SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV) KLOROBENZOAT SEBAGAI ANTIKOROSI PADA BAJA LUNAK

(1)

ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV) KLOROBENZOAT SEBAGAI ANTIKOROSI PADA BAJA LUNAK

Oleh

MUHAMAD NURISSALAM

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis, karakterisasi, dan uji aktifitas antikorosi pada baja lunak dari senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat dengan metode potensiostat. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat dimulai dari sintesis trifeniltimah(IV) hidroksida dengan mereaksikan trifeniltimah(IV) klorida dengan NaOH dalam metanol. Kemudian senyawa ini direaksikan dengan ligan: (1) asam 2-klorobenzoat menghasilkan trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, (2) asam 3-klorobenzoat menghasilkan trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan (3) asam 4-klorobenzoat menghasilkan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat. Ketiga senyawa memberikan rendemen kristal masing masing sebanyak 82,44; 82,87; dan 98,08 %, dengan waktu refluks 4 jam. Seluruh senyawa tersebut dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR, UV, 1H NMR, 13C NMR, dan mikroanalisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer. Aktivitas antikorosi senyawa-senyawa produk diujikan pada baja lunak memberikan efek inhibisi untuk senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat masing-masing sebesar 61,55; 56,52; dan 51,35% pada konsentrasi 100 mg/L.


(2)

ABSTRACT

THE SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF TRIPHENYLTIN(IV) CHLOROBENZOATE AS ANTICORROSION FOR MILD STEEL

By

MUHAMAD NURISSALAM

In this research, the synthesis and characterization of triphenyltin(IV) 2-chlorobenzoate, triphenyltin(IV) 3-chlorobenzoate and triphenyltin(IV) 4-chlorobenzoate were succesfully performed and the anticorrosion activity tests on mild steel for these compounds have been performed using potensiostat method. The preparations of triphenlyltin(IV) chlorobenzoate compound series were commenced by the synthesis of triphenyltin(IV) hydroxide from triphenyltin(IV) chloride with NaOH in methanol. The triphenyltin(IV) hydroxide compound was then reacted with the ligands of 2-chlorobenzoic acid, 3-chlorobenzoic acid and 4-chlorobenzoic acid to produce triphenyltin(IV) 2-chlorobenzoate, triphenyltin(IV) 3-chlorobenzoate and triphenyltin(IV) 4-chlorobenzoate, respectively. The percentage yield of the synthesis of triphenyltin(IV) chlorobenzoate series at the optimum reflux time of 4 hours were 82.44; 82.87; and 98.08%. These compounds were well characterized by spectroscopy techniques of infra red (IR), ultraviolet (UV), 1H NMR and 13C NMR as well as based on the microelemental analysis. The results of anticorrosion test of the compunds synthesized toward mild steel showed that the percentage efficiency inhibition (%EI) values for the triphenyltin(IV) 2-chlorobenzoate, triphenyltin(IV) 3-chlorobenzoate and triphenyltin(IV) 4-chlorobenzoate were 61,55; 56,52 and 51,35%, respectively, at concentration of 100 ppm.


(3)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA

TRIFENILTIMAH(IV) KLOROBENZOAT SEBAGAI ANTIKOROSI PADA BAJA LUNAK

Oleh

MUHAMAD NURISSALAM

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Sekampung, sekarang berada di wilayah kabupaten Lampung Timur, propinsi Lampung, 10 Maret 1979 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, putra dari Bapak Suwarno dan Ibu Siti Romlah. Penulis menikah tahun 2004 dengan Eva andriani dan dianugerahi dua putri cantik, Fauzia Amrina Rosyada dan Marwah Nurvaza.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PGRI Bumiharjo, dilanjutkan di SD Negeri 1 Bumiharjo Lampung Timur. Kemudian diterima di SMP Negeri 1 Metro tahun 1991. Pendidikan tingkat menengah dilanjutkan di SMA Negeri 1 Metro dan lulus tahun 1997. Pengalaman Organisasi tingkat SMA adalah sebagai ketua KIR Puri Respati Phitaka pada tahun 1995 di SMA Negeri 1 Metro yang merupakan pengalaman yang sangat berarti. Kemudian pada tahun 1997 diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui jalur tes UMPTN. Selama menjadi mahasiswa aktif pada lembaga kemahasiswaan diantaranya Ketua Kabid II DEM-FMIPA Unila, sebagai anggota DLKBM Unila duta dari FMIPA dan mengikuti kegiatan ekstra kampus diantaranya aktif di Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesi (KAMMI), dan mendirikan Front Mahasiswa Unila.


(8)

Pada tahun 2002 Lulus dan mendapatkan gelar sarjana Sains, kemudian beraktifitas kerja dengan sebuah perusahaan minyak dalam penangan limbah CPO, kemudian beralih profesi dengan kuliah pada Akta IV pengajaran di STKIP PGRI Metro dan lulus tahun 2003. Kemudian Penulis menjadi guru di SMA Negeri Kibang Lampung Timur, dan definitif di SMA Muhammadiyah 1 Metro tahun 2005 sebagai Pegawai Negeri Sipil ditempatkan di sekolah swasta. Pada tahun 2010 mendapatkan sertifikat pendidik. Pada tahun 2013 Penulis mendaftar sebagai mahasiswa pascasarjana jurusan kimia FMIPA Unila. Pada tahun 2014, penulis menjadi pemenang terbaik best practice guru dalam tugas pembelajaran di sekolah tingkat nasional.


(9)

Persembahanku....

Dengan mengucap

Alhamdulillahirabbil’alamin kepada Allah SWT

Ku persembahkan karya kecilku ini

untuk bapak, ibu, dan Mertua tercinta yang

selalu dan tak pernah bosan memberikan

motivasi, nasehat, kasih sayang,

do’a dan

perhatiannya.

Istriku Eva Andriani yang tercinta,

pendamping setia, motivator, dan curahan

kasih dalam bahtera rumah tangga.

Kedua putri cantiku, Fauzia Amrina Rosyada

dan Marwah Nurvaza, harapan penerus kami


(10)

Kehidupan ini punya periode...

Dan setiap periode ada pertanggungjawaban


(11)

i

SANWACANA

Segala Puji bagi Allah, Rabb semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga, kasih sayang-Nya yang tak terbilang, serta nikmat persaudaraan yang senantiasa terjaga hingga hari ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) klorobenzoat sebagai Antikorosi pada Baja Lunak. Shalawat teriring salam semoga tersampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.

Teriring doa nan tulus jazaakumullah khaiiran katsir, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M. Sc., Ph. D. selaku Pembimbing I, Pembimbing Akademik sekaligus Kaprodi magister kimia, atas seluruh dedikasi yang beliau berikan selama menempuh pendidikan di kampus, atas semua kesabaran, keikhlasan, bimbingan dan nasihat yang diberikan hingga

penelitian dan tesis ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan baraakah yang tidak ternilai.

2. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M. S selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan, serta bimbingan yang telah diberikan sehingga tesis penulis dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.


(12)

ii 3. Ibu Prof. Dr. Buhani, S.Pd. M.Si. selaku Pembahas dalam penelitian penulis

atas semua bimbingan, nasihat, dan kesabaran beliau sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.

4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulis menempuh perkuliahan. Semoga Allah melimpahkan baraakah kepada Bapak dan Ibu. 6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

8. Bapak Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc. Selaku kepala laboratorium anorganik-fisik, Ibu Dra. Nuning Nurcahayani, M.Sc. selaku ketua jurusan biologi, dan Dra. Yulianty, M.Si. selaku kepala laboratorium botani yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam penggunaan laboratorium sehingga dapat melaksanakan penelitian.

9. Teriring syukur ananda, untuk orang tuaku Bapak Suwarno dan Ibu Siti Romlah, atas seluruh cinta, kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, doa serta semua dedikasi dalam mendidik ananda, semoga Allah membalas cintanya dengan jannah-Nya, aamiin Allahuma aamiin.

10. Isriku tercinta, Eva Andriani, kedua buah hati kami Fauzia Amrina Rosyada dan Marwah Nurvaza sebagai inspirator sekaligus motivator dalam


(13)

iii 11. Keluarga besarku, Kedua mertua, Mbak Sulistiyani, Uni Yanti, dan adinda

Almarum Hendriyanto, ante eli serta keponakan-keponakan atas kasih sayangnya dan doa untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Adinda Hapin Apriyani yang sangat setia membantu penelitian kami, semoga Adinda diberikan kemudahan oleh Allah untuk semua urusan.

13. Teruntuk Pak Bambang, Bu Hastin serta teman teman peer anorganik, serta seluruh teman teman angkatan 2013 magister kimia untuk persaudaraan yang berdasar atas ukhuwah. Semoga Allah limpahkan kebaikannya.

14. Pimpinan kami disekolah, Pak Ruslani, Pak Roni, pak Wiwik dan semua teman-teman kerja yang sangat membantu kelancaran perkuliaan.

15. Mb Liza, Mb Putri, Mb Nora, Mas Nomo dan Pak Gani terima kasih atas seluruh bantuan yang diberikan kepada penulis.

16. Almamater tercinta, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan dimasa mendatang.

Bandar Lampung, 2 Mei 2015 Penulis


(14)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... . i

DAFTAR GAMBAR ... . ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Timah ... 5

B. Senyawa Organologam ... 7

C. Senyawa Organotimah ... 9

D. Senyawa Organotimah (IV) karboksilat... 10

E. Asam Klorobenzoat ... 13

F. Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) klorobenzoat ... 15

G. Baja Lunak HRP ... 18

H. Korosi ... 19

1. Korosi Galvanis (Bimetal Corrosion) ... 21

2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) ... 21

3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion) ... 21

4. Korosi Regangan (Stress Corrosion) ... 22

5. Korosi Celah (Crevice Corrosion) ... 22

6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion) ... 22

7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion) ... 23

8. Korosi Antar Butiran (Intergranular Corrosion) ... 23

I. Reaksi pada Baja ... 23

J. Korosi Baja dalam Larutan HCl-DMSO ... 25

K. Antikorosi ... 27

L. Metode Karakterisasi Korosi ... 29


(15)

v

III. METODE PENELITIAN ... 36

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

B. Alat dan Bahan ... 36

C. Metode Penelitian... 37

1. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida [(C6H5)3SnOH] .... 37

2. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat ... 38

3. Preparasi Baja Lunak ... 38

4. Pembuatan Medium Korosif ... 39

5. Pembuatan Larutan Inhibitor... 39

6. Pengaturan Pemindaian dengan Potensiostat ... 39

7. Pengujian Korosi ... 40

8. Analisis Data ... 41

9. Pengujian Morfologi Korosi pada Baja Lunak secara Kualitatif . 42 IV. HASIL DAN PEMBAASAN... 43

A. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) hidroksida... 43

B. Sintesis Senyawa-senyawa Trifeniltimah(IV) klorobenzoat ... 47

C. Preparasi Baja Lunak... 61

D. Pengujian Aktivitas Antikorosi Ligan Asam klorobenzoat... 62

E. Pengujian Aktivitas Antikorosi Trifeniltimah(IV) klorida ... 70

F. Pengujian Aktivitas Antikorosi Trifeniltimah(IV) hidroksida... 73

G. Pengujian Aktivitas Antikorosi Trifeniltimah(IV) klorobenzoat .. .. 76

H. Analisis Kualitatif Permukaan Baja ... 84

I. Mekanisme Inhibisi Korosi Trifeniltimah(IV) klorobenzoat... 87

V. SIMPULAN DAN SARAN... 97

A. Simpulan ... 97

B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(16)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penggunaan timah dibeberapa sektor ... 6

2. Perbandingan antikorosi beberapa material terhadap logam alumunium pada media elektrolit ... 12

3. Harga pKa untuk beberapa asam benzoat ... 14

4. Bilangan gelombang untuk gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa trifeniltimah(IV) klorida, trifeniltimah(IV) hidroksida, dan trifeniltimah(IV) klorobenzoat ... 17

5. Data komposisi unsur (%) C dan H teoritis ... 18

6. Persen unsur-unsur kimia pada baja lunak HRP ... ... 19

7. Persen Efisiensi Inhibitor (%EI) korosi dengan beberapa senyawa trifeniltimah(IV) dan di-n-butiltimah(IV) menggunakan ligan 1-phenyl-2,5-dithiohydrazodicarbonamide. ... 35

8. Persen rendemen sintesis trifeniltimah(IV) hidroksida... 44

9. Pengamatan waktu refluks terhadap pembentukan trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat pada suhu 60ºC ... 49

10. Pengamatan waktu refluks terhadap pembentukan trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat pada suhu 60ºC... 50

11. Pengamatan waktu refluks terhadap pembentukan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat pada suhu 60ºC ... 50

12. Perbandingan pergeseran λmax senyawa awal, ligan dan hasil sintesis ... 56

13. Spektra 1H dan 13C pada senyawa hasil sintesis ... 60


(17)

vii 15. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa asam 2-klorobenzoat,

asam 3-klorobenzoat, asam 4-klorobenzoat dibandingkan kontrol DMSO-HCl... ... 66 16. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa trifeniltimah(IV) klorida

dibandingkan kontrol DMSO-HCl ... 73 17. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida

dibandingkan kontrol DMSO-HCl... 75 18. Data efisiensi inhibisi penambahan senyawa trifeniltimah(IV)

2-klorobenzoat, senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, senyawa

trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat dibandingkan kontrol DMSO-HCl... 80 19. Data kerapatan arus korosi dan arus korosi untuk seluruh pemindaian. ... 115


(18)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Persentase berat senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida

[(C6H5)3SnOH] hasil sintesis... 104

2. Persentase berat senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat hasil

sintesis... 105 3. Perhitungan data mikroanalisis untuk senyawa trifeniltimah(IV)

2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3- klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat hasil sintesis... 109 4. Perhitungan Efisiensi Inhibitor ... 114


(19)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Struktur senyawa trifeniltimah(IV) klorida ... 13 2. Asam 2-klorobenzoat, asam 3-klorobenzoat, dan asam 4-klorobenzoat ... 15 3. Hot Roller Plate ... 18 4. Contoh skematik korosi pada permukaan besi dalam lingkungan berair .... 24 5. Struktur Dimethyl sulfoxide (DMSO) ... 26 6. ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ ... 31 7. Sel tiga elektroda yang dihubungkan dengan alat potensiostat dan

komputer dengan perangkat lunak EChem ... 31 8. Kurva polarisasi pada korosi baja ... 32 9. Kurva ekstrapolasi Tafel ... 34 10. Spektrum UV (a) trifeniltimah(IV) hidroksida (b) trifeniltimah(IV)

klorida... 44 11. Spektrum IR (a) trifeniltimah(IV) klorida, (b) trifeniltimah(IV)

hidroksida... 46 12. Mekanisme reaksi (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat

(b) trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat (c) trifeniltimah(IV)

4-klorobenzoat... 48 13. Kristal senyawa (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat,

(b). Trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat... 52


(20)

ix 14. Spektrum IR (a) trifeniltimah(IV) hidroksida, (b) trifeniltimah(IV)

2-klorobenzoat, (c) trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat (d) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat... 53 15. Spektrum UV (a) trifeniltimah(IV) hidroksida (b) trifeniltimah(IV)

2-klorobenzoat, (c) trifeniltimah(IV) 3-2-klorobenzoat, (d) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat ... 55 16. Spektrum 1H NMR (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat,

(b) trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat ... 57 17. Spektrum 13C NMR (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat,

(b) trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat 58 18. (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat (b) trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat,

dan (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat ... 59 19. (a) Potongan baja sebelum diamplas dan (b) Potongan baja setelah

diamplas ... 62 20. Grafik hasil pemindaian senyawa asam 2-klorobenzoat, asam 2-klorobenzoat,

asam 2-klorobenzoat terhadap kontrol medium korosif tanpa inhibitor .... . 64 21. Grafik persen efisiensi inhibisi ligan asam 2-klorobenzoat, asam

3-klorobenzoat dan asam 4-3-klorobenzoat... 69 22. Grafik hasil pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) klorida

terhadap kontrol medium korosif tanpa inhibitor... 72 23. Grafik hasil pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida terhadap

kontrol medium korosif tanpa inhibitor... 74 24. Grafik persen efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV) klorida dibandingkan

dengan trifeniltimah(IV) hidroksida ... 76 25. Grafik hasil pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat,

trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat

terhadap kontrol medium korosif tanpa inhibitor... 78 26. Grafik persen efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat,

trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat... 82 27. Perendaman permukaan baja pada (a) medium korosif tanpa inhibitor, (b)

penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, (c) penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, (d) penambahan senyawa


(21)

x 28. Permukaan baja pada (a) medium korosif tanpa inhibitor

(b) penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, (c) penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan

(d) penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat ... 86 29. Kurva polarisasi anoda (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat (b)

trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat... 90 30. Kurva polarisasi katoda (a) trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat (b)

trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan (c) trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat. ... 91 31. Skema proses korosi baja karbon dalam larutan asam (diadopsi dari

Butarbutar dan Sunaryo, 2011) ... 93 32. Deskripsi penentuan luas baja terukur dalam pemindaian ... 114


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai sektor industri di Indonesia terutama industri-industri menggunakan material dasar logam dari produk yang dihasilkan. Korosi terjadi pada peralatan yang menggunakan material dasar logam seperti mobil, jembatan, mesin, pipa, kapal, dan lain sebagainya (Rieger, 1992). Indonesia adalah negara kepulauan yang beriklim tropis serta memiliki bentang laut luas, dengan tingkat humiditas tinggi maka proses korosi adalah sesuatu yang tidak dapat hindarkan. Kerugian akibat korosi di Indonesia diperkirakan mencapai angka triliun rupiah,

perhitungan ini meliputi kehilangan jam produksi, ganti rugi kerusakan, klaim-klaim, biaya perbaikan, resiko kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan dan kurangnya keandalan peralatan produksi yang mengakibatkan waktu

berproduksinya berkurang serta kerugian waktu, sehingga korosi harus dikendalikan mengingat arti penting pengendalian korosi (Widharto, 1999).

Proses korosi pada logam adalah peristiwa spontan berlangsung bersamaan dengan adanya elektron yang mengalir pada logam dari bagian yang berfungsi sebagai anoda ke bagian lain yang bertindak sebagai katoda. Korosi atau yang biasa dikenal sebagai karat merupakan suatu kondisi degradasi logam yang


(23)

2 diakibatkan oleh reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada logam dengan berbagai zat yang ada di lingkungan sekitarnya sehingga menghasilkan suatu senyawa yang tidak dikehendaki (Alwi dan Kusuma, 2012). Pengaruh berbagai zat dari

lingkungan ini menyebabkan korosi tidak dapat dihindari, namun hanya dapat dicegah atau dikendalikan. Laju korosi dapat mengalami penurunan pada daerah anodik disebabkan karena terbentuknya lapisan pasif sehingga laju transfer ion-ion logam ke dalam larutan menjadi berkurang (Siregar, 2010). Pengendalian korosi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia sebagai antikorosi. Berbagai senyawa dengan sifat antikorosi telah diuji efektifitasnya diantaranya senyawa aniline-4-sulfonate (Fadli, 2011), polianilin-TiO2 (Permana dan Darminto, 2012), dan kalsium stearat (Siregar,

2010).

Organotimah(IV) karboksilat adalah salah satu bagian dari organologam dengan aktifitas biologis yang sangat tinggi dan telah banyak digunakan dalam berbagai terapan kimia. Ketertarikan terhadap senyawa organotimah(IV) tidak hanya karena sifat kimia dan strukturnya yang sangat menarik (Tiekink, 1991), tetapi juga karena penggunaannya yang terus meningkat diantaranya sebagai antifouling bagi cat kapal (Blunden and Hill, 1987), biosida pertanian (Pellerito and Nagy, 2002), antifungi (Bonire et al., 1998; Hadi et al., 2009), dan antikanker (Hadi et al., 2009; Hadi and Rilyanti, 2010). Organotimah(IV) karboksilat juga telah dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi atau lebih dikenal dengan nama antikorosi (Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011). Pada penelitian yang telah dipublikasikan, adanya organotimah (IV) pada


(24)

3 baja atau logam lain mampu menghambat 25 hingga 100 kali terhadap korosi dibandingkan tanpa antikorosi atau dengan antikorosi lain (Singh et al., 2010).

Pada penelitian ini akan disintesis senyawa golongan organotimah(IV)

klorobenzoat dengan bahan awal trifeniltimah(IV) klorida dengan berbagai jenis senyawa asam klorobenzoat sebagai ligan yang diharapkan mendapatkan titik aktif senyawa hasil sintesis untuk menghambat perkaratan baja lunak Hot Roller Plate (HRP) dalam medium korosif Dimethyl sulfoxide-asam klorida (DMSO-HCl) dan uji antikorosi menggunakan metode polarisasi potensiodinamik untuk memonitor laju korosi yang terjadi. Penelitian ini diharapkan akan mendapatkan bahan antikorosi pada baja lunak HRP yang paling efektif dari senyawa-senyawa hasil sintesis.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mensintesis dan mengkarakterisasi senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat. 2. Menguji beberapa senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat hasil sintesis

sebagai antikorosi pada baja lunak HRP dalam medium korosif DMSO-HCl. 3. Menentukan senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat hasil sintesis yang

paling efektif sebagai antikorosi, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan baja lunak HRP terhadap pengaruh korosi.


(25)

4 C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan pada bidang kimia anorganik organologam terhadap pemanfaatan senyawa turunan organotimah(IV) klorobenzoat terutama dalam bidang antikorosi.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Timah

Timah dengan nama latin stannum (Sn) merupakan unsur golongan IVA (grup 14) periode 5 dalam tabel periodik, mempunyai berat molekul 118,69 dan nomor atom 50 mempunyai titik leleh 231,968 ºC, titik didih 2270 ºC dan telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Logam ini berada dalam 3 bentuk alotrop dibawah suhu 13,2 ºC berada dalam bentuk-α (berupa serbuk berwarna abu abu) dan pada pemanasan bentuk -α berubah menjadi bentuk – (berwarna putih yang

merupakan bentuk logam dikenal). Pada pemanasan suhu antara 161 ºC sampai dengan titik lelehnya di sebut bentuk – . Timah dengan bilangan oksidasi +2, +4 lebih cenderung ke logam berwarna putih keperakan, dapat ditempa dan ditarik, cukup tahan dari pengaruh udara (bila dipanaskan membentuk oksidanya SnO2,

mudah bereaksi dengan asam kuat dan juga basa kuat dengan membentuk asam stannat, H2SnO3 (adanya O2dalam larutan dapat mempercepat reaksi ini

(Mulyono, 2006).

Timah dalam bentuk senyawannya memiliki tingkat oksidasi +2 dan +4, tingkat oksidasi +4 lebih stabil daripada +2. Pada tingkat oksidasi +4, timah

menggunakan seluruh elektron valensinya, yaitu 5s2 5p2 dalam ikatan sedangkan pada tingkat oksidasi +2, timah hanya menggunakan elektron valensi 5p2 saja.


(27)

6 Tetapi perbedaan energi antara kedua tingkat ini rendah (Cotton dan Wilkinson, 2007).

Di Indonesia pemanfaatan timah dalam senyawa sintesis seperti organologam belum berkembang pesat. Logam timah dimanfaatkan sebagai bahan baku cendera mata, industri, dan elektronik. Kegunaan timah lainnya dapat dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan timah dibeberapa sektor.

No Sektor Contoh

1. Industri Material kontruksi bangunan, campuran cat, pelapis plastik, industri mesin, lampu bohlam, stick golf, dan industri peralatan perang.

2. Kesehatan Kapsul botol minuman, pengalengan makanan, dan penambalan gigi.

3. Elektronik TV, radio, papan sirkuit, kamera, telepon dan komputer. 4. Perhiasan Cincin, kalung, dan gelang.

(Sumber: PT Timah Tbk, 2012).

Beberapa penelitan bidang anorganik telah mengembangkan senyawa

organotimah(IV) dalam berbagai fungsi dan bidang kajian diantaranya sebagai antikanker (Hadi et al., 2012), antifungi (Hadi et al., 2009), antifouling (Blunden and Hill, 1987), dan pada penelitian bidang kajian lain juga dapat digunakan sebagai antikorosi (Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011; Hadi et al., 2015).


(28)

7 B. Senyawa Organologam

Senyawa-senyawa anorganik menunjukkan variasi tidak hanya dalam tingkat oksidasi, jenis senyawa, bentuk, dan tipe reaksi akan tetapi juga manfaat yang beragam tergantung jenis senyawa yang disintesis atau dihasilkan (Shriver et al, 2006).

Senyawa organologam merupakan senyawa dimana terdapat minimal satu ikatan langsung antara atom karbon dari gugus organik dengan atom logam. Senyawa yang mengandung ikatan karbon dengan fosfor, arsen, silikon, ataupun boron termasuk kedalam senyawa organologam. Tetapi untuk senyawa yang

mengandung ikatan antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen, atau dengan suatu halogen tidak termasuk sebagai senyawa organologam

(Cotton dan Wilkinson, 2007).

Berdasarkan sifat keelektronegatifannya, pada umumnya unsur-unsur yang berikatan dengan karbon berada pada bilangan oksidasi negatif, turunan organiknya sebagai senyawaan organik. Turunan senyawa organik dimana unsur-unsur yang berikatan dengan karbon berada pada oksidasi positif, termasuk senyawaan organologam (Tayer, 1988).

Berdasarkan ikatannya, organologam dikelompokkan menjadi tiga golongan:

1. Senyawa ionik dari logam elektropositif

Senyawa ini terbentuk bila suatu radikal organik terikat pada logam dengan keelektropositifan yang sangat tinggi, misalnya logam alkali atau alkali tanah.


(29)

8 Senyawa-senyawa ini tidak stabil di udara, mudah terhidrolisis dalam air dan tidak larut dalam pelarut hidrokarbon. Kestabilannya bergantung pada kestabilan radikal organiknya.

2. Senyawa organologam dengan ikatan σ (sigma)

Senyawa ini memiliki ikatan σ dua pusat dua elektron yang terbentuk antara gugus organik dan atom logam dengan keelektropositifan rendah. Pada umumnya, senyawa organologam dengan ikatan ini memiliki ikatan utama kovalen dan sifat kimianya adalah dari kimiawi karbon yang disebabkan karena beberapa faktor, yaitu kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron menyendiri, keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh dan pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon (M-C) atau karbon-karbon (C-C).

1. Senyawa organologam dengan ikatan nonklasik

Dalam senyawa organologam dengan ikatan nonklasik ini terdapat jenis ikatan antara logam dengan karbon yang tidak dapat dijelaskan secara ikatan ionik atau pasangan elektron. Senyawa ini terbagi menjadi dua golongan:

a. Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi dengan alkena, alkuna, benzena dan senyawa organik tak jenuh lainnya. b. Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan.


(30)

9 C. Senyawa Organotimah

Senyawa-senyawa organotimah merupakan senyawa organologam yang didalam strukturnya terdapat satu atau beberapa ikatan antara atom timah (Sn), dengan atom karbon, C (Sn – C). Senyawa-senyawa ini diperoleh sebagai turunan dari RnSnX4-n(n = 1-4; dan X = halogen, OH, OR, S, sisa asam, hidrida). Sebagian

besar senyawa ini dapat dianggap sebagai turunan dari RnSnX4-n (n = 1-4) dan

diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri-, dan tetra- organotimah(IV), tergantung dari jumlah alkil (R) atau aril(Ar) yang terikat pada atom logam. Anion yang terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida, oksida, hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002).

Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat membentuk

makromolekul stabil, padat dan cairan yang sangat mudah menguap dan tidak berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Atom halogen, khususnya klor yang dimiliki oleh senyawa organotimah mudah lepas dan berikatan

dengan senyawa yang mengandung logam natrium atau ion logam positif lainnya. Meskipun kekuatan ikatannya bervariasi, akan tetapi atas dasar sifat itulah

senyawa-senyawa turunan organotimah dapat disintesis. Senyawa turunan organotimah yang berhasil disintesis pertama kali tahun 1971 adalah

[MeSn(4-anisil)(1-naftil)(CH2CH2C(OH)Me2)] (Greenwood and Earnshaw,

1990). Empat tipe utama penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil, butil, fenil dan metil. Senyawa oktil timah memiliki kandungan timah paling sedikit dan paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk


(31)

10 membedakan berbagai penstabil timah yaitu, asam tioglikolat ester dan asam karboksilat (Van Der Weij, 1981).

Ketertarikan terhadap senyawa organotimah(IV) tidak hanya karena sifat kimia dan strukturnya yang sangat menarik (Tiekink, 1991; Shahid et al., 2003; Bhatti et al., 2005), tetapi juga karena penggunaannya yang terus meningkat. Senyawa organotimah diketahui memiliki aktivitas biologis yang kuat. Aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah dan gugus organik yang terikat pada pusat atom Sn. Aplikasi senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa penstabil PVC, pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling agent dalam cat, penstabil pada plastik dan karet sintetik, sebagai stabilizer untuk parfum dan berbagai macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi. Salah satu pemanfaatan organotimah lainnya adalah sebagai antikorosi yang merupakan senyawa golongan organotimah(IV) karboksilat dan turunannya Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011).

D. Senyawa Organotimah(IV) karboksilat

Senyawa organotimah(IV) karboksilat dapat disintesis melalui organotimah oksida atau organotimah hidroksidanya dengan garam karboksilat dan dari organotimah halidanya dengan garam karboksilat (Cotton dan Wilkinson, 2007). Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau

hidroksida dilakukan seperti pada reaksi berikut:

R2SnO + β R’COOH R2Sn(OCOR’)2 + H2O


(32)

11 Metode yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah menggunakan organotimah halida sebagai material awal, dalam penelitian ini adalah trifeniltimah(IV) klorida. Penggantian ligan klor menghasilkan trifeniltimah(IV) hidroksida yang selanjutnya direaksikan dengan ligan asam klorobenzoat. Tahapan ini dilakukan supaya pemisahan dari hasil samping lebih mudah dibandingkan langsung mereaksikan organotimah(IV) halida dengan asam klorobenzoat.

Dari beberapa penelitian yang telah dilaporkan, dengan adanya senyawa organotimah(IV) dalam baja atau logam lain, akan meningkatkan ketahanan material tersebut terhadap korosi dibandingkan tanpa antikorosi atau bahan antikorosi jenis lain. Hasil penelitian tentang antikorosi berbagai jenis organotimah(IV) dengan ligan aktif asam karboksilat yang dilaporkan

menunjukkan peningkatan ketahanan material yang cukup tinggi (25 kali atau bahkan mencapai 100 kali lebih mampu menahan korosi dibandingkan tanpa antikorosi atau bahkan dengan antikorosi yang lain) disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian terhadap logam alumunium sebuah logam yang cukup kuat terhadap korosi pada media berion seperti air laut atau media yang berminyak (Singh et al., 2010). Namun untuk turunan tributiltimah(IV) karboksilat tidak boleh dilakukan sintesis lagi karena telah dilarang

penggunaannya sejak tahun 2004 (UNEP, 2004), hal ini dikarenakan senyawa turunan tributiltimah(IV) karboksilat membahayakan kehidupan ekosistem perairan.


(33)

12 Tabel 2. Perbandingan antikorosi beberapa material terhadap logam alumunium

pada media elektrolit.

No Bahan anti korosi

Lama

pengujian Observasi

Daya tahan 1 Tanpa antikorosi 2-4 hari Permukaan logam sudah

berkarat dan semakin

banyak dengan

bertambahnya hari

2 x 2 Pentaklorofenol 10 hari Permukaan logam

berkarat semakin bertambah dengan bertambahnya hari

5 x 3 Dirodanometana 20 hari Perkaratan permukaan

logam lebih lambat dibandingkan bahan no. 2 dengan bertambahnya hari

10 x

4

Tri-n-butiltimahasetat

30 hari Perkaratan permukaan logam lebih lambat dibandingkan bahan no. 2 dan 3 dengan bertambahnya hari

15 x

5 Tri-n -butiltimah-t-butoksiasetat

250 hari Perkaratan terjadi sangat lambat dan memerlukan waktu yang sangat lama dan jauh lebih baik dibandingkan antikorosi pada no. 2-4

50 - 125 x

(Sumber: Singh et al., 2010)

Berdasarkan uraian di atas dan pengamatan yang ditampilkan pada Tabel 2, maka penelitian yang dipilih dan direncanakan ini sangat penting dilakukan sebagai dasar untuk melakukan pengujian lebih lanjut kemampuan senyawa organotimah (IV) sebagai bahan antikorosi. Trifeniltimah(IV) dengan berbagai ligan

klorobenzoat dimungkinkan mampu memberi aktifitas yang lebih baik dan mampu menahan korosi pada logam seperti baja lunak HRP.


(34)

13 Penelitian ini menggunakan trifeniltimah(IV) klorida sebagai bahan awal dalam sintesis berbagai jenis senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat. Trifeniltimah(IV) klorida merupakan senyawa organologam dengan atom pusat timah (Sn) dengan bilangan koordinasi 4 yang mengikat 3 gugus fenil dan satu gugus klor seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur senyawa trifeniltimah(IV) klorida.

Senyawa yang diharapkan dari sintesis yang akan dilakukan adalah trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat dengan bahan awal trifeniltimah(IV) klorida dengan ligan asam 2-klorobenzoat, 3-klorobenzoat dan 4-klorobenzoat.

E. Asam Klorobenzoat

Asam klorobenzoat adalah asam benzoat tersubstitusi dengan kekuatan asam dari asam benzoat akan mengalami perubahan oleh adanya substituen elektronegatif. Sebagai perbandingan Tabel 3 memberikan data pKa dari tiap jenis asam

karboksilat dengan berbagai subtituen pada posisi orto, meta dan para.

Cincin benzena tidak mengambil bagian dalam stabilisasi resonansi dari gugus karboksilat, substituen pada cincin benzena mempengaruhi keasaman terutama


(35)

14 dengan efek induktifnya. Tanpa memperhatikan posisi substitusi, suatu gugus penarik elektron biasanya akan menaikkan keasaman suatu asam benzoat. (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Tabel 3. Harga pKa untuk beberapa asam benzoat.

No Asam benzoat Subtituen Posisi Substitusi

2 3 4

1 H 4,2 4,2 4,2

2 -CH3 3,9 4,3 4,4

3 -OH 3,0 4,1 4,5

4 -OCH3 4,1 4,1 4,5

5 -Br 2,9 3,8 4,0

6 -Cl 2,9 3,8 4,0

7 -NO2 2,2 3,5 3,4

(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986)

Asam klorobenzoat dengan posisi klor yang berbeda yaitu 2-klorobenzoat, 3-klorobenzoat, 4-klorobenzoat memiliki rumus molekul C7H5ClO2 dan berat


(36)

15 Struktur dari asam 2-klorobenzoat, asam 3-klorobenzoat, dan asam

4-klorobenzoat dapat dilihat pada Gambar 2.

a b c

Gambar 2. Senyawa asam klorobenzoat (a) asam 2-klorobenzoat (b) asam 3-klorobenzoat dan (c) asam 4-3-klorobenzoat.

F. Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) klorobenzoat

Hasil sintesis berbagai senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat dikarakterisasi menggunakan beberapa jenis instrumen kimia untuk memberikan penguatan terhadap struktur senyawa yang disintesis. Karakterisasi yang dilakukan

menggunakan spektrofotometer UV, spektrofotometer Inframerah (IR), 1H NMR,

13

C NMR, dan microelemental analyzer.

Pada spektroskopi UV-Vis, spektrum tampak (vis) terentang antara 400 nm (ungu) sampai 750 (merah) sedangkan spektrum ultraviolet (UV) terentang antara 200-400 nm. Informasi yang diperoleh dari spektroskopi ini yaitu adanya ikatan rangkap atau ikatan terkonjugasi dan gugus kromofor yang terikat pada

auksokrom. Gugus-gugus fungsional tertentu seperti karbonil, nitro, dan sistem tergabung menunjukkan puncak karakteristik dan dapat diperoleh informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus tersebut dalam molekul.


(37)

16 Pergantian ligan dapat diamati dengan adanya pergeseran λmax untuk transisi

elektron ππ* ketika ligan klorida tergantikan dengan ligan hidroksi (lebih bersifat penarik elektron) sehingga bergeser ke arah λmax yang lebih panjang,

sedangkan untuk transisi nπ* mengalami pergeseran batokromik. Transisi elektronik ππ* dapat terlihat dari ikatan konjugasi gugus fenil dan memberikan λmax tertentu yangberasal dari elektron menyendiri atom O yang terdapat pada

gugus kromofor pada ligan asam klorobenzoat. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi (Day dan Underwood, 1998).

Serapan pergantian Sn-Cl pada trifeniltimah(IV) klorida yang telah tergantikan dengan serapan Sn-OH dapat dilihat dari perubahan puncak bilangan gelombang pada IR, yang menandakan bahwa senyawa antara berupa trifeniltimah(IV) hidroksida telah terbentuk. Serapan lain yang muncul yaitu serapan C-H aromatik yang berasal dari gugus fenil dan vibrasi ulur C=C. Pengamatan juga dilakukan pada serapan Sn-O-C, Sn-O, C=O, C-Cl. Pergeseran bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Karakterisasi menggunakan 1H NMR, 13C NMR telah menjadi alat yang paling efektif untuk menentukan struktur semua jenis senyawa. Pergeseran kimia dapat dianggap sebagai ciri bagian tertentu struktur. Misalnya, pergeseran kimia proton dalam gugus metil sekitar 1 ppm apapun struktur bagian lainnya. Pada 1H NMR, intensitas sinyal terintegrasi sebanding dengan jumlah inti yang relevan dengan sinyalnya. Hal ini akan sangat membantu dalam penentuan struktur, bahkan bila


(38)

17 pergeseran kimia adalah satu-satunya informasi yang dihasilkan oleh spektroskopi NMR, nilai informasi dalam penentuan struktural senyawa organik sangat besar maknanya. Selain itu, spektroskopi NMR dapat memberikan informasi tambahan, yakni informasi yang terkait dengan kopling spin-spin (Takeuchi, 2006).

Tabel 4. Bilangan gelombang untuk gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa trifeniltimah(IV) klorida, trifeniltimah(IV) hidroksida dan

trifeniltimah(IV) klorobenzoat.

Senyawa Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1)

Trifeniltimah(IV) klorida Sn-Cl 500-330

Trifeniltimah(IV) hidoksida Sn-OH 3500-3100

Trifeniltimah(IV) klorobenzoat Sn-O Sn-O-C O-H C=O C-Cl 800-600 1250-1000 3500-3100 1760-1600 600-800 (Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986).

Untuk mengetahui kandungan penyusun suatu senyawa dilakukan menggunakan microelemental analyzer. Unsur yang umum ditentukan adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S). Alat yang biasanya digunakan untuk tujuan mikroanalisis ini dikenal sebagai CHNS microelemental analyzer. Hasil yang diperoleh dari mikroanalisis ini selanjutnya dibandingkan dengan

perhitungan secara teori. Walaupun seringnya hasil yang diperoleh berbeda, namun analisis ini tetap sangat bermanfaat untuk mengetahui kemurnian suatu sampel (Costech Analytical Technologies, 2011). Prinsip dasar dari

microelemental analyzer yaitu sampel dibakar pada suhu tinggi. Produk yang dihasilkan dari pembakaran tersebut merupakan gas yang telah dimurnikan kemudian dipisahkan berdasarkan masing-masing komponen dan dianalisis


(39)

18 dengan detektor yang sesuai. Sampel yang diketahui jenisnya, dapat diperkirakan beratnya dengan menghitung setiap berat unsur yang diperlukan untuk mencapai nilai kalibrasi terendah atau tertinggi (Caprette, 2007). Senyawa hasil disintesis dikatakan murni jika perbedaan hasil yang diperoleh dari mikroanalisis

dibandingkan dengan perhitungan secara teori masih berkisar antara 1-5%. Data teoritis dari atom C dan H pada senyawa-senyawa yang menjadi target penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Data komposisi unsur (%) C dan H teoritis.

Senyawa Komposisi unsur (%) teoritis

C H

[(C6H5)3Sn(OH) ] 58,91 4,40

[(C6H5)3Sn(o-C6H4(Cl)COO)] 59,33 3,75

[(C6H5)3Sn(m-C6H4(Cl)COO)] 59,33 3,75

[(C6H5)3Sn(p-C6H4(Cl)COO)] 59,33 3,75

G. Baja Lunak HRP

Pada penelitian ini digunakan baja berkarbon rendah yang diproses melalui pemanasan dan berupa lembaran, salah satu jenis ini yang dikenal dengan nama HRP. Contoh baja jenis ini seperti terdapat pada Gambar 3. Spesimen baja karbon memiliki komposisi seperti terlihat pada Tabel 6.


(40)

19 Tabel 6. Persen unsur-unsur kimia pada baja lunak HRP.

(Sumber: Butarbutar dan Sunaryo, 2011)

H. Korosi

Korosi adalah proses kerusakan/degradasi pada material akibat berinteraksi dengan lingkunganya. National Association of Corrosion Engineers (NACE) International mendefinisikan korosi sebagai kerusakan atau degradasi sifat sifat logam oleh lingkungan korosif. Terkorosinya suatu logam dalam lingkungan elektrolit (air) adalah suatu proses elektrokimia. Proses ini terjadi bila ada reaksi setengah sel yang melepaskan elektron (reaksi oksidasi pada anodik) dan reaksi setengah sel yang menerima elektron tersebut (reaksi reduksi pada katodik). Kedua reaksi ini akan terus berlangsung sampai terjadi kesetimbangan dinamis dimana jumlah elektron yang dilepas sama dengan jumlah elektron yang diterima (Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

Hampir semua logam yang mempunyai kemampuan membentuk lapisan pasif yang bersifat protektif pada permukaannya. Lapisan pasif ini biasanya terbentuk dari oksida logam atau senyawa lain yang akan memisahkan logam dari media, biasanya berupa larutan. Namun bila logam pasif itu berkontak dengan media

Informasi kimia untuk Baja lunak HRP

Unsur Persentase (%)

C 0,42-0,5

Fe 98,51-98,98

Mn 0,6-0,9

P 0,04 maksimal


(41)

20 yang mengandung ion-ion agresif misalanya ion klor (Cl-), ion flour (F-), dan sulfat (SO42-) maka korosi dapat terjadi (Butarbutar dan Febrianto, 2009).

Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu korosi internal dan korosi eksternal. Korosi internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S

pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi. Pada korosi eksternal, korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah (Halimatuddahliana, 2003).

Contoh korosi yang umum terjadi adalah perkaratan logam besi. Keadaan saat ini yang terjadi adalah korosi ini tidak dapat dicegah maupun dihentikan secara total tapi korosi ini hanya bisa diperlambat lajunya sehingga memperlambat pula proses perusakan yang terjadi pada material tersebut. Melihat keadaan yang tidak menguntungkan seperti ini dimana korosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari dan hanya dapat diminimalisir atau dicegah maka korosi tentu sangat merugikan karena dapat mengurangi kemampuan suatu material atau logam dalam menerima suatu beban. Maka dari itu perlu diterapkan suatu sistem perlindungan terhadap korosi pada sebuah material struktur yang berpotensi terhadap ancaman ini (Alwi dan Kusuma, 2012). Beberapa senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat yang disintesis ini diharapkan mampu meminimalisir secara efektif proses korosi ini supaya material logam dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama sehingga menekan dampak kerugian akibat korosi.


(42)

21 Berbagai jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai berikut:

1. Korosi Galvanis (Bimetal Corrosion)

Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan

elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat permukaan.

2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi sumuran adalah korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan ini menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga adanya kontak antara logam, maka pada daerah batas akan timbul korosi berbentuk sumur.

3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)

Logam yang sebelumnya telah terkena erosi akibat terjadinya keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi dan apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan abrasi yang lebih berat.


(43)

22 4. Korosi Regangan (Stress Corrosion)

Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (Compressive) berpengaruh sangat kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut retak karat regangan.

5. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya korosi. Konsentrasi oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju mulut logam yang menimbulkan korosi.

6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)

Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah

bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan tersebut mengalir. Maka terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang terlindungi.


(44)

23 7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)

Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih di bawah batas kekuatan luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena

terjadinya kelelahan logam. Kelelahan dapat dipercepat dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang mengakibatkan kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah yang menderita beban.

8. Korosi batas butir (intergranular corrosion)

Korosi yang terjadi pada perbatasan butiran yang dapat menyebabkan

hilangnya kekuatan (strength) dan keuletan (ductility). Batas butir pada area tertentu bertindak sebagai anoda dalam kondisi kontak dengan area yang luas dari butiran bertindak sebagai katoda (Fontana, 1986).

Umumnya problem korosi disebabkan oleh air, tetapi ada beberapa faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi diantaranya adalah faktor gas terlarut, temperatur, pH, bakteri pereduksi, padatan terlarut (Halimatuddahliana, 2003).

I. Reaksi pada Baja

Baja yang terpapar diudara akan mengalami korosi merata yang dimulai dari terbentuknya oksida hidrat karena pengaruh kelembaban dan oksigen. Produk reaksi ini dapat berupa hidrat dan anhidrat. Bila lingkungan bersifat higroskopis,


(45)

24 maka besi hidroksida akan mengikat air dan terbentuk besi oksida hidrat (Fe2O3. n

H2O). Reaksi yang terjadi diuraikan pada Persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3).

Anoda : Fe(s) Fe2+(aq) + 2e- (2.1)

Katoda : 1/2 O2(g) + H2O(l) + 2e- 2OH- (aq) (2.2)

Reaksi Total : Fe(s) +1/2 O2(g) + H2O(l) Fe(OH)2 (2.3)

Oksida besi bersifat porous dan tidak protektif terhadap logam besi di bawahnya (Fadli, 2011). Pembentukan besi hidroksida dalam lingkungan berair disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Contoh skematik korosi pada permukaan besi dalam lingkungan berair.

Oksidasi pada anoda terjadi karena berlangsungnya reaksi kimia antara besi dan oksigen yang terdapat dalam air. Lapisan Fe(OH)2 yang terbentuk pada

prinsipnya akan menutupi permukaan spesimen sehingga difusi oksigen pada permukaan akan terhalangi untuk sementara waktu. Kandungan oksigen di dalam air akan terus bertambah bahkan tidak menutup kemungkinan mencapai keadaan


(46)

25 jenuh. Semakin banyak oksigen yang masuk dalam air, maka korosi akan

semakin cepat reaksi di katoda. Fe(OH)2 yang terbentuk pada anoda selanjutnya

oleh karena kehadiran oksigen yang berlebih pada lingkungan akan

mengakibatkan karat besi (produk korosi) yang diamati berwarna kecoklatan di dalam larutan elektrolit dan mengendap di dasar wadah.

Adanya inhibitor pada sistem tersebut, maka mata rantai korosi tersebut dapat diputus. Apabila seluruh permukaan logam telah tertutupi oleh lapisan pelindung maka logam bersifat lebih katodik dan laju korosi akan berkurang. Meskipun lapisan pelindung yang terbentuk stabil, akan tetapi ada kemungkinan pada kondisi riil bisa lepas, dikarenakan adanya laju alir yang tinggi, oleh sebab itu inhibitor harus diinjeksikan secara periodik (Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

J. Korosi Baja dalam Larutan DMSO- HCl

Larutan asam merupakan media korosif yang sangat mempercepat terjadinya korosi pada baja. Larutan asam mengandung ion hidrogen (H+) yang berperan dalam reaksi reduksi oksidasi. Pada perkaratan umumnya logam besi bertindak sebagai anoda (reaksi oksidasi) membentuk oksida besi Fe2O3.nH2O berwarna

merah kecoklatan. Elektron dibebaskan pada oksidasi besi dan digunakan pada bagian katoda untuk mengalami reduksi. Reaksi dialami oleh oksigen yang kemudian membentuk ion hidroksida atau dalam suasana asam akan bereaksi membentuk air. Di dalam larutan asam, reaksi oksidasi dan reduksi dapat terjadi dengan cukup intensif dimana ion hidrogen tereduksi menjadi gas hidrogen. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Persamaan 2.4.


(47)

26 Fe(s) + 2H+(aq) + 2Cl-(aq) Fe2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g) (2.4)

Setelah Fe(s) berubah menjadi Fe2+(aq) yang mengalami solvasi sehingga besi yang

berada di bawahnya menjadi terbuka dan terus menerus mengalami reaksi oksidasi sehingga korosi terus berlangsung (Fadli, 2011).

Penelitian ini menggunakan medium korosif HCl sebagai pemicu korosi dalam Dimethyl sulfoxide (DMSO). Pelarut DMSO dengan rumus molekul C2H6OS

dengan berat molekul 78,13 g/mol dalam bentuk cairan bening mendidih pada 189 ºC dengan massa jenis 1,1 g/ mL adalah pelarut polaritas aprotik yang efektif melarutkan berbagai bahan kimia organik dan anorganik. Karakteristik keselamatannya yang sangat baik telah menyebabkannya digunakan untuk berbagai tujuan, terutama sebagai agen pembersih untuk komponen elektronik, dan sebagai larutan reaksi terhadap obat-obatan dan bahan kimia pertanian, DMSO juga dapat dipromosikan sebagai pelarut yang ramah lingkungan (Sigma-Aldrich, 2014).

Gambar 5. Struktur dimethyl sulfoxide (DMSO).

K. Antikorosi

Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut: 1. Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air


(48)

27 peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli dan logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seng dan krom). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.

2. Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)

Besi yang dilapisi atau dihubungkan dengan logam lain yang lebih aktif akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Besi berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi oksidasi. Dalam hal ini, besi sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada/belum habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti. 3. Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi

dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (komposisi Fe,Cr, dan Ni masing 72, 19 dan 9%). Beberapa cara untuk menanggulangi besi atau logam lain agar tahan dari proses perkaratan:

a. Melapisi besi atau logam lainnya dengan cat khusus besi yang banyak dijual di toko-toko bahan bangunan.

b. Membuat logam dengan campuran yang serba sama atau homogen ketika pembuatan atau produksi besi atau logam lainnya di pabrik.

c. Pada permukaan logam diberi oli atau vaselin.


(49)

28 agar yang berkarat adalah magnesiumnya. Hal ini banyak dilakukan untuk mencegah berkarat pada tiang listrik besi atau baja. Magnesium ditanam tidak jauh dari tiang listrik.

e. Melakukan proses galvanisasi dengan cara melapisi logam besi dengan seng tipis atau timah yang terletak disebelah kiri deret volta.

f. Melakukan proses elektrokimia dengan jalan memberi lapisan timah seperti yang biasa dilakukan pada kaleng (Rahmani, 2011).

Salah satu metode untuk menghambat kerusakan yang terjadi adalah dengan cara menggunakan inhibitor atau antikorosi. Antikorosi adalah senyawa kimia yang dapat mencegah atau memperlambat proses korosi. Penggunaan antikorosi merupakan salah satu cara paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya sederhana. Biasanya proses korosi berlangsung secara elektrokimia yang terjadi secara simultan pada daerah anoda dan katoda yang membentuk rangkaian arus listrik tertutup. Antikorosi biasanya

ditambahkan dalam jumlah sedikit, baik kontinu maupun periodik menurut suatu selang tertentu. Cara antikorosi mereduksi laju korosi adalah dengan

memodifikasi polarisasi katodik dan anodik (Slope Tafel), mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam, menambah hambatan listrik di permukaan logam dan menjebak zat korosif dalam larutan melalui pembentukan senyawa yang tidak agresif. Mekanisme kerja antikorosi dimulai dari teradsorpisnya pada permukaan logam membentuk lapisan tipis kemudian melalui pengaruh lingkungan (misalnya pH) menyebabkan antikorosi dapat mengendap dan terserap pada permukaan logam sehingga dapat melindungi logam. Antikorosi terlebih dahulu mengkorosi


(50)

29 logamnya dan membentuk lapisan pasif sehingga mampu menghilangkan

konstituen agresif dari lingkunganya (Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

L. Metode Karakterisasi Korosi

Polarisasi potensiodinamik adalah metode untuk menentukan perilaku korosi logam berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik/katodik. Korosi logam terjadi jika terdapat arus anodik yang besarnya sama dengan arus katodik, walaupun tidak ada arus yang diberikan di luar sistem. Hal ini disebabkan ada perbedaan potensial antara logam dan larutan sebagai lingkungannya (Sunarya, 2008).

Analisis elektrokimia telah menjadi metoda yang penting dalam mempelajari fenomena yang terjadi selama proses korosi berlangsung seperti repasifasi lapisan pasif dan korosi sumuran (pitting corrosion) pada logam. Selama

berlangsungnya proses korosi biasanya terjadi fluktuasi arus atau tegangan tergantung mode pengukuran yang dilakukan. Pada kondisi potensiostat, yang diamati fluktuasi arus dan bisa dipisahkan menjadi bentuk gelombang arus

tersendiri yang berhubungan dengan proses perusakan. Fluktuasi arus meningkat tajam saat terjadi korosi dan menurun saat terjadi lapisan pasif. Potensiostat AE466 ini tidak dapat mengukur laju korosi secara langsung dari pengujian ini harus dikonversi menjadi arus korosi (I corr). Selanjutnya dengan menggunakan data input yang ada diperoleh laju reaksi (Butarbutar dan Febrianto, 2009).

Potensiostat memberikan potensial atau tegangan listrik yang telah ditentukan terlebih dahulu kepada benda uji sehingga pengukuran arus selama prosses korosi


(51)

30 dapat dilakukan. Benda uji harus dapat menghantarkan listrik dan permukaannya harus diamplas untuk menghilangkan oksida-oksida yang mungkin ada.

Beberapa jenis elektroda pada potensiostat diantaranya adalah elektroda bantu (Auxiliary Electrode) yang digunakan untuk mengangkut arus hasil proses korosi yang terjadi dalam rangkaian sel. Elektroda acuan (Reference Electrode) digunakan sebagai titik dasar yang sangat mantap untuk mengacukan

poengukuran potensial elektroda kerja. Elektroda yang terakhir adalah elektroda kerja (Working Electrode) yaitu elektroda logam yang akan diteliti (benda uji) yang disiapkan dengan memasang sebuah benda uji kecil dalam resin pendingin. (Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

Dalam penelitian ini akan digunakan instrumen ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ seperti pada Gambar 6. Potensiostat jenis ini dapat digunakan dalam berbagai pengukuran seperti temperatur, intensitas cahaya, ORP, pH tekanan, dan kadar oksigen terlarut. Keunggulan potensiostat jenis ini adalah penggunaannya yang relatif mudah, dapat memonitoring arus dari nanoampere hingga 100mA, praktis, dan lain-lain (Anonim, 2010).

Potensiostat dilengkapi dengan EChem sebagai perangkat lunak. EChem adalah suatu program yang biasa digunakan dalam penelitian elektrokimia. Dalam pelaksanaanya EChem dihubungkan dengan potensiostat sehingga arus yang dihasilkan pada setiap potensial yang diberikan direkam oleh komputer secara langsung (Butarbutar dan Febrianto, 2009).


(52)

31

Gambar 6. ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ (sumber: www.eDAQ.com)

Dalam pengujian korosi digunakan potensiodinamik karena dengan ini dapat dilakukan analisis Tafel untuk mendapatkan data data tentang arus korosi (Icorr) dan laju korosi (Corr Rate). Rangkaian alat yang digunakan ditunjukkan dalam Gambar 7.

Gambar 7. Sel tiga elektroda yang dihubungkan dengan alat potensiostat dan komputer dengan perangkat lunak EChem.

M. Metode Polarisasi Potensiodinamik

Metode polarisasi potensiodinamik adalah suatu metode untuk menentukan perilaku korosi logam berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik atau katodik, jika logam berada kontak dengan larutan yang bersifat korosif (Rastogi et al., 2005). Potensiostat dapat mengukur laju korosi berdasarkan perubahan potensial listrik terhadap perubahan arus yang dideteksi selama proses korosi pada


(53)

32 saat pengukuran berlangsung menggunakan bantuan kurva ekstrapolasi Tafel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kurva polarisasi pada korosi baja.

Kurva polarisasi yang dihasilkan dapat diukur potensial korosi dan arus korosi yang terjadi dengan bantuan metode ekstrapolasi Tafel. Terjadinya korosi pada baja lunak juga dapat diketahui dari polar kurva yang dihasilkan.

Penerapan potensial dari luar yang melebihi potensial ini disebut potensial lebih (over potential). Peningkatan potensial lebih yang diterapkan tidak diikuti dengan peningkatan arus, maka pada potensial tersebut telah terjadi polarisasi seperti pada pola kurva yang terbentuk setelah zona Tafel (Fadli, 2011).

Pada awal pengujian terjadi kompetisi antara proses anodik dan katodik. Data tegangan dan arus yang langsung didapat dari pengujian yang diolah dengan Microsoft Excel. Setelah dibuat grafik antara arus dan over potential, maka diperoleh dua garis melengkung yaitu daerah anodik dan daerah katodik. Pada kedua daerah ini dibuat trendline untuk mengetahui persamaan garisnya.


(54)

33 Trendline daerah anodik ditentukan pada daerah dimana arus turun tanpa naik lagi untuk selang over potential tertentu, sehingga Tafel slope positif. Sedangkan trendline daerah katodik ditentukan pada daerah dimana arus naik tanpa turun lagi untuk selang over potential tertentu, sehingga Tafel slope negatif. Oleh karena laju oksidasi dan laju reduksi sama maka persamaan garis ini adalah ekivalen. Perpotongan garis terhadap sumbu X dinyatakan sebagai Icorr (Butarbutar dan Febrianto, 2009). Dengan memasukkan data berat ekivalen dan densitas material dapat diketahui laju korosi dengan menggunakan rumus pada persamaan:

Rmpy = 0,13 I corr e / ρ (2.5) Keterangan:

R mpy : laju korosi (mili inch/year) Icorr : densitas arus korosi ( A/cm2) e : berat ekivalen material (g) ρ : densitas material (gr/cm3)

Penggunaan senyawa antikorosi mampu mengubah Icorr menjadi lebih kecil seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Pada kurva ektrapolasi menunjukkan perbandingan pola ekstrapolasi Tafel dari diagram polarisasi logam baja dalam larutan asam yang mengandung inhibitor dan tanpa inhibitor.

Kurva ekstrapolasi Tafel menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah diberikan inhibitor atau antikorosi, terjadi penurunan arus korosi (Fadli, 2011) . Arus korosi dan laju korosi memiliki hubungan yang linear. Pada saat benda uji

dimasukkan pada larutan elektrolit maka akan terjadi aliran elektron dari anoda ke katoda. Semakin banyak aliran elektron dari anoda ke katoda maka arus yang


(55)

34 dihasilkan menjadi lebih tinggi. Semakin tinggi arus yang dihasilkan maka laju korosi juga semakin tinggi (Butarbutar dan Febrianto, 2009).

Gambar 9. Kurva ekstrapolasi Tafel.

Polarisasi atau potensial lebih, adalah perubahan potensial elektroda setengah sel dari posisi kesetimbangan dengan lingkungannya pada suatu proses elektrodik. Hubungan potensial lebih dan arus dapat digunakan untuk mengungkapkan laju korosi. Untuk menghitung persentase inhibisi pada metode ini digunakan Persamaan (1):

Icorr 0 - I corr i

% proteksi (%EI) = 100% (2.6)

Icorr 0

dengan %EI adalah persentase efektivitas penghambatan, Icorr 0 adalah arus sebelum ditambahkan inhibitor, Icorr i adalah arus sesudah ditambahkan inhibitor (Rastogi et al., 2005). Hasil penelitian yang telah dilaporkan (Singh et al., 2010),


(56)

35 terhadap senyawa trifeniltimah(IV) dan di-n-butiltimah(IV) pada berbagai ligan yang dihitung %EI dengan teknik polarisasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Persen Efisiensi Inhibitor (%EI) korosi pada beberapa senyawa

trifeniltimah(IV) dan di-n-butiltimah(IV) menggunakan ligan 1-phenyl-2,5-dithiohydrazodicarbonamide (PTHCH).

Senyawa Efisiensi Inhibitor korosi (%)

Ligan (PTHCH) 72,87

n-Bu2Sn(PTHCH)2 79,80

Ph3Sn(PTHCH) 85,43

Ligan (THCH) 79,80

n-Bu2Sn(THCH)2 82,13

Ph3Sn(THCH) 90,26

Ligan (EtOPTHC) 85,94

n-Bu2Sn(EtOPTHC)2 89,43

Ph3Sn(EtOPTHC) 95,17

(Sumber: Singh et al., 2010)

Pada penelitian yang akan dilakukan setelah mendapatkan %EI dari semua senyawa sintesis trifeniltimah(IV) klorobenzoat diharapkan mendapatkan target antikorosi yang efektif dan dapat dimanfaatkan untuk menghambat laju korosi pada baja lunak.


(57)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Januari 2015. Sintesis beberapa senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat dilakukan di laboratorium kimia anorganik-fisik, uji analisis antikorosi di laboratorium analitik dan analisis senyawa menggunakan spektrofotometer UV dilakukan di laboratorium

anorganik-fisik, pada Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa menggunakan spektrofotometer IR dilakukan di laboratorium instrumentasi FMIPA Universitas Islam Indonesia dan analisis senyawa menggunakan 1H NMR dan 13C NMR dilakukan di Universiti Sains Malaysia. Analisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer dilakukan di School of Chemical and Food Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada sintesis senyawa adalah: alat-alat gelas, satu set alat refluks, hot plate stirrer, kertas saring Whatman No. 42, cawan petri, desikator, timbangan. Instrumen untuk karakterisasi senyawa yang disintesis adalah: spektrofotometer UV Carry Win UV 32, spektrofotometer IR Thermo Nicolet Avatar 360, 1H NMR , 13C NMR, dan CHNS microelemental analyzer.


(58)

37

Untuk uji aktifitas antikorosi digunakan mikropipet, kertas abrasif mulai dari grit 240, 360, 400, 500, 600 dan 800, alat pengukuran potensiodinamik EA466

Potentiostat, dan untuk mengetahui bentuk morfologi korosi logam secara kualitatif menggunakan mikroskop.

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah zat-zat kimia dengan kualitas GR (Grade Reagent) atau PA (Pro Analysis) yang terdiri dari: (C6H5)3SnCl, HCl, aseton, DMSO (CH3)2SO), berbagai asam klorobenzoat,

NaOH, metanol p.a, dan air HPLC.

C. Metode Penelitian

Prosedur untuk sintesis masing-masing senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat pada penelitian ini diadopsi dari prosedur yang dilakukan oleh Szorscik et al. (2002); Hadi et al. (2009).

1. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida [(C6H5)3SnOH]

Trifeniltimah(IV) klorida [(C6H5)3SnCl] dengan berat molekul 385,46 g/mol

sebanyak 0,03 mol (11,56 gram) direaksikan dengan 0,03 mol (1,20 gram) NaOH untuk mengganti ligan klor dengan hidroksida dalam 50 ml metanol p.a.,

selanjutnya endapan yang dihasilkan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42, lalu dicuci dengan akuabides dan metanol p.a. kemudian didiamkan di dalam desikator selama kurang lebih 2 minggu untuk menghasilkan (C6H5)3SnOH. Kristal (C6H5)3SnCl dan (C6H5)3SnOH dikarakterisasi dengan,


(59)

38

2. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat

Senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida (C6H5)3SnOH dengan berat molekul 367,02

g/mol sebanyak 1,10 gram direaksikan dengan 2-klorobenzoat dengan

perbandingan mol 1:1 dalam 30 mL metanol p.a. dan direfluks dengan variasi waktu 3, 4 dan 5 jam dengan pemanas pada suhu 60°C. Setelah reaksi sempurna, metanol p.a. diuapkan dan dikeringkan di dalam desikator selama kurang lebih 4 minggu sampai diperoleh kristal kering. Cara yang sama juga dilakukan pada sintesis trifeniltimah(IV) hidroksida dengan senyawa asam 3-klorobenzoat dan asam 4-klorobenzoat. Kristal hasil senyawa dengan rendemen tertinggi dari variasi waktu refluks tersebut siap untuk dikarakterisasi dengan dengan 1H NMR,

13

C NMR, spektrofotometer IR dan spektrofotometer UV. Analisis kandungan unsur C dan H dengan menggunakan alat microelemental analyzer.

3. Preparasi Baja Lunak

Preparasi baja lunak dilakukan dengan memotong plat dengan ukuran (2x1) cm dan mengamplas dengan kertas abrasif mulai dari grit 240, 360, 400, 500, 600 sampai dengan grit 800. Setelah permukaan baja lunak rata atau homogen selanjutnya mencuci dengan akuades, larutan HCl encer dan aseton secara berturut-turut.

4. Pembuatan Medium Korosif

Medium korosif dibuat dengan komposisi larutan DMSO 0,02 M, dan HCl 0,2 M (Rastogi et al., 2005, Rastogi et al., 2011). Pembuatan larutan tersebut


(60)

39

pelarutnya. Kedua larutan tersebut kemudian dicampurkan dengan perbandingan 1:1 kemudian dihomogenkan.

5. Pembuatan Larutan Antikorosi

Larutan antikorosi dibuat dengan melarutkan 0,01 gram zat baik senyawa awal, ligan maupun senyawa hasil sintesis dengan 5 ml DMSO p.a., yang kemudian diencerkan menggunakan air HPLC hingga volume larutan tepat 25 ml dan diperoleh larutan stok inhibitor dengan konsentrasi 400 mg/L. Pembuatan larutan dengan variasi konsentrasi inhibitor dilakukan dengan metode pengenceran meggunakan pelarut DMSO 5%. Variasi konsentrasi antikorosi 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L dibuat dari larutan stok antikorosi 400 mg/L secara berturut-turut sebanyak 1,25; 2,5; 3,75; 5 dan 6,25 mL yang diencerkan dalam labu 25 mL hingga tepat pada batas tera.

6. Pengaturan Pemindaian dengan Potensiostat

Pemindaian dilakukan dengan software Echem v2 1.8 pada menu bar Technique, liniear sweep. Batasan arus pada keseluruhan pemindaian adalah 100 mA. Hal ini disebabkan karena pada pemindaian anoda, menunjukan nilai arus yang sangat tinggi melebihi 50 mA sehingga dipilih rentang arus 100 mA untuk menghindari arus yang overflow sehingga akan mempengaruhi hasil pemindaian. Waktu pemindaian yang dibutuhkan untuk melakukan sekali pemindaian baik anoda maupun katoda adalah 200 s.


(61)

40

7. Pengujian Korosi

Aktivitas antikorosi beberapa senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat diukur dengan metode polarisasi potensiodinamik dengan ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ yang terdiri dari tiga elektroda, yaitu elektroda pembanding AgCl, elektroda bantu platina (Pt), dan elektroda kerja baja lunak. Preparasinya

dilakukan dengan membilas elektroda bantu dan elektroda acuan dengan akuades sebelum digunakan. Elektroda kerja dicuci menggunakan akuades, HCl 0,1 M dan aseton 1 M berturut-turut. Ketiga elektroda tersebut selanjutnya dirangkaikan pada sel elektrolisis yang telah diisi dengan 30 mL medium korosif tanpa inhibitor yang sebelumnya telah ditentukan pH-nya menggunakan pH meter, kemudian potensiostat dihidupkan. Setelah lampu pada potensiostat berwarna hijau, alat dihubungkan dengan komputer melalui kabel USB dan software E-chem v.2 1.8 dibuka dan pemindaian anoda diatur, selanjutnya ketiga elektroda tersebut dibiarkan berinteraksi dengan medium korosif selama 10 menit.

Setelah dibiarkan selama 10 menit, pemindaian dilakukan dengan memilih start pada potensiostat dan setelah 200 s diperoleh voltammogram hasil pemindaian yang menyatakan hubungan antara nilai beda potensial dan arus. Data yang didapatkan dari hasil pengujian dapat diperoleh dengan memilih seluruh voltammogram kemudian memilih menu edit pada menu bar, copy special, as text, calculated current, dan kemudian ok. Data tersebut dapat disalin pada software Microsoft Office Excel dengan memilih menu paste. Laju korosi berbagai variasi konsentrasi antikorosi juga dapat ditentukan dengan metode


(62)

41

pemindaian anoda dan katoda yang sama dengan perbandingan volume uji dari larutan antikorosi dan medium korosif sebesar 1:5.

8. Analisis Data

Setelah diperoleh data besarnya beda potensial dan arus, dilakukan analisis Tafel untuk menentukan besarnya logaritma normal dari nilai kerapatan arus (ln |J|) dengan overpotensial (ɳ) yang selanjutnya diekstrapolasi ke dalam bentuk grafik. Analisis Tafel dan pembuatan grafik dikerjakan pada Microsoft Office Excel. Pembuatan grafik dilakukan dengan memilih data ln |J| dan ɳ dari hasil

pemindaian anoda untuk masing masing pengujian, kemudian dipilih menu insert, charts, scatter kemudian memilih menu scatters with smoth lines and markes. Selanjutnya setelah data terplotkan dalam bentuk grafik, grafik dipindahkan dalam sheet baru untuk memudahkan kerja. Untuk laju selusur anoda, dipilih nilai ln|J| sebagai nilai absis dan ɳ sebagai ordinat pada pemindaian anoda, dan untuk laju selusur katoda dipilih nilai ln |J| pada pemindaian anoda sebagai absis dan ɳ sebagai ordinat pada pemindaian katoda dari masing-masing uji.

Langkah selanjutnya setelah diperoleh grafik antara laju selusur katoda dan anoda dari masing-masing pemindaian, ditentukan titik potong ln |J| kedua grafik

tersebut pada nilai ɳ = 0. Nilai ln |J| tersebut selanjutnya dieksponensialkan sehingga diperoleh nilai kerapatan arus korosi (Jcorr). Nilai kerapatan arus korosi selanjutnya dikalikan dengan luas permukaan elektroda kerja terukur untuk menentukan besarnya arus korosi (Icorr) sesuai dengan Persamaan 2.7.


(63)

42

Icorr = Jcorr x A (2.7)

Keterangan:

Icorr : Besaran arus korosi (mA) Jcorr : Kerapatan arus korosi (mA/cm2)

A : Luas permukaaan elektroda kerja terukur (cm2)

Dari nilai tersebut selanjutnya dapat ditentukan besarnya % proteksi antikorosi dan laju korosi menurut Persamaan 2.6.

9. Pengujian Morfologi Korosi pada Baja Lunak secara Kualitatif

Setelah melakukan perhitungan % proteksi inhibitor, maka akan diketahui antikorosi dengan tingkat proteksi terbaik. Kemudian larutan antikorosi pada konsentrasi tersebut diinteraksikan dengan baja yang telah dibersihkan selama 1 minggu. Selanjutnya baja yang telah diinteraksikan dipisahkan dari larutan uji dan dan dikeringkan. Baja tersebut selanjutnya diamati permukaannya dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400-100 kali, kemudian

dibandingkan dengan baja yang diinteraksikan dengan medium korosif tanpa antikorosi sehingga diperoleh perbandingan kondisi permukaan baja.


(64)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-3-klorobenzoat telah berhasil dilakukan dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV, 1H dan 13C dan mikroanalisis unsur menggunakan microelemental analyzer menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis adalah murni. Rendemen masing-masing senyawa sebesar 82,44; 82,87; dan 98,08%.

2. Senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat yang diuji aktifitas antikorosi pada baja lunak dengan metode potensiostat secara keseluruan menyebabkan kenaikan persen efisiensi inhibisi korosi.

3. Pada konsentrasi 100 mg/L, trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat mempunyai persen penghambatan yang lebih besar, kemudian posisi trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-3-klorobenzoat dengan persen masing masing adalah 61,55; 56,52; dan 51,35%.


(65)

98 .

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme proses penghambatan korosi pada baja lunak dengan senyawa-senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat, sehingga dapat dipastikan penghambatan senyawa ini dengan Fe pada baja melalui mekanisme penutupan permukaan baja oleh senyawa ini karena Sn yang lebih elektropositif karena pengaruh ligan, yang mampu menutupi logam Fe sehingga mampu menghambat laju korosi.


(66)

99

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. eDAQ Potentiostat 466 System (Model ER466). http://www.eDAQ.com/ diakses pada 3 Desember 2013.

Anonim. 2011. Standard Operating Procedure for Cyclic Voltammetry using the eDAQ Potentiostat and Electrochemical Analysis System.

http://www.eDAQ.com/ diakses pada 3 Desember 2013.

Anonim. 2012. Laporan Tahunan tahun 2012. Tahunan PT Timah Tbk. Jakarta. Anonim. 2014. Galeri Aneka Baja Besi. http://www.tokobesionline.com/diakses

pada 13 Mei 2014.

Alwi, S. Sarwito dan I.R. Kusuma. 2012. Analisa Teknis Dan Ekonomis Perubahan Sacrificial Anode Menjadi Impressed Current Cathodic Protection Untuk Meminimalisir Korosi Pada Lambung Kapal. Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Bhatti, M.H., S. Ali., F. Huma. and S. Shahzadi. 2005. Organotin(IV) Derivatives of N-Maleoylamino Acids: Their Synthesis and Structural Elucidation, Turk. J. Chem. 29, 463-476.

Blunden, S.J., P. A. Cusack and R. Hill. 1987. in The Industrial uses of tin Chemicals. The Royal Society of Chemistry. London.

Blunden, S.J. and R. Hill. 1987. in Surface Coating 1. Wilson, A.D., J.W Nicholson,. and H.J. Prosser. (Eds). Elsevier Applied Science Publisher, pp. 17 – 167.

Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jalil and A.A. Omachi. 1998. Syntheses and Antifungal Activity of some

organotin(IV)carboxylates. Metal-Based Drugs. 5 (4), 233 - 236.

Butarbutar, S. L. dan Febrianto. 2009. Pengujian Mesin eDAQ untuk Mengukur Laju Korosi. Sigma Epsilon. 13 (2): 54-58.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-3-klorobenzoat telah berhasil dilakukan dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, UV, 1H dan 13C dan mikroanalisis unsur menggunakan microelemental analyzer menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis adalah murni. Rendemen masing-masing senyawa sebesar 82,44; 82,87; dan 98,08%.

2. Senyawa trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat, trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat yang diuji aktifitas antikorosi pada baja lunak dengan metode potensiostat secara keseluruan menyebabkan kenaikan persen efisiensi inhibisi korosi.

3. Pada konsentrasi 100 mg/L, trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat mempunyai persen penghambatan yang lebih besar, kemudian posisi trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-3-klorobenzoat dengan persen masing masing adalah 61,55; 56,52; dan 51,35%.


(2)

. B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme proses penghambatan korosi pada baja lunak dengan senyawa-senyawa trifeniltimah(IV) klorobenzoat, sehingga dapat dipastikan penghambatan senyawa ini dengan Fe pada baja melalui mekanisme penutupan permukaan baja oleh senyawa ini karena Sn yang lebih elektropositif karena pengaruh ligan, yang mampu menutupi logam Fe sehingga mampu menghambat laju korosi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. eDAQ Potentiostat 466 System (Model ER466).

http://www.eDAQ.com/ diakses pada 3 Desember 2013.

Anonim. 2011. Standard Operating Procedure for Cyclic Voltammetry using the eDAQ Potentiostat and Electrochemical Analysis System.

http://www.eDAQ.com/ diakses pada 3 Desember 2013.

Anonim. 2012. Laporan Tahunan tahun 2012. Tahunan PT Timah Tbk. Jakarta. Anonim. 2014. Galeri Aneka Baja Besi. http://www.tokobesionline.com/diakses

pada 13 Mei 2014.

Alwi, S. Sarwito dan I.R. Kusuma. 2012. Analisa Teknis Dan Ekonomis Perubahan Sacrificial Anode Menjadi Impressed Current Cathodic Protection Untuk Meminimalisir Korosi Pada Lambung Kapal. Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Bhatti, M.H., S. Ali., F. Huma. and S. Shahzadi. 2005. Organotin(IV) Derivatives of N-Maleoylamino Acids: Their Synthesis and Structural Elucidation,

Turk. J. Chem. 29, 463-476.

Blunden, S.J., P. A. Cusack and R. Hill. 1987. in The Industrial uses of tin Chemicals. The Royal Society of Chemistry. London.

Blunden, S.J. and R. Hill. 1987. inSurface Coating 1. Wilson, A.D., J.W Nicholson,. and H.J. Prosser. (Eds). Elsevier Applied Science Publisher, pp. 17 – 167.

Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jalil and A.A. Omachi. 1998. Syntheses and Antifungal Activity of some

organotin(IV)carboxylates. Metal-Based Drugs. 5 (4), 233 - 236.

Butarbutar, S. L. dan Febrianto. 2009. Pengujian Mesin eDAQ untuk Mengukur Laju Korosi. Sigma Epsilon. 13 (2): 54-58.


(4)

Butarbutar, S. L. dan G.R. Sunaryo. 2011. Analisis Mekanisme Pengaruh

Inhibitor Siskem pada Material Baja Karbon. Prosiding Seminar Nasional ke-17 N Serta Fasilitas Nuklir. Yogyakarta. 01 Oktober 2011.

Caprette, D.R. 2007. Using a Caunting Chamber. Lab Guides. Rice University. Costech Analytical Technologies. 2011. Elemental Combiustion System CHNS.

http://costech analytical.com/. Diakses pada 10 Februari 2013.

Cotton, F.A. and G. Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan oleh S. Suharto. UI Press. Jakarta.

Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. e-USU Repository. Medan. Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.

Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fadli. 2012. Studi Laju Korosi Baja API 5L GRB N didalam Larutan Asam Sulfat 1M dengan Penambahan Inhibitor Aniline-4-Sulfonate.(Tesis)

FMIPA UI. 2012.

Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1996. Kimia Organik Dasar Jilid 2.

Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta. 523 hlm. Fontana, M.G. 1986. Corrosion Engineering, Third Edition. McGraw Hill Book Company. New York.

Greenwood, N.N., and A. Earnshaw, 1990, Chemieder Elemente, Willey-VCH Verlags gesellschaft mbH, Weinheim.

Hadi, S., M. Rilyanti. and Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate Compounds. Modern Applied Science. 3 (2), 12-17.

Hadi, S., and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and in vitro anticancer activity of some organotin(IV) benzoate compounds. Oriental Journal of Chemistry. 26 (3): 775-779.

Hadi, S., H, Afriani., W.D. Anggraini., H.I. Qudus., and T. Suhartati. 2015. The Synthesis and Potency Study of Some Dibutyltin(IV) Dinitrobenzoate Compounds as Corrosion Inhibitor for Mild Steel HRP in DMSO-HCl Solution. Asian Journal of Chemistry, 27 (4), 1509-1512.

Halimatuddahliana, 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia, USU, Sumatera Utara.


(5)

Lesbani, A., 2008. Sintesis dan Karakterisasi Struktur Kristal Ion

[Cr3O(OOCC6H5)6(H2O)3]4[α-SiW12O40]⋅10H2O⋅8CH3COCH3. Jurnal matematika dan Sains, Juni 2008, VOL.13: 60-65.

Lesbani, A., R. Mohadi., dan N. Hidayati. 2012 Sintetesis dan Karakterisasi Senyawa Oksotrinuklir [Ru2Co(O)(OOCCH3)6(C5H5N)3](ClO4 Jurnal

Kimia 6 (2), Juli 2012 : 110-114.

Mulyono, H.A.M. 2006. Kamus kimia. bumiaksara. Bandung. 2006. 505 hlm. NACE TM-0169-76, Standart Test Method Laboratory Corrosion Testing of

metals the Process Industries Item No.5300. Reprinted May 1992.

Pellerito, L. and L. Nagy. 2002. Organotin(IV)n+ Complexes Formed with Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies, and Some Biological Aspects, Coord. Chem. Rev. 224: 111 – 150.

Permana, A dan Darminto. 2012. Fabrikasi Polianilin-TiO2 dan Aplikasinya sebagai Pelindung Anti Korosi pada Lingkungan Statis, Dinamis dan Atmosferik. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 18 (I): 120106-1-120106-4.

Rieger, H.P. 1992. Electrochemistry, 2nd ed. Chapman and Hall Inc. New York. 412-421.

Rahmani, B. 2011. Kimia Fisika. Analis Kimia. Makassar.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2005. Organotin Dithiohydrazodicarbonamides as Corrosion Inhibitors for Mild Steel Dimethyl Sulfoxide Containing HCl. Port. Electrochim. Acta. 22: 315– 332.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2011. Organotin

Dithiobiurets as Corrosion Inhibitors for Mild Steel-Dimethyl Sulfoxide Containing Hcl. Afr. J. of Pure Appl. Chem. 5(2): 19-33.

Saito, T. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Diterjemahkan dari versi bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar.Iwanami Publishing Company. 201 hlm.

Shahid, K., S. Ali., S. Shahzadi. and Z. Akhtar. 2003. Organotin(IV) Complexes on Aniline Derivaties Part-II-Synthesis and Spectroscopic Characterization of Organotin(IV) Derivatives of 2-[4-Bromoanailine)carboxyl]benzoic Acid, Turk. J. Chem. 27, 209-215.

Shriver, D.F., P.W. Atknis and T.L. Overtone. 2006, Inorganic Chemistry 4th Edition. Oxford University Press. UK.


(6)

Sigma-Aldrich. 2014. Safetey Data Sheet. Version 5.0 Revision Date 23.12.2010 Print Date 13.03.2014

Singh, R., P. Chaudary and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin

Compounds in Corrosion Inhibition. Rev. Inorg. Chem. 30 (4), 275 – 294.

Siregar, T. 2010. Laju Korosi dan Mekanisme Inhibisi Alumunium Murni Menggunakan Kalium dan Kalsium Stearat. Jurnal Kimia. 4 (2), 113-124. Sunarya, Y., C.L. Radiman., S. Achmad dan B. Bundjali. 2008. Pengaruh

Temperatur terhadap Mekanisme Inhibisi oleh Sistein pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan NaCl Jenuh CO2. Jurnal Matematika dan Sains UPI. 13 (3), 90-96.

Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy and E.T. Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms, J. Radioanal. Nucl. Chem. 252 (3): 523 – 530.

Takeuchi, Y. 2006. Buku Pengantar Kimia online. Penerjemah Ismunandar. Iwanami Publishing Company. 272 halaman.

Tayer, J. 1988. Organometallic Chemistry and Overview. VCH Publisher Inc/ United State. P 7, 12, 14.

Tiekink, E.R.T. 1991. Structural Chemistry of Organotin Carboxylates: a Review of the Crystallographic Literature, App. Organomet. Chem., 5, 1-30. United Nation Environment Program (UNEP). 2004. Tributyltin Tin Compounds.

Report by Rotterdam Convention on the Prior Informed, Consent Procedure for Certain Hazardous, Chemicals and Pesticides in International Trade Chemical Review Committee. UNEP, 27 pages.

Van Der Weij, F.W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation Catalysed by Organotin Compound. Journal Science Polymer Chemistry. 19 (2): 381-388.

Widharto, S. 1999. Karat dan Pencegahannya. Pradnya Paramita. Jakarta. 180 hlm.

Zaenil, A. dan Habil. Senyawa Baru Organologam Kalium 18-Mahkota-6 yang Mengandung Turunan Fluorenil sebagai Karbanion. Jurnal Kimia Indonesia. Vol. 1 (1): 39-46 hlm.