inovasi.
Pengembangan anggrek ke depan, ditentukan oleh faktor sumberdaya manusia
(SDM) unggul atau berdaya saing. Sebagaimana disampaikan Pambudy dan
Dabukke (2010) bahwa, dalam era persaingan sekarang ini, yang bersaing
sebenarnya bukan komoditas pertaniannya, tetapi adalah orang-orang yang berada
dibalik produk itu. Selanjutnya SDM atau kelompok orang yang paling penting
dalam kancah persaingan perdagangan produk pertanian adalah petaninya,
pedagangnya, serta pengusahanya. Dengan kata lain, yang bersaing adalah
wirausahanya.
Adanya konsep perilaku kewirausahaan pada pelaku usaha merupakan hal
yang penting, karena akan berdampak pada kinerja usaha, Krisnamurthi (2001)
berpendapat bahwa pengembangan perilaku kewirausahaan akan menumbuhkan
sikap positif dalam berwirausaha dalam bentuk kemampuan sikap untuk
mengendalikan keadaan dan memfokuskan perhatian pada kegiatan-kegiatan atau
hasil yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan pelaku usaha yang berperilaku
kewirausahaan akan lebih aktif dalam memanfaatkan peluang, inovatif dan berani
mengambil risiko. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa adanya
perilaku kewirausahaan pelaku usaha dapat berpengaruh terhadap kinerja usaha.
Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk
mengetahui perilaku kewirausahaan petani anggrek, serta melihat pengaruhnya
terhadap kinerja usaha, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap
perkembangan kinerja industri anggrek nasional.
Perumusan Masalah
Prediksi kebutuhan anggrek, baik di pasar domestik maupun internasional
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan
semakin

6

meningkatnya permintaan untuk hobiis (rumah tangga), florist, perkantoran,
gedung pertemuan, serta berkembangnya industri pariwisata, katering dan
perhotelan, sehingga pengembangan industri anggrek nasional dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan petani dan
devisa negara. Jika dilihat dari potensi sumberdaya anggrek yang dimiliki
Indonesia, sudah selayaknya komoditas anggrek dimanfaatkan sebagai komoditas
andalan dalam pembangunan ekonomi nasional, bahkan dengan kekayaan genetik
anggrek yang begitu besar, Indonesia berpotensi menguasai perdagangan anggrek
di pasar internasional. Namun demikian, saat ini kinerja industri anggrek nasional
dapat dikatakan masih rendah, diantaranya adalah; (1) ketidakmampuan
penyediaan anggrek yang sesuai dengan selera konsumen, dalam hal
keanekaragaman, warna dan keunikan, serta mutu tanaman anggrek yang rendah,
(2) sistem produksi yang belum efisien dan harga produk yang relatif mahal, (3)
rata-rata produktivitas anggrek masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
potensi genetiknya, yaitu hanya 4-5 tangkai/tanaman, sedangkan potensi
genetiknya bisa mencapai 8-10 tangkai/tanaman, serta (4) kontinuitas ketersediaan
anggrek nasional yang masih kurang terjamin (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Salah satu sentra produksi anggrek nasional adalah Jawa Barat dan
Banten. Pada tahun 2010 kontribusi kedua provinsi tersebut 32,8% dari total
produksi anggrek nasional, yaitu sebesar 4.602.607 tangkai. Namun demikian,
jika dilihat dari produktivitasnya pada tahun 2009-2010, kinerja industri anggrek
di kedua Provinsi tersebut menunjukan penurunan yang cukup tajam (Tabel.4).
Tabel 4. Produktivitas Anggrek Nasional Tahun 2009-2010
2009
Propinsi

DKI
Jakarta
Jawa
Barat
Jawa
Tengah
Jawa
Timur
Banten
Bali
Lain-lain
Total

2010
Produksi
(Tangkai)

Produktivitas
(Tangkai/M2)

Pertumbuhan/
Penurunan (%)
ProdukProduksi
tivitas
(09-10)
(09-10)

Produksi
(Tangkai)

Produktivitas
(Tangkai/M2)

1,258,047

9.58

1,305,565

7.6

3.78

-20.67

5,582,076

17.33

2,412,619

7.79

-56.78

-55.05

985,222

4.35

452,886

5.46

-54.03

25.52

2,180,521

6.74

3,430,362

6.6

57.32

-2.08

1,453,304

17.47

2,189,988

7.82

50.69

-55.24

574,426

3.41

1,209,106

6.26

110.49

83.58

4,172,535
16,205,94
9

27.85

3,049,919

19.83

-26.90

-28.80

12.39

14,050,445

7.68

-13.30

-38.01

Sumber : BPS (2012)

Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)
penurunan produktivitas tersebut akibat kualitas benih yang digunakan kurang
baik, yaitu menggunakan keiki untuk perbanyakannya, serta dipengaruhi juga oleh
perubahan iklim yang ekstrim sehingga menyebabkan produksi bunga anggrek
menurun.

7

Ditinjau dari sisi lokasi, kedua wilayah tersebut dapat dikatakan memiliki
keunggulan dibandingkan dengan wilayah sentra anggrek lainnya, yaitu dalam hal
akses terhadap ketersediaan bahan input dan teknologi budidaya yang lebih
mudah, serta akses informasi dan permodalan yang relatif lebih tersedia, karena
kedua lokasi tersebut lebih dekat dengan pusat pemerintahan, lembaga penelitian
dan pengembangan di bawah Kemeterian Pertanian, dan perguruan tinggi, serta
adanya pusat Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI), Konsorsium Anggrek dan
Asosiasi Petani Anggrek Indonesia (APAI). Perhatian pemerintah, terhadap
perkembangan anggrek diwujudkan dengan adanya Klinik Anggrek Batavia yang
merupakan wadah layanan informasi peranggrekan nasional yang mencakup
masalah teknis budidaya hingga layanan pendidikan dan pelatihan untuk
pengguna. Pengguna dalam hal ini adalah petani, pedagang, praktisi, pelajar,
peneliti, dan hobbies. Klinik dikelola oleh BPTP Jakarta bekerjasama dengan BBI
Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Klinik ini didukung oleh para
pakar anggrek nasional (Malang, Bandung, Jakarta), dan Balai Penelitian
Tanaman Hias sebagai sumber informasi dan teknologi, serta Ditjen Hortikultura
sebagai institusi pendukung pengembangan anggrek secara nasional. Selain itu
dari segi pemasaran, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah mengembangkan
pusat pemasaran anggrek potong dan anggrek pot di Taman Anggrek Ragunan
(TAR) dan Taman Anggrek Indonesia Permai (TAIP), selain berfungsi sebagai
ajang promosi, keberadaan TAR dan TAIP juga mampu menata rantai pasokan
dari produsen sampai ke konsumen akhir secara lebih efisien.
Demikian juga jika dilihat dari potensi pasar, permintaan terhadap anggrek
tentunya lebih banyak di kota besar, seiring dengan semakin tingginya nilai
estetika masyarakat perkotaan. Adanya peluang yang besar dari potensi
pengembangan sumberdaya anggrek, serta berbagai dukungan pemerintah,
keberadaan gapoktan dan asosiasi penggemar anggrek, nyatanya belum dapat
meningkatkan kinerja usaha anggrek di Jawa Barat dan Banten, yang terlihat dari
produktivitasnya yang semakin menurun.
Beberapa kendala dalam pengembangan usaha anggrek diantaranya
adalah; ketergantungan akan benih impor, skala usaha masih kecil, industri
pendukung belum berkembang, kemampuan sumber daya manusia (SDM) belum
memadai, budidaya dan pascapanen yang kurang tepat dan efisien, selain itu
regulasi dan kebijakan juga kurang kondusif sehingga menyebabkan produk
anggrek Indonesia kurang berdayasaing (Ditjenhorti, 2012). Disamping itu, secara
umum masih rendahnya kinerja industri anggrek nasional salah satunya
disebabkan oleh masih kurangnya kompetensi yang dimiliki petani anggrek,
seperti; (1) kurangnya pengetahuan terhadap preferensi konsumen, (2) kurangnya
penguasaan teknologi, baik teknologi pembibitan, budidaya, maupun pascapanen,
(3) kurangnya koordinasi antar pelaku agribisnis, serta (4) kurangnya ketanggapan
terhadap informasi pasar, padahal kecepatan akses terhadap informasi pasar
sangat berguna dalam penyusunan jadwal produksi yang tepat, peningkatan
produksi dan mutu, jaminan kontinuitas pasokan, dan pengelolaan usaha secara
profesional (Badan Litbang Pertanian, 2007). Sedangkan dari aspek teknik
budidaya, masih rendahnya produksi anggrek nasional juga dikarenakan petani
yang menggunakan benih yang sesuai standar mutu untuk produksi bunga masih
terbatas, kebanyakan petani kecil membeli benih anggrek hanya sekali,
selanjutnya benih tersebut digunakan secara terus-menerus tanpa ada upaya untuk

8

memperbaharui. Penggunaan benih tersebut akan menyebabkan penurunan
kualitas genetik secara drastis, dan ketahanan terhadap hama penyakit. (Badan
Litbang Pertanian, 2007).
Dengan demikian dalam peningkatan kinerja industri anggrek nasional,
faktor sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor penentu, sebagaimana
menurut Pambudy dan Dabukke (2010) yang menyatakan bahwa, pengembangan
SDM pertanian atau pengusaha tani (wirausaha-agribisnis) merupakan prioritas
yang perlu diperhatikan, sebab SDM pertanian tersebut yang merencanakan,
melaksanakan dan menanggung risiko produksi, juga memutuskan untuk
mengadopsi atau menunda penerapan suatu teknologi untuk mendapatkan nilai
tambah. Selain itu pentingnya peran sumberdaya manusia dalam pencapaian
keunggulan kompetitif juga diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor
manusia menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian
keunggulan kompetitif, karena pada manusia akan diperoleh kreativitas dan
inovasi, pada manusia juga melekat kemampuan dan keberanian serta sikap
memanfaatkan peluang dan mengatasi kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan
teknologi juga akan terletak pada manusia, disamping kemampuan untuk
mendapatkan modal, informasi dan jaringan usaha.
Berdasarkan kenyataannya keberhasilan petani mencapai kinerja usahatani
yang tinggi tidak hanya ditentukan oleh kegiatan teknik budidaya semata tetapi
juga lebih ditentukan oleh kemampuan petani, baik sikap, pengetahuan dan
ketrampilan yang diaktualisasikan dalam menjalankan usahataninya mulai dari
persiapan tanam sampai pemasaran produk yang dihasilkan (Darmadji, 2011).
Mengacu pada pendapat tersebut, maka potensi-potensi petani yang tercermin
dalam perilaku kewirausahaannya dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan
dalam peningkatan kinerja usahatani.
Penerapan konsep perilaku kewirausahaan pada petani anggrek diharapkan
dapat mempengaruhi kinerja industri anggrek nasional. Karena dengan adanya
perilaku kewirausahaan pada petani anggrek, diharapkan akan terbangun perilaku
menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi bisnis
anggrek, inovatif dalam proses produksi maupun penciptaan produk baru, serta
berani mengambil risiko usaha. Selain itu petani anggrek juga diharapkan menjadi
lebih aktif dalam mengusahakan dukungan dan keberpihakan pemerintah,
melakukan upaya pengembangan informasi usaha dan pencitraan untuk
mengundang para investor untuk masuk ke dalam bisnis anggrek, mampu
menghasilkan produk anggrek yang unik dan eksotik, berkualitas, dan dengan
harga yang kompetitif, serta giat melakukan promosi, baik di dalam maupun luar
negri, dengan demikian kinerja usaha anggrek akan semakin meningkat dan
mampu meraih daya saing di pasar nasional dan internasional.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa masih rendahnya
kinerja usaha anggrek dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia petani
anggrek ditinjau dari perilaku kewirausahaannya, maka masalah yang akan diteliti
adalah:
1.
Bagaimanakah karakteristik petani anggrek dalam menjalankan
usahataninya?
2.
Bagaimanakah pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku
kewirausahaan petani anggrek?

9

3.

Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan petani anggrek terhadap
kinerja usaha anggrek?
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.

Tujuan penelitian ini adalah:
Mengidentifikasi karakteristik petani anggrek.
Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
perilaku kewirausahaan petani anggrek.
Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan petani anggrek terhadap
kinerja usaha anggrek.
Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan industri anggrek nasional
yang berdaya saing khususnya di Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor.
Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui apakah dengan menganalisa
perilaku kewirausahaan petani anggrek dapat dijadikan alternatif pendekatan lain
dalam peningkatan kinerja usaha anggrek di tanah air. Selain itu, hasil penelitian
ini dapat memperkaya khazanah ilmiah di bidang kewirausahaan, dan dapat
digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam meningkatkan dan
mengembangkan kewirausahaan petani anggrek.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung,
Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Serpong, Kabupaten Tangerang Selatan,
sebagai studi kasus, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan
kondisi di wilayah lainnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Delmar (1995) mendifinisikan perilaku kewirausahaan sebagai tindakan
yang dilakukan wirausaha dalam mewujudkan tujuan usahanya. Tindakan tersebut
mengarah pada konsep-konsep kewirausahaan yaitu tindakan yang menunjukkan
kreativitas, inovasi dan berani berisiko. Sependapat dengan hal tersebut, menurut
Dirlanudin (2010), perilaku wirausaha dalam konteks pengembangan usaha kecil
adalah perilaku yang dimiliki pengusaha kecil dalam menjalankan aktivitas
usahanya yang terdiri dari kecermatan terhadap peluang usaha, keberanian dalam
mengambil risiko, inovatif dalam menghasilkan produk dan daya saing usahanya.
Ditambahkan pula bahwa, pengusaha yang memiliki pola perilaku wirausaha
adalah mereka yang secara gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya
ekonomi yang tersedia, mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha
baru (inovatif), mampu mencari peluang baru, bekerja dengan metode kerja yang
lebih efektif dan efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil
risiko. Dalam penelitiannya Dirlanudin mengukur perilaku wirausaha dari tiga
aspek yaitu: (i) kognitif, terkait dengan kemampuan manajerial dan pemasaran;
(ii) afektif, terkait dengan komitmen, disiplin, kejujuran, semangat dan kesadaran
mengutamakan kualitas; dan (iii) motorik, terkait dengan kemampuan teknis,
kreatif, inovatif, efisien dan keberanian mengambil risiko.
Menurut pendapat Zimmerer dan Scarborough (2008) kewirausahaan
adalah hasil dari suatu proses sistematis, yang menerapkan kreativitas dan inovasi
untuk memenuhi kebutuhan dan peluang pasar, dengan menggunakan strategi
serta fokus terhadap ide-ide baru dan wawasan baru untuk menciptakan produk
atau layanan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Senada dengan
hal tersebut Kasmir (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu
kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha yang merupakan hasil dari
adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu
yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku kreatif dan inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku
kewirausahaan. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide
baru dan cara baru dalam menghadapi masalah dan peluang, sedangkan inovasi
adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, atau menerapkan
solusi kreatif dalam menghadapi permasalahan dan peluang untuk tujuan
menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah bagi masyarakat (Kao,
et.al, 2001). Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang penting dalam mencapai
kesuksesan suatu usaha, karena dengan kreativitas dan inovasi suatu usaha dapat
mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu, inovasi merupakan unsur yang
penting untuk meningkatkan kemampuan bertahan, menghadapi persaingan bisnis
dan pertumbuhan perusahaan.
Penelitian Pambudy (1999) menggunakan parameter dari perilaku
wirausaha terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap mental dan
keterampilan. Parameter tersebut digunakan pula dalam penelitian Sapar (2006)
yang menggunakan parameter peubah perilaku kewirausahaan meliputi; (1)
pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang bahan baku, strategi berdagang,
konsumen, dan manajemen keuangan, (2) sikap, yaitu sikap dalam berusaha,

11

pandangan dalam menjalankan usaha, dan semangat berusaha, serta (3)
keterampilan, yaitu keterampilan dalam memilih bahan baku, perencanaan usaha
dan penggunaan modal.
Dirlanudin (2010) dan Sapar (2006) membagi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku kewirausahaan ke dalam faktor internal dan faktor
eksternal. Dalam penelitian Sapar (2006) disebutkan bahwa faktor internal adalah
ciri-ciri pribadi, status sosial dan ekonomi seseorang. Faktor internal yang
mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah umur, pendidikan, pengalaman
berusaha, motivasi, persepsi terhadap usaha dan besar usaha. Sedangkan faktor
eksternal, diantaranya adalah modal, keluarga, lingkungan tempat bekerja,
peluang pembinaan usaha dan ketersediaan bahan. Dari hasil penelitian tersebut
diketahui bahwa faktor internal dan ekternal secara nyata mempengaruhi perilaku
wirausaha pedagang kaki lima di Kabupaten Bogor. Berbeda dengan penelitian
Dirlanudin (2010) yang menggunakan indikator tingkat ketekunan, kepemilikan
sumber usaha, kekosmopolitan, penggunaan modal usaha dan kontribusi bagi
keluarga ke dalam faktor internal, sedangkan indikator faktor eksternal
diantaranya adalah pandangan masyarakat tentang wirausaha, kekompakan antar
pengusaha kecil, berfungsinya forum usaha kecil dan nilai kebiasaan masyarakat.
Dari hasil penelitiannya terhadap perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro
menunjukan bahwa faktor internal masih kurang memadai terhadap
perkembangan perilaku wirausaha, sedangkan faktor eksternal relatif kondusif
terhadap perkembangan perilaku wirausaha. Senada dengan penelitian Harijati
(2007) mengenai pengaruh faktor individu dan faktor lingkungan terhadap
kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit, faktor individu diukur
berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman, kebutuhan, motivasi dan sifat
kewirausahaan. Sedangkan faktor lingkungan diukur dari pembelajaran agribisnis,
akses sarana agribisnis, akses sumber modal, akses sumber informasi dan akses
kelompok tani.
Hasil analisis jalur Path pada penelitian Pambudy (1999) menunjukan
bahwa umur dan penghasilan mempunyai hubungan struktural positif dengan
perilaku wirausaha peternak ayam buras skala kecil, sedangkan lamanya beternak
mempunyai hubungan struktural yang negatif. Selain itu, variabel pengetahuan,
sikap mental dan keterampilan beternak peternak ayam buras skala kecil,
menengah dan besar mempunyai hubungan struktural positif terhadap perilaku
wirausaha peternak. Perilaku berwirausaha peternak ayam buras dan broiler
dipengaruhi oleh faktor informasi usaha dan kelembagaan. Disamping itu hasil
penelitian ini mengungkapkan bahwa, meskipun secara langsung tidak ada kaitan
antara pendidikan dan semangat wirausaha, tetapi dalam menjalankan usahanya,
wirausaha perlu