EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN BP3K SEBAGAI MODEL COE (CENTER OF EXCELLENCE) TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH DI BP3K BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PROGRAM PENGEMBANGAN BP3K SEBAGAI MODEL COE (CENTER OF EXCELLENCE) TERHADAP PENINGKATAN
KINERJA PENYULUH DI BP3K BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Fitriansyah Bakti Praja
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai model CoE, (2) Efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur dan (3) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batanghari. Penelitian ini dilakukan di 14 desa di wilayah binaan BP3KBatanghari. Waktu penelitian Bulan September sampai Oktober 2013 . Pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional sample random. Jumlah sampel penelitian sebanyak 11 orang Penyuluh dan 88 orang Petani binaan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif serta analisis Peringkat Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari sebelum program CoE termasuk dalam klasifikasi sedang dengan rata-rata jawaban penyuluh sebesar 174,90 dan rata-rata jabawan petani sebesar 144,55, sedangkan Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari setelah program CoE tetap berada pada klasifikasi sedang dengan rata-rata jawaban penyuluh sebesar 180,45 dan rata-rata jabawan petani sebesar 149,85. (2) Efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari berada pada klasifikasi cukup efektif dengan peningkatan kinerja penyuluh sebesar 2,255%. (3) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batanghari setelah adanya program CoE yaitu pengalaman penyuluh, pendapatan penyuluh dan pendidikan formal penyuluh.
(2)
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF BP3K DEVELOPMENT PROGRAM AS COE MODEL (CENTER OF EXCELLENCE) TOWARD RAISING OF
EXTENSIONS PERFORMANCE IN BP3K BATANGHARI DISTRICT EAST LAMPUNG REGENCY
By
Fitriansyah Bakti Praja
This research aims to investigate: (1) the level of extensions performance in BP3K Batanghari District East Lampung Regency before and after the development program BP3K as CoE model (2) the effectiveness of development program BP3K as CoE model in rising of extensions performance in BP3K Batanghari District East Lampung Regency, and (3) factors that relate to extensions performance in BP3K as CoE model in Sub district Batanghari . This research was conducted in 14 villages as the patronage region in Batanghari District from September until October 2013. The sample of this research using proportional random sampling of 11 extensions and 88 patronage farmers. This research using qualitative descriptive method and Rank Spearman Analysis. The results showed that (1) the level of extension performance in BP3K Batanghari before CoE program included in average classification with the average response from extension was 174.90 and average answer of farmer was 144.55, while the level of extension performance in BP3K Batanghari after CoE program still in average classification with the average response from extension was 180.45 and average answer of farmer was 149.85. (2) The effectiveness of CoE program to the improved of performance extension in BP3K Batanghari was in effective enought with the number of extension improved was 2.255%. (3) the Factors that really relate to extension performnce in BP3K Batanghari District after CoE model were extension experience, income of extension workers and formal education extension workers.
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Ogan Lima pada 01 Mei 1991, merupakan anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan Bapak DRS. H. Abu Kori dan Ibu Hj.
Umyati. S.pd., terlahir sebagai anak ke dua pertama dari 4 bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Ogan Lima dan lulus tahun 2003.
Selesai mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama Al-kautsar Bandar Lampung lulus tahun 2006, dan dilanjutkan
ke Sekolah Menengah Atas Al-kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2009.
Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agribisnis
Universitas Lampung. Selama masa kuliah penulis mengikuti Praktik Umum (PU)
di Perusahaan Garuda Food Pura-putri Jaya pada tahun 2012. Penulis juga
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Baradatu Kabupaten
(7)
SANWACANA
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. Segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Program Pengembangan BP3K sebagai Model Center of Excelence (CoE) dalam Peningkatan Kinerja Penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sumaryo GS, M.Si, selaku pembimbing pertama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta masukan berupa saran kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Indah Listiana, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Irwan Effendi, M.S., selaku pembahas atas kritik, saran, dan
bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi.
4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
(8)
6. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di kampus tercinta Universitas
Lampung.
7. Teristimewa keluargaku tersayang, Papa Drs. H. Abu Kori dan Mama Hj.
Umyati S.pd yang tidak pernah lupa menyisipkan do’a di setiap sujudnya serta terima kasih yang tak terbatas atas segalanya karena telah mencintaiku
dengan kasih sayang yang tak pernah putus. Kakak dan Kedua adikku yang
selalu berpikir positif dan memberi semangat, Dr. Wiwin Malinda Ariestuti,
Mulia Tri wahyuli dan Dian Ayu Lestari.
8. Teman-teman Agribisnis 2009: Wirda Eka, Ully Kartika, Mutiara Putri,
Yesica Veronika, Novi Kurniawati, Citra Dara, Monica, Desty Rizana, Reni
Mardiana, Abdul Mutolib, Willi Akbar, Meyka, Queen, Edi Tsu, Adam,
Mamet, khairunnisa, Rendi, Rama, Wayan, Rinaldy, Saut, Inke, Adriez,
Ongki, Hilman, Dedeh, Atika, Feli, Melisa, Riska, Zia, Oni, Tasya, Rani,
Syani, Firjen, Vina, Anisa, Ari dan seluruh Agribisnis 2009 lainnya.
9. Para sahabat dan saudaraku yang tidak pernah lepas mendo’akan dan memberi motivasi. Terimakasih untuk selalu mendo’akan dan memberi motivasi yang tulus, dan seluruh keluarga yang telah mendo’akan kesuksesan penulis.
10. Mbak Ayi, Mbak Iin, Mas Buchori, Mas Boim, Mas Kardi, serta rekan-rekan
(9)
terimakasih paling tulus dari dalam hati yang tak terhingga untuk kalian
semua.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Maret 2015
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan ... 7
C. Kegunaan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Penyuluhan ... 9
2. Penyuluh dan Kelembagaan Penyuluh ... 19
3. BP3K,BP3K Model dan Program CoE ... 22
4. Kinerja Penyuluh ... 23
5. Konsep Efektivitas ... 26
6. Tinjauan Penelitian TErdahulu ... 29
B. Kerangka Pemikiran ... 30
C. Hipotesis ... 34
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Klasifikasi dan Pengukuran ... 35
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kinerja penyuluh (Variabel X) ... 35
2. kinerja penyuluh (Variabel Y) ... 38
B. Penentuan Waktu, Lokasi, dan Responden Penelitian ... 40
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 42
(11)
B. Topografi dan Iklim ... 45
C. Gambaran Umum BP3K Batanghari ... 47
1. Letak dan Luas Kantor BP3K Batanghari ... 47
2. Sarana dan Prasarana kantor BP3K Batanghari ... 47
D. Data usaha tani ... 48
E. Data Sosial Ekonomi ... 57
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tingkat Kinerja Penyuluh di BP3K Batanghari ... 58
1. Tersusunnya Programa Penyuluhan Pertanian ... 58
2. Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan (RKT) Penyuluh Pertanian 61
3. Tersusunnya Peta Wilayah Untuk Pengembangan Spesifikasi Teknologi Spesifikasi Lokasi ... 64
4. Tersebarnya informasi ternologi pertanian secara merata ... 66
5. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani ... 68
6. Terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang saling menguntungkan ... 71
7. Terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi ... 73
8. Meningkatnya produktivitas agribisis komoditi unggulan di Masing-masing wilayah kerja ... 76
9. Meningkatnya pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja 78 10. Meningkatnya penerapan Cyber Extension dalam kegiatan penyuluhan ... 80
B. Efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh Di BP3K Batanghari ... 89
C. Deskripsi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batanghari ... 92
1. Jarak tempat tinggal ... 92
2.Pengalaman penyuluh ... 93
3.Tingkat pendapatan penyuluh ... 94
4.Pendidikan formal penyuluh ... 95
5.Peningkatan kapasitas SDM ... 96
6.Insentif penyuluh ... 97
D. Pengujian Hipotesis ... 98
1. Hubungan antara jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas Dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batang Hari ... 100
2. Hubungan antara pengalaman penyuluh dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batang Hari ... 101
(12)
penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari ... 103 5. Hubungan antara peningkatan kapasitas SDM dengan kinerja
Penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari... 105 6. Hubungan antara insentif penyuluh dengan kinerja penyuluh
di BP3K model CoE kecamatan Batang Hari ... 106
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data jumlah penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011 ... 5
2. Pengukuran dan definisi operasional faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh ... 37
3. Pengukuran dan Definisi Operasional Kinerja ... 39
4. Data sebaran jumlah petani responden setiap desa ... 42
5. Luas panen dan rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 49
6. Luas Tanaman, luas panen dan rata-rata serta jumlah produksi padi
gogo di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 50
7. Luas Tanaman, luas panen, dan rata-rata serta jumlah produksi palawija di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 51
8. Luas Tanaman, luas panen, dan rata-rata serta jumlah produksi komoditas sayuran di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 52
9. Jumlah tanaman buah-buahan yang dapat dipanen dan rata-rata produksi di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung
Timur 2011 ... .. 53
10. Pemanfaatan lahan budidaya dan produksi perikanan di Kecamatan
Batanghari Kabupaten Lampung Timur 2011 ... 54
11. Data Populasi Hewan di Kecamatan Batanghari Lampung Timur 2011 .. 56
12. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun programa penyuluhan pertanian ... 60
(14)
14. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyusun peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi . 65
15. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menyebarkan informasi teknologi pertanian secara merata. ... .. 67
16. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam menumbuh kembangkan keberdayaan dan kemandirian petani. ... 70
17. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan terjalinnya kemitraan usaha antara pelaku utama atau
petani dengan pelaku usaha yang saling menguntungkan. ... 72
18. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam mewujudkan akses petani dengan lembaga keuangan dan penyedia
sarana produksi ... 75
19. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan produktivitas agribisnis komoditi unggulan di
masing-masing wilayah kerja ... 77
20. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja. ... 79
21. Klasifikasi dan sebaran nilai rata-rata tingkat kinerja penyuluh dalam meningkatkan penerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan menurut jawaban penyuluh ... 82
22. Rekapitulasi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari menurut
penyuluh dan petani sebelum adanya program CoE ... 84 23. Rekapitulasi tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari menurut
penyuluh dan petani setelah adanya program CoE ... .. 86 24. Tingkat kinerja penyuluh BP3K Batanghari sebelum adanya program
CoE secara keseluruhan ... 87 25. Tingkat kinerja penyuluh BP3K Batanghari setelah adanya program
CoE secara keseluruhan ... 88 26. Tingkat efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja
penyuluh di BP3K Batang Hari ... 90
(15)
30. Sebaran penyuluh berdasarkan pendidikan formal ... 95
31. Sebaran penyuluh berdasarkan peningkatan kapasitas SDM ... 96
32. Sebaran penyuluh berdasarkan insentif yang diterima ... 97
33. Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara variabel X dan
variabel Y ... 97
34. Tabulasi silang antara jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian efektifitas program pengembangan BP3K sebagai model Center of Execellence (CoE) terhadap peningkatan kinerja penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. 33
(17)
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi
dengan lebih difokuskan di sektor pertanian, karena sektor pertanian yang berhasil
merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pembangunan
pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi
kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor,
meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong
pemerataan kesempatan berusaha (Soekartawi, 2003). Keberhasilan
pembangunan pertanian tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi sumberdaya
pertanian, tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat
strategis untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya,
yaitu SDM yang dapat menguasai serta dapat memanfaatkan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pertanian secara
berkelanjutan dan hal ini dapat diwujudkan dengan adanya penyuluhan pertanian
yang berkualitas.
Penyuluhan pertanian pada masa orde baru diartikan sebagai alat pemerintah
dalam menciptakan swasembada pangan dengan pendekatan peningkatan produksi
usahatani. Penyuluhan pertanian pada era orde baru sangat diperhatikan dan
(18)
pertanian pada masa orde reformasi mengalami masa yang suram terutama dengan
perubahan kelembagaan penyuluhan dengan keluarnya undang-undang otonomi
daerah yang secara langsung berdampak pada kinerja penyuluh pertanian.
Keadaan petani saat ini masih banyak yang terbelenggu oleh kemiskinan, hal ini
menunjukkan bahwa peran penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus
ditingkatkan dalam rangka membantu petani dalam aspek usahatani secara
menyeluruh agar terjadi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini sesuai dengan
definisi penyuluhan pertanian itu sendiri sebagai suatu pendidikan nonformal bagi
petani dan keluarganya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani yaitu
dengan titik fokus pada perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian mempunyai
peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia. UU No. 16 tahun 2006
secara khusus mengamanatkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu dan
kinerja Penyuluh di Indonesia. Belum optimalnya peranan penyuluhan karena
sarana dan prasarana penyuluhan yang masih sangat terbatas, khususnya dalam
melaksanakan kegiatan penyuluhan sehingga mengakibatkan rendahnya mutu
pelayanan penyuluhan (Bakorluh provinsi lampung, 2012). Selain itu sistem
pendanaan yang lemah dan tidak sistematis menjadi salah satu penyebab
rendahnya kinerja penyuluh dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Diharapkan
penyuluh ke depan adalah penyuluh yang mampu memposisikan dirinya sebagai
mitra dan fasilitator petani dengan melakukan peranan sebagai penyuluh yaitu
sebagai katalis, sebagai penemu solusi, sebagai pendamping, dan sebagai
(19)
Kelembagaan penyuluhan di bentuk secara bertingkat mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat kecamatan. Kelembagan penyuluhan pertanian di pusat
adalah badan Pengembangan SDM pertanian, Depertemen Pertanian dalam
menjalankan tugas dan fungsinya di bidang penyuluhan pertanian dengan Komisi
Penyuluhan Pertanian Nasional yang berfungsi menyiapkan bahan untuk
merumuskan kebijaksanaan nasional penyuluh pertanian dan bahan untuk
memecahkan masalah dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian. Kelembagaan
penyuluhan pertanian di tingkat provinsi yaitu Badan Kordinasi Penyuluh
(BAKORLUH) berfungsi menyiapkan bahan untuk perumusan kebijaksanaan dan
program penyuluhan pertanian propnsi serta yang menyangkut penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan SDM aparat pertania teknis fungsional, dan
keterampilan serta diklat kejuruan tingkat menengah.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten/kota yaitu Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan (BP4K) mempunyai fungsi
menyiapkan bahan untuk perumusan kebijakan penyuluh pertanian Kabupaten
kota dan bahan untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan penyuluhan
pertanian sesuai dengan kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten kota. Selanjutnya kelembagaan penyuluh di tingkat kecamatan berupa
balai penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan (BP3K) merupakan tempat
pertemuan antara penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha yang bertanggung
jawab kepada BP4K.
Hampir setiap kecamatan di Provinsi Lampung telah memiliki Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), adapun yang belum memiliki BP3K yaitu kecamatan baru/ kecamatan di kabupaten baru. Beberapa BP3K yang ada di
(20)
Provinsi Lampung sudah memiliki sumber daya yang memadai, termasuk gedung, lahan percontohan, tenaga penyuluh, dan sebagian besar lainnya belum memiliki fasilitas yang memadai. Berbeda dengan fasilitas, kinerja sebagian BP3K masih sangat memprihatinkan. Lemahnya kinerja BP3K di Provinsi Lampung sebagian besar disebabkan oleh rendahnya kapasitas SDM yang ada dan belum adanya model pengembangan kelembagaan BP3K yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi petani dilapangan.
Penyuluh khususnya yang bertugas di BP3K seharusnya menguasai bidang
keahlianya dan bersikap profesional dan bersinergi antara teori dengan kondisi di
lapangan sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal dan tepat guna.
Penyuluh dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan seiring dengan
perkembangan teknologi sehingga tidak ketinggalan informasi, dan juga harus
dapat mengkomunikasikan ilmu yang di dapat kepada masyarakat tani dan pelaku
usahatani. Sebaran penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur dapat
dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa di Kabupaten Lampung Timur
bahwa terdapat 6 BP3K model yang difasilitasi, yaitu BP3K Batanghari, BP3K
Raman Utara, BP3K Purbolinngo, BP3K Sekampung, BP3K Braja Selebah,
BP3K Way Jepara. BP3K Batanghari memiliki jumlah penyuluh terbanyak
dengan 11 orang penyuluh PNS dan 3 orang penyuluh THL, dengan Jumlah
penyuluh terbanyak diantara BP3K yang ada di Kabupaten Lampung Timur hal
(21)
Tabel 1. Data jumlah penyuluh per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011
No Nama Jumlah Penyuluh (orang)
PNS THL
1 BP4K 17 -
2 BP3K Bandar Sribawono 3 -
3 BP3K purbolinngo 8 2
4 BP3K Pekalongan 9 1
5 BP3K Batanghari 11 3
6 BP3K Raman Utara 6 3
7 BP3K Labuhan Ratu 5 2
8 BP3K Metro Kibang 5 -
9 BP3K Batanghari Nuban 8 3
10 BP3K Melinting 2 3
11 BP3K Bumi Agung 2 1
12 BP3K Marga Tiga 5 3
13 BP3K Sekampung 9 3
14 BP3K Waway Karya 5 3
15 BP3K Pasir Sakti 6 -
16 BP3K Way Bungur 7 -
17 BP3K Jabung 3 2
18 BP3K Braja Selebah 3 1
19 BP3K Lab. Maringgai 4 2
20 BP3K Way Jepara 4 5
21 BP3K Sekampung Udik 8 1
22 BP3K Sukadana 7 2
23 BP3K Gunung Pelindung 2 -
24 BP3K Mataram Baru 2 3
Jumlah 141 44
Sumber: Data Bakorluh Provinsi Lampung, 2012
Suatu BP3K dapat terpilih menjadi BP3K model CoE harus memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) Kondisi kantor BPP/BP3K harus baik termasuk di dalamnya
fasilitas sarana dan prasarana harus menunjang; (2) Ketersediaan Jaringan internet
untuk pengembangan cyber extension; (3) Ketersediaan lahan demplot; (4) Aktivitas PPL; (5) Keaktifan petani berkunjung ke BPP/BP3K; dan (6) Luas
wilayah binaan.
Terpilih sebagai BP3K model CoE. Terpilihnya BP3K Batanghari sebagai BP3K Model CoE, maka diharapkan program pengembangan BP3K sebagai model CoE
(22)
dapat meningkatkan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari dan pada akhirnya
dapat memberikan dampak yang baik terhadap pertanian di Kabupaten Lampung
Timur. Dengan program CoE ini diharapkan sektor pertanian ini dapat
meningkatkan peranannya sebagai motor penggerak perekonomian di provinsi
yang terkenal dengan sebutan “Bumi Agraris” ini, sehingga dapat mempercepat program revitalisasi pertanian sekaligus melaksanakan pemberdayaan ekonomi
rakyat dan penaggulangan kemiskinanan yang optimal.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 menerapkan konsep efektivitas
sebagai ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan mencapai
suatu hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektivitas pada umumnya digunakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam melakukan suatu aktivitas atau
kegiatan. Efektivitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk melihat
tercapainya tujuan atau program yang ditentukan (Wahab, 1997 dalam Pebrian,
2007). Tujuan utama dari Program CoE yaitumenjadikan BP3K menjadi entry point program/kegiatan percepatan inovasi teknologi sehingga dapat
meningkatkan kinerja penyuluh dalam pembangunan pertanian di Provinsi
Lampung.
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2001).
Faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan kinerja penyuluh yaitu jarak tempat
tinggal dengan tempat bertugas, pengalaman, pendapatan, fasilitas kerja, pelatihan peningkatan kapasitas SDM, dan insentif penyuluh.
(23)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung
Timur sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai
model CoE?
2. Bagaimana efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE
dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung
Timur?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dengan dengan peningkatan
kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan Batanghari?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitan ini adalah untuk mengetahui :
1. Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur
sebelum dan setelah adanya program pengembangan BP3K sebagai model
CoE?
2. Efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE dalam peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung
Timur.
3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan dengan peningkatan kinerja
(24)
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :
1. Bahan informasi bagi Dinas Pertanian atau instansi yang terkait dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan di masa yang akan datang.
2. Bahan informasi bagi lembaga penyuluhan lainnya dalam pengembangan
penyuluhan pada tingkat kecamatan.
(25)
II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A.Tinjauan Pustaka 1. Penyuluhan
Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang
bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian
halnya bagi masyarakat luas. Kata penyuluhan terdapat didalam kamus besar
bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “suluh” yang artinya seperti obor atau
alat yang dipakai untuk menerangi. Van Den Ban (1999) dalam perjalanannya
mencatat beberapa istilah penyuluhan seperti di belanda disebut voorlichting, di jerman dikenal sebagai advisory work (berating), vulgarization (Prancis), dan
capacitation (Spanyol). Rolling dalam Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang
bersifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization, conscientisation. Istilah penyuluhan yang di Indonesia sebagai terjemahan dari voorlichting.
Van Den Ban (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk
melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu
sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.
(26)
penyuluh membantu memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada para
petani tentang pentingnya menanam tanaman pangan untuk menjaga keamanan
pangan rumah tangga, daerah dan negara, sehingga para petani dapat
mempertimbangkan betapa pentingnya menanam tanaman pangan dan pada
akhirnya itu menjadi salah satu pertimbangan oleh petani dalam mengambil
keputusan komoditi apa yang akan ditanamnya di lahan pertaniannya.
Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan dalam bahasa
Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa
kolonial bagi negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan
diperlukan oleh kedua belah pihak. Jahi dalam Mardikanto (1993) menyebutkan
istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata “Extension” yang dipakai secara meluas di banyak kalangan. Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai perluasan atau penyebarluasan. Proses penyebarluasan
yang dimaksud adalah proses peyebarluasan informasi yang berkaitan dengan
upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan
produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau
masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.
Tujuan yang utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi sasaran agar
terjadi perubahan perilaku sasarannya. Sejalan dengan hal ini Syahyuti et al. (1999) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai penyuluhan pertanian adalah untuk
mengembangkan kemampuan petani yang dilakukan secara bertahap agar
(27)
memberikan informasi yang memadai dan kemampuan mengaplikasikan
teknologi yang dibutuhkan sehingga akhirnya mampu memecahkan masalah serta
mengambil keputusan yang terbaik untuk usahataninya. Penyuluhan pertanian
bukanlah hanya sekedar menyampaikan informasi kepada petani lalu berhenti
sampai satu titik, tetapi berlanjut sampai pada dampaknya yang ada efek
perbaikan langsung yang menguntungkan terhadap usahatani dari petani yang di
suluh.
Hubeis (2007) Menyatakan bahwa penyuluhan adalah suatu proses pembelajaran
(pendidikan nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya untuk
pencapaian tujuan pembangunan, jika dicontohkan yaitu seperti suatu kegiatan
penyuluhan Keluarga Berencana (KB) yang dahulu intensif dilakukan kepada
masyarakat, termasuk masyarakat petani yang pada umumnya golongan
menengah ke bawah. Hal ini dilakukan dahulu secara intensif sehingga bisa
menekan laju pertumbuhan penduduk dan bisa meningkatkan perekonomian
rakyat sedikit demi sedikit guna mencapai tujuan dari pembangunan.
Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan diartikan dengan
berbagai pemahaman seperti:
1. Penyebarluasan (informasi) 2. Penerangan/penjelasan
3. Pendidikan non-formal (luar-sekolah) 4. Perubahan perilaku
5. Rekayasa sosial 6. Pemasaran inovasi
7. Perubahan sosial (perilaku individu, niilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan dan lain-lain)
(28)
8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) 9. Penguatan Komunitas (community strengthening).
Mardikanto (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan suatu
proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan
memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang
partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders
(individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan,
demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif
yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.
Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi
informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat
sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh
seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban danHawkins, 1999).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1994) yang menyatakan
penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu
mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan
yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Melalui peran penyuluh, petani
diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan
diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik.
Van Den Ban danHawkins (1999) menyatakan bahwa konsep dasar penyuluhan
pertanian adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang disadari. Komunikasi yang
(29)
yang sehat dan membuat keputusan yang benar serta mengubah perilaku petani
menjadi lebih baik.
Mosher (1997) menguraikan tentang peran penyuluh pertanian, yaitu: sebagai
guru, penganalisa, penasehat, sebagai organisator, sebagai pengembang kebutuhan
perubahan, penggerak perubahan, dan pemantap hubungan masyarakat petani.
Kartasapoetra (1994) juga menjelaskan tentang peran penyuluh yang sangat
penting bagi terwujudnya pembangunan pertanian moderen yaitu pembangunan
pertanian berbasis rakyat. Peran penyuluh tersebut adalah:
1. Sebagai peneliti yaitu mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi,
penyuluh menyampaikan, mendorong, mengarahkan dan membimbing petani
mengubah kegiatan usahataninya dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.
2. Sebagai pendidik yaitu meningkatkan pengetahuan untuk memberikan
informasi kepada petani, penyuluh harus menimbulkan semangat dan
kegairahan kerja para petani agar dapat mengelola usahataninya secara lebih
efektif, efisien, dan ekonomis.
3. Sebagai penyuluh yaitu menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan,
penyuluh berperan serta dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup
para petani beserta keluarganya.
Dapat dilihat bahwa peran penyuluh sangat berat, mengharuskannya memiliki
kemampuan tinggi, oleh karena itu, kualitas dari penyuluh harus terus
ditingkatkan sehingga mampu berperan dalam memberikan penyuluhan dan
(30)
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status) seseorang yang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan menunjukkan dia
menjalankan perannya. Hak dan kewajiban harus saling berkaitan yang
dijalankan seseorang sesuai dengan ketentuan peranan yang seharusnya dilakukan
dan sesuai dengan harapan peranan yang dilakukan (Departemen Pertanian, 2009).
Secara rinci, Samsudin (1994) membagi peranan penyuluhan pertanian menjadi:
(1) menyebarkan ilmu dan teknologi pertanian, (2) membantu petani dalam
berbagai kegiatan usahatani, (3) membantu dalam rangka usaha meningkatkan
pendapatan petani, (4) membantu petani untuk menambah kesejahteraan
keluarganya, (5) mengusahakan suatu perangsang agar petani lebih aktif, (6)
menjaga dan mengusahakan iklim sosial yang harmonis, agar petani dapat dengan
aman menjalankan kegiatan usahataninya, (7) mengumpulkan masalah-masalah
dalam masyarakat tani untuk bahan penyusunan program penyuluhan pertanian.
Keberhasilan penyebaran suatu teknologi sebaiknya tidak terlepas dari peran
penyuluh yang menjalankan fungsinya sebagai agen pembaharuan. Rogers dan
Schoemaker (1986) peranan yang dijalankan oleh agen pembaharu dalam
menyebarkan inovasi antara lain: membangkitkan kebutuhan untuk berubah,
mengadakan hubungan untuk perubahan, mengidentifikasi masalah sasaran,
memotivasi dan merencanakan tindakan perubahan.
Mathews dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu
pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan
keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten, karena itu, prinsip akan
(31)
berbagai pengamatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian “prinsip” dapat dijadikan sebagai landasan pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan
yang akan dilaksanakan.
Prinsip penyuluhan pertanian adalah pedoman atau pegangan dalam
menyelenggarakan kegiatan penyuluhan yang dapat diterima kebenarannya dalam
bertingkah laku. penyelenggaraan penyuluhan harus: menurut keadaan yang
nyata, ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran, merupakan
pendidikan yang demokrasi, perencanaanya disusun bersama, bersifat fleksibel
dan penilaian hasil didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi pada
sasaran (Kartono, 2008)
Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans dalam
Mardikanto (2009) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan
kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan. Tanpa
berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi
administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem
pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:
1. Mengerjakan, artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu. Melalui
“mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya) yang akan terus
(32)
2. Akibat, artinya kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh
yang baik atau bermanfaat. Perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa
akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/
penyuluhan dimasa-masa mendatang.
3. Asosiasi, artinya setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan
lainnya. Setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan
kegiatannya dengan kegiatan/peristiwa yang lainnya.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan
tentang persiapan lahan yang baik melihat tanaman yang kerdil/subur, akan
mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.
Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2009) mengungkapkan
prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:
1. Minat dan Kebutuhan, artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu
kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji
secara mendalam apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang
dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya,
kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan tersedianya
sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas
untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu
melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah sejak dari setiap
keluarga/kekerabatan.
3. Keragaman budaya, artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya
(33)
budaya lokal yang beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang
seragam untuk setiap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang
bersumber pada keragaman budayanya.
4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan
perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan
hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan
budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu
memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.
5. Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu
menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam
melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.
6. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu
memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu
alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan
terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam
penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang
akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
7. Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan
agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman
tentang segala sesuatu yang ia kerjakan, dengan kata lain, penyuluhan tidak
hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi
harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba
(34)
8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan
penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik,
kemampuan ekonomi, dan nilai social budaya) sasarannya, dengan kata lain,
tidak satupun metode yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan
efektif dan efisien.
9. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu
mengembangkan kepemimpinan. Hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu
menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin
lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.
10. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah
memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan
fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk
menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang
disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan
dengan kegiatan pertanian).
11. Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai
satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung
pengertian-pengertian:
a. Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga
b. Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap
pengambilan keputusan
c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama
(35)
e. Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan
kebutuhan usahatani
f. Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda
g. Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga,
memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial,
ekonomi, maupun budaya
h. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.
12. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya
kepuasan. Kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada
program-program penyuluhan selanjutnya.
2. Penyuluh dan Kelembagaan Penyuluh
Penyuluh yaitu seorang pendidik dan pembimbing masyarakat tani. Sebagai
seorang missionair, seorang penyuluh harus mempunyai panggilan terhadap
pekerjaannya, harus mempunyai cita-cita atau ideologi (Hasmosoewwignjo dan
gunardi, 1962). Menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2006, tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Penyuluhan dilakukan oleh:
(1) Penyuluh Pegawai Negri Sipil, (2) Penyuluh Swasta dan (3) Penyuluh
Swadaya. Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh bertujuan untuk mengubah
cara berfikir petani, cara bekerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara
baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi
pertanian yang lebih maju.
Abbas (1995) dalam jafar (2009) menyatakan bahwa sebagai pendidik non formal
(36)
dan motivator dalam rangka proses alih ilmu dan teknologi, pembinaan
keterampilan sertapembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dasar dan
kebutuhan masyarakat dinamis yang membangun. Hubies (1992), menyatakan
peran penyuluh sebagai: (1) sumber informasi bagi petani, (2) penghubung petani
kepada sumber-sumber informasi, (3) katalisator dan dinamisator dalam dinamika
petani atau kelompok tani untuk menciptakan suasana belajar yang diinginkan,
dan (4) pendidik yang menyampaikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di
bidang pertanian kepada petani. Kemudian Suhardiono (1990), menyatakan
bahwa penyuluh berperan sebagai: (1) pembimbing petani, (2) organisator dan
dinamisator petani, (3) teknisi, dan (4) penghubung antara lembaga penelitian
dengan petani
Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2006, Kelembagaan penyuluhan
adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan
fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan terdiri atas: a)
kelembagaan penyuluhan pemerintah, b) kelembagaan penyuluhan swasta, c)
kelembagaan penyuluhan swadaya. Kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri
atas: a) pada tingkat pusat berbentuk badan yang menagani penyuluhan, b) pada
tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, c) pada tingkat
kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan, d) pada tingkat
kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan (UU No.16 tahun 2006).
Kelembagaan Penyuluhan Pusat. Kelembagaan Penyuluhan di tingkat pusat
bertanggung jawab kepada menteri, untuk melaksanakan koordinasi, integrasi,
(37)
wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang pembentukannya
diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.
Kelembagaan Penyuluhan Provinsi. Kelembagaan penyuluhan di tingkat provinsi
disebut dengan Badan Koordinasi Penyuluhan, yang berkedudukan di provinsi.
Memili tugas untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi,
gubernur dibantu oleh Komisi Penyuluhan Provinsi. Komisi Penyuluhan Provinsi
bertugas memberikan masukan kepada gubernur sebagai bahan penyusunan
kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.
Kelembagaan Penyuluhan Kabupaten/Kota. Kelembagaan penyuluhan di tingkat
kabupaten/kota disebut Badan Pelaksana Penyuluhan. Badan Pelaksana
Penyuluhan di tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II
dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota, yang pembentukannya diatur
lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota, dalam menetapkan kebijakan dan
strategi penyuluhan kabupaten/kota, bupati dibantu oleh Komisi Penyuluhan
Kabupaten/Kota. Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota mempunyai tugas
memberikan masukan kepada bupati/ walikota sebagai bahan penyusunan
kebijakan dan strategi penyuluhan kabupaten/kota.
Kelembagaan Penyuluhan Kecamatan. Kelembagaan penyuluhan di tingkat
kecamatan disebut Balai Penyuluhan. Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat
pertemuan para penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha. Balai Penyuluhan
bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana Penyuluhan kabupaten/kota yang
(38)
3. BP3K, BP3K Model dan Program CoE
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan (BP3K)
kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan. Balai Penyuluhan berfungsi
sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha. Balai
Penyuluhan bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana Penyuluhan
kabupaten/kota yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan
bupati/walikota. (Bakorluh Provinsi Lampung, 2012).
BP3K model yaitu Balai Penyuluhan Pertanian, perikanan dan Kehutanan yang
ada di wilayah kecamatan, yang mana kegiatannya difasilitasi oleh kementrian
pertanian berupa dana dekonsentrasi, yang kegiatannya antara lain: 1) pelaksanaan
PRA, 2) penyusunan RDK/RDKK oleh kelompok tani/Gapoktan, 3)
penyelenggaraan kursus tani, 4) perbanyakan media indformasi, 5) melengkapi
data base di BP3K, 6) penyelenggaraan demplot, 7) pelaksanaan kaji terap dan
mengaktifkan sistem LAKU di wilayah kerja BP3K. (BAKORLUH Provinsi
Lampung, 2012)
Fakultas Pertanian Universitas Lampung bekerjasama dengan Pemerintah
Provinsi Lampung dalam program "Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (RPPK) dalam Mengentaskan Kemiskinan di Provinsi Lampung
melalui Pilot Project Pengembangan BPP/BP3K sebagai Center of Execellence
(CoE)". Program BP3K model CoE merupakan rangkaian dari kegiatan
“Program Revitalisasi Pertanian menuju Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung”, yang merupakan hasil
(39)
Universitas Lampung. Penguatan peran BPP/ BP3K melaui CoE diharapkan mampu mewujudkan pendekatan pembangunan pertanian yang lebih terintegrasi
dari sisi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pendampingan, serta
pemantauan dan evaluasi program. Disamping itu juga diharapkan mampu
menjadikan BPP/ BP3K menjadi entry point program/kegiatan percepatan inovasi
teknologi dalam pembangunan pertanian di Provinsi Lampung. Sehingga cita-cita
menjadikan Provinsi Lampung sebagai Lumbung Pangan dan Lumbung Energi
nasional dapat terpenuhi sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah Lampung.
(Sumaryo, 2012)
Untuk menjadi BPP/BP3K sebagai CoE harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1. Kondisi kantor BPP/BP3K harus baik termasuk didalamnya fasilitas sarana
dan prasarana harus menunjang.
2. Ketersediaan Jaringan internet untuk pengembangan cyber extension. 3. Ketersediaan lahan demplot.
4. Aktivitas PPL.
5. Keaktifan petani berkunjung ke BPP/BP3K.
6. Luas wilayah binaan.
4. Kinerja Penyuluh Pertanian
Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance ialah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,
(40)
Menurut Mangkunegara dan Prabu, (2000), “kinerja (prestasi kerja) ialah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.” Menurut Sulistiyani (2003), “kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil
kerjanya.”.
Murdijanto dan Sularso (2004) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu.
Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi
informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat
sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh
seseorang yang disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1994) yang menyatakan
penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu
mendorong petani mengubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan
yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan
(41)
diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan
diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik.
Kualitas sumber daya manusia menuntut adanya 3 faktor yang saling terkait, yaitu
baku kinerja penyuluh “standar of performence”, tingkat pemenuhan kebutuhan dasar manusia “butsasrman” dan penghargaan “reward”. Baku kinerja penyuluh
sangan ditentukan oleh berbagai peraturan perudang-undangan yang mampu
membatasi ruang lingkup kerja dari seorang penyuluh selaku pegawai negeri sipil
dengan jabatan fungsional agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Untuk
mencapai kinerja yang tinggi seharusnya pelaksanaan tugas pokok tersebut akan
dapat berjalan dengan baik (Effendi dan Sumaryo, 2000).
Departemen Pertanian (2006) menyatakan ada sembilan indikator kinerja (patokan
kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun profesionalisme
penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan
pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di
tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya kinerja
penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah
komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) terdiseminasinya informasi dan teknologi
pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh
kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi
petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya
kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7)
terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi
(42)
unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan
kesejah teraan petani di masing-masing wilayah kerja.
Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian tersebut, dilengkapi dengan
sembilan alat verifikasi, yaitu: (1) naskah programa penyuluhan pertanian di BPP
kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (2) naskah rencana kerja penyuluhan
pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (3) peta wilayah
perkembangan komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) materi informasi teknologi
pertanian sesuai dengan kebutuhan petani, (5) jumlah kelompok tani,
usaha/asosiasi petani yang berkembang menjadi koperasi dan lembaga formal
lainnya, (6) jumlah petani/kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan yang
saling menguntungkan dengan pengusaha, (7) jumlah petani yang sudah
mengakses lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan
pemasaran, (8) produksi persatuan skala usaha untuk komoditas unggulan di
masing-masing wilayah kerja dan (9) pendapatan dan kesejahteraan petani
dimasing-masing wilayah kerja.
5. Konsep Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer
mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 menerapkan
konsep efektivitas sebagai ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau
kegiatan mencapai suatu hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektivitas pada
(43)
suatu aktivitas atau kegiatan. Efektivitas merupakan suatu pendekatan yang
digunakan untuk melihat tercapainya tujuan atau program yang ditentukan
(Wahab, 1997 dalam Pebrian, 2007).
Efektivitas (effectiveness) merupakan kemampuan untuk menentukan tujuan yang sesuai atau melakukan hal yang benar (Tunggal, 1993). Menurut Hadari (1993
dalam Atriyani, 2006), efektivitas merupakan hasil membuat keputusan yang
mengarah untuk melakukan sesuatu yang benar yang membantu memenuhi visi
perusahaan atau kelompok dan dapat juga diartikan sebagai pencapaian tujuan
atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan harus dapat diukur
berdasarkan indikator pencapaian tujuan atau keberhasilan. Winarso (1982) dalam
Pebrian ( 2007) menerapkan konsep efektivitas sebagai keadaan yang
menunjukkan sejauhmana rencana dapat terlaksana atau tercapai. Menurut
Soekanto (1985 dalam Atriani, 2006) efektivitas berasal dari kata “effectiveness”
yang artinya taraf sampai, atau sejauhmana suatu kelompok mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan
waktu) telah tercapai. Semakin makin besar persentase target yang dicapai, makin
(44)
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak,
sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978), yaitu:
a) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
b) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
d) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
g) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
(45)
tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan
organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
h) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Menurut penelitaian Marliati,dkk (2008) dalam jurnal yang berjudul
Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Memberdayakan
Petani menyimpulkan bahwa tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam
memberdayakan petani relatif belum baik (kategori “cukup”), hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian
yaitu: karakteristik sistem sosial (nilai-nilai sosial budaya; fasilitasi agribisnis oleh
lembaga pemerintah dan akses petani terhadap kelembagaan agribisnis) dan
kompetensi penyuluh (kompetensi komunikasi; kompetensi penyuluh
membelajarkan petani dan kompetensi penyuluh berinteraksi sosial), termasuk
kategori “cukup” dan kompetensi wirausaha penyuluh tidak berpengaruh nyata
terhadap kinerja penyuluh dalam memberdayakan petani.
Sari (2011) meneliti tentang Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pembudidaya Ikan Air Tawar di Kawasan Pesisir Desa Marga Sari Kecamatan
Labuhan Meringgai Kabupaten Lampung Timur. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa efektivitas pemberdayaan ekonomi termasuk dalam kategori
sedang. Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan efektivitas pemberdayaan
(46)
formal, tingkat keterampilan, minat, modal, dan tingkat penerapan teknologi,
sedangkan luas lahan kolam tidak berhubungan nyata dengan efektivitas
pemberdayaan ekonomi masyarakat pembudidaya ikan air tawar di kawasan
pesisir Desa Marga Sari Kecamatan Labuhan Meringgai Kabupaten Lampung
Timur.
Silalahi (2005) meneliti tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Dalam Melaksanakan Tugas-Tugas
Pokok Penyuluhan Pertanian Di Kota Bandar Lampung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kinerja PPL dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
penyuluhan pertanian di Kota Bandar lampung termasuk dalam klasifikasi sedang
dengan skor 99,48. Hasil kolerasi rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara pendidikan formal dengan kinerja PPL. Variabel lainnya
tidak mempunyai hubungan nyata antara umur, endapatan PPL, lama bertugas,
jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas, fasilitas kerja dan sikap kebijakan
pemerintah dengan kinerja PPL.
B. Kerangka pemikiran
Pembanguan pertanian di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi
dengan lebih difokuskan di sektor pertanian. Keberhasilan pembangunan
pertanian tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, tetapi
juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat strategis dan kualitas
sumberdaya manusia yang mendukungnya, yaitu SDM yang dapat menguasai
(47)
dalam pengelolaan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan yang mana hal ini
dapat diwujudkan dengan adanya penyuluhan pertanian.
Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan meneguhkan bahwa penyuluh pertanian mempunyai
peran strategis untuk memajukan pertanian di Indonesia. UU No. 16 tahun 2006
secara khusus mengamanatkan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu dan
kinerja penyuluh di Indonesia.
Menyikapi Undang-Undang tersebut Pemerintah Provinsi Lampung bekerjasama
dengan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dalam program "Revitalisasi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) dalam Mengentaskan Kemiskinan di
Provinsi Lampung melalui Pilot Project Pengembangan BPP/BP3K sebagai
Center of Execellence (CoE)". Kerjasama ini bertujuan untuk menjadikan
beberapa balai penyuluhn pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai model CoE. Tujuan utama dari prgram CoE ini yaitu untuk meningkatkan mutu dan kinerja penyuluh di BP3K yang menjadi modelnya.
Sebagai tolak ukur keberhasilan program Pengembangan BPP/BP3K sebagai
Center of Execellence (CoE) terhadap peningkatan penyuluhan terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel X (Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kinerja penyuluh) yang terdiri dari Jarak tempat tinggal dengan tempat
bertugas (X1), Pengalaman (X2), Pendapatan (X3), Pendidikan formal (X4),
Peningkatan kualitas SDM (X5), insentif penyuluh (X6). Variabel Y (kinerja
penyuluh) akan dilihat dari sebelum program Pengembangan BPP/BP3K sebagai
(48)
BPP/BP3K sebagai Center of Execellence (CoE). Kinerja penyuluh dilihat dari berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab penyuluh yaitu (1) tersusunnya
program penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan
kebutuhan petani, (2) tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja
masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi,
(4) terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai
dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian
petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal, (6) terwujudnya
kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7)
terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi
pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas komoditi unggulan di
masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan petani di
masing-masing wilayah kerja. Kemudian ditambahkan 1 indikator munurut program CoE
yaitu penerapan cyber extension dalam kegiatan penyuluhan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat suatu hubungan antara variabel-variabel
(49)
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian efektifitas program pengembangan BP3K sebagai model Centers of Execellence (CoE) terhadap peningkatan kinerja penyuluh di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.
Undang-Undang No. 16 tahun 2006
program pengembangan BP3K sebagai model CoE
(Varibel Y) Kinerja penyuluh
(Variablel X) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh: X1 Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas X2 Pengalaman X3 Pendapatan X4 Pendidikan formal X5 Peningkatan kualitas SDM
X6 insentif penyuluh
Sebelum Sesudah
(1) Tersusunnya program penyuluhan pertanian
di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.
(2) Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di
wilayah kerja masing-masing.
(3) Tersusunnya peta wilayah komoditas
unggulan spesifik lokasi.
(4) Terdiseminasinya informasi dan teknologi
pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.
(5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan
kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal
(6) Upaya membantu petani/kelompok tani
menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha.
(7) Terwujudnya akses petani ke lembaga
keuangan, informasi, sarana produksi terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling
menguntungkan pertanian dan pemasaran.
(8) Meningkatnya produktivitas agribisnis
komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja.
(9) Meningkatnya pendapatan petani di
masing-masing wilayah kerja.
(10)Meningkatnya penerapan cyber extension
dalam kegiatan penyuluhan.
(1) Tersusunnya program penyuluhan pertanian
di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.
(2) Tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di
wilayah kerja masing-masing.
(3) Tersusunnya peta wilayah komoditas
unggulan spesifik lokasi.
(4) Terdiseminasinya informasi dan teknologi
pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.
(5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan
kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal
(6) Upaya membantu petani/kelompok tani
menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha.
(7) Terwujudnya akses petani ke lembaga
keuangan, informasi, sarana produksi terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling
menguntungkan pertanian dan pemasaran.
(8) Meningkatnya produktivitas agribisnis
komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja.
(9) Meningkatnya pendapatan petani di
masing-masing wilayah kerja.
(10)Meningkatnya penerapan cyber extension
dalam kegiatan penyuluhan.
Peningkatan kinerja penyuluh
(50)
A. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat diturunkan beberapa
hipotesis berikut ini:
1. Terdapat hubungan yang nyata antara jarak tempat tinggal dengan tempat
bertugas dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model
CoE Kecamatan Batanghari.
2. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman penyuluh dengan
peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan
Batanghari.
3. Terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan penyuluh dengan
peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan
Batanghari.
4. Terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan formal penyuluh
dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan
Batanghari.
5. Terdapat hubungan yang nyata antara peningkatan kapasitas SDM
dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan
Batanghari.
6. Terdapat hubungan yang nyata antara insentif penyuluh dengan
peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan
(51)
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional merupakan istilah khusus dan definisi
yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian. Konsep
dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang berguna untuk
mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan
penelitian.
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kinerja penyuluh (variabel X)
Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas (X1) yaitu jarak yang ditempuh
seorang penyuluh dalam melaksanakan tugas penyuluhan di daerah binaannya.
Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas diukur berdasarkan jarak yang
ditempuh penyuluh setiap kali melaksanakan kegiatan penyuluhan. Dimana
Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas diklasifikasikan berdasarkan data
lapang menjadi dekat, sedang dan jauh.
Pengalaman (X2) yaitu lamanya seorang penyuluh menjalani pekerjaannya
atau pengalaman selama menjadi penyuluh. Pengalaman diukur berdasarkan
(52)
Pendapatan (X3) yaitu jumlah penghasilan yang di peroleh penyuluh karena
usaha atau pekerjaannya sebagai penyuluh, yang mana pendapatan disini
adalah jumlah gaji perbulan. Pendapatan ini diukur dalam satuan rupiah
berdasarkan data lapang dan diklasifikasi menjadi redah, sedang dan tinggi.
Pendidikan formal (X4) yaitu jumlah tahun yang diperlukan oleh penyuluh
untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur
pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan di ukur dalam satuan tahun berdasarkan data lapang dan
diklasifikasi menjadi rendah, sedang dan tinggi
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) (X5) yaitu kegiatan yang
dilakukan penyuluh untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis dan
konseptual penyuluh sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pelatihan,
workshop, dll. Dengan indikator banyaknya program pelatihan dan workshop
yang diikuti untuk Peningkatan kualitas sdm penyuluh dalam satu tahun.
Berdasarkan data lapang dan diklasifikasikan menjadi jarang, sedang dan
sering dalam mengikuti pelatihan.
Insentif penyuluh (X6) yaitu suatu penghargaan dalam bentuk material atau
non material yang diberikan kepada penyuluh agar mereka bekerja dengan
motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam melakukan kegiatan penyuluhan.
Bentuk insentif seperti tunjangan perbulan serta intensif berupa biaya
operasional penyuluh (BOP) perbulan. Insentif penyuluh ini diukur dalam
(53)
dan tinggi. Pengukuran faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja
penyuluh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran dan definisi operasional faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh
Variabel X Definisi operasional Indikator
Pengukuran Pengukuran Jarak tempat tinggal dengan tempat bertugas
Jarak yang ditempuh seorang penyuluh dalam melaksanakan tugas penyuluhan di daerah binaannya Speedometer kendaraan bermotor Jarak rata-rata yang ditempuh penyuluh dari tempat tinggal ke kantor yang di ukur dengan satuan
Kilometer (KM). Pengalaman
penyuluh
Lamanya seorang penyuluh menjalani pekerjaannya atau pengalaman selama menjadi penyuluh
SK pengangkatan Tanggal, bulan, tahun penelitian dikurangi dengan tanggal, bulan, tahun yang tertulis dalam SK, diukur dengan satuan tahun. Pendapatan penyuluh
Jumlah penghasilan yang di peroleh penyuluh karena usaha atau pekerjaannya sebagai penyuluh, yang mana pendapatan disini adalah jumlah gaji
Slip gaji penyuluh Rupiah
Pendidikan Formal penyuluh
Jumlah tahun yang diperlukan oleh penyuluh untuk
menyelesaikan pendidikan di sekolah-sekolah pada
umumnya.
Ijazah atau surat Tanda Tamat Belajar (STTB), dan buku raport
Jumlah tahun lulus sekolah mulai dari SD sampai dengan pendidikan terakhir, diukur dengan satuan tahun. Peningkatan kualitas
Kegiatan yang dilakukan penyuluh untuk meningkatkan
Sertifikat Banyaknya pelatihan atau
(54)
sumber daya manusia (SDM)
kemampuan teknis, teoritis dan konseptual penyuluh sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pelatihan, workshop, dll.
pelatihan workshop yang di ikuti dalam 1 tahun, diukur dengan frekuensi mengikuti pelatihan. Insentif
Penyuluh
suatu penghargaan dalam bentuk material atau non material yang diberikan kepada penyuluh agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam melakukan kegiatan
penyuluhan. Bentuk insentif seperti tunjangan perbulan serta intensif berupa biaya operasional penyuluh (BOP) perbulan
Slip gaji penyuluh Rupiah
2. Kinerja penyuluh (variabel Y)
Kinerja penyuluh adalah akumulasi dari berbagai aktivitas penyuluh dalam
melaksanakan tugasnya, yang diukur dengan indikator menurut Deptan dan
ditambahkan satu indikator munurut program CoE. Pengukuran kinerja penyuluh dapat dilihat pada Tabel 3.
(55)
Tabel 3. Pengukuran dan definisi operasional kinerja
Variabel Y Definisi
operasional Indikator Pengukuran Pengukuran Kinerja Kinerja penyuluh
adalah akumulasi dari berbagai aktivitas penyuluh dalam melaksanakan tugasnya
Pernyataan responden yang berhubungan dengan tersusunnya program penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani. Pernyataan responden yang berhubungan dengan tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing. Pernyataan responden yang berhubungan dengan tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.
Pernyataan responden yang berhubungan dengan
terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.
Pernyataan responden yang berhubungan dengan tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal
Pernyataan responden yang berhubungan dengan upaya membantu petani/kelompok tani menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha. Pernyataan responden yang berhubungan dengan terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi
terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan pertanian dan pemasaran.
Pernyataan responden yang berhubungan dengan meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di masing-masing wilayah kerja.
Pernyataan responden yang berhubungan dengan meningkatnya pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja. Pernyataan responden yang berhubungan dengan meningkatnya penerapan cyber extension dalam kegiatan penyuluhan.
Pengukuran menggunakan kuisioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan
mempunyai kisaran nilai 1-5, skor tersebut diklasifikasikan menjadi baik, sedang, dan buruk.
(56)
Klasifikasi data lapang dirumuskan berdasarkan rumus stugers dalam dajan
(1996) yaitu:
Z =
Keterangan : Z = interval kelas X = nilai tertinggi
Y = nilai terendah K = banyaknya kelas
B. Waktu Penelitian, Penentuan Lokasi dan Responden Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober
2013. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purpossive) yaitu pada BP3K Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. Hal ini
dikarenakan BP3K Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
merupakan salah satu BP3K model CoE yang telah terpilih kembali pada tahun 2012 untuk dijadikan sebagai BP3K model yang akan difasilitasi di
Kabupaen Lampung Timur. Responden penelitian ini adalah seluruh
penyuluh yang bertugas di BP3K Batanghari yang berjumlah 11 orang
penyuluh dan sampel untuk petani diambil dari dua kelompok tani yang
paling aktif dan memiliki penyuluh pendamping/PPL di setiap desa di
Kecamatan Batanghari.
Penentuan jumlah sampel untuk penyuluh berdasarkan teori Arikunto (2002)
yang menyatakan apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil
semua, jika subyeknya lebih besar dari 100 maka dapat diambil antar
10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Penentuan jumlah sampel untuk petani yang
menjadi anggota kelompok tani di Kecamatan Batanghari berdasarkan pada
(57)
pada teori Yamane (1967, dalam Rakhmat, 2001) dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
n = jumlah unit sampel N = jumlah unit populasi d = tingkat presisi (0,1)
sedangkan sampel untuk masing-masing wilayah binaan ditentukan dengan
rumus alokasi proprsional dalam Nasir (1998), yaitu:
[ ]
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
(58)
[ ] [ ] Keterangan :
ni = jumlah sampel petani dalam setiap desa (orang) Ni = jumlah populasi petani masing-masing desa (orang) N = jumlah seluruh populasi petani (orang)
n = jumlah keseluruhan (orang)
Agar lebih jelas jumlah sampel setiap desa dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4. Data sebaran jumlah petani responden setiap desa
Nama desa
Jumlah petani Jumlah sampel
Bumi Emas 48 6
Bale Kencono 51 6
Rejo Agung 48 6
Nampi Rejo 50 6
Banar joyo 47 6
Telogo Rejo 54 7
Sumber Rejo 62 7
Banjar Rejo 51 6
Bumi Harjo 45 5
Batang Harjo 44 5
Selorejo 50 6
Sri Basuki 55 7
Sumber Agung 67 8
Bale Rejo 58 7
jumlah 730 88
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan
kuisioner. Responden penelitian ini adalah seluruh penyuluh yang bertugas
di BP3K Batanghari serta petani yang masuk kedalam anggota kelompok tani
di Kecamatan Batanghari. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan dari
berbagai kepustakaan, instansi atau lembaga yang terkait serta
(59)
D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan metode tabulasi, tujuan
pertama yaitu untuk mengetahui tingkat kinerja penyuluh sebelum dan setelah
adanya program CoE dan tujuan kedua untuk mengetahui tingkat efektivitas program pengembangan BP3K sebagai model CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari Kabupaten Lampung Timur, datanya
akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif, sedangkan tujuan
ketiga yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh di BP3K model CoE kecamatan
Batanghari diuji dengan statistik non-parametrik korelasi Rank Spearman. menurut Siegel (1986), rumus Rank Spearman adalah:
∑
Keterangan:
rs = Koefisien korelasi spearman di = perbedaan pasangan tiap peringkat n = jumlah sampel
Rumus rs ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa didalam penelitian ini
akan terlihat keeratan hubungan (korelasi) antara variabel-variabel dari
peringkat dan dibagi dalam klasifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan fungsi
rumus yang merupakan alat ukur untuk ukuran asosiasi yang berhubungan,
diukur sekurang-kurangnya dengan data ordinal, sehingga objek atau
(60)
Apabila terdapat rangking kembar, maka menggunakan faktor korelasi (T), yaitu:
∑ ∑ ∑ √∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan : 2 x
= Jumlah kuadrat variabel bebas (X) yang dikoreksi
2 y
= Jumlah kuadrat variabel terikat (Y) yang dikoreksi
x
T
= Jumlah faktor koreksi variabel bebas
y T
= Jumlah faktor koreksi variabel terikat t = Banyaknya observasi yang bernilai n = Jumlah responden
T = Jumlah faktor koreksi
Karena jumlah sampel yang digunakan adalah lebih besar dari 10 (sepuluh)
responden, maka pengujian terhadap Ho dilanjutkan dengan Uji-t dengan
rumus:
t hitung =
[
.]
1 2 2 rs n rs Keterangan:
t hitung = Nilai t yang dihitung
(61)
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Jika thitung < t tabel, maka tolak H1pada α 0,01 atau α 0,05, artinya
tidak ada hubungan nyata antara kedua variabel.
2. Jika thitung ≥ t tabel, maka terima H1pada α 0,01 atau α 0,05, artinya
(1)
Tingkat kemampuan kelompok tani di Kecamatan Batanghari pada tahun 2011 rata-rata 60% dari ketentuan. Tingkat kehadiran anggota kelompok tani dalam mengikuti pertemuan kelompok dari penyuluh pertanian semakin menurun berkisar antara 55 – 60% dari jumlah anggota yang ada.
Tingkat hubungan dengan koperasi dapat dikatakan tidak ada karena koperasi sudah tidak berjalan, kelompok tani juga hampir tidak mau tau tentang
perkoprasian.
2. Ekonomi
1. Usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan petani di wilayah Kecamatan Batanghari antara lain kelompok tani menjalankan sistem tunda jual untuk mendapatkan harga jual yang lebih baik apabila panen raya.
2. Melakukan kerjasama antara kelompoktani dengan perusahaan penangkar benih padi, juga dengan menyisihkan hasil untuk pemupukan modal kelompoktani.
3. Kelompok tani bekerjasama dengan Gapoktan penerima bantuan PL DPM dalam hal pembelian gabah.
(2)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari sebelum program CoE
termasuk dalam klasifikasi sedang dengan rata-rata jawaban penyuluh sebesar 174,90 dan rata-rata jawaban petani sebesar 144,55, sedangkan tingkat kinerja penyuluh di BP3K Batanghari setelah program CoE tetap berada pada
klasifikasi sedang dengan rata jawaban penyuluh sebesar 180,45 dan rata-rata jawaban petani sebesar 149,85.
2. Efektivitas program CoE terhadap peningkatan kinerja penyuluh di BP3K Batanghari berada pada klasifikasi cukup efektif dengan dengan peningkatan kinerja penyuluh sebesar 2,255%.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh di BP3K model CoE Kecamatan Batanghari setelah adanya program CoE yaitu pengalaman penyuluh, pendapatan penyuluh dan pendidikan formal penyuluh.
(3)
aktifnya dalam membantu penyuluh untuk menerapan Cyber Extention dalam kegiatan penyuluhan. Selain itu juga harus adanya pemerataan kegiatan pelatihan terhadap penyuluh karena selama ini hanya beberapa orang penyuluh saja yang terus menerus mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan sehingga jumlah pelatihan yang diikuti tidak merata bagi setiap penyuluhnya.
2. Penyuluh sebaiknya lebih aktif dalam membantu dan memfasilitasi petani untuk mewujudkan kemitraan dengan pelaku usaha agar dapat memberikan keuntungan bagi petani maupun pelaku usaha yang bermitra.
3. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan memasukkan variabel lain yang belum diteliti.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abbas 1995. dalam Mohammad Jafar. 2009.Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Bakorluh Provinsi Lampung. 2012. Evaluasi Dampak Penyuluhan BPPModel dan Non-Model 2008/2010. Bandar Lampung
Depdikbud R.I. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta: Hasibuan SPM. 2001. Organisasi dan Motivasi, Dasar PeningkatanProduktivitas.
Bumi Aksara. Jakarta.
Hubeis, AVS. 2007. Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktifitas Penyuluh Pertanian Lapangan (Kasus Kabupaten Sukabumi). Jurnal
Penyuluhan Vol 3, No 2. Bogor. Program Study Ilmu PenyuluhanPembangunan.
Iqbal. 2007. Penyuluhan Pembangunan dan Masa Depan Bangsa.[terhubung berkala] http://eeqbal.blogspot.com/2007/11/falsafah-penyuluhan-pembangunan.html. (diakses 27 februari 2013).
Kartasapoetra A.G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan Pertanian.
http://ronggolawe13.blogspot.com/2008/01/pengertian-penyuluhan-pertanian.html (diakses 27 februari 2013).
Mangkunegara A, Prabu A. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Rosda. Bandung.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.New York: The Free Press.
___________. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Sukoharjo : PUSPA.
___________. 2009. Membangun Pertanian Modern. UNS-Press. Surakarta. ___________. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS-Press. Surakarta.
(5)
Karya. Bandung.
Rogers EM. Shoemaker FF. 1995. Communications of Innovations. New Edition. Samsudin S, U.1994. Manajemen Penyuluhan Pertanian. Bina Cipta. Bandung. Sari, Novita. 2011. Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pembudidaya
Ikan Air Tawar di Kawasan Pesisir Desa Marga Sari Kecamatan Labuhan Meringgai Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Jurusan Agribisnis Universitas Lampung. Bandar Lampung
Sekretariat Negara R.I. 2006. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Siegel, S. 1986. Statistik Non-Parametrik. Gramedia Pustaka Utama. 392 Hlm. Silalahi, Linda. 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Penyuluh
Pertanian Lapang (PPL) Dalam Melaksanakan Tugas-Tugas Pokok Penyuluhan Pertanian Di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Agribisnis Universitas Lampung. Bandar Lampung
Soekartawi. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sulistiyani R. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. GrahaIlmu. Yogyakarta.
Sumaryo, GS. 2012. Dasar-Dasar Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian.Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.
Syahyuti et al. 1999. ‘Kajian Kelembagaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Nasional’ dalam Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan KelembagaanPertanian. Penyunting (Ed.) Erizal et al.. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Siegel, S. 1986. Statistik non-parametrik. Gramedia Pustaka Utama. 392 Hlm. Van den Ban, A.W. and H.S. Hawkins, 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius
Yogyakarta.
Wiriaatmadja, S. 1986. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta. 127 Hlm.
(6)
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan