Karakteristik sifat sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam kokok Balenggek di Sumatera Barat

PENDAHULUAN

Kita mengetahui bahwa sejak dahulu sampai sekarang hewan ternak sangat

besar manfaatnya terhadap kepentingan umat manusia, terutama sebagai sumber
bahan pangan. Disarnping menghasilkan susu, daging dan telur, temak juga
berperan sebagai sumber pendapatan, sebagai tabungan hidup, surnber tenaga, alat

transportasi, sumber energi, penghasil pupuk kandang, dan sebagai hewan
kesayangan (Tangka er al. 2000). Oleh karena itu, Han (1999); van der Zijpp

(2000) menyatakan pentingnya peranan ternak dalam peningkatan kualitas hidup
manusia. Rusfidra (2004) rnenyatakan

bahwa ternak memainkan peran penting

dalam ketahanan pangan rumahtangga petani perdesaan, sebagai sumber

pendapatan dan sebagai bentuk investasi (tabungan hidup).

Tujuan pembangunan peternakan nasional yang dimmuskan dalam Panca

Dharma adalah meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan peternak,

terpenuhinya konsumsi pangan asal temak, menyediakan lapangan kerja,
meningkatkan peran kelembagaan peternakan dan tercapainya keseimbangan

antara pelestarian dan pemanfaatan sumber daya atam (Ditjen Bina Produksi
Peternakan 200 1).
Ayam karnpung merupakan salah satu jenis ayam lokal yang banyak

dipeliham masyarakat Indonesia. Disamping populer sebagai penghasil daging

dan telur, ayam lokal dapat dimanfaatkan sebagai ayam hias, ayam petarung dan
ayam penyanyi. Ayam lokal yang memiiiki suara kokok merdu sebaiknya

dikembangkan ke arah tipe ayam penyanyi untuk memenuhi kebutuhan para
penggemamya. Ayam lokal yang potensial sebagai ayam penyanyi adalah'ayam

kokok Balenggek ayam Pelung, dan ayam Bekisar. Ketiga bangsa ayam Iokal

tersebut memiliki suara kokok merdu dan enak didengar.
Ayam kokok Balenggek (AKB) merupakan ayam lokal spesifik di
Sumatera Barat (Utoyo el al. 1996; Direktorat Bina Perbibitan 1998). Ayarn ini

berkembang di Kecamatan Payung Sakaki dan Tigo Lurah, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat. AKB memiliki suara kokok merdu dan bersusun-susun (dapat
mencapai 24 suku kata) (balenggek bahasa Minang). Kemerduan dan keunikan

suara kokok AKB d iduga satu-satunya bangsa ayam dengan ti pe kokok balenggek

di dunia (Narda 1993). AKB memiliki posisi yang tinggi bagi masyarakat suku
Minangkabau (Fumihito el al. 1 996).
Dalarn upaya rnendorong pembangunan peternakan berbasis sumber daya
temak lokal, Gubernur Sumatera Barat telah rnencanangkan daerahnya sebagai

Lumbung Ternak Nagari sejak tanggal 7 September 2002. Hal ini dapat diartikan
bahwa pembangunan peternakan di Sumatem Barat seharusnya bertumpu pada
ternak lokal dan menjadikan nagari sebagai basis wilayah pengembangan. Hal ini
sesuai dengan visi pembangunan peternakan tahun 200 1-2004 yaitu "terwujudnya


masyarakat yang sehat, produkti f dan kreatif melalui pembangunan peternakan
tangguh berbasis sumber daya lokal" (Ditjen Bina Prduksi Peternakan 200 1).
Sejalan dengan ha1 tersebut, pemerintah Kabupaten Solok telah
menetapkan AKB sebagai ternak unggulan PELITA

V (1 989-1994), sebagaimana

d imuat dalam program Gerakan Pengembangan Ekonom i Masyarakat (Gerbang

Emas) yang dicanangkan oleh Bupati Solok (Almito 1994).

Meskipun memiliki potensi ekonomi cukup baik, narnun populasi AKB di
daerah sentra relatif kecil. Menurut Abbas et al. (1997) jumlah ayam jantan AKB

hanya 354 ekor. . Berdasarkan jumlah populasi, Utoyo

et

al, (1996)


mengkategorikan AKB ke dalam status mengkhawatirkan (endangered breed).

Oleh karena itu, konsewasi AKB penting di lakukan karena daerah penyebarannya

yang terbatas (endemik), populasinya kecil, laju migrasi ke luar daerah sentra
cukup besar (30 ekor per bulan) dan semakin terbukanya daerah sentra dari isolasi
transportasi.

Pada ternak ayam, upaya identifikasi dan karakterisasi mcrupakan

prasyarat awal dalam konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetik (Utoyo et
al. 1996; Weigend & Romanov 200 1 ). Dalam konteks tersebut, karakterisasi sifat-

sifat fenotipik termasuk karakterisasi suara kokok AKB di Surnatera Barat perlu
dikaji untuk dimanfaatkan sebagai data dasar dalam penyusunan sistem informasi
keanekaragaman temak domestik.

Sampai saat ini penelitian AKB sebagai ayam penyanyi Has daerah
Sumatera Barat belum banyak dilakukan, sehingga upaya penelaahan karakterisasi


si fat-sifat fenotipik, karakterisasi suara kokok dan analisis suara kokok AKB

sangat penting

dilakukan. Berdasarkan pokok-pokok pemikiran tersebut,

dilakukan penelitian karakterisasi sifat-si fat fenot ipi k sebagai data dasar yang
diperlukan untuk melakukan konservasi sumber daya genetik AKB di Sumatera
Barat.
Tujuan Penelitian
1. Memperoleh data dasar karakteristik kuantitatifdan kualitatifAKB.
2. Memperoleh data dasar karakteristik suara kokok AKB.
3. Mendapatkan informasi sistern pemeliharaan AKB.

4. Mendapatkan informasi cara seleksi yang dilakukan peternak AKB.

5. Merumuskan strategi pengembangan dan konservasi AKB.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai in formasi dasar sifatsifat fenotipik termasuk suara kokok AKB, sebagai in forrnasi dasar dalam

peny usunan strategi pengembangan dan konservasi sumber daya genetik AKB

secara krkelanjutan dan lestari, sebagai informasi dasar dalarn penyusunan
kebijakan pemuliaan dalam rangka meningkatkan jumlah lenggek kokok, dan
sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu ternak unggas, khususnya
berkaitan dengan ayam penyanyi.

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Kokok Balenggek
Ayam kokok Balenggek (AKB) merupakan ayam asli yang berkembang

di Kecamatan Payung Sakaki dan Tigo Lurah, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
AKB diduga merupakan turunan dari ayam Hutan Merah (Red Jungle Folrfl
(Abbas

el

al. 1997). Ayam ini tennasuk t i p ayam penyanyi karena memiliki

suara kokok yang merdu dan enak didengar (Rusfidra 2001). Suaranya sangar


khas, berkokok dengan irama rnerdu dan bersusun-susun, mulai dari tiga sampai
21 suku kaia atau lebih (Murad 1989). AKB merupakan fauna maskot Kabupaten

Solok (Fumihito er al. 1996).
Berdasarkan bobot badan dikenal dua jenis AKB yaitu ayam bertubuh
besar (a>am Goclang) dan ayam bertubuh kecil (ayam Ratiah). Ayam Gadau_e

memiliki berat badan lebih dari 2 kg, sedangkan ayam Raiiak berbobot kurang

dari 2 kg. Ayam ini rnemiliki penampilan tegap dan gagah, warna bulun!a
bervariasi mulai dari merah, kuning, putih dan kombinasi antara warna tersebur.

Bulunya mengkilat dan merniliki jengger tunggal (single comb).
Penggernar dan pernerhati AKB memberikan nama khas untuk setiap jenis

ayam yang dimilikinya. Penamaan didasarkan pada warna bulu, warna kaki.
warna mata dan kombinasi antarwama tersebut. Menurut Sarwono ( 1988) AKB

dikategorikan dalam delapan nama utama, yaitu

1.

ladung: kaki, paruh dan mata berwarna hitarn

2.

pileh: kaki. paruh dan mata berwarna putih

3.

jalak: kaki. paruh dan mata berwarna kuning

4.

kurik: kaki. paruh dan mata berwarna lurik

5.

putih : bulu seluruhnya berwarna putih


6.

kanso : bulu seluruhnya berwarna abu-abu

7.

biring: kaki, b r u h dan mata berwarna merah

8.

kinunran: kaki, paruh, mata dan bulu seluruhnya berwarna putih

Ragam Suara Kokak AKB

Pada umumnya suara kokok ayam bangkok, ayam ras, ayam pelung dan

ayam B u m Iainnya terdiri dari empat suku kata yaitu: "ku-ku-ku-kuuuuu",
sedangkan AKB memiliki suara kokok lebih dari empat suku kata (Murad 1989).

Spesifikasi suku kata kokok AKB sscara tertulis telah diungkapkan Murad ( 1 989).

Menurut Murad suara kokok ayam bangkok, ayam pelung dan galur ayam yang
lain terdiri atas empat suku kata, dengan pelafalan sebagai berikut:

Lafal kokok : ku-ku-ku-kuuuuu
Suku kata:

1

2 3

4

AKB mempunyai suara kokok lebih dari empat suku kata, umumnya
berkism antara enam sarnpai 15 suku kata bahkan lebih (Abbas et al. 1997). Lafal

suara kokok adalah sebagai berikut:
1 ). suku kata lima: ku-ku-ku-ku-kuuuuuu
2). suku kata enam: ku-ku-ku-ku-ku-kuuuuuu

3). suku kata 10: h-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-kuuuuuu


Berdasarkan jumlah suku kata kokok, oleh penduduk setempat disebut
ayam kokok balenggek (Abbas ei al. 1997). Penghitungan jumlah lenggek kokok

didasarkan pada jumlah suku kata kokok dikurangi tiga poin (Murad 1989;

Yuniko 1993), misalnya:
1). bulenggek satu: suku kata 4 dikurangi 3

2). balenggek lima: suku kata 8 dikurangi 3
3). balenggek tujuh: suku kata 1 0 dikurangi 3
Murad (1989) mengelompokkan suku kata kokok AKB menjadi dua

bagian, yaitu kokok bagian depan dan kokok bagian belakang. Kokok depan
dimuIai dari suku kata pertama sampai ketiga, sedangkan kokok belakang dihitung

mulai suku kata keempat sampai terakhir. Kokok bagian klakang disebut lenggek

kokok.
Keunikan kokok AKB sebagai ayarn penyanyi secara perlahan mulai
menarik perhatian penggemar ayam. Hal ini diperlihatkan dengan diadakannya
kontes AKB di daerah Sumatera Barat. Kontes AKB tingkat Provinsi Sumatera

Barat pernah diselenggarakan pada tahun 1 992 (di Sungai Tarab, Tanah Datar),
tahun 1994 (di Muara Panas, Solok) dan tahun 1996 (di Palangki, Sawah Lunto

Sijunjung). Penyelenggaraan kontes tersebut biasanya dikaitkan dengan kontes
ternak seSumatera Barat, Kontes AKS juga diadakan dalam rangka peringatan

hari besar nasional dan pekan budaya Minang. Fumihito er al. (1996) menyatakan

bahwa AKB memiliki posisi yang tinggi bagi masyarakat suku Minangkabau.
Menurut Murad ( 1 994), komponen yang dinilai daiarn kontes AKB adalah

sebagai berikut:
1. jumlah lenggek kokok (JLK),

2. kemerduan dan keindahan suara kokok,

3. keselarasan dan keserasian tempo dan irama kokok,
4. tingkat kerajinan berkokok dalam periode waktu tertentu,

5. keramahan bercanda dengan pemil ik dan penggemamya,
6. tingkat kelangkaan AKB,
7. kelengkapan, kesempurnaan, keserasian dan keindahan bentuk tubuh dan

penampilan.

Saat ini terdapat tiga pendapat mengenai asal-usul AKB. Perrama,

merupakan cerita rakyat yang berkembang di daerah sentra. Disebutkan bahwa

AM3 yang berkembang saat ini berasal dari keturunan ayam Kinantan milik

Cindua Ma10 (Yang Dipertuan Tuanku Rajo Mudo) dari Kerajaan Minang Kabau
di Pagaruyung, Batu Sangkar, Sumatera Barat. Alkisah ketika Cindua Mato
dikejar oleh Raja Imbang Jaya (Tiang Bungkuak) dari daerah Jambi maka ia
bersama tiga ekor hewan kesayanganya yang terdiri dari kuda Gumarang, kerbau

Binuang dm ayarn Kinantan meiarikan diri ke Ngalau Bunian yang terdapat di

Desa Sumiso dan berdekatan dengan Bukit Sirayuah. Diperkirakan pada saat
tertentu ayam Kinantan milik Cindua Mato terbang bermain ke Bukit Sirayuah

dan mengawini ayam kampung setempat. Keturunan persilangan tersebut diduga
mengalami domestikasi menjadi ayam Kinantan, Bangkeh, Jalak, Biriang,

Taduang dan Kuriak yang dikenal sebagai keturunan AKB yang ada sekarang
(Murad 1989).

Kedua, berdasarkan penelusuran literatur ilmiah, AK3 diduga merupakan
turunan persilangan ayam hutan merah (Gallus gallus) dengan ayam lokal daerah

sentra. Dugaan ini didasarkan pada teori bahwa hanya G. gallus gallus yang
terdapat di pulau Sumatera (Nishida et al. 1980a). Menurut Abbas et al. (1997)

AKB merupakan keturunan ayam hutan merah, sedangkan menurut Hutt (1 949);
Crawford (1990); Soesanto (2000); Weigend dan Romanov (2001), ayam

domestik yang berkembang sekarang merupakan turunan ayam hutan merah.

.. ,-

'

'-

f

PopAulrsiL i a r
A y a m H.ut*n M t r a b
<

d

M c n y c b a r d ~ p ur s a~r d a m c s r ~ k a s ~
m enuju daerah lain

......................... ~ m r -k r aA y n m
A

Y nttjori:

i

A,.-

A4m.u

Asli

~ y l i ; ' ~ k i * b l l h3.u
l

.....................

Peagbmril Paagmn
( r ~ r e td a m p r o d m k r ~ )

B ~ n f i aA y a m H l a s

Gmlur khmsur

Tlp* n ~ C b l f

.
Imbrs*~g.-C a l u r