Kajian Penyimpanan dan Penggunaan Etilen untuk Pematangan Buatan Buah Pisang Ambon dengan Metode Pentahapan Suhu

KAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN
ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUATAN BUAH
PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAHAPANSUHU

OLEH :
KASMA ISWARl

ABSTRAK
KASMA ISWARI. Kajian Penyimpanan dan Penggunaan Etilen untuk Pematangan
Buatan Buah Pisang Ambon dengan Metode Pentahapan Suhu. Dibimbing oleh Dr.
Ir Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Suroso, M. Agr.
Suhu penyimpanan dan pemeraman m e m p e n g h mutu buah pisang Ambon.
Penggunaan bahan untuk inisiasi pematangan (trigger) diperlukan agar kematangan
buah seragam d m tidak terjadi kegagalan dalam pematangan buah. Dalam penelitian
ini dipelajari laju respirasi dan analisis mutu buah pada tiga kondisi suhu
penyimpanan, yaitu 10°C, 15°C dan suhu ruang dan dua konsentrasi etilen untuk
pemeraman yaitu 100 dan 200 ppm. Disamping itu juga Qpelajari metode
pentahapan suhu selama pemeraman serta mengembangkan model simulasi
pendugaaan laju respirasi selama penyimpanan dan pemeraman dengan pendekatan
Arrhenius dan Sinus. Validasi model diukur dengan tingkat kesalahan model (Root

Mean Square Error atau RMSE) dan nilai korelasi (r) antara data pengamatan
dengan data prediksi. Dilakukan analisis sidik ragam antar perlakuan dan uji lanjut
dengan Beda Nyata Jujur ( BNJ) pada taraf nyata 5%, selain itu data juga disajikan
dalam bentuk kurva.
Penyimpanan buah pisang pada suhu 15°C sebelum pemeraman merupakan
kondisi terbaik bila dibandingkan dengan penyimpanan buah pada suhu 10 "C dan
suhu ruang. Konsentrasi etilen tidak memberikan pengaruh yang nyata baik terhadap
fisik maupun kimia buah. Pemeraman dengan metode pentahapan suhu dan
menggunakan 100 ppm etilen setelah mengalami periode penyimpanan pada suhu
15°C memberikan mutu buah (kekerasan, kecerahan warna, derajat kuning dan total
padatan terlarut) lebih baik dibandingkan tanpa pentahapan suhu.
Laju respirasi selama penyimpanan buah mendekati garis rata dengan
persamaan y = c, Qmana c = 6.61 ml COz/kg/jam. Penyimpanan 2 hari sebelum
pemeraman puncak klimakterik tercapai setelah 48 jam, 4 hari=45 jam; 6 hari
penyimpanan = 42 jam; 8 hari = 39 jam dan 10 hari = 33 jam. Model simulasi
pendugaan waktu untuk mencapai klimakterik respirasi menghasilkan persarnaan y =
- 0.0446 t
53.67 e
,sedangkan untuk pendugaan pola laju respirasi diperoleh persamaan
(X-t) *I80

53.67e- 0.0446t

y = Rs + (Rk - Rs)SIN
3*

LA
24
Dengan menggunakan model ini diduga toleransi penyimpanan buah pisang
sampai 30 hari, setelah itu produsen Qharuskan melakukan pematangan buah agar
sampai di tangan konsumen buah masih layak dikonsumsi dalam arti mutunya masih
dalam keadaan prima. Model yang dibangun cukup valid dengan tingkat kesalahan
(RMSE) berkisar antara 5.21-6.29 ml C02/kg/jam dan korelasi (r) antara data
pengamatan dengan data prediksi berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara
0.78-0.86.

1

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :


KAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN ETILEN UNTUK
PEMATANGAN BUATAN BUAH PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAEAPAN SUHU
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 2 Oktober 2002

as ha Iswari
NRP.P24500010

KAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN
ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUATAN BUAH
PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAHAPAN SUHU

KASMA ISWARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANlAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Kajian Penyimpanan dan Penggunaan Etilen untuk

Pematangan Buatan Buah Pisang Ambon dengan
Metode Pentahapan Suhu
Nama Mahasiswa

: Kasma Iswari

NRP


: P24500010

Program Studi

: Teknologi Pascapanen (TPP)

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Suroso, M.Aw
AWPta

Dr. Ir. Sutrisno, M.Ag.
Ketua

Mengetahui,

Tanggal Lulus: 2 Oktober 2002


Penulis dilahirkan di Taluk Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Barat) pada
tanggal 23 Agustus 1956 sebagai anak ke tiga dari pasangan M. Kasim dan Raminis
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Mahaputra
Muhammad Yamin Jurusan Budidaya Pertanian di Solok Sumatera Barat. Lulus pada
tahun 1993. Pada tahun 2000, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pasca
panen pada Program Pascasqana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian).
Bekerja di Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Sumatera Barat sejak tahun
1976 yang saat ini bernama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sampai saat ini

penulis masih bekerja di Balai tersebut.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang Qpilih dalarn penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Januari 2002 ini ialah suhu penyimpanan dan penjadwalan
pematangan buah pisang menggunakan model simulasi, dengan judul Kajian
Penyimpanan dun Penggunaan Etilen Untuk Pematangan Buatan Buah Pzsang
Ambon Dengan Metode Pentahapan Suhu.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr dan

Bapak Dr.Ir. Suroso, M.Agr selaku pembimbing yang telah memberikan saran,
masukkan dan pengarahan dari sejak awal hingga selesai penulisan tesis ini, serta
kepada Bapak Dr.Ir. Rohani Hasbullah, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah
memberikan masukkan demi sempurnanya penulisan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, suamiku (Syahlil)
d m anak-anakku (Firmansyah, Alva MarQansyah dan Gema Febriansyah) serta
seluruh keluarga dan rekan-rekan, atas segala doa dan dorongannya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2002

DAFTAR IS1
Halaman
PRAKATA ......................................................................................
DAFTAR IS1 ...................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................
Latar Belakang ............................................................................

Tujuan ..........................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
Botani Tanaman Pisang ...............................................................
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang ..................
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematmgan .............
Laju Respirasi ..............................................................................
Penyimpanan ...............................................................................
Pematangan Buatan .....................................................................
Model Matematika Respirasi Buah dan Sayum ........................
BAHAN DAN METODE ...............................................................
Tempat dan Waktu ......................................................................
Metode Penelitian ........................................................................
Penelitian Lapangan ....................................................................
Penelitian Laboratorium ..............................................................
Pendekatan Model Pendugaan Pola Laju Respirasi ....................
I-IASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
Penelitian Lapangan ....................................................................
Status Pascapanen Pisang di Tingkat Pedagang ......................
Laju Respirasi ..........................................................................
Penelitian Laboratorium ..............................................................

Penympanan ...........................................................................
Pematangan Buatan .................................................................
Metode Pemaaman .................................................................
Klimaktenk Respirasi Selama Penyimpanan dan Pemeraman.
Pengembangan Model Simulasi Pendugaan Laju Respirasi ....
KESIMPULAN ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................

DAFTAR TABEL

Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g
daging buah segar) .............................................................
Indeks kematangan buah pisang ..........................................
Suhu Pemeraman Pisang Menurut Catalytic Generators
(2002) .................................,.................................................
Status pascapauen pisang pada tiga pausahaan pemeraman
di Bogor ................................................................................
Organoleptik dan anahsis beberapa parameter mutu buah
pisang Ambon hasil pemeraman pada tiga perusahaan (A,

B dan C) ...............................................................................
Mutu buah pisang dari pengemposan, pentahapan suhu dan
pisang impor. ........................................................................
Warna (nilai Lab ) buah pisang setelah penyimpanan ........
Pengaruh interaksi suhu penyimpanan dengan konsentrasi
etilen terhadap kekerasan buah setelah pemeraman ...........
Pengaruh suhu penyimpanan dan konsentrasi etilen
terhadap warna buah setelah pemeraman dengan
pentahapan suhu ...................................................................
Uji organoleptik (penampakan dan warna, rasa, aroma
dan tekstur) buah pisang Ambon setelah pemeraman ..........
Pengaruh metode pemeraman dan konsentrasi etilen
terhadap kekerasan, TPT dan warna buah pisang Ambon ...
Pengaruh metode pemeraman terhadap Indek Kematangan
(IK) buah pisang Ambon .....................................................
Hubungan Lama penyimpanan buah pisang Ambon
dengan lama waktu untuk pencapaian klimakterik ..............
Simulasi pendugaan waktu pencapaian puncak klimaktaik
buah pisang Ambon berdasarkan lama penyimpanan ..........
Nilai r dan RMSE dalam pengujian validasi model .............


DAFTAR GAMBAR

1

Indek Kematangan buah pisang menurut Catalytic Generators
(2002) ...................................................................................,....

11

2

Pengaruh etilen terhadap respirasi buah k h a k t a i k dan nonklimakterrk..................................................................................

21

3

Diagram alir pelaksanaan penyimpanan dan pemeraman
pisang Ambon di Laboratorium ...............................................

28

4

Diagram alir pascapanen pisang pada tiga perusahaan
pemeraman ................................................................................

40

5

Perubahan konsentrasi C02 dan 0 2 selama pemeraman
buah pisang Ambon di pengemposan Ciawi ............................

45

6

Laju respirasi buah pisang Ambon selama pemeraman
di pengemposan Ciawi ..................................................,...........

45

7

Perubahan suhu selama proses pemeraman buah pisang
Ambon dipengemposan Ciawi ..................................................

46

8

Perubahan konsentrasi etilen selama pemeraman buah pisang
Ambon di pengemposan Ciawi ..............................................

47

9

Perubahan kekerasan buah pisang setelah pemeraman .............

48

10

Perubahan total padatan terlarut setelah pemeraman ................

49

11 Perbandingan mutu buah pisang setelah pemeraman asal

51

pengemposan, pentahapan suhu dan pisang impor ..................
12 Konsentrasi C02 dan 0 2 selama penyimpanan buah pisang
Ambon pada suhu 10°C. ...........................................................

53

13

Konsentrasi C02 dan O2 selama penyimpanan buah pisang
Ambon pada suhu 15OC. .......................................................+...

55

14

Konsentrasi CO2 dan 0 2 selama penyimpanan buah pisang
Ambon pada suhu ruang (OC). ..................................................

55

15 Laju respirasi buah pisang ambon selama penyimpanan pada
tiga kondisi suhu ........................................................................

56

Perubahan kekerasan buah pisang Ambon selama
penyimpanan pada tiga kondisi suhu ......................................
Perubahan.total
. padatan terlarut selama penyimpanan pada
tiga kondisl suhu........................................................................
Perubahan susut bobot buah pisang Ambon selama
penyimpanan .............................................................................
Pengaruh suhu penyimpanan dan konsentrasi etilen untuk
pemeraman buah pisang Ambon ...............................................

Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama dua hari
penyimpanan, dilanjutkan dengan pemeraman. .....................

Puncak klmakterik respirasi pisang Ambon selama empat hari
penyimpanan, dilanjutkan dengan pemeraman.......................
Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama enam ban
penyimpanan, kemudian dilakukan pemeraman.. ......................

Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama delapan
hari penyimpanan, kemudian diperam .....................................
Puncak klimakterik respirasi buah pisang Ambon selama 10
hari penyimpanan, kemudian diperam.......................................
Hubungan lama penyimpanan
dengan lama waktu
. .
klimakterik respnasl...................................................................
Simulai pendugaan waktu klimakterik buah pisang Ambon
berdasarkan lama penyimpanan..............................................
Pendekatan laju respirasi dengan model Sin .............................
Laju respirasi berdasarkan lama penyimpanan ..........................
Pendugaan bentuk pola laju respirasi selama periode
penyirnpanan dan pemeraman ...................................................
Korelasi data pengamatan dan data prediksi berdasarkan lama
penyimpanan .............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama pemeraman 24 jam di pengemposan pisang Ciawi .....
Perubahan suhu selama 24 jam pemeraman buah pisang di
pengemposan pisang Ciawi ......................................................
Konsentrasi etilen buah pisang Ambon selama pemeraman
24 jam di pengemposan pisang Ciawi .....................................
Kekerasan buah pisang Ambon sebelum dan setelah
pemeraman di pengemposan pisang Ciawi ..............................
Total padatan talarut
buah pisang ambon setelah
pemeraman di pengemposan pisang Ciawi .............................
Konsentrasi C02 dan 0 2 buah pisang Ambon pada tiga
kondisi suhu penyimpanan di Laboratorium (%) ...................
Laju respirasi buah pisang Ambon pada tiga kondisi
suhu penyimpanan ...................................................................
Kekerasan buah pisang ambon selama penyimpanan pada
tiga kondisi suhu & Laboratorium ..........................................
Analisis sid~kragam warna ( Nilai L*) buah pisang Ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu ..........................
Andisis sidik ragam warna ( Nilai a*) buah pisang ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu ........................
Analisis sidik ragam warna ( Nilai b*) buah pisang ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu ........................
Total padatan terlarut pisang Ambon selama penyimpanan
pada tiga kondisi suhu di Laboratorium ("brix) .....................
Susut bobot pisang ambon selama penyimpanan pada tiga
kondisi suhu di Laboratorium (%) ..........................................
Analisis sidrk ragam kekerasan buah pisang Ambon setelah
penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah dilakukan
pemeraman di Laboratorium .................................................

Analisis sidik ragam warna (nilai L*) buah pisang Ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah
dilakukanpemeraman di Laboratorium ....................................
Analisis sidik ragam warna (nilai a*) buah pisang Ambon
setelah penyimpanan pada tiga konhsi suhu dan setelah
dilakukan pemeraman di Laboratorium ...................................
Analisis sidik ragam warna (nilai b*) buah pisang Ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah
dilakukan pemeraman di Laboratorium ...................................
Analisis sidik ragam kekerasan buah pisang Ambon setelah
pemeraman dengan tahapan suhu di Laboratorium ................
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama dua hari (48 jam) penyimpanan dan pemeraman ......
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama empat hari (96 jam) penyimpanan dan kemudian
dipemeram ................................................................................
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama enam hari (144 jam) penyimpanan dan kemudian
dipemeram ................................................................................
Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama delapan hari (192 jam) penyimpanan dan kemudian
dipemeram ................................................................................
Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang ambon
selama sepuluh hari (240 jam) penyimpanan dan kemudian
dipemeram ................................................................................
Pengukwan laju respirasi buah pisang di pengemposan
Ciawi ........................................................................................

Gas Analiyzer Shunadzu untuk pengukuran laju respirasi .....
Pengukwan laju respirasi buah pisang di lemari pendingin ..
Pengukuran laju respirasi buah pisang pada suhu ruang ........
Penampakan buah pisang Ambon setelah pemeraman dengan
etilen yang sebelumnya dishpan pada suhu 15 "C .................

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi pisang dari tahun ketahun semalun meningkat. Tahun 1997 produksi
3 057 081 ton, tahun 1998 meningkat menjadi 3 176 749 ton, sedangkan tahun 2000

mencapai 3 746 962 ton (BPS 1998 2000). Angka ini menunjukkan bahwa pisang
dapat djadikan sebagai komoditi andalan Indonesia dalam meningkatkan pendapatan
negara.

Namun ha1 yang terjah tidaklah demiluan, sampai saat ini kenyataannya pisang
masih belurn menjadi komoditi andalan Indonesia, yang dibuktikan dengan ekspor
pisang semakin menurun, tahun 1999 volume ekspor pisang segar termasuk pisang
olahan (plantain) mencapai 76 086. 832 ton dengan nilai ekspor US$ 11 102 482
(BPS 1999), sedangkan tahun 2000 ekspor pisang menurun menjadi 2 105. 654 ton
dengan nilai ekspor US$ 412 805 (BPS 2000), berarti Indonesia kehlangan sebesar
US$ 10 689 677 dalam satu tahun belakangan ini.

Penurunan nilai ekspor terjadi karena banyak hal, salah satu diantaranya adalah
mutu pisang dan Indonesia sangat rendah, sehngga sering ekspor pisang dan
Indonesia dikembalikan setelah sampai di negara tujuan karena tidak memenuhi
kriteria-kriteria mutunya ekspor buah pisang. Parameter mutu pisang secara umum
adalah bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna kulit buah yang
cerah, mulus, kesegaran alami, daging buah tidak lembek dan aroma serta rasa yang
enak.

Rendahnya mutu disebabkan oleh penanganan pasca panen buah pisang belum
dilakukan secara baik dan benar oleh petani, pedagang ataupun eksportir.
Berdasarkan hasil survai dan penelitian lapangan di Bogor, usaha pemeraman sudah
dilakukan pedagang pengurnpul dalam skala besar, dimana usaha ini secara bisnis
cukup mendatangkan keuntungan. Narnun demikian hingga saat ini belurn dilakukan
teknik-teknik penanganan pascapanen yang benar dalam ha1 pengangkutan,
penyimpanan, dan pengemasan, sehingga mutu yang dihasilkan sangatlah rendah
apabila dibandingkan dengan mutu pisang impor.

Oleh sebab itu pisang hasil

pemeraman dari Bogor ini pada urnurnnya hanya dapat dijual di pasar tradsional dan
tidak dapat masuk ke pasar-pasar institusi misalnya, swalayan, super market, apalagi
pasar ekspor.
Sejak panen sampai ke tempat pemasaran atau negara tujuan ekspor, pisang
memerlukan manajemen pengontrolan suhu, kelembaban dm pemberian etilen
secara ketat dan optimum sehingga pada saat sampai di tempat pemasaran atau
negara tujuan, pisang menjadi matang seragam dengan warna yang cerah, dan rasa
tetap enak. Kriteria ini akan dapat terpenuhi dengan sempurna apabila produsen
mampu memprediksi batas toleransi penyimpanan, kapan saat pemberian etilen yang
tepat agar buah masih berada pada kondisi yang prima. Untuk itu diperlukan suatu
model matematika yang merupakan model simulasi pendugaan laju respirasi dan saat
tercapainya Mimakterik respirasi, sehingga dengan model itu nantinya produsen
dapat menduga toleransi penyimpanan dan saat yang tepat melakukan pemeraman.
Pisang merupakan buah yang memiliki respon yang besar terhadap suhu. Suhu
rendah menyebabkan chilling injury, sedangkan suhu tinggi menyebabkan buah cepat
2

matang tetapi tidak seragam dan cepat rusak. Dalam ha1 ini Kader (2002)
merekomendasikan suhu selama penyimpanan dan transportasi adalah 13-14 "C,
dengan RH 90-95%. Sedangkan suhu optimum selama pematangan 18-25"C, RH 9095%, dengan konsentrasi etilen 100-200 ppm (Reid 1992). Selanjutnya Reid (1992)
menyatakan suhu pemeraman diatas 25°C menyebabkan tumbuhnya bakteri, serta
dapat meningkatkan laju pembusukan buah, sedangkan diatas 30 "C proses
pematangan terhambat. Suhu pemeraman yang terlalu rendah dapat menyebabkan
daging buah rusak pada saat matang (Syabari 1989).
Pemeraman buatan (urtlficrl ripenrq) pada pisang Ambon, merupakan ha1 yang
sangat penting dalam proses pematangannya, karena tanpa pemeraman akan terjadi
pematangan yang tidak seragam dan bahkan sering terjadi kegagalan pematangan
yang ditandai dengan kakunya daging buah, rasa yang masih sepat, walaupun
kulitnya sudah berwarna kuning (kuning kusam yang tidak merata).
Sistem yang telah berkembang pesat di negara-negara maju, umumnya
merupakan kombinasi antara sistem penyimpanan dingin dengan sistem pemeraman
dengan pentahapan suhu dan pemberian gas etilen sebagai pemicu (trigger) untuk
mengatur pematangan. Penelitian dan pengembangan secara komersial telah berhasil
diterapkan di luar negeri untuk beberapa buah-buahan, terutama buah pisang,
mangga, ape1 dan pear. Sedangkan sampai saat ini pengembangannya di Indonesia
terutama untuk buah-buahan tropika seperti pisang dan sejenisnya masih sangat
sedikit dilakukan.

Hal ini disebabkan oleh minimnya data penunjang dalam

perancangan sistem penyimpanan dan pematangan yang terkontrol tersebut.

Berdasarkan ha1 tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi optimum
selama penyimpanan dan pentahapan suhu selama pemeraman, kelembaban dalam
ruang simpan, konsentrasi etilen sebagai pemicu dalam pematangan dan
mengembangkan model simulasi pendugaan laju respirasi, sehingga nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai data penunjang dalam permcangan sistem penyimpanan dan
pematangan secara komersial dalam rangka meningkatkan mutu pisang Indonesia.

B. Hipotesis
Suhu penyimpanan, konsentrasi etilen dalam proses pematangan buatan,
pentahapan suhu selama pemeraman akan berpengaruh terhadap kualitas buah baik
fisik maupun secara kimia.

C. Tujuan
Penelitian secara umurn bertujuan untuk perbaikan mutu buah pisang Arnbon
sesuai kriteria mutu ekspor. Sedangkan tujuan yang lebih khusus adalah

untuk

mengetahui status pasca panen pisang ditingkat pedagang/pengusaha, menentukan
laju respirasi, suhu optimum penyimpanan sebelurn pemeraman, konsentrasi dilen
optimum untuk pemeraman, mengetahui pengaruh pentahapan suhu, dan
mengembangkan model simulasi pendugaan laju respirasi.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti
lainnya dalam merancang sistem penyimpanan dan pematangan buatan yang
terkontrol secara otomatis dan memberikan informasi kepada pedagang antar pulau
atau eksportir mengenai masalah penyimpanan dan pematangan yang tepat.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Botani Tanaman Pisang
Pisang termasuk tanaman yang mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
beragam. Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran
tinggi dengan ketinggian 2000 m dari permukaan laut (Munajim 1988 dan Rukmana
1999), namun untuk turnbuh dengan baik diperlukan lingkungan turnbuh yang sesuai.
Pisang tumbuh baik di daerah tropis yang beriklim basah dengan curah hujan 14002500 rnrn per tahun yang merata sepanjang tahun. Tanah liat yang mengandung
kapur dan tanah aluvial dengan pH antara 4.5 - 7.5, serta suhu sekitar 27 OC sangat
baik dan merupakan kondisi optimum untuk tanaman pisang (Subakti dan Supriyanto
1996).
Sejak mulai ditanam sampai berbuah dan dipetik, tanaman pisang memerlukan
waktu kira-kira satu tahun. Setelah pohon induk berbuah dan dipetik, anak pohon
pisang mulai berbunga. Tiga atau empat bulan kemudian pemetikan buah pisang yang
kedua dapat dilakukan. Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 5-10 kg buah,
dimana dalarn satu pohon hanya dapat menghasilkan satu tandan (Rukmana 1999).
Pemanenan dilakukan berkisar antara umur 90- 160 hari setelah berbunga,
namun sering tergantung oleh banyak faktor diantaranya adalah waktu, jarak, dan
tujuan pengiriman. Untuk tujuan ekspor, pisang biasanya dipanen urnur 80-90 hari
setelah berbunga atau bentuk buahnya tiga perempat tua dan masih terlihat jelas sikusikunya. Pisang yang dipanen pada tingkat tersebut mutunya sangat rendah. Oleh

sebab itu saat ini untuk skala ekspor produsen dituntut untuk memanen pisang dengan

umur panen optimum yaitu berkisar 100-115 hari setelah bunga mekar, dengan
memodifikasi ruang simpan dan teknik pemeraman sehingga pematangan dapat
ditunda darn matang pada saat yang diinginkan.
Tanaman pisang diklasifikasikan ke &lam famili Musuceae, srdo Scitaminue.
Famili Musaceae mempunyai dua genera, yaitu Musa dan Ensete. Semua kultivar
yang dapat dimakan dikelompokkan ke dalam genus Musa,

sedangkan yang

dimainfaatkan sebagai bahan penghasil serat, tepung, dan sebagai saywan yang
dimasak dikelompokkan ke d a l m Ensete (Palmer 1971).
Menurut Samson (1992) pisang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelas besar
berdasarkan golongan yang dapat dimakan yaitu: (1) pisang yang dapat dimakan
langsung (banana) terdiri dari dua jenis yaitu Musa paradtstaca var. sapientum (L)
kuntze (Ad sapientum var. purudisiuca Baker) clan h h u nana Lour (Adchinensis
sweet, M. cavendish Lamb), dan ( 2 ) yang urnumnya dimakan setelah dimasak terlebih

dahulu atau disebut pisang kue (plantain),yaitu Musa paradisiaca var. normalis.
Samson (1992) dan Edison et (11. (1996) mengatakan bahwa pisang yang enak
dimakan yang ada sekarang ini adalah hasil turunan h i d m spesies liar, hlusa
acumrnata yang mempunyai genom A dengan Musa balbisiana yang mempunyai

genom B. Persilangan alami satu dengan laimya menghasilkan beragarn jenis, yaitu
AAB, ABB, AAAB, AABB, dan ABBB.

Berdasarkan susmm genom tersebut

pisang dibagi dalam 7 kelompsk ,yaitu diploid AA, triplsid AAA, tetraplsid AAAA,
diploid AB, triploid AAB, ABB, dan tetraploid ABBB/AAAB/AABB.

Pisang Ambon (Gros Michel) terrnasuk pisang meja (desert banana)
digolongkan ke dalam genom triploid AAA yang merupakan persilangan dari M.
acum~natadengan Macuminata. Tinggi pohon 2.5 m - 3.0 m dengan lingkar batang

0.4m - 0.6 m, berwarna hijau dengan bercak kehitaman. Panjang daun mencapai 2.1
m

-

3 m, lebar 40 cm- 60 cm, berwarna hijau. Panjang tandan buah 40-50 cm,

merunduk dan berbulu halus. Jantung berbentuk bulat telur, ujung kelopak jantung
lancip, kelopak berwarna ungu sebelah luar dan merah jambu sebelah dalam. Sisir
buah berjumlah 7-10 sisir dan tiap sisir berjumlah 10-16 buah. Buah berbentuk
silinder, sedikit melengkung, panjang dan tidak berbiji. Kulit buah agak tebel(2.4-3.0
mm) dan warna daging buah putih atau putih kekuning-kuningan, rasanya manis dan
beraroma. Berbunga pada urnur 11- 12 bulan, dan buah masak 4-5 bulan setelah
berbunga (Rukmana 1999).

2. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang
Komponen utama penyusun buah pisang adalah air yang mencapai 75% pada
buah yang telah matang. Karbohidrat merupakan komponen penyusun kedua setelah
air, kandungannya sekitar 20-25% ( Simmonds 1966). Gula penyusun pada setiap
tingkat pematangan secara garis besarnya terdapat dalarn rasio glukosa: fruktosa :
sukrosa adalah 20: 15: 65. Satu-satunya jenis gula lain yang ditemukan dalam jurnlah
sedikit adalah maltosa dalam kultivar Gros Michel dan trisakarida, fizlktosil sukrosa
dalam kultivar Cavendish (Forsyth 1980).
Jenis karbohidrat lain dalarn buah pisang adalah serat kasar dan pektin. Serat
kasar terdiri dari 60% lignin, 25% selulosa dan 15% hemiselulosa. Daging buah

pisang mengmdung 0.5 % lignin, 0.21 % selulosa d m 0.12% hemiselulosa, pektin
0.5-0.7% (Loescke 1950).
Senyawa lain yang terdapat dalarn pisang adalah tanin yang menyebabkan rasa
sepat pada buah pisang mentah (Loescke 1950). Selama proses pematangan buah
pisang, kandungan tanin mulai menurun pada saat timbulnya warm kulit pisang dari
hijau menjadi kuning selama pematangan. Menurunnya kandungan tanin ini dapat
diketahui dari berkurangnya rasa sepat pada pisang mentah (Simmond 1966).
Pisang matang kaya akan vitamin dan mineral antara lain vitamin beta- karotin,
vitamin B2, viramin B6, niasin

clan vitamin C. Sedangkan mineral utama yang

terdapat dalam pisang adalah fosfor, kalium, dan besi. Komposisi berbagai jenis
pisang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g daging
buah segar)

I

I

Kandungan gizi
Kalori

(kal)

Vit. B1
Vit. C
Air

(mg)
(mg.)
,
"I

I

1

Ambon
99

Raja
120

0.08
3
72

0.06
10
65.8

1

(g)
Surnber: Direktorat Gizi Depkes R.I(l992)

Jenis P i s a ~ g
Raja Sere Uli
118
146

Mas
127

0.05
3
59.1

0.09
2
64.2

0
4
1 67

1

1

Disamping itu pisang matang juga mengandung komponen volatil yang
sebagian besar terdiri dari campuran kompleks ester, alkohol, aldehid, keton, dan

senyawa arsrnatik (Nursen 1970 dulum Forsyth 1980). McCarihy et ul(1963) clukczm
Forsyth (1980) menyatakan bahwa flavor seperti pisang ditentukan oleh ester amil
dari asam asetat, propionat dan butirat.

Sebelumnya ioesecke (1950) juga

rnerzjelasks~f-lbahwa u t u k pembent-&an aroma pisang mel2oatkm1 lebih ciari 350
macam senyawa volatil.
3. Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan

Menurut Prabha dan Bhagyalakshmi (19981, selama proses pematangan
daging buah dan kulit menjadi lunak karena terjadinya peiubahan komposisi dinding
sel, dimana dinding sel menipis, ruang mtar sel aembesar. Total. kandmgm gula
larut meningkat dari 1.8 menjadi 19% seiring dengan menurunya kandungan pati
selama pematangan. Protopektin yang banyak terdapat dalarn buah yang masiin
mer~tah,diubah meiljabi pektin yang larut selaf~~a
proses pematangan bmh sehir~gga
menyebabkan perubahan tekstur pa& buah (Winarno dan Aman 1981, Prabha dan
Bhagyaiakshi 1998). Forsyth ( 1980) menambahkan bahwa, selama proses
pematangan buah pisang, fraksi pektin larut air meningkat sedangkan pektin yang
tidak larut (protopektin) menurun.
Etilen rnerupakan senyawa hidrokarbon tick& jenuh yang pacia suhu k m a r
berbentuk gas, dihasilkan buah dan sayuran selama proses pematangan dan dapat
mempercepat

proses

praklimakterik

&PI

pematangan. Fembentuiran

menirlgkat koauernirauiiya

etiien terjadi

pada

saat

pa& saat pui~eak Mimaktefrik

(Winamo dim Aman 1981). Menurut Burg &n Burg (1969) dakum Kader (1985),
menyatakan bahwa jurnlah COz yang tingg merupakan penghambat yang kompetitif
dari kerja etilen sebab gas ini menunda kematangan buah dengan menggantikan etilen
9

dari tempat reseptomya. Oksigen justru dibutuhkan untuk mengaktifkan kerja etilen
sehingga jika konsentrasi

0 2

diturunkan menjadi 2-5% maka produksi etilen dapat

berkurang menjadi setengahnya.
Selama proses pematangan buah pisang, berat dagng buah akan meningkat
sebanding dengan meningkatnya kadar air, tetapi berat kulit buah akan menurun
sehingga nisbah daging - buah dan kulit- buah akan meningkat.
Menurut Satuhu (1990), selama proses pematangan terjadi perubahan warna
kulit buah pisang mulai dari hijau ketika masih mentah hingga menjadi kuning pada
matang penuh dan akhirnya busuk. Deskripsi tingkat kematangan tersebut dapat
digolongkan sesuai indeks kematangan sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Indeks kematangan buah pisang

I

Indeks
Kematangan
I
I1
111

1

Keterangan

1

Hiiau masih mentah
Hijau dengan sedikit bercak kuning,tekstur keras
Hljau lebih banyak dari pada kuning, tekstur agak keras

I

Sumber: Satuhu (1990)

Selain knteria Satuhu (1990), Catalytic Generators (2002) juga memberikan
kriteria indek kematangan buah berdasarkan warna kulit buah (Gambar 1).

Index
Warna

1

Bjau

2
Hijau
sedikit
kuning

3
Lebih
banyak
hijau dari
kuning

4
Lebih
banyak
kuning
dari hijau

5
Hijau
pada
ujung
buah

6
7
Kuning Kuning dengan
bercak coklat

Gambar 1. Indek Kematangan buah pisang menurut Catalytic Generators (2002)

4. Laju Respirasi Buah Pisang
Sebagai bahan hidup, buah pisang masih tetap melakukan kegiatan
metaboliknya walaupun telah dipisahkan dari tumbuhan induknya sesudah panen.
Diantara proses metabolisme yang terjadi, respirasi (pernapasan) merupakan kegiatan
metabolik yang amat penting. Secara sederhana, proses respirasi dapat dlje1aska.n
sebagai proses oksidasi dari glukosa dengan menggunakan oksigen (02) dari udara

-

serta melepaskan karbondioksida (C02), air (H20) dan sejumlah energi, seperti
digambarkan pada persamaan berikut :
C6HI2o6+ 6 0 2

6C02+ 6H20 + 673 kcal

Untuk mengukur laju respirasi dapat dilakukan dengan mengukur perubahan
kandungan gula, jumlah ATP, jumlah

0 2

yang diserap dan jumlah CO2 yang

dihasilkan (Winarno dan Aman 1981). Dari ke-empat cara tersebut, pengukuran

dengan menglutung laju konsumsi

0 2

dan produksi C02 adalah cara yang lebih

sederhana dan praktis (Pantastico 1993). Untuk tujuan pengukuran laju respirasi
tersebut diperlukan sampel gas sebagai hasil clan kegiatan respirasi. Sampel gas
dapat diperoleh dari gas dalam jaringan (internal) atau dari gas yang ditimbulkan oleh
jaringan (eksternal). Pengukuran laju respirasi dengan mengambil sarnpel gas secara
internal telah dilakukan oleh Salveit (1982) dalam Hasbullah (1996). Diban&ngkan
dengan cara internal, pengambilan sampel gas secara eksternal lebih sederhana dan
tidak merusak bahan. Terdapat dua metode

dalam pengambilan sampel gas secara

eksternal, yaitu metode statis (sistem tertutup) dan metode dinamis (sistem terbuka).
Dalam metode sistem tertutup bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup
dimana gas CO;?yang dihasilkan terakumulasi dan gas Oz yang dikonsumsi menjadi
berkurang konsentrasinya. Laju respirasi dihitung dengan mengetahui berat bahan,
volume bebas wadah dan perbedaan konsentrasi setelah waktu tertentu.
Mannapperuma dan Singh (1987) dalam Hasbullah (1996) membuat persarnaan
respirasi metode sistem tertutup pada suhu tertentu dengan satuan ml/kg/jam seperti
pada persamaan (la) dan (lb). Sedangkan Haggar et al. (1992) membuat persamaan
laju respirasi seperti pada persamaan (2a) dan (2b).
R1= --Vdxl
Wdt
R2=-

Vdx2
Wdt

Rl=-- dxl MlPV
dt lOOrWT

dimana :
Laju respirasi (mllkgjam)
Konsentrasi gas (%)
Waktu ('jam)
Berat molekul (kglmol)
Tekanan dalam respiration chamber (Pa)
Volume bebas respiration chamber (ml)
Konstanta gas (8.314 Jlmol-IS)
Berat bahan (kg)
Suhu (K)
Subsht 1 dan 2 masing-masing menyatakan gas 0 2 dan C 0 2 .
Laju respirasi hpengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi
udara, serta adanya luka dan komposisi kimia bahan. Hal yang menyebabkan laju
respirasi lebih cepat adalah suhu penyimpanan yang tinggi, umur panen yang muda,
ukuran buah yang lebih besar, adanya luka pada buah, dan kandungan gula yang
tinggi pada awal produk. Setiap peningkatan suhu 10 OC maka laju respirasi akan
meningkat 2 kali lipat, tetapi diatas suhu 35°C laju respirasi menurun akibat aktifitas
enzim terganggu sehingga mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Winarno dan
Aman 1981).
Rhodes (1970) mengemukakan bahwa pola respirasi buah dan sayuran
dibedakan atas dua kelompok, yaitu klimakterik dan non klimakterik. Buah pisang
terrnasuk kelompok klimakterik yang dicirikan dengan laju produksi C02 dan

konsumsi

0 2

rendah pada awalnya (praklimakterik), diikuti dengan kenaikan yang

mendadak (peningkatan klimakterik), tahap maksimurn (puncak klimakterik), dan
tahap penurunan (postklimakterik).

Penelitian Dominguez dan Vendrell (1993)

pada pisang Dwarf Cavendish menunjukkan adanya peningkatan laju respirasi dan
laju produksi etilen pada proses pemasakan buah. Dalam waktu 48 jam, produksi
CO2 meningkat dengan tajam dari 30 pg C02 /g bobot segarljam pada saat pra

-

klimakterik hingga mencapai 120 pg C02 /g bobot segarljam pada saat puncak
klimakterik, kemudian turun hingga menjadi 90pg C02 /g bobot segarljam pada saat
lewat klimakterik. Laju respirasi pada saat puncak klimakterik ternyata empat kali
lebih besar dibandingkan dengan pada saat pra klimakterik. Peningkatan produksi
etilen buah pisang terjadi sebelum atau bersamaan dengan saat terjadinya repirasi
klimakterik. Namun demikian menurut Dominguez dan Vendrell (1993), puncak
produksi etilen tercapai 24 jam sebelurn terjadinya respirasi klimakterik.
Menurut Palmer (1971), bahwa buah pisang yang dipanen dan disimpan pada
suhu 2 0 ' ~menunjukkan laju respirasi sebesar 20 mg C 0 2 kg/jam, kemudian setelah
2-4 hari dicapai puncak klimakterik dengan laju respirasi sebesar 125 mg
C02kg/jam. Pantastico (1993) menyatakan bahwa, peningkatan konsentrasi CO2
bersamaan dengan terbentuknya gas etilen (C2&).

Peningkatan laju respirasi dan

produksi etilen pada masa klimakterik ini menunjukkan permulaan pemasakan. Oleh
sebab itu untuk mentukan masa simpan buah pisang perlu memperhatikan periode
praklimakteriknya. Kader (2002) mengatakan laju respirasi buah pisang lpengaruhi
oleh suhu penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 13" C laju respirasinya 10-30 ml

COz/kg/jam, pada suhu 15 "C laju respirasinya 12-40 ml C02/kg/jam, sedangkan
pada suhu 18°C laju respirasinya 15-60 ml C02/kg/jam. Peningkatan suhu sampai
20°C meningkatkan laju respirasi menjadi 20-70 ml C02/kg/jam.
Selama proses respirasi, beberapa perubahan fisik, kemik dan biologik terjadi
misalnya proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya
keasaman, melunaknya buah-buahan akibat degradasi pektin pada kulit buah, serta
berkurangnya bobot karena kehilangan air. Bila proses respirasi berlanjut terus,
buah-buahan akan mengalami pelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
ditandai oleh hilangnya nilai gizi dan faktor mutu buah-buahan tersebut (Winarno dan
Aman 1981).
5. Penyimpanan

Usaha memperpanjang urnur simpan buah-buahan segar pada prinsipnya adalah
menekan serendah mungkin kegiatan respirasi setelah panen, karena meniadakan
sama sekali respirasi ini adalah tidak mungkin.

Banyak metode yang dapat

diterapkan untuk menurunkan respirasi tersebut dan yang umurn digunakan adalah
penyimpanan dingin karena sederhana dan efektif. Metode ini bekerja pada prinsip
menurunkan laju reaksi oksida selama respirasi. Namun demikian penyimpanan
dingm harus dilakukan pada suhu yang tepat karena adanya kemungknan kerusakan
komoditi selama penyimpanan akibat suhu rendah (chilling injury), karena tiap jenis
buah-buahan memiliki batas ketahanan tertentu pada suhu dingin. Hal ini perlu
diperhatikan, khususnya terhadap buah-buahan tropika yang sensitif terhadap suhu
rendah (Kays, 1991)

Laju respirsi sangat tergantung pada kondisi lingkungan tempat buah-buahan
tersebut disimpan, dimana suhu adalah salah satu faktor yang sangat penting. Untuk
beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu penyimpanan sebesar 10°C
akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kalinya (Kays 1991).
Pengontrolan suhu dalam rangka pengendalian laju respirasi dari produk sangat
penting artinya sehubungan dengan usaha memperpanjang umur simpan dari suatu
komoditas yang disimpan.
Eliyasmi (1993) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penyimpanan pisang
Raja Serai dengan teknik MAS dengan komposisi gas CO 2-5% 0 2 2-4% pada
suhu 14-15 OC dan RH 85-95% + KrnnO,

dapat memeperpanjang umur simpan

sampai dengan 26 hari, sementara pada suhu kamar umur simpan pisang hanya
bertahan 4 hari. Suhu rendah dibawah 14' C menyebabkan chilling injury. Palmer
(1971) menyatakan bahwa penyimpanan pisang hijau pada suhu antara -1 OC - ' 7 ' ~
menyebabkan buah pisang luka setelah 12 jam. Beberapa pisang dapat tahan pada
suhu 10-11°c selama 2 minggu, tetapi yang lainnya memperlihatkan kerusakan pada
beberapa jam saja.

Penylmpanan pada suhu 7' C selama 2 minggu, akan

menyebabkan kemunduran mutu daging buah, timbulnya bercak hitam dan twunnya
penerimaan konsumen (Winarno 1993).
Chilling injury disebabkan oleh suhu rendah di bawah suhu optimum pada

penylmpanan yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau cokelat pada kulit buah,
pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pemasakan yang tidak normal.
Pisang Raja Serai disimpan pada suhu 5 ' ~selama 5 hari kemudian diperam pada
suhu 2 0 ' ~mengalami chilling injury (Kosiyashindo 1990).

Kader (1988) menyatakan bahwa pisang yang disimpan pada suhu 12-15% OC,
dengan konsentrasi 0 2 dan CO;! sebesar 2-5%, memberikan hasil yang memuaskan.
Wardlaw (1940) dalam Pantastico (1993) menyatakan bahwa konsentrasi

0 2

dan

CO2 sebesar 5% pada suhu 11.6 "C, memberikan hasil yang baik untuk buah pisang
Gross Michael yang disimpan selama 20 hari. Efendi (1993) berhasil menyimpan
pisang Lampung hingga mencapai 69.4 hari pada suhu penyimpanan 15°C. Mianto
(2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penyimpanan pisang dibawah suhu 10
O

C

sampai hari ke-8 menyebabkan buah pisang belum menjadi matang dan

penarnpilannya menjadi rusak dengan adanya tanda-tanda chilling injury.
6. Pematangan Buatan

Pematangan buatan (artificial ripening) dapat diartikan sebagai suatu usaha
rnengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan
alami.

Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi

permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum pada saat yang terjadwal, bisa
diartikan mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut.
Untuk mempercepat proses pematangan, yang dalam ha1 ini adalah
mempercepat proses respirasi, dapat dilakukan dengan jalan menaikan suhu ruang
penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan buah-buahan
tersebut. Proses menaikan suhu untuk pematangan ini biasanya dikenal dengan tahap
pematangan (ripening) pada penanganan pasca panen buah-buahan, dimana tingkat
suhu pernatangan inipun sangat khas untuk tiap jenis buah (Tucker 1993).
Pematangan buah pear varietas La France Sutrisno (1994) menyarankan
melakukan pengkondisian dengan menaikan suhu penyimpanan dari 1°C menjadi 5°C
17

selama 5 hari sebelurn dilakukan pematangan dengan dosis etilen sebesar 200 ppm
dengan suhu pemeraman bertahap 15"C, 13°C dan 10°C masing-masing selama 2
hari.
Catalytic Generators (2002), memberikan jadwal pentahapan suhu pemeraman

4 - 8 hari. Namun pada jadwal tersebut tidak dijelaskan keunggulan mutu buah hasil
pemeraman dengan pentahapan suhu clan indek kematangan yang dicapai pada setiap
tingkat penjadwalan (Tabel 3).

Tabel 3. Suhu Pemeraman Pisang Menurut Catalytic Generators (2002)
Jadwal pemeraman
(hari)

suhu ("C)

Keterangan:
Etilen untuk pemeraman 100-150 ppm
Setelah 24 jam ventilasi ruangan pemeraman dibuka selama 15-20 menit
Suhu transportasi buah 58 O F
Amano et al. (1993) melakukan penelitian pemeraman pisang, dlmana suhu
pemeraman yang diperoleh adalah 18°C dengan dosis pemberian etilen sebesar 200
ppm untuk jenis pisang Cavendish. Sedangkan Aini (1994) melaporkan hasil
penelitiannya bahwa, pemeraman pisang Ambon Putih pada suhu 1 5 ' ~dengan
konsentrasi etilen 300 ppm, memperlihatkan penampilan terbaik dibandingkan
dengan konsentrasi etilen 50 dan 200 ppm.

Proses pematangan pisang yang dilakukan pada kisaran suhu 13.9-32.2

CO

berpengaruh terhadap mutu, tingkat pembentukan kulit luar, kesegaran, kekerasan
daging buah dan kehilangan berat (Sabari 1989 ).

Menurut Satuhu (1990) suhu

pemeraman yang terlalu tinggi dapat menghasilkan warna kulit pisang yang kusam,
cepat rusak clan flavor yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelititan Dasuki (1989)
buah pisang yang diperam pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar selama 4 hari
akan mengalami kelainan fisiologis pada hari keempat setelah disimpan. Suhu
pemeraman yang terlalu rendah dapat menyebabkan daging buah rusak poda saat
matang, disarnping pengaruh rangsangan etilen terhadap respirasi menjadi berkurang.
Keadaan suhu yang menurun menyebabkan berkurangnya tingkat respon etilen yang
sebanding dengan penununan tingkat respirasi.
Gas etilen (C2&) adalah salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai
pemicu (trigger) proses pematangan, dimana jumlah dan waktu yang tepat dalam
pemberiannya juga sangat khas untuk tiap jenis buah-buahan

Metode pematangan

dengan pemberian etilen ini secara tradisional telah banyak dilakukan oleh petani atau
pedagang buah-buahan, yang dikenal dengan istilah "pengkarbitan"

atau

"pengemposan" karena menggunakan bahan karbid sebagai penghasil gas etilen.
Efek fisiologik dan biokemik dari etilen terhadap produk terpanen antara lain
adalah

menaikan

laju

respirasi;

menaikan

aktivitas

enzim

misalnya

polygalakturonase, perixidase, lipoxidase, alpha amilase, polyphenol oxidase dan
phenylalanin ammonialyase (PAL) dan proses-proses fisiologik lainnya.

Baik

kelompok buah klimakterik maupun non-klimakterik akan memberikan respon
terhadap pemberian etilen, walaupun efeknya berbeda (Kader 1985).

Tucker (1993) menjelaskan, bahwa pada buah-buahan non-klimakterik efek
pemberian gas etilen adalah menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan naiknya
laju pematangan buah-buahan tersebut. Efek ini sangat erat kaitannya dengan
jumlah/konsentrasi gas yang diberikan, dan tidak berpengaruh terhadap waktu
terjadinya puncak klimakterik tersebut. Sedangkan pada buah-buahan klimakterik,
pengaruh pemberian etilen adalah mempercepat tercapainya puncak klimakterik,
tanpa berpengaruh terhadap tingginya laju resepirasi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

Klimakterik

Waktu

Non- klimakterik

Waktu

Gambar 2. Pengaruh etilen terhadap pola respirasi buah klimakterik dan nonklimakterik (Tucker 1993).

7. Model Matematika Respirasi Buah dan Sayuran

Model matematika secara luas dapat didefinisikan sebagai forrnulasi atau
persamaan yang mengungkapkan segi utama suatu sistem atau proses fisika dalam
istilah matematika (Chapra 1991).
Pendekatan matematis umumnya dilakukan melalui dua tahapan pokok yaitu :
1) Penyusunan persamaan matematis yang dapat mendekati peristiwa yang ditinjau
(pemodelan) dan 2) Penyelesaian persamaan-persamaan matematis yang telah
disusun. Tahapan pertama memerlukan penguasaan konsep-konsep dasar peristiwa
yang ditinjau, pemahaman konsep matematika, kemampuan imajinasi dan
kemampuan menyederhanakan (asumsi). Tahapan kedua dapat dilakukan secara
analitis atau secara numerik dengan operasi aritmatika. Cara analitis memerlukan
kemampuan yang tinggi dalam manipulasi matematis dan terbatas hanya untuk model
matematika sederhana.

Sebaliknya cara numeris hanya memberikan jawaban

pendekatan (aproksimasi), namun tidak memerlukan kemampuan matematika yang
tinggi melainkan memerlukan jumlah hitungan yang lebih banyak dengan bantuan
komputer (Chapra 1991).
Beberapa peneliti telah merumuskan model matematika untuk pendugaan
konsentrasi 02, C02 dan laju respirasi pada penyimpanan buah segar. Gane (1936)
dulum Simmonds (1966) merumuskan laju respirasi (mg CO2/kg/jarn)pra klimakterik

buah pisang setelah periode penyimpanan &ngin pada skala suhu 0-20 "C dapat
dihubungkan secara eksponensial terhadap suhu ("C ) yaitu log R = 0.843+ 0.0348T7
dengan Qlo = 2.23. Selanjutnya Lee et al. (1992) merumuskan model respirasi buah

segar pada ruang penyimpanan tertutup dengan memakai prinsip kinetika enzim.
Cameron et al. (1994) dengan model pendugaan respirasi dan tekanan parsial

0 2

kemasan sebagai fimgsi terhadap suhu. Model tersebut menggunakan persamaan
Michaelis-Menten untuk mendeskripsikan hubungan laju konsumsi

02

terhadap

konsentrasi 0 2 dan teori Arrhenius sebagai penghubung terhadap suhu. Berdasarkan
persamaan tersebut diperoleh hasil pendugaan bahwa kemasan MA dengan jenis film
yang memiliki energi aktivasi terhadap perrneabilitas 0 2 yang sangat tinggr (misalnya
> 70 Wmol) akan mengalami respirasi anaerob pada selang suhu 0-25°C. Namun

belum banyak yang merumuskan model respirasi pada pematangan buah.
Model matematika yang dikembangkan untuk pendugaan konsumsi O2 dan
produksi C02 umumnya dalam kemasan modified atmosfir, sebagian besar disusun
berdasarkan proses difusi dengan pendekatan hikum Fick tentang pindah massa
akibat gradien konsentrasi massa dari konsentrasi tinggi ke rendah (Cameron et al.
1995). Hal tersebut disebabkan oleh karena proses respirasi buah segar dalam
kemasan modified atmosfir sangat dipengaruhi oleh difusi udara dari dan keluar
kemasan. Namun kondisi tersebut sulit diterapkan pada kondisi pematangan buatan
dengan sistem tertutup (closed system), seperti yang banyak dilakukan dalarn praktek
pematangan buatan secara komersial. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
modifikasi dan analisa beberapa model yang cocok untuk mewakili sistem
pematangan buatan.

BAHAN DAN METODE
a. Tempat dan Waktu Penelitian
Pene