Upaya Eradikasi Polio Di Indonesia

TTIIN
NJJA
AU
UA
AN
N PPU
USSTTA
AK
KA
A

UPAYA ERADIKASI POLIO DI INDONESIA
Oke Rina R.1 dan Kiking Ritarwan2
1

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSUP H. Adam Malik
2
Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/RSUP H. Adam Malik

ABSTRACT
Poliomyelitis is an acute infectious disease involve motor neuron of the spinal cord

and brain and results in an asymmetric flaccid paralysis of the voluntary muscles.
Although poliomyelitis caused by wild virus has been eradicated from the western
since 1994, its remains a problem in developing countries.With widespread
immunization, poliomyelitis has become preventable, and recurrent major
epidemics are no longer encountered. Wisdom background and eradicate
poliomyelitis strategy in Indonesia is agreement of World Health Assembly 1988
specifying reaching of global eradicate polio goals in the year 2000.
Keywords: Poliomyelitis, Asymmetric flaccid paralysis, Eradicate
PENDAHULUAN
Dalam sidang WHA ke-41 (World
Health Assembly- sidang para menteri
kesehatan dari negara-negara WHO) tahun
1988 dan Summit for Children tahun 1990
oleh Menteri Kesehatan sedunia telah
disepakati melalui komitmen global Eradikasi
Polio (ERAPO) pada tahun 2000. Indonesia
sebagai anggota WHO, ikut menandatangani
kesepakatan untuk mencapai eradikasi polio
dimaksud di Indonesia.1-3
Strategi yang ditempuh pemerintah

Indonesia dalam rangka Eradikasi Polio
(ERAPO) tahun 2000 antara lain: Penambahan
dosis ke-4 Imunisasi Polio rutin, Pekan
Imunisasi Nasional (PIN) dan Surveilans Polio
yang meliputi Surveilans Polio Liar (SPL) dan
Surveilans Acute Flaccid Paralysis (SAFP).4
Berbagai manfaat akan diperoleh
apabila eradikasi polio global berhasil dicapai,
yang terutama antara lain:
1. Dunia terbebas dari penyakit Polio dan
cacat/lumpuh/layu yang terjadi akibat
penyakit tersebut.
2. Mengurangi pengeluaran biaya yang
diperlukan oleh sistem kesehatan untuk
menyelenggarakan imunisasi dan perawatan
kasus-kasus Polio yang diperkirakan
mencapai US S 1.5 milyar pertahun.5

Surveilans Polio bertujuan untuk
memantau adanya transmisi virus polio liar

disuatu
wilayah,
sehingga
upaya
pemberantasannya menjadi terfokus dan
efisien. Pada akhirnya berdasarkan informasi
yang didapat melalui kegiatan surveilans ini,
Indonesia diharapkan akan mendapatkan
sertifikasi bebas polio. Surveilans polio ini
terdiri dari surveilans Polio Liar (SPL) dan
Surveilans kasus SAFP/AFT (Acute Flaccide
Paralysis). Sasaran surveilans adalah
kelompok yang rentan terhadap poliomyelitis
yakni anak berusia dibawah 15 tahun. Untuk
meningkatkan sensitifitas dan surveilans
polio, pengamatan dilakukan pada semua
kelompok yang terjadi secara akut dan
sifatnya layuh.5
Di Indonesia, kegiatan imunisasi rutin
OPV (Oral Polio Vaksin) 4x telah

dilaksanakan sejak tahun 1990. Pada tahun
1991, di Indonesia dengan populasi 181 juta
diperkirakan 90% anak berusia satu tahun
telah memperoleh tiga vaksin polio oral,
namum kasus polio tetap dijumpai. Pada tahun
1995,
1996
dan
1997,
Indonesia
melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) yang diperkirakan mencakup 97-100%
anak balita yang ada.5-7 Untuk mencapai
sertifikat bebas polio di Indonesia ternyata
tidak mudah, 17 Maret 2005 oleh seorang

198
Universitas Sumatera Utara

dokter praktek swasta melaporkan satu kasus

AFP atau lumpuh layuh ke Puskesmas
Cidahu, Sukabumi. Oleh petugas Puskesmas
tersebut mengambil specimen tinja penderita
dan kemudian dikirim ke Laboratorium
Biofarma, ternyata pada 21 April 2005 hasil
dari laboratorium tersebut positif virus polio
liar. Akhirnya pada 29 April 2005 oleh Tim
Kajian Epidemiologi Lapangan Menteri
Kesehatan RI, dilaksanakan Mopping up
imunisasi polio di 3 provinsi yakni DKI
Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Ternyata
virus polio liar yang ditemukan di Sukabumi
oleh kajian Laboratorium Global Specific
Laboratory (GSL) Mumbai berdasarkan tes
DNA sequencing, ditemukan strain yang sama
dengan virus polio Sudan yang beredar di
Arab Saudi pada saat musim haji.8
POLIOMYELITIS
Poliomyelitis anterior akuta adalah
penyakit dengan kelumpuhan ditandai dengan

kerusakan motor neuron pada cornu anterior
dari sumsum tulang belakang akibat infeksi
virus polio. Virus polio ini termasuk golongan
enterovirus. Enterovirus adalah golongan
virus yang suka pada saluran pencernaan
manusia dan sistem saraf, yang termasuk
kedalam kelompok ini adalah virus polio,
virus coxsackie dan virus echo.5-7
Virus polio ini termasuk golongan
RNA, dalam famili Picornaviridae. Dari famili
tersebut yang patogenik pada manusia adalah
dalam 68 species, termasuk kedalamnya virus
polio. Species virus polio ini terdiri dari 3
serotipe yakni serotipe I (Brunhilde), serotipe
2 (Lansing) dan serotipe 3 yakni (Leon).7
Penyakit
ini
meskipun
dapat
menyerang semua usia, namun sebagian besar

(50-70%) akan menyerang anak usia di bawah
tiga tahun. Adanya perbaikan sanitasi dan
lingkungan pada akhir abad ke 19,
menyebabkan paparan virus menjadi lebih
lambat dan terjadi akumulasi anak rentan
terhadap virus polio, sehingga polio penyakit
yang semula endemik berubah menjadi
epidemik dengan pola penuh letusan wabah.5

Di negara-negara industri penyakit
polio sudah hampir dilupakan. Kasus polio
pada saat ini umumnya hanya dijumpai pada
negara-negara sedang berkembang, yang
miskin dan padat penduduknya dan sistem
pelayanan kesehatannya belum memadai.5
Gejala polio bervariasi mulai dari
tidak tampak secara klinis sampai berupa
Acute Flaccide Paralysis (AFP) yang nantinya
menjadi
kelumpuhan

yang
menetap
(permanent). Penyakit ini biasanya menyerang
manusia pada tungkai bawah dan bersifat
asimetris. Berikut ini pada Tabel 1. dapat
dilihat gejala klinis polio:7
Orang dewasa yang terkena polio
paralitik pada masa kanak-kanak dapat
menderita sindroma pasca polio setelah 30-40
tahun. Sindroma ini ditandai dengan nyeri otot,
kelemahan/ kelumpuhan yang berulang kembali
atau munculnya kelumpuhan yang baru.7
Faktor predisposisi virus polio
tergantung
pada
status
imunitas,
neurovirulensi virus dan faktor host, manusia
adalah salah satunya tuan rumah virus
poliomyelitis.7,8

Penyebaran infeksi virus polio terjadi
secara fecal-oral dan oral-oral (pernafasan).
Transmisi perinatal bisa terjadi dari ibu
kepada bayinya.7
Masa inkubasi pada polio yang abortif
sekitar 3-6 hari. Kelumpuhan pada kasus polio
yang paralitik terjadi setelah 7 sampai 21 hari,
tetapi terkadang bias singkat hanya dalam
waktu 4 hari.7,9
Masa yang paling menular adalah
beberapa saat sebelum sakit dan sesudah
munculnya manifestasi klinik. Pada saat virus
dijumpai di tenggorokkan dan dieksresikan
dalam konsentrasi yang tinggi melalui tinja.
Virus bertahan di tenggorokkan selama lebih
kurang satu minggu setelah sakit dan
dieksresikan melalui tinja selama beberapa
minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Pasien berpotensi untuk menularkan virus
selama ekskresi melalui tinja terus

berlangsung.7,10

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus polio.
1. Inapperent asymptomatic infection --------------------------------------------------90-95%
Æ tidak menunjukkan gejala klinis.
2. Non spesifik Æ demam,sakit tenggorok,nausea, muntah,mialgia,nyeri abdomen--4-8%
3. Aseptik meningitis Æ dijumpai tanda-tanda rangsangan meningeal ----------------1-5%
4. Lumpuh layu (AFP) Æ asimetris satu lengan atau satu kaki ---------------------- 0.1-2%
5. Poliomielitis paralitik (residual) --------------------------------------------------1/250 infeksi

199

Upaya Eradikasi Polio di Indonesia (198–203)
Oke Rina R.. dan Kiking Ritarwan
Universitas Sumatera Utara

DIAGNOSA BANDING AFP
Berikut ini diagnosa banding dari Acute Flaccid Parálisis. 7,9,10
Tanda/ gejala
Demam


Kelumpuhan

Poliomyelitis
Demam tinggi
Selalu timbul
Pada onset kelumpuhan
Akut, asimetris
Terutama otot
proksimal

Progresivitas 3-4 hari
Kelumpuhan
Paralisis residual Berat, simetris,
Atrofi otot dan
Deformitas
Rasa Raba
(-)
Rasa nyeri otot sangat berat
Refleks tendon berkurang/ hilang

Gangguan kandung kemih -

Sindroma Guillain Mielitis
Barre
Transversa
Biasanya tdk diser- kadang demam
tai demam

Neuritis
Traumatika
demam

Akut, simetris otot Akut, simetris Akut, simetris
distal
tungkai bawah biasanya menyerang satu anggota gerak
1-14 hari
jam- 4 hari
jam – 4 hari
atrofi otot tjd
simetris otot distal
Hipoanestesia
bervariasi
hilang

transien

ERAPO
Eradikasi polio (ERAPO) global
diilhami oleh program kesehatan yang dinilai
paling berhasil sepanjang zaman yakni
program eradikasi cacar (small pox) global.
Pada saat program tersebut dimulai pada
tahun 1967, terdapat sebanyak 10-15 juta
kasus cacar pertahun yang menyebabkan 2
juta kematian dan 100.000 kasus kebutaan.5
Selama periode 10 tahun semua negara di
dunia bersatu memerangi penyakit yang
mematikan itu. Akhirnya pada tahun 1977,
dijumpai kasus cacar terakhir di Somalia dan
sejak saat itu imunisasi terhadap cacar tidak
lagi diperlukan.5,6,9
Pada tahun 1988, dalam sidangnya
yang ke 41, WHA
telah menetapkan
program eradikasi polio global ( global polio
eradication initiative) yang ditujukan untuk
mengeradikasikan penyakit polio pada tahun
2000 (ERAPO 2000). Target ini kemudian
diformulasikan lagi pada pertemuan World
Summit for Children yang berlangsung
tanggal 29-30 September 1990 di New York,
yakni dalam sasaran kesejahteraan anak.5,7

Upaya Eradikasi Polio di Indonesia (198–203)
Oke Rina R. dan Kiking Ritarwan

atrofi diplegia atrofi moderat
stlh bbrp thn hanya me nyerang tungkai
anesthesia
hipotermia
tidak ada
didaerah gluteus
menurun/ hilang hilang di –
Tungkai/kaki
Dpt timbul
Hiperreflek
+
-

Terbukanya
peluang
untuk
melaksanakan eradikasi polio dimungkinkan
oleh karena
a. Infeksi polio hanya berlangsung pada
manusia, tidak ada animal reservoir
(binatang pengidap polio) maupun
pengidap kronis (chronic carrier).
b. Sumber virus polio dari lingkungan yang
dapat bertahan lama tidak ada; virus
polio didaerah tropis diluar tubuh hanya
bertahan sekitar 48 jam.
c. Kekebalan berlangsung seumur hidup.
d. Vaksin polio yang efektif telah berhasil
dikembangkan, yakni vaksin polio inaktif
pada tahun 1955 oleh Dr. Jonas Salk dan
vaksin polio oral (life attenuated) tahun
1960 oleh Dr. Albert Sabin.7
Untuk mencapai eradikasi polio tersebut
WHO menetapkan 4 strategi global
untuk mengeradikasi polio pada tahun
2000, yakni:
1. Imunisasi rutin dengan cakupan > 80%
2. NID
(National
Immunization
Days)Æ identik dengan PIN
3. Surveilans AFP dan surveilans virus
polio liar.
4. Mopping-up.6

200
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data Global Annual
reported polio cases antara tahun 1988
sampai dengan tahun 1997, diperoleh saat
eradikasi polio global dimulai pada tahun
1988; diseluruh dunia dilaporkan terdapat
sekitar 35.000 kasus polio. Pada tahun 1996
hanya dijumpai sebanyak 4.074 kasus yang
artinya menurun 90% dibandingkan pada
tahun 1988. Dalam tahun 1997 dilaporkan
sebnayak 2.319 kasus, namun pelaporan
masih belum lengkap sehingga angka
terakhir kemungkinan lebih dari 3.500. WHO
mengestimasi bahwa kasus yang dilaporkan
hanyalah 10% dari kasus yang sebenarnya
sehingga untuk tahun 1997 insidens
diseluruh dunia sebenarnya adalah sekitar
35-40 ribu kasus.5
Eradikasi polio di bumi belahan
barat telah tercapai pada tahun 1991. Analisa
laboratorium tanggal 5 September 1991
terhadap Louis Tenorio Cortea, anak lelaki 2
tahun asal Pichanaqui di Peru Selatan,
dipastikan kelumpuhannya karena virus tipe
1. Sejak kasus terakhir ini tidak pernah lagi
tercatat kasus polio di bumi belahan barat.7,8
Polio telah menghilang dari Eropa
Barat, Tengah, Afrika Utara, Selatan dan
Timur, Jazirah Arab dan Asia Pasifik
termasuk Australia.9
Di Cina dari 5000 kasus dalam tahun
1990 turun menjadi 3 kasus import tahun
1996 dan 0 kasus pada tahun 1997. Regio
Pacific Barat hampir mendekati eradikasi
polio dengan dilaporkannya kasus terakhir
pada bulan Maret 1997 di Kampuchea.9
Di regio Eropa, virus polio liar yang
berhasil diidentifikasikan hanya di Turki.
Tiga kasus yang diidentifikasi secara klinis
dilaporkan di Tajikistan. Reservoir utama
polio pada saat ini hanya tinggal di wilayah
Asia Selatan (Afganistan, Bangladesh, India
dan Pakistan), Afrika Barat ( Nigeria) dan
tengah (Congo).9
Sukses yang telah diperoleh sampai
saat kini memperkuat keyakinan bahwa
secara
tekhnis
seradikasi
polio
dimungkinkan.
Tanpa
mengabaiakan
beberapa hambatan, target tahun 2000
sebagai target eradikasi polio global
kemungkinan besar akan menjadi kenyataan.
Namun ada satu hal yang perlu diwaspadai
pada saat titik eradikasi tercapai. Setelah
periode bebas kasus kelumpuhan lebih dari 3
tahun diperkirakan baru sekitar 95% (belum
100%) infeksi virus polio liar dapat

201

disingkirkan. Lima tahun tanpa kasus
kelumpuhan pun kemungkinan masih
ditemukan adanya penyebaran virus polio liar
sebesar 0.1 – 1.0%. Oleh sebab itu upaya
surveilans AFP dan virus polio liar mungkin
masih diperlukan beberapa tahun lagi
walaupun dunia telah dinyatakan bebas polio.7,9
ERADIKASI POLIO DI INDONESIA
Latar belakang kebijaksanaan dan
strategi ERAPO di Indonesia adalah
kesepakatan WHA 1988 yang menetapkan
dicapainya target eradikasi polio global pada
tahun 2000. Untuk mencapai target tersebut
diIndonesia telah ditetapkan langkah-langkah
kegiatan berikut:
1. Imunisasi rutin dengan OPV sebanyak 4
kali
2. Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) dan
3. Surveilans AFP dan virus polio liar.5-7
Strategi eradikasi polio di Indonesia 5
dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisa SWOT
Dalam upaya untuk mengeradikasi
penyakit polio secara global, WHO telah
membuat
pentahapan
dan
kegiatan
perioritasnya. Pentahapan dan kegiatan
perioritas ini berorientasi pada suatu goal
tertentu, sehingga suatu negara bisa
melakukan upaya eradikasi polio yang
direkomendasikan oleh WHO sesuai dengan
tahapan dan prioritas dimana negara tersebut
berada. Adapun analisa SWOT (Strength,
weakness, oppurtinity, threat) dalam
eradikasi polio di Indinesia adalah:
- Analisa 1 tentang S: yang perlu
mengetahui kompetensi yang menonjol
dari upaya kesehatan polio. Adanya
endemis polio di Indonesia menunjukkan
adanya bukti-bukti virologis dan atau
epidemiologis tentang transmisi virus
polio liar di Indonesia; sehingga di
Indonesia dilaksanakan perioritas:
A. Melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional
Polio (National Immunizatin Day)
Gunanya: untuk menghentikan transmisi
virus polio liar di Indonesia.
B. Melaksanakan surveilans AFP yang
didukung oleh pemeriksaan laboratorium
C. Memperkuat program immunisasi rutin
polio.

Upaya Eradikasi Polio di Indonesia (198–203)
Oke Rina R.. dan Kiking Ritarwan
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Strategi Eradikasi Polio di Indonesia

-

Analisa 2 tentang W: perlunya kejelasan
tentang tingkat kelemahan program
polio.
Dalam hal pelaksanaan PIN, terdapat
kelemahan dalam hal pendistribusian
vaksin polio di daerah-daerah terpencil,
sehingga hasil yang diharapkan tidak
mencapai target. Misalnya ada beberapa
daerah di Nias, dimana untuk mencapai
daerah-daerah
yang
berbukit
di
pegunungan membutuhkan waktu selama

Upaya Eradikasi Polio di Indonesia (198–203)
Oke Rina R. dan Kiking Ritarwan

2-3 hari sehingga efektivitas vaksin
polio tidak maksimal walaupun
menggunakan termos es. Selain itu juga
pelaporan pelaksanaan PIN tahun 1997
masih belum lengkap, karena pada tahun
1987 dilaporkan sebanyak 2.319 kasus,
namun pelaporan masih belum lengkap
sehingga angka terakhir kemungkinan
lebih dari 3.500.

202
Universitas Sumatera Utara

-

-

Analisa 3 tentang O:dengan adanya
Surveilans AFP dan Surveilans virus
polio liar dapat mencapai program
eradikasi polio di Indonesia pada tahun
2000. Surveilans polio bertujuan untuk
memantau adanya transmisi virus polio
liar disuatu wilayah sehingga upaya
pemberantasan menjadi terfokus dan
efisien. Sasaran surveilans adalah
kelompok yang rentan terhadap polio,
yaitu anak berusia dibawah 15 tahun.
Untuk
meningkatkan
sensitivitas
surveilans
polio,
pengamatannya
dilakukan pada semua kelumpuhan yang
terjadi secara akut dan sifatnya layuh.
Analisa 4 tentang T: Dengan adanya
Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di
Sukabumi,
menunjukkan
masih
lemahnya tingkatan sasaran surveilans
polio di Indonesia. Untuk mencapai
sertifikat bebas polio di Indonesia
ternyata tidak mudah, 17 Maret 2005
oleh seorang dokter praktek swasta
melaporkan satu kasus AFP atau lumpuh
layuh ke Puskesmas Cidahu, Sukabumi.
Oleh petugas Puskesmas tersebut
mengambil specimen tinja penderita dan
kemudian dikirim ke Laboratorium
Biofarma, ternyata pada 21 April 2005
hasil dari laboratorium tersebut positif
virus polio liar. Akhirnya pada 29 April
2005 oleh Tim Kajian Epidemiologi
Lapangan Menteri Kesehatan RI,
dilaksanakan Mopping up imunisasi
polio di 3 provinsi yakni DKI Jakarta,
Banten dan Jawa Barat. Dilakukannya
Mopping up di 3 provinsi tersebut untuk
menghentikan transmisi virus polio di
Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa
Barat.

KESIMPULAN
1. Dengan adanya Kejadian Luar biasa
(KLB = outbreak) Polio di Sukabumi,
menimbulkan masalah issue virus polio
liar yang dibawa oleh pekerja Indonesia
di Luar Negeri terutama dari negaranegara Afrika.
2. Adanya kinerja surveilans AFP rendah
dan tidak bekerja merata di seluruh
wilayah Indonesia.
3. Perlunya mopping-up untuk memutuskan
tali rantai virus liar di Indonesia yang

203

timbul akibat kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk, sanitasi yang jelek
dan kondisi epidemiologi disuatu
wilayah.
4. Mopping-up dilaksanakan pada Pasca
PIN (daerah kantong yang diidentifikasi
surveilans AFP) dan pasca bebas Polio (
daerah Virus Polio Liar impor).
5. Melaksanakan imunisasi dengan OPV di
Indonesia sebanyak 4 kali.
6. Penyebaran infeksi virus polio terjadi
secara
fecal-oral
dan
oral-oral
(pernafasan)
DAFTAR PUSTAKA
1. GPV The Polio Eradication Initiative.
Great efforts by China to eradicate polio.
WHO
Epidemiological
Records;
50,1996, 71, 777-779.
2. GPV. The Polio Eradication Initiative.
Reported Polio and AFP data for 19961997.
3. GPV. The Polio Eradication Initiative.
The Global Eradication of Poliomyelitis.
Update January 1997.
4. Brotowasisto. Kebijaksanaan dan strategi
Erapo di Indonesia. Seminar sehari peran
organisasi profesi dalam surveilans AFP
menuju Indonesia bebas polio tahun
2000, Jakarta, Desember 1996.
5. Yuwono S. Program Eradikasi Polio
Global. Dalam: Buku Rujukan Eradikasi
Polio di Indonesia, 2002;hal 1-7.
6. Imari S. Pelaksanaan Eradikasi Polio
Global di Indonesia. Dalam: Buku
Rujukan Eradikasi Polio di Indonesia,
2002;hal 9-17.
7. Poerwadi T, Mudjiani. Pendekatan klinik
Acute onset of Flaccid Paralysis. Dalam:
Buku Rujukan Eradikasi Polio di
Indonesia, 2002;hal 65-80.
8. Kronologis KLB Polio di Sukabumi.
Dalam:Farmacia; vol IV. No 11,
2005,p.42.
9. M. Gourie-Devi. Poliomyelitis and
anterior Horn Cell Disorders. In:
Tropical Neurology.W.B. Saunders
Company. 1996,p.95-121.
10. Modlin JF, Coffey DJ. Poliomyelitis,
Polio
Vaccines,
and
the
post
poliomyelitis Syndrome. In: Infection of
the
Central
Nervous
system.3rd
ed.Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2004. p.95-111.

Upaya Eradikasi Polio di Indonesia (198–203)
Oke Rina R.. dan Kiking Ritarwan
Universitas Sumatera Utara