Pemetaan Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia spp) Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis

PEMETAAN SEBARAN DAUN SANG (Johannesteijsmannia spp) MENGGUNAKAN APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
SKRIPSI SITI HARIANTI MANURUNG 071201002/MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

PEMETAAN SEBARAN DAUN SANG (Johannesteijsmannia spp) MENGGUNAKAN APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
SKRIPSI
SITI HARIANTI MANURUNG 071201002/MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Universitas Sumatera Utara

2012 LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi


: Pemetaan Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia spp) Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis.
: Siti Harianti Manurung
: 071201002
: Manajemen Hutan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph. D) Ketua Komisi

(Kansih Sri Hartini, S. Hut, M.P) Anggota Komisi

Mengetahui ; Ketua Program Studi Kehutanan

(Siti Latifah, S.Hut, M. Si, Ph. D) NIP. 1971 0416 2001 122 001
Tanggal lulus :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
SITI HARIANTI MANURUNG, Pemetaan Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia spp) Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan KANSIH SRI HARTINI.

Daun Sang merupakan tumbuhan endemik di wilayah Sumatera. Tumbuhan ini hanya dapat ditemukan di dua tempat di Indonesia yaitu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dianggap penting untuk penyelamatan jenis Daun Sang. Analisis spasial dapat memberikan informasi yang penting dan akurat mengenai habitat Daun Sang keterkaitan Daun Sang terhadap komponen habitat tertentu, wilayah-wilayah yang mungkin dapat digunakan sebagai habitat Daun Sang, atau dapat juga untuk menduga populasi Daun Sang di suatu kawasan dan menampilkan informasi mengenai kondisi habitat pada waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan metode Transect Belt untuk pengambilan data dari lapangan dan metode tumpangtindih (overlay) untuk membuat peta sebaran Daun Sang.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran Daun Sang dan menduga tingkat kesesuaian habitat Daun Sang berdasarkan ketinggian tempat dan kelerengan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tersebar membentuk kelompok dan dominan tumbuh pada lahan yang miring (berlereng). Habitat Daun Sang dengan kesesuaian tinggi untuk tingkat kemiringan lereng (kelerengan) adalah > 45% (sangat curam) dan habitat dengan kesesuaian tinggi untuk tingkat ketinggian tempat adalah 60−110 m dpl. Kata kunci : Daun Sang, Analisis spasial, Habitat, Hutan Sekundur
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manyak Payed, Aceh Tamiang pada tanggal 9 Juli 1989, dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis merupakan anak dari Bapak Abdul Manap Manurung, BA yang bekerja sebagai PNS dan Ibu Zuraidah Napitupulu sebagai ibu rumah tangga. Penulis memulai pendidikan di bangku pendidikan sekolah SDN 02 Petang Lubang Buaya, Cakung Jakarta Timur dan Tamat di SD Negeri 1 Tualang Cut di Aceh Tamiang pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Manyak Payed, SLTPN 18 MEDAN dan tamat di SLTPN 1 DOLOK MASIHUL, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MAN DOLOK MASIHUL dan tamat pada tahun 2007. Pada Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK.
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi kepecintaalaman PARINTAL FP-USU (Putra Putri Pecinta Alam dan Lingkungan) tergabung dalam MAPALASU (Mahasiswa Pecinta Alam Sumatera Utara) dan merupakan anggota HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva).
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juni tahun 2009 di Hutan Mangrove Pulau Sembilan dan Aras Napal Kec. Pangkalan Susu, Kab. Langkat. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Unit III Jawa Barat dan Banten di KPH Cianjur pada tanggal 25 Juni samapai dengan 25 Juli 2012.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Pemetaan Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia Spp) Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis”. Penyusunan hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Kansih Sri Hartini, S.Hut, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan, bimbingan dan masukan dalam pembuatan laporan hasil penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua, teman-teman dan pihakpihak serta instansi terkait yang telah membantu dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2012
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI


Hal. KATA PENGANTAR. .................................................................................... i

DAFTAR TABEL............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR. ...................................................................................... v

PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................ Rumusan Masalah................................................................................... Tujuan Penelitian.................................................................................... Hipotesis Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian..................................................................................

1 3 4 4 4

TINJAUAN PUSTAKA Daun Sang............................................................................................... 5 Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Daun Sang ........................ 7 Peraturan Perundangan Tanaman Endemik ........................................... 8 Taman Nasional Gunung Leuser ............................................................ 9 Kawasan Sekundur ................................................................................. 10 Pemetaan dalam Perencanaan Hutan ...................................................... 11 Sistem Informasi Geografis .................................................................... 12 Perangkat Lunak SIG.............................................................................. 15 Kondisi Umum ........................................................................................ 16 Aksebilitas ....................................................................................... 19 Topografi ........................................................................................ 20 Flora dan Fauna ............................................................................... 20 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan. ...................... 21

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat.................................................................................. 23 Bahan dan Alat ....................................................................................... 23 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 24 Teknik Pengambilan Data ...................................................................... 25 Prosedur Penelitian ................................................................................. 26 Input Data ke Sistem Informasi Geografis ............................................. 26 Penggabungan Data Sebaran dengan Peta.............................................. 27 Analisis Data........................................................................................... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Habitat Daun Sang di Kawasan Sekundur............... 30 Sebaran Daun Sang berdasarkan Ketinggian Tempat ............................ 32

Universitas Sumatera Utara

Sekundur Kecil ....................................................................................... 34 Sekundur Besar...................................................................................... 35 Kemiringan lereng .................................................................................. 35 Sebaran Daun Sang berdasarkan Kemiringan Lereng ............................ 36 Penutupan Lahan .................................................................................... 37 Pemetaan Sebaran Daun Sang ................................................................ 39 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 44 Saran ....................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45 LAMPIRAN..................................................................................................... 48
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Kondisi Aksebilitas (jalan) di Sekundur…. …………….……………….. 18 2. Kawasan Bekas Perambahan ………………….……….………………… 18 3. Peta Lokasi Penelitian ………………………………….………………… 23 4. Jalur (Transek)…….….……………………………….………………….. 26 5. Bagan Alur Pengolahan Data Spasial………………….…………………. 29 6. Jenis Daun Sang……….……………………………….…………………. 30 7. Morfologi Daun Sang……………………………….…………………… 31 8. Kegiatan Pengukuran Kemiringan Lereng di Lapangan. …………..……. 36 9. Kawasan Sekundur Besar yang Ditumbuhi Pakis-pakisan …………..….. 39 10. Sebaran Daun Sang di Sekundur Kecil ……..…….………...…………… 41 11. Sebaran Daun di Sekundur Besar.……..……………….………………… 42 12. Peta Sebaran Daun Sang di Hutan Sekundur …………………….……... 43
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Data Sekunder …………………………………………………………….... 24 2. Klasifikasi Kelas Lereng……………………………………………………. 26 3. Jenis dan Jumlah Daun Sang (Johannesteijsmannia spp.) yang
ditemukan dengan berbagai Ketinggian………………………................. 32
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
SITI HARIANTI MANURUNG, Pemetaan Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia spp) Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh SITI LATIFAH dan KANSIH SRI HARTINI.
Daun Sang merupakan tumbuhan endemik di wilayah Sumatera. Tumbuhan ini hanya dapat ditemukan di dua tempat di Indonesia yaitu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dianggap penting untuk penyelamatan jenis Daun Sang. Analisis spasial dapat memberikan informasi yang penting dan akurat mengenai habitat Daun Sang keterkaitan Daun Sang terhadap komponen habitat tertentu, wilayah-wilayah yang mungkin dapat digunakan sebagai habitat Daun Sang, atau dapat juga untuk menduga populasi Daun Sang di suatu kawasan dan menampilkan informasi mengenai kondisi habitat pada waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan metode Transect Belt untuk pengambilan data dari lapangan dan metode tumpangtindih (overlay) untuk membuat peta sebaran Daun Sang.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran Daun Sang dan menduga tingkat kesesuaian habitat Daun Sang berdasarkan ketinggian tempat dan kelerengan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tersebar membentuk kelompok dan dominan tumbuh pada lahan yang miring (berlereng). Habitat Daun Sang dengan kesesuaian tinggi untuk tingkat kemiringan lereng (kelerengan) adalah > 45% (sangat curam) dan habitat dengan kesesuaian tinggi untuk tingkat ketinggian tempat adalah 60−110 m dpl. Kata kunci : Daun Sang, Analisis spasial, Habitat, Hutan Sekundur
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan
yang sangat tinggi, diperkirakan tumbuhan tingginya (phanerogamae) saja mencapai 25.000-30.000 jenis. Kekayaan ini bertambah lagi dengan masuknya jenis-jenis dari manca negara. Namun demikian, keberadaannya di alam tidaklah selalu terjamin, mengingat ada beberapa faktor luar yang turut menentukan kelangsungan hidup suatu jenis. Misalnya adanya gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan hutan seperti pembukaan hutan untuk daerah perladangan, pertanian, industri, pemukiman, jalan dan sebagainya mengakibatkan berkurangnya jenis-jenis tumbuhan tertentu. Beberapa jenis mungkin telah hilang sebelum diketahui nama dan potensinya. Untuk menghindari terjadinya kepunahan suatu jenis maka diperlukan usaha-usaha konservasi (Mogea dan Witono, 2001).
Salo (Johannesteijsmannia altifrons) atau disebut juga “Daun Sang” merupakan tumbuhan endemik di wilayah Sumatera. Tumbuhan ini hanya dapat ditemukan di dua tempat di Indonesia yaitu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Gunung Leuser. Salo termasuk jenis tumbuhan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 dan merupakan jenis yang belum banyak diketahui potensinya. Pemanfaatannya sejauh ini digunakan oleh penduduk sekitar kawasan hutan sebagai material dinding dan atap pondok di ladang (Indriani dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Taman Nasional Gunung Leuser adalah salah satu lokasi dimana masih tersisa hutan alam yang masih asli di Pulau Sumatera. Keberadaan area tersebut dengan statusnya sebagai taman nasional telah mendukung kehidupan berbagai spesies hewan dan tumbuhan, beberapa diantaranya merupakan spesies-spesies langka. Caniago (2009) menambahkan bahwa Taman Nasional Gunung Leuser merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan. Sebagian besar kawasan ini didominir oleh ekosistem hutan Dipterocarpaceae dengan flora langka dan endemik (khas) Rafflesia atjehensis dan Johannesteijsmannia altifrons (pohon payung raksasa) dan Rizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar, langka dan dilindungi dengan diamater 1,5 meter. Taman Nasional Gunung Leuser juga kaya akan jenis fauna dan diperkirakan ada sekitar 89 jenis satwa yang tergolong langka dan dilindungi ada di sini di samping jenis satwa lainnya.
Meskipun TNGL telah memiliki status sebagai Kawasan Taman Nasional (berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.276/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 ), gangguan dan tekanan yang dialami oleh Taman Nasional Gunung Leuser diduga akan menurunkan kualitas habitat Daun Sang dan selanjutnya akan berakibat pada semakin kritisnya populasi Daun Sang khususnya di Kawasan Sekundur. Saat ini Taman Nasional Gunung Leuser mengalami banyak gangguan seperti adanya illegal logging (penebangan liar), perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman, perburuan liar, dsb. Semua gangguan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas suatu habitat tumbuhan atau hewan, terlebih bagi Daun Sang yang
Universitas Sumatera Utara

menuntut kondisi hutan yang baik dan memiliki kriteria tertentu untuk hidup dan berkembang.
Analisis spasial dapat memberikan informasi yang penting dan akurat mengenai habitat Daun Sang. Dengan melakukan analisis spasial akan diketahui keterkaitan Daun Sang terhadap komponen habitat tertentu, wilayah-wilayah yang mungkin dapat digunakan sebagai habitat Daun Sang, atau dapat juga untuk menduga populasi Daun Sang di suatu kawasan dan menampilkan informasi mengenai kondisi habitat pada waktu tertentu.
Selama ini belum banyak Informasi dan penelitian mengenai sebaran Daun Sang dan keberadaanya di alam, sehingga diperlukan penelitian untuk menduga tingkat kesesuaian habitat berdasarkan ketinggian tempat dan kelerengan serta memetakan sebaran Daun Sang pada kawasan hutan Sekundur dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian diharapkan menjadi sumber informasi untuk penyelamatan jenis Daun Sang.
Perumusan Masalah Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah belum banyak
informasi dan penelitian terkait dengan Daun Sang sehingga ekosistem dan keberadaanya di alam menjadi dianggap tidak penting bagi kehidupan. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pelestarian keberadaan Daun Sang yang dapat diidentifikasikan permasalahan dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana penyebaran Daun Sang berdasarkan faktor ketinggian tempat dan kelerengan pada Kawasan Sekundur?
2. Bagaimana tingkat kesesuaian habitat Daun Sang berdasarkan faktor ketinggian tempat dan kelerengan di Kawasan Sekundur?
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Secara lebih spesifik tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Memetakan sebaran Daun Sang pada Kawasan Sekundur (TNGL) menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
2. Menduga tingkat kesesuaian habitat Daun Sang berdasarkan ketinggian tempat dan kemiringan lereng (kelerengan) pada Kawasan Sekundur.
Hipotesis Penelitian Diduga terdapat pengaruh faktor ketinggian tempat dan fakor kelerengan
terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan Daun Sang yang optimal.

Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Sumber informasi data pendukung mengenai keberadaan spesies Daun Sang yang digunakan dalam upaya konservasi terhadap Daun Sang (Johannesteijsmannia spp).
2. Dapat digunakan sebagai acuan pada pengambilan keputusan dalam perencanaan serta implementasi pengelolaan habitat Daun Sang pada ekosistem hutan alam.
3. Sebagai satu salah sumber informasi dalam pengembangan potensi Daun Sang untuk dibudidayakan di tempat dengan kesesuaian lahan dan ekologis tinggi.
4. Sebagai bahan pertimbangan instansi dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan dan melakukan upaya konservasi Daun Sang di kawasan yang berpotensi untuk pengembangan Daun Sang.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Daun Sang Daun Sang adalah termasuk keluarga Palmae, yang memiliki daun tunggal
ukuran besar mencapai 3 meter panjang dan lebar 1 meter. Karena ukuran dan daunnya yang kuat, masyarakat setempat dahulu memanfaatkan untuk atap rumah. Jenis ini termasuk tumbuhan yang tidak tahan kena sinar matahari langsung, lebih sering hidup dibawah naungan pepohonan. Hidup berkelompok membentuk rumpun namun penyebarannya sangat terbatas. Perkembangan jenis ini lebih banyak berasal dari dari anakan dari pada bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat dan bergigi (Dephut, 2011).
Johannesteijsmannia altifrons adalah jenis palem dengan nama lokal yaitu “Daun Payung” dan disebut “Daun Sang”. Ciri-ciri vegetatif yaitu mempunyai daun yang sangat lebar dan panjang, tingginya mencapai 6 meter, diameter pada pangkal mencapai 5- 12 cm, daunnya lebar berbentuk belah ketupat, daun agak tebal, tumbuh tunggal. Buahnya berbentuk tandan, berwarna coklat, berwarna hijau tua dan muda, permukaan kulit buah kasar, dan buah sangat keras apabila telah matang, tetapi daun bergelombang, pelepah daun tidak berduri, tetapi tepi pelepahnya ditumbuhi duri-duri (Siregar, 2011).
Seorang ahli ekologi hutan tropis Whitmore (1972) mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul “Palm of Malaya” bahwa hanya ada satu jenis saja dari marga Johannesteijsmannia di dunia yaitu, Johannesteijsmannia altifrons saja. Pada tahun yang sama John Dransfield, seorang ahli botani dari Inggris melakukan revisi kembali terhadap marga ini, ditemukan tiga jenis baru yang
Universitas Sumatera Utara

dibedakan berdasarkan karakter morfologinya yaitu Johannesteijsmannia parekensis yang hanya tumbuh di hutan tropis perak, Malaysia, dan J. magnifica, serta Johannesteijsmannia lanceolata yang tersebar di Selanggor dan Negeri Sembilan, Malaysia sedangkan Daun Sang Johannesteijsmannia altifrons penyebarannya lebih luas lagi di Semananjung Malaya, Serawak Barat dan Sumatera (Taman Nasional Gunung Leuser) (Priatna, 2001).
Salo ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di punggung bukit. Tingkat kemiringan lereng bukit yang menjadi lokasi tempat tumbuhnya Daun Sang memiliki kemiringan≥ 45%. Tinggi Salo pada saat kegiatan inventarisasi di lapangan memiliki ketinggian yang bervariasi yaitu antara 2 − 3,5 meter dari permukaan tanah. Salo memiliki karakteristik daun yang ukurannya panjang dan lebar serta kuat, karena daunnya tidak mudah robek, hal inilah yang menjadikan Salo banyak dimanfaatkan sebagai material bangunan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap beberapa individu Salo yang mewakili, diperoleh data ukuran panjang daun Salo antara 180–257 cm dengan lebar daun 56 – 98 cm (Indriani dkk., 2009).
Salo (Johannesteijsmannia altifrons) adalah salah satu jenis Palem langka di Sumatera, biasanya terjadi sangat lokal pada populasi kecil. habitat mikro Palem ini memiliki karakteristik sebagai berikut: Salo telah ditemukan pada ketinggian 85−175 mdpl dan sebagian besar didistribusikan pada ketinggian ≥110 mdpl dan tersebar pada lereng yang sangat curam dengan kemiringan >60% , pada jenis tanah Latosol atau tanah Paleudult dengan konsentrasi agak asam (pH 5,6−5,9) dan tinggi dari N dan K, cakupan kanopi > 70%, intensitas
Universitas Sumatera Utara

cahaya 13-19 lux, suhu udara 27 C, dan kelembaban relatif udara 84% (Qomar dkk., 2005).

Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Daun Sang Pemanfaatan Daun Sang oleh masyarakat Dusun Aras Napal secara
simultan dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pendapatan, persepsi, keikutsertaan dalam penyuluhan, pemahaman status Daun Sang, mata pencaharian dan lama bermukim, secara individual pemanfaatan Daun Sang dipengaruhi oleh variabel pendapatan, keikutsertaan dalam penyuluhan dan pemahaman masyarakat terhadap status Daun Sang. Pemahaman masyarakat terhadap status Daun Sang dapat mempengaruhi kegiatan pemanfaatan Daun Sang bahwa semakin rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap status Daun Sang, maka akan semakin besar kemungkinan dan peluang masyarakat tetap mengambil serta memanfaatkan Daun Sang, dikarenakan kurangnya pemahaman mereka terhadap peraturan perundangan mengenai tanaman langka dan dilindungi (Yuniati, 2011).
Pemanfaatan Daun Sang yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Aras Napal sejauh ini hanya memanfaatkan sebatas daunnya saja. Untuk membangun rumah yang beratapkan Daun Sang dengan ukuran rumah 6 x7 meter diperlukan 2100 lembar Daun Sang. Selain digunakan untuk atap dan dinding rumah, biasanya Daun Sang digunakan untuk kandang ternak, kamar mandi, dan gubuk di lading. Masyarakat yang lebih banyak memanfaatkan Daun Sang sebagai bahan kontruksi bangunan adalah Masyarakat Dusun Aras Napal Kiri yaitu sebanyak 6 rumah dan masyarakat Dusun Aras Napal Kanan hanya 2 rumah saja. Jenis Daun Sang yang sering digunakan oleh masyarakat adalah jenis Daun Sang Minyak,
Universitas Sumatera Utara

karena lebih awet dan jumlahnya lebih banyak serta mudah ditemui di sekitar Kawasan Hutan Sekundur daripada Daun Sang Gajah (Yuniati, 2011).
Karena ukuran dan daunnya yang kuat, masyarakat di Desa Aras Napal dekat hutan Sekundur memanfaatkan untuk atap dan dinding rumah. Biasanya daun yang dipakai masih hijau dan belum kering agar mudah dibentuk. Untuk dinding rumah, daun disusun melebar. Rumah atau gubuk yang terbuat dari Daun Sang biasanya bertahan hingga 5- 10 tahun, tergantung ketebalan susunan atap dan dindingnya (YLI, 2009).
Peraturan Perundangan Kebijakan pemerintah yang terkait dengan upaya perlindungan tumbuhan
endemik dan langka yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang: pengawetan jenis tumbuhan dan satwa pada pasal 5 ayat 1 (a, b dan c) dan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya pada pasal 8 ayat 1-4. Pasal 5 ayat 1 (a, b dan c) berbunyi bahwa “Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria: a. mempunyai populasi yang kecil b. adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam c. daerah penyebaran yang terbatas (endemik).
Kemudian pada pasal 6 bahwa suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga jenis yang bersangkutan tidak lagi termasuk kategori jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara

Pasal 8 ayat 1 s.d ayat 4 berbunyi bahwa : 1. Pengawetan Jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di dalam habitatnya (in situ). 2. Dalam mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan kegiatan pengelolaan di luar habitatnya (ex situ) untuk menambah dan memulihkan populasi. 3. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan : 1. Identifikasi: 2. Inventarisasi; 3. Pemantauan; 4. Pembinaan habitat dan populasinya; 5. Penyelamatan jenis; 6. Pengkajian, penelitian dan pengembangan. 4. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex- situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan : 1. Pemeliharaan; 2. Pengembangbiakan; 3. Pengkajian, penelitian dan pengembangan; 4. Rehabilitasi satwa; 5. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa.
Taman Nasional Gunung Leuser Cagar Biosfer Gunung Leuser mempunyai keanekaragaman jenis yang
sangat tinggi yang tersebar di Ekosistem Hutan Dataran Rendah
Universitas Sumatera Utara

Dipterocarpaceae sampai hutan pegunungan tinggi. Tidak kurang dari 3.200 jenis tumbuhan telah teridentifikasi diantaranya adalah suku Dipterocarpaceae. Banyak jenis dari Dipterocarpaceae yang berpotensi untuk bahan industri, kerajinan, obat dan kosmetik. Jenis tumbuhan langka yang terdapat di area inti ini adalah Johannesteijsmannia altifrons dan 3 jenis bunga Rafflesia yaitu Rafflesia arnoldi, R. micropylora, R. rocbussenii dari 15 jenis yang ada di dunia (Mogea, 2004).
Kawasan hutan Aras Napal termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Seksi Besitang dan Resort Sei Betung. Kawasan hutan di Aras Napal termasuk pada tipe hutan dataran rendah dengan ketinggian antara 75-100 mdpl. Topografi kawasan umumnya dataran landai hingga perbukitan yang landai hingga curam. Iklim di kawasan ini sangat basah tanpa bulan kering. Di kawasan TNGL Aras Napal dijumpai hutan primer dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baik flora maupun fauna. Di hutan tropis ini hidup spesies satwa langka yaitu Orang Utan (Pongo pigmeus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan beberapa satwa yang masuk ke dalam kategori satwa dilindungi seperti Kedih (Presbytis thomasi) dan Rangkong (Buheros rhinoceros). Terdapat beberapa spesies flora Endemik yang hanya ditemukan di hutan Sekundur dekat dengan Aras Napal yakni Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons) (Thoha, 2009).
Kawasan Sekundur Hutan Dataran rendah Sekundur adalah bekas HPH milik PT. Raja Garuda

Mas pada tahun 1970, sehingga permukaan tanah telah mengalami perubahan akibat adanya aktivitas logging. Kedalaman serasah berkisar anatara 1-9,5 cm. Kedalaman 1 cm umumnya terdapat pada areal bekas logging atau jalan,
Universitas Sumatera Utara

sedangkan kedalaman yang tertinggi terdapat pada areal lembah. Daerah bekas jalan logging sampai sekarang masih ditumbuhi oleh pakis jenis Resam, pada areal bekas jalan logging sama sekali tidak ditemukan tumbuhnya jenis Palem, bekas jalan logging kedalaman serasahnya sangat tipis (1 cm). Kawasan Sekundur masuk ke dalam hutan dataran rendah dengan ketinggian antara 30-100 m dpl. Kawasan Sekundur memiliki pH tanah 3, 67-5, 24 dan kemiringan lapangan 0% (datar) - 75% (sangat curam). Hampir semua jenis Palem ditemukan disetiap kelerengan, pH tanah dan kedalaman serasah yang berbeda (Siregar, 2011).
Pemetaan dalam Perencanaan Hutan Sebagian besar pembangunan di Indonesia selama ini mengandalkan
sumber daya hayati, yang sangat bergantung pada keberadaan, potensi dan kelestarian keanekaragaman hayati. Dengan demikian keanekaragaman hayati adalah aset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa. Untuk mewujudkan potensi tersebut diperlukan strategi dan rencana aksi pengelolaan keanekaragaman hayati yang komprehensif, efektif dan partisipatif (IBSAP, 2003).
Perencanaan merupakan bagian penting dari siklus manajemen kualitas perencanaan, sangat ditentukan oleh kualitas data dan informasi, serta terkait dengan isu-isu strategis apa saja yang akan dimasukkan ke dalam salah satu tolak ukur kegiatan dalam perencanaan tersebut. Apabila isu-isu strategis tersebut belum dapat didokumentasi dan dianalisis maka sebenarnya banyak kegiatan yang kurang jelas, sehingga sebenarnya kurang atau tidak bermanfaat (Balai TNGL, 2006).
Untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi hutan dan kehutanan dilakukan inventarisasi hutan yang antara lain dipergunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara

dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber daya hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, penyusunan rencana kehutanan dan pengembangan sistem informasi. Guna mewujudkan keberadaan kawasan hutan dalam luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional ditempuh melalui proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, penetapan kawasan hutan (Dephut, 2006).
Sistem Informasi Geografis Secara harfiah, SIG dapat diartikan sebagai : ”suatu komponen yang terdiri
dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis”. Informasi spasial memakai lokasi dalam suatu sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Karenany*a SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya (CIFOR, 2011).
Sistem Informasi Geografis (SIG) pada dasarnya adalah sistem informasi berbasis komputer dengan memakai data digital berujuk apada lokasi geografis di muka bumi, dan di banyak Negara dinamakan dengan istilah Goe-informatika yang kemudian disingkat menjadi Geomatika, yang menggambarkan informasi kebumian yang diproses dengan komputer. Kanada pula yang mencetuskan pertama kali istilah Geomatika atau Geomatique (dalam bahasa Perancis), yang
Universitas Sumatera Utara

kini oleh International Standards Organization (ISO) dibakukan sebagai profesi yang terkait dengan pengumpulan, pemrosesan penyimpanan, penyebaran, analisis dan presentasi data spasial atau informasi geografis. Di Indonesia pada saat ini, Sistem Informasi Geografis (baik perangkat lunak, perangkat keras, maupun aplikasi-aplikasinya) telah dikenal sebagai secara luas sebagai alat bantu untuk (proses) pengambilan keputusan (Prahasta, 2002).
Sistem informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu obyek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi. Pada dasarnya SIG dapat dirinci menjadi beberapa subsistem yang saling berkaitan yang mencakup input data, manajemen data pemrosesan atau analisis data, pelaporan (output) dan hasil analisa (Ekadinata dkk., 2008).
Data Geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial merepresentasikan posisi atau lokasi geografis dari suatu obyek di permukaan bumi, sedangkan data atribut memberikan deskripsi atau penjelasan dari suatu objek. Data atribut dapat berupa informasi numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan dan sensus, dan lain-lain. Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survey lapangan, pengukuran theodolit, pengukuran dengan menggunakan Global Positioning Systems (GPS) (Ekadinata dkk., 2008).
Universitas Sumatera Utara


Sub sistem input terdiri atas data spasial dan data non spasial, dimana data spasial berupa data koordinat XY dalam bentuk titik (point), garis (line), area (polygon). Sub sistem pemrosesan data terdiri dari overlay (tumpang susun peta), pengkaitan data atribut ke dalam data grafis, interpolasi, transformasi, pembuatan peta jarak, dan lain-lain. Pada sub sistem output data berupa hasil cetak warna, peta digital, data tabular (P3TISDA BPPT, 2002).
Kebutuhan informasi yang cepat, tepat dan layak sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi informasi spasial yang menghasilkan data digital yang dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dari suatu wilayah, serta mengilustrasikan potensi kerusakan lahan yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam pengelolaan sumber daya lahan secara berkelanjutan (Wiroseodarmo, 2007).
Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografis (SIG). Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis Sistem Informasi Geografis. Dalam perkembangannya data-data SIG juga berguna dalam pengolahan data penginderaan jauh. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan SIG. Pengelolaan data penginderaan jauh dengan memanfaatkan SIG diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga dapat segera digunakan untuk keperluan analisis dan manipulasi (As-Syakur, 2009).
Sebagai suatu perangkat analisis ruang, SIG dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan berbagai analisis. Berbagai kemampuan analisis
Universitas Sumatera Utara

standar yang dimiliki perangkat lunak SIG adalah analisis query untuk memilah objek menurut kriteria tertentu, analisis pertampalan (overlay) untuk mengetahui daerah yang diliput oleh dua karakteristik dari tema yang berbeda, analisis sebaran/distribusi dari suatu objek untuk mengetahui variasi pola dan jumlah atribut terhadap ruang, analisis aliran didalam suatu jaringan untuk menganalisis pola aliran dan analisis tiga dimensi. Dengan kemampuan tersebut, sehingga SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang kegiatan yang menyangkut analisis objek geografis. Banyak studi telah dilakukan baik oleh perguruan tinggi maupun lembaga riset untuk menguji kemampuan SIG diberbagai bidang seperti pertanian, kehutanan, dan pengembangan wilayah menggambarkan aplikasi SIG pada tahap eksperimental (Prabawasari, 2003).
Data yang diperoleh dari teknologi PJ yang dicek di lapangan digunakan sebagai masukan bagi Sistem Informasi Geografis (SIG) selanjutnya diproses dan dianalisa sehingga diperoleh peta ketinggian tempat, topografi dan kemiringan lereng. SIG sangat diperlukan un tuk membantu keterbatasan dana, waktu dan tenaga kerja namun diperoleh akurasi tinggi secara mudah, cepat dan murah setiap waktu (Harjadi dkk., 2007).
Perangkat Lunak SIG Arc View merupakan salah satu perangkat lunak desktop Sistem Informasi
Geografis dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh ESRI. Dengan Arc View, pengguna dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab query (baik basis data spasial maupun non-spasial), menganalisis data geografis, dan sebagainya (Prahasta, 2009).
Universitas Sumatera Utara

Arc View memiliki tampilan yang lebih menarik, inetraktif, memiliki tingkat kemudahan yang tinggi hingga lebih terkenal dan sering digunakan pada dewasa ini. Pada saat ini Arc View telah dikembangkan lebih lanjut hingga mencapai bidang-bidang yang sebelumnya tidak terbayangkan. Pengembangan Arc View lanjut ini banyak disediakan dalam bentuk modul-modul tambahan atau extension untuk kebutuhan-kebutuhan aplikasi-aplikasi khusus. Modul-modul tersebut diantaranya adalah 3D Analyst, Image Analyst, Business Analyst dan Network Analyst (Prahasta, 2002).
Salah satu kelebihan Arc View adalah berhubungan dan bekerja dengan bantuan extensions. Extensions (dalam konteks perangkat lunak Arc View) merupakan suatu perangkat lunak yang bersifat “plug in” dan dapat diaktifkan ketika penggunanya memerlukan kemampuan fungsionalitas tambahan (Prahasta , 2004)
Dalam perangkat lunak Arc View, model 3 dimensi ini disediakan dalam bentuk modul tambahan (extension) yaitu 3D Analyst yang memiliki kemampuankemampuan dalam membuat kontur 3 dimensi, menintegrasikan data dari perangkat lunak sistem CAD, melakukan analisis statistik 3 dimensi, membuat model permukaan 3 dimensi dari data-data atribut, melakukan permodelan unsurunsur permukaan bumi sebenarnya seperti bangunan, sungai, lembah, gunung, dan sebagainya, melakukan overlay tampilan 3 dimensi dengan peta tematik atau citra tertentu (Prahasta, 2002).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan posisi geografis letak Kawasan Sekundur yang menjadi lokasi
penelitian adalah 03̊ 94’- 03̊ 95’ Lintang Utara dan 98̊ 08’ - 98̊ 09’ Bujur Timur.
Universitas Sumatera Utara


Daerah penelitian Kawasan Sekundur memiliki topografi datar (0 - 10 %) sampai sangat curam (≥ 40%).
Kawasan Sekundur memiliki luas 79.500 ha dan merupakan salah satu wilayah gabungan Resort Sei Betung. Resort Sei Betung berada di Kabupaten Langkat, Kecamatan Besitang. Desa-desa yang berdampingan dengan resort tersebut adalah Desa Halaban, Desa Bukit Selamat dan desa Bukit Mas. Besitang dapat dicapai dari Medan ± 3 jam kearah perbatasan Sumatera Utara dan Aceh, selanjutnya ke lokasi diperlukan waktu ± 1,5 jam menuju Dusun Aras Napal (daerah Sekundur) (Dephut, 2011).
Hutan alami TNGL Sei Betung memiliki topografi datar dan berbukit, dan sebagian terdapat daerah yang curam. Vegetasinya masih alami, tumbuhan khas hutan tropis banyak dijumpai dalam kawasan ini khususnya suku Dipterocarpaceae. Begitu juga dengan keanekaragaman hayatinya juga masih dapat terlihat, tegakan dengan diameter 1-2 meter juga masih dapat dijumpai (Dephut, 2011).
Sungai Sei Betung mengalir di sisi sebelah utara hutan alami ini dan menjadi batas alam yang tidak bisa dipindahkan. Sementara untuk tapal batas dapat dilihat TN 62 di bagian Selatan yang langsung berbatasan dengan jalan perkebunan PT. Rapala. Pada bagian sebelah Barat hutan alami ini kita dapat melihat kondisi TNGL yang rusak yang ditumbuhi oleh Alang-alang (Imperata cilindrica), dan tumbuhan perdu sejenis Senggani, Marak Batu dan sebahagian lagi ditutupi oleh tumbuhan merambat yang biasa disebut oleh masyarakat sebagai tumbuhan Rambanan (OIC, 2010).
Universitas Sumatera Utara

(a) (b) Gambar 1. (a) Kondisi jalan setapak melewati sungai kecil (b) Kondisi jalan
melewati lembah Sekundur Di dalam kawasan hutan Sei Betung juga masih tersisa beberapa batang kayu berukuran besar yang mulai membusuk/terdekomposisi dan melapuk sisa akibat dari pengerusakan yang dilakukan oleh PT. Raja Garuda Mas (RGM) 30 tahun silam. Di dalam kawasan ini juga masih tersisa bekas jalan untuk pengangkutan kayu yang kini telah ditumbuhi oleh tumbuhan Paku Kawat (Pakis-pakisan) (OIC, 2010).
Gambar 2. Kawasan bekas perambahan yang ditumbuhi Pakis-pakisan Berbagai tekanan yang mengancam TNGL dan kelestariannya seperti :
penebangan liar (Illegal logging), perambahan dan konversi hutan untuk pertanian
Universitas Sumatera Utara

atau fungsi kawasan lainnya, konflik dengan masyarakat serta perburuan satwa liar pada kawasan TNGL merupakan bentuk ancaman utama yang terjadi. Hal tersebut terjadi dilatarbelakangi oleh berbagai alasan seperti faktor ekonomi, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum serta kebijakan-kebijakan yang mengabaikan fungsi TNGL (OIC, 2010).
Pada tahun 1998, penertiban perkebunan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan TNGL yang diklaim oleh PT. Rapala dan PT. Putri Hijau diperkarakan sampai ke pengadilan. Perkara tersebut dimenangkan oleh pihak BBTNGL dengan keputusan Pengadilan Negeri Langkat. Kedua perusahaan tersebut diminta untuk mengembalikan kawasan tersebut kepada pihak TNGL. Penumbangan Kelapa Sawit tersebut mulai dilakukan pada tahun 2006. Lokasi yang dilakukan penumbangan-penumbangan tersebut berubah menjadi lahan kritis tanpa ditutupi oleh vegetasi (OIC, 2010).
Aksebilitas (Jalan) Secara administratif, Aras Napal terletak di Desa Bukit Mas Kecamatan
Besitang. Daerah yang terletak sekitar 126 Km dari Medan ini memiliki luas daerah 242 ha, untuk menuju Aras Napal melewati perkebunan kelapa sawit dengan kondisi jalan kurang baik karena sebahagian sudah di aspal dan jalan yang terputus karena harus melewati Sungai Panti Buaya dengan menggunakan getek atau rakit dan kondisi jalan selanjutnya cukup buruk karena badan jalan masih tanah liat, bahkan pada musin penghujan sulit dilalui. Dusun ini terletak pada ketinggian tempat 38 mdpl (OIC,2010).
Jalan yang terdapat di Aras Napal, dusun yang dilalui menuju Hutan Sekundur jalan tanah liat dan sebahagian dengan perkerasan batu-batuan dan jalan
Universitas Sumatera Utara

setapak. Jalan dengan perkerasan batuan (lebar jalan ±2 m) merupakan daerah yang cukup terbuka dan biasanya digunakan untuk sarana transportasi kendaraan menuju ke dalam Taman Nasional. Sedangkan jalan setapak digunakan oleh manusia dengan berjalan kaki untuk mencapai lokasi-lokasi tertentu di dalam kawasan, seperti jembatan kanopi, plot-plot penelitian, pengamatan terhadap flora dan fauna, wisata alam, dan sebagainya (OIC, 2010).

Topografi Kawasan Sekundur berada pada ketinggian 40-100 mdpl. Kondisi
topografi Kawasan Sekundur sangat bervariasi mulai datar hingga sangat curam ( ≥40% ). Namun, sebagian besar kelerengan Kawasan Seku ndur adalah curam hingga sangat curam (lebih dari ≥ 25 %).
Flora dan Fauna Taman Nasional Gunung Leuser, memiliki penyebaran vegetasi hutan
yang komplit mulai dari vegetasi hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan pegunungan. Diperkirakan ada sekitar 3.500 jenis flora (Dephut, 2011).
Beberapa jenis flora yang ditemukan di Sekundur diantaranya adalah jenis Damar, Meranti Merah, Meranti Batu, Kruing, Bayur Batu, Bayur Biasa, Cempedak Hutan, Cengal Batu, Cengal Kuning, Damar Durian, Damar Kriting, Damar Laut, Geseng Batu, Geseng tanduk, Kerodak, Mayang Batu, Mayang Merah, Meranti Bunga, Meranti Gembung, Meranti Kulit Buaya, Meranti Kuning, Meranti Pasir, Pete, Redas, Tampu Besi, Tampu licin, Tampu Tapak Kuda, dan Tempinis.
Universitas Sumatera Utara

Daun Sang merupakan salah satu jenis endemik yang terdapat di Sekundur. Daun Sang termasuk dalam keluarga Palem (Arecaceae). Daun Sang memiliki ukuran raksasa yang ukuran daunnya mencapai 3 meter panjang dan lebar 1 meter. Hidup dengan baik di bawah naungan pepohonan dan mempunyai karakteristik tempat tumbuh tertentu untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Dephut, 2011).
Di kawasan ini juga kaya akan jenis Palem (Arecaceae). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Edy Batara Mulya pada tahun 2005 terdapat 31 spesies dari 12 Genus jenis Palem di Kawasan Sekundur.
Di dalam Kawasan Sekundur banyak terdapat jenis Mamalia seperti Siamang (Hylobates syndactilus), Kera (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestriana) dan Kedih (Presbytis thomasi) dan banyak terdapat jejakjejak satwa lainnya seperti Gajah (Elephas maximus) dan Babi Hutan (Dephut, 2011).
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Kawasan pemukiman yang berbatasan langsung dengan hutan Sekundur
adalah Dusun Aras Napal Desa Bukit Mas. Akses jalan setapak untuk masuk ke dalam Hutan Sekundur yang mudah, dapat dilalui melewati Dusun Aras Napal tersebut. Secara umum masyarakat Dusun Aras Napal merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari luar daerah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beraneka suku yang mendiami dusun tersebut. Dusun Aras Napal Kiri mayoritas dihuni oleh etnis Jawa, selain itu terdapat juga etnis Batak Toba, Batak Karo dan Melayu. Sedangkan Dusun Aras Napal Kanan mayoritas dihuni oleh etnis Batak Toba. Tingkat pendidikan masyarakat Dusun Aras Napal beragam yaitu mulai
Universitas Sumatera Utara

dari yang tidak bersekolah, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Sebagian besar masyarakat Aras Napal berprofesi sebagai petani. Kebun masyarakat ditanami dengan tanaman kakao, sawit dan tanaman semusim yaitu jagung, padi yang mendominasi lahan dusun yang berdekatan dengan hutan. Beberapa diantaranya yang mempunyai pekerjaan sampingan seperti berjualan dan beternak. Jumlah populasi di Dusun Aras Napal terdiri dari 120 kepala keluarga, yaitu untuk Dusun Aras Napal Kanan terdiri dari 59 KK dan Dusun Aras Napal Kiri terdiri dari 60 KK. Pada Desa Bukit Mas terdapat objek wisata yang bernama “Sikundur Indah” yang merupakan wisata panorama alam (Yuniati, 2011).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober - Februari 2012 dan
lokasi penelitian adalah Kawasan Hutan Sekundur di TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) pada Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : peta kawasan SPTN VI resort Sei Betung, peta kawasan TNGL, peta sungai Sei Betung, peta Kontur SUMUT, peta tutupan lahan SUMUT, peta kelerengen SUMUT dan tally sheet. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Perangkat komputer dengan
Universitas Sumatera Utara

aplikasi Arc View 3.3, Global Positioning System (GPS), Clinometer, kamera digital, kompas, pita ukur, tali rafia, dan alat tulis.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa :

1. Data Primer

Data primer merupakan data dikumpulkan langsung di lapangan. Data ini

diperoleh dengan mengambil titik sampel uji lapangan (ground check) yang akan

digunakan untuk titik sebaran Daun Sang.

Data-data yang diambil adalah:

a. Koordinat Daun Sang : sebaran Daun Sang dengan menggunakan GPS

b. Ketinggian Tempat : pengukuran ketinggian tempat diukur dengan

menggunakan GPS.

c. Kemiringan lereng : pengukuran kemiringan lereng dengan

menggunakan Clinometer.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah ada sebelumnya, yaitu data yang

dikeluarkan oleh instansi terkait, berupa hasil penelitian sebelumnya maupun

literatur pendukung lainnya. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Sekunder
No. Jenis Data 1. Peta Kawasan 2. Peta Kontur 3. Peta Sungai 4. Peta Tutupan Lahan
5. Peta Kelerengan

Sumber BBTNGL BBTNGL BBTNGL Dinas Kehutanan Prov. SUMUT Dinas Kehutanan Prov. SUMUT

Skala 1: 100.000 1: 100.000 1: 100.000 1: 100.000 1 : 100.000

Universitas Sumatera Utara

Teknik Pengambilan Data Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
Purposive Sampling berdasarkan terdapatnya Daun Sang pada kawasan Sekundur. Menurut Fauzi (2009) Purposive Sampling adalah yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciriciri spesifik.
Untuk menentukan sebaran populasi Daun Sang dan pengamatannya dilakukan dengan metode jalur (transek), yang penempatannya pada berbagai ketinggian yaitu metode Belt transect. Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi, dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topografi, dari tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan jarak antar transek pada intensitas yang dikehendaki. Pada penelitian ini Jalur (transek) yang dibuat mempunyai lebar berukuran 20 m (10 meter kanan-kiri) dan dengan panjang jalur 9000 meter dan Sekundur Kecil 5000 meter.
Pengambilan data sebaran Daun Sang diambil dengan metode sensus, dimana seluruh individu dalam transek diambil secara keseluruhan. Pada kawasan lebih dari 10 meter kanan-kiri jalur, titik sebaran Daun Sang tidak diambil (Gambar 13). Penempatan jalur adalah pada daerah dimana terdapat Daun Sang. Populasi yang diidentifikasi bersifat homogen yaitu hanya mengidentifikasi Daun Sang. Pencarian dilakukan dengan menelusuri jalan-jalan setapak yang ada
Universitas Sumatera Utara

di kawasan penelitian. Penelusuran diarahkan ke daerah-daerah yang telah diketahui keberadaan Daun Sang kemudian, dibuat jalur. Jalur untuk pengambilan koordinat Daun Sang yang diambil seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5.

10 m ke kanan

10 m ke kiri

Gambar 4. Ilustrasi Jalur (Transek) pengamatan

Pengklasifikasian kemiringan lapangan (kelerengan) sebaran Daun Sang

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Kelas Lereng

Kelas Lereng

Kelerengan (%)

Kategori

1 0–8 2 8 - 15 3 15 - 25 4 25 - 45 5 ≥ 45 Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980

Datar Landai Sedang Curam Sangat Curam

Prosedur