Penguat Selisih Tapis Butterworth

Jurnal Nasional Teknik Elektro 21 rendah dan sinyal pembawa yang merupakan frekuensi tinggi. Untuk mendapatkan sinyal audio ini diberikan tapis lolos bawah pada umpan balik dan tapis yang dirancang adalah tapis lolos bawah orde 2 dengan tipe Butterworth. Tapis lolos bawah tipe Butterworth ini memiliki kelebihan yaitu penguatan yang rata pada pita lolosnya atau pada frekuensi rendah. Semakin tinggi orde dari tapis maka semakin baik umpan balik dapat menekan frekuensi-frekuensi tinggi pada umpan balik.

2. PERANCANGAN

Pada penelitian ini, penguat audio kelas D dirancang dengan memberikan umpan balik negatif yang dapat dilihat pada Gambar 1. Umpan balik negatif pada penguat kelas D ini terdiri dari penguat selisih, tapis lolos bawah orde 2 tipe Butterworth dan integrator penjumlah. Gambar 1. Penguat Kelas D dengan Umpan Balik Tipe Butterworth. Pada penguat kelas D tersebut terdapat penguat selisih G FB karena masukan umpan balik berasal dari keluaran penguat daya dengan konfigurasi jembatan penuh. Kemudian keluaran dari penguat selisih ditapis dengan tapis Butterworth untuk kemudian dibandingkan dengan sinyal audio aslinya dengan menggunakan integrator penjumlah. Penggunaan integrator dikarenakan integrator biasanya merupakan tapis lolos bawah sehingga keluaran dari tapis Butterworth frekuensi- frekuensi tinggi dapat jauh lebih ditekan.

2.1. Penguat Selisih

Kestabilan penguat kelas D dengan umpan balik akan tercapai jika penguatan dari umpan balik 1 [7]. Sehingga perancangan penguatan dari umpan balik G FB harus 1. Penguatan PWM pada bagian modulator kelas D adalah G PWM = 8,27 yang didapatkan dari perbandingan penguatan tegangan pada bagian penguat daya 24 V dengan amplitudo sinyal segitiga 2,9 V. Untuk mendapatkan penguatan umpan balik 1 sinyal umpan balik perlu dilemahkan sebesar 8,4 kali, sehingga besar G FB = 0,12. Hal ini bertujuan agar penguatan kelas D pada rentang spektrum audio sama untuk penguat dengan umpan balik atau tanpa umpan balik. Penguatan umpan balik dirancang dengan menggunakan penguat selisih, karena sinyal masukan umpan balik berasal dari keluaran MOSFET jembatan penuh. Untuk mendapatkan pelemahan sebesar 0,12 kali maka perancangan bati umpan balik dengan penguat selisih dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut : Gambar 2. Penguat Selisih dengan Pelemahan Sebesar 0,12. Penguatan dari penguat selisih dapat dituliskan sebagai berikut:   12 , 5 4 _      R R V V V A inv inv non out diff v 1

2.2. Tapis Butterworth

Terdapat 2 cara untuk dapat lebih menekan frekuensi tinggi dari umpan balik yaitu dengan membesarkan bati dari penguatan umpan balik atau menaikkan orde dari tapis umpan balik. Perancangan penguat kelas D dengan umpan balik ini ditekankan pada perancangan tapis lolos bawah orde 2 tipe Butterworth. Pada penelitian ini dirancang tapis aktif lolos bawah orde 2 tipe Butterworth dengan topologi Sallen Key. Tapis aktif dipilih pada umpan balik tujuannya agar penguatan dari tapis dalam umpan balik dapat diatur. Penggunaan topologi Sallen Key dikarenakan memliki akurasi penguatan dan tepat untuk aplikasi yang memiliki faktor kualitas di bawah 3 Q 3. Tapis yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3 non-inverting inverting V_diff_out LM833 R5 100k R4 12k R4 12k R5 100k 22 Jurnal Nasional Teknik Elektro berikut. Gambar 3. Tapis Lolos Bawah Orde Dua dengan Topologi Sallen Key. Pendekatan tapis Butterworth orde 2 memiliki koefisien tapis a 1 = 1,4142 dan b 1 = 1. Pendekatan Butterworth digunakan karena tapis ini memliki penguatan yang rata pada pita lolosnya dan memiliki respon fase sangat halus karena hal ini penting ketika mempertimbangkan distorsi [8]. Untuk menentukan nilai dari komponen tapis Butterworth yaitu dengan menentukan frekuensi penggalnya. Tapis yang dirancang memiliki frekuensi penggal sebesar 28 kHz dengan penguatan sama dengan 1 unity- gain. Tujuannya agar besar penguatan pada frekuensi 20 Hz – 20 kHz tetap sama dan mencegah ketidak stabilan sistem umpan balik. Perhitungan nilai komponen pada Gambar 3, ditentukan terlebih dahulu nilai kapasitor C 1 = 1 nF, maka nilai C 2 berdasarkan persamaan 2.   nF C a b C C 2 4142 , 1 1 4 10 1 4 2 9 2 2 1 1 1 2        2

2.3. Integrator