SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA DIBUTILTIMAH(IV) DIKLOROBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI
SENYAWA DIBUTILTIMAH(IV) DIKLOROBENZOAT
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK

(Tesis)

Oleh
HASTIN KURNIASIH

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ABSTRACT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION
OF DIBUTYLTIN(IV) DICHLOROBENZOATE
AS INHIBITOR CORROSION FOR MILD STEEL
By
Hastin Kurniasih


In this research, the synthesis, and characterization of dibutyltin(IV) di-2chlorobenzoate, dibutyltin(IV) di-3-chlorobenzoate and dibutyltin(IV) di-4chlorobenzoate were succesfully performed and the inhibitor corrosion activity
test on mild steel for these compounds have been performed using potensiostat
method. The preparations of dibutyltin(IV) dichlorobenzoate compound series
was commenced from the synthesis of dibutyltin(IV) oxide from dibutyltin(IV)
dichloride with NaOH in methanol. The dibutyltin(IV) oxide compound was
then reacted with ligands of 2-chlorobenzoate acid, 3-chlorobenzoate acid, and 4chlorobenzoate acid to produce dibutyltin(IV) di-2-chlorobenzoate, dibutyltin(IV)
di-3-chlorobenzoate, and dibutyltin(IV) di-4-chlorobenzoate, respectively . The
precentage yields of the synthesis of dibutyltin(IV) dichlorobenzoate series at the
optimum reflux time of 4 hours was 97.55; 90.80; dan 98.16%. These compounds
were well characterized by spectroscopy techniques of infra red (IR), ultraviolet
(UV-Vis), 1H NMR and 13C NMR as well as based on the microelemental
analyzer. The results of inhibitor corrosion test of the compounds synthesized
toward mild steel showed that the percentage efficiency inhibition (%EI) value for
the dibutyltin(IV) di-2-chlorobenzoate, dibutyltin(IV) di-3-chlorobenzoate, and
dibutyltin(IV) di-4-chlorobenzoate was 53.70; 50.84; and 48.31% respectively at
concentration of 100 ppm.

Key word: dibutyltin(IV), inhibitor corrosion, mild steel, potensiostat.


ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI
SENYAWA DIBUTILTIMAH(IV) DIKLOROBENZOAT
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK
Oleh
Hastin Kurniasih

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis, karakterisasi dan uji aktivitas inhibitor
korosi pada baja lunak dari senyawa dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat,
dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat,
dengan metode potensiostat. Sintesis senyawa-senyawa dibutiltimah(IV)
diklorobenzoat, dimulai dari sintesis dibutiltimah(IV) oksida dengan mereaksikan
dibutiltimah(IV) diklorida dengan NaOH dalam metanol.
Senyawa
dibutiltimah(IV) oksida direaksikan dengan ligan asam 2-klorobenzoat, asam 3klorobenzoat, dan asam 4-klorobenzoat menghasilkan dibutiltimah(IV) di-2klorobenzoat, dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan dibutiltimah(IV) di-4klorobenzoat. Ketiga senyawa memberikan rendemen kristal masing masing
sebanyak 97,55; 90,80; dan 98,16 %, dengan waktu refluks 4 jam. Seluruh
senyawa tersebut dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR, UVVis, 1H NMR, 13C NMR dan mikroanalisis unsur dengan menggunakan
microelemental analyzer. Aktivitas inhibitor korosi senyawa-senyawa produk
diujikan pada baja lunak memberikan efek inibisi untuk senyawa dibutiltimah(IV)
di-2-klorobenzoat, dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan dibutiltimah(IV) di-4klorobenzoat masing-masing sebesar 53,70; 50,84; dan 48,31% pada konsentrasi

100 mg/L.

Kata Kunci : baja lunak, dibutiltimah(IV), inhibitor korosi, potensiostat.

SINTESIS DAN KARAKTERISASI
SENYAWA DIBUTILTIMAH(IV) DIKLOROBENZOAT
SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK

Oleh
HASTIN KURNIASIH

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada tanggal 04 Desember
1975, sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara, dari
pasangan berbahagia Bapak Kaidi Hadi Suwarno dan Ibu
Aisyah. Pada tanggal 22 Januari 2006 penulis menikah dengan
Zulchan Afandi, S.Pd. dan dianugerahi buah hati yang sholeh Fachri Akhdan
Rasyid.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Pringsewu pada tahun
1988, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Pringsewu pada tahun 1991,
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Pringsewu pada tahun 1994, dan
gelar Sarjana Sains jurusan kimia diperoleh di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tahun 1999 dan melanjutkan
pendidikan AKTA IV di Universitas Lampung lulus tahun 2000.
Pada tahun 2005, Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai pendidik
di SMA N 1 Sekampung Kabupaten Lampung Timur, tahun 2013 terdaftar

sebagai mahasiswa Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung, dan selama menjadi mahasiswa juga
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMAN 1 Pringsewu dari tahun 2011.

Dengan Rasa Syukur Kupersembahkan Karya ini untuk:

Ibunda Aisyah dan Ayahanda Kaidi Hadi Suwarno
Sebagai Tanda Hormat dan Baktiku
Suamiku tercinta Zulchan Afandi dan Ananda Fachri Akhdan Rasyid
Sebagai Tanda Kasih Sayangku
Kakak-kakakku
Yundha Yanti+Mas Harno, Mas Hery+Mb Siti, Yundha Tri+Bang Erbin,
Mas Edy+Mb Luluk, Yundha Eny+Mas Andi, Mas Bambang+Mb Eha,
Mas Hendi+Mb Ely, Mb Istinganah+ Bang Firnando
Keponakanku
Titis, Ageng, Zidan, Dika, Deny, Pipit, Indah, Luthfy, Hafiz, Hansen, Rafi,
Iffan, Erlang, Galih, Radhit, Rara, Hana, Faris, Affan,
Nisa, Fina, Faqih, Wafa
Yang Ku Banggakan


Bersyukurlah....
Allah tidak akan memberi apa yang kita harapkan
tetapi Allah akan memberi apa yang kita perlukan
karena itu yang terbaik untuk kehidupan kita

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena hanya
dengan rahmat dan ridho-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Dibutiltimah(IV)
Diklorobenzoat sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak” adalah Sebagai Salah
Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana
Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas
Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.Sc., Ph.D. selaku Pembimbing Utama,
Pembimbing Akademik, dan Ketua Program Studi Magister Kimia yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberi masukan, arahan, dan

bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini;

2.

Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S. selaku Pembimbing Kedua dan
Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Lampung atas
bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

3.

Ibu Prof. Dr. Buhani, S.Pd., M.Si. selaku Penguji atas saran dan kritik dalam
proses penyelesaian tesis ini;

4.

Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung

5.

Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Lampung;

6.

Bapak Dr. Rudi T.M. Situmeang, M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Kimia
Anorganik-Fisik FMIPA Universitas Lampung;

7.

Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi dan Ibu
Dra. Yulianty, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Botani FMIPA Universitas
Lampung;

8.

Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung;

9.

Bapak dan Ibu Staf Administrasi FMIPA Universitas Lampung;


10. Kedua orang tuaku Ibunda Aisyah dan ayahanda Kaidi Hadi Suwarno,
mertuaku almarhumah/almarhum Ibu Ponirah dan Bapak Kusno, dan
keluarga besarku yang selalu mendukungku dengan doa dan kesabarannya;
11. Suamiku tercinta Zulchan Afandi dan ananda tersayang Fachri Akhdan
Rasyid yang selalu menghiburku, menemaniku dengan doa-doanya dan selalu
memberi semangat;
12. Mas Bambang Iswantoro, Pak Muhamad Nurissalam, dan Hapin Afriyani atas
bantuan dan kerjasamanya menyelesaikan tesis ini;
13. Riskawati, SKM. atas doa dan bantuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas
kuliah;
14. Bapak Drs. Yulizar, M.M., seluruh guru, dan staf Tata Usaha SMA Negeri 1
atas perhatian, motivasi, dan kebaikannya;
15. Rekan-rekan peer anorganik dan seluruh angkatan 2013 atas kerjasama dan
kebersamaannya;

16. Mbak Liza, Mbak Putri, Mbak Nora, Mas Nomo, dan Pak Gani atas semua
bantuan yang diberikan;
17. Semua pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan atas semua kebaikan
dan bantuan yang telah diberikan. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini
masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi Penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,
Penulis

Hastin Kurniasih

Juli 2015

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................

i

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................


ii

PENDAHULUAN ………………………………………………...

1

A. Latar Belakang dan Masalah …………………………………..

1

B. Tujuan ………………………………………………………….

5

C. Manfaat Penelitian ……………………………………………..

5

II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..

6

A. Timah ………………………………………………………….

6

B. Senyawa Organologam ………………………………………..

8

C. Senyawa Organotimah …………………………………………

10

I.

1.
2.
3.
4.

Senyawa Organotimah Halida ……………………………..
Senyawa Organotimah Hidroksida dan Oksida …………...
Senyawa Organotimah(IV) Diklorobenzoat …………………..
Aplikasi Senyawa Organotimah …………………………..

11
12
13
15

D. Korosi ………………………………………………………….

16

E. Inhibitor Korosi ………………………………………………..

19

F. Baja Lunak …………………………………………………….

21

G. Potensiostat ……………………………………………………

23

H. Karakterisasi …………………………………………………..

25

Spektroskopi IR Senyawa Organotimah ………………….
Spektroskopi UV-Vis Senyawa Organotimah …………….
Resonansi Magnetik Nuklir (NMR) ………………………
Microelemental Analyzer ………………………………………

25
27
28
30

1.
2.
3.
4.

III. METODE PENELITIAN …………………………………………

32

A. Waktu dan Tempat ……………………………………………

32

B. Alat dan Bahan ……………………………………………….

32

C. Metode ……………………………………………………….

33

1. Sintesis Senyawa Dibutiltimah(IV) Oksida [(C4H9)2SnO]...
2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat
[(C4H9)2Sn(2-OCOC6H4Cl)2] ……………………………
3. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat
[(C4H9)2Sn(3-OCOC6H4Cl)2] ……………………………
4. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat ……
[(C4H9)2Sn(4-OCOC6H4Cl)2]
5. Preparasi Baja Lunak …………………………………….
6. Pembuatan Medium Korosif .............................................
7. Pembuatan Larutan Inhibitor …………………………….
8. Pengaturan Pemindaian dengan Potensiostat .....................
9. Pengujian Korosi dan Analisis Data ……………………..
10. Analisis Kualitatif Korosi ...................................................

33
34
34
35
36
36
36
37
37
39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

41

A. Sintesis Senyawa Dibutiltimah(IV) Oksida [(C4H9)2SnO] ......

41

B. Sintesis Senyawa-Senyawa Dibutiltimah(IV) diklorobenzoat..

45

1.
2.
3.
4.

Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer IR .............
Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis .....
Karakterisasi Menggunakan NMR .....................................
Analisis Unsur Menggunakan Microelemental Analyzer ...

49
52
55
60

C. Preparasi Baja Lunak ...............................................................

60

D. Pengujian Aktifitas Inhibitor korosi ................................................

62

1. Dibutiltimah(IV) diklorida ..................................................
2. Dibutiltimah(IV) Oksida ....................................................
3. Dibutiltimah(IV) diklorobenzoat ........................................

62
64
67

E. Analisis kualitatif permukaan baja ...........................................

73

F. Mekanisme Inhibisi Korosi Dibutiltimah(IV) diklorobenzoat ..

75

V. SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

85

A. Simpulan ...................................................................................

85

B. Saran .........................................................................................

86

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...

87

LAMPIRAN .................... ......................................................................

92

i

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Nilai pKa pada beberapa asam

2.

Perbandingan antikorosi beberapa material terhadap logam
aluminium pada media elektrolit …………………………………

16

Bilangan gelombang untuk gugus fungsi-gugus fungsi yang
terdapat dalam senyawa dibutiltimah(IV) .......................................

26

4.

Persen rendemen hasil sintesis dibutiltimah(IV) oksida. ..................

42

5.

Hasil sintesis dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat dengan variasi
waktu refluks. ...................................................................................

47

Hasil sintesis dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat dengan variasi
waktu refluks. ...................................................................................

48

Hasil sintesis dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat dengan variasi
waktu refluks. ....................................................................................

48

Perbandingan pergeseran λmax senyawa awal, ligan dan hasil
sintesis. ..............................................................................................

55

Spektra 1H dan 13C pada senyawa hasil sintesis. ...............................

57

3.

6.
7.
8.
9.

…………………………………….

14

10. Hasil mikroanalisis dan teoritis komposisi unsur C dan H (%). ......

60

11. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa dibutiltimah(IV)
diklorida dibandingkan kontrol DMSO-HCl. ....................................

64

12. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa dibutiltimah(IV)
oksida dibandingkan kontrol DMSO-HCl. .......................................

66

13. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa dibutiltimah(IV)
diklorobenzoat dibandingkan kontrol DMSO-HCl. ..........................

70

14. Data kerapatan arus korosi dan arus korosi untuk seluruh pemindaian

103

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Hot Roller Plate …………………………………………………….

22

2.

Sketsa mesin eDAQ dan benda uji …………………………………

24

3.

1

30

4.

13

C-NMR ............................................................................................

30

5.

Kristal senyawa dibutiltimah(IV) oksida ……………………………

41

6.

Spektrum IR (a) dibutiltimah(IV) diklorida dan
(b) dibutiltimah(IV) oksida. …………………………………………

43

Spektrum UV-Vis (a) dibutiltimah(IV) diklorida dan
(b) dibutiltimah(IV) oksida. …………………………………………

44

Mekanisme reaksi (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat,
(b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. …………………………………………...............

46

Kristal senyawa (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat
(b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. …………………………………………...............

47

10. Spektrum IR (a) asam 2-klorobenzoat, (b) asam 3-klorobenzoat, dan
(c) asam 4-klorobenzoat. ………………………………………….....

50

11. Spektrum IR (a) dibutiltimah(IV) oksida (b) dibutiltimah(IV)
di-2-klorobenzoat (c) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat
(d) dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat. …………………………….

51

12. Spektrum UV-Vis (a) dibutiltimah(IV) oksida, (b) dibutiltimah(IV)
di-2-klorobenzoat klorobenzoat, (c) dibutiltimah(IV)
di-3-klorobenzoat klorobenzoat, dan (d) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. …………………………………………...............

53

7.
8.

9.

H-NMR .............................................................................................

iii

13. Struktur (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat, (b) dibutiltimah(IV)
di-3-klorobenzoat, dan (c) dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat...........

56

14. Spektrum 1H NMR (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat,
(b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. …………………………………………...............

58

15. Spektrum 13C NMR (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat,
(b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. …………………………………………...............

59

16. (a) Potongan baja sebelum diamplas dan (b) Potongan baja setelah
Diamplas …………………………………………............................

61

17. (a) Pemindaian pada katoda dan (b) pemindaian pada anoda............

62

18. Grafik hasil pemindaian senyawa dibutiltimah(IV) diklorida
terhadap kontrol medium korosif tanpa inhibitor. …………..............

63

19. Grafik hasil pemindaian senyawa dibutiltimah(IV) oksida terhadap
kontrol medium korosif tanpa ihibitor. …………...............................

65

20. Grafik persen efisiensi inhibisi pada senyawa dibutiltimah(IV)
diklorida dengan dibutiltimah(IV) oksida. ………….........................

66

21. Grafik hasil pemindaian senyawa (a) dibutiltimah(IV)
di-2-klorobenzoat, (b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat,
dan (c) dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat. ………….......................

68

22. Grafik persen efisiensi inhibisi senyawa dibutiltimah(IV)
di-2-klorobenzoat, dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan
dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat. …………..................................

71

23. Perendaman permukaan baja pada (a) medium korosif tanpa inhibitor,
(b) penambahan senyawa dibutiltimah(IV) 2-klorobenzoat,
(c) penambahan senyawa dibutitimah(IV) 3-klorobenzoat,
(d) penambahan senyawa dibutiltimah(IV) 4-klorobenzoat. ...............

73

24. Permukaan baja pada (a) medium korosif tanpa inhibitor korosi
penambahan senyawa dibutiltimah(IV)di-2-klorobenzoat. ..................

74

25. Kurva polarisasi anoda (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat
(b) dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. ................................................................................

78

26. Kurva polarisasi katoda (a) dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat
(b) dibutiltimah (IV) di-3-klorobenzoat, dan (c) dibutiltimah(IV)
di-4-klorobenzoat. ................................................................................

79

iv

27. Skema proses korosi baja karbon dalam larutan asam ..........................

81

28. Deskripsi penentuan luas baja terukur dalam pemindaian ...................

102

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah
Korosi adalah istilah yang biasa digunakan untuk kerusakan logam akibat proses
elektrokimia. Peristiwa korosi yang terjadi di sekitar kita antara lain: karat pada
besi, noda pada perak, dan “platina” hijau terbentuk pada tembaga dan kuningan.
Korosi mengakibatkan kerusakan parah pada bangunan, jembatan, kapal, dan
mobil. Kerugian akibat korosi logam bagi perekonomian AS diperkirakan
mencapai lebih dari 100 miliar dolar (sekitar 1.250 triliun rupiah) setahun (Chang,
2005). Di Indonesia, kerugian akibat korosi diperkirakan mencapai angka triliun
rupiah, perhitungan ini meliputi biaya pemeliharaan, penggantian material, jam
kerja dan keuntungan yang hilang akibat produksi yang berhenti, mengecewakan
pelanggan, biaya administrasi, kerugian fisik, dan pengobatan, sehingga korosi
harus dikendalikan karena sangat penting bagi segi ekonomi dan keamanan
(Supardi, 2008).
Senyawa organotimah(IV) karboksilat merupakan bagian dari senyawa
organologam yang sudah dikenal memiliki berbagai aktivitas biologis yang sangat
kuat, diantaranya sebagai antifungi, antikanker, dan penghambat atau inhibitor
korosi. Namun demikian, penggunaan senyawa organotimah(IV) untuk berbagai
uji biologis di Indonesia belum begitu banyak dikembangkan. Aplikasi senyawa

2

organotimah(IV) karboksilat dan turunannya di beberapa negara seperti Belgia
(de Vos et al., 1998; Gielen, 2003), China (Li et al., 2008), Pakistan (Shahid et
al., 2003; Bhatti et al., 2005) dan Italia (Pellerito and Nagy, 2002) telah
berkembang sangat pesat. Senyawa organotimah(IV) dan turunannya terbukti
sangat banyak digunakan dalam bermacam-macam uji biologis, sehingga perlu
dikembangkan penelitian dalam bidang ini di Indonesia agar diperoleh manfaat
secara lebih luas, dan hal ini merupakan tantangan yang menarik untuk diketahui
hasilnya.
Ketertarikan terhadap senyawa organotimah(IV) tidak hanya karena sifat kimia
dan strukturnya yang sangat menarik (Tiekink, 1991; Shahid et al., 2003; Bhatti
et al., 2005), tetapi juga karena penggunaannya yang terus meningkat diantaranya
sebagai biosida pertanian (Bonire et al., 1998; Pellerito and Nagy, 2002; Gielen,
2003), pengawet kayu (Blunden and Hill, 1991), antioksidan bagi polipropilena
(Bevilacqua et al., 1996), penstabil untuk polivinilklorida (Evans and Karpel,
1985), antifouling bagi cat kapal di lautan (Blunden and Hill, 1987), antifungi
(Bonire et al., 1998; Hadi et al., 2009), sebagai katalis (Blunden et al., 1987),
antikanker (de Vos et al., 1998; Gielen, 2003; Li et al., 2008; Hadi and Rilyanti,
2010; Hadi et al., 2012) dan senyawa golongan organotimah(IV) karboksilat dan
turunannya sebagai penghambat/ inhibitor korosi atau dikenal sebagai antikorosi
(Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011; Hadi, S. et al.,
2015).
Untuk mencegah korosi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
dengan pelapisan pada permukaan logam, perlindungan katodik, dan penambahan

3

inhibitor korosi. Penambahan inhibitor korosi merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk mencegah korosi karena dalam penggunaannya memerlukan
biaya yang relatif murah dan prosesnya sederhana. Salah satu metoda untuk
menghambat kerusakan yang terjadi adalah dengan cara menggunakan inhibitor.
Inhibitor korosi adalah senyawa kimia yang dapat mencegah atau memperlambat
proses korosi. Sejauh ini, penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan
prosesnya yang sederhana. Biasanya proses korosi logam berlangsung secara
elektrokimia yang terjadi secara simultan pada daerah anoda dan katoda yang
membentuk rangkaian arus listrik tertutup. Inhibitor biasanya ditambahkan dalam
jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut selang waktu
tertentu (Butarbutar dan Sunaryo. 2011).
Salah satu senyawa yang sangat prospektif sebagai bahan inhibitor korosi dan
memiliki kemampuan untuk meningkatkan ketahanan baja terhadap korosi adalah
senyawa organotimah(IV) karboksilat. Dalam penelitian ini akan dikembangkan
penggunaan senyawa organotimah(IV) karboksilat sebagai inhibitor korosi untuk
baja. Dari hasil uji terhadap senyawa turunan yang telah dilakukan dengan
metode polarisasi potensiodinamik diketahui bahwa senyawa organotimah(IV)
karboksilat mampu menahan laju korosi terhadap baja dan logam alumunium 25 100 kali lebih efektif bila dibandingkan tanpa menggunakan senyawa
organotimah(IV) atau dengan bahan antikorosi yang lain (Singh et al., 2010).
Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis turunan senyawa organotimah(IV)
karboksilat yang dapat digunakan sebagai bahan inhibitor korosi dan dapat

4

meningkatkan ketahanan baja terhadap korosi. Bahan awal yang digunakan yaitu
dibutiltimah(IV) diklorida dengan variasi ligan asam 2-klorobenzoat, asam 3klorobenzoat, dan asam 4-klorobenzoat. Hasil sintesis akan dikarakterisasi
menggunakan spektrofotometer IR, spektrofotometer UV-Vis, 1H NMR, 13C NMR,
dan microelemental analyzer.
Hasil sintesis senyawa turunan organotimah(IV) karboksilat yaitu:
dibutiltimah(IV) di-2-klorobenzoat, dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan
dibutiltimah(IV) di-4-klorobenzoat akan diuji aktifitas laju korosinya terhadap
baja lunak Hot Roller Plate (HRP) menggunakan alat ukur potensiodinamik
EA466 Potentiostat. Metode yang digunakan untuk memonitor laju korosi yang
terjadi adalah metode polarisasi potensiodinamik. Metode polarisasi
potensiodinamik adalah suatu metode untuk menentukan perilaku korosi logam
berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik atau katodik. Jika logam berada
kontak dengan larutan yang bersifat korosif (Rastogi et al., 2005), maka pada
permukaan logam dapat terjadi reaksi reduksi dan reaksi oksidasi secara
bersamaan disebabkan pada permukaan logam terbentuk banyak mikrosel
(mikroanoda dan mikrokatoda). Dengan metode polarisasi potensiodinamik,
maka dengan mudah dilihat dan dibandingkan aktivitas masing-masing senyawa
yang disintesis pada saat uji inhibitor korosinya (Hadi, S. et al., 2015).

5

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Mensintesis dan mengkarakterisasi senyawa dibutiltimah(IV) di-2klorobenzoat, dibutiltimah(IV) di-3-klorobenzoat, dan dibutiltimah(IV) di-4klorobenzoat.

2.

Menguji senyawa hasil sintesis terhadap aktifitas inhibitor korosi
sehingga diharapkan mendapatkan bahan inhibitor korosi yang efektif untuk
meningkatkan ketahanan baja lunak terhadap pengaruh korosi.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang organologam dengan
menambah jenis senyawa organologam yang dapat digunakan dalam bidang
inhibitor korosi.

6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Timah
Timah atau stannum (Sn) merupakan logam berwarna putih keperakan yang dapat
ditempa dan liat pada suhu biasa, tetapi pada suhu rendah menjadi getas karena
berubah menjadi suatu modifikasi alotropi yang berlainan. Logam ini dapat larut
dengan lambat dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer, dengan
membentuk garam-garam timah(II). Asam nitrat encer melarutkan timah dengan
lambat tanpa pelepasan gas apapun, dan terbentuk ion-ion timah(II) dan amonium:
4Sn + 10 H+ + NO3-

4Sn2+ + NH4+ + 3H2O

(2.1)

Timah dengan asam nitrat pekat terjadi reaksi yang keras dan menghasilkan zat
padat putih, biasanya dirumuskan sebagai timah(IV) oksida terhidrasi SnO2.xH2O
atau asam metastanat.
3 Sn + 4HNO3 + (x – 2)H2O

4NO + 3 SnO2.xH2O

(2.2)

Dalam asam sulfat pekat panas, ion timah(IV) terbentuk sewaktu pelarutan. Air
raja dengan mudah melarutkan timah dan terbentuk ion timah(IV) atau stani.

7

Timah dapat membentuk bivalen dan tetravalen dalam senyawa-senyawanya.
1. Senyawa timah(II) atau stano, biasanya tidak berwarna. Dalam larutan asam,
kita dapatkan ion-ion timah(II) Sn2+, sedangkan dalam larutan basa, kita
dapatkan ion-ion tetrahidroksostanat(II) atau ion stanit [Sn(OH)4]2-. Kedua
ion ini mudah berubah satu sama lain:
Sn2+ + 4OH-

[Sn(OH)4]2-

(2.3)

Ion timah(II) merupakan zat pereduksi yang kuat
2.

Senyawa timah(IV) atau stani lebih stabil. Dalam larutan airnya, senyawa –
senyawa ini bisa terdapat sebagai ion timah(IV) Sn4+ atau sebagai ion
heksahidroksostanat(IV) atau stanat [Sn(OH)6]2- . Ion-ion ini juga
membentuk sistem kesetimbangan:
Sn4+ + 6OH-

[Sn(OH)6]2-

(2.4)

Dalam larutan asam, kesetimbangan bergeser ke arah kiri, sedangkan dalam
suasana basa kesetimbangan bergeser ke kanan (Vogel, 1990).
Dalam tabel periodik timah termasuk golongan 14. Timah mempunyai titik didih
2270°C dan titik lebur 231,97°C. Unsur ini dijumpai sebagai timah(IV) oksida
dalam bijih seperti kasiterit (SnO2) dan stanit (Cu2FeSnS4), serta diekstraksi
melalui reduksi dengan karbon (Daintith, 1990).
Timah dalam senyawa memiliki tingkat oksidasi +2 dan +4, tingkat oksidasi +4
lebih stabil dari pada +2. Pada tingkat oksidasi +4, timah menggunakan seluruh
elektron valensinya, yaitu 5s2 5p2 dalam ikatan, sedangkan pada tingkat oksidasi
+2, timah hanya menggunakan elektron valensi 5p2 saja. Tetapi perbedaan energi
antara kedua tingkat ini rendah (Cotton dan Wilkinson, 1989).

8

B. Senyawa Organologam
Senyawa organologam adalah senyawa yang di dalamnya terdapat karbon yang
terikat langsung ke suatu atom logam (seperti raksa, seng, timbal, magnesium,
litium) atau ke metaloid-metaloid tertentu (seperti silikon, arsen, selen)
(Fessenden dan Fessenden, 1986). Untuk senyawa yang mengandung ikatan
antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen, ataupun dengan suatu
halogen tidak termasuk sebagai senyawa organologam. Sebagai contoh suatu
alkoksida seperti (C3H7O)4Ti tidak termasuk senyawa organologam, karena gugus
organiknya terikat pada Ti melalui atom oksigen, sedangkan senyawa
(C6H5)Ti(OC3H7)3 adalah senyawa organologam karena terdapat satu ikatan
langsung antara karbon C dari gugus fenil dengan logam Ti.
Jenis-jenis ikatan yang terbentuk pada senyawa organologam:
1. Senyawa ionik dari logam elektropositif
Senyawa organo dari logam yang relatif sangat elektropositif umumnya bersifat
ionik, tidak larut dalam pelarut organik, dan sangat reaktif terhadap udara dan
air. Senyawa ini terbentuk bila suatu radikal pada logam terikat pada logam
dengan keelektropositifan yang sangat tinggi, misalnya logam alkali atau alkali
tanah. Kestabilan dan kereaktifan senyawa ionik ditentukan dalam satu bagian
oleh kestabilan ion karbon. Garam logam ion-ion karbon yang kestabilannya
diperkuat oleh delokalisasi elektron lebih stabil walaupun masih relatif reaktif.
Adapun contoh gugus organik dalam garam-garaman tersebut seperti (C6H5)3CNa+ dan (C5H5)2Ca2+.

9

2. Senyawa yang memiliki ikatan sigma (-σ)
Senyawaan organo yang sisa organiknya terikat pada suatu atom logam dengan
suatu ikatan yang digolongkan sebagai ikatan kovalen (walaupun masih ada
karakter-karakter ionik dari senyawaan ini) yang dibentuk oleh kebanyakan
logam dengan keelektropositifan yang relatif lebih rendah dari golongan
pertama di atas, dan sehubungan dengan beberapa faktor berikut:
a. Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, seperti pada SiR4
yang tidak tampak dalam CR4.
b. Kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron menyendiri.
c. Keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh
seperti ada BR2 atau koordinasi tak jenuh seperti ZnR2.
d. Pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon (M-C)
atau karbon-karbon (C-C).
3. Senyawa yang terikat secara nonklasik
Dalam beberapa senyawa organologam terdapat suatu jenis ikatan logam pada
karbon yang tidak dapat dijelaskan dalam bentuk ionik atau pasangan
elektron/kovalensi. Misalnya, salah satu kelas alkil terdiri dari Li, Be, dan Al
yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan. Dalam hal ini, terdapat atom
yang memiliki sifat kekurangan elektron seperti atom boron pada B(CH3)3.
Atom B termasuk atom golongan IIIA memiliki 3 elektron valensi, sehingga
cukup sulit untuk membentuk konfigurasi oktet dalam senyawaannya. Ada
kecenderungan untuk memanfaatkan orbital-orbital kosong pada atom B
dengan menggabungkannya pada gugus suatu senyawa yang memiliki

10

kelebihan pasangan elektron menyendiri. Senyawa ini terbagi menjadi dua
golongan:
a. Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi dengan
alkena, alkuna, benzena, dan senyawa organik tak jenuh lainnya.
b. Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan
(Cotton dan Wilkinson, 1989).

C.

Senyawa Organotimah

Senyawa organotimah mempunyai sejumlah kegunaan dalam cat anti pencemaran
laut, fungisida, pengawet kayu, dan sebagai katalis untuk perawatan resin silicon
dan resin epoksi (Cotton dan Wilkinson, 1989). Senyawa organotimah adalah
senyawa yang mengandung sedikitnya satu ikatan kovalen Sn-C. Sebagian besar
senyawa ini dapat dianggap sebagai turunan dari RnSnX4-n (n = 1-4) dan
diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri-, dan tetra- organotimah(IV), tergantung
dari jumlah alkil (R) atau aril (Ar) yang terikat pada atom logam. Anion yang
terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida, oksida, hidroksida, suatu karboksilat
atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002; Hadi et al., 2008).
Kecenderungan terhidrolisis dari senyawa organotimah lebih lemah dibandingkan
senyawa Si atau Ge yang terkait dan ikatan Sn-O dapat bereaksi dengan larutan
asam. Senyawa organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi
normal walaupun dibakar menjadi SnO2, CO2 dan H2O. Kemudahan putusnya
ikatan Sn-C oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi berdasarkan gugus
organiknya dan urutannya meningkat dengan urutan : Bu (paling stabil) < Pr < et
< me < vinil < Ph < Bz < alil < CH2CN < CH2CO2R (paling tidak stabil).

11

Penggabungan SnR4 melalui gugus alkil tidak teramati sama sekali. Senyawasenyawa dengan rumus R3SnX atau R2SnX2 tergabung secara luas melalui
jembatan X sehingga meningkatkan bilangan koordinasi Sn menjadi lima, enam
atau bahkan tujuh. Dalam hal ini, F lebih efektif dibandingkan unsur-unsur
halogen lainnya. Sebagai contoh Me3SnF memiliki struktur trigonal bipiramida,
Me2SnF2 memiliki struktur oktahedral sedangkan jembatan Cl yang lebih lemah
memiliki struktur terdistorsi.
Empat tipe utama penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil, butil,
fenil dan metal. Gugus oktil timah memiliki kandungan timah paling sedikit,
paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk membedakan
berbagai penstabil timah yaitu asam tioglikolat ester dan asam karboksilat
(Van Der Weij, 1981).
1.

Senyawa organotimah halida

Rumus umum senyawa organotimah halida: RnSnX4-n (n = 1-3; X = Cl, Br, I)
pada umumnya merupakan padatan kristalin dan sangat reaktif. Organotimah
halida ini dapat disintesis secara langsung melalui logam timah, Sn(II) atau
Sn(IV) dengan alkil halida yang reaktif. Metode ini secara luas digunakan untuk
pembuatan dialkiltimah dihalida.
Sintesis langsung ini ditinjau ulang oleh Murphy dan Poller melalui reaksi di
bawah ini:
2 EtI + Sn

Et2Sn + I2

(2.5)

12

Metode lain yang sering digunakan untuk pembuatan organotimah halida adalah
reaksi disproporsionasi tetraalkiltimah dengan timah(IV) klorida. Caranya dengan
mengubah perbandingan material awal, seperti pada reaksi berikut:
3 R4Sn + SnCl4

4 R3SnCl

(2.6)

R4Sn + SnCl4

2 R2SnCl2

(2.7)

Senyawa organotimah klorida digunakan sebagai starting material (bahan dasar)
untuk sintesis organotimah halida lainnya, melalui penggantian langsung ion
kloridanya dengan menggunakan logam halida lain yang sesuai, seperti pada
reaksi berikut:
RnSnCl4-n + (4-n) MX

RnSnX4-n + (4-n) MCl

(2.8)

(X = F, Br atau I; M = K, Na, NH4) (Wilkinson, 1982).

2. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida
Produk kompleks yang diperoleh melalui hidrolisis dari trialkiltimah halida atau
senyawa R3SnX, merupakan rute utama pada trialkiltimah oksida dan trialkiltimah
hidroksida. Tahapan intermediet ditunjukkan pada reaksi di bawah ini:
OH
R3SnX

R2Sn

XR2SnOSnR2X
X

XR3SnOSnR3OH

R2SnO (2.9)
atau
R3SnOH

(Wilkinson, 1982).

13

3. Senyawa organotimah(IV) diklorobenzoat
Senyawa organotimah(IV) diklorobenzoat merupakan turunan dari senyawa
organotimah karboksilat. Senyawa organotimah karboksilat umumnya dapat
disintesis melalui dua cara yaitu dari organotimah oksida atau organotimah
hidroksidanya dengan garam karboksilat dan dari organotimah halidanya dengan
garam karboksilat. Metode yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah
karboksilat adalah menggunakan organotimah halida sebagai material awal.
Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau
hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena,
seperti reaksi berikut:
R2SnO

+ 2 R’COOH

R3SnOH + R’COOH

R2Sn(OCOR’)2 + H2O

(2.10)

R3SnOCOR’

(2.11)

+ H2O

(Wilkinson, 1982).
Pada penelitian ini disintesis senyawa dibutiltimah(IV) diklorobenzoat dari bahan
awal dibutiltimah(IV) diklorida direaksikan dengan NaOH dengan reaksi:
(C4H9)2SnCl2 + 2NaOH

(C4H9)2SnO + 2NaCl + H2O

(2.12)

Hasil reaksi dicuci dengan akuabides dan metanol p.a, kemudian senyawa hasil
reaksi dibutiltimah(IV) oksida direaksikan dengan asam kloro benzoat sebagai
ligan. Nilai pKa dari asam klorobenzoat dapat dilihat pada Tabel 1. Asam kloro
benzoat yang digunakan ada 3 jenis yaitu:
a.

Asam 2-klorobenzoat
Rumus molekulC7H5ClO2, berat molekul 156,57 g/mol dan titik lebur antara
138-140°C

14

b.

Asam 3-klorobenzoat
Rumus molekul C7H5ClO2, berat molekul 156,57 g/mol, dan titik lebur antara
153 - 157°C

c.

Asam 4-klorobenzoat
Rumus molekul C7H5ClO2, berat molekul 156,57 g/mol, dan titik lebur antara
238 - 241°C
(Sigma-Aldrich, 2014)
Tabel 1. Nilai pKa pada beberapa asam

Posisi Substitusi
No

Asam benzoate

Subtituen

2

3

4

1

H

4,2

4,2

4,2

2

-CH3

3,9

4,3

4,4

3

-OH

3,0

4,1

4,5

4

-OCH3

4,1

4,1

4,5

5

-Br

2,9

3,8

4,0

6

-Cl

2,9

3,8

4,0

7

-NO2

2,2

3,5

3,4

Keterangan: senyawa yang dicetak tebal adalah senyawa yang menjadi acuan
dalam penelitian ini (Fessenden and Fessenden, 1986).

15

Pada Tabel 1, jika di bandingkan antara asam o-klorobenzoat atau asam 2klorobenzoat, asam m-klorobenzoat atau asam 3-klorobenzoat dan asam pklorobenzoat atau asam 4-klorobenzoat, maka dilihat bahwa asam 2-klorobenzoat
memiliki nilai pKa yang terkecil sehingga keasaman asam 2-klorobenzoat lebih
kuat dibandingkan keasaman asam 3-klorobenzoat dan asam 4-klorobenzoat
(Fessenden and Fessenden, 1986).
Reaksi yang terjadi pada dibutiltimah(IV) oksida dengan asam
klorobenzoat membentuk dibutiltimah(IV) diklorobenzoat adalah:
(C4H9)2SnO + 2 C7H5ClO2

(C4H9)2Sn(C7H4ClO2)2 + H2O

(2.13)

4. Aplikasi Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah memiliki aktivitas biologis yang kuat yang dipengaruhi
oleh jumlah dan gugus organik yang terikat pada atom pusat Sn. Aplikasi
senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa penstabil PVC,
pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling agent dalam cat, penstabil
pada plastik dan karet sintetik, sebagai stabilizer untuk parfum dan berbagai
macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi (Pellerito and Nagy,
2002).
Dalam beberapa penelitian, telah didapat dan diisolasi senyawa organotimah(IV)
karboksilat yang menunjukkan sifat sebagai antimikroorganisme berfungsi
sebagai antifungi dan antimikroba (Bonire et al., 1998). Untuk keseluruhan
penggunaan tersebut, kurang lebih 25 kiloton timah dipergunakan setiap tahunnya
(Pellerito and Nagy, 2002). Berkembang juga penelitian tentang senyawa

16

organotimah yang dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi (Rastogi et al.,
2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011). Berdasarkan hasil yang telah
dilaporkan oleh Singh et al. (2010) bahwa dengan adanya senyawa
organotimah(IV), akan meningkatkan ketahanan material terhadap korosi sampai
25 kali atau bahkan mencapai 100 kali. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan antikorosi beberapa material terhadap logam alumunium
pada media elektrolit
No Bahan anti
korosi
1
Tanpa antikorosi

2
3

4

5

Pentaklorofenol
Dirodanometana

Tri-nbutiltimahasetat

Tri-nbutiltimah-tbutoksiasetat

Lama
Observasi
pengujian
2-4 hari
Permukaan logam sudah
berkarat dan semakin
banyak dengan
bertambahnya hari
10 hari
Permukaan logam berkarat
semakin bertambah dengan
bertambahnya hari
20 hari
Perkaratan permukaan
logam lebih lambat
dibandingkan bahan no. 2
dengan bertambahnya hari
30 hari
Perkaratan permukaan
logam lebih lambat
dibandingkan bahan no. 2
dan 3 dengan
bertambahnya hari
250 hari
Perkaratan terjadi sangat
lambat dan memerlukan
waktu yang sangat lama
dan jauh lebih baik
dibandingkan antikorosi
pada no. 2-4

Ketahanan

2x

5x

10 x

15 x

50 - 125 x

(Singh et al., 2010).

D.

Korosi

Korosi adalah proses kerusakan atau degradasi pada material akibat berinteraksi
dengan lingkungannya dan merupakan elektrokimia. Proses ini terjadi bila ada

17

reaksi setengah sel yang melepaskan elektron (reaksi oksidasi pada anodik) dan
reaksi setengah sel yang menerima elektron (reaksi reduksi pada katodik). Kedua
reaksi ini berlangsung sampai terjadi kesetimbangan dinamis sehingga jumlah
elektron yang dilepas sama dengan jumlah elektron yang diterima. Suatu logam
yang dicelupkan pada larutan elektrolit, maka akan terbentuk dua lokasi yang
disebut anoda dan katoda. Pada anoda, tempat terjadinya reaksi oksidasi dan
biasanya terkorosi yaitu:
M

Mz+ + ze-

(2.14)

Pada katoda, tempat terjadinya reaksi reduksi dan tidak mengalami korosi. Dua
reaksi penting yang umum terjadi pada katoda, tergantung pH larutan:
pH < 7 : 2H+ + 2e-

H2

pH ≥7 : O2 + 2H2O + 4e-

(2.15)
4OH-

(2.16)

(Butarbutar dan Sunaryo, 2011)

Bentuk-bentuk korosi
Berdasarkan bentuknya, korosi dapat dibagi menjadi enam jenis:
1. Korosi batas butir
Pada korosi batas butir ini timbul keretakan pada logam akibat korosi melalui
batas butir. Retak yang ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion
cracking (SCC) yang terdiri atas retak interglanular dan retak transgranular.
Retak intergranular berjalan sepanjang batas butir, sedangkan retak
transgranular berjalan tanpa menyusuri batas butir tersebut.

18

2. Korosi merata
Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi pada besi yang
mengalami perendaman dalam larutan asam. Logam besi akan menjadi tipis
secara merata pada permukaannya dengan kecepatan yang hampir sama,
sehingga daerah-daerah anoda dan katoda tersebar pada seluruh permukaan.
Contohnya sebatang besi (Fe) atau seng (Zn) direndam dalam larutan H2SO4,
keduanya akan larut dengan laju yang merata pada permukaan logam.
3. Korosi sumuran
Korosi sumuran adalah bentuk penyerangan korosi setempat yang
menghasilkan sumur pada logam ditempat tertentu. Logam mula-mula
terserang korosi pada suatu titik di permukaannya atau pada daerah tertentu
yang sangat kecil dan diteruskan menuju ke dalam logam. Penyebab korosi
sumuran umumnya adalah serangan selektif terhadap logam di tempat-tempat
yang lapisan pelindung permukaannya tergores atau pecah akibat perlakuan
mekanik. Korosi ini terjadi pada permukaan oksida pelindung logam sebagai
stimulasi dari reaksi anoda, aktivasi anion, reaksi katoda melalui kehadiran
agen pengoksidasi dan melalui permukaan katoda efektif dengan polarisasi
rendah. Korosi sumuran akan terjadi jika logam memenuhi potensial korosi
minimum yang selanjutnya disebut sebagai potensial pitting.
4. Korosi celah
Korosi celah terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung
dengan bahan lain yang bukan logam. Umumnya terjadi karena terdapat
perbedaan konsentrasi larutan atau konsentrasi oksigen, sehingga menyebabkan
adanya perbedaan potensial oksidasi pada logam tersebut.

19

5. Korosi galvanik
Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang tidak
sama, bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran elektron
diantara kedua logam tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat katodik dan
akan diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia bersifat
anodik akan lebih mudah diserang korosi.
6. Korosi Erosi
Korosi erosi disebabkan oleh gabungan peristiwa korosi akibat aliran fluida
sehingga proses terjadinya korosi lebih cepat. Korosi ini cirinya ada
gelombang dan lembah dengan suatu pola tertentu (Fontana, 1986).

E. Inhibitor korosi
Inhibitor korosi adalah senyawa kimia yang dapat mencegah atau memperlambat
proses korosi. Inhibitor korosi apabila ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit
ke dalam sistem logam-media elektrolit akan menurunkan laju korosi logam
(Fontana, 1986). Sampai saat ini, penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara
yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah
dan prosesnya yang sederhana. Biasanya proses korosi logam berlangsung secara
elektrokimia yang terjadi secara simultan pada daerah anoda dan katoda yang
membentuk rangkaian arus listrik tertutup. Inhibitor biasanya ditambahkan dalam
jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik dengan selang waktu tertentu
Cara inhibitor mereduksi laju korosi adalah sebagai berikut:
1. Memodifikasi polarisasi katodik dan anodik (Slope Tafel)
2. Mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam

20

3. Menambah hambatan listrik dipermukaan logam
4. Menangkap atau menjebak zat korosif dalam larutan melalui pembentukan
senyawa yang tidak agresif
Mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan menjadi:
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat
dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan
terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan, misalnya pH menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta
melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga
lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia
yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut
membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Secara umum inhibitor korosi dibagi menjadi:
1. Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi
anodik. Inhibitor anodik membentuk lapisan pasif melalui reaksi ion-ion
logam yang terkorosi untuk menghasilkan selaput pasif tipis yang akan
menutupi anoda (permukaan logam) dan lapisan ini akan menghalangi
pelarutan anoda selanjutnya. Lapisan pasif yang terbentuk mempunyai

21

potensial korosi yang tinggi atau inhibitor anodik menaikkan polarisasi
anodik. Senyawa yang biasa digunakan sebagai inhibitor anodik adalah:
kromat, nitrit, nitrat, molibdat, silikat, fosfat, borat.
2. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi
katodik. Inhibitor katodik bereaksi dengan OH- untuk mengendapkan
senyawa-senyawa tidak larut pada permukaan logam sehingga dapat
menghalangi masuknya oksigen. Contoh inhibitor tipe ini antara lain: Zn,
CaCO3, Polifosfat (Butar-butar dan Sunaryo, 2011).

F.

Baja Lunak

Baja dibedakan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja padanan. Baja karbon
adalah baja yang bukan hanya tersusun atas padanan besi dan karbon, tetapi juga
unsur lain yang tidak mengubah sifat baja. Baja karbon diproduksi dalam bentuk
balok, profil, lembaran dan kawat.
Jenis-jenis baja karbon antara lain:
1. Baja karbon rendah yang mengandung 0,022 – 0,3 % C yang dibagi menjadi
empat bagian menurut kandungannya yaitu :
a. Baja karbon rendah mengandung 0,04 % C digunakan untuk plat-plat
strip.
b. Baja karbon rendah mengandung 0,05 % C digunakan untuk badan
kendaraan.
c. Baja karbon rendah mengandung 0,05 – 0,25 % C digunakan untuk
konstruksi jembatan dan bangunan

22

d. Baja karbon rendah mengandung 0,05 – 0,3 % digunakan untuk baut
paku keling, karena kepalanya harus di bentuk.
2. Baja karbon menengah
Baja karbon ini memiliki sifat –sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja
karbon rendah. Baja karbon menengah mengandung 0,3 – 0,6 % C dan
memiliki ciri khas Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah, tidak
mudah dibentuk dengan mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan dan
dapat dikeraskan dengan baik.
3. Baja karbon tinggi.
Baja karbon tinggi memiliki kandungan antara karbon antara 0,6 – 1,7 %
karbon memiliki ciri-ciri sangat kuat, dan getas/rapuh, sulit dibentuk mesin,
mengandung unsur sulfur dan posfor, dan dapat dilakukan proses heat
treatment dengan baik (Amanto dan Daryanto, 2006).
Pada penelitian ini digunakan baja berkarbon rendah dengan kadar karbon
berkisar 0,04% yang diproses melalui pemanasan dan berupa lembaran, jenis ini
dikenal dengan nama HRP. Contoh baja jenis ini seperti terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hot Roller Plate (sumber: www.tokobesionline.com)

23

G.

Potensiostat

Potensiostat merupakan peralatan yang digunakan pada penelitian elektrokimia
untuk mengamati fenomena yang terjadi selama proses korosi terjadi.
Potensiostat akan mengaplikasikan tegangan listrik inputan kepada benda uji
sehingga nilai arus selama proses korosi dapat diperoleh. Peralatan potensiostat
biasanya dilengkapi dengan tiga jenis elektroda yaitu:
a. Elektroda kerja (working electrode)
elektroda ini dibentuk dari logam benda uji yang akan diteliti, terkoneksi
dengan sambungan listrik, dan permukaannya harus digerinda atau diamplas
untuk menghilangkan oksida-oksida yang mungkin ada.
b. Elektroda bantu (auxiliary electrode)
elektroda yang khusus digunakan untuk mengalirkan arus hasil proses korosi
yang terjadi dalam rangkaian sel.
c. Elektroda acuan (reference electrode)
suatu elektroda yang tegangan sirkuit terbukanya (open-circuit potential)
konstan dan digunakan untuk mengukur potensial elektroda kerja.

Potensiostat ER466 mempunyai tiga kabel, kabel kuning dihubungkan dengan
elektroda acuan, kabel hijau dihubungkan dengan elektroda kerja dan kabel merah
dihubungkan dengan elektroda bantu dapat dilihat pada Gambar 2.

24

Gambar 2. Sketsa mesin eDAQ dan benda uji (Butarbutar dan Febrianto, 2009)

Analisis data dengan EChem
EChem adalah suatu program yang biasa digunakan dalam penelitian
elektrokimia. Dalam pelaksanaannya EChem ini dihubungkan dengan
potensiostat sehingga arus yang dihasilkan pada setiap tegangan yang diberikan
dapat direkam oleh komputer secara langsung. Dalam pengujian korosi ini
digunakan potensio dinamik untuk melaku