Rancang Bangun Antena Horn Piramida Untuk Link Line Of Sight Wirelless LAN 2.4 GHz

(1)

60

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1 U mum

Setelah menjalani proses perancangan, pembuatan, dan pengukuran parameter-parameter antena horn piramida, maka proses selanjutnya yaitu mengetahui hasil pengukuran parameter-parameter antena, pengujian pada jaringan wireless LAN 2,4 GHz, serta analisa data hasil pengukuran, perbandingan parameter-paramter antena antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran , dan pengujian apakah antena yang dibuat sesuai dengan harapan dan dapat diimplementasikan pada jaringan wireless LAN 2,4 GHz. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja antena yang telah dibuat.

Hasil pengukuran parameter-parameter antena horn piramida meliputi nilai VSWR, impedansi input, pola radiasi dan gain optimum pada frekuensi 2,4 GHz.

4.2 Hasil pengukuran VSWR

Dari pengukuran VSWR antena Horn Piramida yang telah dilakukan pada range frekuensi 2 GHz –2,8 GHz maka dapat diketahui nilai-nilai VSWR pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1Hasil Pengukuran VSWR Antena Horn Piramida

No. Frekuensi (GHz) Nilai VSWR

1 2,185 1,365

2 2,269 1,448

3 2,337 1,299


(2)

5 2,364 1,228

6 2,382 1,203

7 2,400 1,581

8 2,411 1,252

9 2,507 1,987

10 2,629 2,304

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran VSWR

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai VSWR yang paling bagus yaitu pada frekuensi 2,382 GHz, akan tetapi antena horn piramida dirancang untuk frekuensi 2,400 GHz maka VSWR antena horn piramida yaitu 1,581. Meskipun nilai tersebut kurang bagus akan tetapi VSWR yang didapat masih kurang dari 2.

Ketika dilakukan pengukuran pada frekuensi yang berbeda hasil yang dilihat pada Network Analyzer pun ikut berubah sehingga menimbulkan perbedaan nilai VSWR dan perubahan tersebut diakibatkan adanya interferensi dimana


(3)

62

sinyal mengalami attenuasi di ruang bebas dan dipantulkan atau diserap oleh benda-benda di ruangan.

4.3 Hasil Pengukuran Impedansi Input

Dari pembacaan data pada mode smitch-chart, dapat dilihat hasil pengukuran impedansi input pada range frekuensi antara 2 GHz –2,8 GHz dengan nilai-nilai impedansi input sebagai berikut.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Impedansi Input Antena Horn Piramida No Frekuensi (GHz) Nilai Real (Ω) Nilai Imajiner

(Ω)

Induktansi (H)

1 2,1855 56,847 14,902 1,530

2 2,269 60,270 17,910 2,359

3 2,4 51,025 23,088 3,797

4 2,507 59,898 37,159 1,085

5 2,629 74,407 46,211 1,256

Karena Impedansi input antena dinyatakan dalam bentuk kompleks yang memiliki bagian real dan bagian imajiner. Bagian real merupakan resistansi (tahanan) masukan yang menyatakan daya yang diradiasikan oleh antena pada medan jauh. Sedangkan bagian imajiner merupakan reaktansi masukan yang menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat antena, atau dapat ditulis dengan :

Zin= Rin + j Xin ...(4.1) Dimana : R = Nilai Real

X = Nilai Imajiner

Maka jika dilihat dari hasil pengukuran mode smith chart pada tabel diatas, antena Horn Piramida pada frekuensi 2,4 GHz memiliki impedansi input sebesar


(4)

51,025 + j23,088 Ω. Besar nilai impedansi input ternyata mempengaruhi nilai VSWR karena apabila antena horn dihubungkan dengan saluran transmisi yang mempunyai impedansi karakteristik sebesar 50 Ω, maka akan menimbulkan gelombang pantul yang perbandingannya kita kenal dengan istilah VSWR (Voltage Standing Wave Ratio).

4.4 Hasil Pengukuran Pola Radiasi Bidang E dan H

Setelah melalui langkah-langkah pengukuran pola radiasi antena horn piramida 2,4 GHz pada bidang E dan H, maka dapat diketahui bentuk pola radiasi yang diperoleh dari pengukuran level sinyal antena dan data pengukuran tersebut dinormalisasi. Data hasil pengukuran serta normalisasi selengkapnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Pola Radiasi Antena Horn Piramida Bidang H

No Posisi (derajat) Level Daya (dBW) Level Daya (mW) Sinyal Ternormalisasi

1 0 -27 1,995 1

2 10 -28 1,584 0,794

3 20 -30 1 0,501

4 30 -33 0,501 0,251

5 40 -33 0,501 0,251

6 50 -32 0,63 0,316

7 60 -34 0,398 0,199

8 70 -39 0,125 0,063

9 80 -40 0,1 0,05

10 90 -42 0,063 0,031


(5)

64 No Posisi (derajat) Level Daya (dBW) Level Daya (mW) Sinyal Ternormalisasi

12 110 -42 0,063 0,031

13 120 -32 0,63 0,316

14 130 -30 1 0,501

15 140 -34 0,398 0,199

16 150 -33 0,501 0,251

17 160 -34 0,398 0,199

18 170 -33 0,501 0,251

19 180 -33 0,501 0,251

20 190 -32 0,63 0,316

21 200 -33 0,501 0,251

22 210 -36 0,251 0,125

23 220 -31 0,794 0,398

24 230 -31 0,794 0,398

25 240 -31 0,794 0,398

26 250 -32 0,63 0,199

27 260 -36 0,251 0,125

28 270 -33 0,501 0,251

29 280 -34 0,398 0,199

30 290 -32 0,63 0,316

31 300 -33 0,501 0,251

32 310 -34 0,398 0,199

33 320 -36 0,251 0,125

34 330 -33 0,501 0,251

35 340 -29 1,25 0,626

36 350 -28 1,584 0,794


(6)

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Pola Radiasi Antena Horn Piramida Bidang E No Posisi (derajat) Level Daya (dBW) Level Daya (mW) Sinyal Ternormalisasi

1 0 -30 1 1

2 10 -31 0,794 0,794

3 20 -33 0,501 0,501

4 30 -33 0,501 0,501

5 40 -34 0,398 0,398

6 50 -36 0,251 0,251

7 60 -38 0,158 0,158

8 70 -34 0,398 0,398

9 80 -35 0,316 0,316

10 90 -36 0,251 0,251

11 100 -38 0,158 0,158

12 110 -41 0,079 0,079

13 120 -37 0,199 0,199

14 130 -33 0,501 0,501

15 140 -36 0,251 0,251

16 150 -35 0,316 0,316

17 160 -34 0,398 0,398

18 170 -37 0,199 0,199

19 180 -38 0,158 0,158

20 190 -38 0,158 0,158

21 200 -35 0,316 0,316

22 210 -36 0,251 0,251

23 220 -37 0,199 0,199

24 230 -40 0,1 0,1

25 240 -42 0,063 0,063

26 250 -45 0,031 0,031

27 260 -39 0,125 0,125


(7)

66

No

Posisi (derajat)

Level Daya (dBW)

Level Daya (mW)

Sinyal Ternormalisasi

29 280 -38 0,158 0,158

30 290 -38 0,158 0,158

31 300 -39 0,125 0,125

32 310 -37 0,199 0,199

33 320 -36 0,251 0,251

34 330 -34 0,398 0,398

35 340 -33 0,501 0,501

36 350 -31 0,794 0,794

37 360 -30 1 1


(8)

(b)

Gambar 4.2 Pola Radiasi Antena Horn Piramida (a) Bidang H

(b) Bidang E

Dari gambar pola radiasi diatas dapat dilihat bahwa pola radiasi antena horn piramida mengarah ke satu arah tertentu yaitu diantara sudut 3300 dengan sudut 300. Ini disebabkan karena level sinyal terbesar ada pada saat posisi antena 00. Pada posisi tersebut antena menerima sinyal secara maksimal. Kemudian ketika antena diputar level sinyal yang ditangkap akan terus berkurang. Ini karena posisi antena tidak tepat mengarah pada pemancar dalam hal ini adalah Access Point. Pada posisi antena 900, level sinyal yang terekam sangatlah minim. Dari percobaan yang telah dilakukan, antena masih menangkap sinyal yang dipancarkan Access point hanya saja levelnya rendah.

Dari pengukuran pula dapat diketahui pada antena horn piramida level sinyal tertinggi yang ditangkap adalah senilai -30 dB untuk bidang E dan -27 dB untuk


(9)

68

bidang H. Sedangkan level sinyal terendah yang ditangkap adalah -42 dB untuk bidang H dan -45 dB untuk bidang E.

Sehingga dari gambar pola radiasi yang didapat dari hasil pengukuran dapat dikatakan bahwa antena yang dibuat telah sesuai dengan harapan karena memiliki pancaran daya yang terarah.

4.5 Hasil Pengukuran Gain

Pengukuran gain dilakukan dengan cara membandingkan, apabila pada antena access point sudah diketahui gain maksimumnya, yaitu pada frekuensi 2,4 GHz sebesar 4,15 dBi, maka dari pengukuran gain antena Horn Piramida dapat dihitung dengan persamaan :

Ga(dBi) = Pa(dBm) – Ps(dBm) + Gs(dBi) ……….…..(4.2) Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Gain

Level Penerimaan Gain

No Jarak

(Km) Horn Piramida (Pa)(dBm)

Access Point (Ps)(dBm)

Horn Piramida (Ga)(dBi)

1 0,005 -31 -45 18,15

2 0,2 -52 -64 16,15

3 0,3 -76 -84 12,15

4 0,4 -81 -87 10,15

5 0,5 -92 -97 9,15

6 0,6 -94 -97 7,15

7 0,7 -88 -89 5,15

8 0,8 -96 -96 4,15

9 1 -101 -101 4,15


(10)

Gambar 4.3Grafik Hasil Pengukuran Gain Antena Horn Piramida pada Frekuensi 2,4 GHz

Dari hasil pengukuran faktor penguatan (Gain) antena hasil rancangan dapat dilihat pada Tabel 4.5, didapat gain sebesar 16,15 mendekati besar gain yang diinginkan yaitu pada jarak 200 meter. Harga faktor penguatan pada tabel diatas nilainya tergantung pada faktor attenuasi pada attenuator, temperatur (kondisi ruangan dan pengaruh benda-benda disekitarnya. Sehingga sulit untuk dicari nilai yang tepat).

Pengukuran untuk mendapatkan faktor penguatan antena horn tersebut diatas cukup sulit dilakukan untuk mendapatkan harga yang tepat sesuai dengan perencanaan, hal ini disebabkan :

a. Radiasi sinyal yang dipancarkan sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya, karena sinyal akan mengalami attenuasi di ruang bebas dan dipantulkan atau diserap oleh benda-benda di ruangan, juga bahan yang digunakan mempengaruhi daya pancarnya.


(11)

70

b. Gelombang pantul yang cukup besar, karena benda-benda disekitar pengukuran.

c. Setting alat pada saat pengukuran sulit dipertahankan ketepatannya (selalu berubah).

4.6 Aplikasi Antena Horn Piramida Pada Jaringan Wireless 2,4 GHz

Antena horn piramida hasil rancangan, di aplikasikan sebagai antena penerima atau antena client. Dalam aplikasinya ketika digunakan sebagai antena penerima, antena diposisikan pada jalur yang line of sight sehingga sinyal yang ditangkap oleh antena horn piramida dapat terbaca dengan bagus dan jelas dan juga antena diposisikan pada jalur yang tidak line of sight sehingga nantinya akan terlihat perbedaannya.

Selain sebagai penerima antena horn piramida hasil rancangan juga diaplikasikan sebagai antena pemancar . Dalam aplikasinya ketika digunakan sebagai antena pemancar antena diposisikan sama seperti antena penerima, yaitu pada jalur line of sight dan jalur yang tidak line of sight atau tidak sejajar dan terdapat penghalang.

4.6.1 Aplikasi Antena Horn Piramida Pada Jalur Line Of Sight

Posisi antena harusnya sejajar dengan antena pemancar/penerima selain itu jalurnya harus line of sight agar sinyal yang ditangkap oleh antena horn piramida dapat terbaca dengan bagus dan jelas.


(12)

4.6.1.1 Aplikasi Antena Sebagai Antena Pemancar

Ketika antena diaplikasikan sebagai antena pemancar. Pertama klik icon Wireless dan isi nama SSID pada menu SSID. Misal nama SSID yang kita berikan adalah: “ WIANDINI_ELEKTRO”. Kemudian pada menu mode dipilih Access Point jika AP digunakan sebagai server. Setelah itu nyalakan laptop kemudian cek apakah sinyal AP telah diterima oleh laptop. Ini dapat dilihat dengan memilih menu Wireless Networks Connection  View Wireless Connection.

Gambar 4.4 Jaringan yang tertangkap oleh laptop

Dari gambar diatas terlihat bahwa AP dengan SSID ”WIANDINI_ELEKTRO” telah dikenali. Selanjutnya level sinyal pada laptop dapat di pantau dengan menggunakan software Netstumbler.


(13)

72

Gambar 4.5 Tampilan Netstumbler


(14)

Dari tampilan netstumbler pada Gambar 4.5 dapat dilihat besar sinyal yang dapat diterima oleh laptop ketika line of sight yaitu -6 dBm dengan signal to noise rasio (SNR) sebesar 94 dB dan noise -100 dB. Tampilan netstumbler ketika membaca sinyal pada Gambar 4.6 dapat dilihat sinyal yang diterima oleh laptop dari antena hampir stabil dengan kecepatan 54 Mbps.

4.6.1.2 Aplikasi Antena Sebagai Antena Penerima

Ketika antena diaplikasikan sebagai antena penerima digunakan dua access point yang mana satu AP digunakan sebagai pemancar dan yang satu lagi digunakan sebagai penerima dimana antena pada AP yang digunakan sebagai penerima digantikan dengan antena hasil rancangan. Sama halnya dengan antena yang diaplikasikan sebagai pemancar dilakukan terlebih dahulu pengaturan pada access point yaitu pada wireless mode dipilih client, SSID broadcast dipilih enable. Dan untuk channel dipilih dengn memilih survey kemudian AP list akan keluar, setelah pilih SSID yang mempunyai nilai sinyal paling besar kemudian pilih connect.Setelah itu akan muncul status pada software di access point.


(15)

74

Gambar 4.7Tampilan Status dari Access Point

Dari gambar diatas dapat dilihat status antena sebagai client dari AP dengan SSID ‘Cybercity Server1’ dengan mode 54 Mbps (802.11g). Selanjutnya level sinyal dapat di pantau dengan memilih Antenna Alignment.


(16)

Gambar 4.9Tampilan Wireless Monitor dari Sinyal yang Diterima

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat sinyal yang diterima yaitu 69 dB dengan presentasi sinyal 100%. Sedangkan pada Gambar 4.9 terdapat dua garis yaitu garis yang berwarna ungu yakni garis yang menunjukan besar sinyal yang diterima dan garis yang berwarna biru yakni garis yang menunjukan besar sinyal yang dipancarkan pada Gambar 4.9 dapat dilihat grafik sinyal dimana garis yang berwarna ungu mengalami peningkatan yang besar dengan nilai penerimaan maksimal sebesar 15.625 Kbps dan penerimaan minimalnya sebesar 4.8105 Kbps sedangkan level disisi pemancar yang ditunjukan oleh garis yang berwarna biru tidak mengalami perubahan yang berarti dengan pengiriman maksimal sebesar 0.5312 Kbps dan pengiriman minimal sebesar 0 Kbps. Hal ini dikarenakan Access Point yang digunakan sedang berada pada posisi penerima.


(17)

76

4.6.2 Aplikasi Antena Horn Piramida Pada Jalur yang tidak Line Of Sight Jika posisi antena pemancar tidak sejajar atau terdapat penghalang dengan antena penerima/pemancar atau antena hasil rancangan, maka sinyal yang terbaca sangat lemah. Dalam Aplikasinya, ketika antena digunakan harus memiliki polarisasi yang sama dengan antena pemancar, jika posisinya mengalami perbedaan, sinyal yang diterima juga akan lemah.

4.6.2.1 Aplikasi Antena Sebagai Antena Pemancar

Ketika antena diaplikasikan sebagai antena pemancar. Pertama klik icon Wireless dan isi nama SSID pada menu SSID. Misal nama SSID yang kita berikan adalah: “ WIANDINI_ELEKTRO”. Kemudian pada menu mode dipilih Access Pointjika AP digunakan sebagai server. Setelah itu nyalakan laptop kemudian cek apakah sinyal AP telah diterima oleh laptop. Ini dapat dilihat dengan memilih menu Wireless Networks Connection  View Wireless Connection.


(18)

Dari gambar diatas terlihat bahwa AP dengan SSID ”WIANDINI_ELEKTRO” telah dikenali. Selanjutnya level sinyal pada laptop dapat di pantau dengan menggunakan software Netstumbler. Kualitas sinyal yang dihasilkan oleh antena hasil rancangan pada jarak sekitar 500 meter didapat kualitas yang rendah berbeda ketika jaraknya 5 meter dan line of sight kualitas sinyalnya sangat bagus.

Gambar 4.11 Tampilan Netstumbler


(19)

78

Dari tampilan netstumbler pada Gambar 4.11 dapat dilihat besar sinyal yang dapat diterima oleh laptop ketika tidak dipasang pada jalur line of sight yaitu -65 dBm dengan signal to noise rasio (SNR) sebesar 35 dB dan noise -100 dB. Berbeda dengan ketika dipasang pada jalur line of sight, SNR yang diterima pada jalur yang tidak line of sight sangat kecil dengan nilai noise yang sama maka sinyal yang diterima sebesar -65 dBm. Tampilan netstumbler ketika membaca sinyal pada Gambar 4.12 dapat dilihat sinyal yang diterima oleh laptop dari antena sangat tidak stabil dengan kecepatan yang sama yaitu 54 Mbps.

4.6.2.2 Aplikasi Antena Sebagai Antena Penerima

Ketika antena diaplikasikan sebagai antena penerima digunakan dua access point yang mana satu AP digunakan sebagai pemancar dan yang satu lagi digunakan sebagai penerima dimana antena pada AP yang digunakan sebagai penerima digantikan dengan antena hasil rancangan. Sama halnya dengan antena yang diaplikasikan sebagai pemancar dilakukan terlebih dahulu pengaturan pada access point yaitu pada wireless mode dipilih client, SSID broadcast dipilih enable. Dan untuk channel dipilih dengn memilih survey kemudian AP list akan keluar, setelah pilih SSID yang mempunyai nilai sinyal paling besar kemudian pilih connect.Setelah itu akan muncul status pada software di access point.


(20)

Gambar 4.13Daftar Access Point yang diterima

Dari gambar diatas dapat dilihat daftar AP yang diterima, kemudian pilih AP dengan nilai sinyal yang paling besar maka dipilih SSID yang bernama ‘spectrum.net’. Selanjutnya level sinyal dapat di pantau dengan memilih Antenna Alignment.


(21)

80

Gambar 4.15Tampilan Wireless Monitor dari Sinyal yang Diterima

Dari Gambar 4.14 dapat dilihat sinyal yang diterima yaitu 30 dB dengan presentasi sinyal 100%. Sedangkan pada Gambar 4.15 terdapat dua garis yaitu garis yang berwarna ungu yakni garis yang menunjukan besar sinyal yang diterima dan garis yang berwarna biru yakni garis yang menunjukan besar sinyal yang dipancarkan pada Gambar 4.15 dapat dilihat grafik sinyal ketika antena dipasang pada jalur yang tidak line of sight hasilnya kebalikan dengan pada saat dipasang pada jalur line of sight dihasilkan garis yang berwarna ungu yang tidak mengalami perubahan dengan nilai penerimaan maksimal sebesar 0 Kbps dan penerimaan minimalnya sebesar 0 Kbps sedangkan level disisi pemancar yang ditunjukan oleh garis yang berwarna biru mengalami perubahan yakni sedikit peningkatan pada sisi pengirim dengan pengiriman maksimal sebesar 2.1074 Kbps dan pengiriman minimal sebesar 0.4531 Kbps. Padahal Access Point yang


(22)

digunakan sedang berada pada posisi penerima, hal ini mungkin dikarenakan antena dipasang pada jalur yang tidak line of sight sehingga sinyal yang diterima lemah.

4.7 Perbandingan Hasil Simulasi Parameter Antena dengan Hasil Pengukuran dan Analisa

Setelah diperoleh hasil pengukuran parameter antena, selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan hasil simulasi pada bab III. Apakah hasilnya sama atau hasil simulasi lebih bagus dari hasil pengukuran ataukah hasil pengukuran lebih bagus dari hasil simulasi.

Berikut ini tabel perbandingan antara nilai parameter antena seperti VSWR, Impedansi Input, dan Gain yang dihasilkan dari pengukuran dan dari hasil simulasi

Tabel 4.6Perbandingan Nilai Parameter Antena Hasil Simulasi dengan Hasil Pengukuran

No.

Jenis Parameter Antena

Nilai Paramater Antena Hasil Pengukuran

Nilai Paramater Antena Hasil Simulasi

1 VSWR 1,581 1,22

2 Impedansi input 51,025 Ω + j23,08859,5-j5,5

3 Gain 16,15 dBi 16,5 dBi

Dari tabel diatas dapat dilihat perbedaan yang terlihat jelas dimana nilai VSWR hasil simulasi lebih bagus daripada hasil pengukuran, hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :


(23)

82

a. Radiasi sinyal yang dipancarkan sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya, karena sinyal akan mengalami attenuasi di ruang bebas dan dipantulkan atau diserap oleh benda-benda di ruangan, juga bahan yang digunakan mempengaruhi daya pancarnya.

b. Gelombang pantul yang cukup besar, karena benda-benda disekitar pengukuran.

c. Selain itu antena horn tidak presisi dilihat dari hasil rancangan baik kesimetrisan maupun kehalusan dalam pembuatannya.

Nilai impedansi input yang dihasilkan pun akan ikut berubah seiring dengan perubahan nilai VSWR, maka hasil nilai impedansi input hasil simulasi lebih bagus daripada hasil pengukuran dikarenakan besar impedansi input dipengaruhi oleh nilai VSWR.

Akan tetapi nilai VSWR dari hasil pengukuran dikatakan cukup bagus dikarenakan nilai VSWR yang dihasilkan masih kurang dari 2 dan lebih dari 1 (1<nilai VSWR <2). Karena saluran transmisi mempunyai nilai impedansi karakteristik sebesar 50Ω.

Gain yang dihasilkan pun lebih besar hasil simulasi daripada hasil pengukuran akan tetapi apabila dilihat dari keinginan penulis untuk merancang antena horn piramida dengan gain sebesar 16 dBi maka hasil pengukuran lebih mendekati daripada hasil simulasi yang jauh lebih besar. Kurang tepatnya gain yang didapat itu dihasilkan oleh beberapa hal:

a. Radiasi sinyal yang dipancarkan sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya, karena sinyal akan mengalami attenuasi di ruang bebas dan


(24)

dipantulkan atau diserap oleh benda-benda di ruangan, juga bahan yang digunakan mempengaruhi daya pancarnya.

b. Gelombang pantul yang cukup besar, karena benda-benda disekitar pengukuran.

c. Setting alat pada saat pengukuran sulit dipertahankan ketepatannya (selalu berubah).

Sedangkan perbandingan untuk pola radiasi hasil simulasi dan hasil pengukuran, dapat dilihat dari pola yang benar-benar berbeda hal ini disebabkan oleh attenuasi dan setting alat pada saat pengukuran sulit dipertahankan ketepatannya. Akan tetapi pola radiasi baik pada bidang H dan bidang E hasil pengukuran hampir mendekati pola radiasi horn piramida yang terarah sesuai dengan teori sedangkan hasil simulasi pola radiasi yang dihasilkan menyebar ke segala arah baik bidang E maupun bidang H hal itu dikarenakan pada simulasi nilai attenuasi dianggap tidak ada.


(25)

37

BAB III

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUKURAN

PARAMETER ANTENA HORN PIRAMIDA

3.1 Perencanaan Suatu Antena Horn

Dari rumus-rumus antena yang diketahui, dapat direncanakan suatu antena horn piramida yang optimum. Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan adalah :

1. Antena horn yang akan direncanakan dalam kondisi optimum, artinya ukuran dari antena ini mampu menghasilkan gain yang maksimum.

2. HP bidang-E dan HP bidang-H mempunyai ukuran yang seimbang. 3. Antena yang direncanakan mempunyai gain yang tertentu.

4. Antena horn ini dapat dicatu dengan memakai bumbung gelombang yang sederhana (bumbung gelombang persegi).

3.2 Perencanaan Antena Horn Piramida

Secara umum, geometri antena horn piramidal ditunjukkan pada Gambar 3.1. Mulut dari antena ini melebar kearah medan listriknya (E) dengan dimensi pelebaran Ae dan ke arah medan magnet (H) dengan pelebaran dimensi ini Ah. Panjang antena dari ‘Virtual apex’ ke bidang aperture dinyatakan dengan R. Antena ini di catu oleh bumbung gelombang persegi (Rectanguler waveguide) dengan dimensi penampang a x b (a = panjang penampang, b = lebar penampang). Untuk mencari dimensi mulut dari antena horn piramida digunakan persamaan sebagai berikut :

G a


(26)

1 2 1 4 15 , 0 a G b Ae         ...(3.2)

Direktivitas antena ini berbanding lurus dengan pengarahan radiasi dari masing-masing antena horn sektoralnya, yaitu sektoral bidang medan listrik (E), sektoral bidang magnet (H). Pada analisa ke arah sektoral bidang medan listrik, menghasilkan bentuk antena horn sektoral bidang-E yang di tunjukkan pada Gambar 3.1, dengan pengarahan radiasi dinyatakan dengan persamaan (3.3)

q q S q C A A D e h

E

) ( ) (

32 2 2

2     ………(3.3) Dimana :

a1= Ae= ukuran mulut antena horn ke arah medan listrik b1=Ah= ukuran mulut antena horn ke arah medan magnet a, b = ukuran dari penampang bumbung gelombang (waveguide)

ρ1, ρ2 = panjang axial dari horn dilihat dari bidang-E dan bidang-H. : Panjang gelombang.

C (q) dan S (q) merupakan integral Fresnel yang didefinisikan dengan persamaan (3.2) dan (3.3)

R A q e  2  ………...(3.4)

q dx x q C 0 2 ) 2 / ( cos )

(  ………....(3.5)

q dx x q S 0 2 ) 2 / ( sin )


(27)

39

Apabila analisa kearah sektoral bidang medan magnet, bentuk antena menjadi antena horn sektoral bidang-H, dengan direktivitas dinyatakan dengan persamaan (3.7)

 

2

2 1

2 2

1) ( ) ( ) ( )

( 4 P S P S P C P C A R A D h e

H   

 ………...(3.7)

 

 3 2 1 1 a

P  ………(3.8a)

 

 2 2 1 2 b

P  ….……. . ………(3.8b)

Harga direktivitasnya berbanding lurus denganpengarahan radiasi masing-masing antena sektoral tersebut dan dinyatakan dengan persamaan (3.9)

               

E H

p D

b D a

D   

32 ………...(3.9)

Dengan DE dan DH berturut-turut direktivitas antena horn sektoral bidang-E dan antena sektoral bidang-H.


(28)

Dengan :

R : Jarak dari virtual apex ke bidang aperture

Ae : pelebaran ke arah medan listrik

Ah : pelebaran ke arah medan magnet

a x b : dimensi penampang bumbung gelombang (waveguide)

3.3 Perancangan Menggunakan Matlab

Antena horn beroperasi pada frekuensi 2,4 GHz. Antena ini dicatu dengan bumbung gelombang tipe WR340 dengan ukuran dalam a = 8,636 cm dan b = 7 cm. Antena ini direncanakan mempunyai gain sebesar 16 dB dari pengukuran awal. Sesuai dengan prosedur diatas dengan bantuan program Matlab dapat ditentukan dimensi antena horn, yang sebelumnya memberikan harga gain, a, b. Hasil running program didapatkan :

Tabel 3.1 Parameter dalam perancangan antena horn dengan Gain 16 dB Desain Parameter untuk Gain Optimum Antena Horn Piramida

a1 = 35.4910 cm

b1 = 27.3972 cm

p1 = 33.5897 cm

p2 = 29.9149 cm

IH = 37.9891 cm

IE = 32.8918 cm

pE = 22.3576 cm

pH = 24.1163 cm

befa ( ) = 0.0574

VSWR = 1.1219

HPh = 27.61260

HPe = 24.68260


(29)

41

Hasil running program untuk Pola Radiasi Antena Horn Piramida pada bidang E

Gambar 3.2 Pola Radiasi Antena Horn Piramida 3.4 Simulasi Menggunakan SuperNEC 2.9

Setelah tahap perancangan selesai, langkah selanjutnya adalah mensimulasikan hasil rancangan tadi sebelum diimplementasikan dalam bentuk sebenarnya. Simulasi digunakan sebagai pendekatan antara perancangan dengan keadaan sebenarnya. Dalam simulasi, akan diketahui apakah hasil rancangan sudah sesuai dengan kondisi yang diinginkan atau belum.

Untuk mensimulasikan antena horn piramida ini, penulis menggunakan software SuperNEC 2.9. SuperNec adalah salah satu software simulasi medan elektromagnetik yang menggunakan perhitungan berbasis Method of Moment dan dapat memeberikan banyak informasi untuk perancangan pada output filenya.


(30)

Parameter-parameter pada tabel 3.1 selanjutnya digunakan sebagai input bagi software untuk membuat model dari antena horn yang dirancang. Prose memasukan parameter-parameter input dari natena horn dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3 Memasukan Parameter Rancangan pada Software SuperNec

Setelah model dari antena selesai dibuat oleh software, selanjutnya model tadi ditampilkan bentuk geometrinya sesuai dengan parameter yang telah penulis masukan. Atur frekuensi kerja dari model antena horn yang dibuat agar software dapat menentukan secara otomatis bentuk dari antenna horn yang akan dibuat. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.4


(31)

43

Gambar 3.4 Model Antena Horn Hasil Perancangan Pada SuperNEC

Langkah selanjutnya adalah mengatur parameter simulasi. Parameter simulasi yang dimaksud antara lain sebagai berikut :

1. Frekuensi uji, frekuensi uji dapat dipilih pada frekuensi 2400 MHz

2. Near Field plot

3. Radiation Pattern, radiation pattern dapat dipilih untuk beberapa orientasi arah.

Sampai disini model antena horn telah siap disimulasikan. Software SuperNEC secara otomatis melakukan perhitungan-perhitungan berdasarkan pada parameter simulasi yang telah diatur tadi. Gambar pola radiasi azimuth dan

elevation hasil simulasi dari antena horn hasil perancangan pada frekuensi 2,4 GHz dapat dilihat pada gambar 3.5


(32)

(a)

(b)

Gambar 3.5 Hasil Simulasi Pola Radiasi dari Antena Horn dalam Koordinat Polar 2D pada Frekuensi 2,4 GHz (a) Azimuth (b) Elevasi


(33)

45

Berikutnya akan dilihat berapa besar impedansi dari antena horn hasil perancangan ini. Dalam simulasi, impedansi dari antena horn adalah sebesar 59,5-j5,5Ω seperti digambarkan dalam smith chart pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Hasil Simulasi Impedansi Antena Horn pada Frekuensi 2,4 GHz Digambarkan dalam Smith Chart

Dengan nilai impedansi 59,5-j5,5Ω, apabila antena horn dihubungkan dengan saluran transmisi yang mempunyai impedansi karakteristik sebesar 50 Ω, maka akan menimbulkan gelombang pantul yang perbandingannya kita kenal dengan istilah VSWR (Voltage Standing Wave Ratio).

Nilai VSWR antena horn hasil perancangan dapat dilihat pada gambar 3.7 berikut ini.


(34)

Gambar 3.7 Hasil Simulasi VSWR dari Antena Horn pada Frekuensi 2,4 GHz

Dari hasil simulasi, diketahui bahwa antena horn mempunyai nilai VSWR sebesar 1,22 jika dihubungkan dengan saluran transmisi yang mempunyai nilai impedansi karakteristik sebesar 50Ω.

Berikutnya akan dilihat berapa besar gain dari antena horn hasil perancangan ini. Dalam simulasi, gain dari antena horn adalah sebesar 16,3 dBi seperti digambarkan pada gambar 3.8


(35)

47

Gambar 3.8 Hasil Simulasi Gain dari Antena Horn pada Frekuensi 2,4 GHz 3.5 Pembuatan Antena Horn Piramida

Setelah perhitungan dan simulasi selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan hasil perancangan antena horn untuk frekuensi 2,4GHz tadi . Sebelum pembuatan antena ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : bahan antena dan teknik pembuatan antena.

3.5.1 Bahan Antena

Bahan yang diperlukan untuk membuat suatu antena horn piramida ini diharapkan dapat memberikan daya pancar radiasi gelombang elektromagnetik yang cukup besar, sehingga dibutuhkan pemilihan bahan yang cukup memadai. Pada pembentukan antena horn piramida ini dipilih dari plat almunium dengan


(36)

ukuran tebal 1,7 mm. Ada beberapa hal yang memungkinkan bahan tersebut digunakan : mudah didapat, ringan, konduktivitasnya cukup besar, mudah untuk konstruksi dan penyambungannya. Adapun konduktivitas dari beberapa penghantar ditunjukkan pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Konduktivitas dari beberapa penghantar

3.5.2 Teknik Pembuatan

Teknik pembuatan antena horn piramida ini cukup rumit dilakukan tanpa peralatan yang memadai untuk mendapatkan dimensi antena yang tepat (presisi).

 Alat dan Bahan :

1. Kertas Karton, spidol, penggaris, gunting (pola).

2. gunting seng, plat alumunium dengan ketebalan 1,7 mm, palu kayu (pemotongan plat).

3. Baut dengan ukuran 4 mm dan 0.5 mm, Obeng, sekerup.

4. Bor dengan mata bor berukuran 14 mm, 5 mm, 1 mm, kikir besar dan kecil.


(37)

49

 Langkah-langkah yang di lakukan pada pembuatan antena ini yaitu : 1. Dimensi antena didapatkan dari bantuan program matlab.

2. Membuat pola konstruksi dari kertas karton yang sedemikian rupa sehingga bila dibentuk akan sama dengan bentuk antena.

3. Menerapkan pola konstruksi pada plat almunium yang sudah disediakan. 4. Memotong plat almunium sesuai dengan pola,

Gambar 3.9 Hasil Potong plat alumunium sesuai dengan pola.

5. Membentuk potongan plat sesuai dengan bentuk yang diharapkan (dimensinya cocok dengan program).

6. Menyambung bagian yang belum tertutup dengan menggunakan las alumunium sehingga didapatkan bentuk seperti corong berbentuk persegi.

Setelah antena horn terbentuk, selanjutnya akan disambung dengan bumbung gelombang, sedangkan untuk tuning antena ditambahkan kabel tembaga sepanjang 3 cm pada type N-connector dan lokasi optimum untuk N-connector adalah 3,125 cm dari belakang bumbung gelombang. Berikut gambar N-connector untuk tuning.


(38)

Gambar 3.10 N-connector dengan penambahan kabel tembaga 3 cm

3.5.3 Hasil Rancangan Antena Horn Piramida

Antena horn piramida yang telah dibuat merupakan hasil dari perancangan yang ada, dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.11 Hasil Rancangan Antena Horn

3.6 Pengukuran Parameter Antena Horn Piramida

Setelah menjalani proses perancangan dan pembuatan antena horn piramida, proses berikutnya adalah pengujian atau pengukuran beberapa parameter antena yang dibutuhkan untuk mengetahui apakah antena yang sudah dirancang memenuhi standar antena horn piramida 2,4 GHz dan layak untuk digunakan pada komunikasi data atau jaringan komputer secara wireless dengan frekuensi 2,4 GHz.


(39)

51

Ada beberapa parameter antena yang diukur untuk menunjukkan karakteristik serta kemampuan kerja dari antena, antara lain: SWR, impedansi, pola radiasi, dan gain.

3.6.1 Pengukuran VSWR dan Impedansi Input

Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) dan impedansi input merupakan parameter yang mengindikasikan kesesuaian sebuah antena terhadap saluran transmisi dan frekuensi kerjanya, sehingga mempengaruhi daya yang diterima. Pada pengukuran ini menggunakan Advantest R3770 Network Analyzer (NA) untuk mendapatkan nilai VSWR dan impedansi input antenna horn piramida.

Gambar 3.12Advantest R3770 Network Analyzer

Peralatan yang digunakan pada pengukuran VSWR dan impedansi input: 1. Advantest R3770 Network Analyzer

2. Antena horn piramida 2,4 GHz 3. Kabel Koaxial


(40)

Gambar 3.13 Rangkaian Pengukuran VSWR dan Impedansi Input

Langkah-langkah pengukuran VSWR dan impedansi input:: 1. Merangkai peralatan seperti pada Gambar 3.13.

2. Menghidupkan dan mengalibrasi Network Analyzer (NA).

3. Menghubungkan antena horn piramida yang sudah dirancang dengan NA menggunakan kabel koaxial.

4. Mengambil gambar dari display NA untuk nilai VSWR yang kemudian file disimpan.

5. Mengambil gambar dari display NA untuk nilai impedansi input dengan mode diagram smith-chart yang kemudian file disimpan.

Antena Horn

Piramida Network

Analyzer advantest R3770 Kabel Koaxial


(41)

53

3.6.2 Pengukuran Pola Radiasi Antena

Pengukuran pola radiasi dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk pola radiasi antena horn piramida yang telah dibuat. Selain itu yang paling penting adalah mengetahui seberapa jauhkah ketepatan perancangan antena dan apakah antena yang telah dibuat telah sesuai dengan harapan.

Terdapat beberapa jenis pola radiasi, antara lain dinyatakan dalam pola kerapatan daya (W/m) serta pola kuat medan (A/m). Secara ideal, antena penerima dapat digunakan sebagai antena pemancar dengan sifat yang sama (prinsip reprositas). Untuk memudahkan pengukuran, maka antena horn piramida digunakan sebagai antena penerima dengan memakai asumsi prinsip reprositas.

Untuk mendapatkan hasil yang baik dari pengukuran pola radiasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan adalah menghindari gangguan pantulan dari benda disekitar pengukuran, tinggi antena default sebagai pemancar di sisi access point dengan antena horn piramidal yang diukur sebagai penerima di sisi laptop haruslah sejajar dan lurus. Pola radiasi suatu antena merupakan karakteristik yang menggambarkan sifat radiasi antena pada medan jauh sebagai fungsi dari arah.

Arah disini adalah memutar antena penerima dari posisi 00 sampai 3600, baik pada bidang H maupun pada bidang E. Untuk mengukur pola radiasi antena yang sudah dibuat, maka antena tersebut dipakai sebagai antena penerima, dengan bantuan laptop dan di tambahkan access point dengan frekuensi 2,4 GHz yang kemudian diletakkan antena horn piramida sebagai pengganti antena eksternal dari

access point. Pada pengukuran ini antena pemancar menggunakan antena yang sudah terpasang oleh access point TP-link (TL-WA5110G) standar protokol 802.11g dengan frekuensi 2,4 GHz.


(42)

Peralatan yang digunakan dalam pengukuran pola radiasi ini diantaranya adalah : 1. Laptop

Pada pengukuran parameter antena dan pengujian antena pada jaringan

wireless ini penggunaan laptop sangat dibutuhkan. Laptop yang digunakan adalah laptop support dengan jaringan wireless. Melalui laptop, kita dapat memantau aktifitas wireless yang ada dengan menggunakan software monitor. Software yang digunakan adalah Netstumblerdan software dari access point.

Gambar 3.14 Penggunaan Laptop pada Pengukuran 2. Access Point

Alat ini sering digunakan sebagai piranti server pada jaringan WLAN. Dan biasanya diletakkan di langit-langit dalam ruangan WLAN indoor. Alat ini dapat menyalurkan data secara wireless dari PC ke PC secara infrastruktur.

Access Point (AP) ini disertai adaptor sebagai pencatu daya dari alat tersebut, juga tersedia kabel UTP agar dapat terhubung secara wired dan antena eksternal dengan gain 4 dBi. Ada 3 indikator led di pinggir alat ini terdiri dari :

power, LAN dan WLAN. Led pada power menyala memberitahukan AP tercatu oleh listrik melalui adaptor, led pada LAN menyala memberitahukan AP oleh listrik melalui adaptor, led pada LAN menyala memberitahukan AP terhubung


(43)

55

secara wired melalui kabel UTP dan led pada WLAN memberitahukan AP terhubung secara wireless dengan piranti lain.

Gambar 3.15 Access PointTP-Link tipe TL-WA5110G

Pada tugas akhir ini, digunakan AP produk TP-Link tipe TL-WA5110G standar IEEE 802.11g dengan frekuensi 2,4 GHz. Access Point digunakan sebagai pemancar dan penerima, dimana antena yang digunakan sebagai antena eksternal disisi penerima digantikan dengan antenna horn piramida. Sebelumnya yang perlu diperhatikan dalam menggunakan AP untuk koneksi antar jaringan komputer secara wireless adalah penamaan SSID (Service Set IDentifier).

3. Kabel pigtail

Kabel ini digunakan untuk menghubungkan antena Horn piramida yang sudah dibuat dengan access point yang terhubung dengan laptop. Gambar kabel

pigtail dapat dilihat pada Gambar 4.7 . Pigtail merupakan kabel yang berdiameter relatif kecil sepereti ekor babi yang terdiri dari sambungan antara konektor tipe male MC-card dan konektor tipe male N-type, dimana konektor tipe male

MC-card untuk menghubungkan pigtail dengan access point dan konektor tipe male N-type untuk menghubungkan pigtail dengan antena.


(44)

Gambar 3.16 Kabel Pigtail

Pengukuran Pola radiasi dilakukan dua kali, yaitu pola radiasi pada bidang H dan pola radiasi pada bidang E. Dalam pengukuran harus memperhatikan jarak pada proses pengukuran.

Peralatan yang digunakan pada pengukuran pola radiasi ini diantaranya adalah : a. Antena horn piramida yang telah dibuat

b. Laptop

c. 2 buah Access Point pada sisi pengirim dan penerima

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan pengukuran pola radiasi yaitu :

1. Merangkai peralatan-peralatn seperti pada Gambar 3.17 , memastikan posisi

Access Point (AP) dan antena yang diukur sejajar.

Gambar 3.17 Rangkaian Peralatan Pengukuran Pola Radiasi Pigtail 5 meter

Laptop Kabel UTP

Access point Access point


(45)

57

2. Menyalakan laptop dan memasangkan access point, memastikan antena dan

access point sudah benar-benar terhubung dengan menggunakan kabel pigtail. Jika laptop yang digunakan support dengan wireless maka perangkat wireless

pada laptop dipastikan mati.

3. Menyalakan Access Point (AP), memastikan indikasi led pada power menyala. AP yang terpasang adalah AP yang telah diset .

4. Set alamat IP pada laptop. IP pada laptop harus satu network dengan IP pada AP. IP pada AP adalah 192.168.1.1.

5. Setelah semua terangkai dengan benar cek apakah sinyal AP telah dapat tertangkap oleh antena horn piramida yang terhubung dengan laptop. Ini dapat dilihat dengan memilih menu Wireless mode client survey.

6. Mencatat nilai level sinyal yang tertera pada laptop pada sudut 00. Level sinyal pada laptop dapat dipantau dengan menggunakan sotware Netstumbler atau dari nilai sinyal yang terdapat pada AP List.

7. Memutar posisi antena menjadi 100, 200, 300hingga posisi 3600dengan aturan seperti pada Gambar 3.18, lalu mencatat nilai level daya ke dalam tabel pada posisi sudut tersebut, untuk mendapatkan hasil pola radiasi bidang H.

8. Setelah mendapatkan nilai tersebut konversi level dalam unit dB tersebut menjadi satuan milliwatt menggunakan persamaan:

dB(W) = 10 Log W P

1 ………. (3.10)

9. Untuk membantu mengetahui hasil gambar pola radiasi dari hasil data secara mudah dan cepat berdasarkan pada data yang sudah diambil dari posisi sudut 00 sampai 3600 pada level sinyal pola radiasi bidang H, dapat digunakan


(46)

10. Setelah mendapatkan gambar grafik pola radiasi untuk bidang H, maka ulangi langkah percobaan 1 - 6.

11. Memutar posisi antena menjadi 100, 200, 300, .... , 3600 dengan aturan seperti pada Gambar 3.19, lalu mencatat nilai level dBW ke dalam tabel pada posisi sudut tersebut, untuk mendapatkan hasil pola radiasi bidang E.

12. Mengulangi langkah percobaan 8, setelah itu melakukan langkah percobaan 9 untuk hasil data level sinyal pola radiasi bidang E.

Gambar 3.18 Posisi Antena untuk Pola Radiasi Bidang H


(47)

59

3.6.3 Pengukuran Gain

Untuk menyatakan gain maksimum antena horn piramida ini dengan cara membandingkan dengan antena lain dari Access Point (dengan metode pengukuran). Dalam posisi ini antena penerima harus mempunyai polarisasi yang sama dengan antena pada Access Point dan selanjutnya ia diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya output maksimum.

Gambar 3.20 Pengukuran Gain dengan Membandingkan Besarnya Daya yang Diterima

Kabel UTP

Access Point

Access Point Udara


(48)

6

TEORI PENUNJANG

2.1 Umum

Pada bab ini akan diberikan teori dasar yang melandasi permasalahan dan penyelesaian yang dibahas dalam tugas akhir ini. Teori dasar yang diberikan meliputi : terminologi antena, yang memberikan definisi dan klasifikasi tentang antena yang telah berkembang sampai saat ini, waveguide. Selanjutnya, diberikan teori tentang antena horn dan parameter-parameternya.

2.2 Terminologi Antena

Antena (antenna atau areal) didefinisikan sebagai suatu struktur yang berfungsi sebagai media transisi antara saluran transmisi atau pemandu gelombang dengan udara, atau sebaliknya. Karena merupakan perangkat perantara antara saluran transmisi dan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan saluran pencatunya.

Secara umum, antena dibedakan menjadi antena isotropis, antena

omnidirectional, antena directional, antena phase array, antena optimal dan antena adaptif. Antena isotropis (isotropic) merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Antena ini tidak ada dalam kenyataan dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisa struktur antena yang lebih kompleks. Antena omnidirectional adalah antena yang memancarkan daya ke segala arah dan bentuk pola radiasinya digambarkan seperti bentuk donat


(49)

7

(doughnut) dengan pusat berimpit. Antena ini ada dalam kenyataan dan dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks. Misalnya, suatu antena dengan gain 10 dBi (kadang-kadang dinyatakan dalam “dBic” atau disingkat “dB” saja). Artinya antena ini pada arah tertentu memancarkan daya 10 dB lebih besar dibanding dengan antena isotropis. Ketiga jenis antena diatas merupakan antena tunggal dan bentuk pola radiasinya tidak dapat berubah tanpa merubah fisik antena atau memutar secara mekanik dari fisik antena.

Selanjutnya adalah antena phase array yang merupakan gabungan atau konfigurasi array dari beberapa antena sederhana dan menggabungkan sinyal yang menginduksi masing-masing antena tersebut untuk membentuk pola radiasi tertentu pada keluaran array. Setiap antena yang menyusun konfigurasi array disebut dengan elemen array. Arah gain maksimum dari antena phase array dapat ditentukan dengan pengaturan fase antar elemen-elemen array.

Antena optimal merupakan suatu antena dimana penguatan (gain) dan fase relatif setiap elemennya diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan kinerja (performance) pada keluaran yang seoptimal mungkin. Kinerja yang dimaksud antara lain signal to interference ratio, SIR atau signal to interference plus noise ratio, SINR. Optimasi kinerja dapat dilakukan dengan menghilangkan atau meminimalkan penerimaan sinyal yang dikehendaki (interferensi) dan mengoptimalkan penerimaan sinyal yang dikehendaki.

Antena adaptif merupakan pengembangan dari antena phase array maupun antena optimal, dimana arah gain maksimum dapat diatur sesuai dengan gerakan dinamis (dinamic fashion) obyek yang dituju. Antena dilengkapi dengan digital


(50)

signal processor(DSP), sehingga secara dinamis mampu mendeteksi dan melacak berbagai macam tipe sinyal, meminimalkan interferensi serta memaksimalkan penerimaan sinyal yang diinginkan.

2.3 Teori Tentang Antena

Yang dimaksud dengan antena adalah perangkat yang berfungsi memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik ke atau dari udara. Dalam perencanaan antena, harus mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya adalah arah radiasi yang diinginkan, polarisasi yang dimiliki, frekuensi kerja dan bandwith (lebar bidangnya).

Gambar 2.1Blok Sistem Antena

Untuk antena microwave, terutama pada frekuensi di atas 1 GHz penggunaan

waveguide, antena luasan, antena microstrip, dan antena celah akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat. Karena pada umumnya antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik, gain yang relatif tinggi.


(51)

9

Gambar 2.2 Ilustrasi Kerja Antena

2.3.1 Parameter-parameter Antena

Disini akan dibahas parameter-parameter yang digunakan dalam sistem antena. Parameter yang selalu digunakan dalam sistem antena adalah pola radiasi, direktivitas dan gain,bandwith, HPBW.

2.3.1.1 Pola Radiasi

Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagi suatu pernyataan secara grafis yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena (pada medan jauh) sebagi fungsi dari arah itu adalah pointing vektor, maka ia disebut sebagai Pola Daya (Power Pattern)


(52)

Gambar 2.4 Ilustrasi Pola Radiasi

Gambar 2.5Keterangan Pola Radiasi

Beam utama (main beam) atau lobe utama (main lobe) adalah pancaran utama dari pola radiasi suatu antena.

Lobe kecil (minor lobes) adalah pancaran-pancaran kecil selain pancaran utama dari pola radiasi antena.

Lobe sisi (side lobes) adalah pancaran-pancaran kecil yang dekat dengan pancaran utama dari pola radiasi antena.


(53)

11

Lobe belakang (back lobe) adalah pancaran yang letaknya berlawanan dengan pancaran utama dari pola radiasi antena.

 Titik setengah daya (Half power point) adalah suatu titik pada pancaran utama yang mempunyai nilai daya separuh dari harga maksimumnya.

Half power beam width (HPBW) adalah lebar sudut yang memisahkan dua

titik setengah daya pada pancaran utama dari pola radiasi.

Front to back ratio adalah perbandingan antara daya maksimum yang di pancarkan pada lobe utama (main lobe) dan daya pada arah belakangnya.

2.3.1.1.1 Bidang Pola Radiasi

Penamaan bidang pola radiasi antena :

 Bidang elevasi = pola radiasi antena yang diamati dari sudut elevasi.

 Bidang azimuth = pola radiasi antena yang diamati dari sudut azimuth.

 Bidang E = bidang medan listrik dari pola radiasi antena.

 Bidang H = bidang medan magnet dari pola radiasiantena.


(54)

Gambar 2.7Pola Radiasi dipole λ/2 2.3.1.2 Half Power Beam Width (HPBW)

Parameter lain didalam pola daya adalah half power beam width (HPBW), yang merupakan lebar sudut yang memisahkan antara dua titik pada beam utama dari suatu pola daya, dimana daya pada dua titik itu sama dengan separuh dari daya maksimumnya

HP = θHP left – θHP right ...(2.1) Dimana θHP left dan θHP right adalah titik-titik disebelah kanan dari maksimum beam utama dimana harga pola daya pada kedua titik itu sama dengan separuh dari harga maksimumnya. ellipsnya sama dengan nol sehingga perputaran ujung vector medannya seolah-olah hanya bergerak maju mundur pada garis satu saja, maka keadaan itu membuat polarisasi ellips munjadi polarisasi linear. Polarisasi inilah yang dalam kemungkinannya bisa berupa polarisasi linear dengan arah vertikal, polarisasi linear dengan arah horisontal ataupun polarisasi linear antara kedua posisi itu (miring).

2.3.1.3 Bandwith Antena

Pemakaian sebuah antena didalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena


(55)

13

dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar ia dapat menerima atau memancarkan gelombang yang mengandung band frekuensi tertentu. Pengertian harus dapat bekerja dengan efektif disini adalah distribusi arus dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benarbenar belum banyak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan serta VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas yang diijinkan. Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan inilah yang dinamakan

Bandwith antena. Suatu misal, sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar fc, namun ia masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (dibawah fc) sampai dengan fu (diatas fc), maka lebar Bandwith dari antena itu adalah (fu – f1). Tetapi apabila dinyatakan dalam prosen,bandwith antena tersebut adalah :

Bandwith yang dinyatakan dalam prosen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwith antena-antena yang memiliki band sempit (narrow band ). Sedangkan untuk menyatakan bandwith antena band lebar (broad band) biasanya digunakan definisi ratio perbandingan antar batas frekuensi atas dan frekuensi bawah .

Suatu antena digolongkan sebagai antena broadband, apabila impedansi dan pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang berarti untuk fu/f1≥2. batasan yang digunakan untuk mendapatkan fu dan f1 adalah ditentukan oleh harga VSWR = 2


(56)

Tabel 2.1 Contoh Penampilan Lebar band Frekuensi

Bandwith antena sangat dipengaruhi oleh luas penampang konduktor yang digunakan serta susunan fisiknya (bentuk geometrisnya). Misalnya pada antena

dipole, antenna tersebut akan mempunyai bandwith yang semakin lebar apabila konduktor yang digunakannya semakin besar. Demikian pula pada antena yang mempunyai susunan fisik smoth, biasanya antenna tersebut akan menghasilkan pola radiasi dan impedansi masuk yang berubah secara smoth terhadap perubahan frekuensi (misalnya pada antena bionical, log periodic dan sebagainya ). Selain itu, pada jenis antena gelombang berjalan (traveling waves) ternyata dijumpai lebih lebar range frekuensi kerjanya dari pada antena resonan.

2.3.1.4 Direktivitas dan Gain Antena

Salah satu karakteristik antena yang dapat memberikan gambaran berapa banyak energi yang dikonsentrasikan pada arah yang dikehendaki terhadap arah yang lain disebut directivity. Pengertian directivity ini akan sama dengan power gain apabila antena itu 100% efisien. Biasanya power gain suatu antena


(57)

15

dinyatakan secara relatif terhadap antena referensi isotropis atau dipole ½ λ. Sebelum masalah radiasi direktivitas dan gain antena ini dibicarakan lebih lanjut, terlebih dahulu dikemukakan pengertian intensitas radiasi yang mempunyai definisi :

Intensitas radiasi adalah daya yang dipancarkan pada suatu arah persatuan sudut ruang (solid angle), sedemikian sehingga total daya dipancarkan sumber sudut itu merupakan integral keseluruhan dari intensitas radiasi terhadap sudut ruang.

Dimana dΩ = sin θ dθ dФ

karena intensitas radiasi diatas sebanding dengan magnitude pointing vektor, maka intensitas radiasi akan sebanding pula dengan kuadrat pola medan |F(θ, Ф)|, sehingga intensitas radiasi dapat juga ditulis dalam bentuk :

Dimana : Um = magnitude (besar maksimum) dari intensitas radiasi. Dengan demikian intensitas radiasi rata-rata adalah :

2.3.1.5.1 Direktivitas

Direktivitas suatu antena didefinisikan sebagai perbandingan antara harga maksimum intensitas radiasi dengan intensitas radiasi rata-rata yang dipancarkannya .


(58)

Sedangkan perbandingan intensitas radiasi pada suatu arah tertentu dengan radiasi rata-rata dinamakan directivity gain .

Dengan demikian definisi directivity secara sederhana tidak lain merupakan harga maksimum dari directivity gain.

2.3.1.5.2 Gain

Apabila suatu antena dipakai sebagai antena pemancar, pada umumnya daya yang diradiasikan sedikit kurang jika dibandingkan dengan daya yang diberikan oleh transmitter di terminal catunya, hal ini disebabkan adanya faktor efisiensi pada setiap antena, yang dinyatakan dengan :

Gain antena mempunyai hubungan erat dengan direktivity dan faktor efisiensi ini. Secara kwantitatif, power Gain didefinisikan sebagai :

...(2.11) Dengan persamaan (2.16) dan (2.17) , maka power gain menjadi :

Sehingga power gain maksimum antena adalah [1] :

G

=

e

.

D

...(2.13)

Persamaan diatas adalah persamaan secara teoritis bisa digunakan untuk menghitung suatu gain antena. Namun dalam prakteknya jarang gain antena


(59)

17

dihitung berdasarkan directivity dan efisiensi yang dimilikinya, karena untuk mendapatkan directivity antena memang diperlukan perhitungan yang tidak mudah.

2.4 Pengertian Waveguide

Waveguide adalah saluran tunggal yang berfungsi untuk menghantarkan gelombang elektromagnetik (microwave) dengan frekuensi 300 MHz – 300 GHz. Dalam kenyataannya, waveguide merupakan media transmisi yang berfungsi memandu gelombang pada arah tertentu. Secara umum waveguide dibagi menjadi tiga yaitu, yang pertama adalah Rectanguler Waveguide (waveguide dengan penampang persegi) dan yang kedua adalah Circular Waveguide (waveguide

dengan penampang lingkaran), dan EllipsWaveguide (waveguide dengan penampang ellips) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8

Gambar 2.8Jenis Waveguide

Dalam waveguide diatas mempunyai dua karakteristik penting, yaitu : 1. Frekuensi cut off, yang ditentukan oleh dimensiwaveguide.


(60)

2. Mode gelombang yang ditransmisikan, yang memperlihatkan ada tidaknya medan listrik atau medan magnet pada arah rambat.

Faktor-faktor dalam pemilihan waveguide sebagai saluran transmisi antara lain :

1. Band frekuensi kerja, tergantung pada dimensi. 2. Transmisi daya, tergantung pada bahan.

3. Rugi-rugi transmisi, tergantung mode yang digunakan.

Pemilihan waveguide sebagai pencatu karena pada frekuensi diatas 1 GHz, baik kabel pair, kawat sejajar, maupun kabel koaksial sudah tidak efektif lagi sebagai media transmisi gelombang elektromagnetik. Selain efek radiasinya yang besar, redamannya juga semakin besar.

Pada frekuensi tersebut, saluran transmisi yang layak sebagai media transmisi gelombang elektromagnetik (microwave) adalah waveguide. Waveguide

merupakan konduktor logam (biasanya terbuat dari brass atau aluminium) yang berongga didalamnya, yangpada umumnya mempunyai penampang berbentuk perseg (rectanguler waveguide) atau lingkaran (circular waveguide).

Saluran ini digunakan sebagai pemandu gelombang dari suatu sub sistem ke sub sistem yang lain. Pada umumnya di dalam waveguide berisi udara, yang mempunyai karakteristik mendekati ruang bebas. Sehingga pada waveguide

persegi Medan listrik E harus ada dalam waveguide pada saat yang bersamaan harus nol di permukaan dinding waveguide dan tegak lurus. Sedangkan medan H juga harus sejajar di setiap permukaan dinding waveguide. Dikatakan mode TE (Transverse Electric) karena hanya komponen medan listrik yang tegak lurus terhadap arah propagasi.


(61)

19

2.4.1 Karakteristik Waveguide

Karakterik dari waveguide dapat dilihat pada Gambar2.2 dibawah ini :

Gambar 2.9Karakteristik umum waveguide

Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa frekuensi kerja berada di antara fmin dan fmax, Band frekuensi kerja : ω > ωc atau λ< λc. Selain itu waveguide juga memiliki karakteristik yang penting yaitu frekuensi cut off dan mode gelombang yang ditransmisikan.

2.5 Waveguide Persegi

Waveguide persegi adalah bumbung gelombang dengan penampang persegi dan model ini sering digunakan dalam praktik. Hal ini disebabkan karena perencanaan, analisa serta pembuatannya relatif mudah. Dalam analisanya,

waveguide persegi memberikan hasil yang sederhana, dengan menggunakan


(62)

Gambar 2.10Sistem koordinat untuk waveguide

2.5.1 Konfigurasi Medan pada Waveguide Persegi

Konfigurasi dari medan E dan H dari rectangular waveguide mode TE10 dapat dilihat pada Gambar 2.11 .

Gambar 2.11Konfigurasi medan E dan H dalam rectangular waveguide

2.6 Mode Domain (MODE TE10)

Mode yang paling sederhana dan seringkali digunakan dalam aplikasi mode TE dan mempunyai frekuensi cut off yang paling rendah diantara mode-mode TE yang lain adalah mode TE10. Mode ini dinamakan mode dominan mode TE dalam rectangular waveguide. Persamaan untuk mode TE10, dapat diperoleh dengan memasukkan m = 1 dan n = 0 ke dalam persamaan berikut :


(63)

21

Sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut :

Distribusi untuk mode ini dapat dilihat pada Gambar 2.5. Frekuensi cut off untuk mode ini dapat dinyatakan dengan persamaan 2.11 :

Dimana a adalah dimensi panjang waveguide.

μ0 adalah permeabilitas.

ε0 adalah permitivitas, dimana permeabilitas dan permitivitas tergantung dari bahan yang mengisi dalam waveguide persegi yaitu udara.


(64)

2.7 Coupling Untuk Waveguide

Untuk membangkitkan suatu mode dari suatu waveguide, diperlukan peralatan untuk menghubungkan kedalam dan keluar dari waveguide. Permasalahannya adalah bagaimana menghubungkan energi dari suatu saluran transmisi USB Adapter WiFi ke waveguide. Pertama, saluran transmisi dapat dihubungkan medan listrik dari waveguide dengan memasukkan suatu USB Adapter WiFi ke dalam waveguide sedemikian rupa sehingga USB Adapter WiFi

muncul didalam waveguide setinggi λ/4. Dengan cara seperti ini USB Adapter WiFi menghubungkan medan listrik didalam waveguide. Situasi ini ditunjukkan oleh Gambar 2.6 yang mana aplikasi tersebut untuk mode TE10 didalam

waveguide persegi. Metode coupling semacam ini akan berfungsi sebagai sumber arus dengan suatu short circuit yang ditentukan prinsip konversi arus.

USB Adapter WiFi ke kabel Koaksial

Gambar 2.12Coupling medan listrik

Metode kedua dari sistem coupling suatu saluran transmisi USB Adapter

WiFi ke suatu waveguide adalah dengan menghubungkan medan magnetnya.

Metode ini dikerjakan dengan menyisipkan suatu loop dari kawat kedalam


(65)

23

tegangan open-circuit dapat ditentukan dengan menggunakan aplikasi dari persamaan Maxwell .

E.dl = - j μHda ...(2.25)

2.8 Teorema Luasan Tangkap (Aperture)

Suatu antena yang mempunyai struktur berupa suatu luasan yang dilalui gelombang elektromagnetik dinamakan antenna luasan (aperture antenna). Antena horn adalah merupakan salah satu contoh dari antena luasan. Konsep dari

aperture ditunjukkan sangat sederhana, yaitu dengan mempertimbangkan suatu antenna penerima. Andaikata bahwa antena penerima adalah suatu horn elektromagnetik yang dibenamkan didalam medan dari suatu gelombang datar serba sama. Ambilah vektor poynting, atau kerapatan power dari gelombang datar S watt permeter persegi. Apabila horn menyerap semua power dari gelombang melalui seluruh luasan a1, maka power P yang diserap dari gelombang adalah :

P = S . A (watt) ………... ...(2.26) Sehingga, horn elektromagnetik dapat dianggap sebagai suatu aperture. Power

total yang diserap dari gelombang yang melaluinya menjadi sebanding dengan

aperture atau luasan mulut.

2.9 Teori Tentang Antena Horn

Antena horn merupakan antena yang paling banyak dipakai dalam sistem komunikasi gelombang mikro. Antena ini ada dan mulai digunakan pada tahun 1800-an. Antena ini mempunyai gain yang tinggi, VSWR yang rendah, lebar pita (bandwidth) yang relatif besar, tidak berat, dan mudah dibuat. Berdasarkan bentuk


(66)

luasannya, antena horn diklasifikasikan dalam dua jenis (lihat Gambar 2.13) yaitu antena horn persegi (rectangular horn antenna) dan antena horn kerucut (conical horn antenna).

Gambar 2.13 (a) Antena horn persegi (b) Antena horn kerucut

Antena horn digunakan secara luas, diantaranya sebagai elemen penerima untuk radio astronomi, tracking satelit, serta sebagai pencatu pada reflektor antena parabola. Jenis antena horn yang sering dipakai dalam praktek adalah antena horn piramida, karena itu dalam bab ini akan dijelaskan karakteristik dari antenna horn jenis piramida, khususnya mengenai pola radiasi, factor penguatan dan keterarahannya.

Horn dapat dianggap sebagai bumbung (bumbung) gelombang yang dibentangkan sehingga gelombang-gelombang didalam bumbung tersebut menyebar menurut suatu orde tertentu dan akan menghasilkan suatu distribusi medan melalui mulut horn sehingga dapat dianggap sebagai sumber radiasi yang menghasilkan distribusi medan melalui suatu luasan tangkap. Amplitudo dan fase medan pada bidang mulut horn tergantung pada jenis dan mode gelombang catu yang masuk ke horn melalui bumbung gelombang dan tergantung pada sifat-sifat horn. Karakteristik medan-medan radiasi misalnya : pola radiasi, faktor


(67)

25

penguatan, keterarahan dan sebagainya sangat ditentukan oleh dimensi antenna horn, seperti panjang horn R, lebar a dan tinggi b atau ukuran-ukuran aperture.

2.9.1 Antena Horn Persegi

Ada tiga macam antena horn persegi seperti ditunjukkan (lihat gambar 2.14). Antena horn ini dicatu melalui bumbung gelombang yang dindingnya melebar. Untuk bumbung gelombang dengan mode dominan, bidang-E berada dibagian vertical sedangkan bidang-H berada dibagian horisontal. Antena horn yang mengalami pelebaran pada bidang yang lebar serta bidang yang sempit tidak mengalami perubahan dinamakan antena horn sektoral bidang-H. Dan sebaliknya, jika antara horn ini mengalami pelebaran pada bidang yang sempit dinamakan sebagai antena horn sektoral bidang-E. Jika kedua bidang antena mengalami pelebaran maka disebut sebagai antena horn piramida.


(68)

2.9.2 Antena Horn Piramida

Antena horn persegi yang paling populer adalah antena horn jenis piramida (pyramidal horn antenna). Seperti yang ditunjukan pada (lihat gambar 2.15), antena ini mengalami pelebaran pada kedua sisinya. Ukuran dari penampang bumbung gelombangnya adalah a dan b, dengan a adalah bagian yang lebih lebar dari pada bagian b.

(a)


(69)

27

Gambar 2.15 (a) Bentuk antena horn piramida (b) Sektoral bidang-E

(c) Sektoral bidang-H

Dari gambar (bidang-E) secara geometris dimensi antena horn bisa dinyatakan sebagai berikut :

Sedangkan untuk bidang-H dimensinya dapat dinyatakan dengan : (c)


(70)

Dengan : PH= Jarak dari virtual apex ke bidang aperture bidang-H PE = Jarak dari virtual apex ke bidang aperture bidang-E

a1= Ae= ukuran mulut antena horn ke arah medan listrik b1=Ah= ukuran mulut antena horn ke arah medan magnet

a, b = ukuran dari penampang bumbung gelombang (waveguide)

2.9.3 Pola Radiasi Antena Horn Piramida

Untuk menentukan pola radiasi antena horn piramida sebagai fungsi dari medan jauh, maka terlebih dahulu ditentukan medan listriknya pada luasan (mulut) horn.

Dengan :

E0 = konstanta

βg = konstanta fase di dalam bumbung gelombang η= impedansi intrinsic

Medan listrik yang sampai ke mulut horn akan mengalami perubahan, artinya setiap titik pada mulut horn akan mempunyai fase berbeda karena mempunyai jarak yang tidak sama di hitung dari puncak horn. Dari gambar (2.15), bisa dilihat bahwa panjang R berubah-ubah, dimana semakin kedinding horn R semakin panjang. Gelombang yang sampai dimulut horn akan mempunyai perbedaan fase terhadap fase di pusat horn. Sedangkan konstanta fasenya juga mengalami


(71)

29

perubahan, dari βg (konstanta fase di dalam bumbung gelombang) menjadi β (konstanta fase di ruang bebas). Akan tetapi untuk horn yang mulutnya besar (a1, b1) >> λ sehingga βg ≈ β. Pola radiasi pada bidang-H dapat memakai distribusi perbedaan fase pada bidang-H sebagai fungsi posisi (x,y). Distribusi perbedaan fasenya dapat dinyatakan:

Nilai maksimum x = ± maka beda fase maksimumnya

Sehingga,

dicari dapat a

t

1 1

8

 ………...(2.38)

) (

8 3

8 1

1 optimum a

top   

 ………(2.39)

Dengan a1 (optimum) = 31

Sedangkan HPBW untuk perilaku antena optimum dapat ditentukan dari pola plot pada gambar (2.16) untuk t = 3/8, sinar utama (main beam) terjadi pada titik -3 dB untuk (a1/λ) sin θH =0,68. sehingga HPBW optimum untuk Bidang-H adalah :


(72)

Gambar 2.16 Plot pola radiasi untuk horn sektoral bidang-H

Pola radiasi pada E dapat memakai distribusi perbedaan fase pada bidang-E sebagai fungsi posisi (x, y). Distribusi perbedaan fasenya dapat dinyatakan dengan

Nilai maksimum dari y = ± b1/2, maka maksimum perbedaan fasenya menjadi,

Dengan, b1 (optimum) = 22

Sedangkan HPBW untuk perilaku antena optimum dapat ditentukan dari pola plot pada gambar (2.17) untuk s = ¼ sinar utama (main beam) terjadi pada titik -3 dB untuk (b1/λ) sin θE =0,47. Sehingga HPBW optimum untuk bidang-E adalah :


(73)

31

Fungsi FH (θ) dan FE (θ) dapat digambarkan seperti tampak pada gambar (2.16) dan gambar (2.17), untuk bermacammacam harga t dan s, merupakan pola umum dari pola radiasi antena, yang didapatkan untuk ukuran horn tertentu a1 dan b1 (panjang dan lebar dari mulut horn). Gambar (2.16) pola bidang- H merupakan fungsi dari (a1/λ) sin θ sedangkan pola bidang-E pada gambar (2.17) merupakan fungsi (b1/λ) sin θ. Dimana factor elemennya (1 + cos θ)/2 tidak diikutkan. Dibawah ini gambar dari plot pola radiasi untuk horn sektoral bidang-E.

Gambar 2.17 Plot Pola Radiasi untuk Horn Sektoral Bidang-E

Dengan menggunakan gambar (2.16) dan gambar (2.17) dapat ditentukan HPBW-nya yaitu :

 Untuk harga t = 3/8, kedudukan titik -3 dB diperoleh pada harga (a1/λ) sin

θ = 0,68. sehingga HPBW pada bidang-H (HPH) adalah 2θH = 2 sin-1 (0,68 λ/a1).

 Untuk harga s= ¼, keduduka titik -3 dB diperolehpada harga (b1/λ) sin θ = 0,47. sehingga HPBWpada bidang-E (HPE) adalah 2θE = 2 sin-1 (0,47


(74)

2.9.4 Keterarahan dan Faktor Penguatan

Keterarahan adalah salah satu parameter yang dipakai untuk menentukan penampilan dari suatu antena. Keterarahan dapat dihitung dari persamaan :

) 0 , 0 ( 2 ) 0 , ( cos 1 )

( 0 0

0            I I

Fh ………..(2.45)

 

2

1 2 2 2 3 4 2 3 4 ) 2 ( ) 2 ( 4 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 cos 1 ) (             s S s C r S r S r C r C

Fe   ………(2.46)

1 sin /(4 )

2

3 s A s

r    e  

……….(2.47)

A s

s

r4 2 1 esin/(4 ……….(2.48) Dengan memakai persamaan medan listrik pada luasan mulut horn, maka dapat dicari parameter-parameter berikut dengan bantuan integral fresnel cosinus dan sinus : R A q e  2  ……….(2.49)

x t dt x C 0 2 ) 2 / ( cos )

(  ………....(2.50)

x t dt x S 0 2 ) 2 / ( sin )

(  ………...(2.51)

………(2.52)

……. . ………(2.53)

Dengan persamaan-persamaan diatas diperoleh keterarahan seperti berikut :

               

E H

p D

b D a

D   


(75)

33 Dengan, q q S q C A A

D e h

E

) ( ) (

32 2 2

2     ……….(2.55)

 

2

2 1

2 2

1) ( ) ( ) ( )

( 4 P S P S P C P C A R A D h e

H   

 ………(2.56) Dengan,

( ) ( ) ( ) ( )

) ( ) ( ) ( ) ( ) 0 , ( 1 1 2 2 2 1 sin 8 1 1 2 2 2 1 sin 8 0 t jS t C t jS t C e s jS s C s jS s C e I A t x j A t x j                                          ……….(2.57) Dimana :

a1= Ae= ukuran mulut antena horn ke arah medan listrik b1=Ah= ukuran mulut antena horn ke arah medan magnet

a, b = ukuran dari penampang bumbung gelombang (waveguide)

ρ1, ρ2 = panjang axial dari horn dilihat dari bidang-E dan bidang-H.

2.10 MATLAB 6.5

Matlab 6.5 merupakan software program aplikasi yang digunakan untuk komputasi teknik. Nama Matlab merupakan singkatan dari MATrix LABoratory. Matlab mampu mengintegrasikan komputasi, visualisasi, dan pemrograman untuk dapat digunakan secara mudah. Penggunaan Matlab diantaranya adalah pada:

1. Matematika dan Komputansi 2. Pengembangan algoritma

3. Pemodelan, simulasi, dan prototyping 4. Analisa, eksplorasi, dan visualisasi data 5. Pengolahan grafik untuk sains dan teknik


(76)

Pada tugas akhir ini Matlab 6.5 digunakan untuk proses pengolahan data, yakni proses yang berkaitan dengan analisa dan visualisasi data.

2.10.1 Lingkup Matlab

Ada beberapa tools yang disediakan oleh Matlab 6.5 diantaranya sebagai berikut: • Command Window, yang berfungsi untuk tempat memasukkan dan

menjalankan variabel (fungsi) dari Matlab dan M File.

• Command History, yang berfungsi menampilkan fungsi-fungsi yang telah dikerjakan pada command window.

• Launch Pad, yang berfungsi untuk akses tools, demo, dan dokumentasi semua produk Math Works.

• Help Browser, yang berfungsi untuk menampilkan dan mencari dokumentasi yang ada pada Matlab.

• Current Directory Browser, yang berfungsi menampilkan file-file Matlab dan file yang terkait serta mengerjakan operasi file seperti membuka dan mencari isi file.

• Workspace Browser, yang memuat variabel-variabel yang dibuat dan yang disimpan dalam memori saat penggunaan Matlab.

• Editor / Debugger, yang berfungsi untuk membuat dan memeriksa M File Beberapa tools ini merupakan tools yang secara umum digunakan pada Matlab, namun sebenarnya selain itu ada banyak tools tambahan lainnya pada Matlab.


(77)

35

Gambar 2.18 Matlab

2.10.2 M File Editor

M File merupakan file teks yang memuat variabel- variabel dan fungsi yang ada pada Matlab. M File berupa nama file script dalam Matlab yang disimpan dengan ekstensi ‘.m’.

M File memudahkan dalam penulisan (pembuatan) program dalam Matlab. Dimana fungsi-fungsi yang ada pada M File tersebut dapat mengakses semua variabel Matlab dan menjadi bagian dari ruang kerja Matlab.


(78)

(79)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sistem komunikasi yang merupakan andalan bagi

terselenggaranya integrasi sistem telekomunikasi secara global adalah sistem

komunikasi nir-kabel (wireless). Sistem komunikasi nir-kabel (wireless)

memanfaatkan udara sebagai saluran transmisinya dengan menggunakan jalur

frekuensi 2,4 GHz. Teknologi wireless banyak digunakan oleh masyarakat

harganya yang sekarang sudah terjangkau dan menghemat dana untuk biaya

penarikan kabel, selain itu teknologi ini sangat praktis dan efisien.

Berbicara tentang sistem komunikasi wireless, peran antena sangatlah

penting. Sesuai definisinya, antena adalah alat yang digunakan untuk mengubah

sinyal RF yang berjalan pada konduktor menjadi gelombang elektromagnetik di

ruang bebas. Kebanyakan antena adalah alat yang beresonansi, yang beroperasi

secara efisien pada sebuah pita frekuensi yang relatif sempit.

Dalam suatu sistem komunikasi radio peranan antena sangat penting, yaitu

untuk meradiasikan gelombang elektomagnetik. Antena horn piramida

umumnya dioperasikan pada frekuensi gelombang mikro (microwave) di atas

1000 MHz mempunyai gain yang tinggi, VSWR yang rendah, lebar pita

(bandwidth) yang relatif besar, tidak berat, dan mudah dibuat. Antena ini

merupakan antena celah (aperture anntena) berbentuk piramida yang mulutnya

melebar ke arah bidang medan listrik (E) dan bidang magnet (H) dengan


(80)

implementasi-nya antena ini digunakan untuk wireless LAN 2,4 GHz dan

memasangnya pada jalur yang bebas dari halangan (Line of Sight) karena jika

rambatan sinyal terganggu, maka kualitas sinyal akan terganggu dan akhirnya

akan mengganggu komunikasinya.

Hal tersebut di atas yang melatarbelakangi keinginan penulis untuk

memahami lebih dalam tentang perancangan dan pembuatan antena horn

piramida serta implementasi antena pada wireless LAN 2,4 GHz pada jalur

yang bebas dari halangan (Line Of Sight). Oleh karena keinginan tersebut maka

penulis mengambil judul “ Rancang Bangun Antena Horn Piramida untuk Link

Line Of Sight Wireless LAN 2,4 GHz”.

1.2 Tujuan

Penelitian pada Tugas Akhir ini bertujuan sebagai berikut :

a. Mendesain dan membuat antena horn piramida pada frekuensi 2,4

GHz.

b. Mengimplementasikan antena horn Piramida dalam jaringan komputer

Local Area Network (LAN) sehingga teknologi ini dapat digunakan

pada jaringan Wireless LAN

c. Membandingkan hasil pengukuran dengan hasil simulasi

menggunakan SuperNEC 2.9.

d. Mengukur karakteristik dari antena horn piramida pada frekuensi 2,4


(81)

3

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan pada tugas akhir ini adalah

mendesain dan membuat antena horn piramida untuk aplikasi WLAN 2,4 GHz

dengan menggunakan access point, serta mengukur karakteristiknya yang

meliputi pola radiasi dan gain (dengan perbandingan antena omnidirectional

pada access point) dan kemudian membandingkan hasil pengukuran dengan

hasil perhitungan menggunakanSuperNEC 2.9.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam tugas akhir ini yaitu :

a. Bahan yang digunakan adalah almunium, dengan ketebalan 1,7 mm.

b. Penguatan yang dihasilkan di atas 15 dB.

c. Kinerja antena horn pada aplikasi WLAN 2,4 GHz

1.5 Metodologi Penelitian

Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, dilakukan metode sebagai berikut :

a. Studi Literatur. Teori yang dipelajari adalah waveguide persegi, antena

horn piramida untuk perancangan.

b. Perancangan dan Pembuatan Antena. Pada tahap ini, dilakukan

perancangan sekaligus pembuatan antena horn piramida. Antena akan

dibuat dari almunium dengan ketebalan 1,7 mm.

c. Pengukuran Karakteristik. Pada tahap ini, dilakukan pengukuran

karakteristik antena horn piramida untuk mendapatkan parameter


(82)

d. Evaluasi dan Analisa. Pada tahap ini, dilakukan evaluasi dan analisa

berdasar hasil pengukuran. Selain itu, juga diberikan kesimpulan dan

saran bagaimana bila antena tersebut digunakan pada sistem wireless

2,4 GHz.

e. Penulisan laporan Tugas Akhir. Pada tahap ini, dilakukan penulisan

laporan Tugas Akhir tentang hasil penelitian.

1.6

Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan tugas akhir ini direncanakan sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang uraian latar belakang, tujuan, rumusan masalah,

batasan masalah, metodologi penelitian, serta sistematika pembahasan.

BAB 2 : TEORI PENUNJANG

Bab ini berisi tentang pembahasan teori dasar antena mikrowave terutama

antena horn.

BAB 3 : PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUKURAN

PARAMETER ANTENA HORN PIRAMIDA

Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai perancangan, pembuatan, dan

pengukuran parameter antena horn piramida, serta penerapannya yaitu

pada frekuensi 2,4 GHz.

BAB 4 : DATA DAN ANALISA

Bab ini berisi tentang hasil pengujian serta analisa hasil pengukuran secara


(83)

5

BAB 5 : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan hasil akhir dari penyelesaian secara

keseluruhan tugas akhir antena horn piramida untuk link line of sight


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

✓✔✕✔✖✗✘ ✙✚✔ ✛ : Wiandini Fauziah

Nim : 13106009

Tampat, Tanggal Lahir : Bandung, 11 Juni 1988

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Mahasiswi

Alamat Asal : Jl. Mengger Hilir No.58 Kec. Dayeuhkolot Bandung - 40267 No. Handphone : 081809911495


(2)

II. PENDIDIKAN FORMAL

✜✢✢ ✣✤✥✦✦ ✦ : SDN Babakan Tanjung 2000 – 2003 : SLTPN 2 Dayeuhkolot 2003 – 2006 : SMAN 11 Bandung


(3)

RANCANG BANGUN ANTENA HORN PIRAMIDA

UNTUK LINK LINE OF SIGHT

WIRELESS LAN 2,4 GHz

TUGAS AKHIR

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh pendidikan Program Sarjana di Jurusan Teknik Elektro

Disusun Oleh :

Wiandini Fauziah 1.31.06.009

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


(4)

84

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan isi yang ada pada Tugas Akhir, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembuatan antena berdasar pada hasil perhitungan menggunakan matlab didapatkan dimensi untuk antena Horn Piramida yang menggunakan waveguide persegi dengan ukuran a= 8,63 cm dan b= 7,01 cm sebagai ukuran mulut antena horn bidang H= 35,5 cm sedangkan ukuran mulut antena horn bidang E=27,4 cm 2. Implementasi antena horn piramida pada jaringan WLAN 2,4 GHz sinyal yang

didapatkan lebih besar pada saat line of sight baik ketika diaplikasikan sebagai antena penerima maupun sebagai antena pemancar daripada ketika antena dipasang pada jalur yang tidak line of sight.

3. Parameter antena yang dihasilkan dari pengukuran yaitu VSWR yang bernilai 1,581 , Impedansi input yang diperoleh yaitu 51,025 Ω + j23,088Ω ,gain hasil dari realisasi antena yang sesuai dengan hasil perancangan yaitu 16,15 dBi pada jarak 200 m, dan pola radiasi antena horn piramida yang diperoleh yaitu pola radiasi yang terarah.

4. Nilai parameter antena horn piramida yang dihasilkan dari simulasi menggunakan SuperNEC 2.9 lebih bagus dibandingkan dengan hasil pengukuran, akan tetapi pola radiasi hasil pengukuran menghasilkan pola radiasi antena horn piramida yang terarah.


(5)

85

5.2 Saran

Dari Tugas Akhir yang telah dilakukan kiranya masih diperlukan pembenahan-pembenahan sehingga didapatkan hasil yang lebih memuaskan. Saran-saran yang dapat diberikan diantaranya adalah pengembangan simulasi baik untuk mencari dimensi antena maupun simulasi untuk mencari parameter-parameter antena yang lebih baik lagi yaitu pengembangan akurasi perhitungan sehingga metode ini dapat dikembangkan sebagai pemecah masalah pada desain antena lain selain antena Horn Piramida. Pemilihan bahan dan material pembuat antena yang lebih tepat serta penggunaan peralatan yang lebih diperhatikan kepresisiannya agar hasil yang diperoleh sesuai dengan perhitungan secara simulasi atau perhitungan secara teoritis.


(6)