Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di Das Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH
DALAM MENDETEKSI POLA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIKASO
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
Nurdin Sulistiyono
Staf Pengajar Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU

Abstract
Land use in watershed is very important to know to optimalisation watershed function. Remote
sensing technology can be used to detect the watershed land use. The Research target was know pattern of
exploiting of farm in Cikaso watershed, Sukabumi District based on landsat TM image 2001 year by
unsupervised classification method. Result of research showed that wide of primary natural forest was only
reaching 0,10% meaning hardly less in supporting watershed function.
Keywords: Watershed, land use, remote sensing, cikaso watershed

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai)
sangat penting untuk terus dipantau keadaannya
dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan
kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi
debit sungai yang melaluinya. Sumberdaya alam

berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan
mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka
dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak swasta
maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder,
akan mengalami kendala dalam mengambil
keputusan tentang pemanfaatan lahan secara
optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan
penggunaan lahan di DAS harus dilakukan secara
teliti dan hati-hati berdaarkan data yang akurat dan
teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang
dilakukan bersifat optimal dan efisien.
Hambatan dalam pemantauan penutupan
lahan dapat dikurangi dengan adanya teknologi
penginderaan jauh (remote sensing). Hal ini sejalan
dengan pendapat Lillesand dan Kiefer (1990) yang
menyatakan bahwa informasi penutupan lahan dapat
dikenali secara langsung dengan menggunakan
penginderaan jauh yang tepat. Pada sisi lain
informasi tentang kegiatan manusia pada lahan
(penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara

langsung dari penutupan lahannya.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh
dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat
TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di
muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra
satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data

lain yang mendukung ke dalam suatu sistem
informasi geografis (SIG).
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola pemanfaatan lahan di DAS Cikaso
Kabupaten Sukabumi pada tahun 2001 berdasarkan
citra landsat TM hasil perekaman tanggal 29 Juni
2001.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium
Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF)
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas

Kehutanan IPB untuk interpretasi citra satelit.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai
bulan Maret tahun 2004.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Citra Landsat TM (Path 122 Row 65) tanggal
perekaman 29 Juni 2001. Peralatan yang digunakan
antara lain satu paket sistem informasi geografis
termasuk komputer (PC Dekstop), Arc View dan
software ERDAS Imagine 8.5.
Metode Analisis Penutupan Lahan
Analisis penutupan lahan dalam penelitian
ini menggunakan analisis citra satelit digital seperti
yang dikemukakan oleh Lillesand dan Kiefer, (1990)
antara lain:

57
Universitas Sumatera Utara

Nurdin Sulistiyono


JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

1. Pengkoreksian Citra (Image Restoration)
Sebelum melakukan analisis citra langkah
pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi
terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan
terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk
menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan
geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan
tujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital
piksel yang diakibatkan oleh gangguan atmosfir
ataupun akibat kesalahan sensor. Koreksi geometrik
ditujukan untuk memperbaiki distorsi geometrik.
Dalam melakukan koreksi geometrik
terlebih dahulu ditentukan tipe proyeksi dan sistem
koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman datadata ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang
sama, perlu dilakukan untuk mempermudah proses
pengintegrasian data-data selama penelitian. Dalam

hal ini proyeksi yang digunakan adalah Universal
Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat
geografik yang menggunakan garis bujur (garis
Timur-Barat) dan garis lintang (garis Utara-Selatan).
Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan
menggunakan data vektor jawa barat yang telah
terkoreksi.
2. Pemotongan Citra (Subset Image)
Pemotongan citra dilakukan dengan
memotong wilayah yang menjadi objek penelitian.
Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan
area of interest (aoi) yaitu pada wilayah yang masuk
kedalam kawasan DAS Cikaso.
3. Pengklasifikasian Citra (Image Clasification)
Persiapan yang harus dilakukan sebelum
melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan
kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit,
kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi
untuk setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah
ditentukan. Kombinasi band yang digunakan untuk

proses
pengklasifikasian
penggunaan
lahan
menggunakan citra landsat TM tahun 2001 ini
adalah band 4, 3, dan 2. Pemilihan kelompokkelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi
merupakan proses pemilihan objek (feature
selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat
berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di
lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan
pengklasifikasian. Kelas klasifikasi tersebut meliputi
hutan alam, perkebunan, sawah, semak belukar,
perumahan, lahan kosong dan badan air. Tahapan
klasifikasi dilakukan dengan pendekatan klasifikasi
tak terbimbing (unsupervised classification).

4. Pembuatan Peta Penutupan Lahan
Citra
hasil
klasifikasi

ditampilkan
berdasarkan waktu perekaman citra untuk
menghasilkan tampilan areal penutupan lahan pada
tahun 2001. Peta penutupan lahan dapat dibuat
setelah dilakukan pengkoreksian (refill) terhadap
hasil klasifikasi penggunaan lahan. Secara lengkap
proses dari kegiatan tersebut di atas dapat dilihat
pada Gambar 1.

CITRA Landsat TM Tahun 2001
Koreksi Geometris
Klasifikasi Penggunaan Lahan
Peta Penggunaan Lahan
Gambar 1. Metode Analisis Pola Penggunaan Lahan
DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi pada
Tahun 2001

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan

pengklasifikasian
pola
penggunaan lahan pada DAS Cikaso Kabupaten
Sukabumi maka didapatkan luas dan prosentase
kawasan untuk masing-masing pola penggunaan
seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan pada DAS Cikaso
Kabupaten Sukabumi Tahun 2001
No.
Penggunaan
Luas (Ha)
Presentase
Lahan
1

Badan Air

2

(%)

7.054,56

6,81

Hutan Alam

103,60

0,10

3

Tanah Kosong

109,71

0,11

4


Perumahan

14.799,40

14,27

5

Semak Belukar

53.737,50

51,83

6

Sawah

18.832,10


18,17

7

Perkebunan

9.024,48

8,701

Luas Total

103.661,35

58
Universitas Sumatera Utara

Nurdin Sulistiyono

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

Hasil akhir pengklasifikasian penggunaan
lahan yakni berupa peta penggunaan lahan pada
DAS Cikaso dapat di lihat Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Penggunaan Lahan di DAS Cikaso Tahun
2001

Pembahasan
Suatu DAS dibatasi oleh topografi alami
berupa
punggung-punggung
bukit,
dimana
presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui
titik keluar tertentu yang akhirnya bermuara ke
danau atau ke laut. Wilayah DAS terdiri dari
komponen abiotik, biotik, dan lingkungan lainnya
yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan
ekosistem. Batas DAS sering dijadikan patokan
batas ekologis. Batas ekologis menjadi sangat
penting dalam pembangunan berkelanjutan yang
menjamin keseimbangan fungsi ekologis dan
ekonomi. Aliran sungai yang umumnya berada di
tengah wilayah DAS sering dijadikan batas terluar
dari batas administratif daerah otonom.
Pengaturan dan pengelolaan sumberdaya
alam dalam DAS dirasakan semakin komplek dalam
era otonomi daerah dan berpotensi menimbulkan
konflik dan bencana alam bila pengelolaannya tidak
dilakukan secara benar. Prinsip dasar dari DAS
sebagai bio-region adalah adanya keterkaitan
berbagai komponen dalam DAS secara spasial
(ruang), fungsional, dan temporal (waktu).
Perubahan salah satu bagian dari bio-region akan
mempengaruhi bagian lainnya, sehingga dampak
dari perubahan bagian bio-region tidak hanya akan
dirasakan oleh kawasan itu sendiri tetapi juga oleh
kawasan di luar DAS tersebut. Sebagai contoh
rusaknya hutan di bagian hulu akan menimbulkan
banjir, erosi, sedimentasi, dan penurunan kualitas air
di bagian hilirnya.
DAS Cikaso terletak di sebelah selatan
Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Sungai
yang mengalir pada DAS Cikaso ini langsung

bermuara di laut selatan Jawa. DAS Cikaso ini
berbatasan dengan DAS Cimandiri di sebelah utara,
sebelah timur berbatasan dengan DAS Cibuni,
sebelah barat berbatasan dengan DAS Ciletuh dan
sebelah selatan dibatasi oleh laut selatan pulau Jawa.
Luas total DAS Cikaso ini mencapai 103.661,35 ha
atau sekitar 15% dari total luas Kabupaten
Sukabumi. Dari klasifikasi penggunaan lahan pada
DAS Cikaso berdasarkan citra Landsat TM tahun
2001 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar
adalah semak belukar yakni seluas 53.737,50 ha atau
51,83% dari total penggunaan lahan di DAS ini.
Klasifikasi lahan berupa semak belukar ini termasuk
di dalamnya hutan sekunder yakni tipe hutan alam
yang sudah mendapat campur tangan manusia.
Kemudian disusul berturut-berturut persawahan
seluas 18.832,1 ha atau 18,17%, Perumahan seluas
14.799,40 atau 14,27%, perkebunan seluas 9.024,48
ha atau 8,701%, badan air seluas 7.054,56 atau
6,81%, tanah kosong seluas 109,71 ha atau 0,11 dan
terakhir hutan alam seluas 103,6 ha 0,09% dari luas
DAS Cikoso.
Pola penutupan lahan hutan alam primer
merupakan komponen penting sebagai kawasan
resapan air dalam mendukung fungsi DAS. Lee
(1988) mengemukakan bahwa penutupan hutan
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
perubahan iklim dan air. Hutan mengintersepsikan
air hujan dan mengurangi limpasan permukaan,
meningkatkan kelembaban nisbi, mengurangi erosi
tanah dan meningkatkan pengeringan permukaan.
Dari pengaruh-pengaruh hutan tersebut, yang
terpenting adalah pengaruhnya terhadap pasokan air
ke sungai-sungai dan keteraturan alirannya. Di
samping berfungsi penyedia jasa hidrologi,
Woodwell et al. (1984) menyatakan hutan juga
berperan dalam siklus karbon dunia yang sangat
mempengaruhi perubahan iklim, serta sebagai
habitat beragam jenis spesies.
Keberadaan kawasan bervegetasi hutan
dapat secara optimal mendukung fungsi DAS jika
luas arealnya sekitar 30% dari luas DAS. Dari hasil
klasifikasi penggunaan lahan pada DAS Cikaso
berdasarkan citra Landsat TM tahun 2001 luas hutan
alam primer hanya mencapai 0,10% yang berarti
sangat kurang dalam mendukung fungsi DAS.
Tetapi kekurangan ini dapat ditutupi dengan
keberadaan
hutan
sekunder.
Dalam
pengklasifikasian penggunaan lahan pada DAS
Cikaso ini, hutan sekunder disatukan dengan
komponen semak belukar yang luasnya mencapai
51,83% dari luas DAS. Namun bagaimanapun juga
dengan total luas hutan primer yang hanya mencapai
59
Universitas Sumatera Utara

Nurdin Sulistiyono

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

0,10%, maka fungsi kawasan hutan sebagai kawasan
resapan air dalam mendukung DAS menjadi sangat
kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
menambah luas penutupan hutan alam di DAS
Cikaso ini dengan upaya-upaya seperti reforestrasi
yakni kegiatan membangun hutan pada daerah yang
dulunya merupakan kawasan hutan dan aforestrasi
yakni kegiatan membangun hutan pada kawasan
yang dulunya memang bukan hutan. Di samping itu
berbagai upaya perbaikan institusi kelembagaan di
tingkat pusat maupun daerah mutlak harus dilakukan
dalam pengelolaan sumberdaya alam yang
berbasiskan pada DAS. Pada kasus DAS Cikaso
upaya penambahan penutupan hutan diprioritaskan
pada areal semak belukar terutama yang berada di
wilayah hulu DAS.
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat
merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam sutu DAS
seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil
air (water yield). Pada batas-batas tertentu kegiatan ini
juga dapat mempengaruhi status kualitas air. Pengaruh
yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan
hutan yang pada saat ini sedang gencar dilakukan di
negara tropis, terutama negara-negara yang memiliki
hutan alam yang masih luas. Perubahan dari jenis
vegetasi ke jenis vegetasi yang lain adalah umum
dalam pengelolaan DAS atau pengelolaan sumber daya
alam (Asdak, 1995). Pola perubahan penggunaan lahan
yang terjadi akan sangat erat dengan aktivitas kegiatan
masyarakat yang berada di DAS Cikaso tersebut. Pola
pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan aspek
kelestarian alam dan lingkungan akan mengurangi pola
penutupan lahan dengan vegetasi yang berguna
sebagai penghambat laju erosi.
Lebih lanjut, informasi mengenai perubahan
lahan hutan di DAS akan sangat diperlukan dalam
kegiatan pengelolaan DAS. Iverson et.al (1989)
yang menyatakan metodologi dasar untuk
mendeteksi perubahan penggunaan lahan bisa
didapatkan dengan cara membandingkan dua atau
lebih citra satelit dengan liputan daerah yang sama
tetapi berbeda tahun peliputannya, informasi yang
dihasilkan akan berguna untuk menampilkan
informasi geografi perubahan penutupan lahan
tertentu. Untuk itu penelitian ini bila dihubungkan
dengan pola perubahan lahan maka diperlukan datadata sosial dan ekonomi masyarakat yang
memanfaatkan kawasan tersebut sebagai data
pendukung. Informasi ini akan sangat berguna bagi
instansi terkait atau pemerintah dalam membangun
kawasan tersebut selanjutnya dengan tetap
memperhatikan aspek penggunaan lahan yang
optimal dan arif terhadap lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan lahan pada DAS Cikaso
berdasarkan citra Landsat TM tahun 2001 terbesar
adalah semak belukar yakni seluas 53.737,50 ha atau
51,83% dari total penggunaan lahan di DAS ini.
Kemudian disusul berturut-berturut persawahan
seluas 18.832,1 ha atau 18,17%, Perumahan seluas
14.799,40 atau 14,27%, perkebunan seluas 9.024,48
ha atau 8,701%, badan air seluas 7.054,56 atau
6,81%, tanah kosong seluas 109,71 ha atau 0,11
serta hutan alam seluas 103,6 ha 0,09% dari luas
DAS Cikaso. Penggunaan lahan di DAS Cikaso ini
belum mendukung fungsi DAS dimana areal
berhutan kurang dari 30%.
Saran
Rehabilitasi lahan di DAS Cikaso sebaiknya
diarahkan kepada daerah dengan penutupan semak
belukar yang mendominasi wilayah ini. Kajian lebih
lanjut mengenai pola perubahan penggunaan lahan
dengan membandingkan dua buah atau lebih citra
satelit dengan tahun berbeda menjadi sangat penting
untuk mengetahui pola perubahan penutupan lahan
yang terjadi di DAS Cikaso Sukabumi.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Environmental System Research Institute (ESRI).
1990. Understanding GIS: The ArcInfo
Method. Environmental System Research
Institute Inc. Redlands. USA.
Lee, R. 1988. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990.
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Terjemahan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Woodwell, G.M., Hobbie, J.E., Houghton, R.A.,
Melillo, J.M., Moore, B., Park, A.B.,
Peterson, B.J. and Shaver, G.R. 1984.
Measurement of changes in the vegetation of
the earth by satellite imagery. In The Role of
Terrestrial Vegetation in the Global Carbon
Cycle. pp. 221-240. Edited by G.M.
Woodwell. John Wiley and Sons, New York.
Louis R. Iverson, L.R, Graham L.R, and Cook E.A.
1989.
Applications of satellite remote
sensing to forested ecosystems. In Landscape
Ecology vol. 3 no. 2 pp 131-143. SPB
Academic Publishing bv, The Hague.

60
Universitas Sumatera Utara