PENERAPAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA HINDIA BELANDA PADA MASA PERGERAKAN BANGSA INDONESIA 1918-1946

(1)

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA HINDIA BELANDA PADA MASA PERGERAKAN BANGSA INDONESIA 1918-1946

Oleh: Rena Prasesti

0913033060

Kegagalan perlawanan-perlawanan yang dilakukan para pejuang dalam mengusir penjajah dengan cara kekerasan dan secara kedaerahan menyebabkan para tokoh nasionalis sadar dan mengubah pandangan kedaerahan menjadi bersifat nasional. Tokoh-tokoh nasional yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai, apabila ada persatuan dan kesatuan bangsa diperlukan suatu organisasi yang menghimpun dan mempersatukan rakyat dengan menyusun tenaga bersama-sama, melalui cara lain yang lebih maju yaitu mendirikan suatu organisasi secara modern yang kemudian dikenal dengan nama organisasi pergerakan nasional yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka lepas dari belenggu penjajahan. Aksi-aksi bangsa Indonesia melalui wadah-wadah pergerakan selalu mendapat tekanan dari Pemerintah Hindia Belanda, semakin keras pergerakan atau aksi yang dilakukan maka semakin ketat dan kejam tekanan yang datang dari Pemerintah Hindia Belanda.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan teknik pengumpulan data melalui teknik studi kepustakaan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan tahap reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.


(3)

dan untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat. Adanya penjajahan di negeri Indonesia memberikan perhatian bagi pahlawan bangsa ini untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Salah satu jalan yang ditempuh dalam penggerak kemerdekaan ini adalah melalui organisasi. Organisasi Indische Partij sebagai pelopor organisasi politik pergerakan lalu munculah Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat Indonesia dan Gabungan Politik Indonesia sebagai organisasi politik yang radikal masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946. Berbagai bentuk upaya yang dilakukan tokoh-tokoh pergerakan dalam organisasi politik saat itu menimbulkan reaksi tegas dari Pemerintah Hindia Belanda. Undang-Undang hukum pidana Hindia Belanda yang berisi pasal-pasal pidana berperan dalam menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan, dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Analisis Masalah ... 5

I.2.1 Identifikasi Masalah ... 5

I.2.2 Pembatasan Masalah ... 5

I.2.3 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Konsep Undang-Undang... 9

2.1.2 Konsep Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda ... 10

2.1.3 Konsep Pergerakan Bangsa Indonesia 1918-1946... 12

2.2 Kerangka Pikir ... 13

2.3 Paradigma ... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Yang Digunakan ... 16

3.1.1 Heuristik... 18

3.1.2 Kritik Sumber ... 18

3.1.3 Interpretasi ... 19

3.1.4 Historiografi ... 19

3.2 Variabel Penelitian ... 20

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 21

3.3.1 Teknik Kepustakaan ... 21

3.3.2 Teknik Dokumentasi ... 21

3.4 Teknik Analisis Data ... 22

3.4.1 Reduksi Data ... 23

3.4.2 Sajian Data ... 23


(8)

4.1.1.1 Masa Besluiten Regering (1814-1855) ... 30

4.1.1.2 Masa Regering Reglement (1855-1926) ... 31

4.1.1.3 Masa Indische Staatregeling (1926-1942)32 4.1.1.4 Zaman Pendudukan Jepang ... 33

4.1.1.5 Macam-Macam Pelanggaran dan Kejahatan ... 35

4.1.1.6 Tujuan Hukum Pidana ... 38

4.1.1.7 Peristiwa Pidana ... 39

4.1.2 Timbulnya Pergerakan Bangsa Indonesia ... 40

4.1.3 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Organisasi Politik Pada Masa Pergerakan Bangsa Indonesia 1918-1946 ... 46

4.1.3.1 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Perhimpunan Indonesia ... 46

4.1.3.2 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Tehadap Partai Komunis Indonesia ... 49

4.1.3.3 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Partai Nasional Indonesia ... 52

4.1.3.4 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Partai Indonesia Raya ... 56

4.1.3.5 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Gerakan Rakyat Indonesia ... 59

4.1.3.6 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda Terhadap Gabungan Politik Indonesia ... 61

4.2 Pembahasan Penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesi 1918-1946... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 berlakulah dualisme hukum di Indonesia, yaitu di samping berlakunya hukum Belanda kuno yang berazaskan hukum romawi yang dibawa masuk ke nusantara bersama kapal dagang Belanda pertama di bawah pimpinan Cornelis de Houtman yang disebut juga hukum kapal, di wilayah-wilayah nusantara secara turun temurun telah berlaku aturan hukum adat masing-masing komunitasnya. Jadi dengan masuknya hukum kapal Belanda dan diberlakukan di bandar-bandar perdagangan nusantara, bagi bangsa Indonesia berlaku atasnya dua tatanan hukum, yaitu hukum kapal Belanda dan hukum adat. Hukum kapal ini berlaku terus sampai beberapa tahun setelah berdirinya Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) tahun 1602.

Himpunan peraturan yang dibuat oleh VOC itu semuanya mencakup hukum privat dan hukum pidana. Untuk hukum privat terus berlaku sampai diberlakukannya kodifikasi hukum privat bagi orang Eropa tahun 1848. Adapun untuk peraturan pidananya berlaku terus sampai diberlakukannya Wetboek van Strafrecht voor de Eropeanen tahun 1866 tanggal 1 Januari 1867 bagi orang Eropa, sedangkan bagi bangsa Indonesia asli dan Timur


(10)

Asing berlaku terus sampai diberlakukannya Wetboek van Strafrecht pada tanggal 1 Januari 1873.

Masa Regering Reglement (1855-1926) dimulai yang diawali karena perubahan sistem pemerintahan di negeri Belanda, dari monarkhi konstitusional menjadi monarkhi parlementer. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan kekuasaan raja, karena parlemen mulai campur tangan dalam pemerintah dan perundang-undangan di wilayah jajahan negara Belanda (Daliyo, 2001:16)

Peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata ditetapkan raja, namun harus melalui mekanisme perundang-undangan tingkat parlemen. Peraturan dasar yang dibuat berdasarkan raja dan parlemen disebut peraturan pemerintah.

Usaha untuk melawan kekejaman pemerintah penjajah Belanda telah dilakukan oleh rakyat Indonesia, baik yang bersifat kedaerahan maupun kelompok-kelompok tertentu. Semua itu tidak membawa hasil yang menggembirakan, bahkan justru mendapat balasan yang lebih keras dari pemerintah penjajah.

Penguasaan Belanda atas wilayah Indonesia semakin kokoh. Belanda mendapatkan kembali tanah jajahannya dari Inggris berlandaskan Konvensi London tahun 1814. Sejak mulai direalisasikan penguasaan Belanda tahun 1816 di tanah jajahan itu timbul perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda Belanda (Susanto Tirtoprodjo, 1982:9). Bagi Belanda, para pejuang yang mengadakan perlawanan tersebut adalah pemberontak yang mengganggu keamanan dan harus diberantas, sedangkan bagi bangsa Indonesia para pejuang adalah pahlawan nasional yang telah berjuang melawan penindasan Hindia Belandais Belanda. Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa penderitaan dan kesengsaraan yang dialami rakyat selama


(11)

penjajahan Belanda disebabkan oleh timbulnya peperangan dan akibat dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda Belanda (Sartono Kartodirjo, 1992:15). Kegagalan perlawanan-perlawanan yang dilakukan para pejuang dalam mengusir penjajah dengan cara kekerasan dan secara kedaerahan menyebabkan para tokoh nasionalis sadar dan mengubah pandangan kedaerahan menjadi bersifat nasional. Tokoh-tokoh nasional yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai, apabila ada persatuan dan kesatuan bangsa diperlukan suatu organisasi yang menghimpun dan mempersatukan rakyat dengan menyusun tenaga bersama-sama, melalui cara lain yang lebih maju yaitu mendirikan suatu organisasi secara modern yang kemudian dikenal dengan nama organisasi pergerakan nasional yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka lepas dari belenggu penjajahan. Munculnya pergerakan nasional ditandai dengan berdirinya organisasi modern pertama Indonesia, yaitu organisasi Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian tanggal ini dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional. Budi Utomo didirikan oleh pemuda Soetomo dan pelajar STOVIA yang lainnya atas dorongan dan prakarsa Dr. Wahidin Sudirohoesodo (C.S.T. Kansil. 1984:16).

Masa pergerakan nasional yang diwujudkan dalam bentuk organisasi seperti Budi Utomo, kemudian menyusul dengan silih berganti organisasi-organisasi lain yang bergerak dalam bidang sosial budaya maupun yang bergerak mulai berorientasi dalam bidang politik, organisasi tersebut seperti Serekat Islam, Muhammadiyah, Indische Partij, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia serta yang lainnya. Berdirinya organisasi-organisasi tersebut tidak terlepas dari munculnya tokoh-tokoh pergerakan yang memimpin perjuangan


(12)

dalam memerangi kebodohan, menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara dalam usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut seperti, Dr. Soetomo, HOS Tjokroaminoto, Kh. Ahmad Dahlan, Dr. Tjipto Mangoenkoesomo, Douwess Dekker, Soewardi Soeryaningrat, Abdul Muis. Soekarno dan lain-lain.

Dr. Tjipto Mangoenkoesomo bersama Douwess Dekker dan Soewardi Soeryaningrat, yang dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai, tergabung dalam Indische Partij pada tahun 1912. Organisasi ini merupakan organisasi pertama bercorak politik. Kegiatan mereka yang dianggap mengacau keamanan menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menjatuhi hukuman buang ke negeri Belanda.

Setelah itu Tiga Serangkai berkumpul kembali dalam organisasi National Indische Partij (NIP). Pada akhirnya NIP dibubarkan pada tahun 1923. Kemudian Dr. Tjipto Mangoenkoesomo kembali mendapatkan sanksi dari pemerintah Belanda pada tahun 1927. Ia dijatuhi hukuman buang ke Banda Neira karena tuduhan terlibat dalam pemberontakan 1926-1927, tuduhan tersebut tidak lepas dari rasa kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda terhadapnya yang masih aktif dalam kegiatan politik.

Penyelesaian hukum terhadap pelaku oleh Pemerintah melalui langkah yuridis guna menyelesaikan masalah yang timbul sebagai akibat pemberontakan dan keradikalan dengan menggunakan hukum pidana Hindia Belanda bentukan Belanda, yang berlaku di wilayah Indonesia.


(13)

1.2 Analisis Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan oleh penulis di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Sejarah undang-undang hukum pidana di Indonesia.

2. Lingkungan kuasa berlakunya undang-undang hukum pidana Hindia Belanda.

3. Penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada rakyat Indonesia pada masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

4. Penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946. 1.2.2 Pembatasan Masalah

Mengingat terbatasnya kemampuan dan waktu dari penulis, maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini dibatasi pada:

“Penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946”.

1.2.3 Rumusan Masalah


(14)

Bagaimanakah penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah jawaban dari masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

“Untuk mengetahui penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946”.

1.4 Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, baik dalam penelitian skripsi terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah lokal ataupun dapat menambah sumber bacaan sejarah yang bersifat ilmiah. adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Meningkatkan wawasan, ilmu pengetahuan dan penambah informasi mengenai penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

1.4.2 Sebagai suplemen dalam mata pelajaran Sejarah di SMA kelas XI semester dua pada sub pokok bahasan Zaman Pergerakan Nasioanal.


(15)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, perlu sekali penulis berikan batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami isi karya tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah :

1.5.1 Objek penelitian, adalah sifat keadaan (attributes) dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpati-antipati, keadaan batin, disebut (orang), bisa pula berupa proses disebut (lembaga). Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

1.5.2 Subjek Penelitian, adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

1.5.3 Tempat Penelitian, lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan Universitas Lampung dan perpustakaan daerah, karena dalam bidang ilmu sejarah dibutuhkan resensi buku guna menunjang penyelesaian penelitian ini.


(16)

1.5.4 Waktu Penelitian, waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa berlangsung, penelitian ini berlangsung pada tahun 2013.

1.5.5 Bidang Ilmu, dalam penelitian ini peneliti mengambil bidang ilmu sejarah, karena disesuaikan dengan bidang ilmu peneliti yaitu pendidikan sejarah.


(17)

REFERENSI

J.B. Daliyo. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. Halaman 16.

Susanto Tirtoprodjo. 1982. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Pembangunan. Halaman 9.

Sartono Kartodirjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II. Jakarta: Gramedia. Halaman 15.

C.S.T. Kansil. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 16.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Undang-Undang

Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Menurut Koernimanto Soetopawiro dalam Wikipedia, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri, jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.

Undang-undang atau Konstitusi (bahasa Latin: constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara. Undang-undang pada umumnya bersifat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara. Dalam Wikipedia dinyatakan bahwa Undang-Undang adalah sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis. Undang- Undang dapat dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.


(19)

2.1.2 Konsep Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan, pemasangan, pemanfaatan, perihal mempraktikkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1180). Dalam Kamus Hukum dinyatakan bahwa:

Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat (negara), hukum mencakup undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, sebagai patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu (Kamus Hukum, 2005:167).

Pada prinsipnya hukum merupakan kenyataan dan pernyataan yang beraneka ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak seseorang dengan orang lain. Berdasarkan asumsi ini pada dasarnya hukum mengatur hubungan antara manusia di dalam masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip beraneka ragam pula. Oleh sebab itu setiap orang di dalam masyarakat wajib taat dan mematuhinya.

Hukum pidana yaitu hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum, dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan. Keistimewaan hukum pidana terletak pada daya paksanya yang berupa ancaman pidana sehingga memungkinkan hukum ini dipatuhi dan ditaati oleh tiap-tiap individu atau subjek hukum yang lain (Kamus Hukum, 2005:170).

Dalam kehidupan nyata bahwa sanksi pidana yang ada dalam hukum pidana merupakan salah satu penderitaan yang bersifat khusus, sebab pidana yang


(20)

diancamkan kepada calon pelanggar kaidah-kaidah yang bersanksi tadi, pasti dikenakan kepada pelanggar atau pelaku kejahatan yang dapat berupa pidana mati, pidana penjara, denda atau sanksi-sanksi lain yang telah ditentukan oleh kaidah-kaidah pidana sesuai dengan perkembangan pertumbuhan hukum.

Pada masa berlakunya Regeling Reglement 1855-1926, beberapa kodifikasi hukum pidana berhasil diundangkan, yaitu:

1 Wetboek van Strafrecht voor Europeanen atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana Eropa yang diundangkan dengan Staatblad No. 55 Tahun 1866.

2 Algemene Politie Strafreglement atau tambahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Eropa.

3 Wetboek van Strafrecht voor Inlander atau Kitab Undang-undang Hukum

Pidana Pribumi yang diundangkan denbgan Staatblad No. 85 Tahun 1872.

4 Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.

5 Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang diundangkan dengan Staatblad No. 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku 1 Januari 1918. (Anonim, dalam: http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/)

Penerapan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda merupakan perihal mempraktikkan keseluruhan peraturan hukum yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mempunyai sanksi pidana yang dikenakan


(21)

kepada mereka yang melanggar dan berlaku untuk daerah jajahan. Sistematika KUHP terdiri dari 3 buku dan 569 pasal. Perinciannya adalah sebagai berikut:

1.Buku Kesatu tentang Aturan Umum yang terdiri dari 9 bab 103 pasal, pasal 1-103.

2.Buku Kedua tentang Kejahatan yang terdiri dari 31 bab 385 pasal, pasal 104-488.

3.Buku Ketiga tentang Pelanggaran yang terdiri dari 9 bab 81 pasal, pasal 489-569.

2.1.3 Konsep Pergerakan Bangsa Indonesia 1918-1946

Menurut A.K. Pringgodigdo, bahwa pergerakan nasional adalah merupakan perjuangan yang dilakukan dengan organisasi secara modern kearah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada (A.K. Pringgodigdo, 1991:6).

Menurut Suhartoyo Harjosatoto, bahwa pergerakan nasional setidak-tidaknya memiliki dua pengertian, yaitu pertama mengacu kepada perubahan untuk menuju kepada suatu keadaan tertentu yang diinginkan. Pengertian lain adalah menunjukkan pada fakta-fakta proses perubahan tersebut (Suhartoyo Harjosatoto, 1985:32).


(22)

Istilah pergerakan mengandung pengertian yang khas berlainan dengan pengertian perjuangan yang dimaksud disini adalah perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dengan istilah nasional yang dimaksudkan untuk membatasi pembicaraan tentang pergerakan-pergerakan yang bercita-cita nasional yaitu cita-cita mencapai kemerdekaan (C.S.T. Kansil, 1984:26).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka pergerakan nasional atau pergerakan bangsa Indonesia merupakan segala usaha-usaha yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam rangka menginginkan adanya perubahan yang bersifat modern dalam bentuk wadah organisasi yang lebih maju yang telah terorganisir secara teratur, mempunyai asas dan tujuan, serta mempunyai ideologi baru yaitu menciptakan masyarakat maju yang bebas dari penindasan Hindia Belanda dan usaha untuk mencapai kemerdekaan. Pergerakan bangsa Indonesia timbul karena adanya gagasan untuk menghantarkan rakyat dan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dan membebaskan diri dari belenggu penjajahan.

2.2 Kerangka Pikir

Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang diundangkan dengan Staatblad No. 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku 1 Januari 1918 di Indonesia. Saat itu Indonesia berada dalam masa pergerakan nasional. Penerapan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda merupakan perihal mempraktikkan keseluruhan peraturan hukum yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mempunyai sanksi


(23)

pidana yang dikenakan kepada mereka yang melanggar dan berlaku untuk daerah jajahan.

Kegagalan perlawanan-perlawanan yang dilakukan para pejuang Indonesia dalam mengusir penjajah dengan cara kekerasan dan secara kedaerahan menyebabkan para tokoh nasionalis sadar dan mengubah pandangan kedaerahan menjadi bersifat nasional. Tokoh-tokoh pergerakan nasional yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai, apabila ada persatuan dan kesatuan bangsa diperlukan suatu organisasi yang menghimpun dan mempersatukan rakyat dengan menyusun tenaga bersama-sama, melalui cara lain yang lebih maju yaitu mendirikan suatu organisasi secara modern yang kemudian dikenal dengan nama organisasi pergerakan nasional yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka lepas dari belenggu penjajahan.

Aksi-aksi bangsa Indonesia melalui wadah-wadah pergerakan selalu mendapat tekanan dari Pemerintah Hindia Belanda terutama organisasi di bidang politik, semakin keras pergerakan atau aksi yang dilakukan maka semakin ketat dan kejam tekanan yang datang dari Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berusaha menghambat dan menghalang-halangi gerak usaha bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Hukum pidana Hindia Belanda berperan dalam penyelesaian hukum terhadap pelaku yang dianggap menghalangi pemerintahan Belanda dan melakukan tindak pidana di Indonesia.


(24)

2.3 Paradigma

= Garis Sebab = Garis Akibat

Organisasi Politik masa Pergerakan Bangsa Indonesia 1918-1946

Sikap Pemerintah Hindia Belanda Terhadap Upaya Organisasi Politik

dan Anggotanya Masa Pergerakan Bangsa Indonesia 1918-1946 Penerapan Undang-Undang Hukum

Pidana Hindia Belanda pada Masa Pergerakan Bangsa Indonesia


(25)

REFERENSI

Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Undang_Undang diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.

Deppenas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 1180

Dudarsono. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: PT.Rineka Cipta dan PT.Bina Adiaksa. Halaman 167

Ibid. Halaman 170.

Anonim, dalam http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/ diakses tanggal 6 Juni 2013 pukul 19.30 WIB.

A.K. Pringgodigdo. 1991. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Halaman 6.

Suhartoyo Hardjosatoto. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Liberti. Halaman 32.

C.S.T. Kansil. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 26.


(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode yang Digunakan

Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Sumadi Suryabrata, mengemukakan bahwa metode merupakan susunan pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi dari pandangan filsafatnya mengenai “pengetahuan yang benar” yang biasa dikupas dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Epistemologi (Sumadi Suryabrata, 2000:10).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan. Oleh karenanya, metode penelitian sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis, karena penelitian ini mengambil objek dari peristiwa- peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Menurut Louis Gottschalk, metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa


(27)

lalu (Louis Gottschalk, 1986:32). Selain itu para ahli juga mengatakan bahwa: Metode penelitian historis adalah suatu usaha untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik turun dari suatu status keadaam di masa lampau untuk memperoleh suatu generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang (Mohammad Nazir, 1988:56).

Menurut pendapat Louis Gottschalk yang dikutip Herimanto, menyatakan bahwa metode penelitian historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. data-data yang telah teruji dan dianalisis tersebut, tersusun menjadi sebuah kisah sejarah (Louis Gottschalk, 2009:61).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian historis adalah cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan menganalisis secara kritis peninggalan masa lampau berupa data dan fakta atau dokumen yang disusun secara sistematis, dari evaluasi yang objektif dari data yang berhubungan dengan kejadian masa lampau untuk memahami kejadian atau keadaan baik masa lalu maupun masa sekarang.

Dengan penelitian historis, peneliti berusaha menguji dan menganalisa kritis rekaman dan peninggalan masa lampau mengenai penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946. Oleh sebab itu, penelitian ini akan peneliti tempuh dengan melakukan prosedur penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah bagian yang saling berurutan, sehingga yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Adapun keempat langkah tersebut adalah sebagai berikut:

 Heuristik : Kegiatan menghimpun jejak masa lampau.


(28)

maupun isinya.

 Interpretasi : Menetapkan makna yang saling berhubungan dan fakta-fakta yang diperoleh.

 Historiografi : Menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah (Louis Gottschalk, 1983:36). 3.1.1 Heuristik (Pencarian sumber)

Heuristik merupakan kegiatan untuk mencari atau menghimpun data dan sumber-sumber sejarah atau bahan untuk bukti sejarah, seperti: dokumen, arsip, naskah, surat kabar maupun buku-buku referensi lain yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.

Pada tahap heuristik ini peneliti mencari literatur-literatur kepustakaan yaitu buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti mengenai penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946. Sumber-sumber yang diperoleh dengan riset kepustakaan berguna sebagai bahan pembanding, pelengkap, dan penganalisa guna memperdalam permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini peneliti mendapat literatur-literatur tersebut dari perpustakaan-perpustakaan diantaranya adalah perpustakaan daerah Bandar Lampung dan perpustakaan di lingkungan Universitas Lampung.

3.1.2 Kritik Sumber

Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melihat kembali apakah sumber itu sesuai atau tidak, apakah sumber itu asli atau turunan. Kritik sumber itu merupakan penerapan dari sejumlah aturan-aturan atau prinsip-prinsip untuk menguji kebenaran atau keaslian dari sumber-sumber


(29)

sejarah. Kritik sumber yang digunakan adalah kritik intern dan kritik ekstern. Dalam kritik intern yang peneliti lakukan adalah dengan mengadakan penilaian berdasarkan sumber itu sendiri, mambandingkan kesaksian dari berbagai sumber, sedangkan dalam kritik ekstern yang peneliti lakukan adalah dengan melihat kembali beberapa sumber misalnya dokumen apakah asli atau tidak.

3.1.3 Interpretasi

Interpretasi merupakan usaha untuk mewujudkan rangkaian data-data yang mempunyai kesesuaian satu sama lain dan bermakna. Interpretasi ini dilakukan untuk menentukan makna yang saling berhubungan antara data-data yang diperoleh. Pada tahap ini data-data yang diperoleh diseleksi, dimana peneliti berusaha menentukan data mana yang harus ditinggalkan dalam penelitian sejarah dan dipilih data mana yang relevan atau tidak. Faktor-faktor sejarah yang telah melalui tahap kritik sumber dihubungkan atau saling dikaitkan sehingga pada akhirnya akan menjadi suatu rangkaian yang bermakna.

3.1.4 Historiografi (Penelitian Sejarah)

Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode penelitian sejarah, dimana peneliti sudah menyusun ide-ide tentang hubungan satu fakta dengan fakta yang lain melalui tahap interpretasi maka langkah akhir dari penelitian ini adalah penelitian sejarah. Bentuk dari rekaman dan peninggalan masa lampau ini akan disusun secara sistematis dengan topik


(30)

yang jelas sehingga akan mudah untuk dimengerti dan dengan tujuan agar pembaca dapat mudah memahaminya. Penulisan adalah puncak segala-galanya, sebab apa yang dituliskan sejarah, yaitu histoire-recite, sejarah sebagaimana ia dikisahkan, yang mencoba menangkap dan memahami histoire-realite, sejarah sebagaimana terjadinya. Hasil penulisan sejarah inilah yang disebut historiografi.

Historiografi bermula dari pertanyaan dan berkembang dari tingkat kematangan pertanyaan historis yang diajukan (Taufik Abdullah, 1984: xv/xx). Pada tahap ini peneliti menyusun ide dan fakta untuk menjawab pertanyaan historis yang diajukan. Dalam hal ini peneliti berusaha menulis tentang penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah suatu gejala yang menjadi objek atau perhatian dalam penelitian. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka variabel adalah suatu gejala yang menjadi objek atau perhatian dalam penelitian (Suharsimi Arikunto, 1989:91). Variabel dalam penelitian ini adalah penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian memerlukan data karena itu dilakukanlah kegiatan pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai


(31)

penelitian yang akan diteliti. Adapun dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti menggunakan dua teknik, yaitu : 3.3.1 Teknik Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperlukan dari perpustakaan, yaitu dengan mempelajari literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena dalam penelitian tidak pernah dapat dilepaskan dari literatur-literatur ilmiah maka kegiatan studi kepustakaan ini menjadi sangat penting terutama dalam penelitian kualitatif.

Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian kepustakaan merupakan penelitian dengan studi leteratur. Dengan mempelajari dan menelaah buku-buku untuk memperoleh data-data dan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti mengenai penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

3.3.2 Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah suatu teknik mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, transkrip, surat kabar, majalah, notulen, legger, agenda dan sebagainya. (Suharsini Arikunto, 1986 : 188). Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data masa lampau dan data masa sekarang, sebab bahan-bahan dokumentasi mempunyai arti yang sangat penting dalam penelitian masyarakat yang


(32)

mengambil orientasi histories. Data-datanya berasal dari sumber-sumber informasi berupa buku-buku referensi, majalah dan foto-foto yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas oleh peneliti, yang dalam hal ini yaitu penerapan undang-undang hukum pidana Hindia Belanda pada organisasi politik masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah menemukan sumber-sumber data yang dipergunakan dalam penelitian kemudian berlanjut ke langkah selanjutnya yaitu penganalisisan data. Teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif. Menurut H.B. Sutopo, teknik analisis data kualitatif bersifat induktif karena analisis sama sekali tidak dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran suatu prediksi atau hipotesis penelitian, tetapi semua simpulan yang dibuat sampai dengan teori yang mungkin dikembangkan dibentuk dari semua data yang telah berhasil ditemukan dan dikumpulkan di lapangan (H.B. Sutopo, 2006:105). Analisis data yang bersifat induktif ini keseluruhan prosesnya pada umumnya dilakukan dengan tiga macam kegiatan yakni:

1. Analisis dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

2. Analisis dilakukan dalam bentuk interaktif.

3. Analisis bersifat siklus, yakni mulai dari pemilihan topik, mengajukan pertanyaan, pengumpulan data, menyusun catatan studi (pengaturan data), analisis data dan penelitian laporan studi (H.B. Sutopo, 2006: 108).

Pada dasarnya proses analisis data dilakukan secara bersamaan dengan penggumpulan data. Analisis data dilakukan dengan melalui beberapa tahap.


(33)

Di bawah ini merupakan tahap-tahap dalam proses analisis data kualitatif menurut H.B. Sutopo (2006: 114-116).

3.4.1 Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Reduksi data sudah dilangsungkan sejak peneliti mengambil keputusan, melakukan pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian yang menekankan pada fokus tertentu tentang kerangka kerja konseptual dan juga waktu menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan karena teknik pengumpulan data tergantung pada jenis data yang akan digali dan jenis data ini sudah terarah dan ditentukan oleh beragam pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah penelitian.

3.4.2 Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan peneliti dapat menarik kesimpulan. Sajian data ini disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca akan bisa mudah dipahami.


(34)

3.4.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah data-data telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan secara utuh, setelah semua makna-makna yang muncul dari data yang sudah diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaan dan kebenarannya dan dapat dipertanggungjawabkan.


(35)

REFERENSI

Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Halaman 10.

Louis Gostchalck. 1983. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 32.

Moh. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Halaman 56. Louis Gostchalck. 1983. Op.Cit. Halaman 36.

Taufik Abdullah. dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. Halaman xv/xx. Suharsimi Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.

Jakarta: Bina Aksara. Halaman 91. Ibid. Halaman 188.

H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar teori dan

Terapannya dalam Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Halaman 105. Ibid. Halaman 108. Ibid. Halaman 114-116.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Halaman 6.


(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

5.1.1 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda kepada seluruh penduduk Indonesia sejak 1 Januari 1918, bertujuan untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana dan untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.

5.1.2 Reaksi tokoh-tokoh pergerakan akan penjajahan Belanda yaitu dengan melakukan berbagai bentuk upaya salah satunya dengan membentuk organisasi politik yang saat itu menimbulkan reaksi tegas dari Pemerintah Hindia Belanda. Setelah Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda diberlakukan di Indonesia, tokoh pergerakan tetap melakukan berbagai cara untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan melalui organisasi politik yang cooperatif maupun non cooperatif. Organisasi Indische Partij sebagai pelopor organisasi politik pergerakan lalu munculah Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat Indonesia dan Gabungan Politik


(37)

Indonesia sebagai organisasi politik yang radikal masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

5.1.3 Sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap tokoh pergerakan dan organisasi politik yang radikal yaitu dengan menetapkan bahwa tokoh pergerakan telah melanggar pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda. Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda berperan dalam menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

5.2 SARAN

5.2.1 Dengan menelusuri nilai-nilai positifnya sebagai pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai acuan kaum muda dalam proses berfikir dan bertindak untuk meneruskan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan. 5.2.2 Penulis mengharapkan kepada pemerintah untuk lebih banyak menerbitkan

buku-buku tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan, sebagai sarana untuk menambah informasi kesejarahan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan kecintaan terhadap tanah air dan memupuk rasa nasionalisme.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. 325 Halaman.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara. Halaman 265 Halaman.

Daliyo. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. 267 Halaman. Deppenas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai

Pustaka. 1382 Halaman.

Dudarsono. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: PT.Rineka Cipta dan PT.Bina Adiaksa. 620 Halaman.

Gostchalck, Louis. 1983. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia. 225 Halaman.

Hardjosatoto, Suhartoyo. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Liberti. 176 Halaman.

Jonkers, J.E. 1987. Hukum Pidana Hindia Belanda. Jakarta: Bina Aksara. 358 Halaman.

Kansil, C.S.T. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. 192 Halaman.

Koch, D. M. G. 1951. Menuju Kemerdekaan, Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia sampai Tahun 1942. Jakarta: Yayasan Pembangunan. 216 Halaman. Moeljatno. 1985. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bina

Aksara. 240 Halaman.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. 544 Halaman. Notosusanto, Nugroho. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai


(39)

Pringgodigdo, A.K. 1991. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 225 Halaman.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 201 Halaman.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar teori dan Terapannya dalam Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 192 Halaman.

Suyanto, Edi. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia: Laras Ilmiah. Yogyakarta: Ardana Media. 180 Halaman.

Tirtoprodjo, Susanto. 1982. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Pembangunan. 185 Halaman.

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press. 229 Halaman.

Zainal, Farid Abidin. 1995. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika. 448 Halaman. Sumber-sumber Lain

Anonim, dalam http://hynatha30.files.wordpress.com/2009/10/sejarah-hpi.pdf diakses pada tanggal 6 Juni 1013 pukul 19.30 WIB.

Anonim, dalam http://nurdinalbugizi.blogspot.com/2010/12/kedatangan-bangsa-belanda-di-indonesia.html diakses tanggal 22 Februari 2013 pukul 19.00 WIB. Anonim, dalam http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/ diakses tanggal 6 Juni

2013 pukul 19.30 WIB.

Anonim, dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB.

Anonim, dalam: http://texbuk.blogspot.com/2011/06/sejarah-munculnya-organisasi-partai_8231.html. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB. Puri Maulana, dalam:

http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-

berdirinya-perhimpunan-indonesia-indische-vereeniging-latar-belakang-tujuan-tokoh.html#ixzz2fpebVVB0. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB.

Prasdisetia, Rudi. 2010. dalam:

http://rudipradisetia.blogspot.com/2010/06/meringkas-sejarah-hukum-pidana-di_21.html diakses tanggal 6 Juni 2013 pukul 19.30 WIB.


(40)

http://tiarramon.wordpress.com/2013/05/13/hukum-pidana-2/ diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.

Triseptyo, dalam: http://triseptyo.blogspot.com/2012/04/gerakan-rakyat-indonesia.html diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Indonesia_Raya diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.

Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Gabungan_Politik_Indonesia diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.


(1)

25

REFERENSI

Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Halaman 10.

Louis Gostchalck. 1983. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 32.

Moh. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Halaman 56. Louis Gostchalck. 1983. Op.Cit. Halaman 36.

Taufik Abdullah. dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan

Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. Halaman xv/xx.

Suharsimi Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara. Halaman 91.

Ibid. Halaman 188.

H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar teori dan

Terapannya dalam Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Halaman 105.

Ibid. Halaman 108.

Ibid. Halaman 114-116.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Halaman 6.


(2)

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

5.1.1 Penerapan Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda kepada seluruh penduduk Indonesia sejak 1 Januari 1918, bertujuan untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana dan untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.

5.1.2 Reaksi tokoh-tokoh pergerakan akan penjajahan Belanda yaitu dengan melakukan berbagai bentuk upaya salah satunya dengan membentuk organisasi politik yang saat itu menimbulkan reaksi tegas dari Pemerintah Hindia Belanda. Setelah Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda diberlakukan di Indonesia, tokoh pergerakan tetap melakukan berbagai cara untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan melalui organisasi politik yang cooperatif maupun non cooperatif. Organisasi Indische Partij sebagai pelopor organisasi politik pergerakan lalu munculah Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat Indonesia dan Gabungan Politik


(3)

67

Indonesia sebagai organisasi politik yang radikal masa pergerakan bangsa Indonesia 1918-1946.

5.1.3 Sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap tokoh pergerakan dan organisasi politik yang radikal yaitu dengan menetapkan bahwa tokoh pergerakan telah melanggar pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda. Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda berperan dalam menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

5.2 SARAN

5.2.1 Dengan menelusuri nilai-nilai positifnya sebagai pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai acuan kaum muda dalam proses berfikir dan bertindak untuk meneruskan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan. 5.2.2 Penulis mengharapkan kepada pemerintah untuk lebih banyak menerbitkan

buku-buku tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan, sebagai sarana untuk menambah informasi kesejarahan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan kecintaan terhadap tanah air dan memupuk rasa nasionalisme.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan

Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. 325 Halaman.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara. Halaman 265 Halaman.

Daliyo. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. 267 Halaman. Deppenas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai

Pustaka. 1382 Halaman.

Dudarsono. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: PT.Rineka Cipta dan PT.Bina Adiaksa. 620 Halaman.

Gostchalck, Louis. 1983. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia. 225 Halaman.

Hardjosatoto, Suhartoyo. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Liberti. 176 Halaman.

Jonkers, J.E. 1987. Hukum Pidana Hindia Belanda. Jakarta: Bina Aksara. 358 Halaman.

Kansil, C.S.T. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. 192 Halaman.

Koch, D. M. G. 1951. Menuju Kemerdekaan, Sejarah Pergerakan Kebangsaan

Indonesia sampai Tahun 1942. Jakarta: Yayasan Pembangunan. 216 Halaman.

Moeljatno. 1985. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bina Aksara. 240 Halaman.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. 544 Halaman. Notosusanto, Nugroho. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai


(5)

Pringgodigdo, A.K. 1991. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 225 Halaman.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 201 Halaman.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar teori dan Terapannya

dalam Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 192 Halaman.

Suyanto, Edi. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia: Laras Ilmiah. Yogyakarta: Ardana Media. 180 Halaman.

Tirtoprodjo, Susanto. 1982. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Pembangunan. 185 Halaman.

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari

Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press. 229

Halaman.

Zainal, Farid Abidin. 1995. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika. 448 Halaman.

Sumber-sumber Lain

Anonim, dalam http://hynatha30.files.wordpress.com/2009/10/sejarah-hpi.pdf diakses pada tanggal 6 Juni 1013 pukul 19.30 WIB.

Anonim, dalam http://nurdinalbugizi.blogspot.com/2010/12/kedatangan-bangsa-belanda-di-indonesia.html diakses tanggal 22 Februari 2013 pukul 19.00 WIB. Anonim, dalam http://hukumpidana.bphn.go.id/sejarah-kuhp/ diakses tanggal 6 Juni

2013 pukul 19.30 WIB.

Anonim, dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB.

Anonim, dalam: http://texbuk.blogspot.com/2011/06/sejarah-munculnya-organisasi-partai_8231.html. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB. Puri Maulana, dalam:

http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-

berdirinya-perhimpunan-indonesia-indische-vereeniging-latar-belakang-tujuan-tokoh.html#ixzz2fpebVVB0. diakses tanggal 14 September 2013 pukul 16.30 WIB.

Prasdisetia, Rudi. 2010. dalam:

http://rudipradisetia.blogspot.com/2010/06/meringkas-sejarah-hukum-pidana-di_21.html diakses tanggal 6 Juni 2013 pukul 19.30 WIB.


(6)

http://tiarramon.wordpress.com/2013/05/13/hukum-pidana-2/ diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.

Triseptyo, dalam: http://triseptyo.blogspot.com/2012/04/gerakan-rakyat-indonesia.html diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Indonesia_Raya diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.

Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, dalam:

http://id.wikipedia.org/wiki/Gabungan_Politik_Indonesia diakses tanggal 24 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB.