Hambatan SDI dalam Pemberdayaan Ekonomi
3. Hambatan SDI dalam Pemberdayaan Ekonomi
a. Faktor Internal
Seiring dengan perkembangannya SDI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. Ketika SDI mengalami perkembangan pesat perekonomian dan sudah memiliki jumlah anggota yang banyak, telah menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Ketika itulah SDI mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal- Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah
mencoba menyebarkan pengaruhnya. 72 Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di Indonesia ini tidak
mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan Penyusupan” ke dalam tubuh Serikat Islam namun pada akhirnya orang Belanda berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, MusoAlimin Prawirodirdjo, dan H. Misbach, untuk tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam Merah yang berhaluan Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh Semaun dan Darsono, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul Muis, Cokroaminoto.
Namun di bawah pimpinan Semaoen, para pendukung Sarekat Islam berasal dari kalangan kaum buruh dan rakyat kecil. Pergantian pengurus itu adalah wujud pertama dari perubahan gerakan Sarekat Islam Semarang dari gerakan kaum menangah menjadi gerakan kaum buruh dan tani. Sehingga, pandangan perjuangan lebih bersifat radikal. Dengan demikian, perkembangan pemikiran kiri pada SI Semarang tidak lepas dari peran Semaoen sebagai tokoh sentra.
72 A.P.E. Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil, (Jakarta: Grafitipress, 1985), h. 65
Perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam mencapai puncaknya pada saat diadakan kongresluar Biasa Central Sarekat Islam di Surabaya pada tanggal 6-10 Oktober 1921. Semaoen habis-habisan berdebat dengan Agus Salim, tapi tidak dapat mempertahankan posisi kader-kader PKI di Sarekat Islam. Karena debat sepenuhnya dikuasai Agus Salim sebab Semaoen dan Tan Malaka masing-masing hanya diberi kesempatan berbicara selama 5 menit. Selain itu secara tidak langsung Semaoen melontarkan ide-ide pluralisme gerakan Sarekat Islam. Hal ini sama artinya dengan mengusulkan perubahan asas Sarekat Islam dari “Islam”menjadi “Komunis” yang lebih plural. Lontaran ini dimanfaatkan oleh
Agus Salim untuk membangkitkan sentimen agama para peserta kongres dan memberlakukan disiplin partai. Akhirnya Semaoen dan anggota Sarekat Islam yang merangkap menjadi anggota PKI secara resmi dikeluarkan dari Sarekat
Islam. 73 Akibat dari perpecahan para pengurus SDI, antara Semaoen dan anggota
Sarekat Islam yang merangkap menjadi anggota PKI dengan Agus Salim. SDI mengalami hambatan dalam melakukan gerakan ekonomi kerakyatan sehingga orang belanda berhasil menguasai perekonomian pribumi pada saat itu.
b. Faktor Eksternal
Kepemimpinan H. Samanhoedi mendapat persetujuan dari pemerintah kolonial Belanda. Namun setelah terjadi perselisihan antara pedagang batik dari golongan Islam dengan pedagang batik Tionghoa, maka pemerintah Belanda ikut campur dan membatasi ruang gerak Sarekat Dagang Islam. Oleh karena itu, kegiatan Sarekat Dagang Islam selanjutnya, baik yang ada di Solo maupun di daerah-daerah lain terus diawasi oleh pemerintah.
Disamping fakta yang datangnya dari pemerintah Hindia Belanda sendiri, ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yakni faktor persaingan dagang dari kalangan Cina, karena pada kenyataannya bangsa Cina mendapat dukungan dari pemerintah Belanda dalam melancarkan usahanya, sehingga mereka mampu
73 Hok Gie Soe, Dibawah Lentera Merah, (Yogyakarta: Yayasan bentang Budaya, 1999), h. 5 73 Hok Gie Soe, Dibawah Lentera Merah, (Yogyakarta: Yayasan bentang Budaya, 1999), h. 5
Organisasi ini bergerakdibidang perdagangan dengan membentuk kamar- kamar dagang dikota-kota besar yang ada di Indonesia, setelah didirikannya organisasi tersebut, maka di negeri Cina sendiri berdiri sebuah gerakan ekonomi tepatnya pada tahun 1901. Dari munculnya gerakan diatas baik yang di wilayah Indonesia maupun di negara Cina sendiri, golongan Cina semakin congkak karena organisasi tersebut mendapat kebebasan dari pemerintah Belanda di Indonesia.
Sebab musabab yang sebenarnya mengenai berdirinya Sarekat Dagang Islam mungkin selalu akan tetap sedikit misterius. Inti persoalannya terletak dalam hubungan antara orang Jawa dan Cina. De Kat Angelino menulis, hampir dua dasawarsa sesudah berdirinya Sarekat Dagang Islam, bahwa bertentangan kontras dengan daerah lain di Jawa Tengah, hubungan antara majikan Cina dan pekerja Jawa dalam perusahaan batik di Surakarta (dan Yogyakarta) pada umumnya baik sekali. Orang keturunan Cina di Vorsten landen terkenal “alus” (halus).
Mereka tak pelak lagi menerima banyak unsur Jawa, barangkali disebabkan oleh darah Jawa yang mengalir dalam tubuh mereka.Walaupun asal mula pendirian Sarekat Dagang Islam masih agak kurang jelas, alasan-alasan utama rupanya ekonomis dan etnosentris, dan faktor terakhir inilah yang jauh lebih penting. Beberapa pakar berpendapat bahwa gerakan ini berpangkal pada saingan berat antara majikan Indonesia dan Cina, di bidang perusahaan batik. J.S Furnivall, umpamanya, menulisbahwa pada tahun 1892 penggantian kain pribumi dengan bahan impor yangdibeli oleh pengrajin batik melalui perantara Tionghoa, mengakibatkanpemegang kekuasaan dalam perdagangan ini beralih ke tangan Cina.
Akhirnya, pada tahun 1911, untuk melawan praktek curang dari pengusah Cina maka pedagang batik Jawa di Surakarta membentuk Sarekat DagangIslam. Robert Van Niel pun memberi tekanan kepada faktor ekonomi, tetapiia juga mencatat pentingnya faktor-faktor lain. Ia menulis sebagai berikut: “Industri batik
74 Roeslan Abdul Ghani, Politik dan Ilmu, (Jakarta: Yayasan Prapanca, 1902), h. 44 74 Roeslan Abdul Ghani, Politik dan Ilmu, (Jakarta: Yayasan Prapanca, 1902), h. 44
Cina. 75 Pada awal abad XX bahan celupan kimia mulai menggantikan nila dan
bahan celupan asli lainnnya.Sekarang celupan ini pun menjadi bahan impor dan ditangani oleh orang Cina.Dirasakan bahwa orang Tionghoa makin lama makin kuat menguasai Industri batik yang memberi kepadanya kesempatan besar untuk menarik keuntungan karena dapat mengendalikan barang impor yang sangat diperlukan.”
Sementara itu orang Indonesia yang kesadaran dirinya mulaiterangsang karena sering berhubungan dengan Barat, mulai menentang hak-hak tradisional istimewa dari bangsawan lokal di Vorstenlanden terhadapmanusia dan barang- barangnya.Berdasarkan sebab-sebab ekonomis dansosial maka pedagang Indonesia di Surakarta memutuskan untuk berorganisasi.Haji Samanhoedi memprakarsainya dengan membentuk suatu organisasi yang pada dasarnya bersifat amal dan protektif. Pada tahun 1911 R.M Tirtoadisoerjo diminta oleh Haji Samanhoedi untuk datang ke Surakarta (Solo) untuk membentuk sebuah
organisasi perdagangan Indonesia di kalangan pedagang batik disana. 76
75 Ibid, h. 46 76 George D, Larson, Masa menjelang revolusi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1990), h. 56