Tabel 1. Parameter lingkungan perairan yang diukur beserta satuan dan alat pengukurnya
Parameter AlatSpesifikasiMetode
Keterangan a.
Fisika
1. Suhu C
2. Kedalaman Perairan kedalaman tumbuh
3. Kecepatan Arus cmdet
4. Kecerahan m 5. Gelombang
Thermometer Hg Pita Ukur meteran
Floating droudge Secchi disk
insitu insitu
insitu insitu
data sekunder
b. Kimia
1. Salinitas ppt 2. Oksigen Terlarut
ppm 3. Nitrat mgl
4. Orthofosfat Refraktometerpembacaan skala
DO meter Spektrofotometerpembacaan skala
Spektrofotometerpembacaan skala Insitu
Laboratorium Laboratorium
Laboratorium
c. Biologi
1. Pertumbuhan 2. Kandungan karaginan
Timbangan Metode Ainsworth dan Blanshart
Insitu Laboratorium
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk
menggambarkan keadaan yang aktual dan mengkaji penyebab dari gejala tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan data dalam pengembangan usaha budidaya
rumput laut di Kecamatan Kupang Barat melalui kajian ekologis dan biologi rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Kecamatan Kupang Barat dengan
menggunakan metode survey dan percobaan experimental method Pada lokasi perairan Kecamatan Kupang Barat ditetapkan 3 stasiun St
percobaan pertumbuhan rumput laut St.3, St.4, St.5 dan 7 stasiun pengamatan parameter ekologis perairan St.1 sd St.7 Gambar 2. Penentuan stasiun
dilakukan secara purposif sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan kriteria dan keheterogenan lokasi budidaya. Untuk itu dilakukan prasurvey cepat untuk
penentuan lokasi stasiun berdasarkan keheterogenan parameter fisika perairan melalui
indikator-indikator antara
lain kondisi
fisik perairan
keterlindunganketidak-terlindungan dari ombak, kuat lemahnya arus dan habitat yang berbeda berkarang, karang campur pasir, pasir.
Pada metode survey dilakukan pengukuran parameter ekologi rumput laut yaitu parameter 1 parameter fisika, meliputi suhu, kedalaman, kecepatan
arus, pasang surut, cahaya dan gelombang; 2 parameter kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat; 3 parameter biologi meliputi pengamatan biota
pengganggu. 1 Pengukuran parameter lingkungan
Pada setiap stasiun akan diambil 3 sampel per variabel yang diamati setiap hari pengamatan untuk stasiun petumbuhan rumput laut St.3 sd 5 dan
pada awal peretengahan dan akhir penelitian untuk St.1, St.2, St.6 dan St 7. Pengamatan dilakukan setiap 10 hari selama 2 bulan atau terdapat 6 hari
pengamatan. Parameter fisika yang diukur meliputi variabel-variabel a Suhu, pengukuran temperatur air ini dilakukan dengan menggunakan alat thermometer
air raksa Hg dengan satuan C dengan metode pemuaian. b Kedalaman
perairan dan kedalaman tumbuh, pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meter dengan satuan meter; c Kecepatan arus, pengukuran dilakukan dengan
menggunakan floating droudge dengan satuannya adalah cmdetik; d Kecerahan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan Secchi disk dengan satuannya adalah
meter m. Pengukuran untuk parameter kimia, meliputi a salinitas, pengukuran
salinitas dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer atau salinometer dengan satuan part per thousand ‰; sampel oksigen terlarut DO, nitrat dan
phosphat dianalisis di laboratorium. Untuk parameter biologi diamati meliputi a Pengamatan biota
pengganggu dan b biota lainnya yang terdapat di sekitar stasiun. Pemagaran disekeliling tanaman dengan jaring dilakukan untuk menghindari biota
pengganggu yang ada di lokasi. 2 Analisis laboratorium DO, nitrat dan phosphat
Variable-variabel seperti a Oksigen terlarut DO, dianalisis di laboratorium dengan menggunakan alat DO meter dengan metoda elektroda
bersatuan mgl; b Nitrat, dianalisis dengan menggunakan alat spektrofotometer bersatuan mgl sehingga metode yang dipakai adalah Brucine, sedangkan c
Orthofosfat, dianalisis dengan menggunakan alat spektrafotometer bersatuan mgl sehingga metode yang dipakai adalah Stannous chloride.
Selain itu juga dilakukan pengamatan spasial dengan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis SIG dalam rangka mendapatkan bobot
dan skor untuk menentukan kelas kesesuaian lahan. Proses yang dilakukan melalui tahapan penyusunan basis data spasial dan teknik tumpang susun
overlay serta menentukan daya dukung atau daya tampung lahan dalam kawasan yang ditentukan.
Pada metode percobaan dilakukan : 1
Percobaan pertumbuhan rumput laut pada stasiun pengamatan Percobaan pertumbuhan dilakukan dengan rakit metode apung untuk
menumbuhkan atau membesarkan rumput laut. Kerangka rakit yang digunakan dibuat dengan tali induk polyamide PA berukuran 2 x 10 meter menggunakan
pemberat dan pelampung gambar 2. Benih rumput laut dipotong dengan menggunakan pisau kemudian diikatkan pada tali ris. Benih rumput laut diikat
pada tali nilon yang telah disimpul pada tali ris dengan jarak antar simpul 40 cm. Setelah benih diikat pada tali ris maka tali ris diikat pada tali induk dengan jarak
antar tali ris satu dengan lainnya adalah 2 meter. Berat benih relatif sama yaitu 100 gram, setiap tali ris dipasang 20 ikat bibit rumput laut dimana terdapat 5 tali
ris perakit, sehingga jumlah rumput laut adalah 100 ikat bibit per rakit. Jumlah rakit yang digunakan adalah tiga 3 rakit per stasiun, sehingga total rakit yang
digunakan adalah 9 rakit dan total 300 ikat benih. Pertumbuhan rumput laut diamati setiap sepuluh 10 hari selama 2 bulan atau terdapat 6 hari pengamatan.
Parameter yang diamati meliputi parameter pertumbuhan dan parameter kandungan rumput laut Eucheuma cottonii. Parameter pertumbuhan yang
diamati meliputi pertambahan berat total rumput laut. Pada setiap hari pengamatan ditimbang 5 ikat rumput laut sampel per stasiun. Sedangkan parameter kandungan
rumput laut yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan karaginan rumput laut. Pengambilan sampel dilakukan setiap 10 hari selama 2 bulan pada 3 stasiun
atau terdapat 6 hari pengamatan sebanyak 3 sampel masing-masing seberat 1 kg basah secara acak per stasiun per hari pengamatan, selanjutnya sampel rumput
laut dikeringkan sampai kira-kira mencapai derajat kekeringan 30, kemudian dianalisis kandungan karaginannya di laboratorium.
a b
c Gambar 3. Penanaman budidaya rumput laut dengan metode apung
Keterangan : = pemberat
a = tali ris = pelampung
b = tali induk = ikatan rumput laut
c = tali pelampung 2
Analisis Karaginan Penentuan konsentrasi karaginan dilakukan untuk setiap sampel
percobaan, dengan menggunakan metode Ainsworth dan Blanshard 1980 dan Furia, 1981 dalam Iksan, 2005 dengan prosedurnya sebagai berikut :
Sampel rumput laut Euceheuma cottonii dicuci dan dibersihkan dari pasir, kotoran dan bahan-bahan asing lainnya, kemudian direndam dalam air lalu
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 2 jam.
Setelah kering dimasukkan kedalam blender hingga halus, kemudian diayak untuk memisahkan bagian yang kasar dan yang halus.
Sampel rumput laut ditimbang 10 gram untuk dipanaskan diekstraksi dengan air pada suhu 85-95
C dalam suasana agak basa pH 8-9 selama 4 jam. Bubur rumput laut disaring melalui penyaring selulosa dalam kertas saring
berlipat. Hasil yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara pemanasan menjadi
50 ml. Isopropanol ditambahkan sekitar 15 ml dan dibiarkan semalam.
Hasil ekstrak ini kemudian disaring dengan kain putih tipis atau dipindahkan ke kertas saring berlipat, lalu ditambahkan isopropanol 96 sekitar 15 ml.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 2 jam.
Hasil pengeringan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Berat hasil penimbangan dikurangi dengan berat wadah pada waktu kosong, maka
diperoleh berat karaginan bersih g. 3. Analisis Permasalahan
Analisis permasalahan dilakukan dengan mengidentifikasi masalah secara deskriptif untuk pengaruh terhadap kondisi ekologis perairan. Output dari
analisis ini adalah merumuskan strategi apa yang sebaiknya dilakukan untuk keberlangsungan dalam membudidayakan rumput laut.
3.4 Pengumpulan Data Data yang dikumpulakan dalam penelitian ini adalah 1 data utama dan
2 data tambahan atau penunjang yang masing-masing terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan
hasil analisis laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Propinsi dan Kabupaten, kantor
Statistik Propinsi dan Kabupaten, BEPPEDA Propinsi dan Kabupaten, Bakosurtanal.
1. Pengumpulan Data Utama a. Data Primer
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : •
Pengumpulan data fisika, kimia dan biologi yang berkaitan dengan syarat- syarat pertumbuhan rumput laut.
• Pengumpulan data dari hasil percobaan budidaya, pengamatan dan
pengukuran dari pertumbuhan dan karaginan rumput laut. b. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain: •
Pengumpulan data peta yang menyajikan informasi tentang bentuk lahan perairan.
• Data curah hujan dari lembagainstansi yang terkait
• Data produksi rumput laut
2. Pengumpulan Data Penunjang a. Data Primer
• Pengumpulan data keadaan umum kecamatan,
• Pengumpulan data sosial ekonomi.
b. Data Sekunder •
Data monografi kecamatan, •
Laporan-laporan dinas perikanan dan kelautan, •
Kebijakan-kebijakan tentang rumput laut, •
Hasil-hasil penelitian tentang rumput laut baik jurnal maupun laporan- laporan.
3.5 Analisis Data Pemilihan lokasi untuk pengembangan budidaya rumput laut merupakan
hal yang penting karena lokasi budidaya yang tepat harus sesuai dengan kondisi ekologis di perairan laut tersebut, dimana pertumbuhan rumput laut sangat
ditentukan oleh kondisi ekologi perairan. Penentuan kesesuaian suatu lokasi budidaya merupakan salah satu kondisi ekologi yang dilakukan dengan cara
melihat keadaan biofisik dan kimia lokasi budidaya rumput laut dengan cara membandingkan hasilnya dengan baku mutu atau syarat tumbuh rumput laut yang
dibudidayakan di Teluk Kupang. Parameter-parameter biofisik lingkungann yang ada pada masing-masing
lokasi cenderung akan bervariasi, oleh karena itu untuk melihat variasi tersebut dalam mencapai tujuan penelitian maka perlu pengelompokkan analisis data
berdasarkan tujuan penelitian yaitu :
3.5.1 Analsisis Parameter Pertumbuhan Analisis statistik, deskriptif, rata-rata, dan grafik. Analisis laju
pertumbuhan harian rumput laut yang dibudidayakan dihitung bedasarkan rumus sebagai berikut Ditjen Budidaya, 2005 :
[ ]
100 1
=
1
X Wo
Wt G
t
Dimana : G = Laju pertumbuhan rumput laut
Wt = Bobot basahkering rumput laut pada saat t hari rata-rata akhir gr Wo = Bobot basah kering rumput laut pada penanaman awal rata-rata
awal gr t = Lama penanamanwaktu pengujian.
3.5.2 Analisis Kandungan Karaginan Analisis statistik, deskriptif, rata-rata, dan grafik. Penentuan kandungan
karaginan dapat diukur dengan rumus sebagai berikut Syaputra, 2005 : 100
= x
uji sampel
Berat karaginan
Berat Karaginan
3.5.3 Analisis Kesesuaian Lahan
Untuk menentukkan kesesuaian lahan suatu wilayah perairan dalam pengembangan budidaya rumput laut secara optimal dan berkelanjutan yang
menjamin kelestarian pesisir digunakan metode analisis meliputi :
Analisis Spasial
Dalam melakukan analisis spasial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu penyusunan basis data spasial dan teknik tumpang susun
overlay. a
Penyusunan basis data Penyusunan basis data spasial dimaksudkan untuk membuat peta tematik
secara digital yang dimulai dengan peta dasar, pengumpulan data kompilasi data sampai tahap overlaying. Pada penelitian ini jenis data yang diambil meliputi
ekologis perairan seperti suhu, salinitas, gelombang, pasang surut, arus, kecerahan dan substrat perairan. Berdasarkan data-data tersebut akan dibuat kontur pada
masing-masing kriteria dengan bantuan Extentiaon Gird Contur sehingga terbentuk kontur selanjutnya kontur tersebut di conver to polygon yang
menghasilkan tema itu sendiri. Hasil dari poligon atau coverage layer ini yang digunakan untuk proses overlay.
b Proses Tumpang Susun overlay
Untuk menentukkan pemetaan suatu kawasan yang sesuai dan tidak sesuai bagi pengembangan budidaya rumput laut di wilayah penelitian dilakukan
operasi tumpang susun overlay dari setiap tema yang dipakai sebagai kriteria, menggunakan Arc View 3.2. Sebelum operasi tumpang susun ini dilakukan setiap
tema dinilai tingkat pengaruhnya terhadap penentuan kesesuaian lahan. Pemberian nilai pada masing-masing tema ini menggunakan pembobotan
weighting. Setiap tema dibagi dalam beberapa kelas yang disesuaikan dengan kondisi daerah penelitian diberi skor mulai dari kelas yang berpengaruh hingga
kelas yang tidak berpengaruh. Setiap kelas akan memperoleh nilai akhir yang merupakan hasil perkalian antara skor kelas tersebut dengan bobot dari tema
dimana kelas tersebut berada. Penentuan kriteria, pemberian bobot dan skor ditentukan berdasarkan studi kepustakaan dan justifikasi yang berkompeten dalam
bidang perikanan. Proses pemeberian bobot dan skor seperti diatas dilakukan melalui
pendekatan indeks overlay model untuk memperoleh urutan kelas kesesuaian lahan. Model ini mengharuskan setiap coverage diberi bobot weight dan setiap
kelas dalam satu coverage diberi nilai. Hasil perkalian antara bobot dan skor yang diterima oleh masing-masing coverage tersebut disesuaikan berdasarkan tingkat
kepentingannya terhadap penentuan kesesuaian lahan budidaya rumput laut. Sebelum tahapan operasi tumpang susun dilakukan terlebih dahulu dibuat
sebuah tabel kelas kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut yang memuat informasi kriteria selanjutnya dilakukan penskoran, bobot dan untuk menentukan
kelas kesesuaian Tabel 2.
Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan perairan untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. dengan metode rakit apung.
Skor S Tidak sesuai
Sesuai
Sangat Sesuai
Parameter 1
3 5
Bobot B
1. Arus cmdet 2. Kecerahan cm
3. Keterlindungan 4. Suhu
C 5. Kedalaman m
6. Gelombang cm 7. Salinitas ppt
8. DO mgl 9. Nitrat mgl
10.Phosphat mgl 11. Substrat
12. Pencemaran 10 atau 40
3 terbuka
20 atau 30 2 atau 15
30 28 atau 37
4 atau7 0,01 atau 1,0
0,01 atau 0,30
lumpur
tercemar
10-20 atau 30-40
3-5
agak terlindung
20-24 1-2
10-30 34-37
6,1–7 0,8-1,0
0,21-0,30 pasir berlumpur
sedang 20-30
5 terlindung
24-28 2-15
10 28-34
4-6 0,01-0,07
0,10-0,20 karang
mati,makro alga, pasir
tidak ada 15
10 10
5 5
5 5
5 5
5 5
5
Sumber : Modifikasi dari Aslan 1998, DKP 2000 dan Ditjenkanbud 2005
Hasil akhir dari analisis SIG melalui pendekatan indeks overlay model adalah diperolehnya rangking atau urutan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya
rumput laut. Kelas kesesuaian lahan dibedakan pada tingkat kelas dan didefinisikan sebagai berikut :
Kelas S1 : Tidak Sesuai, yaitu lahan atau kawasan yang tidak sesuai untuk budidaya rumput laut karena mempunyai faktor pembatas yang berat
yang bersifat permanen. Kelas S2: Sesuai bersyarat, yaitu apabila lahan atau kawasan mempunyai faktor
pembatas yang agak serius atau berpengaruh terhadap produktifitas budidaya rumput laut. Didalam pengelolaannya diperlukan tambahan
masukkan teknologi dari tingkatan perlakuan. Kelas S3 : Sangat Sesuai yaitu apabila lahan atau kawasan yang sangat sesuai
untuk budidaya rumput laut tanpa adanya faktor pembatas yang berarti
atau memiliki faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan menurunkan produktifitasnya secara nyata.
Kelas kesesuaian lahan diatas dibedakan berdasarkan kisaran nilai indeks kesesuaiannya. Untuk mendapatkan nilai selang indeks pada setiap kelas
kesesuaian ditentukan dengan cara membagi selang antara 3 bagian yang sama dari selisih nilai indeks overlay tertinggi dengan nilai indeks overlay terendah
yang diperoleh. Setelah diperoleh informasi kesesuaian lahan tersebut maka selanjutnya
akan ditetapkan dengan Sistem Informasi Geografis SIG dimana merupakan salah satu sistem yang dikembangkan untuk sistem pengelolaan informasi yang
dapat menunjang dan mengolah data dari berbagai variabel yang terkait dalam penentuan kebijaksanaan. Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis
yang didukung teknologi penginderaan jauh untuk pengembangan wilayah pesisir dan laut merupakan pilihan yang tepat dan memerlukan ketersediaan data yang up
to date yang akhirnya akan mempermudah dalam pengambilan keputusan.
3.5.4 Analisis Daya Dukung Lingkungan
Dalam menentukan pemanfaatan kawasan pesisir sebagai lahan budidaya rumput laut diperlukan sistem budidaya yang memperhitungkan daya dukung
lingkungan perairan tempat berlangsungnya kegiatan budidaya dalam menentukan skala usaha atau ukuran unit usaha yang dapat menjamin kontinuitas dari kegiatan
budidaya rumput laut. Estimasi daya dukung lingkungan perairan akan menunjukkan berapa
unit rakit yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Untuk menganalisis daya dukung lingkungan menggunakan pendekatan dari formulasi
yang dikemukakan Soselisa 2006 yang dimodifikasi oleh Amarulah 2007 dimana untuk menduga daya dukung lingkungan adalah membandingkan luas
suatu kawasan yang digunakan dengan luasan unit metode budidaya rumput laut. Dengan rumus sebagai berikut :
LUM LKL
x α
dukung Daya
= Dimana
LKL adalah Luas Kapasitas kesesuaian lahan LUM adalah Luasan unit metode
α adalah koefisien budidaya efektif 60
3.5.5 Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut
Dalam pengembangan budidaya rumput laut yang berkelanjutan maka dirumuskan suatu strategi yang sebaiknya dilakukan oleh masyarakat
pembudidaya dan stakeholder lainnya yaitu berdasarkan analisis deskriptif kondisi ekologis wilayah periaran.
Analisis deskriptif ini untuk menggambarkan kondisi aktual berdasarkan data biofisik atau uji kelayakan ekologis perairan untuk kesesuaian lahan yang
ditunjukkan oleh laju pertumbuhan rumput laut dan kandungan karaginan di perairan Kecamatan Kupang Barat serta daya dukung lahan yang mampu
menampung budidaya rumput laut pada lokasi perairan tersebut. Strategi pengelolaanpengembangan budidaya rumput laut ini untuk
mengarahkan pada pemanfaatan lokasi budidaya rumput laut di perairan Kecamatan Kupang Barat yang optimal serta meminimumkan kerusakan dan
tekanan ekologis perairan dalam meningkatkan produksi rumput laut yang optimal demi pemenuhan kebutuhan masyarakat pembudidaya.
IV . KEADAAN UMUM
4.4 Keadaan Umum Daerah
4.4.1 Geografis dan Oseanografi
Secara administraif Kecamatan Kupang Barat memiliki batas-batas sebagai berikut Anonim, 2003 :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Alak dan Selat Semau
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Nekamese, Selat Pukuafu dan
Laut Timor -
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah, Amarasi dan Kota Kupang
- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Pukuafu dan Laut Timor.
Kawasan pesisir Kecamatan Kupang Barat terdiri dari enam desa yaitu desa Bolok, Kuanheum, Nitneo, Tesabela, Tablolong dan Lifuleo dengan luas
keseluruhan wilayah adalah 91,69 ha. Kawasan di sekitar perairan Kecamatan Kupang Barat yaitu mempunyai pantai yang pada umumnya datar dan berpasir,
substrat yang berpasair, berlumpur, berpasir-berlumpur, karang dan berkarang- berpasir. Anonim, 2003.
Tipe pasang surut di perairan sekitar Kecamatan Kupang Barat berdasarkan data DISHIDROS-AL diperoleh dua kali pasang dan dua kali surut.
Tipe pasang surut demikian dinamakan tipe pasang surut diurnal Anonim, 2005 Gelombang laut di sekitar perairan Kecamatan Kupang Barat sangat
dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Pada musim barat angin bertiup sangat kencang dari arah barat dan menimbulkan tinggi gelombang di bagian barat
dan selatan perairan Kecamatan Kupang Barat berkisar 0,5-3,0 meter Anonim, 2006
Secara umum, salinitas permukaan perairan di Indonesia rata-rata berkisar antara 32-34 ppt sedangkan salinitas di sekitar perairan Kecamatan
Kupang Barat berkisar antara 27-35 ppt. Kondisi salinitas tersebut termasuk dalam kategori sedang dan sangat sesuai untuk kegiatan budidaya seperti rumput laut.
Sedangkan suhu permukaan laut di sekitar perairan Kecamatan Kupang Barat berkisar antara 26-32
C
Pasang surut dan gelombang adalah faktor utama pembangkit arus di pantai. Arus yang disebabkan oleh gelombang sangat berpengaruh terhadap proses
sedimentasi dan atau abrasi pantai. Rata-rata kecepatan arus yang ditemui di perairan Kecamatan Kupang Barat adalah 16-36 cmdetik Anonim, 2005.
4.4.2 Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Kupang pada tahun 2003 sebanyak 332.419 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk sebanyak 56 jiwa per km
2
. Secara keseluruhan penduduk laki-laki di Kabupaten Kupang sedikit lebih banyak
dari penduduk perempuan, dimana penduduk laki-laki sebanyak 171.340 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 161.079 jiwa Anonim, 2003.
Pertumbuhan penduduk suatu wilayah pada hakekatnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kelahiran fertilitas, kematian mortalitas, dan perpindahan
penduduk migrasi. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Kupang Barat dari tahun 2002 ke tahun 2003 sebesar 2,72 persen, pada awalnya pertumbuhan
penduduk lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, namun saat ini faktor perpindahan penduduk juga mempunyai pengaruh yang cukup besar
karena sebagian besar penduduk tersebut membudidayakan rumput laut Anonim, 2003
Jumlah penduduk di Kecamatan Kupang Barat pada tahun 2003 sebanyak 13.109 jiwa dengan rata-rata kepadatan 88 jiwa per km
2
. Jumlah petanipembudidaya rumput laut adalah 2.625 jiwa atau 20 dari jumlah
penduduk Kecamatan Kupang Barat pada tahun yang sama. Sedangkan jumlah penduduk yang bermukim di pesisir Kecamatan Kupang Barat adalah sekitar
7.135 jiwa dengan rincian sebagai berikut : Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Peisir Kecamatan Kupang Barat
Desa Pesisir
Jumlah Pendudukorang
1. Bolok 954
13,37 2. Kuanheum
1.173 16,44
3. Nitneo 1.963
27,51 4. Tesabela
1.312 18,38
5. Tablolong 824
11,54 6. Lifuleo
909 12,74
Total 7.135
Sumber : Kecamatan Kupang Barat Dalam Angka, 2003
4.4.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pembangunan wilayah tersebut. Semakin maju pendidikan penduduk
suatu wilayah berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan kehidupan penduduk tersebut.
Salah satu keberhasilan pembangunan di suatu tempat adalah apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya
saat ini lebih diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk mengecap pendidikan yang seluas-luasnya dan setinggi-tingginya, terutama
penduduk usia sekolah yaitu usia 7-24 tahun. Sementara jika dilihat dari status pendidikannya, maka sebagian besar penduduk Kabupaten Kupang masih berada
pada status tidakbelum pernah sekolah dan tidakbelum tamat SD yaitu sebanyak 44,57 persen. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia maka
ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana harus ditingkatkan Anonim, 2003.
Fasilitas pendidikan dimiliki oleh Kecamatan Kupang Barat sangat terbatas yaitu SD 14 buah, SMP 3 buah dan SMU 1 buah. Sedangkan untuk
Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan Perguruan Tinggi berada di kabupaten yang bisa ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan. Tingkat pendidikan penduduk
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendidikan Kupang Barat Dalam Angka, 2003.
Pada umumnya tingkat pendidikan petani pembudidaya rumput laut masih rendah dimana sebagian besar adalah tamat Sekolah Dasar dan sebagiannya
tidak atau belum pernah sekolah atau putus sekolah. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Kupang Barat dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Kupang Barat
Pendidikan Banyaknya
1. Tidak Atau Belum Pernah Sekolah 2. Putus Sekolah
3. Tamat Sekolah Dasar SD 4. Tamat Sekolah Menengan Pertama SMTP
5. Tamat Sekolah Menengah Atas SMTA 6. Tamat Diploma
7. Tamat Sarjana 1.608
859 7.359
1.904 1.131
111 58
12,34 6,59
56,47 14,61
8,6 0,85
0,44 Jumlah
13.030
Sumber : Kecamatan Kupang Barat Dalam Angka, 2003
4.4.4 Sosial Budaya Masyarakat
Pada umumnya masyarakat pesisir sekitar lokasi penelitian berasal dari Timor, Rote, Sabu, Alor dan Sulawesi Buton dan Bugis. Kehidupan sosial
masyarakat masih cukup baik. Secara umum mata pencaharian masyarakat yang ada di Kecamatan Kupang Barat adalah budidaya pertanian lahan kering dan
beternak sedangkan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan hanya sebagai usaha sambilan, dimana kegiatan perikanan dapat dilakukan pada saat air laut
surut yang dikenal dengan istilah ”makameting”. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih terbawa oleh kebiasaan tidak melaut yang selanjutnya
dianalogikan sebagai ”sulit masuk laut”. Paradigma ini terus tertanam dalam masyarakat di Kupang Barat
sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya pertanian tanaman pangan dan kehutanan. Hal ini berdampak pada terjadinya degradasi lahan sehingga produksi
pertanian, kehutanan dan peternakan semakin hari semakin berkurang. Dengan demikian pemerintah propinsi Nusa Tenggara Timur NTT mengeluarkan
program Gerakan Masuk Laut GEMALA dalam upaya mengoptimalkan kegiatan di bidang perikanan laut.
Oleh karena itu, masyarakat perlahan-lahan memandang laut sebagai usaha yang menjanjikan. Hal ini memotivasi masyarakat di Kupang Barat untuk
melakukan kegiatan perikanan budidaya dan penangkapan serta usaha lainnya yang berkaitan dengan perikanan. Rumput laut merupakan suatu usaha yang
sedang trend dibudidayakan oleh masyarakat setempat karena tidak mengharuskan mereka untuk memasuki laut lepas.
Sub sektor perikanan termasuk salah satu sektor pertanian yag menjadi perhatian pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk terus
dikembangkan. Sektor ini terus dipacu agar dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat di samping itu sub sektor ini juga memproduksi bahan kebutuhan
masyarakat untuk meningkatkan kadar gizi. Komoditi perikanan ini adalah salah satu sumber gizi yang dapt dijangkau oleh segala lapisan masyarakat
berpenghasilan tinggi maupun rendah. Dengan demikian maka hasil yang didapat dari sub sektor perikanan ini dapat menunjang program pemerintah dalam usaha
meningkatkan kemampuan sumber daya masyarakat.
4.4.5 Sarana dan Prasarana Umum
1. Perhubungan
Sarana transportasi merupakan hal penting untuk meningkatkan fungsi aksesibilitas dan mobilitas masyarakat dalam aktivitasnya setiap hari untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Transportasi pada umumnya dikenal ada 3 macam yaitu transporati darat, laut dan udara. Transportasi yang digunakan
masyarakat di lokasi penelitian adalah trasportasi darat dan laut. a. Transportasi Darat
Transportasi darat merupakan hal sangat penting untuk kegiatan setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sarana transportasi darat dalam
hal ini adalah jalan darat yang menghubungkan satu kecamatan dengan kecamatan yang lain adalah berupa jalan aspal, dengan demikian dapat mempermudah
layanan dan perkembangan aktivitas sosial ekonomi, terutama dalam memeperdagangkan hasil-hasil prikanan, pertanian, peternakan ke kota.
b. Transportasi Laut Transpotasi laut ini sangat penting untuk mengangkut hasil laut dari
tempat panen ke darat pada kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Selain itu juga sebagai sarana transportasi yang menghubungkan Kecamatan
Kupang Barat dan Kecamatan Semau dengan tujuan untuk memperdagangkan hasil laut secara lokal. Fasilitas transportasi laut pada umumnya mereka
menggunakan perahu bermesin 15 Penggerak Kuda PK, 40 PK dan perahu motor tempel.
Fasilitas transportasi laut ini juga bertujuan untuk pengangkutan hasil laut antarpulau, maka ada juga pelabuhan yang menghubungkan antara pulau seperti
pelabuhan Tenau di Kecamatan Alak yang menghubungkan perjalanan dari Kupang ke Surabaya, Jawa dan dermaga ferry Bolok yang terdapat di Kecamatan
Kupang Barat yang merupakan dermaga Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan ASDP utama yang menghubungkan perjalanan penduduk dan
pengiriman barang dari Kupang dan sekitarnya ke pulau-pulau lain dalam wilayah Nusa Tenggara Timur NTT yaitu pulau Sabu, Rote, Semau, Alor, Flores dan
Sumba.
c. Transportasi Udara Bandara udara El Tari adalah bandara yang terdapat di Kabupaten Kupang,
dimana merupakan sarana transportasi untuk menghubungkan perjalanan penduduk dan pengiriman barang dari Kupang ke Propinsi lain. Keberadaan
bandara di wilayah ini diharapkan dapat memberi pelayanan baik kualitas maupun kuantitas perjalanan udara dari dan antar propinsi bahkan antar negara.
2. Listrik dan Air
Listrik dan air merupakan salah satu kebutuhan dari masyarakat pesisir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Listrik sebagai alat penerangan
yang ada di desa-desa pesisir Kecamatan Kupang Barat menggunakan Pusat Listrik Tenaga Diesel PLTD yang dialirkan ke tiap rumah.
Kondisi geologis daratan di beberapa desa pesisir Kecamatan Kupang Barat yang tidak mendukung, mengakibatkan sumber air tawar sulit didapatkan.
Belum terdapat fasilitas PDAM Perusahaan Daerah Air Minum di kecamatan ini sehingga alternatif pengadaan air tawar untuk kebutuhan masyarakat pesisir
tersebut dengan mengadakan fasilitas bak penampung dan air leding dari sumber mata air di daerah pegunungan.
3. Komunikasi
Sarana komunikasi sebagai fasilitas untuk mendapatkan informasi sangat penting, mengingat informasi tersebut bertujuan untuk mengetahui perkembangan
yang ada di luar. Untuk mengetahui sarana komonikasi menurut jenisnya tiap desa pesisir yang ada di Kecamatan Kupang Barat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sarana Komunikasi Menurut Jenisnya di Setiap Desa Pesisir di Kecamatan Kupang Barat
Sarana Komunikasi dan Informasi Desa Pesisir
Kantor Pos TV unit
Radio unit Telepon unit
1. Bolok -
200 30
- 2. Kuanheum
- 65
10 -
3. Nitneo -
100 17
- 4. Tesabela
- 82
11 -
5. Tablolong -
70 3
- 6 . Lifuleo
- 30
10 -
Sumber : Kecamatan Kupang Barat Dalam Angka, 2003
4.5 Keadaan Umum Cuaca
Iklim di wilayah Kabupaten Kupang sama halnya dengan iklim di daerah lainnya di Propinsi NTT yakni kering dan musim hujan yang pendek antara bulan
Desember–Maret. Dari luas wilayah yang ada 3 atau 7.453 ha merupakan tanah sawah kering dan 97 atau 572.365 ha merupakan tanah kering dalam bentuk
pekarangan dan tegalan Anonim, 2003. Oldeman dalam Anonim 2004 membagi tipe iklim di Nusa Tenggara
Timur kedalam 6 enam Zone iklim yaitu, Tipe B2 , Tipe C3, Tipe D3, Tipe D4 dan Tipe E3, Tipe E4. Sedangkan Kabupaten Kupang yang merupakan bagian
dan Propinsi Nusa Tenggara Timur menurut Oldeman secara klimatologi berada pada tipe iklim D4 dan E4. Sedangkan khusus untuk Kecamatan Kupang Barat
berada pada tipe D4. Pada kedua tipe iklim ini ditandai dengan musim hujan yang pendek yaitu sekitar 3-5, sedangkan musim kemarau mencapai 7-8 bulan
Suhu udara di suatu tempat antara lain disebabkan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan jarak tempat tersebut dari pantai. Pada
tahun 2003, suhu udara di Kabupaten Kupang rata-rata siang hari berkisar antara 30,0 sampai dengan 33,7
o
C, sementara pada malam hari suhu udra berkisar antara 21,2
o
C sampai dengan 24,3
o
C. Seperti telah disebutkan di atas bahwa Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang wilayahnya mencakup cukup banyak pulau
sehingga kelembaban udaranya relatif cukup tinggi dengan rata-rata berkisar antara 61 persen yaitu pada bulan Agustus sampai dengan 84 persen pada bulan
Pebruari Anonim, 2003 Curah Hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,
keadaan orogaphi serta perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh sebab itu jumlah curah hujan di suatu tempat beragam menurut bulan dan letak stasiun
pengamatnya. Catatan curah hujan di Kabupaten Kupang tahun 2002 ini di luar bulan Agustus yaitu berkisar antara 3 mm pada bulan Juli dan 383 mm pada bulan
Pebruari Anonim, 2004 Budidaya rumput laut tidak dilakukan jika kondisi cuaca yang tidak
mendukung misalnya pada musim barat di mana curah hujan tinggi dan angin yang bergerak kencang sehingga mengakibatkan gelombang yang tinggi.
Gelombang yang tinggi akan menyebabkan tempat budidaya rumput laut menjadi
tidak aman karena tali-tali pengikat rumput laut putus dan thallus rumput laut patah.
4.6 Keadaan Umum Perikanan
4.6.1 Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Kupang Barat
Komoditi andalan perikanan yang saat ini telah diusahakan secara lebih intensif oleh masyarakat yakni rumput laut. Usaha budidaya rumput laut ini mulai
mendapat antusias nelayanpembudidaya perikanan sejak diperkenalkan cara dan metode pembudidayaannya pada tahun 2000 yang lalu Anonim, 2006.
Kegiatan budidaya rumput laut tersebut terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga saat ini diperkirakan telah terdapat lebih kurang
14.870 pembudidaya yang telah mengusahakannya. Apalagi jika dilihat dari areal potensialnya yang cukup luas mencapai 13.857 ha, namun demikian baru sekitar
10,83 atau 1.500 ha yang baru dimanfaatkan. Sampai tahun 2004 hasil produksi rumput laut di kabupaten Kupang yang terdata diperkirakan oleh Dinas Perikanan
Kabupaten mencapai lebih dari 3.037,80 ton kering. Diperkirakan setiap tahunnya lebih dari 7.000 ton kering rumput laut diproduksi kabupaten ini, sehingga saat ini
Kabupaten Kupang dikenal sebagai sentra penghasil rumput laut di Provinsi NTT Anonim, 2006.
Produksi rumput laut di Kecamatan Kupang Barat pada tahun 2003 adalah 939,77 ton dengan luas lahan 91,69 ha. Jenis rumput laut yang sedang
dikembangkan di Kecamatan Kupang Barat adalah jenis Eucheuma cottonii. Budidaya rumput laut dikembangkan di beberapa lokasi antara lain desa Bolok,
Tablolong, Kuanheum, Nitneo dan Tesabela. a.
Metode Budidaya Metode budidaya rumput laut yang digunakan adalah metode long line
dengan biaya lebih murah dan merupakan modifikasi dari rakit apung. Metode ini meliputi komponen tali utama, tali ris, tali pengikat rumput laut, pelampung besar,
pelampung kecil botol aqua dan tali jangkar untuk menahan sistem pada posisi yang tetap.
Bibit berasal dari hasil panen sendiri yang berumur sekitar 45 hari dengan berat kira-kira 100 gram per rumpun. Setiap unit mengandung 100-200
tali dimana 1 tali pada umumnya terdiri dari 50 rumpun dengan jarak tanam 20- 30 cm. Jenis rumput laut yang ditanam adalah Eucheuma cottonii, waktu panen
sekitar 45 sekitar 1 bulan 2 minggu dihitung dari saat diikat ditanam. Cara pemanenan adalah dengan membuka tali ikatan pada masing-masing rumpun lalu
disimpan dalam perahu untuk dibawa keluar setelah itu dijemur pada tempat jemuran para-para.
b. Pemasaran Rumput Laut
Rumput laut yang siap dipasarkan adalah rumput laut dalam bentuk kering. Selanjutnya petani menyimpan rumput laut tersebut di tempat
penampungan. Biasanya pemasaran dilakukan dengan dua cara yakni sebagian hasilnya dijual langsung ke konsumen dan sebagiannya dibeli oleh pedagang
pengumpul. Konsumen biasanya mengolah rumput laut tersebut untuk dijadikan makanan tradisional misalnya: manisan, jelly. Sedangkan pedagang pengumpul
memiliki beberapa alternatif pilihan pemasaran yakni menjual rumput laut tersebut kepada industri pabrik untuk diolah. Selain itu juga pedagang
pengumpul dapat menjualnya ke pihak eksportir maupun dapat menjual langsung kepada konsumen. Adapun alur pemasaran rumput laut terlihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 4. Alur Pemasaran Rumput Laut 4.6.2
Perikanan Tangkap Sarana Perikanan yang mendukung perkembangan perikanan meliputi
armada dan jenis alat tangkap. Jumlah armada perikanan yang beroperasi di Kabupaten Kupang sampai dengan tahun 2004 adalah 3.203 unit yang terdiri atas
Petani Rumput Laut
Pedagang Pengumpul
Pabrik Eksportir
Konsumen Langsung
Konsumsi
1.826 unit jukung, 695 unit Perahu Tanpa Motor PTM, 432 unit Motor Tempel MT dan 250 unit Kapal Motor KM ukuran 5-10 GT yang tersebar pada 19
Kecamatan. Untuk kapal-kapal yang berukuran 10 GT keatas seperti jenis pole
and line terbanyak didominasi oleh para nelayan asal Makasar dengan daerah
operasi mereka di perairan Kabupaten Kupang. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Kupang dapat dikategorikan sebagai alat tangkap tradisional
yang umumnya digunakan adalah bagan tancap, bagan apung, purse seine, jala lompo, gilnet, pancingpancing tonda dan alat lainnya Anonim, 2006.
Potensi tangkapan lestari ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang 60.000 tonthn, dengan demikian untuk meningkatkan hasil produksi tangkapan ikan
diperlukan penambahan saranaalat tangkap dan armada kapal penangkap ikan seperti kapal mini purse seine, pole and line, long-line, bagan serta alat-alat
tangkap lain Anonim, 2006. Melihat faktor-faktor pendukung seperti stok ikan yang cukup tersedia,
sarana penangkapan, jumlah armada maupun hasil produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, maka kebutuhan akan prasarana perikanan seperti PPI
Pangkalan Pendaratan Ikan adalah sangat diperlukan. Pemerintah kabupaten Kupang merencanakan PPI di kawasan pantai Tablolong Kecamatan Kupang
Barat, dimana lebih dikenal sebagai kawasan pariwisata pantai Anonim, 2006.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN