THE REPRESENTATION OF POWER IN TEACHER’S SPEECH ACTS IN INDONESIAN LANGUAGE LEARNING OF THE ELEVENTH A GRADE OF SMPN 10 KOTABUMI IN ACADEMIC YEAR 2013/2014 REPRESENTASI KEKUASAAN PADA TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VIII A SMP

ABSTRACT
THE REPRESENTATION OF POWER IN TEACHER’S SPEECH ACTS
IN INDONESIAN LANGUAGE LEARNING
OF THE ELEVENTH A GRADE OF SMPN 10 KOTABUMI
IN ACADEMIC YEAR 2013/2014
By
JULLY ANDRY YANTO

The formulation of the problem of this research is how the representation of
power in teacher’s speech acts in Indonesian language learning of the eleventh A
grade of SMPN 10 Kotabumi in academic year 2013/2014. The aims of the
research are to describe kinds of representation of power in teacher’s speech acts
in Indonesian language learning of the eleventh A grade of SMPN 10 Kotabumi in
academic year 2013/2014.
The research method used was qualitative descriptive. Meanwhile, the data in this
research was taken from the teacher’s speech acts consisting of the representation
of power in directive, assertive, and expressive. The data collecting technique
used was observation, recording, and field note. Moreover, the data was analyzed
by using heuristic and interactive analysis.
Based on the data analysis, it was found that there is the representation of power
in teacher’s speech acts in the form of directive, assertive, and expressive.

Furthermore, the representation of power of the directive speech acts, the type of
power used in this speech acts are the position power, coercion, rewards, skills,
and charisma. Meanwhile, the representation of power in assertive speech acts, the
type of power used in this speech acts are the power of coercion, skills, and
rewards. Finally, the representation of power of the expressive speech acts, the
type of power used in this speech acts are the position power, coercion and
rewards.

Keywords: learning, representation of power, teacher’s speech acts

ABSTRAK
REPRESENTASI KEKUASAAN PADA TINDAK TUTUR GURU
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VIII A
SMP NEGERI 10 KOTABUMI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh
JULLY ANDRY YANTO

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana representasi kekuasaan pada
tindak tutur guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Negeri

10 Kotabumi tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk-bentuk representasi kekuasaan pada tindak tutur guru
dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi
tahun pelajaran 2013/2014.
Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa
tindak tutur guru yang di dalamnya terdapat representasi kekuasaan. Tindak
tuturnya berupa tindak tutur direktif, asertif ekspresif guru dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di kelas VIII A. Teknik pengumpulan data dengan teknik
observasi, teknik rekam, dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan
analisis heuristik dan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya representasi kekuasaan pada tindak tutur
guru. Wujud representasi kekuasaan pada tindak tutur guru meliputi representasi
kekuasaan pada tindak tutur direktif, asertif, dan ekspresif. Representasi
kekuasaan pada tindak tutur direktif guru, jenis kekuasaan yang digunakan dalam
tuturan ini adalah kekuasaan jabatan, paksaan, penghargaan, keahlian, dan
kharisma. Representasi kekuasaan pada tindak tutur asertif guru, jenis kekuasaan
yang digunakan dalam tuturan ini adalah kekuasaan paksaan, keahlian, dan
penghargaan. Representasi kekuasaan pada tindak tutur ekspresif guru, jenis
kekuasaan yang digunakan dalam tuturan ini adalah kekuasaan jabatan, paksaan,
dan penghargaan.

Kata kunci: pembelajaran, representasi kekuasaan, tindak tutur guru

REPRESENTASI KEKUASAAN PADA TINDAK TUTUR GURU
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS VIII A SMP NEGERI 10 KOTABUMI
TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh
JULLY ANDRY YANTO

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Pada
Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kotabumi, pada tanggal 23 Juli 1978. Anak
ke tujuh dari sepuluh bersaudara, buah kasih pasangan
Salman dan Painah. Pendidikan yang penulis tempuh, yakni
SD Negeri 3 Tanjung Aman, Kotabumi, Lampung Utara
lulus 1990, SMP Negeri 5 Kotabumi, Lampung Utara lulus
tahun 1993, STM Negeri Tanjung Karang, Bandarlampung lulus tahun1996, S-1
STKIP Muhammadiyah Kotabumi, Lampung lulus tahun 2003. Pada tahun 2012,
penulis tercatat sebagai mahasiswa S-2 Unila pada program Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia

Pengalaman mengajar, tahun 1996--2009 mengajar di SMP Kemala Bhayangkari
1 Kotabumi, tahun 2003 sampai sekarang di SMP Negeri 10 Kotabumi, Lampung
Utara. Selain mengajar, penulis juga menjadi sekretaris MGMP Bahasa Indonesia

SMP Kabupaten Lampung Utara tahun 2009 sampai sekarang, waka bidang
kurikulum tahun 2009 sampai sekarang.

MOTO

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar manusia dengan perantara kalam.
Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Surat Al Alaq: 1 s.d. 5)

Menjaga semangat dan kerjakan “Keep spirit and do it”
(Andre spirit)

Kebaikan dalam kata-kata menimbulkan kepercayaan
Kebaikan dalam berpikir menimbulkan kedalaman
Kebaikan dalam memberi menimbulkan kasih sayang
(Lao Tsu 560 SM)

PERSEMBAHAN


Tesis ini penulis persembahkan dan hadiahkan kepada
1.

Istriku tersayang (Iin Alpini, S.E.)

2.

Buah hatiku (Kaia Fathiha Kandreinz)

3.

Orang tuaku dan mertuaku (Salman, Painah, Kardiman, Anis)

4.

Saudara-saudaraku (Restuti, Poniyati, Setiarti, Susi Winarni, Puji Winarsih,
Bambang Setiawan, Aldy Anggoro)

SANWACANA


Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya tesis ini dapat terselesaikan.

Tesis ini berjudul “Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Guru dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi Tahun
Pelajaran 2013/2014” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister
pendidikan pada program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan,
arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada
1.

Prof. Dr. Sugeng Hariyanto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung;

2.

Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung;

3.

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku direktur pascasarjana Universitas Lampung;

4.

Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku ketua ketua jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung;

5.

Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku pembimbing utama dan ketua
Program Studi Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, yang dengan sabar memberikan
motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

6.


Dr. Wini Tarmini, M.Hum., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

7.

Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku pembahas pada seminar proposal dan
hasil, yang telah memberikan nasihat, saran-saran, dan kritik dalam
penyelesaian tesis ini;

8.

Dr. Karomani, M.Si., selaku pembimbing akademik, yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan;

9.

Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung;


10. Masamah, S.Pd., selaku kepala SMP Negeri 10 Kotabumi,

yang telah

memberikan izin penelitian pada penulisan tesis ini;
11. Orang tua dan mertuaku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doa
yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;
12. Istriku dan anakku tersayang (Iin Alpini dan Kaia Fathiha Kandreinz) yang
senantiasa memberikan motivasi dan doa untuk keberhasilan penulis;
13. Nilayati, A.Md. Pd., selaku guru SMP Negeri 10 Kotabumi, yang telah
bersedia menjadi sumber data penelitian;
14. Seluruh mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan tesis ini
sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga tesis ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Bandarlampung, April 2014
Penulis,

Jully Andry Yanto
NPM 1223041010

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ....………….....………………………………….…..................
HALAMAN JUDUL ....………….....………………………………….…..
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
MOTO ...........................................................................................................
PERSEMBAHAN .........................................................................................
SANWACANA..………….................….…………………………………..
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR SINGKATAN …..…....…………………….…………………...

i
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xii
xv
xvi

I.

PENDAHULUAN.............……....…….………………………………
1.1 Latar Belakang Masalah .....……..........………………….....….….
1.2 Rumusan Masalah......................................................................…...
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................

1
1
9
10
10
11

II. KAJIAN PUSTAKA ............................................................................
2.1 Pendekatan Pragmatik .....................................................................
2.2 Pengertian Representasi ...................................................................
2.3 Hakikat Kekuasaan ..........................................................................
2.4 Jenis-jenis Kekuasaan ......................................................................
2.5 Hakikat Tindak Tutur ......................................................................
2.6 Jenis-jenis Tindak Tutur ..................................................................
2.7 Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur .................................
2.7.1 Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Direktif ..........
2.7.1.1 Representasi Kekuasaan dalam Perintah ....................
2.7.1.2 Representasi Kekuasaan dalam Permintaan ...............
2.7.1.3 Representasi Kekuasaan dalam Larangan ..................
2.7.1.4 Representasi Kekuasaan dalam Persilaan ...................
2.7.1.5 Representasi Kekuasaan dalam Saran ........................
2.7.1.6 Representasi Kekuasaan dalam Pertanyaan ................
2.7.2 Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Asertif ............
2.7.2.1 Representasi Kekuasaan dalam Menegaskan .............
2.7.2.2 Representasi Kekuasaan dalam Menunjukkan ...........

12
12
14
15
16
18
19
25
25
25
26
27
27
28
29
29
30
30

2.7.2.3 Representasi Kekuasaan dalam Mempertahankan .....
2.7.2.4 Representasi Kekuasaan dalam Menilai .....................
2.7.3 Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Ekspresif ........
2.7.3.1 Representasi Kekuasaan dalam Pernyataan Rasa
Senang ........................................................................
2.7.3.2 Representasi Kekuasaan dalam Pernyataan Rasa
Tidak Senang .............................................................
2.8 Pembelajaran di SMP ......................................................................
2.9 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP .........................................

31
32
33

III. METODE PENELITIAN ....................................................................
3.1 Desain Penelitian .............................................................................
3.2 Data dan Sumber Data .....................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
3.3.1 Pengamatan (Obsevasi) ..........................................................
3.3.2 Teknik Rekam .........................................................................
3.3.3 Catatan Lapangan ...................................................................
3.4 Teknik Analisis Data ......................................................................
3.4.1 Model Analisis Data ...............................................................
3.4.2 Langkah Analisis Data ...........................................................

41
41
42
43
43
44
44
45
45
46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
4.1 Hasil .................................................................................................
4.2 Pembahasan .....................................................................................
4.2.1 Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Direktif Guru ...
4.2.1.1 Representasi kekuasaan dalam Perintah
(RKTD-Perintah) ........................................................
4.2.1.2 Representasi kekuasaan dalam Permintaan
(RKTD-Permintaan) ...................................................
4.2.1.3 Representasi kekuasaan dalam Larangan
(RKTD-Larangan) ......................................................
4.2.1.4 Representasi kekuasaan dalam Persilaan
(RKTD-Persilaaan) .....................................................
4.2.1.5 Representasi kekuasaan dalam Saran
(RKTD-Saran) ............................................................
4.2.1.6 Representasi kekuasaan dalam Pertanyaan
(RKTD-Pertanyaan) ...................................................
4.2.2 Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Asertif Guru .....
4.2.2.1 Representasi kekuasaan dalam Menegaskan
(RKTA-Menegaskan) .................................................
4.2.2.2 Representasi kekuasaan dalam Menunjukkan
(RKTA-Menunjukkan) ...............................................
4.2.2.3 Representasi kekuasaan dalam Mempertahankan
(RKTA-Mempertahankan) .........................................
4.2.2.4 Representasi kekuasaan dalam Menilai
(RKTA-Menilai) .........................................................
4.2.3 Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Ekspresif
Guru ........................................................................................

50
50
52
52

33
33
34
35

55
61
67
70
72
76
79
80
83
87
90
93

4.2.3.1 Representasi kekuasaan dalam Pernyataan Rasa
Senang (RKTA-Senang) ............................................
4.2.3.2 Representasi kekuasaan dalam Pernyataan Rasa
Tidak Senang (RKTA-Nonsenang) ............................

94
96

V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 124
5.1 Simpulan ........................................................................................... 124
5.2 Saran ................................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 127
LAMPIRAN .................................................................................................. 129

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Struktur Kurikulum SMP/MTs ....…………..………......…….…................
Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Direktif Guru ...........................
Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Asertif Guru ............................
Representasi Kekuasaan pada Tindak Tutur Ekspresif Guru ........................

35
101
112
120

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia. Manusia berbahasa setiap hari
untuk berkomunikasi. Berbahasa adalah suatu kebutuhan, artinya berbahasa
merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia karena dengan berbahasa
manusia dapat berkomunikasi, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain,
juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain.

Dalam proses komunikasi, seseorang berusaha untuk tidak hanya dipahami apa
yang dituturkan, tetapi juga ingin dipercaya, dipatuhi, dihormati, dan dibedakan.
Dengan kata lain, bahasa yang dituturkan bukan sekedar alat komunikasi
melainkan alat untuk menguasai orang, artinya penutur dapat memengaruhi mitra
tutur agar mau mengikuti sesuai tujuan yang diinginkan penutur. Dengan
demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

Bahasa sebagai alat kekuasaan biasanya berbentuk persuasif: tindakan seorang
untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan memengaruhi kondisi
mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Kekuasaan bersifat
persuasif, artinya kekuasaan itu berupa tindakan untuk memengaruhi seseorang
dalam hal kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Bentuk tindakan itu bisa berupa
tuturan atau tindak tutur.

2

Dalam kegiatan tindak tutur, diperlukan penutur dan mitra tutur. Penutur tidak
sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga membangun hubungan sosial dengan
mitra tutur. Penutur perlu memiliki cara tertentu agar tuturannya dapat dipahami
oleh mitra tutur.

Dalam konteks proses pembelajaran di kelas, penutur “guru” sedangkan mitra
tutur “peserta didik” atau bisa sebaliknya, peserta didik bisa sebagai penutur dan
guru sebagai mitra tutur. Jadi, antara guru dan peserta didik harus memiliki
kemampuan pragmatik. Kemampuan pragmatik seorang guru akan memengaruhi
tindak tuturannya, semakin baik kemampuan pragmatiknya maka semakin baik
pula tindak tuturnya di kelas, baik itu tindak tutur direktif, asertif, komisif,
ekspresif, dan deklarasif.

Berkenaan dengan tindak tutur di kelas dari hasil pengamatan di SMP bahwa guru
memiliki power dan kontrol daripada peserta didik, hal ini biasa diidentifikasikan
dalam bahasa mereka. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, biasanya guru selalu
mendominasi atau menguasai untuk melakukan tindak tutur. Misalnya, ketika
guru masuk kelas, langsung memerintah siswa untuk mengoreksi pekerjaan
rumah, tanpa didahului kegiatan awal: Anak-anak silakan buka buku pekerjaan
rumahnya, kita koreksi bersama! Dengan tuturan seperti itu, siswa merasa tidak
nyaman dalam belajar. Siswa merasa tidak nyaman dalam belajar karena suasana
kelas yang tegang dan tidak terjadi interaksi yang menyenangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa guru memiliki dominasi dan kekuasaan yang kuat terhadap
siswanya.

3

Selain itu, ditemukan pula kondisi yang tidak ideal dalam memakai tindak tutur
pada proses pembelajaran. Misalnya, ada seorang siswa bertanya kepada gurunya
tentang pelajaran, tetapi seorang guru tidak dapat menjawabnya.
Siswa :
Guru :

“Bu, mohon dijelaskan tentang perbedaan paragraf
argumentasi dengan paragraf eksposisi!”
“Sehubungan waktunya habis, saya jelaskan besok saja.”

Fenomena ini sering ditemui dalam proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan
kekuasaan guru pada tindak tuturnya.

Guru merupakan ‘tokoh kunci’ dalam menghidupkan proses pembelajaran. Siswa
sebagai ‘subjek belajar’ mesti digerakkan, dibelajarkan dalam suasana yang
kondusif. Ini akan berlangsung efektif kalau guru bisa mengajak siswa
berinteraksi dan berkomunikasi yang berkualitas dan bermakna. Guru akan bisa
berkomunikasi efektif apabila memiliki kompetensi pragmatik. Pragmatik adalah
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu
bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (Wijana, 2009:
4). Ilmu ini membekali para guru untuk ‘piawai’ menyampaikan pesan (bacamateri pembelajaran) yang bermakna bagi siswa. Bermakna berarti tuturan guru
bisa langsung dicerna siswa sebagai ‘bahan baku’ siswa untuk berpikir karena
mengajak siswa berpikir merupakan inti dari proses pembelajaran. Dengan kata
lain, berpikir akan memfokuskan siswa untuk belajar sekaligus meningkatkan
prestasi siswa.

Dalam satu kasus, ada materi pembelajaran yang ‘sangat sulit’, akan mudah
dipahami oleh siswa bila guru itu bisa membahasakannya dengan baik dan
terukur, sebaliknya sebuah topik yang sangat mudah akan membingungkan siswa

4

apabila guru membahasakannya dengan berbelit-belit, tidak komunikatif.
Akibatnya, jangan heran dalam suatu kesempatan, siswa sering beropini dan
‘menilai’ guru: “enak belajar dengan bapak/ibu guru itu” atau “tidak enak belajar
dengan bapak/ibu guru itu, tidak nyambung”. Opini ini diasumsikan berasal dari
penggunaan bahasa guru yang tidak komunikatif.

Terkait dengan hal di atas, biasanya seorang guru

selalu merasa memiliki

kekuasaan dalam melakukan tindak tutur di kelas. Kekuasaan tersebut adalah
kekuasaan yang dibangun atas dasar manfaat, bisa juga disebut kekuasaan
keahlian. Selanjutnya Jumadi (2005: 8) menyatakan bahwa representasi kekuasaan
tindak tutur guru di kelas direpresentasikan dengan menggunakan tindak tutur
tertentu. Dengan berbagai tindak tutur itu, guru dan siswa membangun budaya
komunikasi yang menunjukkan adanya proses saling memengaruhi atau bahkan
saling mendominasi.

Wujud representasi kekuasaan tindak tutur dalam proses pembelajaran di kelas
dapat dilihat dari tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur direktif, asertif, dan
ekspresif. Pemilihan ketiga jenis tindak tutur itu didasarkan kepada karakteristik
dan daya ilokusinya. Karakteristik daya ilokusi ketiga jenis tindak tutur tersebut
mengarah pada penggunaan kekuasaan. Tindak ilokusi adalah tindak melakukan
sesuatu dengan menyatakan sesuatu. Rohmadi (2004: 31) mengungkapkan bahwa
tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh
tindak tutur ilokusi adalah “udara panas”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa
si penutur meminta agar pintu atau jendela segera dibuka, atau meminta kepada

5

mitra tutur untuk menghidupkan kipas angin.

Tindak tutur komisif dan deklarasi tidak dibahas dalam penelitian ini karena
karakter dan daya ilokusinya tidak merepresentasikan kekuasaan penutur.
Rohmadi (2004:32) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya,
misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan. Contoh
tindak tutur komisif kesanggupan adalah “Saya sanggup melaksanakan amanah
ini dengan baik”. Tuturan itu mengikat penuturnya untuk melaksanakan amanah
dengan sebaik-baiknya. Hal ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk
memenuhi apa yang telah dituturkannya tetapi tidak memiliki efek kekuasaan
terhadap mitra tutur.

Tindak tutur deklarasi juga tidak dibahas dalam penelitian ini karena karakter dan
daya ilokusinya tidak merepresentasikan kekuasaan penutur. Rohmadi (2004:32)
Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Contoh
tindak tutur deklarasi membatalkan adalah “Ibu tidak jadi membelikan adik
mainan”. Tindak tutur ini hanya bersifat mendeklarasikan maksud penutur tanpa
mengikat mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Penutur tidak mempunyai maksud
atau tujuan tertentu ketika menyampaikan tuturannya. Hal ini menunjukkan
bahwa tindak tutur deklaratif tidak merepresentasikan kekuasaan.

Tindak tutur direktif, dengan berbagai jenisnya, merupakan tindak tutur yang
mendorong mitra tutur melakukan sesuatu. Menurut Leech (1993: 164) Tindak
tutur ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh

6

mitra tutur. Tindak tutur direktif misalnya, memesan, memerintah, memohon,
menuntut,

memberi

nasihat.

Tindak

tutur

direktif

amat

potensial

mempresentasikan kekuasaannya. Daya ilokusi tindak tutur ini menghendaki agar
mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan maksud tuturan penutur. Dalam
realisasinya,

penggunaan

tindak

tutur

ini

mempresentasikan

kekuasaan

pemakainya. Misalnya, ketika guru akan memulai pembelajaran di kelas, terlihat
mejanya kotor sekali. Meja ini bersih sekali ya? (guru sambil melirik ketua kelas).
Konteks tuturan tersebut bukan sekedar menunjukkan informasi yang sebenarnya,
tetapi guru mengharapkan agar ketua kelas mau membersihkan meja guru.
Artinya, secara tidak langsung guru memerintahkan siswa (ketua kelas) untuk
membersihkan meja guru yang kotor. Tindak tutur guru tersebut, menunjukkan
bahwa guru merepresentasikan kekuasaan pada tindak tutur direktif.

Sementara itu, tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang juga potensial
mempresentasikan kekuasaan. Daya ilokusi tindak tutur ini mempunyai
keselarasan dengan fungsi pembelajaran di kelas. Pada ilokusi ini, penutur terikat
pada kebenaran yang diungkapkan, misalnya menegaskan, menunjukkan,
mempertahankan, dan menilai. Pada pembelajaran di kelas siswa dituntut untuk
mengembangkan potensi dirinya, baik menyangkut aspek pengetahuan, sikap,
maupun keterampilan. Untuk mencapai hal itu, tentunya diperlukan akses
informasi. Dalam konteks ini, penutur yang memiliki akses informasi atau
keahlian tertentu, tentunya akan lebih mempunyai kekuasaan dibandingkan
dengan yang lain. Perhatikan tuturan di bawah ini dalam Jumadi (2005: 89).
Guru :
Siswa :
Guru :

“Anak-anak, Ibu bagi kelompok, ya?”
“Ya, Bu.”
“Karena jumlah kalian 32 orang maka ibu jadikan lima

7

Siswa :
Guru :
Siswa :
Guru

:

kelompok saja.”
“Sisa dua orang masuk kelompok mana, Bu?”
“Sisa dua orang, nanti ibu masukkan ke kelompok 1 atau 2”
“Bagaimana mereka saja Bu yang menentukkan masuk
kelompok mana?”
“Dah, biar ibu saja yang menentukkan.”

Tuturan tersebut terjadi ketika proses pembelajaran di kelas, guru membagi
kelompok. Dalam tuturan tersebut terdapat tuturan yang mengungkapkan tindak
tutur asertif guru. Ketika siswa mengusulkan agar dua orang yang tidak masuk
kelompok, siswa itulah yang menentukkan ia masuk kelompok mana. Guru
memberikan penegasan bahwa yang berhak menentukkan siswa tersebut masuk
kelompok mana adalah guru tersebut. Penegasan itu akan mempresentasikan
kekuasaan guru.

Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang menyatakan perasaan sikap
penutur terhadap suatu keadaan.

Fungsi ilokusi ini mengungkapkan atau

mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan, misalnya, mengucapkan
terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji (Leech,
1993: 164). Melalui tindak tutur ini, guru dapat menilai, mengecam, memuji
pikiran dan perasaan siswa. Dengan demikian, guru dapat menggunakan
kekuasaannya untuk menilai, mengecam, memuji pikiran dan perasaan siswa.
Perhatikan tuturan di bawah ini dalam Jumadi (2005: 102)
Guru
Siswa
Guru
Siswa

:
:
:
:

Guru :

“Siapa yang mau tanya?”
“Saya, Bu.”
“Silakan, Nak!”
“Dalam pementasan drama, hal-hal apa saja yang dapat
dinilai, Bu?”
“Bagus pertanyaannya” (Guru sambil menunjukkan
jempolnya)
“Nach, ini baru pertanyaan yang berbobot.”

8

Konteks tuturan di atas terjadi saat proses pembelajaran berlangsung. Guru merasa
senang karena siswanya bertanya dengan pertanyaan yang berkualitas. Tindak
tutur tersebut menunnjukkan tindak tutur ekspresif guru yang menyatakan rasa
senang. Hal ini, menununjukkan juga kekuasaan guru pada tindak tutur
ekspresifnya.

Penelitian tentang representasi kekuasaan yang terkait dengan tindak tutur belum
banyak dilakukan oleh para peneliti. Jumadi (2005) dalam disertasinya meneliti
tentang representasi kekuasaan dalam wacana kelas. Subjek penelitiannya adalah
guru dan siswa kelas 2 SMA Negeri 1 Malang dalam pembelajaran matematika,
fisika, biologi, bahasa Indonesia, dan geografi. Hasil penelitiannya adalah berupa
tindak tutur yang merepresentasikan kekuasaan guru dan kekuasaan siswa dalam
wacana kelas.

Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai representasi
kekuasaan yang diteliti Jumadi (2005) terdapat perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan saat ini. Hal tersebut nampak pada penelitian peneliti yang
meneliti tentang representasi kekuasaan pada tindak tutur guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi, yang di
dalamnya mendeskripsikan representasi kekuasaan pada tindak tutur guru saja,
sedangkan penelitian Jumadi (2005) meneliti tentang representasi kekuasaan guru
dan kekuasaan siswa dalam wacana kelas 2 SMA di berbagai bidang studi
(matematika, fisika, biologi, bahasa Indonesia, dan geografi).

Penelitian yang lain telah pula dilakukan oleh Thansoulas (2001) yang
menemukan bahwa melalui struktur interaksi, struktur giliran tutur, dan tindak

9

tutur yang digunakan oleh guru-siswa, tampak guru menggunakan kekuasaannya
untuk mendominasi siswa. Representasinya terlihat pada tuturan guru yang yang
selalu mengontrol perilaku siswa. Guru selalu merasa otoriter dan mayor
sedangkan siswa dianggap pihak minor. Guru menyiapkan apa saja dan siswa
dianggap pihak yang tidak tahu apa-apa.

Atas dasar pemikiran tersebut, kajian tentang representasi kekuasaan pada tindak
tutur guru dalam pembelajaran kelas ini dilakukan. Representasi kekuasaan yang
dimaksudkan adalah bagaimana seseorang menggambarkan, menampilkan,
mewakilkan kekuasaan (mendominasi, memengaruhi, memaksa aktivitas orang
lain) pada tindak tuturnya. Konteks seseorang di sini adalah guru dan orang lain
adalah siswa.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.

Bagaimanakah representasi kekuasaan pada tindak tutur direktif guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi tahun
pelajaran 2013/2014?

2.

Bagaimanakah representasi kekuasaan pada tindak tutur asertif guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi tahun
pelajaran 2013/2014?

3.

Bagaimanakah representasi kekuasaan pada tindak tutur ekspresif guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi tahun
pelajaran 2013/2014?

10

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut.
1.

Mendeskripsikan bentuk-bentuk representasi kekuasaan pada tindak tutur
direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

2.

Mendeskripsikan bentuk-bentuk representasi kekuasaan pada tindak tutur
asertif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

3.

Mendeskripsikan bentuk-bentuk representasi kekuasaan pada tindak tutur
ekspresif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil baik
secara teoretis maupun secara praktis.
1.

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
khasanah kebahasaan khususnya dalam ranah studi pragmatik dan dapat
menjadi acuan bagi penelitian-penelitian sejenis yang lain secara mendalam.

2.

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan bagi para tenaga pendidik atau guru dalam pembenahan proses
pembelajaran, terutama menyangkut aspek budaya komunikasi. Guru dapat
menggunakan tindak tutur yang lebih mudah dicerna dan dipahami oleh
peserta didiknya.

11

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.

Subjek penelitian adalah guru yang bernama Nilayati, A.Md.Pd. dan siswa
kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi tahun pelajaran 2013/2014.

2.

Objek penelitian ini adalah tuturan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia
di kelas VIII A SMP Negeri 10 Kotabumi tahun pelajaran 2013/2014 yang
mengandung representasi kekuasaan pada tindak tutur direktif, asertif, dan
ekspresif.

12

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian terhadap makna penutur yang disesuaikan dengan
konteksnya sehingga memungkinkan untuk lebih mengetahui hal yang
dikomunikasikan daripada yang dikatakan. Pemahaman makna dalam perspektif
pragmatik dipengaruhi oleh ekspresi jarak relatif yang menyebabkan penutur
mempertimbangkan apa yang dikatakan dan tidak dikatakan. Pengkajian bahasa
secara pragmatik dapat memberikan keuntungan, yaitu dapat membicarakan
makna yang dimaksudkan oleh orang-orang, asumsi-asumsi mereka, maksud atau
tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka ajukan ketika bertutur.

Menurut Charles Moris (1983) dalam Djajasudarma (2012: 71) Pragmatik adalah
language in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat
bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan
dalam komunikasi. Pragmatik merupakan kajian tentang tata cara bagaimana para
penutur dan petutur dapat memakai dan memahami tuturan sesuai dengan konteks
situasi yang tepat (Mulyana, 2005: 78).

Levinson (1980) dalam Tarigan (2009: 31) menyatakan bahwa pragmatik adalah
telaah mengenai relasi

antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi

suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai

13

kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat
dan konteks-konteks secara tepat.

Menurut Wijana (2009: 4) pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Kata
“bagus” secara internal bermakna “baik dan tidak buruk”, dan kata “presiden”
secara internal bermakna “kepala negara”. Namun secara eksternal kata “bagus”
bisa bermakna sebaliknya, seperti terlihat pada dialog berikut ini!

(1)

Ayah
Anton
Ayah

:
:
:

Bagaimana ujian bahasa Indonesiamu?
Wah, hanya dapat 45, Pak.
Bagus, besok jangan belajar. Nonton terus saja.

(2)

Awas presidennya datang!

Kata “bagus” pada kalimat (1) tidak bermakna “baik” atau “tidak buruk”, tetapi
sebaliknya. Sementara itu, kalimat (2) digunakan untuk menyindir, kata
“presiden” dalam kalimat (2) tidak bermakna “kepala negara”, tetapi bermakna
seseorang secara ironis pantas mendapatkan sebutan itu.

Dari beberapa pendapat tentang pragmatik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pragmatik adalah tata cara bagaimana para penutur dan petutur berkomunikasi
sesuai dengan konteks tuturannya yang tepat.

Teori mengenai pragmatik ini dibahas oleh peneliti karena terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai representasi
kekuasaan tindak tutur. Pragmatik mempunyai hubungan yang erat dengan tindak
tutur (speech act), karena tindak tutur merupakan pusat dari pragmatik (Van Dijk,
1977:167; Firth, 1935) dalam Djajasudarma (2012: 71).

14

2.2 Pengertian Representasi

Stuart Hall (1997) dalam http://sinaukomunikasi-wordpress.com menyatakan
bahwa proses produksi dan pertukaran makna antara manusia atau antarbudaya
yang menggunakan gambar, simbol dan bahasa adalah disebut representasi. Media
paling sering digunakan dalam produksi dan pertukaran makna adalah bahasa
melalui pengalaman-pengalaman yang ada dalam masyarakat. Representasi
merupakan media penyampaian pesan, berekspresi dan mengkomunikasikan ide,
konsep atau perasaan kita, yang kesemuanya merupakan transmisi penyampai
makna.

Unsur penting yang terdapat dalam proses formasi kelompok adalah representasi.
Karena kelompok sosial tidak bisa ditetapkan sebelumnya, kelompok itu tidak
ada disuusun dalam pembelajaran. Kondisi semacam itu menyebabkan seseorang
membicarakan atau bertindak atas nama kelompok. Representasi pada dasarnya
berarti bahwa kita bisa direpresentasikan oleh wakil kita ketika secara fisik kita
tidak ada (Jorgensen dan Philips, 2010: 86).

Istilah representasi mengacu pada bagaimana seseorang, kelompok, atau gagasan
atau pendapat tertentu ditampilkan sebagaimana mestinya. Representasi penting
dalam hal apakah seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan
sebagaimana mestinya dan bagaimana representasi tersebut ditampilkan (Badara,
2012: 56).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa representasi adalah bagaimana
seseorang/kelompok

memaknai,

mewakili,

mengomunikasikan,

atau

15

menggambarkan sesuatu hal. Maksudnya adalah bagaimana cara seseorang dalam
memaknai, mewakilkan, mengomunikasikan, atau menggambarkan sesuatu.

2.3 Hakikat Kekuasaan
Para pakar memiliki konsep yang berbeda-beda mengenai kekuasaan. Perbedaan
sudut pandang akan menghasilkan penjelasan yang berbeda pula tentang
kekuasaan. Fairclough dalam Jumadi (2005: 26) menyatakan kekuasaan sebagai
kapasitas transformatif dan konsepsi rasional. Kapasitas transformatif adalah
kapasitas agen-agen untuk memengaruhi jalannnya peristiwa. Konsepsi rasional
adalah kekuasaan atas pihak lain dan berkaitan dengan dominasi oleh para
individu atau kolektif.

Robbbins (2002: 182) menyatakan bahwa kekuasaan mengacu pada suatu
kemampuan bahwa si A harus memengaruhi perilaku si B untuk melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dilakukan oleh si B. Dalam definisi ini
terimplikasi bahwa (1) suatu potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar
menjadi efektif, (2) suatu hubungan yang saling ketergantungan, dan (3) bahwa si
B mempunyai keleluasaan terhadap perilaku dirinya sendiri.

Weber dalam Jumadi (2005:26) menyatakan

bahwa kekuasaan merupakan

kemungkinan pemaksaan seseorang atas perilaku orang lain. Sejalan dengan
Weber, Bachrach dan Baratz menyatakan bahwa kekuasaan menentukan orang
lain untuk menurut.

Dari beberapa pendapat tentang hakikat kekuasaan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia memengaruhi,

16

mendominasi, memaksa aktivitas orang lain atau sebuah kelompok menuju suatu
tujuan bersama.

2.4 Jenis-jenis Kekuasaan
Lee dalam Jumadi (2005: 27) membagi kekuasaan menjadi tiga jenis, yaitu (1)
kekuasaan yang dibangun atas paksaan, (2) kekuasaan yang dibangun atas
manfaat, dan (3) kekuasaan yang dibangun atas prinsip kehormatan. Jika
digunakan kekuasaan paksaan, orang melakukannya bukan untuk memengaruhi
orang lain, melainkan memaksa mereka agar menurut. Dalam hal ini kepatuhan
dicapai lewat ancaman, paksaaan fisik, atau apapun yang dilakukan untuk
membangkitkan rasa takut pada pihak yang didominasi. Kekuasaan manfaat
didasarkan pada asumsi pertukaran dan landasan keadilan. Keadilan artinya
bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sama-sama transaksinya layak.
Sementara itu, kekuasaan atas prinsip kehormatan didasarkan pada sikap
menghargai, menghormati, bahkan mengasihi.

French dan Raven dalam Robbins (2002: 183) membagi kekuasaan menjadi lima
jenis dasar atau sumber kekuasaan, yakni kekuasaan karena paksaan, kekuasaan
penghargaan, kekuasaan jabatan, kekuasaan keahlian, dan kekuasaan kharisma.
1. Kekuasaan Paksaan
Kekuasaan paksaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan rasa
takut. Seseorang bereaksi terhadap kekuasaan jenis ini disebabkan rasa takut
akibat negatif yang muncul apabila tidak mematuhinya. Kekuasaan paksaan
merupakan kekuasaan hukuman kepada orang lain yang dimaksudkan untuk
memodifikasi pelaku agar menjadi perilaku yang bermanfaat.

17

2. Kekuasaan Penghargaan
Seseorang mematuhi keinginan atau perintah orang lain karena dengan berbuat
begitu ia mendapatkan keuntungan positif. Oleh karena itu, apabila ada
seseorang yang dapat memberikan suatu penghargaan yang menurut
pandangannya merupakan sesuatu yang bernilai, maka orang tersebut akan
memiliki kekuasaan atas dirinya, penghargaan tersebut dapat berbentuk apa
saja yang menurutnya berharga. Jadi, kekuasaan penghargaan merupakan
kemampuan seseorang untuk memberikan penghargaan kepada orang lain
(pengikutnya) karena kepatuhan mereka.
3. Kekuasaan Jabatan
Dalam suatu kelompok formal, mungkin akses yang paling sering bagi
seseorang memperoleh kekuasaan adalah melalui jabatan. Kekuasaan jabatan
adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain karena posisinya.
Seseorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang
kedudukannya lebih rendah. Dalam konteks ini adalah antara guru dan siswa,
dimana guru memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sebagai atasan dan siswa
sebagai pihak yang lebih rendah (bawahan).
4. Kekuasaan Keahlian
Kekuasaan keahlian adalah pengaruh yang dimiliki seseorang sebagai akibat
dari adanya keahlian khuhus atau pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Kekuasaan keahlian didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa
pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus
yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi.

18

5. Kekuasaan Kharisma
Kekuasaan kharisma adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang karena gaya
kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan (memiliki karisma dan
menjadi panutan). Kekuasaan kharisma timbul karena adanya kekaguman pada
orang lain dan keinginan untuk menjadi orang tersebut, baik sikap dan tingkah
lakunya.

Dari beberapa pendapat tentang jenis-jenis kekuasaan di atas, peneliti mengacu
pada teori kekuasaan French dan Raven yang menyatakan bahwa kekuasaan
terbagi menjadi lima jenis dasar atau sumber kekuasaan, yakni kekuasaan karena
paksaan, kekuasaan penghargaan, kekuasaan jabatan, kekuasaan keahlian, dan
kekuasaan kharisma.

2.5 Hakikat Tindak Tutur
Prinsip-prinsip pragmatik mengilustrasikan beberapa asumsi-asumsi yang
diajukan ke dalam suatu percakapan. Namun, untuk tujuan apakah sebenarnya
percakapan dilakukan? Beberapa hal tentang percakapan sebagai pertukaran
informasi, penjagaan tali persahabatan sosial, kekerabatan dan sebagainya,
negosiasi status dan peranan, pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindak
bersama. Dengan demikian, percakapan dapat memenuhi fungsi yang berbedabeda. Salah satu pendekatan analisa fungsi bahasa dalam percakapan adalah
melalui teori tindak tutur.

Leech (1993: 19-20) menyatakan bahwa sebenarnya dalam tindak tutur mempertimbangkan lima aspek situasi tutur yang mencakup: penutur dan mitra tutur,
konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai sebuah tindakan/aktivitas dan

19

tuturan sebagai produk tindak verbal.

Chaer (2010: 50) tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat
psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna
atau arti tindakan dalam tuturannya.

Selanjutnya Rohmadi (2004: 30) peristiwa tutur (speech event) merupakan gejala
sosial dan terdapat interaksi antara penutur dalam situasi dan tempat tertentu,
maka tindak tutur lebih cenderung sebagai gejala individual, bersifat psikologis
dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi
tertentu. Jika dalam peristiwa tutur orang menitikberatkan pada tujuan peritiwa,
maka dalam tindak tutur lebih memperhatikan makna atau arti tindak dalam
tuturan itu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang
mengandung tindakan sebagai suatu fungsional dalam komunikasi yang
mempertimbangkan aspek situasi tutur.

2.6 Jenis-jenis Tindak Tutur
Searle dalam bukunya Act: An Essay in the Philoshopy of Language
mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat
diwujudkan oleh seorang penutur (Rohmadi 2004: 30) yakni tindak lokusi
(locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak tutur perlokusi
(perlocutionary act). Hal ini senada dengan pendapat Austin yang juga membagi
jenis tindak tutur menjadi lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Berikut pembahasannya.

20

1.

Tindak Lokusi
Tidak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan
sesuatu; tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai
dengan makna kata itu di dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah
sintaksisnya. Fokus lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan
mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu. Rahardi (2003: 71)
mendefinisikan bahwa lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan
kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat
itu. Lokusi dapat dikatakan sebagai the act of saying something. Tindak
lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi karena dalam
pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan konteks tuturan (Rohmadi,
2004: 30).

Contoh tindak tutur lokusi adalah ketika seseorang berkata “badan saya lelah
sekali”. Penutur tuturan ini tidak merujuk kepada maksud tertentu kepada
mitra tutur. Tuturan ini bermakna bahwa si penutur sedang dalam keadaan
lelah yang tersangat sangat, tanpa bermaksud meminta untuk diperhatikan
dengan cara misalnya dipijit oleh si mitra tutur. Penutur hanya
mengungkapkan keadaannya yang tengah dialami saat itu. Contoh lain
misalnya kalimat “Sandy bermain gitar”. Kalimat ini dituturkan sematamata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan
sesuatu apalagi untuk memengaruhi lawan tuturnya.
2.

Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan menyatakan sesuatu
(Tarigan, 2009: 35) Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung

21

maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang diajukan berkenaan
dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu dilakukan” dan sudah
bukan lagi dalam tataran “apa makna tuturan itu?”

Rohmadi (2004: 31) mengungkapkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur
yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan
dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh tindak tutur ilokusi adalah
“udara panas”. Tuturan ini mengandung maksud bahwa si penutur meminta
agar pintu atau jendela segera dibuka, atau meminta kepada mitra tutur untuk
menghidupkan kipas angin. Jadi jelas bahwa tuturan itu mengandung maksud
tertentu yang ditujukan kepada mitra tutur. Contoh lain, kalimat “Suseno
sedang sakit”. Jika kalimat ini dituturkan kepada mitra tutur yang sedang
menyalakan televisi dengan volume yang sangat tinggi, berarti tuturan ini
tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan informasi, tetapi juga menyuruh
agar mengecilkan volume atau bahkan mematikan televisi.
3. Tindak Tutur Perlokusi
Tuturan yang diucapkan penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh
(perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu
itulah yang oleh Austin (1962) dinamakan perlokusi. Efek atau daya tuturan
itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara segaja, dapat pula secara tidak
sengaja. Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk memengaruhi
mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi.

Ada beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusi. Beberapa verba
itu antara lain membujuk, menipu, mendorong, membuat jengkel, menakut-

22

nakuti, menyenangkan, mempermalukan, menarik perhatian, dan lain
sebagainya (Leech, 2011: 322).
Contoh tuturan yang merupakan tindak perlokusi:
“ada hantu!”
“sikat saja!”
“dia selamat, Bu.”
Tiga kalimat tersebut masing-masing memiliki daya pengaruh yaitu menakutnakuti, mendorong, dan melegakan .

Sehubungan dengan pengertian tindak tutur di atas, tindak tutur digolongkan
menjadi lima jenis oleh Searle (Rohmadi, 2004:32; Leech, 1993: 164). Kelima
jenis itu adalah tindak tutur representatif (asertif) , direktif, ekspresif, komisif, dan
deklarasi. Berikut penjelasan kelimanya.
1.

Representatif (Asertif)
Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada
kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis ini juga disebut
dengan tindak tutur asertif. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah
tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan,
memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi. Contoh jenis tuturan ini
adalah: “Adik selalu unggul di kelasnya”. Tuturan tersebut termasuk tindak
tutur representatif sebab berisi informasi yang penuturnya terikat oleh
kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan
yang diucapkan itu memang fakta dan dapat dibuktikan di lapangan bahwa si
adik rajin belajar dan selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya.

23

2.

Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam
tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif.
Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta,
mengajak,

memaksa,

menyarankan,

mendesak,

menyuruh,

menagih,

memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba. Contohnya
adalah “Bantu aku memperbaiki tugas ini”. Contoh tersebut termasuk ke
dalam tindak tutur jenis direktif sebab tuturan itu dituturkan dimaksudkan
penuturnya agar melakukan tindakan yang sesuai yang disebutkan dalam
tuturannya yakni membantu memperbaiki tugas. Indikator dari tuturan
direktif adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah
mendengar tuturan tersebut.
3.

Ekspresif
Tindak tutur ini disebut juga dengan tindak tutur evaluatif. Tindak tutur
ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar tuturannya
diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu,
meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan
selsangat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik. Tuturan
“Sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi
kebutuhan keluarga”.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ekspresif

mengeluh yang dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang
dituturkannya, yaitu usaha mencari uang yang hasilnya selalu tidak bisa
memenuhi

kebutuhan

hidup

keluarga.

Contoh

tuturan

lain

adalah

24

“Pertanyaanmu bagus sekali” (memuji), “Gara-gara kecerobohan kamu,
kelompok kita didiskualifikasi dari kompetisi ini”(menyalahkan), “Selamat
ya, Bu, anak Anda perempuan” (mengucapkan selsangat).
4.

Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak t

Dokumen yang terkait

THE ANALYSIS OF MORPHOLOGICAL ERRORS MADE BY THE VIII GRADE STUDENTS IN WRITING A DESCRIPTIVE PARAGRAPH AT SMPN 4 JEMBER IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

0 5 16

APPLYING JIGSAW II ACTIVITY IN COOPERATIVE LANGUAGE LEARNING TO IMPROVE THE ABILITY OF THE GRADE VIII C STUDENTS OF SMPN 1 PUGER JEMBER IN A WRITING NARRATIVE PARAGRAPH IN THE 2009/2010 ACADEMIC YEAR

0 2 15

A DESCRIPTIVE STUDY OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS’ ACHIEVEMENT IN WRITING A RECOUNT TEXT AT SMP NEGERI 6 JEMBER IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

0 4 16

A DESCRIPTIVE STUDY OF THE ELEVENTH GRADE STUDENTS’ ABILITY IN WRITING A NARRATIVE TEXT AT SMAN 1 GLAGAH BANYUWANGI IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

0 2 14

A DESCRIPTIVE STUDY OF THE SEVENTH GRADE STUDENTS’ ABILITY IN CONTROLLED OF DESCRIPTIVE PARAGRAPH WRITING AT SMPN 1 PAKUSARI JEMBER IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

0 9 15

A DESCRIPTIVE STUDY OF THE SEVENTH GRADE STUDENTS’ ABILITY IN WRITING PROCEDURE TEXT AT SMPN 1 WULUHAN JEMBER IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

0 6 13

THE EFFECT OF USING COMPUTER ASSISTED LANGUAGE LEARNING ON THE ELEVENTH GRADE STUDENTS’ WRITING ACHIEVEMENT OF MAN JEMBER 1 IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

0 2 13

THE EFFECT OF USING MICROSOFT POWERPOINT PRESENTATION ON VOCABULARY ACHIEVEMENT OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS AT SMPN 10 JEMBER IN THE 2013/2014 ACADEMIC YEAR

1 6 50

THE REPRESENTATION OF POWER IN TEACHER’S SPEECH ACTS IN INDONESIAN LANGUAGE LEARNING OF THE ELEVENTH A GRADE OF SMPN 10 KOTABUMI IN ACADEMIC YEAR 2013/2014 REPRESENTASI KEKUASAAN PADA TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VIII A SMP

2 9 70

THE IMPORTANCE OF TEACHING SLANG IN THE CLASS OF INDONESIAN AS A SECOND LANGUAGE

0 0 18