Persediaan akuntansi keuangan

Kelompok 2
Atma S
Asep Badru Salam
Badriah
Cyntia Rossa Rahmela
Desy Triwulan Zebua
Iis
Siti
Widia Tamarasani

Definisi Persediaan
Persediaan
merupakan
salah satu aset yang sangat
penting bagi suatu entilas
baik bagi perusahaan ritel,
manufaktur, jasa, mupun
entitas lainnya.

Klasifikasi persediaan
a) Menurut PSAK no.14 (2007)

Istilah persediaan dalam akuntansi ditujukan
untuk menyatakan suatu jumlah aktiva berwujud
yang memenuhi kriteria (PSAK : Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Indonesia No. 14) yang
menyatakan bahwa persediaan adalah aktiva:
a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal.
b) dalam proses produksi dan atau perjalanan atau
c) dalam bentuk bahan (atau perlengkapan) untuk
digunakan dalam proses produksi

b)  Menurut jenis perusahaan
Persediaan barang diklasifikasikan sesuai
dengan jenis usaha perusahaan tersebut.
Dalam perusahaan perdagangan persediaan
barang merupakan aktiva dalam bentuk siap
dijual kembali dan yang paling aktif dalam
operasi
usahanya.
Sedangkan

dalam
perusahaan pabrikasi atau manufaktur,
persediaan barang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : persediaan bahan baku,
barang dalam proses, dan barang jadi.

Cangkupan Barang dalam
Persediaan
Salah satu permasalahan yang sering kali
dihadapi oleh suatu entitas adalah terkait
dengan pengakuan kepemilikan atas
persediaan.
1. Kepemilikan Persediaan dalam Perjalanan
Persediaan
barang
dalam
perjalanan,meliputi pihak yang berhak
menerimapersediaan
a. FOB (Free on Board) shipping point.
b. FOB (Free on Board) destination point.


2. Barang-barang yang Dipisahkan
(Segregated Goods)
Kadang-kadang terjadi suatu kontrak
penjualan barang dalam jumlah besar
hingga pengirimannya tidak dapat dikirim
sekaligus. Barang-barang yang dipisahkan
tersendiri dengan maksud untuk
memenuhi kontrak-kontrak atau pesananpesanan walaupun belum dikirim, haknya
sudah berpindah kepada pembeli.

3.Barang Konsinyasi (Consignment Goods)
Dalam cara penjualan titipan, barang-barang yang
dititipkan untuk dijualkan (dikonsinyasikan) haknya
masih tetap pada yang menitipkan sampai barangbarang tersebut dijual. Sebelum barang-barang
tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak
yang menitipkan (consignor). Pihak yang menerima
titipan (consignee) tidak mempunyai hak atas
barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat
barang-barang tersebut sebagai persediaannya.

Apabila barang-barang itu sudah dijual maka yang
menerima titipan membuat laporan pada yang
menitipkan. Pada waktu menerima laporan, pihak
yang
menitipkan
mencatat
penjualan
dan
mengurangi persediaan barangnya.

4.Penjualan Angsuran (Installment
Sales)
Dalam penjualan angsuran, hak atas
barang tetap pada penjual sampai
seluruh harga jualnya dilunasi. Penjual
akan
melaporkan
barang-barang
tersebut
dalam

persediaannya
dikurangi jumla yang sudah dibayar.
Pembeli akan melaporkan barangbarang tersebut dalam persediannya
sejumlah yang sudah dibayarkannya.

Pengukuran Persdiaan
Biaya Persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian,
biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
a) Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli,
bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian
dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas
pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan,
dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
didistribusikan pada perolehan barang jadi, bahan
dan jasa. Diskon dagang, rabat dan hal lain yang
serupa dikurangkan dalam menentukan biaya
pembelian.


b) Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara
langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya
biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi
sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang
timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi.
Overhead produksi tetap adalah biaya produksi tidak
langsung yang relatif konstan, tanpa memerhatikan
volume produksi yang dihasilkan, seperti penyusutan
dan pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik, dan
biaya manajemen dan administrasi pabrik. Overhead
produksi variabel adalah biaya produksi tidak langsung
yang berubah secara langsung, atau hampir secara
langsung, mengikuti perubahan volume produksi,
seperti bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja
tidak langsung.

c) Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya
persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan

untuk memasukkan overhead
nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk
pelanggan tertentu sebagai
biaya persediaan.
Contoh biaya-biaya yang dikeluarkan dari biaya
persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode
terjadinya adalah:
• Jumlah pemborosan bahan, tenaga kerja, atau biaya
produksi lainnya yang tidak normal;
• Biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut
diperlukan dalam proses produksi sebelum
dilanjutkan pada tahap produksi berikutnya.

Sistem Pencatatan
Persediaan
a) Sistem periodik
Merupakan sistem pencatatan persediaan
dimana kuantitas persediaan ditentukan
secara periodik yaitu hanya pada saat
perhitungan fisik yang biasanya dilakukan

secara stock opname.
b) Sistem Perpetual
Merupakan sistem pencatatan persediaan
dimana pencatatan yang up-to-date terhadap
barang persediaan selalu dilakukan setiap
terjadi perubahan nilai persediaan.

Perbedaan pencatatan persediaan dengan
menggunakan sistem perpetual dan sistem
periodik dijelaskan sebagai berikut.
Sistem Persediaan Perpetual

Sistem Persediaan Periodik

Persediaan awal, 100 unit pada harga Rp. 6.000
Akun persediaan menunjukkan saldo
persediaan sebesar Rp. 600.000

Akun persediaan menunjukkan saldo persediaan
sebesar Rp. 600.000


 
Pembeliaan 900 unit pada harga Rp. 6.000
Persediaan
Utang Dagang
5.400.000
 

Rp. 5.400.000
Rp.

Pembelian

Rp. 5.400.000

Utang Dagang

Rp. 5.400.000

Penjualan 600 unit pada harga Rp. 12.000

Piutang Dagang
Penjualan
7.200.000
 
Beban Pokok Penjualan

Rp. 7.200.000
Rp.

Piutang Dagang

Rp. 7.200.000

Penjualan

Rp. 3.600.000

Rp. 7.200.000

Tidak ada


Persediaan
Rp.
3.600.000
Penjurnalan pada akhir periode, saldo akhir persediaan akhir persediaan 400 unit pada
harga Rp.6.000
Tidak ada
Persediaan (akhir)
Rp. 2.400.000
Beban pokok penjualan Rp. 3.600.000
Akun persediaan menunjukan saldo akhir
sebesar Rp. 2.400.000 (Rp. 600.000 + Rp.
5.400.000 – Rp. 3.600.000)

Pembelian

Rp. 5.400.000

Persediaan (awal)

Rp. 7.200.000

Terdapat tiga alternatif yang dapat
dipertimbangkan oleh suatu entitas
terkait dengan asumsi arus biaya,
yaitu : metode identifikasi khusus,
masuk pertama keluar pertama,
rata-rata tertimbang. Bagan asumsi
arus biaya dan sistem pencatatan
persediaan.

PT. Bangun Jaya merupakan perusahaan ritel
memiliki transaksi pembelian dan penjualan
produknya pada bulan Mei sebagai berikut :
Tanggal

1 Mei 2011
5 Mei 2011
12 Mei 2011
20 Mei 2011
30 Mei 2011

Pembelian

 
12.000 unit @ Rp. 3.000
14.000 unit @ Rp. 3.200
 
8.000 unit @ Rp. 3.300

Penjualan

15.000 unit
 

Saldo Unit
Persediaan
6.000 unit @ Rp.
2.800
18.000 unit
32.000 unit
17.000 unit
25.000 unit

Berdasarkan data di atas, maka dapat di hitung
jumlah persediaan akhir pada bulan Mei adalah
25.000 unit. Sedangkan nilai biaya barang yang
tersedia untuk dijual adalah sebesar Rp. 124.000.000
yang berasal dari penjumlahan persediaan awal dan
nilai pembelian [(6.000*2.800) + (12.000*3.000) +
(14.00*3.200) + (8.000*3.300)]. Dalam penentuan
nilai dari persediaan akhir sejumlah 25.000 unit
tersebut perusahaan menentukan harga man yang

• Metode Identifikasi Khusus
Contoh
PT. Bangun Jaya pada saat penjualan harus ditentukan
harga yang digunakan untuk masing-masing unit dalam
penjualan sbesar 15.000 unit tersebut. Dengan
demikian dapat diketahui harga untuk masimg-masing
unit dalam persediaan akhir. Apabila diasumsikan
bahwa dari persediaan akhir sejumlah 25.000 unit
terdiri atas 9.000 unit @ Rp. 3.000, 8.000 unit @ Rp.
3.200, dan 8.000 unit @ Rp. 3.300, maka perhitungan
nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT.
Bangun Jaya
menggunakan
metode
identifikasi
Tanggal dengan
Jumlah
Unit dan Unit Biaya
Total Biaya
5 Mei 2011
9.000 unit
@ Rp. 3.000
Rp.   27.000.000
khusus
dengan
sistem
periodic
maupun
perpectual
12 Mei 2011
8.000 unit
@ Rp. 3.200
Rp.   25.600.000
30 Mei
2011
8.000 unit
@ Rp. 3.300
Rp.   26.400.000
adalah
sebagai
berikut.
Persediaan akhir
25.000 unit
Rp.   79.000.000
Biaya barang yang tersedia untuk dijual
Dikurangi:persediaan akhir
Beban pokok penjualan

Rp. 124.000.000
Rp.  (79.000.000)
Rp.   45.000.000

• Metode Biaya Masuk Pertama
Keluar Pertama
Berdasarkan ilustrasi PT. BANGUN JAYA     ,
atas perhitungan nilai persediaan akhir dan
beban pokok PT.BANGUN JAYA dengan
menggunakan metode MPKP berdasarkan
sistem periodik adalah sebagai berikut :
Tanggal

05-Mei-11
12-Mei-11
30-Mei-11
persediaan akhir

Jumlah Unit dan Unit Biaya

3.000 unit
14.000 unit
8.000 unit
25.000 unit

biaya barang yang tersedia untuk dijual
dikurangi persediaan akhir
beban pokok penjualan

Rp. 3000
Rp. 3200
Rp. 3300

Total Biaya

Rp9.000.000
Rp44.800.000
Rp26.400.000
Rp80.200.000

Rp124.000.000
(Rp80.200.000)
Rp43.800.000

• Metode Rata-rata Tertimbang
Berdasarkan ilustrasi PT. BANGUN JAYA sebelumnya,
maka perhitungan nilai persediaan akhir dan harga
pokok penjualan PT. BANGUN JAYA dengan
menggunakan metode rata-rata berdasarkan sistem
Tanggal
Jumlah Unit dan Unit Biaya
Total Biaya
periodik adalah
sebagai
berikut
:
01-Mei-11
6000 Rp
Rp    16.800.000
       2.800
05-Mei-11

12000 Rp
       3.000

Rp    36.000.000

12-Mei-11

14000 Rp
       3.200

Rp    44.800.000

30-Mei-11

8000 Rp
       3.300

Rp    26.400.000

barang yang tersedia untuk
dijual
biaya rata-rata per unit

40000
124000000

Rp  124.000.000
Rp               3.100

40000
jumlah persediaan akhir

25.000 unit

nilai persediaan akhir

25.000 x Rp. 3.100

barang yang tersedia untuk dijual
nilai persediaan akhir
beban pokok penjualan

Rp    77.500.000
Rp  124.000.000
Rp    77.500.000
Rp    46.500.000

Berikut merupakan ilustrsi dari perhitungan nilai
persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT
bangun jaya dengan menggunakan metode ratarata berdasarkan sistem perpectual
Tanggal

Pembelian

penjualan

01-Mei-11
05-Mei-11
12-Mei-11

12000 @ Rp.
3000
14000 @ Rp.
3200

Rp  36.000.000
Rp  44.800.000
15000 @ Rp.
3050 Rp
45.750.000

20-Mei-11
30-Mei-11

8000 @ Rp.
3.300

Rp  26.400.000

saldo
6000 @ Rp.
2800
18000 @ Rp.
2933
32000 @ Rp.
3050
17000 @ Rp.
3050
25000 @ Rp.
3130

Rp  16.800.000
Rp  52.800.000
Rp  97.600.000

Rp  51.850.000
Rp  78.250.000

Nilai Realisasi Neto dan Penurunan
Nilai Persediaan
Sebagai ilustrasi misalnya PT. MERDEKA memiliki
barang persediaan belum jadi dengan nilai biaya
Rp. 9.500.000 dan harga jual Rp. 10.000.000. Untuk
menyelesaikan barang tersebut dibutuhkan biaya
sebesar Rp. 500.000 dan biaya penjualan Rp.
2.000.000.
nilai penjualan persediaan
Rp  10.000.000
Maka estimasi
perhitungan
NRV adalah sebagai
berikut :
dikurangi
biaya
penyelesaian
estimasi biaya penjualan
NRV
Nilai persediaan (NRV)
Biaya
Kerugian penurunan nilai
persediaan

Rp     500.000
Rp  2.000.000
Rp    2.500.000
Rp    7.500.000
Rp    7.500.000
Rp    9.500.000
Rp  (2.000.000)

Dengan menggunakan metode nilai terendah
antara biaya dan NRV maka entitas harus
melakukan pencatatan terkait dengan dampaknya
terhadap laba karena terdapat penyesuaian dalam
beban pokok penjualan yang tercatat. Terdapat 2
metode yang dipilih , yaitu metode beban pokok
penjualan dan metode kerugian.
Sebagai ilustrasi PT AKU mencatat nilai beban
pokok penjualan sebelum penyesuaian ke NRV
sebesar Rp. 95.000.000, sedangkan nilai saldo akhir
persediaan adalah sebesar Rp. 75.000.000,
berdasarkan nilai biaya dan Rp. 70.000.000
berdasarkan NRV.  Maka perbedaan pencatatan
metode beban pokok penjualan
metode kerugian
penyesuaian
antara
 kedua
metode
berikut adalah
penurunan nilai persediaan dari nilai biaya menjadi NRV
sebagai
berikut :
COGS
Rp. 5.000.000
Kerugian penurunan nilai persediaan   Rp. 5.000.000
    Persediaan   Rp. 5.000.000

    Persediaan
                                                            Rp. 5.000.000

PENGGUNAAN  METODE LAIN DALAM VALUASI
PERSEDIAAN
• Metode Laba Bruto
Metode ini menghitung persediaan dengan mengestimasikan jumlah
persediaan akhir berdasarkan nilai barang yang tersedia untuk dijual,
penjualan, dan presentasi laba bruto.
Sebagai ilustrasi :
PT Merdeka memiliki persedian awal sebesar Rp 15.000.000 dan
pembelian sebesar RP 60.000.000 yang keduanya pada nilai biaya.
Penjualan pada harga penjualan adalah sebesar Rp 90.000.000.
Margin perusahaan dari harga penjualan adalah sebesar 30%.
Berikut perhitungan persediaan berdasarkan metode laba bruto.
Persediaan awal (pada nilai biaya)                       
Rp15.000.000
Pembeliaan (pada nilai biaya)                           
Rp60.000.000
Barang tersedia untuk dijual  (pada nilai biaya)             Rp75.000.000
Penjualan (pada harga penjualan)    Rp90.000.000
Dikurangi harga neto (30% x Rp 90.000.000) Rp27.000.000
Penjualan (pada nilai biaya)                       
Rp63.000.000
Perkiraan nilai persediaan (pada nilai biaya)              Rp12.000.000

• Motode Ritel
Metode ini merupakan metode pengukuran nilai
persediaan dengan menggunakan rasio biaya untuk
menurunkan nilai persediaan akhir yang di nilai
berdasarkan nilai ritelnya menjadi nilai biaya. Metode
ini banyak dipakai oleh entitas perdagangan yang
memiliki banyak sekali jenis barang dengan nilai per
barangnya tidak besar seperti supermarket dan
departement store.
Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi
nilai persediaan untuk keperluan pelaporan keuangan
interim apabila perusahaan tidak melakukan stock
opname. Metode ini juga dapat digunakan dalam
asumsi arus biaya yang telah dijelaskan sebelumnya
yaitu MPKP atau biaya rata-rata.