Museum Batik Jawa Barat

(1)

7

SURAT

KETERANGAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI

Bahwa yang bertanda tangan dibawah

ini,

penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, Menyetujui:

'Untuk

memberikan kepada Universitas Komputer lndonesia

Hak

Bebas Royalty Noneksklusif atas penelitian

ini

dan

bersedia untuk dLon/ine-kan

sesuai dengan

ketentuan

yang

berlaku

untuk

kepentingan

riset

dan pendidikan'.

Bandung, (2110212014)

52009019

Pembimbing,

_-

)

(r*J

'.2

Tiara lsfiaty. M.Sn.


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

MUSEUM BANKJAWA BARAT

GHANTA AZ|ZA HAN|TF s200901_9

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagaiTugas AkhirlSkripsi pada tanggal:

19 Februari 2014

Menyetujui Pembimbing

/

J;,J

Dekan Fakultas Desain

/

Tiara lsfiatv. M,Sn.

NtP 4t27 32 04 001

Ketua Program Studi


(3)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Ghania Aziza Haniff Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Cimahi, 12 Februari 1991 Kewarganegaraan : Indonesia

Status perkawinan : Belum Kawin Tinggi, berat badan : 160 cm, 50 kg Kesehatan : Baik

Agama : Islam

Alamat lengkap : Jl. Terusan No. 48 – A RT 002/RW 002 Cimahi 40525

Telepon, HP : 085316504933

E-mail : saiah_ghaniyya@yahoo.com

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

» Formal

 1995 – 1997 : TK PGRI 2 Cimahi  1997 – 2003 : MI Asih Putera Cimahi  2003 – 2006 : MTs Asih Putera Cimahi


(4)

 2006 – 2009 : MAN 1 Bandung (Program IPA)  2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia

(Program Studi Desain Interior)

KEMAMPUAN

 Kemampuan Teknik Komputer :

Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point, AutoCAD, Autodesk 3DS Max + V-ray, Google SketchUp + V-ray, Corel Draw, Flash.

 Kemampuan Internet

Bandung , 17 Februari 2014 Hormat saya,


(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

MUSEUM BATIK JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI 38309 Tugas Akhir Semester ganjil tahun akademik 2013/14

Oleh:

Ghania Aziza Haniff 52009019

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia serta rahmat maupun berkah–Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir ini tepat waktu.

Laporan ini disusun guna memenuhi mata kuliah Tugas Akhir dan sebagai syarat bagi kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) serta sebagai pedoman untuk mengetahui tentang perbatikan di wilayah Jawa Barat.

Laporan Pengantar Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Tiara Isfiaty, M.Sn., selaku koordinator Tugas Akhir dan dosen pembimbing yang telah memberikan wawasan dan masukan positif bagi terselesaikannya Laporan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Cherry Dharmawan, M.Sn., selaku dosen wali.

3. Para dosen program studi Desain Interior Unikom, yang telah mendidik penulis selama masa perkulihan berlangsung.

4. Orangtua, mamah dan bapak yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta doa yang selalu dipanjatkannya bagi kemajuan dan kesuksesan penulis.

5. Zakka Qays Haniff dan Ariq Haniff, sebagai adik – adik yang memberikan keceriaan kepada penulis.


(7)

iv

6. Keluarga besar penulis, terima kasih atas segala doa dan dukungannya.

7. Gilang Devi Pratama, yang telah menyemangati dan memberikan dukungan terhadap penulis selama proses Tugas Akhir dan selama masa perkuliahan berlangsung.

8. Rekan-rekan program studi Desain Interior Unikom angkatan 2009, yang telah menemani selama masa perkuliahan berlangsung.

Penulis menyadari bahwa Laporan Pengantar Tugas Akhir ini belum dapat dikatakan sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran sebagai acuan dalam membuat karya yang lebih baik. Penulis berharap agar sekiranya Laporan Pengantar Tugas Akhir ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya, terutama bagi penulis sendiri.


(8)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Fokus Permasalahan ... 4

1.3 Permasalahan Perancangan ... 5

1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan ... 6

BAB II TINJAUAN TEORI dan DATA MUSEUM BATIK JAWA BARAT ... 7

2.1 Tinjauan Museum Batik... 7

2.1.1 Pengertian Museum... 7

2.1.2 Klasifikasi Batik ... 7


(9)

vi

2.2 Batik ... 11

2.2.1 Pengertian Batik ... 11

2.2.2 Tinjauan Batik Jawa Barat ... 12

2.2.3 Klasifikasi Batik Berdasarkan Pembagian Daerah ... 15

2.2.4 Klasifikasi Batik Berdasarkan Teknik Pembuatannya ... 27

2.2.5 Makna Simbolis pada Batik Jawa Barat... 30

2.2.6 Fungsi Batik ... 32

2.2.7 Alat dan Bahan pada Proses Membatik... 33

2.2.8 Karakteristik Batik... 35

2.3 Tinjauan Museum Batik Jawa Barat ... 35

2.4 Eklektik... 36

2.5 Studi Antropometri ... 37

2.6 Studi Lapangan dan Studi Banding ... 43

BAB III Konsep Perancangan Museum Batik Jawa Barat ... 50

3.1 Deskripsi Proyek ... 50

3.2 Jenis Museum Batik ... 50

3.3 Profil Museum Batik Jawa Barat ... 51

3.3.1 Visi Museum Batik Jawa Barat ... 51

3.3.2 Misi Museum Batik Jawa Barat ... 52

3.3.3 Tujuan Museum Batik Jawa Barat ... 52


(10)

vii

3.5 Bentuk Kegiatan Museum Batik Jawa Barat ... 54

3.6 Jam Kerja Museum Batik Jawa Barat ... 57

3.7 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat ... 58

3.8 Tinjauan Organisasi Pengelola Museum Batik Jawa Barat ... 58

3.9 Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.9.1 Data Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.9.2 Klasifikasi Koleksi Museum Batik Jawa Barat ... 60

3.10 Alur Sirkulasi Museum Batik Jawa Barat ... 62

3.11 Storyline Museum Batik Jawa Barat ... 64

3.12 Program Aktivitas Fasilitas ... 67

3.13 Zoning dan Blocking ... 78

BAB IV KONSEP PERANCANGAN MUSEUM BATIK JAWA BARAT... 82

4.1 Tema... 82

4.2 Penggayaan... 83

4.3 Konsep Bentuk... 84

4.4 Konsep Furnitur... 86

4.5 Media Display... 86

4.6 Konsep Warna... . 88

4.7 Konsep Material... 89

4.8 Konsep Pencahayaan... 91

4.9 Konsep Penghawaan... 91


(11)

viii

4.11 Konsep Storyline... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Daftar Pustaka

Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta: Yayasan Harapan Kita / BP 3 TMII

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992, Kecil Tetapi Indah,

Pedoman Pendirian Museum, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993, Pedoman Teknis

Pembuatan Sarana Pameran di Museum, Jakarta.

Neufert, Ernst. 2000, Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga

Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

Pradito, Didit. Herman Jusuf & Saftiyaningsih ken Atik. 2010, The Dancing

Peacock – Colours and Motifs of Priangan Batik, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Ramdhan, Iwet. 2013, Cerita Batik Iwet Ramadhan, Tangerang: Literati Ratna, Biliq & Friend. 2009, Padu Padan Batik, Jakarta: Kriya Pustaka Rini, Farda Puspa. 2011, Batik Center Perancangan Tat Ruang Ideal

Untuk Kain Batik pada Fasilitas Batik Center Tugas Akhir ITB,

Bandung

Wulandari, Ari. 2011, Batik Nusantara – Makna Filosofis, Cara Pembuatan

dan Industri Batik, Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Internet

http://balareabatikjabar.org [17 Oktober 2013] http://www.batik-indonesia.org [ 25 Oktober 2013]


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Industri penghasil batik dapat ditemukan di berbagai daerah, baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun luar Pulau Jawa, baik dalam skala industri rumah tangga, industri menengah maupun industri besar. Jawa Barat sebagai salah satu dari daerah industri batik, memiliki nama tersendiri untuk batik yang berasal maupun dihasilkan dari daerah di wilayah Jawa Barat, yaitu Batik Priangan. Nama Batik Priangan itu sendiri berasal dari kata parahyangan, yang berarti warga kahyangan atau tempat tinggal para dewa.

Batik khususnya di Jawa Barat dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu batik pesisiran dan batik pedalaman (Pradito, Didit. Herman Jusuf & Saftiyaningsih Ken Atik. 2010:3). Istilah batik pesisiran digunakan pada berbagai batik dari daerah yang berada di pesisir utara Pulau Jawa ataupun yang ragam hiasnya mendapat pengaruh dari budaya asing dan budaya jawa, seperti Kota Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Penggunaan istilah batik pedalaman mengacu pada berbagai batik dengan ciri – ciri khusus yang tidak ditemukan pada Batik Keraton dan Batik Pesisiran. Batik Pedalaman mengutamakan unsur – unsur lokal dan ciri khas kedaerahan. Daerah yang termasuk Batik pedalaman yaitu Kota


(14)

2 Banjar, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Bandung, Kab, Bandung, Kab. Bandung Barat, Cimahi, Subang, Cianjur, Bogor dan Bekasi.

Di daerah yang tergolong lama dalam industri penghasil batik Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut masih terdapat industri batik yang memproduksi kain batik Priangan tradisional. Batik Priangan tradisional umumnya diproses melalui teknik pembuatan dengan canting tulis, sehingga batik yang dihasilkan disebut batik tulis. Membatik dalam hal ini batik tulis, bukanlah sekedar kegiatan menggambar corak atau motif pada kain lalu memberinya warna tanpa ada maksud dan makna dalam pembuatannya, namun dalam sebuah batik terdapat unsur – unsur kebudayaan atau tradisi budaya, sejarah, makna filosofis atau nilai – nilai religius yang mendasarinya, sehingga batik dipandang dan dianggap sebagai sesuatu yang agung sesuai kompleksitasnya. Hal ini pula lah yang menjadikan batik tulis tradisional dianggap memiliki unsur – unsur sakral maupun religi. Namun batik tetaplah sehelai kain yang dapat rentan akan berbagai faktor seperti usia, kelembaban dan suhu. Untuk itu diperlukan perawatan yang tepat pada kain batik dalam hal penyimpanan dan perawatannya.

Pembuatan batik dengan canting tulis dapat selesai dalam kurun waktu beberapa bulan sesuai kerumitan ragam hiasnya, sehingga batik tulis tidak dijual secara massal. Pada batik tulis, ragam hias yang dihasilkan baik motif maupun warnanya memiliki kesamaan


(15)

3 di bagian depan dan belakang kainnya, umumnya pada batik tulis terdapat tulisan tangan dari inisial nama pembatik. Batik tulis memiliki kisaran harga jual yang tinggi dipasaran dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah ke atas. Batik Cap merupakan batik yang teknik pembuatannya mendapat pengaruh dari bangsa asing guna memenuhi permintaan akan batik yang terus meningkat dalam waktu yang singkat dengan jumlah yang banyak.

Berbagai tahapan dalam pembuatan batik, khususnya batik tulis tentunya memerlukan keterampilan yang umumnya dipelajari secara turun – temurun, sehingga aktivitas membatik tergolong sebagai tradisi budaya yang perlu untuk didokumentasikan sehingga bisa menjadi aset budaya bangsa. Aktivitas membatik yang tergolong sebagai tradisi budaya mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu, baik dari ragam teknik pembuatannya, ragam hiasnya dan fungsinya tidak lagi secara tradisional yang sebatas pada kebutuhan sandang tetapi sudah meluas pada perlengkapan penunjang kebutuhan rumah tangga hingga beragam aksesoris penunjang penampilan. Beragam buku mengenai perbatikan pun sudah banyak dijual dipasaran, sehingga dengan ini batik dapat dikatakan mengalami transformasi budaya akibat adanya perubahan dan perkembangan fungsi maupun sifatnya.

Sejalan dengan dikukuhkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia pada 2 Oktober 2009 oleh badan PBB untuk pendidikan,


(16)

4 ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) juga dilihat dari eksistensi Batik Priangan yang mulai berkembang serta kompleksitas batik dengan nilai dan tradisi budaya yang terkandung didalamnya, sekiranya diperlukan pendokumentasian dalam wujud berupa sebuah museum yang dapat menjadi sarana pelestarian, sarana pendidikan dan sarana rekreasi dalam satu tempat yang ruang lingkupnya khusus batik.

Museum berfungsi untuk dapat melindungi hasil dari kebudayaan melalui kegiatan merawat benda hasil kebudayaan manusia. Museum Batik dapat menjadi tempat yang tepat bagi aktivitas memamerkan, merawat, serta mendokumentasikan berbagai hal mengenai Batik Jawa Barat, terlebih yang lokasinya berada di Kota Bandung sebagai Ibukota dari Jawa Barat. Selain itu ditambah belum adanya museum batik di Kota Bandung, sementara minat masyarakat terhadap batik semakin meningkat dengan munculnya berbagai industri penghasil batik di Kota Bandung, adanya komunitas pecinta Batik terbesar di Jawa Barat yaitu Balarea Batik Jabar, bahkan Jawa Barat sendiri sudah memiliki duta batik Jawa Barat.

1.2 Fokus Permasalahan

1. Diperlukan tempat atau sarana sebagai bentuk pendokumentasian mengenai perbatikan di wilayah Jawa Barat yang bersifat rekreatif dan edukatif.


(17)

5 2. Batik Jawa Barat terbagi ke dalam dua golongan, yaitu

batik pesisiran dan batik pedalaman.

3. Batik dapat rentan akan berbagai faktor seperti usia, kelembaban dan suhu.

4. Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang diakui oleh badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO).

1.3 Permasalahan Perancangan

1. Bagaimana merancang fasilitas yang dapat mengakomodir seluruh kegiatan pada Museum Batik Jawa Barat yang bersifat edukatif dan rekreatif?

2. Bagaimana merancang area pamer agar efektif dan mempermudah pengunjung dalam melihat benda pamer serta mengetahui penggolongan Batik Jawa Barat? 3. Bagaimana sistem perawatan yang akan diterapkan

pada materi pamer yang dapat rentan oleh usia, kelembaban dan suhu?

4. Bagaimana menerapkan teknik pengamanan yang tepat untuk mengamankan museum dari bahaya kriminalitas dan kebakaran, mengingat koleksi pamernya didominasi oleh kain batik yang merupakan warisan budaya Indonesia?


(18)

6

1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan

1.4.1 Maksud

Merancang sebuah museum sebagai lembaga yang memberikan pengetahuan mengenai sejarah Batik Jawa Barat, perkembangan Batik Jawa Barat, keanekaragaman motif dan ragam hias khas wilayah Jawa Barat hingga kegunaan atau fungsi dari batik itu sendiri.

1.4.2 Tujuan

Menyediakan berbagai fasilitas dalam hal pelestarian, penelitian, pendokumentasian dan pengembangan kebudayaan Batik Jawa Barat yang bersifat rekreatif dan edukatif guna memperluas wawasan masyarakat mengenai perbatikan di Jawa Barat.


(19)

7

BAB II TINJAUAN TEORI dan DATA MUSEUM BATIK JAWA BARAT

2.1 Tinjauan Museum

2.1.1 Pengertian Museum

Beberapa pengertian mengenai museum:

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, museum merupakan gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda – benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu; tempat menyimpan barang kuno (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

Menurut International Council of Museums (ICOM) suatu badan kerjasama profesional dibidang permuseuman dari seluruh dunia, museum diartikan sebagai sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan – tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda – benda bukti material manusia dan lingkungannya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

2.1.2 Klasifikasi Museum

Berdasarkan kedudukannya, museum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:


(20)

8

1) Museum Nasional

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia atau lingkungannya yang bernilai nasional.

2) Museum Provinsi

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia atau lingkungannya dari wilayah provinsi dimana museum tersebut berada.

3) Museum Lokal

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada.

Berdasarkan status kepemilikannya: 1) Museum Pemerintah

Merupakan museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah. Museum ini dibagi lagi dalam museum yang dikelola oleh pemerintah Pusat dan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.


(21)

9

2) Museum Swasta

Merupakan museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh swasta.

Berdasarkan koleksi yang dimiliki: 1) Museum Umum

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.

2) Museum Khusus

Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau suatu cabang teknologi (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

2.1.3 Persyaratan Museum

Museum memiliki beberapa persyaratan yaitu: 1) Lokasi Museum

a. Lokasi museum harus strategis, dimana dapat dengan mudah dijangkau oleh umum.

b. Lokasi museum bersifat sehat. Sehat disini berarti lokasi tidak terletak di daerah industri yang berpolusi, bukan daerah yang berlumpur atau tanah rawa juga bukan tanah yang berpasir.


(22)

10

2) Bangunan Museum

Secara fungsional diperlukan bangunan museum dengan ukuran minimal yang terdiri dari:

a. Bangunan Pokok: Pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor administrasi, perpustakaan, laboratorium konservasi, studio preparasi, storage.

b. Bangunan Penunjang: Pos keamanan, kafetaria, museum shop, loket, lobby, toilet, area parkir. 3) Koleksi Museum

Koleksi museum harus didasarkan pada persyaratan yang telah ditentukan, seperti:

a. Memiliki nilai sejarah dan ilmiah (termasuk nilai estetika).

b. Dapat diidentifikasikan mengenai wujudnya (morfologi), tipenya (tipologi), gayanya (style), fungsinya, maknanya, asalnya secara historis dan geografis, genusnya (dalam orde biologi atau periodenya dalam geologi khususnya untuk benda – benda sejarah dalam dan teknologi). c. Dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai

bukti kenyataan dan kehadirannya (realitas dan eksistensinya) bagi penelitian ilmiah.


(23)

11

e. Merupakan benda asli, replika atau reproduksi yang sah menurut persyaratan museum.

4) Peralatan Museum

Peralatan museum adalah setiap alat atau benda bergerak yang diperlukan atau dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan administratif dan teknis permuseuman. Peralatan museum dibagi dua jenis, yaitu peralatan kantor dan peralatan teknis permuseuman.

5) Organisasi dan Ketenagaan

Faktor ketenagaan merupakan yang terpenting dari suatu organisasi. Tenaga – tenaga ahli yang dipersiapkan untuk mengelola sebuah museum sekurang

– kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian perawatan (konservasi), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

2.2 Batik

2.2.1 Pengertian Batik


(24)

12

Kata batik dalam istilah Bahasa Jawa berasal dari akar

kata “tik”, mempunyai pengertian yang berhubungan dengan

suatu pekerjaan halus, lembut, dan kecil, yang mengandung unsur keindahan. Secara etimologis, berarti menitikkan malam dengan canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan dan garisan. Berdasarkan kata benda, berarti menggambarkan corak di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang (Anas,B. 1997:3).

Dalam Bahasa Jawa, batik ditulis dengan bathik,

mengacu pada huruf Jawa “tha”yang menunjukkan bahwa batik

adalah rangkaian dari titik – titik yang membentuk gambaran tertentu (Wulandari, 2011:4).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa batik adalah sebuah teknik merintang warna di atas kain dengan menggunakan malam atau lilin.

2.2.2 Tinjauan Batik Jawa Barat

Batik Jawa Barat atau yang juga dikenal sebagai Batik Priangan adalah istilah yang digunakan untuk memberikan identitas pada berbagai batikan yang dihasilkan dan berlangsung di Priangan, daerah di wilayah Jawa Barat yang penduduknya berbahasa dan berbudaya Sunda (Pradito,dkk. 2010:5). Istilah Priangan itu sendiri berasal dari parahyangan


(25)

13

yang memiliki arti warga kahyangan atau tempat tinggal para dewa (Pradito,dkk. 2010:5).

Berbagai daerah di wilayah Jawa Barat yang menjadi daerah industri batik yaitu Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Banjar, Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Cimahi, Subang, Cianjur, Bogor dan Bekasi. Daerah yang tergolong sudah lama dalam industri batik di Jawa Barat yaitu Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Pada abad ke – 20, kegiatan membatik berkembang di Cirebon (Trusmi), Indramayu (Paoman), Ciamis (Cikoneng), dan Garut (Tarogong); yang masing – masing tempat memiliki corak khas, sehingga timbul sebutan Dermayon, Trusmian, Garutan, dll (Rosidi, dkk. 2000:107). Daerah – daerah yang telah lama menjadi industri batik di Jawa Barat tersebut juga merupakan bagian dari golongan Batik Pesisiran.

Batik Pesisiran merupakan batik yang lahir dan berkembang di wilayah pesisiran atau kawasan pelabuhan, tepatnya di pesisir utara Pulau Jawa. Letaknya yang berada di kawasan pelabuhan tersebut menjadikan wilayah itu sebagai jalur perdagangan berbagai bangsa asing, sehingga kebudayaan bangsa asing pun turut mempengaruhi ragam hias batik pesisiran melalui komunikasi antara warga pesisiran dengan warga bangsa asing dan lain sebagainya. Bangsa –


(26)

14

bangsa tersebut adalah Cina, Jepang, Arab dan Belanda. Kini dengan perkembangan zaman serta kemajuan teknologi, Batik Priangan atau Jawa Barat kian berkembang pesat di hampir seluruh wilayah Priangan itu sendiri, seperti yang sudah ada dan berkembang di daerah yang tergolong baru dalam industri Batik Jawa Barat yaitu kota Cimahi, Subang, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Bekasi dan kota lainnya yang berada di daerah Jawa Barat.

Ragam hias Batik Priangan terbagi atas tampilan yang bersifat geometris dan non – geometris. Tampilan geometris seperti garis miring, silang dan bentuk anyaman, sedangkan tampilan non – geometris lebih dinamis. Batik Priangan (khususnya Batik Tasikmalaya, Batik Garut, dan Batik Ciamis) banyak menggunakan ragam hias non – geometris seperti penggunaan ragam hias dengan menggambarkan flora dan fauna di sekitarnya pada kain Batik Garut maupun penggunaan bentukan abstrak – realistik berupa hewan bersayap dan tumbuhan pada kain Batik Tasik (Sunarya, 2012:135). Warna – warna dan ragam hias Batik Priangan hampir selalu menampilkan semangat kesederhanaan, apa adanya, terbuka dan komunikatif, serta pluralis. Secara keseluruhan pesan yang didapat saat melihat selembar Batik Priangan adalah kesan cantik-molek, bahkan sedikit genit, yang selaras dengan citra umum orang Sunda (Pradito,dkk. 2010:6).


(27)

15 2.2.3 Klasifikasi Batik Berdasarkan Pembagian Daerah

Batik khususnya di Jawa Barat dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu Batik Pesisiran dan Batik Pedalaman (Pradito, dkk. 2010:3).

1) Batik Priangan Dalam Golongan Batik Pesisiran:

Daerah yang termasuk ke dalam Batik Pesisiran adalah daerah – daerah di Jawa Barat yang berada di pesisir utara Pulau Jawa dan yang telah menjadi daerah industri batik sejak lama di daerah Jawa Barat, sehingga dapat disebut pula batik tradisional Jawa Barat. Golongan ini mendapat pengaruh dari berbagai bangsa asing. Daerah – daerah tersebut:

 Indramayu

Batik Indramayu diperkirakan mulai muncul pada tahun 1527 saat masa kekuasan Kerajaan Islam Demak, dimana banyak perajin batik dari Lasem hijrah ke Indramayu. Indramayu memiliki beberapa desa penghasil batik khas Indramayu, namun yang dikenal secara luas adalah Desa Paoman. Teknik pembatikan yang dipakai umumnya batik tulis. Ragam hias Batik Indramayu, mendapat pengaruh dari gaya perpaduan Budaya Cina dan Islam. Ragam hiasnya terdiri dari geometris dan non geometris.


(28)

16 (a) (b)

Gambar 2.1 (a) Motif Ganggengan ( non – geometris), (b) Motif Obar Abir (bersifat geometris)

Sumber: Anas,B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta: Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

 Cirebon

Daerah pembatikan terletak di desa Trusmi dan Kalitengah. Batik Cirebon pun mendapat pengaruh dari perpaduan budaya Cina, Eropa, Arab dan Hindu. Batik Cirebon memiliki dua ciri yang menonjol, yaitu Batik Kraton dan Batik Bang-biron. Batik Kraton Cirebon terdiri dari Kraton Kasepuhan dan Kraton Kanoman. Batik Kraton Cirebon memiliki ciri khas warna putih (dasar), biru (indigo) dan cokelat (soga). Ragam hiasnya bayak terkait dengan mitologi yang berkembang di Kota Crebon. Batik Bang-biron merupakan batik yang melalui proses pewarnaan melalui celupan merah dan biru.


(29)

17 (a) (b)

Gambar 2.2 (a) Corak Paksi Naga Liman, (b) Corak ayam Alas Gunung Jati (Karaton Kasepuhan Cirebon)

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke –8, Jakarta: Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

 Ciamis

Pada tahun 1939, Kabupaten Ciamis telah mendirikan koperasi Rukun Batik dengan ratusan pengrajin batik tulis. Motif Batik Ciamis sering disebut Batik Ciamisan. Ragam hias batik Ciamisan menggambarkan flora – fauna serta elemen – elemen lain di lingkungan alam Ciamis. Motif – motif Batik Ciamis antara lain kumeli, kurung hayam, parang rusak, rereng keris, rereng

useup, alam pangandaran dan lainnya.

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Rereng Useup, (b) Rereng Suliga Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta:


(30)

18  Tasikmalaya

Pada tahun 1938 telah berdiri Koperasi Mitra Batik di Tasikmalaya dan pada tahun 1948 telah terbentuk Gabungan Koperasi Batik Indonesia. Pusat batik di Tasikmalaya tersebar di Desa Sukapura (Kecamatan Sukaraja), Kecamatan Indihiang dan Kecamatan Cipedes. Batik Tasikmalaya dipengaruhi oleh Batik Keraton (Solo dan Yogya) dan Keraton Cirebon, selain itu dipengaruhi juga oleh letak geografis, adat istiadat dan keseharian. Penamaan corak pun turut dipengaruhi oleh Batik Keraton solo dan Yogya, seperti kata lereng menjadi rereng.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Motif Rereng Cucuk Gelung, (b) Motif Sente Taleus

Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

 Garut

Motif Batik Garut sering disebut sebagai Batik

Garutan. Warna khas Batik Garut adalah warna


(31)

19

biru tua, merah tua, hijau tua serta ungu tua. Motif Garutan mendapat inspirasi dari flora serta fauna. Motif Garutan pun mendapat pengaruh dari Keraton Yogya dan Solo, daerah Cirebon, Indramayu serta Bangsa Cina.

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Motif Buluh Hayam (b) Isuk Sore Buluh Hayam Sumber: Pradito, dkk. 2010, The Dancing Peacock, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

2) Batik Priangan Dalam Golongan Batik Pedalaman: Penyebutan Batik Pedalaman mengacu pada berbagai batik dengan ciri – ciri khusus yang tidak ditemukan pada Batik Keraton dan Batik Pesisiran. Batik Pedalaman mengutamakan unsur – unsur lokal dan ciri khas kedaerahan.

 Kuningan

Beberapa motif Batik Kuningan pada tahun 2011 diresmikan melalui lomba cipta desain Batik Kuningan. Batik Kuningan dikenal dengan sebutan Batik


(32)

20

yang menjadi tempat diproduksinya Batik Paseban

Kuningan. Warna – warna yang terdapat pada Batik

Kuningan adalah merah hati, biru tua dan hitam.

Gambar 2.6 Motif Ikan Dewa Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Majalengka

Batik Majalengka lahir dari inisiatif seorang seniman bordir bernama Herry Suhersono yang ingin melestarikan dan memperkenalkan kekhasan Kota Majalengka melalui batik, sebab Kota majalengka sendiri pada awalnya bukan daerah penghasil batik. Motif Batik Majalengka terinspirasi dari legenda serta flora dan fauna ciri khas daerah tersebut.

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Motif Simbar Kencana, (b) Motif Buah Maja Sumber: http://balareabatikjabar.org


(33)

21  Sumedang

Pada tahun 1999, muncul batik khas Kota Sumedang yang dikenal dengan nama Batik

Kasumedangan. Ragam hias batik ini terinspirasi dari

letak geografis, kondisi sosial – ekonomi dan budaya masyarakat Kota Sumedang itu sendiri.

Gambar 2.8 Motif Lingga Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Banjar

Tahun 2011 merupakan tahun diresmikannya Batik Kota Banjar. Pengembangan batik ini dibiayai sepenuhnya oleh Dekranasda Kota Banjar. Motif Bunga Tarum dan Ebeg (kuda lumping) merupakan motif awal yang telah diresmikan.

Gambar 2.9 Motif Bunga Tarum Sumber: http://balareabatikjabar.org


(34)

22  Bandung

Batik Kota Bandung berkembang dengan mengutamakan desain batik yang modern dan kontemporer. Ada beberapa daerah pengembangan batik Bandung. Diantaranya berada di daerah Cigadung. Di daerah ini ada beberapa tokoh yang berkiprah dalam pengembangan Batik Jawa Barat. Adapula industri kerajinan batik yang berada di daerah Sarijadi dan Bojong Koneng.

(a) (b)

Gambar 2.10 (a) Motif Patrakomala Cangkurileung, (b) Motif Binari Kawung

Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Kab. Bandung

Motif – motif Batik Kabupaten Bandung dikenal dengan nama batik Pakuan Pajajaran, sebab berkaitan erat dengan Kerajaan Pajajaran.


(35)

23

(a) (b)

Gambar 2.11 (a) Motif Ragen Panganten, (b) Motif Jalak Harupat Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Kab. Bandung Barat

Lembang merupakan daerah dimana batik Kabupaten Bandung Barat ini berkembang. Batik Lembang ini lahir melalui inisiatif seorang kolektor batik pada tahun 2007, yang berawal dari menjual batik dari berbagai daerah kemudian dengan mulai memproduksi Batik Lembang yang motifnya terinspirasi dari lingkungan alam daerah Lembang.

(a) (b)

Gambar 2.12 (a) Motif Papatong Pucuk Teh, (b) Motif Kawung Stroberi


(36)

24  Cimahi

Batik Cimahi lahir melalui suatu kompetisi yang diadakan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) kota Cimahi. Melalui tahap seleksi, akhirnya dipilih lima motif yang dinilai sesuai untuk dijadikan motif Batik Cimahi. Motif Batik Cimahi mengacu pada kondisi daerah serta lingkungan Kota Cimahi itu sendiri. Kelima motif itu adalah motif

Cireundeu, Ciawitali, Curug Cimahi, Pusdik, dan motif

Rereng Kujang.

Gambar 2.13 Motif Ciawitali Sumber: http://balareabatikjabar.org  Subang

Motif Batik Subang pun mengikuti kondisi lingkungan dan alam di wilayah Subang. Salah satu motif Batik Subang yang dikenal dengan nama

Ganasan pun terinspirasi dari buah nanas, yaitu buah

yang tumbuh subur dan dijadikan lambang Kota Subang.


(37)

25

Gambar 2.14 Motif Batik Ganasan Sumber: http://balareabatikjabar.org  Cianjur

Motif Batik Cianjur terinspirasi dan berasal dari ciri khas Kota Cianjur sendiri yang merupakan penghasil beras, sehingga motif batiknya pun dikenal dengan sebutan beasan. Motif Batik Cianjur lainnya yaitu motif

Kecapi suling dan Ayam pelung.

Gambar 2.15 Motif Beasan Sumber: http://balareabatikjabar.org

 Bogor

Batik Kota Bogor berawal dari kreasi seorang pria asal Kota Yogyakarta yang sudah menetap di Kota Bogor selama dua puluh lima tahun, hingga pada tahun 2008 ia mulai berkreasi dan mengembangkan Batik Bogor. Motif – motif Batik Bogor terinspirasi dari


(38)

26

lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi, juga mengacu pada Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Gambar 2.16 Motif Kujang Kijang Sumber: http://balareabatikjabar.org  Bekasi

Tahun 2010 merupakan tahun berdirinya Batik Bekasi atas gagasan seorang warga Kota Bekasi keturunan Betawi bernama R. Emma Damayanti. Motif batik khas Bekasi dilatarbelakangi oleh Kebudayaan Betawi. Motif – motif Batik Bekasi antara lain motif

Ondel – ondel, Si Pitung, Buah Kecapi dan Tari

Balntek.

(a) (b)

Gambar 2.17 (a) Motif Ondel – ondel, (b) Motif Si Pitung Sumber: http://balareabatikjabar.org


(39)

27 2.2.4 Klasifikasi Batik Berdasarkan Teknik Pembuatannya

1) Batik Tulis

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik tulis diartikan sebagai batik yang dibuat dengan tangan (bukan dengan cap); (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Disebut batik tulis karena perintang warnanya dibubuhkan dengan cara seperti menulis dengan menggunakan alat bernama canting (Ramadhan, Iwet. 2013:22).

Proses membuat batik dengan canting sudah dilakukan sejak lama. Daerah – daerah yang tergolong sudah lama dalam industri penghasil batik umumnya selalu menggunakan teknik ini dalam proses membatik terutama pada Batik Keraton dan akhirnya berkembang ke wilayah pesisiran. Kain yang menggunakan canting dalam proses membatiknya dianggap memiliki nilai seni tinggi akibat kerumitan, kerajinan dan kehalusan ragam hiasnya.

Tabel 2.1 Ciri Khas Batik Tulis

No. Ciri Khas

1. Tidak ada batik tulis yang kembar, dibuat hanya satu setiap lembarnya. Motifnya lebih rumit.


(40)

28

2. Warna dan motifnya bolak – balik sama atau tembus. Hal ini dikarenakan setelah bagian depan dicanting, bagian belakang kemudian dicanting lagi.

3. Umumnya memiliki ukuran 2 x 1,25 meter.

4. Terdapat inisial tulisan tangan nama pembatik di ujung kain.

Sumber: Ramadhan, Iwet. Cerita Batik Iwet Ramadhan, Literati, Tangerang, 2013.

Gambar 2.18 Batik Tulis Sumber: Dokumen Pribadi

2) Batik Cap

Batik Cap merupakan kain batik yang penggambaran motifnya dilakukan dengan menggunakan canting cap (Pradito, dkk. 2010:3)

Penggunaan teknik cap pada kain batik berawal dari adanya pengaruh budaya asing ke daerah pesisir utara Jawa. Batik cap mulai berkembang di Indonesia setelah terjadi peningkatan permintaan akan kain batik pada pertengahan abad XIX, pada saat itu produsen batik mulai mencari cara untuk dapat memproduksi batik


(41)

29

dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat (Ramadhan, Iwet. 2013:24).

Batik cap memiliki fungsi sebagai bahan sandang dan perlengkapan kebutuhan rumah tangga. Untuk sandang, batik cap diperkenalkan ke pasaran sebagai selendang, sarung, kain panjang, ikat kepala, pakaian, hingga seragam sekolah seperti di Kota Cimahi. Untuk kebutuhan rumah tangga, batik cap diaplikasikan pada taplak, sarung bantal, sprei dan lain sebagainya.

Tabel 2.2 Ciri Khas Batik Cap

No. Ciri Khas

1. Motifnya cenderung berulang, tidak banyak memiliki detail.

2.

Warnanya bolak – balik tidak sama, bagian belakangnya cenderung memiliki warna yang lebih redup atau tipis. 3. Diproduksi secara massal.

4. Dijual per lembar dengan ukuran standar kain potong. 5. Tidak melalui proses yang lama seperti halnya batik tulis.

Sumber: Ramadhan, Iwet. Cerita Batik Iwet Ramadhan, Literati, Tangerang, 2013.

Gambar 2.19 Batik Cap Sumber: Dokumen Pribadi


(42)

30 2.2.5 Makna Simbolis Pada Batik Jawa Barat

Setiap motif dan ragam hias pada sebuah batik, pasti memiliki kandungan makna atau nilai didalamnya, begitu pun pada Batik Jawa Barat. Namun secara umum, Batik Jawa Barat tidak membatasi pemakaian kain batik untuk digunakan oleh kalangan tertentu maupun dalam keadaan tertentu, sebagaimana Batik Keraton Yogya dan Solo yang dapat digunakan hanya pada acara – acara tertentu oleh kalangan keluarga keraton, bangsawan atau kalangan tertentu lainnya. Pada Batik tradisional Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon serta Tasikmalaya terdapat beberapa makna simbolis dalam motif atau ragam hias batiknya. Untuk daerah atau Kota Ciamis dan Garut, tidak terdapat ungkapan makna simbolis pada berbagai batikan yang dihasilkannya. Motif dan warna Batik Ciamis tidak mengandung makna filosofi, perlambang, disakralkan, ataupun menunjukkan suatu status sosial tertentu (Pradito, dkk. 2010:20). Batik Garut tak mengenal apa yang disebut motif larangan karena motif dibuat semata – mata untuk kebutuhan sandang sehari – hari, yang dikenakan sebagai sinjang (kain panjang), yang tidak dikaitkan dengan ajaran agama atau kepercayaan tertentu (Pradito, dkk. 2010:32). Daerah – daerah yang dianggap memiliki makna simbolis antara lain Indramayu, Cirebon dan Tasikmalaya Indramayu dengan motif Burung Hong, dipercaya sebagai


(43)

31

penolak bala atau malapetaka. Cirebon memiliki motif mega mendung yang berarti satu bentuk tanda cinta dari Sunan Gunung Djati kepada Putri Ong Tien yang berasal dari Cina untuk dinikahinya, sebab motif mega mendung merupakan ornamen yang banyak terdapat pada guci – guci Cina pada saat itu di Cirebon. Motif mega mendung pun dianggap sebagai simbol cinta, harapan, simbol kebahagiaan dan rezeki. Pada Batik Tasikmalaya, terdapat beberapa motif yang dipercaya sebagian masyarakat Tasikmalaya dapat membawa keberuntungan, contohnya motif pisang bali yang biasa digunakan kaum pedagang.

Gambar 2.20 Motif Burung Hong, simbol penolak bala Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

Gambar 2.21 Motif Mega Mendung, simbol kebahagiaan Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta:


(44)

32

Gambar 2.22 Moti Pisan Bali, simbol Keberuntungan

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta: Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII

2.2.6 Fungsi Batik

Fungsi batik terus berkembang seiring kemajuan jaman. Batik tidak hanya tampil sebagai kebutuhan sandang, tetapi kini batik sudah digunakan atau diaplikasikan pada berbagai kebutuhan rumah tangga seperti sprei, tirai maupun hiasan dinding. Batik pun digunakan sebagai bahan bagi pembuatan aksesoris seperti tas, dompet, topi hingga mukena yang merupakan peralatan ibadah umat Islam. Dari berbagai jenis barang tersebut, fungsi batik yang utama atau fungsi batik secara tradisional tetaplah sebagai kebutuhan sandang.

Tabel 2.3 Fungsi Batik Secara Tradisional

No. Fungsi Gambar

1. Kain Panjang, ialah kain berbentuk empat persegi panjang yang dililitkan mengelilingi pinggang. Kain ini digunakan pria maupun wanita.

2. Sarung, telah lazim digunakan di seluruh Kepulauan Indonesia dan merupakan kostum asli masyarakat melayu.

3. Dodot, ialah dua lembar kain batik yang dijahit secara bersamaan. Hanya digunakan oleh kaum pria.


(45)

33

4. Selendang. Dikenakan pada bahu dan dapat pula digunakan untuk menggendong bayi atau membawa keperluan ke pasar.

5. Kemben, sebagai penutup badan bagian dada.

6. Ikat kepala, digunakan hanya oleh pria. Berbentuk bujur sangkar serta

pemakaiannya diikatkan seperti serban.

Sumber: Anas, B. 1997, Indonesia Indah Batik Buku Ke – 8, Jakarta: Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII.

2.2.7 Alat dan Bahan Pada Proses Membatik

Pada tahap ini, alat dan bahan yang dijelaskan mengenai perlengkapan membatik tulis.

Tabel 2.4 Alat dan Bahan Pada Proses Membatik

No. Alat / Bahan Fungsi Gambar

1. Gawangan Menyangkutkan dan membentangkan kain mori sewaktu dibatik.

2. Bandul Menahan mori yang dibatik agar tidak mudah menggeser. 3. Wajan Perkakas yang

digunakan untuk mencairkan malam.


(46)

34

4. Kompor Kompor yang digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak tanah.

5. Taplak Kain untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas.

6. Saringan Malam / lilin

Untuk menyaring malam / lilin panas. 7. Canting Untuk menuliskan pola

batik dengan cairan malam.

8. Mori Bahan baku batik yang terbuat dari katun.

9. Malam / lilin Bahan dasar untuk membatik.

10. Dhingklik Tempat duduk untuk membatik.

Sumber: Wulandari, Ari. 2011, Batik Nusantara, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.


(47)

35 2.2.8 Karakteristik Batik

Batik, khusunya batik tulis memiliki karakteristik yang dapat rentan dan mudah mengalami kerusakan secara fisik maupun kimiawi, seperti:

1. Rentan terhadap cahaya

Cahaya alami maupun cahaya buatan. Cahaya alami seperti terkena pancaran radiasi sinar matahari secara terus menerus, contohnya dijemur dibawah sinar matahari langsung, karena panas secara tidak langsung dapat merusak serat kain dan memudarkan warna pada kain. 2. Rentan terhadap debu

Debu memiliki partikel yang tajam serta dapat memotong serat – serat kain.

3. Rentan terhadap serangga dan jamur 4. Rentan terhadap kelembaban dan suhu

Gambar 2.23 Kain Batik yang Mengalami Kerusakan Sumber: Dokumen Pribadi

2.3 Tinjauan Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat dapat diartikan sebagai sebuah lembaga yang memamerkan, mengumpulkan, merawat dan meneliti


(48)

36

berbagai objek yang berkaitan dengan batik yang terdapat di Jawa Barat baik melalui sejarah hingga perkembangan Batik Jawa Barat itu sendiri. Museum ini mencakup berbagai koleksi dua dimensi dan tiga dimensi terkait Batik Jawa Barat. Berbagai hal diatas diharapkan mampu menjadikan museum ini sebagai wadah apresiasi dan pusat dokumentasi informasi yang bersifat edukatif – rekreatif.

2.4 Eklektik

Eklektik berasal dari bahasa Yunani yaitu ekleigen yang artinya memilih sesuatu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, eklektik juga diartikan bersifat memilih yang terbaik dari berbagai sumber mengenai orang, gaya atau metode. Dalam sejarah perkembangan arsitektur, istilah eklektisme digunakan untuk menandai gejala pemilihan atau pencampuran berbagai gaya pada abad XIX, masa berakhirnya klasikisme (www.arsitektur.tripod.com).

Penggayaan eklektisme sudah muncul sejak zaman Renaisans dimana elemen romawi digabungkan dengan unsur lain. Penggayaan ini dapat memadukan unsur modern dengan aksen tradisional atau menghadirkan unsur budaya barat dan timur secara bersama – sama. Gaya ini dapat dipadukan dengan budaya atau desain etnik yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Ciri – ciri gaya eklektik yaitu dinamis, ekspresif, terdapat pengulangan bentuk, selain itu dapat memadukan atau menggabungkan sifat material alami dengan material hasil teknologi industri


(49)

37 2.5 Studi Antropometri

Studi antropometri berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh manusia yang akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam melakukan aktivitas. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang kemudahan pemakaian, kenyaman dan keamanan penggunanya. Faktor – faktor yang mendasari tingkat kenyamanan secara antropometrik berkaitan dengan sikap atau posisi tubuh manusia (pengunjung) saat melakukan aktivitas di museum, yaitu:

1. Faktor pandangan

Gambar 2.24 Jarak Pengamat Terhadap Objek

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

Dari gambar diatas dapat diperoleh pernyataan bahwa pandangan dari mata manusia yang dapat mengenali warna ataupun membedakan warna secara optimal terhadap objek yang dilihat adalah 30° ke arah kanan, 30° ke arah kiri, 30° ke arah atas serta 30° ke arah bawah. Jarak display dari mata pengamat dapat bervariasi sesuai besar materi display serta pencahayaannya (Panero & Zelnik, 2003:293).

Museum Batik Jawa Barat tidak hanya dikunjungi oleh orang normal seperti pada umumnya saja, tetapi tidak menutup


(50)

38

kemungkinan bahwa penyandang cacat pun akan berkunjung ke museum ini.

Gambar 2.25 Ukuran Modul Kursi Roda

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

Gambar 2.26 Jangkauan Jarak Pengguna Alat Bantu

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

2. Faktor pencahayaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pencahayaan dalam sebuah ruang pamer dengan objek pamer berupa batik yang merupakan sebuah tekstil, dikarenakan tekstil dapat rentan terhadap berbagai macam hal seperti cahaya, kelembaban, suhu dan lain – lain. Macam – macam penerangan dalam ruang bagian dalam menurut Ernst Neufert, yaitu:


(51)

39

Diutamakan untuk penerangan umum ruang kerja, rapat, lalu lintas publik dan zona sirkulasi. Beberapa jenis lampu pada penerangan simetris langsung:

- Lampu sorot – lampu raster:

Dipasang pada dinding untuk penerangan yang merata.

- Lampu sorot dengan rel:

Penerangan dinding yang merata dengan bagian ruang. Kuat penerangan mencapai 500 lux. Contohnya lampu pijar halogen.

- Lampu sorot untuk instalasi langit – langit:

Mengarah langsung ke arah dinding, contohnya lampu halogen dan lampu pijar.

- Lampu sorot terarah cahaya mengarah ke bawah: Lampu yang dapat digunakan adalah lampu pijar halogen, terutama lampu halogen voltase rendah.

Gambar 2.27 Jenis – jenis Penerangan Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga


(52)

40  Penerangan tidak langsung

Beberapa jenis lampu yang umumnya digunakan dalam sistem penerangan tidak langsung:

- Lampu sorot langit – langit, lampu sorot lantai: Untuk penerangan bidang langit – langit atau bidang lantai.

- Lampu dinding:

Untuk penerangan dinding dekorasi, dapat juga untuk penerangan langit – langit atau lantai.

- Lampu sorot dinding – rel aliran:

Merupakan lampu yang umumnya dipasang di ruang pameran dan museum. Tingkat penerangan vertikal sebesar 50 lux, 150 lux dan 300 lux, contoh lampu yang umumnya digunakan adalah lampu pijar.

- Lampu sorot rel aliran

Gambar 2.28 Jenis – jenis Penerangan Tidak Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga


(53)

41

Ketentuan penerangan yang dibutuhkan dalam pembuatan tekstil, pengolahan tekstil dan memamerkan tekstil, yaitu:

 Tempat pencelupan 200 En / 1 x

 Mewarnai 300 En / 1 x

 Tes warna 1000 En / 1 x

 Menjahit 750 En / 1 x

 Cahaya alami, dapat menggunakan sistem cahaya dari samping maupun dari atas. Cahaya sebaiknya bersifat pantulan atau bias agar tidak merusak koleksi atau mengganggu pengunjung.

 Cahaya buatan, menggunakan pantulan spotlight sebaiknya bersifat tidak langsung.

 Jarak ideal antara penerangan dengan materi pamer adalah sebesar kurang lebih 40 cm. (Rini, Farda Puspa. 2011, Batik Center – Perancangan Tata Ruang Ideal

Untuk Kain Batik pada Fasilitas Batik Center, Tugas

Akhir ITB).

3. Faktor Display

Idealnya, tinggi sisi atas display harus berkaitan dengan tinggi mata pengamat. Satu solusi untuk menjadikan display ini berada dalam jangkauan serta bidang pandang dari pengamat yang bertubuh kecil adalah dengan menambah tinggi matanya


(54)

42

melalui pengadaan platform yang dinaikkan. Jika seorang pengamat berada dalam posisi duduk, permasalahan menjadi lebih mudah. Variabel tinggi mata orang yang bertubuh tinggi dan pendek duduk, sedikit saja perbedaannya terukur dari permukaan kursi. Perbedaan tinggi mata pada posisi berdiri kira-kira sebesar 30,5 cm, sedangkan perbedaan tinggi mata pada posisi duduk besarnya kurang dari 15,2 cm. (Panero & Zelnik, 2003: 294).

Gambar 2.29 Posisi Pengamat Terhadap Display

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

4. Faktor Sirkulasi

Faktor sirkulasi disini membahas tentang zona yang terbentuk saat melakukan kegiatan jalan kaki antara manusia normal dengan yang memiliki cacat tubuh saat berada di koridor maupun saat mengantri. Besar jarak langkah kaki dapat bervariasi pada masing – masing individu sesuai dengan faktor

– faktor psikologi, fisiologi dan budaya, jenis kelamin, usia dan kondisi fisik. Sebagian besar orang dewasa normal memiliki


(55)

43

jarak langkah sebesar 91,4 cm. Pada koridor dan lalu lintas pejalan kaki yang terdiri dari dua jalur, disarankan pengguna jarak bersih sebesar 91,4 x 172,7 cm. Koridor selebar 137, 2 cm akan memungkinkan seseorang tanpa cacat tubuh untuk berjalan berdampingan atau melewati orang yang berkursi roda (Panero & Zelnik, 2003:270).

Gambar 2.30 Zona Sirkulasi

Sumber: Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta: Erlangga

2.6 Studi Lapangan dan Studi Banding

Dalam proyek Tugas Akhir ini, Museum Batik Jawa Barat merupakan proyek yang bersifat fiktif, sehingga dalam perencanaan dan perancangannya dilakukan studi lapangan dan studi banding untuk mendapatkan data perbandingan sebagai pertimbangan dalam perancangan dan peningkatan museum.


(56)

44

1) Museum Tekstil (Jl. K.S. Tubun No. 2–4 Jakarta Barat)

Museum ini khusus memamerkan beragam jenis tekstil asli Indonesia dan beragam benda yang berhubungan dengan dunia pertekstilan. Saat ini koleksi Museum Tekstil berjumlah 1914 koleksi yang terdiri dari wastra, busana dan peralatan tekstil. Salah satu jenis tekstil yang mendominasi koleksi Museum Tekstil ini adalah batik. Fasilitas Museum Tekstil Jakarta terdiri dari:

 Gedung Utama (Area pamer)

Gedung Utama terletak di bagian depan, digunakan untuk memamerkan beragam tekstil Indonesia baik tekstil koleksi museum, kolektor, desainer maupun masyarakat pecinta tekstil.

Gambar 2.31 Gedung Utama Sumber: Dokumen Pribadi  Galeri Batik

Digunakan sebagai area pamer untuk koleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia. Pengelolaan galeri ini bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia.


(57)

45

Gambar 2.32 Galeri Batik Sumber: Dokumen Pribadi

 Gedung Workshop Center (Pendopo)

Digunakan untuk menunjang berbagai aktivitas pelatihan membatik, khususnya batik tulis.

Gambar 2.33 Pendopo Sumber: Dokumen Pribadi

 Taman Pewarna Alam

Berfungsi untuk melestarikan dan mengenalkan kepada masyarakat tentang pohon -pohon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alam.

Gambar 2.34 Taman Pewarna Alam Sumber: Dokumen Pribadi


(58)

46  Perpustakaan

Berfungsi untuk memberikan pelayanan data dan informasi kepada para pengunjung, sebagai sarana untuk mengenal lebih jauh tentang pertekstilan Indonesia.

Gambar 2.35 Perpustakaan Sumber: Dokumen Pribadi

 Ruang Laboratorium dan Konservasi

Ruang ini berfungsi untuk merawat barang koleksi dari berbagai macam pengaruh atau kerusakan secara kimiawi maupun alami.

 Ruang Penyimpanan (Storage)

Ruang ini dikhususkan bagi tempat penyimpanan barang – barang koleksi.

 Ruang Multimedia (Auditorium)

Difungsikan sebagai tempat pemutaran film dokumenter mengenai seluk beluk pertekstilan Indonesia dan ruang seminar.

 Fasilitas Penunjang: Gerai cinderamata, mushalla, toilet dan area parkir.


(59)

47

Contoh display pada Museum Tekstil Jakarta:

Gambar 2.36 Display pada Museum Tekstil Jakarta Sumber: Dokumen Pribadi

Studi Banding:

1) Muzium Tekstil Negara (National Tekstil Museum)

Museum ini bertempat di Jalan Hishamuddin, Kuala Lumpur. Museum ini menampilkan koleksi – koleksi tekstil khas Malaysia dari zaman pra sejarah hingga saat ini. Terdapat lima galeri yang menampilkan tekstil yang berupa kain dan pakaian hingga aksesoris penunjangnya, yaitu:

 Galeri Pohon Budi, memamerkan sejarah tekstil dan perkembangan tekstil dari zaman pra sejarah.


(60)

48

Gambar 2.37 Galeri Pohon Budi Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Pelangi, memamerkan koleksi tekstil dengan keanekaragaman motif dan warnanya.

Gambar 2.38 Galeri Pelangi

Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Teluk Berantai, memamerkan kekayaan, kehalusan dan keindahan koleksi warisan melayu.

Gambar 2.39 Galeri Teluk Berantai Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Ratna Sari, memamerkan beragam aksesoris penunjang tekstil atau pakaian.


(61)

49

Gambar 2.40 Galeri Ratna Sari Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my

 Galeri Saindera, merupakan galeri pamer sementara.

Gambar 2.41 Galeri Saindera Sumber: www.muziumtekstilnegara.gov.my


(62)

50

BAB III KONSEP PERANCANGAN MUSEUM BATIK JAWA BARAT

3.1 Deskripsi Proyek

 Judul Proyek : Museum Batik Jawa Barat

 Lokasi : Bandung, Jawa Barat

 Batas Proyek :

Utara: Jl. Setraria Selatan: Hotel Hasanah Timur: Setrasari Plaza Barat: Jl. Lemah Nendeut

 Sifat Proyek : Fiktif

 Status Kepemilikan : Museum Pemerintah

 Pengelola : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

 Orientasi Proyek : Edukasi, rekreasi dan komersil

 Sasaran Pengguna : Ilmuwan, pelajar, pecinta batik, pengusaha batik, desainer batik dan

wisatawan umum.

3.2 Jenis Museum Batik

 Berdasarkan kedudukannya Museum Batik Jawa Barat termasuk dalam jenis museum provinsi, karena koleksinya berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia serta lingkungannya dari wilayah provinsi dimana


(63)

51

museum tersebut berada. Seperti yang diketahui bahwa Jawa Barat merupakan sebuah provinsi.

 Dilihat dari koleksi yang dimiliki, Museum Batik Jawa Barat ini termasuk dalam jenis museum khusus, sebab koleksinya hanya terdiri dari kumpulan berbagai objek yang berkaitan dengan Batik Jawa Barat.

 Berdasarkan status kepemilikannya termasuk ke dalam jenis museum pemerintah, karena diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah daerah.

3.3 Profil Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat merupakan sebuah lembaga milik pemerintah yang berfungsi sebagai pusat dokumentasi informasi mengenai perbatikan di wilayah Jawa Barat. Museum ini bertugas untuk memamerkan, mengumpulkan, merawat dan meneliti berbagai objek yang berkaitan dengan Batik Jawa Barat serta menjadi tempat tujuan wisata yang dapat memperluas pengetahuan masyarakat mengenai keanekaragaman Batik Jawa Barat, untuk itu museum batik ini bersifat edukatif – rekreatif.

3.3.1 Visi Museum Batik Jawa Barat

Menjadikan Museum Batik Jawa Barat sebagai sebuah wadah dalam melestarikan dan mengembangkan Batik Jawa Barat serta sebagai pusat informasi yang perlu dipelihara keberadaannya.


(64)

52 3.3.2 Misi Museum Batik Jawa Barat

 Memberikan informasi mengenai keanekaragaman Batik Jawa Barat.

 Mendorong minat perajin batik untuk dapat melestarikan motif – motif lama serta dapat menghasilkan motif – motif baru.

 Mengkomunikasikan mengenai Batik Jawa Barat kepada masyarakat luas dengan melakukan penyajian informasi yang bersifat rekreatif – edukatif.

3.3.3 Tujuan Museum Batik Jawa Barat

 Meningkatnya minat masyarakat untuk berkunjung ke museum.

 Meningkatnya minat masyarakat untuk mengetahui informasi mengenai keanekaragaman Batik Jawa Barat.

 Terwujudnya Museum Batik Jawa Barat sebagai pusat informasi mengenai perbatikan di Jawa Barat yang bersifat rekreatif – edukatif.

3.4 Pengguna Museum Batik Jawa Barat

Museum Batik Jawa Barat merupakan sebuah wadah untuk berbagai kegiatan perbatikan seperti pengembangan, penelitian, pendokumentasian dan pelestarian batik yang sifatnya terbuka bagi dunia ilmu pengetahuan. Dalam hal ini tentunya akan ada banyak pihak yang dapat terlibat dalam penggunaan fasilitasnya, baik pengelola atau pegawai museum hingga pengunjung itu sendiri.


(65)

53 Tabel 3.1 Pengunjung Museum Batik Jawa Barat

No. Faktor Keterangan

1. Umur - Semua Umur (anak – anak, remaja dan dewasa). 2. Jenis

Kelamin

- Pria. - Wanita. 3. Jumlah - Individu.

- Kelompok. - Rombongan. 4. Tujuan /

Aktivitas

- Rekreasi atau hiburan.

- Mengikuti pelatihan membatik tulis. - Mengikuti pelatihan membatik cap. - Berkunjung ke toko souvenir.

- Mengikuti seminar atau menonton film dokumenter di auditorium.

- Mencari referensi di perpustakaan. - Menyaksikan acara peragaan busana. 5. Sasaran

Pengguna

- Kalangan Pekerja: desainer batik, pengusaha batik, perajin batik, dll.

- Kalangan Pendidikan: pelajar, mahasiswa, guru, dosen, ilmuwan.

- Pengunjung dalam negeri (lokal / Nasional) dan pengunjung luar negeri.


(66)

54 Tabel 3.2 Pengelola Museum Batik Jawa Barat

No. Area Aktivitas Pengguna

1. Front office - Menjual tiket museum - Memberikan informasi - Memandu pengunjung - Menjaga keamanan

museum.

- Pegawai area loket. - Pegawai area informasi. - Pembina atau tour guide. - Penjaga keamanan atau

satpam. 2. Back office - Mengelola museum

- Menjalankan tugas - Memberikan pelatihan - Meneliti

- Mengelola sarana teknis - Mengelola kebersihan

- Pimpinan museum - Pegawai administrasi, dll. - Perajin batik.

- Ilmuwan. - Teknisi.

- Cleaning Service. Sumber: Dokumen Pribadi

3.5 Bentuk Kegiatan Museum Batik Jawa Barat

Bentuk kegiatan yang akan diwadahi di Museum Batik Jawa Barat ini, seperti:

1. Eksibisi atau Pameran

Bertujuan untuk memamerkan keanekaragaman Batik Jawa Barat berupa materi pamer yang bersifat dua dimensi dan tiga dimensi. Ruang pamer itu sendiri terbagi ke dalam beberapa area sesuai alur storyline yang ditetapkan.

2. Edukasi atau pendidikan a. Perpustakaan

Bertujuan untuk menyediakan informasi dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan


(67)

55

dengan koleksi museum berupa literatur, atau pun film dokumenter.

b. Auditorium

Menyediakan fasilitas ruang untuk keperluan diskusi, seminar atau pemutaran film dokumenter yang terbuka untuk umum.

c. Workshop membatik

Menyediakan fasilitas pelatihan yang terbuka bagi pengunjung yang ingin mengetahui dan belajar dalam proses pembuatan batik, terutama pembuatan batik tulis dan batik cap.

d. Koleksi dan Perawatan

Upaya melestarikan dan memelihara koleksi dari bahaya kehancuran baik secara alami maupun secara kimiawi, meliputi bagian konservasi, preparasi dan kuratorial.

e. Area Fashion Show atau Peragaan Busana

Menyediakan area bagi para desainer batik yang ingin menampilkan karya – karya hasil rancangannya melalui berbagai busana berbahan dasar batik yang diperagakan kepada desainer batik, kolektor batik ataupun masyarakat pecinta batik.


(68)

56

f. Area Berkumpul Pecinta Batik

Merupakan area yang disediakan bagi para komunitas pecinta batik, khususnya Batik Jawa Barat untuk dapat berbagi informasi ataupun merancang motif batik baru.

g. Area Multimedia

Merupakan area yang dilengkapi dengan perangkat elektronik seperti komputer, untuk digunakan pengunjung dalam tujuannya mencari informasi.

3. Penunjang

a. Toko Souvenir

Menyediakan berbagai barang yang berhubungan dengan museum dan Batik Jawa Barat itu sendiri yang dapat dijadikan sebagai cinderamata pagi pengunjung, seperti kain Batik Jawa Barat, aksesoris, dan lain – lain. b. Kafetaria

Sebagai area istirahat yang menyediakan makan dan minum bagi pengunjung maupun pengelola museum.

c. Toilet

Toilet umum bagi pria maupun wanita, diperuntukkan untuk pengelola maupun pengunjung museum.


(69)

57

d. Mushalla

Sebagai area ibadah bagi pengelola maupun pengunjung museum yang beragama Islam.

e. Area Parkir

Menyediakan area parkir bagi pengelola dan pengunjung museum.

3.6 Jam Kerja Museum Batik Jawa Barat

1. Kantor Administrasi dan Pelestarian Batik: Hari Selasa – Jumat: 08.00 – 15.00 WIB.

2. Pameran, Perpustakaan, Workshop, Kafetaria, Toko souvenir: Hari Selasa – Minggu: 09.00 – 15.00 WIB.

3. Auditorium:


(70)

58 3.7 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Museum Batik Jawa Barat Sumber: Dokumen Pribadi

3.8 Tinjauan Organisasi pengelola Museum Batik Jawa Barat

1. Kepala Museum

Sebagai seseorang yang bertanggung jawab, mengurus dan memiliki wewenang atas operasional museum secara umum. 2. Wakil Kepala Museum

Membantu Kepala Museum dalam melaksanakan tugasnya. Kepala Museum

Kepala Bagian Tata Usaha &

Umum Kepala Bagian Koleksi & Perawatan Kepala Bagian Pameran & Edukasi Wakil Kepala Museum

Kepala Sub Bag. Tata Usaha &

Umum

Staf Keuangan

Staf Kepegawaian

Staf Kearsipan

Staf Humas

Kepala Sub Bag. Pameran & Edukasi Staf Perpustakaan Staf Auditorium Staf Workshop Staf Kuratorial

Kepala Sub Bag. Koleksi & Perawatan Staf Komersil Staf Pameran Staf Preparasi Staf Preservasi Staf Konservasi Staf Fumigasi


(71)

59

3. Kepala Bidang Tata Usaha dan Umum

Mengepalai dan mengatur urusan administrasi museum.

 Bagian Kepegawaian

 Bagian Keuangan

 Bagian Kearsipan

 Bagian Humas

 Bagian Komersil

4. Kepala Bidang Pameran dan Edukasi

Memberikan penjelasan dan bimbingan kepada pengunjung museum terkait dengan koleksi museum.

 Bagian Edukasi: Menangani bagian pendidikan seperti perpustakaan, workshop, dan auditorium.

 Bagian Pameran: Menangani berbagai hal mengenai pameran tetap, pameran temporer dan juga objek pamer.

5. Kepala Bidang Koleksi dan Konservasi

Menangani hal – hal yang berkaitan dengan koleksi museum.

 Bagian Kuratorial: mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan koleksi di bidang administrasi dan penelitiannya.

 Bagian Preparasi: mengurusi penataan dan penyajian koleksi dalam bentuk pameran.


(72)

60  Bagian Preservasi: bertugas untuk memelihara koleksi dari pengaruh lingkungan serta faktor lain, agar terhindar dari kerusakan.

 Bagian Konservasi: merawat koleksi museum dalam sebuah laboratorium.

 Bagian Fumigasi: mematikan jamur yang menyerang koleksi dengan bahan kimiawi dalam sebuah ruang tertutup.

3.9 Koleksi Museum Batik Jawa Barat

3.9.1 Data Koleksi Museum Batik Jawa Barat

1. Jumlah Koleksi : 200 buah

2. Bentuk Benda : Dua dimensi dan tiga dimensi. 3. Sifat Benda : Benda asli, replika.

4. Teknik Penyajian : Vitrin, panil, pedestal, kapstok, patung peraga.

5. Ukuran Terbesar : 260 x 107 cm (batik tulis tradisional) 6. Ukuran Terkecil : Diameter 2,5 cm (bandul)

3.9.2 Klasifikasi Koleksi Museum Batik Jawa Barat

Koleksi Museum Batik Jawa Barat bersifat khusus, karena koleksi yang ada terdiri atas bermacam – macam


(73)

61

objek yang berkaitan dengan Batik Jawa Barat dari berbagai wilayah di Jawa Barat itu sendiri (daftar benda koleksi lihat Lampiran).

a. Koleksi Tekstil:

- Wastra atau kain

Berupa berbagai macam kain batik daerah Jawa Barat (Batik Indramayu, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Banjar, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Subang, Cimahi, Cianjur, Bogor, Bekasi).

- Sandang

Berdasarkan fungsi kain batik secara tradisional dalam kebutuhan sandang, maka koleksinya berupa dodot, ikat kepala, sarung, selendang, kemben dan kain panjang.

b. Koleksi Non Tekstil:

- Peralatan membatik tulis

Berupa Gawangan, canting tulis, bandul, kain mori, malam atau lilin, dhingklik, kompor, wajan, penyaring, tepas dan taplak.


(74)

62

- Peralatan membatik cap

Berupa kain mori, canting cap, meja, dll. c. Sarana Penunjang Koleksi:

Berupa foto, gambar, peta dan lukisan yang berkaitan dengan pembatikan di Jawa Barat.

3.10 Alur Sirkulasi pada Museum Batik Jawa Barat

1. Alur Sirkulasi Pengelola

Bagan 3.2 Alur Sirkulasi Pengelola Sumber: Dokumen Pribadi

Main Entrance

Lobby

Pameran Tetap Toko souvenir

Kafetaria Side Entrance

Kantor Bag. Pameran &

Edukasi Kantor Bag. Tata

Usaha Kantor Kepala&

Wakil Museum

Kantor Bag. Koleksi & Perawatan


(75)

63

2. Alur Sirkulasi Pengunjung

Bagan 3.3 Alur Sirkulasi Pengunjung Sumber: Dokumen Pribadi

Main Entrance

Lobby

Informasi

Pameran Tetap

Introduksi

Area Pamer 1 (Batik Jawa Barat gol. Batik

Pesisiran) Area Pamer 2

(Batik Jawa Barat gol. Batik

Pedalaman)

Area Pamer 3 (Batik & Kebudayaan)

Area Pamer 4 (Batik Jawa Barat koleksi Pecinta Batik) Toko souvenir

Kafetaria Auditorium Perpustakaan

Pameran Temporer Area Peragaan

Busana

Area Multimedia Area Komunitas

Pecinta batik Workshop


(76)

64

3. Alur Sirkulasi Barang

Bagan 3.4 Alur Sirkulasi Barang Sumber: Dokumen Pribadi

3.11 Storyline Museum Batik Jawa Barat

Alur storyline pada Museum Batik Jawa Barat, disusun berdasarkan pembagian daerahnya atau letak geografisnya.

1. Area Introduksi

Awal alur storyline dimulai pada area introduksi atau disebut juga area pengenalan dengan menjelaskan secara umum mengenai perbatikan di Jawa Barat. Area ini menampilkan peta penyebaran Batik Jawa Barat, maket Museum Batik Jawa Barat serta foto atau gambar yang berkaitan dan mewakili Batik Jawa Barat itu sendiri.

Barang Diregistrasi Barang

Diperbaiki

R. Simpan Sementara

Lab. Fumigasi

Lab. Konservasi

Barang Didokumentasikan

Preparasi

Barang dipamerkan Barang Datang


(77)

65

2. Area Pamer 1

Area pamer ini berupa area Batik Jawa Barat dalam golongan Batik Pesisiran, dimana area ini memamerkan beragam batik tulis tradisional Jawa Barat dan berbagai batik yang mendapat pengaruh dari bangsa asing. Benda pamer pada area ini ditampilkan berdasarkan lokasi atau letak geografis yang dibagi ke dalam beberapa sub area yaitu Batik China, Jepang, Belanda, Arab, Yogya, Solo, Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut.

3. Area Pamer 2

Area pamer kedua yaitu area Batik Jawa Barat dalam golongan Batik Pedalaman. Area ini menjelaskan serta memamerkan beragam batik dari wilayah industri batik baru di Jawa Barat. Benda pamer pada area ini ditampilkan berdasarkan lokasi yang dibagi ke dalam dua belas sub area sesuai daerah industri baru Batik Jawa Barat, yaitu Batik Banjar, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Subang, Cimahi, Cianjur, Bogor dan Bekasi.

4. Area Pamer 3

Area pamer ketiga yaitu area Batik dan kebudayaan. Area ini memamerkan batik yang terbagi ke dalam tiga sub area yaitu sub area batik dalam lingkup religi dan makna simbolis, sub area fungsi batik secara tradisional dan modern, kemudian


(78)

66

yang terakhir sub area alat dan bahan pembuatan batik tulis dan cap. Media display pada area ini berupa vitrin, pedestal, dan panel yang memamerkan beragam batik dalam bentuk sandang, beragam peralatan pembuatan batik tulis dan cap, serta foto maupun penjelasan dua dimensi mengenai jenis batik yang terkait.

5. Area Pamer 4

Area pamer keempat yaitu area Batik Jawa Barat koleksi pecinta batik. Area ini memamerkan beragam Batik Jawa Barat koleksi para pecinta kain batik.


(79)

67 3.12 Program Aktivitas dan Fasilitas

Tabel 3.3 Aktivitas Museum Batik Jawa Barat

No. Aktivitas Pengguna Sifat Ruang Fasilitas Ruang Publik Semi Publik Privat Servis

1. Menjual tiket museum Pegawai loket

√ Loket

Membeli tiket Pengunjung

2. Memberikan informasi Resepsionis √ Lobby

3. Melihat pameran Pengunjung √ R. Pamer

4. Membaca atau mencari literatur Pengunjung

√ Perpustakaan

Mengelola perpustakaan Pegawai perpustakaan 5. Mengikuti seminar atau pertunjukan Pengunjung

√ Auditorium

Mengelola auditorium Pegawai auditorium 6. Mengikuti pelatihan membatik Pengunjung

√ Workshop Membatik

Memberi pelatihan membatik Pegawai workshop 7. Menyimpan dan merawat koleksi Pegawai Bag. Koleksi

dan Perawatan √ Koleksi dan Perawatan

8. Membeli cinderamata Pengunjung

√ Toko Souvenir

Menjual cinderamata Pegawai toko souvenir 9. Menjual makanan dan minuman Pegawai kafetaria

√ Kafetaria

Membeli makanan dan minuman Pengunjung, Pegawai

10. Rapat Pegawai √ R. Rapat

11. Beribadah Pengunjung, Pegawai √ Mushalla

12. Buang air Pengunjung, Pegawai √ Toilet

13. Bertanggung jawab atas museum Kepala Museum √ R. Kepala Museum 14. Mewakili kepala museum Wakil Kepala Museum √ R. Wakil Kepala Museum 15. Mengurus administrasi museum Kepala bagian, Kepala √ R. Tata Usaha


(80)

68

sub bagian, pegawai 16. Mengelola bidang edukasi dan

komersil

Kepala bagian, Kepala

sub bagian, pegawai √ R. Edukasi dan Rekreasi 17. Mengurus berbagai hal mengenai

koleksi museum

Kepala bagian, Kepala

sub bagian, pegawai √ R. Koleksi dan Konservasi

18. Mengawasi CCTV Pegawai √ R. Pengawas CCTV

19. Mengelola kebersihan Cleaning service √ R. Cleaning service 20. Melakukan fashion show Pengunjung, masyarakat

pecinta batik √ R. Peragaan Busana

21. Berkumpul, bertukar informasi Pengunjung, masyarakat

pecinta batik √

R. Komunitas Pecinta Batik

Sumber: Dokumen Pribadi

Tabel 3.4 Fasilitas Museum Batik Jawa Barat

Pelayanan Umum

No. Area / Ruang Sub Area Pengguna Fasilitas

Dimensi Total Luas Furnitur + Sirkulasi 80 %

(m²)

Total Besaran ruang (m²) p l t Jml

1. Loket

- Pegawai Meja penjualan tiket 120 50 70 2 3,24 4,77 Kursi (swivel armchair) 57 50 105 2 1,53

2. Resepsionis

- Pegawai Meja resepsionis 200 50 100 1 1,80 2,82 Kursi (swivel armchair) 57 50 105 2 1,02

3. Lobby

- Pegawai, Pengunjung

Diasumsikan 6400 m² 115,2

13,8

Sofa (4 buah) 200 80 45 4 23,04

4. Toilet Toilet Pria Pegawai, Pengunjung

Kloset duduk 75 55 80 6 4,45

17,1

Urinoir 50 30 60 4 1,08

Washtafel 60 55 90 6 3,56

Toilet Wanita Pegawai, Pengunjung

Kloset duduk 75 55 80 6 4,45

Washtafel 60 55 90 6 3,56

Luas Total 162,93


(81)

69

5. R. Pamer Tetap Area Introduksi Pemandu, Pengunjung

Peta penyebaran Batik Jawa Barat 300 5 150 1 0,27

31,84 Maket Museum Batik Jawa Barat 200 200 120 1 0,72

Panel foto 1 300 15 180 1 0,57

Panel foto 2 100 15 180 4 0,76

Pedestal 300 150 20 2 16,2

Area Pamer 1 – Batik Jawa Barat dalam Golongan Batik Pesisiran

Pemandu, Pengunjung

Partisi 90 10 180 4 6,48

373,08

Panel foto 60 4 120 30 1,29

Vitrin tunggal besar 150 150 200 30 121,50 Vitrin tunggal sedang 100 100 180 16 28,80 Vitrin tunggal kecil 50 55 120 12 5,94

Kapstok 30 30 168 10 1,62

Diorama 250 150 - 3 202,50

Pedestal 50 55 10 10 4,95

Area Pamer 2 – Batik Jawa Barat dalam Golongan Batik Pedalaman

Pemandu, Pengunjung

Partisi 90 10 180 4 6,48

372,78

Panel foto 60 4 120 24 1,03

Vitrin tunggal besar 150 150 200 30 121,50 Vitrin tunggal sedang 100 100 180 16 28,80 Vitrin tunggal kecil 50 55 120 12 5,94

Kapstok 30 30 168 10 1,62

Diorama 250 150 - 3 202,50

Pedestal 50 55 10 10 4,95

Area Pamer 3 – Batik dan Kebudayaan

Pemandu, Pengunjung

Partisi 90 10 180 4 6,48

372,38

Panel foto 60 4 120 15 0,64

Vitrin tunggal besar 150 150 200 30 121,50 Vitrin tunggal sedang 100 100 180 16 28,80 Vitrin tunggal kecil 50 55 120 12 5,94

Kapstok 30 30 168 10 1,62

Diorama 250 150 - 3 202,50

Pedestal 50 50 10 10 4,95

Area Pamer 4 – Batik Jawa Barat Koleksi Pecinta Batik

Partisi 90 10 180 4 6,48

372,38

Panel foto 60 4 120 15 0,64

Vitrin tunggal besar 150 150 200 30 121,50 Vitrin tunggal sedang 100 100 180 16 28,80


(82)

70

Vitrin tunggal kecil 50 55 120 12 5,94

Kapstok 30 30 168 10 1,62

Diorama 250 150 - 3 202,50

Pedestal 50 50 10 10 4,95

6. R. Pamer Temporer

Pameran koleksi pinjaman / special events

Diasumsikan 6400 m²

115,2 115,2 7. Toilet Toilet Pria Pemandu,

Pengunjung

Kloset duduk 75 55 80 6 4,45

17,1

Urinoir 50 30 60 4 1,08

Washtafel 60 55 90 6 3,56

Toilet Wanita Pemandu, Pengunjung

Kloset duduk 75 55 80 6 4,45

Washtafel 60 55 90 6 3,56

Luas Total 1.654.76

Edukasi atau Pendidikan

8. Perpustakaan

-

Pegawai Meja counter 380 50 100 1 3,42

84,99

Meja pegawai 120 50 70 3 3,24

Kursi pegawai (swivel armchair) 57 50 105 3 15,3 Kursi pegawai (visitor chair) 45 45 80 3 1,09

Lemari arsip 120 40 150 2 1,72

Rak Penitipan Barang 100 40 150 1 0,72

Pengunjung Rak buku 160 35 150 6 6,04

Carausel 30 30 150 2 0,32

Meja baca 150 150 70 6 24,3

Karpet (area membaca santai) 200 200 - 3 21,6

Kursi tunggu 75 45 45 9 5,46

Mesin foto copy 85 80 - 1 1,22

Rak Koran & Majalah 90 35 80 1 0,56 9. Auditorium

-

Pengunjung Kursi pengunjung 45 45 80 200 72,9

185,18 Pembicara Kursi pembicara 3 seat 210 70 70 1 2,64

Kursi pembicara 1 seat 70 70 70 1 0,88

Meja seminar 120 59 45 1 1,08

Backstage Pegawai R. Ganti Pria Diasumsikan 14,4 m² 25,92 R. Ganti Wanita Diasumsikan 14,4 m² 25,92


(1)

90

Gambar 4.9 HPL Sumber:Dokumen Pribadi

- Bambu, finishing natural color. Memadukan dua unsur, yaitu material yang berasal dari alam dan hasil teknologi industri. Bambu dan vitrin (multipleks 18 mm finishing duco black glossy dengan tambahan kaca 6 mm)

Gambar 4.10 Bambu Sumber:Dokumen Pribadi

- Cat akrilik. Digunakan pada rangka kayu bagian atap, dengan proses akhir menggunakan cat akrilik, setara Merk Mowilextipe SC 05 evergreen.

Gambar 4.11 Cat akrilik Sumber:Dokumen Pribadi


(2)

91

4.8 Konsep Pencahayaan

Pencahayaan menimbulkan pengaruh yang besar bagi berbagai aktivitas dan fasilitas khususnya pada area pamer. Penerapan teknik pencahayaan didasarkan pada jenis aktivitas atau kegiatan yang berlangsung dalam suatu ruang tertentu yang kemudian disesuaikan dengan tingkat pencahayaannya. Selain pencahayaan alami, pencahayaan buatan juga diterapkan dalam museum ini dengan pencahayaan yang bersifat general lighting dan accent lighting atau yang bersifat khusus.

General lighting dapat berupa downlight yang diterapkan pada area – area yang memerlukan pencahayaan yang cukup, sedangkan untuk acccent lighting atau pencahayaan yang bersifat khusus dapat berupa hidden lamp dan spot light dengan jenis lampu LED.

4.9 Konsep Penghawaan

Pada Museum Batik Jawa Barat terdapat dua jenis penghawaan, yaitu penghawaan alami dan penghawaan buatan. Penghawaan khususnya pada area pamer perlu diperhatikan, terlebih benda pamer yang berupa wastra atau kain rentan terhadap suhu maupun kelembaban. Kondisi cuaca ataupun alam dapat pula mempengaruhi suhu di dalam ruang pamer, sehingga penghawaan buatan setidaknya dapat membantu menyeimbangkan kondisi atau temperatur ruangan.


(3)

92 Penerapan AC (Air Conditioning) sebagai penghawaan buatan, penerapannya pada setiap ruang berbeda. Suhu pada ruang pamer sekitar 25 – 27 derajat celcius. Suhu pada ruang penyimpanan benda pamer sekitar 25 derajat celcius.

4.10 Konsep Keamanan

Museum Batik Jawa Barat, sebagai museum dengan benda pamer khusus berupa batik yang dinilai eksklusif dan bermutu tinggi sebagai salah satu warisan budaya asli Indonesia harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi baik dari segi pengamanan bangunan museum sekaligus pengamanan pada benda koleksi itu sendiri. Konsep keamanan Museum Batik Jawa Barat yaitu:

 Keamanan terhadap kebakaran

Sistem pencegahan terhadap bahaya kebakaran terbagi atas dua bagian, yaitu:

a) Sistem Pencegahan Aktif

- Fire Hydrant, alat pemadam kebakaran permanen yang di letakkan di lokasi strategis dan mudah di jangkau.

- Fire extinguisher, alat pemadam kebakaran portable yang berupa tabung dengan kandungan gas karbon monoksida atau buih untuk memadamkan api.

- Fire alarm, terhubung pada alat deteksi maupun terpasang di lokasi rawan kebakaran untuk dinyalakan


(4)

93 secara manual dengan cara memecahkan kaca kemudian menekan tombol yang kemudian akan menyalakan suara tanda bahaya (sirine).

- Smoke detector atau heat detector, pendeteksi asap yang keluar sebelum api membesar.

b). Sistem pencegahan pasif

- Menyediakan jalur evakuasi yang memadai seperti: tangga kebakaran dengan pintu tahan api, bukaaan dua arah pada ruangan publik yang memiliki daya tampung besar, koridor dengan lebar yang memadai.

- Menyediakan sarana dan alat bantu evakuasi seperti: sistem pengendalian asap, alat komunikasi darurat, signsystem.

 Keamanan terhadap kriminalitas

Untuk mencegah terjadinya vandalisme, pencurian ataupun tindakan kriminal lainnya. Sistem pengamanan yang digunakan dan diterapkan yaitu:

- Pengadaan petugas keamanan dengan sistem shift - Sistem pengawasan melalui kamera (cctv)

- Alarm dan detector.

4.11 Konsep Storyline

Storyline benda pamer pada Museum Batik Jawa Barat dirancang berdasarkan klasifikasi batik menurut lokasi atau pembagian


(5)

94 daerahnya. Storyline berdasarkan klasifikasi batik menurut pembagian daerah ini dimaksudkan untuk mempermudah pengunjung dalam melihat benda pamer berdasarkan kelompok dari pintu masuk ruang pamer hingga pintu keluar.

1. Area Introduksi

Menjelaskan secara umum mengenai perbatikan di Jawa Barat dan mengenai Museum Batik Jawa Barat itu sendiri, dengan media display yang bersifat dua dimensi dan tiga dimensi.

2. Area Pamer 1 (Batik Jawa Barat dalam Golongan Batik Pesisiran)

 Sub area batik pengaruh bangsa asing dan Jawa:

Batik China, Batik Belanda, Batik Arab, Batik Jepang, Batik Yogya, Batik Solo.

 Sub area batik tradisional Jawa Barat:

Batik Indramayu, Batik Cirebon, Batik Ciamis, Batik Tasikmalaya, Batik Garut.

3. Area Pamer 2 (Batik Jawa Barat dalam Golongan Batik Pedalaman)

Batik Banjar, Batik Kuningan, Batik Majalengka, Batik Sumedang, Batik Bandung, Batik Kab. Bandung, Batik Kab.


(6)

95 Bandung Barat, Batik Subang, Batik Cimahi, Batik Cianjur, Baik Bogor, Batik Bekasi.

4. Area Pamer 3 ( Batik dan Kebudayaan)

 Sub area lingkup religi dan makna simbolis:

Batik Indramayu, Batik Cirebon, Batik Tasikmalaya.  Sub area fungsi batik:

Tradisional dan modern.  Sub area alat dan bahan membatik:

Batik Tulis dan batik Cap

5. Area Pamer 4 (Batik Jawa Barat Koleksi Kolektor Batik)  Yayasan Batik Jawa Barat

 Sendy Yusup (Ketua Yayasan Batik Jawa Barat)  Siti Maimunah (Kolektor Batik Jawa Barat)

 Karlinah Umar Wirahadikusumah (Kolektor Batik Jawa Barat)

 Wieke Dwiharti (Kolektor Batik Jawa Barat)  Rini Yudha Ahadiat (Kolektor Batik Jawa Barat)

(Pradito, Didit. Herman Jusuf & Saftiyaningsih Ken Atik. 2010).