Keanekaragaman, parasitisasi dan penyebaran parasitoid pada pertanaman padi dan tebu di daerah geografik yang berbeda di Pulau Jawa
l.-\R.ISl'fIS:\SI I);\h I'I:S\'lB;\llr\S
I'ARASITOID PADA PER.f;\XAhl;\S 1';\1)1
I)r\K
I'EBII Dl
DitEIIAH CEOCRAFII< \'r\KG BERBEI).A Dl PlJI,AU JA\\'/\
PR0CliAh.I I'ASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOCOR
2002
ABSTRAK
HASMIANDY HAMID. Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran I'ara5i101J
pada Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Derbcda Di I'ulnu Jauu.
Dibinibing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan HERMANU TRIWIDODO.
I'enelitian dilaksanakan di beberapa wilayah di I'ulau Jawa, diantaranya
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Subang, Purwokerto dan Yogyakarta.
Penelitian dilaksanakan ~nulai Oktober 2000 sampai Desember 2001. Penelitian
bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman, parasitisasi dan penyebaran parasitoid
pada lansekap pertanian kompleks dan sederhana di daerah gcografik yang berbeda di
Jawa, dan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun pada musim tanam yang
berbeda. Parasitoid dikoleksi dari inang yang dianibil dari lapang dengan
menggunakan metode transek. Keanekaragaman parasioid diukur dengan indeks
Shannon dan kemiripan spesies antar wilayah diukur dengan menggunakan indeks
Jackard.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga parasitoid
ditentukan oleh lansekap suatu wilayah, kondisi lokal dari daerah dan musim tanam,
juga pola penanaman dari suatu daerah. Lansekap pertanian yang kompleks dari suatu
daerah yang luas dapat mempertinggi keanekaragaman parasitoid. Dilihat dari
kemiripan spesies parasitoid, tidak terlihat perbedaan yang berarti antara wilayah
dengan stmktur lansekap kompleks dan sederhana pada tanaman padi, sedangkan
untuk tanaman tebu, hampir tidak terlihat kemiripan spesies antara daerah dengan
struktur Iansekap yang berbeda maupun yang sama. Tingginya serangga inang yang
terparasit dan tingkat persentase parasitisasi cendemng tidak dipengaruhi oleh
tingginya keanekaragaman, sedangkan pada telur Scirpophaga, jenis parasitoid yang
sama akan memperlihatkan tingkat persentase parasitisasi yang berbeda pada daerah
yang berbeda. Parasitoid dari ordo Hymenoptera mendominasi jenis parasitoid yang
ditemukan dibandingkan dengan ordo Diptera, sedangkan parasitoid dari ordo lainnya
tidak didapatkan. Pada umumnya parasitoid yang ditemukan adalah parasioid primer,
namun hiperparasitoid juga didapatkan dari famili Ceraphronidae, Encyrtidae dan
Pteromalidae. Kebanyakan parasitoid yang ditemukan berasal dari superfamili
Ichneumonoidea, sedangkan umumnya serangga inang berasal dari ordo Lepidoptera.
Perbedaan stmktur lansekap juga mengakibatkan perbedaan kompleksitas jaringjaring makanan. Daerah dengan struktur lansekap yang lebih kompleks cendemng
memiliki kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan daerah dengan stmktur
lansekap yang lebih sederhana.
SURAT PERNYATAAN
Ilmgan ini saya menyatakan bahirta tesis yang bcrjudul
Keanekaragaman, Parasitisasi dan I'enyebaran Parasitoid pada I'crtananian
I'adi dan Tebu Di Daerah Geografik yang Berbeda Di I'ulau J a v a
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua s u n ~ b e rdata dan informasi yang digunakan telah dinyarakan secara jclas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 25 Maret 2002
I-IASMIANDY HAMlD
Nrp. 99194
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA PERTANAMAN PAD1 DAN TEBU DI
DAERAH GEOGRAFIK YANG BERBEDA DI PULAU JAWA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk niemperoleh yelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PER'TANIAN BOGOli
2002
Judul Tesis
: Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran Parasitoid pada
Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Berbeda
Di Pulau Jawa
Nama
: Hasmiandy Hamid
NRP
: 99194
Program Studi
:
Entomologi/Fitopatologi
Menyetujui:
1. Komisi Pembinlbing,
Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Ketua
Anggota
Mengetahui:
2. Ketua Program Studi,
Entomologi/Fitopatologi
Tanggal Lulus : 25 Maret 2002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 2 September 1973, sebagai
anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Drs. H. Abdul Hamid dan Hj. Hasni
Syamsuddin.
Penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada SMA Negeri 2
Ujung Pandang pada tahun 1991. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan pada Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin
(UNHAS) Ujung Pandang. Penulis memilih Jumsan Hama dan Penyakit Tumbuhan
(HPT) dengan spesialisasi Ilmu Hama Tumbuhan dan berhasil meraih gelar Sarjana
Pertanian pada tahun 1996.
Sejak tahun 1997, penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap yayasan Mr.
Dr. H. M. Natzir Said Makassar pada Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas
Satria Makassar sampai sekarang.
Penulis mendapat kesempatan unluk melanjutkan pendidikan Sz tahun I990
pada Program Pascasarjana Institut I'enanian
Uogor dengan Program Studi
Entomologi/Fitopatologi. Pada jenjang ini, penulis mendapat bantuan biaya dari
Beasiswa Program Pascasarjana (BPI'S), 1)ircktorar Jendcral Pendidikan Tinggi.
Ilcpanc~ncnI'endidikan Nasional.
KATA PENGANTAR
,=+Jlc--J~~le
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
yang berjudul "Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran Parasitoid pada
Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Berbeda Di Pulau Jawa".
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing yang terdiri dari ibu Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. sebagai ketua dan
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc sebagai anggota, atas pengarahan dan bimbingan
yang telah diberikan mulai penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian dan
penulisan tesis. Selain itu, ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Dirjcn
Dikti, Rektor IPB, Direktur Program Pascasarjana 1PB dan seluruh Staf Pengajar
Program studi Entomologi/Fitopatologi, yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi pada Program studi Entomologi/Fitopatologi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya buat lbunda Hj.
Hasni dan Ayahanda Drs.H.L. Abdul Hamid serta Mama Zavvarni dan Papa Ramli
Syamsik atas doa dan dukungnya baik moril dan materil. Tak lupa pula penulis
berterima kasih buat istriku Renny Sriwirdani dan anak tercinta Anisah Tsabitah atas
doa, dukungan dan dampingannya selama penyelesaian pendidikan, bcgitu pul;~
dcngan seluruh keluarga yang mendoakan pnulis. 'ferimu kasih jug& penulis
sa~npaikankcpada Rizal atas dukungan dan bantuannya selama darl sclclah pnclitian.
l'ak Sapdi dan Rina atas bantuan i'asilitas komputcrnya, juga pada rckan-rekan
seangkatan penulis, serta semua pihak yang tidak senipat kami scbut satu per satu
yang telah membantu dan mendukung penulis dalani n~enyelesaikanstudi. Semoga
semuanya mendapat balasan dari yang Maha Kuasa, Insya Alloh. Mudah-rnudahan
tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Aaamin.
Bogor,
25 Marct 2002
Penulis
DrtFTttK IS1
Ilalaman
DA1:TAR TABEL ......................
.
.
.
.
.
.
.......................................
DAFTAR GAMBAR ....................... .
.
......
..............................
is
s
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
I.
11.
111.
1
PENDAHULUAN UMUM
1.1
Latar Belakang .......................
.
.
...........
.
...............................
I
1.2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................
.
.
.
3
I .3
Daftar Pustaka .............................................................................. 3
.......,....,
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1
Sejarah Hidup Parasitoid ..............................................................
5
2.2
................... , .,, ,.
Keanekaragarnan parasitoid ................................
0
2.3
Stmktur Lansekap ...................................................
,,.,,.....,,.,.,....,
X
2.4
Taman Nasional Gunung Halimun
II
2.5
Daftar Pustaka ...........................................................................
...
12
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA LANSEKAP PERTANIAN DATARAN
TINGGI DAN RENDAH Dl DAERAH GEOGRAFIK YANG
BERBEDA DI JAWA ..............................................................
IV.
16
3.1
Abstrak
16
3.2
Pendahuluan ............................
.
.............................
17
3.3
Bahan dan Metode ......................................................
19
3.4
Hasil ..........................;..................................................
22
3.5
Pembahasan .................................................................................. 47
3.6
Kesimpulan ...............................................................
55
3.7
Daftar Pustaka ..................................................................
56
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA PERTANAMAN PAD1 DI KAWASAN
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN PADA MUSIM
TANAM YANG BERBEDA
.............................................................
60
V.
4.1
Abstrak .........................................................................................
4.2
Pendahuluan .................................................................................
4.3
Bahan dan Metode ........................................................................
4.4
Hasil .............................................................................................
4.5
Pembahasan ..................................................................................
4.6
Kesimpulan
4.7
Daftar Pustaka ..............................
............................
.
.
.
............................................
PEMBAHASAN UMUM .....................
VI . KESIMPULAN ...................................................................................
6.1
Kesimpulan ...............................
6.2
Saran ........................
1.AMPIRAN ....................................................................................................
DAFTAR TABEL
Jumlah ordo (0), famili (I.'), spesies (S), individu (N), indeks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid di daerah
yang berbeda pada pertanaman padi ...................... .
.
.
.
..................
Indeks kesamaan Jackard (Cj) dari parasitoid antar daerah pada
pertanaman padi ........................ .
.
....................................................
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N), indeks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) serangga inang di
daerah yang berbeda pada pertanaman padi ....................
.
...............
Indeks kesamaan Jackard (Cj) dari serangga inang antar daerah
pada pertanaman padi ............................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, serangga inang dan
lokasi penyebarannya pada tanaman padi ....................
.
.......
.
........
Rata-rata persentase parasitisasi dari scrangga inang yang
ditemukan pada daerah yang berbeda pada tanoman padi ....................
I'ersentase parasitisasi dari niasing-masing parasitoid pada serangga
inang di daerah yang berbeda pada tananian padi .................................
Ilata-rata persentase parasitisasi dari bcrbagai parasitoid pada
tclur Scirpophugu innoiuiu di kbcrapa d a e r ~ hp ~ d awakru yang
k r b e d a .................................................................................................
Komponen-komponen yang menyusun lansekap dari bcbcnlp;~
drier;ih yang dianiati pada pertanaman padi ......................................
Jumlah ordo (0). famili (F), spesies (S), individu (N). iritleks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid di daerah
yang berbeda pada pertanaman tebu ....................
. . . . .
....................
lndeks kemiripan Jackard (Cj) dari parasitoid antar daerah
pada pertanaman tebu ........................................................................
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N). indeks
Shannon (ti'), dan indeks kemerataan (E) serangga inang di dacmh
yang berbeda pada pertanaman tebu ............................
.
.
.................
Indeks kemiripan Jackard (Cj) dari serangga inang antar daerah
pada pertanaman tebu ............................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, scrangg;t in;uig dan
lokasi penyebarannya pada tanaman tebu .............................................
Rata-rata persentase parasitisasi dari
serangga inang yang
ditemukan pada wilayah yang berbeda di tanaman tebu ...............
....
3.16 Komponen-komponen yang menyusun lansekap dari beberapa
daerah yang diamati pada pertanaman tebu ...................
.
.
.
.........
I
4.2
47
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N), indcks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid pada nlusinl
yang berbeda di Taman Nasional Gunung Haliniun .............................
65
Jumlah ordo (0), famili (F), spesis (S), individu (N), indeks
Shannon (H') serangga inang pada musim yang berbeda di
Taman Nasional Gunung Halimun ....................................................
66
4.3
Rata-rata persentase parasitisasi pada serangga inang yang
ditemukan di musim dan lokasi yang berbeda ...................................... 70
4.4
Jumlah telur dan persentase parasitisasi pada Scirpophcrgo i ~ l ~ l o r c l r tdir
musim yang berbeda di Taman Nasional Gunung Halimun .................
71
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, serarlgga inang dan lokasi
penyebarannya pada tanaman padi ...................
.
................................
77
4.5
DAFTAR GAMBAR
3.1
I'ersentase parasitisasi Telenon~usrolvuni (A), 7i.let1ot11rr.v r1ig111r.s(13).
Trici~ogrurnrnujuponicum (C), Trichornulopsis upcrt~teloclrrrtr (I)).
Te~rusrichus schoenobii (E) pada telur Scirpophugu it~nottrlu di
wilayah yang berbeda .............................................................................35
3.2
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di
Cisarua, Taman Nasional Gunung Halimun (S, : Serangga inang kc-i:
P, : Parasitoid ke-i; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(narna spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nania spcsies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .............................................
37
3.3
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di
I'angguyangan, Tarnan Nasional Gunung Haliniun (S, : Serangga inang
ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP : Hiperparasitoid; kotak yang terpisah
pada parasitoid menunjukkan perbedaan takson; ketebalan garis
menunjukkan banyaknya individu) (nama spesies parasitoid dapat
dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies inang dapat dilihat pada Tabel
3.4
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Cibatu
hilir, Subang (S, : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid kc-i, 1-11' :
I-liperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid lnenunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis nlenunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nanla spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) ......................................................... 38
3.5
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Cibatu
girang, Subang (S, : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) ..................................................
38
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di Pondok
lakah 1, Punvokerto (Si : Serangga inang ke-i; Pi : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .......................................................
39
3.6
3.7
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di Pondok
lakah 2, Punvokerto (Si : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .........................................................
40
3.8
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Kali
putih, Bantu1 (Si : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i; kotak yang
terpisah pada parasitoid menunjukkan perbedaan takson; ketebalan
garis menunjukkan banyaknya individu) (nama spesies parasitoid
dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies inang dapat dilihat pada
Tabe13.6) ................................................................................................ 41
4.1
Indeks keanekaragaman parasitoid pada waktu yang berbeda di
Legok (A) dan Pangguyangan (B) (Musim hujan) .................................
68
Indeks keanekaragaman serangga inang pada wakru yang
berbeda di Legok (A) dan Pangguyangan (B) (Musim hujan) ...............
69
4.2
5.1
Jaring nlakanan pada habitat pertanaman padi dengan scrangga
herbivor tunggal (Pi : Parasitoid ke-i, HP : Hiperparasitoid; ketebalan
garis menunjukkan banyaknya individu) (nana spesies parasitoid
dapat dilihat pada Tabel 3.5) .................................................................. 87
DAFTAR LAMPIRAN
Lokasi pengamatan di Bantul (a) dan Subang (b) pada pertanaman
padi yang mempunyai stmktur lansekap pertanian dataran rend ah .......
92
Lokasi pengamatan di Pondok lakah 1 (a) dan Pondok lakah 2 (b)
pada pertanaman padi yang mempunyai stmklur lansekap pertanian
dataran tinggi ......................................................................................... 92
Lokasi pengamatan di Taman Nasional Gunung Halimun yang pada
pertanaman padi mempunyai struktur lansekap pertanian dataran
. .
ttnggl .....................................................................................................
93
Lokasi pengamatan di Bantul pada pertananian tebu yang mempunyai
struktur lansekap pertanian dataran rendah (Pandes)(a) dan tinggi
(Kanoman)(b) ........................................................................................93
Beberapa jenis parasitoid yang menyerang larva I'urt~rrrc~(a)
diantaranya Apat7teles agilis (b), Mucrocenrrincre sp. (c), I'eirbueia
(f) ....
orbuta (d), Cerapronidae (e) dan Trichon~alopsisuput~teloc/et~cr
Beberapa jenis parasitoid yang menyerang larva Ctr(~phulocrosis
medinolis (a) diantaranya Exoristu (b), EIasnllrs (c), Copidosonropsis
(d) dan Ceromyia silacea (e) .................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang menyerang Scirpophugu innottrtu (a)
diantaranya Telenomus rowani (b), Tetrasrich~cs schoenobii (c),
Trichonralopsis apanteloctena (d), Telerlornus digt~lrs (e) dan
Trichogramma japonicum ( f ) ................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertananian
padi di Cisama, Taman Nasional Gunung Halimun .............................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Cisarua, Taman Nasional Gunung Halimun ..........
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Pangguyangan, Taman Nasional Gunung Haliniun ..................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pangguyangan, Taman Nasional Gunung
Halimun .................................................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Cibatu hilir, Subang ..................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Cibatu hiiir, Subang ...............................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Cibatu girang, Subang ...............................................................
94
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid
pertanaman padi di Cibatu girang, Subang .....................................
pada
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Pondok lakah 1, Punvokerto .................................... . ..............
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pondok lakah 1, Punvokerto ..................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang p d a pertanaman
padi di Pondok lakah 2, Punvokerto ........................... ....................
.
.
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pondok lakah 2, Punvokerto ..................................
Perhitungan indeks Shannon (11') serangga inang pada pertananian
padi di Kali putih, Bantul
Perhitungan indeks Shannon (ti') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Kali putih, Bantul .......................................
...........
Perhitungan indeks Shannon ( t i ' ) serangga inang pnda pertananian
tebu di Pranibanan .................................................................................
Perhitungan indeks Shannon (ti') serangga parasitoid pad3
penanaman tebu di Pranibanan ..........................
.
.
.
..........................
Perhitungan indeks Shannon (1-1') serangga inang pada pcrt;inariian
tebu di Pandes, Bantul ...........................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di Pandes, Bantul ......................
.
.
........................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pc.rtananian
tebu di Kanoman, Klaten ..............
.
.............. ......................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di Kanoman, Klaten ...................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
tebu di Depok, Bantul ...........................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di di Depok, Bantul ....................................................
I. PENDAHULUAN UMUM
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini perturnbuhan populasi manusia sangat tinggi. Tingginya populasi
manusia ini mengakibatkan kebutuhan akan ruang dan makanan juga akan meningkat.
Oleh karena itu, manusia berupaya mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia
untuk meinenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Namun dalam upaya eksploitasi
surnber daya alam ini, sering timbul dampak negatif terhadap ekosistem secara
keselumhan, terutama bagi mahluk hidup lainnya. Dampak negatif yang paling besar
yang terjadi selama 30 tahun terakhir ini adalah hilangnya populasi dan spesies di
alam. Primack, Priatna, Indrawan dan Kramadibrata (1998) mengemukakan bahwa
hilangnya populasi secara lokal biasanya disebabkan oleh keberadaan populasi baru
melalui penyebaran, tetapi kegiatan manusia meningkatkan kepunahan seribu kali
lipat dan di abad ke-20, diketahui ratusan spesies vertebrata mengalanii kepunahan,
demikian pula ribuan invertebrata yang diperkirakan punah, yang disebabkan ole11
manusia. Selanjutnya Samways (1994) menyatakan pula bahwa kecepatan kepunahan
dipercepat oleh aktifitas manusia dan kcniungkinan kecepatannya 1.000 sanipai
10.000 kali lebih cepat daripada terjadi secara alami.
Hilangnya populasi dan spesies pada suatu ekosistem mengakibatkan
tcrjadinya penurunan keanekaraganian hayati pada ckosistcni tersebut sehingga akan
hrdanipak pula terhadap stabilitas ckosistcni t~.rscbut. Oleh karcna iru. kcgiatan
rnanusia yang dapat berdampak negatif tcrhadap kcanekarugam hayati ini pcrlu
diwaspadai. Berbagai ancaman terhadap keanekaragalnan hayati yang disebabkan
oleh kegiatan manusia adalah perusakan habitat, pemisahan habitat, gangguan pada
habitat (termasuk polusi), penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan
manusia, introduksi spesies-spesies eksotik dan penyebaran penyakit (Primack dkk
1998).
Jumlah keseluruhan spesies yang telah diketahui dan dicatat adalah sekitar 1,5
juta dan dua pertiganya didapatkan di daerah sedang "temperate", kebanyakan dari
spesies tersebut adalah serangga (May 1988). Oleh karena itu, ancaman terhadap
hilangnya keanekaragaman serangga lebih besar dibandingkan mahluk hidup lainnya.
Ukuran tubuh serangga yang kecil mengakibatkan sedikit saja perubahan pada habitat
yang terjadi akibat aktifitas manusia dapat berdampak sangat buruk terhadap
keberadaan
serangga
yang
kemudian
berdampak
terhadap
berkurangnya
keanekaragaman serangga. Pembersihan tanaman semak maupun pagar yang
berbunga disekitar pertanaman budidaya dapat berdampak kurang baik terhadap jenis
serangga tertentu seperti parasitoid karena tidak adanya sunlber rnakanan talnbahan
dan tempat berlindung yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Baggen dan
Gurr
(1998)
mengemukakan
bahwa
keberadaan
tananian
berbunga
dapat
nieningkatkan keperidian dan lama hidup imago parasitoid. Jumlah yang sangat besar
dari serangga menyebabkan ia dapat ditcmukan di bcrbagai habitat dan gangguan atau
rusak bahkan hilangnya habitat tersebut berakibat hilangnya berbagai jenis scrangga
sang inendiami habitat tersebut.
Peningkatan kebutuhan pangan yang seiring dengan makin meningkatnya
junilah penduduk mengakibatkan perubahan terhadap pola penggunaan lalian di
3
berbagai daerah. Dobson (1996) mengemukakan bahwa sekitar 4700 x lo6 hektar
atau 23 persen dari lahan di permukaan bumi digunakan manusia untuk produh,~
pertanian. Pola penggunaan lahan yang yang intensif ini selanjutnya dapat
mempengaruhi keanekaragaman serangga pada suatu daerah. Di daerah yang
merupakan pusat pertanian dan terletak di dataran rendah, umumnya dijumpai
struktur lansekap pertanian yang sederhana dan berupa hamparan tanaman budidaya
yang sangat luas. Lain halnya dengan daerah yang bukan nierupakan pusat pertanian
dan terletak di dataran tinggi, struktur lansekap pertanian umumnya lebih kompleks
dan didominasi oleh tanaman budidaya serta berbagai jenis komponen-komponen
lansekap lainnya, seperti sungai, ladang, seniak, hutan dan sebagainya. Perbedaan
struktur lansekap ini mengakibatkan pula perbedaan terhadap keanekaraganlan
spesies serangga yang menempati habitat tersebut.
Mengingat pentingnya peranan parasitoid dalam pengaturan dan menjaga
stabilitas populasi serangga inang pada suatu ekosistem pertanian, diperlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai hubungan antara keanekaragaman dan
keberadaan parasitoid pada tipe lansekap yang berbeda, nantinya pengetahuan ini
dapat digunakan untuk merancang sistem pengelolaan habitat pertanian yang
memberikan keuntungan dan rneningkatkan efisiensi pengendalian biologi pada
berbagai tipe lansekap pertanian.
1.2
Tujuan dan Manfant Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk nienipelajari keanekaragaman.
parasitisasi dan penyebaran parasitoid pada daerah geografik yang berbeda di pulau
Juwa.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infornlasi tentang
keanekaragaman, penyebaran dan parasitisasi parasitoid di daerah geografik yang
berbeda di pulau Jawa yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan
langkah-langkah pengendalian yang akan dilakukan terhadap serangga hama di
lapangan.
1.3
Dnftar Pustaka
Baggen LR, Gurr GM. 1998. The influence of food on Copidosoma koehleri
(Hymenoptera: Encyrtidae), and the use of flowering plants as a habitat
management tool to enhance biological control of potato moth, Pihorimaea
operculella (Lepidoptera: Gelechiidae). Biol Cont 11: 9-1 7.
Dobson AP. 1996. Conservation and biodiversity. New York : Scientific American
Library.
May RM. 1988. How many species are there on earth ? Science 241: 1441-1449.
Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Judul asli : A primer of conservation Biology.
Samways MJ. 1994. Insect conservation biology. London: Chapman and Hall.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Hidup Parasitoid
Istilah parasitoid pertama kali digunakan oleh Ileuter pada tahun 1913 untuk
menjelaskan serangga yang hidup sebagai larva pada jaringan arthropods lain
(biasanya serangga) yang kemudian dimatikannya (I-lasscl dan \Vaage 1984 )
Meskipun demikian, istilah tersebut baru dapat diterinla secara luas sejak 20 t~ltiun
terakhir (Godfray 1994). Parasitoid sering dianggap sebagai predator yang sangat
efisien yang mampu menyempurnakan perkembangannya dalam satu ekor inang yang
hanya
dibunuh
pada
waktu
larva
parasitoid
nlendekati
penyelesaian
perkembangannya (Evans 1984) dan jarang memarasit pada stadia dewasa dari inang
(Gullan dan Cranston 1994). Suatu parasitoid diistilahkan soliter, jika hanya satu
individu yang berkembang dalam satu inang, tetapi kebanyakan spesies biasanya
berkembang beberapa keturunan pada satu inang tunggal yang disebut sebagai
gregarius (Doutt 1964).
Parasitoid dewasa menyerang individu lainnya bukan sebagai makanan untuk
dirinya sendiri tetapi untuk meletakkan telur dan dengan demikian menyediakan
makanan bagi keturunannya. Pada umumnya parasitoid bersifat protelean yaitu
bahwa dalam keadaan dewasa tidak makan jaringan binatang, tidak seperti predator.
Ukuran parasitoid tidak lebih besar dari inangnya, karena mereka berkembang atas
biaya seekor individu inang (Evans 1984). Dalam banyak kasus terdapat sejumlah
larva parasitoid dari spesies yang sama berkembang dalam satu ekor inang, fenomena
yang dinamakan superparasitisme (Evans 1984; Gullan dan Cranston 1994) dan jika
6
dua spesies parasitoid yang berbeda meletakkan telur pada satu inang dan larvanya
menyelesaikan perkembang pada inang tersebut, niaka fenomena itu dinaniakan
mwltiparasitisme (Godfray 1994).
Kekhususan inang sangat bervariasi diantara parasitoid. Satu spesies lalat
Tachinidae dilaporkan menyerang sekitar seratus inang bcrbeda yang berasal dari 18
faniili dari tiga ordo (Evans 1984). Menurut Askew dan Shaw (1986). bcbcrapa
spesies serangga merupakan inang yang konipleks dari 20 atau Icbih spesics
parasitoid, tetapi sebagian besar serangga hanya diserang satu atau dua spesies
parnsitoid saja. Hawkin dan Lawton (1987 diacu dalam May 1988) mengcniukakan
bahwa di Inggris, di dapatkan spesies serangga herbivor yang discrang oleh linia
sanipai 10 parasitoid, dan jumlahnya tergantung dari kisaran geogralik serangga
inang, arsitektur tanaman inang dan berbagai faktor lainnya.
2.2
Keanekaragaman Parasitoid
Kebanyakan serangga dibatasi kehidupannya olcli sernngga para51tolJ.
terutalna
Hymenoptera
parasitika.
Di
Inggris, hanya
pteqgota
dari
ordo
Ephemroptera, Plecoptera, Phthiraptera dan Strepsiptera yang bebas dari serangan
parasitoid (Askew dan Shaw 1986). Sebagian besar parasitoid adalah anggota dari
ordo Hymenoptera atau ordo Diptera (Godfray 1994), selain itu serangga parasitoid
juga ditemukan pada ordo Strepsiptera, Coleoptcra, Lepidoptera (Gordh, Legner dan
Caltagirone 1999), Trichoptera dan Neuroptera (Quicke 1997). Keanekaragaman
tinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yang meniiliki sekitar 200.000 spesies
(Hassel dan Waage 1984) sampai 250.000 spesies (Gauld 1986), bahkan menurut
7
Quicke (1997) sekitar 80 persen dari spesies parasitoid tcrntasuk ke dalam
Hymenoptera. Hymenoptera parasitika ini uniuln dan berlimpah pada semua
ekosistem daratan (LaSalle 1993). I'amili llynicnoptcra yang paling penting dan
suing ditemui berperan sebagai parasitoid adalah lchneumonidac dan l3raconidae
yang menyerang secara luas berbagai ulat, larva kerawai daun, lama dan i~tiago
kunibang dan lain-lain (Clausen 1940). Famili dari ordo Diptera yang seluruh
anggotanya sebagai parasitoid adalah Tacliinidae. Tachinidac dapat secara kolektif
menyerang semua ordo utama dari serangga (Evans 1984), sepcrti Lepidoptera.
Coleoptera, Hemiptera, dan Orthoptera yang kebanyakan reniiasuk spesies hania
(Colles dan MacAlpine 1991). Diptera mcnggunakan inang yang lebih luas (22 ordo.
5 phyllum) daripada kelompok parasitoid lainnya. Sebaliknya, inang dari
Hymenoptera parasitika yang lebih beragam terbatas lianya 19 ordo dalam phylum
Arthropods saja (Feener dan Brown 1997 diacu dalam Sullivan dan V6lkl 1909)
Meskipun parasitoid menyerang tipe inang yang sangat luas, penycbarannya tidak
merata (Askew dan Shaw 1986). Penyebaran serangga parasitoid dipengaruhi oleh
faktor biotik dan abiotik, termasuk suhu dan kelembaban, kelimpahan inang dan
keberadaan saingan (Sivinski, Piero dan Aluja 2000).
Noyes
(1989) mengemukakan
bahwa
pada
Hymenoptera parasitika,
keanekaragarnan kelihatannya menjadi lebih besar pada daerah tropik daripada daerah
sedang, meskipun ada pertimbangan variasi diantara daerah yang berbeda di daerah
tropik. Keanekaragaman spesies yang tinggi di daerah tropis ternyata tidak berlaku
bagi semua kelompok hewan. Pada spesies serangga famili Ichneumonidae, adanya
pemisahan sumber daya, predasi serangga inang, predasi parasitoid dan adanya
8
hipotesis inang beracun menyebabkan lebih rendahnya keanekaragaman dari famili
ini pada daerah tropis dibandingkan daerah sedang (Gauld, Gaston dan Janzen 1992).
Penurunan keanekaragaman parasitoid dari daerah sedang ke daerah tropik umumnya
terjadi pada parasitoid spesialis (koinobion) yang mempunyai kisaran inang sempit
(Hawkins 1994), sedangkan parasitoid generalis spesiesnya akan menjadi lebih kaya
pada daerah tropik (Noyes 1989). Di Sulawesi, keanekaragaman tertinggi dari
Hymenoptera parasitika terdapat di ketinggian kurang dari 1000 m dpl dan
kemungkinan pada 700 m dpl (Noyes 1989), sedangkan untuk daerah Amerika utara
(daerah sedang) kekayaan spesies Icheumonidae cenderung tertinggi pada garis
lintang pertengahan (Skillen, Pickering dan Sharkey 2000). Menurut Atmowidi
(2000),
perbedaan
habitat
pada
berbagai
ketinggian juga
mempengaruhi
keanekaragaman serangga, dirnana habitat hutan submountain dengan ketinggian
antara 1.100-1.200 m dpl memiliki keanekaragaman Hymenoptera yang lebih tinggi
dibandingkan habitat hutan mountain dengan ketinggian antara 1.650-1.750 In dpl.
2.3
Struktur Lansekap
Lansekap didefinisikan sebagai suatu mosaik yang tersusun dari ckosistem
lokal yang mempunyai bentuk semacanl yang berulang-ulang, melalui daerah yang
luasannya kilometer (Forman 1995). Lansekap ini mempunyai 3 struktur dasar, yaitu
matriks, patch dan koridor (Samways 1994). Matriks adalah habitat homogcn yang
paling dominan dalam suatu lansekap. I'atch adalah habitat honiogen yang berbeda
dengan habitat sekelilingnya, sedangkan koridor adalah patch yang bcntuknya
nlenianjang (Forman dan Godron 1986).
(1
Di dalam suatu lansekap pertanian, kebanyakan aliran materi atau kecepatan
alirannya dipengaruhi oleh manusia secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai
contoh, ketika tanaman dipanen, serangga mungkin berpindah ke elemen Iansekap
disebelahnya seperti lahan pinggir, tanaman pagar. i'erpindahan tersebut berlangsung
secara alami, tetapi kecepatan perpindahannya sangat dipercepat oleh aktifitas
pertanian (Landis 1994). Aliran spesies antar habitat dalam lansekap persawahan
dapat ditunjukkan oleh tingginya tingkat kemiripan antara komunitas artropoda
predator penghuni vegetasi liar di lahan pinggir dengan penghuni tanaman padi
(Herlinda 2000).
Pada lansekap yang mengalami perubahan akibat pembukaan lahan,
penyebaran ruang dari spesies tergantung pada karakteristik biologi spesies tersebut
dan pola penggunaan lahan (Burrel dan Baudry 1995). Pemisahan habitat pada
lansekap pertanian merupakan suatu ancaman utama bagi keanekaragaman hayati
yang sangat ditentukan oleh serangga (Kruess dan Tscharntke 1994). Pemisahan
habitat mempengaruhi musuh alami lebih dari inangnya. Pemisahan tidak hanya
mengurangi keanekaragaman hayati tetapi juga predasi dan parasitisasi (Tscharntke
dan Kruess 1999). Pemisahan habitat mempengaruhi keanekaragaman spesies yang
dampaknya sangat besar pada parasitoid. Keadaan ini dapat membebaskan serangga
hama dari parasitisasi sehingga akhirnya menimbulkan ledakan hama (Kruess dan
Tschamtke 1994). Pendapat ini tidak sepenuhnya disetujui oleh Steffan-Dewenter dan
Tscharntke (2000) yang menyatakan bahwa pemisahan habitat tidak selalu dapat
menjelaskan perbedaan dalam keanekaragaman spesies. Musuh alanli pada habitat
yang terpisahkan lebih mungkin menjadi hilang daripada inangnya karena
10
pertumbuhan populasinya hanya dimulai jika populasinya inangnya telah terbentuh
(l'scharntke dan Kruess 1999). Meskipun pemisahan habitat dapat mempengaruhr
parasitoid, namun tanggapan yang diberikan parasitoid berbcda-beda (Uarbosa d m
Benrey 1998).
I'erbedaan parasitisasi antara tepi dan pusat pertanaman berubah sesuai
keanekaragaman stmktur lansekap, pada lansekap sederhana tepi pertanaman
menyebabkan efek yang nyata pada parasitisasi dari hama-hania yang dekat dengan
tepi, sedangkan pada lansekap kompleks efek seperti itu dengan jelas dikesampingkan
oleh kelimpahan yang lebih baik dari musuh alami (Tscharntke 2000). Struktur
lansekap kompleks dengan kepadatan tanaman yang tinggi dan berhubungan dengan
habitat tahunan yang tidak diolah dapat mempertinggi populasi musuh alami. Musuh
alami ini kemudian dapat berpindah ke ladang tanaman setahun yang berada
disebelahnya dan menyerang serangga hama sehingga akhirnya dapat mengurangi
populasi hama dibawah ambang ekonomi (Thies dan Tscharntke 1999). Struktur fisik
yang setierhana pada banyak lansekap pertanian mungkin tidak disenangi oleh spesies
parasitoid yang memerlukan sumber daya yang hanya didapatkan pada habitat bukan
tanamar~budidaya (Landis dan Menalled 1998 diacu dalam Menalled, Marino, Gage,
dan Landis 1999). Keanekaragaman spesies tanaman berpengaruh pada kelangsungan
hidup clan kelimpahan parasitoid (Barbosa dan Benrey 1998). Pada umumnya,
keanekaragaman dan kelimpahan serangga dapat ditingkatkan oleh peningkatan
keanekaragaman dan daerah vegetasi bukan tanaman budidaya (Thomas dan Marshall
1999). Selanjutnya Waage (1991) mengemukakan bahwa vegetasi alami disekitar
II
tananian yang dibudidayakan penting untuk konservasi licanckaragaman nlusuh
alami.
2.4
Taman Nasional Gunung Halimun
Secara geografis Taman Nasional Gunung Halimun terletak antara 106'21 '-
106'38'
BT dan 6'37'
- 6'51'
LS, dibagian barat daya Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan administrasi pemerintahan Taman Nasional Gunung Halimun terletak di
dalam tiga kabupaten, yaitu Bogor, Lebak dan Sukabumi, meliputi 13 kccamatan dan
46 desa (BCP 1999a). Taman Nasional Gunung Halimun niernpunyai luas seh~tar
40.000 hektar dengan karakteristik hutan tropis yang terluas di Pulau Jawa dan lebili
dari 60 % kawasannya adalah hutan primer (BScS 1998).
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dicirikan oleh kondisi iklim
tropis dengan curah hujan yang tinggi dan tidak ada batas yang tegas antara musim
hujan dan kering. Menurut klasifikasi Schmit dan Fergusson, iklim di kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun secara umum termasuk tipe A, dengan curah hujan
tahunan berkisar dari sedikit dibawah 4.000 mm sampai sedikit di atas 5.000 mm
(BCP 1999a). Meskipun hujan dapat diamati sepanjang tahun, bulan paling kering
terjadi rata-rata seiama Juni sampai Agustus (Niijima 1997) dan terbasah (* 550 mm)
antara Oktober dan Maret, dengan rata-rata curah hujan bulanan selalu > 100 mm
sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah (Kartawinata 1975 diacu dalam
Mirmanto dan Wiriadinata 1999).
Secara umum bentang alam Taman Nasional Gunung Halimun bervariasi dari
dataran ke pegunungan, sebagian besar berbukit dan bergunung. Ketinggiannya
bervariasi antara 500 m dpl sampai sedikit diba\vah 2.000 m dpl. Kawasan ini
111erupakanka\vasan berbukit dengan sebngian besar lereng rncnlpunyai kc~niringan
-15 4; dengan luasan 75.7 % dari seluruh kaivasan (BCI' 1999a). I3cl1tang alum tanah
pertanian terdapat di dalam (enclave) dan disekitar 'faman Nasional Gunung
llali~nun.Lahan sawah pada umulnnya nierupakan dataran sempit di lembah di antara
pcrbukitan didalam kawasan Taman Nasional Gunung IHalimun arau nlcrupakarl
dataran luas di luar Taman Nasional Gunung Halimun. Dacrah pcrhuki(a~idi luar
Taman Nasional Gunung Haliniun yang relatif dekat dcngan pcnlukiman biasanya
dijadikan kebun campuran atau dibuat terasering sehingga mcmbentuk lansekap khas
yang indah (BCP 1999b).
2.5
Daftnr pustaka
Atmowidi T. 2000. Keanekaragaman morfospesis 1-lymenoptera parasitoid dali
senyawa antiherbivora di Taman Nasional Gunung Halimun, Java Barat [tcsis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana.
Barbosa P, Benrey B. 1998. The influence of plants on insect parasitoids : implication
for conservation biological control. Di dala~iiBarbosa P, editor. Conservation
biological control. San Diego: Academic press.
[BCP] Biodiversity Conservation Project. 1999a. Rencana penggelolaan Taman
Nasional Gunung Halimun 1998-2023: buku 11 pola umum dan proyeksi
analisis. Kabandungan : Dirjen PKA, LII'I, JICA.
[BCP] Biodiversity Conservation Project. 1999b. Rencana penggelolaan Ta~nan
Nasional Gunung Halimun 1998-2023: buku I11 reneana tata ruang.
Kabandungan : Dirjen PKA, LII'I, JICA.
[BScC] Biological Science Club. 1998. Final report : program pen~anfaatantumbuhtumbuhan oleh masyarakat sekitar Ta~nanNasional Gunung Halimun, Jawa
Barat. Jakarta : Biological Science Club.
Burrel F, Baudry J. 1995. Spesies biodisversity in changing agricultural landscape : a
case study in the Pays d'Auge, France. Agri, Ecos and Environ 55:193-200.
Clausen CP. 1940. Entomophagous insect. New York and London: McGraw-Hill
Colles DH, MacAlpine DK. 1991. Diptera. Di dalam : Nauman ID, Came PB,
Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP, Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn
MJ, editor. The insect of Australia : a textbook for students and research
workers. Melbourne : Melbourne Univ press. hlm 717-786.
Doutt RL. 1964. Biological characteristic of entomophagous adults. Di dalam :
DeBach P, editor. Biological control of insect pest and weeds. London:
Chapman and Hall. hlm 145-167.
Evans HE. 1984. Insect biology : a text book of entomology. Reading, Massachusset:
Addison Wesley .
Forman RTT. 1995. Land mosaics : the ecology of landscape and region. Cambridge:
Cambridge Univ press.
Fonnan RTT, Godron M. 1986. Landscape ecology. New York : John Wiley and
Sons.
Gauld ID. 1986. Taxonomy, its linlitations and its role in understanding parasitoid
biology. Di dalam : Waage J, Greathead D, editor. Insect parasitoids. London:
Academic press. hlm 1-19.
Gauld ID, Gaston KJ, Janzen DH. 1992. Plant allelokchemicals, tritropic interaction
and the anomalous diversity of tropical parasitoid : the nasty host hypothesis
Oikos. 65:353-357.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoid. Princeton, New Jersey: Princeton LJniv press.
Gordh G, Legner EF, Caltagirone LE. 1999. Biology of parasitic llymenoptera. Di
dalam; Bellows, Fisher TW, editor. Hand book of biological control : principles
and applications biological control. San Diego: Academic press.
Gullan PJ, Cranston PS. 1994. The insects : an outline of entomology. London:
Chapman and Hall.
I-iassel MP, Waage JK. 1984. Host-parasitoid population interactions. Ann Rev
Enton~ol.29539-1 14.
Hawkins BA. 1994. Pattern and process in host-parasitoid interaction. Cambridge:
Cambridge Univ press.
Herlinda S. 2000. Analisis komunitas artropoda predator pcnghuni lansekap
persawahan di daerah Cianjur, Jabar [disertasi]. Bogor: Institut I'crtanian Bogor.
Program Pascasarjana.
Kruess A, Tscharntke T. 1994. Habitat fragmentation, species loss, and b~ologlcal
control. Science 264: 158 1-1584.
LaSalle J. 1993. Parasitic Hymenoptera, biological control and biodiversity.
Di dalam : LaSalle J, Gauld ID, editor. Hymenoptera and biodiversity.
Wallingford : CAB int. hlm 197-215
Landis DA. 1994. Arthropod sampling in agricultural landscape : ecological
considerations. Di dalam : Pedigo LP, Buntin GD, editor. Handbook of
sampling methods for arthropods in agriculture. Boca rantan, Ann Arbor,
London, Tokyo: CRC press. hlm 15-3 1.
May RM. 1988. How many species are there on earth ? Science 241: 1441-1449.
Menalled F, Marino PC, Gage SH, Landis DA. 1999. Does agricultural landscape
structure affect parasitism and parasitoid diversity ? Ecol Appl. 9(2): 634-641.
Mirmanto E, Wiriadinata H. 1999. Pola vegetasi dan keanekaragaman jenis tumbuhan
di Taman Nasional Gunung Halimun. Ekspose dan lokakarya potensi Taman
Nasional Gunung Halimun dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Bandung:
26 - 27 Maret 1999.
Niijima K. 1997. Summary of draft of Gunung Halimun National Park management
plant book 11. Di dalam : [BCPI] Biodiversity Conservation Project in
Indonesia. Research and conservation of biodiversity in Indonesia volume I :
general review of the project. Bogor : LIPI, JICA, PHPA.
Noyes JS. 1989. The diversity of Hymenoptera in the tropic with special reference to
parasitica in Sulawesi. Ecol Entomol. 14:197-207.
Quicke DLJ. 1997. Parasitic wasp. London: Chapman and Hall.
Samways MJ. 1994. Insect conservation biology. London : Chapman and Hall.
Sivinski J, Pinero J, Aluja M. 2000. The distribution of parasitoids (Hymenoptera) of
Anasfrepha fruit flies (Diptera: Tephritidae) along an altitudinal gradient in
Veracruz, Mexico. Biol Control 18: 258-269.
Skillen EL, Pickering J, Sharkey MJ. 2000. Species richness of the Campopleginae
and Ichneumoninae (Hymenoptera : Ichneumonidae) along a latitudinal gradient
in eastern North American old-growth forests. Environ Entomol. 29(3):460-466
Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2000. Butterfly community structure in fragmented
habitats. Ecol Letters 3: 449-456.
Sullivan DJ, Volkl W. 1999. Hyperparasitism : multitrophic ecology and behavior.
Annu Rev Entomol44: 291-31 5.
Thomas CFG, Marshall EJP.1999. Arthropod abundance and diversity in differently
vegetated margins of arable fields. Agri Ecos and Environ. 72: 13 1-144.
Tscharntke T. 2000. Parasitoid population in agricultural landscape. Di dalam:
Hochberg ME, lves AR, editor. Parasitoid population biology. Princeton,
Oxford: Princeton Univ press. hlm 235-261.
Tscharntke T, Kruess A. 1999. Habitat fragmentation and biological control. Di
dalam: Hawkins BA, Cornell HV, editor. Theoritical approaches to biological
control. Cambridge: Cambridge Univ press. hltu 190-205.
Usher MB. 1993. A world ofchange : land-use patterns and arthropod community. I)i
dalam: Harrington R, Stork NE, editor. Insect in changing cnviromcnr. Sarl
Diego: Academic press. hlm 371-397.
Waage JK. 1991. Biodiversity as a resource for biological control. Di dalam :
Hawksworth, editor. The biodiversity of microorganisms and invertebrates; its
role in sustainable agriculture. Wallingford : CAB int, hlm 149-163.
111.
KEANEKARAGAMAN,
PARASITISASI
DAN
PENYEBARAN
PARASITOID PADA LANSEKAP PERTANIAN DATARAN TINGGI
DAN RENDAH Dl DAERAH GEOGRAFIK YANG BEllBEDA I l l
JAWA
3.1
Abstrak
Untuk mempelajari keanekaragaman, parasitisasi dan penyebaran paras~to~d
pada lansekap pertanian dataran tinggi dan rendah di daerah geografik yang berbeda
di Jawa, parasitoid dikoleksi dari inang yang diambil dari lapang dengan
menggunakan metode transek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam
keanekaragaman parasitoid dan serangga inang antara daerah lansekap pertanian
dataran rendah dengan lansekap pertanian dataran tinggi, baik pada tanaman padi
maupun tebu. Pada tanaman padi, keanekaragaman parasitoid dan serangga inang
tertinggi untuk daerah pengamatan yang berbeda didapatkan di Pondok lakah 2,
Punvokerto. Indeks kemiripan parasitoid dan spesies inang tidak memperlihatkan
perbedaan antar daerah dengan struktur lansekap pertanian yang berbeda. Parasitoid
yang umum ditemukan disemua lokasi pengamatan adalah Ceron~yasrlacea (Diptera)
dan Apanteles agilis (Hymenoptera), sedangkan jenis parasitoid lainnya umumnya
tersebar pada daerah-daerah tertentu. Serangga inang yang terparasit umumnya
didominasi oleh larva penggulung daun (Parnara) dan hama putih palsu
(Cnaphalocrosis medinalis). Serangga inang yang terparasit dan rata-rata persentase
parasitisasi tidak memperlihatkan perbedaan yang jelas antara daerah struktur
lansekap dataran tinggi dengan daerah struktur lansekap dataran rendah. Pada telur
Scirpophaga, parasitoid yang sama akan memperlihatkan persentase parasitisasi yang
berbeda pada daerah yang berbeda, sedangkan untuk waktu yang berbeda tidak
terlihat perbedaan persentase parasitisasi parasitoid antara daerah yang berbeda
dengan waktu yang berbeda. Kompleksitas jaring-jaring makanan di daerah
Punvokerto yaitu Pondok lakah 1 dan Pondok lakah 2 lebih tinggi dibandingkan
daerah lainnya, baik yang struktur lansekapnya hampir sama ataupun berbeda. Pada
tanaman tebu, indeks kesamaan Jackard untuk serangga parasitoid, hampir tidak
memperlihatkan kesamaan antar daerah, sedangkan untuk serangga inang, kemiripan
tertinggi hanya 57,l persen yaitu antara Kanoman dan Depok. Serangga inang yang
terparasit pada tanaman tebu tidak memperlihatkan perbedaan antara daerah dengan
lansekap kompleks dan lansekap sederhana, demikian pula persentase parasitisasinya.
Umumnya serangga parasitoid yang ditemukan hanya pada lokasi tertentu dan
parasitoid yang ditemukan hampir disemua daerah pengamatan adalah Podagrion sp.
3.2
Pendahuluan
Serangga mempunyai kekayaan spesies yang lebih besar dibandingkan dengan
organisme lain yang ada di bumi. Diperkirakan kekayaan spesies serangga yang telah
dideskripsikan bervariasi dari sekitar 750.000 sanipai satu juta spesies (Samways
IC)94),sedangkan total spesies serangga yang ada sckurang-kurangnp 5 juta sanlpiii
I'ARASITOID PADA PER.f;\XAhl;\S 1';\1)1
I)r\K
I'EBII Dl
DitEIIAH CEOCRAFII< \'r\KG BERBEI).A Dl PlJI,AU JA\\'/\
PR0CliAh.I I'ASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOCOR
2002
ABSTRAK
HASMIANDY HAMID. Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran I'ara5i101J
pada Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Derbcda Di I'ulnu Jauu.
Dibinibing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan HERMANU TRIWIDODO.
I'enelitian dilaksanakan di beberapa wilayah di I'ulau Jawa, diantaranya
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Subang, Purwokerto dan Yogyakarta.
Penelitian dilaksanakan ~nulai Oktober 2000 sampai Desember 2001. Penelitian
bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman, parasitisasi dan penyebaran parasitoid
pada lansekap pertanian kompleks dan sederhana di daerah gcografik yang berbeda di
Jawa, dan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun pada musim tanam yang
berbeda. Parasitoid dikoleksi dari inang yang dianibil dari lapang dengan
menggunakan metode transek. Keanekaragaman parasioid diukur dengan indeks
Shannon dan kemiripan spesies antar wilayah diukur dengan menggunakan indeks
Jackard.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga parasitoid
ditentukan oleh lansekap suatu wilayah, kondisi lokal dari daerah dan musim tanam,
juga pola penanaman dari suatu daerah. Lansekap pertanian yang kompleks dari suatu
daerah yang luas dapat mempertinggi keanekaragaman parasitoid. Dilihat dari
kemiripan spesies parasitoid, tidak terlihat perbedaan yang berarti antara wilayah
dengan stmktur lansekap kompleks dan sederhana pada tanaman padi, sedangkan
untuk tanaman tebu, hampir tidak terlihat kemiripan spesies antara daerah dengan
struktur Iansekap yang berbeda maupun yang sama. Tingginya serangga inang yang
terparasit dan tingkat persentase parasitisasi cendemng tidak dipengaruhi oleh
tingginya keanekaragaman, sedangkan pada telur Scirpophaga, jenis parasitoid yang
sama akan memperlihatkan tingkat persentase parasitisasi yang berbeda pada daerah
yang berbeda. Parasitoid dari ordo Hymenoptera mendominasi jenis parasitoid yang
ditemukan dibandingkan dengan ordo Diptera, sedangkan parasitoid dari ordo lainnya
tidak didapatkan. Pada umumnya parasitoid yang ditemukan adalah parasioid primer,
namun hiperparasitoid juga didapatkan dari famili Ceraphronidae, Encyrtidae dan
Pteromalidae. Kebanyakan parasitoid yang ditemukan berasal dari superfamili
Ichneumonoidea, sedangkan umumnya serangga inang berasal dari ordo Lepidoptera.
Perbedaan stmktur lansekap juga mengakibatkan perbedaan kompleksitas jaringjaring makanan. Daerah dengan struktur lansekap yang lebih kompleks cendemng
memiliki kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan daerah dengan stmktur
lansekap yang lebih sederhana.
SURAT PERNYATAAN
Ilmgan ini saya menyatakan bahirta tesis yang bcrjudul
Keanekaragaman, Parasitisasi dan I'enyebaran Parasitoid pada I'crtananian
I'adi dan Tebu Di Daerah Geografik yang Berbeda Di I'ulau J a v a
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua s u n ~ b e rdata dan informasi yang digunakan telah dinyarakan secara jclas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 25 Maret 2002
I-IASMIANDY HAMlD
Nrp. 99194
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA PERTANAMAN PAD1 DAN TEBU DI
DAERAH GEOGRAFIK YANG BERBEDA DI PULAU JAWA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk niemperoleh yelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PER'TANIAN BOGOli
2002
Judul Tesis
: Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran Parasitoid pada
Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Berbeda
Di Pulau Jawa
Nama
: Hasmiandy Hamid
NRP
: 99194
Program Studi
:
Entomologi/Fitopatologi
Menyetujui:
1. Komisi Pembinlbing,
Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Ketua
Anggota
Mengetahui:
2. Ketua Program Studi,
Entomologi/Fitopatologi
Tanggal Lulus : 25 Maret 2002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 2 September 1973, sebagai
anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Drs. H. Abdul Hamid dan Hj. Hasni
Syamsuddin.
Penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada SMA Negeri 2
Ujung Pandang pada tahun 1991. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan pada Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin
(UNHAS) Ujung Pandang. Penulis memilih Jumsan Hama dan Penyakit Tumbuhan
(HPT) dengan spesialisasi Ilmu Hama Tumbuhan dan berhasil meraih gelar Sarjana
Pertanian pada tahun 1996.
Sejak tahun 1997, penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap yayasan Mr.
Dr. H. M. Natzir Said Makassar pada Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas
Satria Makassar sampai sekarang.
Penulis mendapat kesempatan unluk melanjutkan pendidikan Sz tahun I990
pada Program Pascasarjana Institut I'enanian
Uogor dengan Program Studi
Entomologi/Fitopatologi. Pada jenjang ini, penulis mendapat bantuan biaya dari
Beasiswa Program Pascasarjana (BPI'S), 1)ircktorar Jendcral Pendidikan Tinggi.
Ilcpanc~ncnI'endidikan Nasional.
KATA PENGANTAR
,=+Jlc--J~~le
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
yang berjudul "Keanekaragaman, Parasitisasi dan Penyebaran Parasitoid pada
Pertanaman Padi dan Tebu di Daerah Geografik yang Berbeda Di Pulau Jawa".
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing yang terdiri dari ibu Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. sebagai ketua dan
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc sebagai anggota, atas pengarahan dan bimbingan
yang telah diberikan mulai penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian dan
penulisan tesis. Selain itu, ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Dirjcn
Dikti, Rektor IPB, Direktur Program Pascasarjana 1PB dan seluruh Staf Pengajar
Program studi Entomologi/Fitopatologi, yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi pada Program studi Entomologi/Fitopatologi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya buat lbunda Hj.
Hasni dan Ayahanda Drs.H.L. Abdul Hamid serta Mama Zavvarni dan Papa Ramli
Syamsik atas doa dan dukungnya baik moril dan materil. Tak lupa pula penulis
berterima kasih buat istriku Renny Sriwirdani dan anak tercinta Anisah Tsabitah atas
doa, dukungan dan dampingannya selama penyelesaian pendidikan, bcgitu pul;~
dcngan seluruh keluarga yang mendoakan pnulis. 'ferimu kasih jug& penulis
sa~npaikankcpada Rizal atas dukungan dan bantuannya selama darl sclclah pnclitian.
l'ak Sapdi dan Rina atas bantuan i'asilitas komputcrnya, juga pada rckan-rekan
seangkatan penulis, serta semua pihak yang tidak senipat kami scbut satu per satu
yang telah membantu dan mendukung penulis dalani n~enyelesaikanstudi. Semoga
semuanya mendapat balasan dari yang Maha Kuasa, Insya Alloh. Mudah-rnudahan
tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Aaamin.
Bogor,
25 Marct 2002
Penulis
DrtFTttK IS1
Ilalaman
DA1:TAR TABEL ......................
.
.
.
.
.
.
.......................................
DAFTAR GAMBAR ....................... .
.
......
..............................
is
s
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
I.
11.
111.
1
PENDAHULUAN UMUM
1.1
Latar Belakang .......................
.
.
...........
.
...............................
I
1.2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................
.
.
.
3
I .3
Daftar Pustaka .............................................................................. 3
.......,....,
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1
Sejarah Hidup Parasitoid ..............................................................
5
2.2
................... , .,, ,.
Keanekaragarnan parasitoid ................................
0
2.3
Stmktur Lansekap ...................................................
,,.,,.....,,.,.,....,
X
2.4
Taman Nasional Gunung Halimun
II
2.5
Daftar Pustaka ...........................................................................
...
12
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA LANSEKAP PERTANIAN DATARAN
TINGGI DAN RENDAH Dl DAERAH GEOGRAFIK YANG
BERBEDA DI JAWA ..............................................................
IV.
16
3.1
Abstrak
16
3.2
Pendahuluan ............................
.
.............................
17
3.3
Bahan dan Metode ......................................................
19
3.4
Hasil ..........................;..................................................
22
3.5
Pembahasan .................................................................................. 47
3.6
Kesimpulan ...............................................................
55
3.7
Daftar Pustaka ..................................................................
56
KEANEKARAGAMAN, PARASITISASI DAN PENYEBARAN
PARASITOID PADA PERTANAMAN PAD1 DI KAWASAN
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN PADA MUSIM
TANAM YANG BERBEDA
.............................................................
60
V.
4.1
Abstrak .........................................................................................
4.2
Pendahuluan .................................................................................
4.3
Bahan dan Metode ........................................................................
4.4
Hasil .............................................................................................
4.5
Pembahasan ..................................................................................
4.6
Kesimpulan
4.7
Daftar Pustaka ..............................
............................
.
.
.
............................................
PEMBAHASAN UMUM .....................
VI . KESIMPULAN ...................................................................................
6.1
Kesimpulan ...............................
6.2
Saran ........................
1.AMPIRAN ....................................................................................................
DAFTAR TABEL
Jumlah ordo (0), famili (I.'), spesies (S), individu (N), indeks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid di daerah
yang berbeda pada pertanaman padi ...................... .
.
.
.
..................
Indeks kesamaan Jackard (Cj) dari parasitoid antar daerah pada
pertanaman padi ........................ .
.
....................................................
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N), indeks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) serangga inang di
daerah yang berbeda pada pertanaman padi ....................
.
...............
Indeks kesamaan Jackard (Cj) dari serangga inang antar daerah
pada pertanaman padi ............................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, serangga inang dan
lokasi penyebarannya pada tanaman padi ....................
.
.......
.
........
Rata-rata persentase parasitisasi dari scrangga inang yang
ditemukan pada daerah yang berbeda pada tanoman padi ....................
I'ersentase parasitisasi dari niasing-masing parasitoid pada serangga
inang di daerah yang berbeda pada tananian padi .................................
Ilata-rata persentase parasitisasi dari bcrbagai parasitoid pada
tclur Scirpophugu innoiuiu di kbcrapa d a e r ~ hp ~ d awakru yang
k r b e d a .................................................................................................
Komponen-komponen yang menyusun lansekap dari bcbcnlp;~
drier;ih yang dianiati pada pertanaman padi ......................................
Jumlah ordo (0). famili (F), spesies (S), individu (N). iritleks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid di daerah
yang berbeda pada pertanaman tebu ....................
. . . . .
....................
lndeks kemiripan Jackard (Cj) dari parasitoid antar daerah
pada pertanaman tebu ........................................................................
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N). indeks
Shannon (ti'), dan indeks kemerataan (E) serangga inang di dacmh
yang berbeda pada pertanaman tebu ............................
.
.
.................
Indeks kemiripan Jackard (Cj) dari serangga inang antar daerah
pada pertanaman tebu ............................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, scrangg;t in;uig dan
lokasi penyebarannya pada tanaman tebu .............................................
Rata-rata persentase parasitisasi dari
serangga inang yang
ditemukan pada wilayah yang berbeda di tanaman tebu ...............
....
3.16 Komponen-komponen yang menyusun lansekap dari beberapa
daerah yang diamati pada pertanaman tebu ...................
.
.
.
.........
I
4.2
47
Jumlah ordo (0), famili (F), spesies (S), individu (N), indcks
Shannon (H'), dan indeks kemerataan (E) parasitoid pada nlusinl
yang berbeda di Taman Nasional Gunung Haliniun .............................
65
Jumlah ordo (0), famili (F), spesis (S), individu (N), indeks
Shannon (H') serangga inang pada musim yang berbeda di
Taman Nasional Gunung Halimun ....................................................
66
4.3
Rata-rata persentase parasitisasi pada serangga inang yang
ditemukan di musim dan lokasi yang berbeda ...................................... 70
4.4
Jumlah telur dan persentase parasitisasi pada Scirpophcrgo i ~ l ~ l o r c l r tdir
musim yang berbeda di Taman Nasional Gunung Halimun .................
71
Berbagai jenis parasitoid yang ditemukan, serarlgga inang dan lokasi
penyebarannya pada tanaman padi ...................
.
................................
77
4.5
DAFTAR GAMBAR
3.1
I'ersentase parasitisasi Telenon~usrolvuni (A), 7i.let1ot11rr.v r1ig111r.s(13).
Trici~ogrurnrnujuponicum (C), Trichornulopsis upcrt~teloclrrrtr (I)).
Te~rusrichus schoenobii (E) pada telur Scirpophugu it~nottrlu di
wilayah yang berbeda .............................................................................35
3.2
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di
Cisarua, Taman Nasional Gunung Halimun (S, : Serangga inang kc-i:
P, : Parasitoid ke-i; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(narna spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nania spcsies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .............................................
37
3.3
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di
I'angguyangan, Tarnan Nasional Gunung Haliniun (S, : Serangga inang
ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP : Hiperparasitoid; kotak yang terpisah
pada parasitoid menunjukkan perbedaan takson; ketebalan garis
menunjukkan banyaknya individu) (nama spesies parasitoid dapat
dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies inang dapat dilihat pada Tabel
3.4
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Cibatu
hilir, Subang (S, : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid kc-i, 1-11' :
I-liperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid lnenunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis nlenunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nanla spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) ......................................................... 38
3.5
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Cibatu
girang, Subang (S, : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) ..................................................
38
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di Pondok
lakah 1, Punvokerto (Si : Serangga inang ke-i; Pi : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .......................................................
39
3.6
3.7
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran tinggi di Pondok
lakah 2, Punvokerto (Si : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i, HP :
Hiperparasitoid; kotak yang terpisah pada parasitoid menunjukkan
perbedaan takson; ketebalan garis menunjukkan banyaknya individu)
(nama spesies parasitoid dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies
inang dapat dilihat pada Tabel 3.6) .........................................................
40
3.8
Jaring makanan pada pada lansekap pertanian dataran rendah di Kali
putih, Bantu1 (Si : Serangga inang ke-i; P, : Parasitoid ke-i; kotak yang
terpisah pada parasitoid menunjukkan perbedaan takson; ketebalan
garis menunjukkan banyaknya individu) (nama spesies parasitoid
dapat dilihat pada Tabel 3.5, nama spesies inang dapat dilihat pada
Tabe13.6) ................................................................................................ 41
4.1
Indeks keanekaragaman parasitoid pada waktu yang berbeda di
Legok (A) dan Pangguyangan (B) (Musim hujan) .................................
68
Indeks keanekaragaman serangga inang pada wakru yang
berbeda di Legok (A) dan Pangguyangan (B) (Musim hujan) ...............
69
4.2
5.1
Jaring nlakanan pada habitat pertanaman padi dengan scrangga
herbivor tunggal (Pi : Parasitoid ke-i, HP : Hiperparasitoid; ketebalan
garis menunjukkan banyaknya individu) (nana spesies parasitoid
dapat dilihat pada Tabel 3.5) .................................................................. 87
DAFTAR LAMPIRAN
Lokasi pengamatan di Bantul (a) dan Subang (b) pada pertanaman
padi yang mempunyai stmktur lansekap pertanian dataran rend ah .......
92
Lokasi pengamatan di Pondok lakah 1 (a) dan Pondok lakah 2 (b)
pada pertanaman padi yang mempunyai stmklur lansekap pertanian
dataran tinggi ......................................................................................... 92
Lokasi pengamatan di Taman Nasional Gunung Halimun yang pada
pertanaman padi mempunyai struktur lansekap pertanian dataran
. .
ttnggl .....................................................................................................
93
Lokasi pengamatan di Bantul pada pertananian tebu yang mempunyai
struktur lansekap pertanian dataran rendah (Pandes)(a) dan tinggi
(Kanoman)(b) ........................................................................................93
Beberapa jenis parasitoid yang menyerang larva I'urt~rrrc~(a)
diantaranya Apat7teles agilis (b), Mucrocenrrincre sp. (c), I'eirbueia
(f) ....
orbuta (d), Cerapronidae (e) dan Trichon~alopsisuput~teloc/et~cr
Beberapa jenis parasitoid yang menyerang larva Ctr(~phulocrosis
medinolis (a) diantaranya Exoristu (b), EIasnllrs (c), Copidosonropsis
(d) dan Ceromyia silacea (e) .................................................................
Berbagai jenis parasitoid yang menyerang Scirpophugu innottrtu (a)
diantaranya Telenomus rowani (b), Tetrasrich~cs schoenobii (c),
Trichonralopsis apanteloctena (d), Telerlornus digt~lrs (e) dan
Trichogramma japonicum ( f ) ................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertananian
padi di Cisama, Taman Nasional Gunung Halimun .............................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Cisarua, Taman Nasional Gunung Halimun ..........
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Pangguyangan, Taman Nasional Gunung Haliniun ..................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pangguyangan, Taman Nasional Gunung
Halimun .................................................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Cibatu hilir, Subang ..................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Cibatu hiiir, Subang ...............................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Cibatu girang, Subang ...............................................................
94
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid
pertanaman padi di Cibatu girang, Subang .....................................
pada
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
padi di Pondok lakah 1, Punvokerto .................................... . ..............
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pondok lakah 1, Punvokerto ..................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang p d a pertanaman
padi di Pondok lakah 2, Punvokerto ........................... ....................
.
.
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Pondok lakah 2, Punvokerto ..................................
Perhitungan indeks Shannon (11') serangga inang pada pertananian
padi di Kali putih, Bantul
Perhitungan indeks Shannon (ti') serangga parasitoid pada
pertanaman padi di Kali putih, Bantul .......................................
...........
Perhitungan indeks Shannon ( t i ' ) serangga inang pnda pertananian
tebu di Pranibanan .................................................................................
Perhitungan indeks Shannon (ti') serangga parasitoid pad3
penanaman tebu di Pranibanan ..........................
.
.
.
..........................
Perhitungan indeks Shannon (1-1') serangga inang pada pcrt;inariian
tebu di Pandes, Bantul ...........................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di Pandes, Bantul ......................
.
.
........................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pc.rtananian
tebu di Kanoman, Klaten ..............
.
.............. ......................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di Kanoman, Klaten ...................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga inang pada pertanaman
tebu di Depok, Bantul ...........................................................................
Perhitungan indeks Shannon (H') serangga parasitoid pada
pertanaman tebu di di Depok, Bantul ....................................................
I. PENDAHULUAN UMUM
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini perturnbuhan populasi manusia sangat tinggi. Tingginya populasi
manusia ini mengakibatkan kebutuhan akan ruang dan makanan juga akan meningkat.
Oleh karena itu, manusia berupaya mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia
untuk meinenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Namun dalam upaya eksploitasi
surnber daya alam ini, sering timbul dampak negatif terhadap ekosistem secara
keselumhan, terutama bagi mahluk hidup lainnya. Dampak negatif yang paling besar
yang terjadi selama 30 tahun terakhir ini adalah hilangnya populasi dan spesies di
alam. Primack, Priatna, Indrawan dan Kramadibrata (1998) mengemukakan bahwa
hilangnya populasi secara lokal biasanya disebabkan oleh keberadaan populasi baru
melalui penyebaran, tetapi kegiatan manusia meningkatkan kepunahan seribu kali
lipat dan di abad ke-20, diketahui ratusan spesies vertebrata mengalanii kepunahan,
demikian pula ribuan invertebrata yang diperkirakan punah, yang disebabkan ole11
manusia. Selanjutnya Samways (1994) menyatakan pula bahwa kecepatan kepunahan
dipercepat oleh aktifitas manusia dan kcniungkinan kecepatannya 1.000 sanipai
10.000 kali lebih cepat daripada terjadi secara alami.
Hilangnya populasi dan spesies pada suatu ekosistem mengakibatkan
tcrjadinya penurunan keanekaraganian hayati pada ckosistcni tersebut sehingga akan
hrdanipak pula terhadap stabilitas ckosistcni t~.rscbut. Oleh karcna iru. kcgiatan
rnanusia yang dapat berdampak negatif tcrhadap kcanekarugam hayati ini pcrlu
diwaspadai. Berbagai ancaman terhadap keanekaragalnan hayati yang disebabkan
oleh kegiatan manusia adalah perusakan habitat, pemisahan habitat, gangguan pada
habitat (termasuk polusi), penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan
manusia, introduksi spesies-spesies eksotik dan penyebaran penyakit (Primack dkk
1998).
Jumlah keseluruhan spesies yang telah diketahui dan dicatat adalah sekitar 1,5
juta dan dua pertiganya didapatkan di daerah sedang "temperate", kebanyakan dari
spesies tersebut adalah serangga (May 1988). Oleh karena itu, ancaman terhadap
hilangnya keanekaragaman serangga lebih besar dibandingkan mahluk hidup lainnya.
Ukuran tubuh serangga yang kecil mengakibatkan sedikit saja perubahan pada habitat
yang terjadi akibat aktifitas manusia dapat berdampak sangat buruk terhadap
keberadaan
serangga
yang
kemudian
berdampak
terhadap
berkurangnya
keanekaragaman serangga. Pembersihan tanaman semak maupun pagar yang
berbunga disekitar pertanaman budidaya dapat berdampak kurang baik terhadap jenis
serangga tertentu seperti parasitoid karena tidak adanya sunlber rnakanan talnbahan
dan tempat berlindung yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Baggen dan
Gurr
(1998)
mengemukakan
bahwa
keberadaan
tananian
berbunga
dapat
nieningkatkan keperidian dan lama hidup imago parasitoid. Jumlah yang sangat besar
dari serangga menyebabkan ia dapat ditcmukan di bcrbagai habitat dan gangguan atau
rusak bahkan hilangnya habitat tersebut berakibat hilangnya berbagai jenis scrangga
sang inendiami habitat tersebut.
Peningkatan kebutuhan pangan yang seiring dengan makin meningkatnya
junilah penduduk mengakibatkan perubahan terhadap pola penggunaan lalian di
3
berbagai daerah. Dobson (1996) mengemukakan bahwa sekitar 4700 x lo6 hektar
atau 23 persen dari lahan di permukaan bumi digunakan manusia untuk produh,~
pertanian. Pola penggunaan lahan yang yang intensif ini selanjutnya dapat
mempengaruhi keanekaragaman serangga pada suatu daerah. Di daerah yang
merupakan pusat pertanian dan terletak di dataran rendah, umumnya dijumpai
struktur lansekap pertanian yang sederhana dan berupa hamparan tanaman budidaya
yang sangat luas. Lain halnya dengan daerah yang bukan nierupakan pusat pertanian
dan terletak di dataran tinggi, struktur lansekap pertanian umumnya lebih kompleks
dan didominasi oleh tanaman budidaya serta berbagai jenis komponen-komponen
lansekap lainnya, seperti sungai, ladang, seniak, hutan dan sebagainya. Perbedaan
struktur lansekap ini mengakibatkan pula perbedaan terhadap keanekaraganlan
spesies serangga yang menempati habitat tersebut.
Mengingat pentingnya peranan parasitoid dalam pengaturan dan menjaga
stabilitas populasi serangga inang pada suatu ekosistem pertanian, diperlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai hubungan antara keanekaragaman dan
keberadaan parasitoid pada tipe lansekap yang berbeda, nantinya pengetahuan ini
dapat digunakan untuk merancang sistem pengelolaan habitat pertanian yang
memberikan keuntungan dan rneningkatkan efisiensi pengendalian biologi pada
berbagai tipe lansekap pertanian.
1.2
Tujuan dan Manfant Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk nienipelajari keanekaragaman.
parasitisasi dan penyebaran parasitoid pada daerah geografik yang berbeda di pulau
Juwa.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infornlasi tentang
keanekaragaman, penyebaran dan parasitisasi parasitoid di daerah geografik yang
berbeda di pulau Jawa yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan
langkah-langkah pengendalian yang akan dilakukan terhadap serangga hama di
lapangan.
1.3
Dnftar Pustaka
Baggen LR, Gurr GM. 1998. The influence of food on Copidosoma koehleri
(Hymenoptera: Encyrtidae), and the use of flowering plants as a habitat
management tool to enhance biological control of potato moth, Pihorimaea
operculella (Lepidoptera: Gelechiidae). Biol Cont 11: 9-1 7.
Dobson AP. 1996. Conservation and biodiversity. New York : Scientific American
Library.
May RM. 1988. How many species are there on earth ? Science 241: 1441-1449.
Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Judul asli : A primer of conservation Biology.
Samways MJ. 1994. Insect conservation biology. London: Chapman and Hall.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Hidup Parasitoid
Istilah parasitoid pertama kali digunakan oleh Ileuter pada tahun 1913 untuk
menjelaskan serangga yang hidup sebagai larva pada jaringan arthropods lain
(biasanya serangga) yang kemudian dimatikannya (I-lasscl dan \Vaage 1984 )
Meskipun demikian, istilah tersebut baru dapat diterinla secara luas sejak 20 t~ltiun
terakhir (Godfray 1994). Parasitoid sering dianggap sebagai predator yang sangat
efisien yang mampu menyempurnakan perkembangannya dalam satu ekor inang yang
hanya
dibunuh
pada
waktu
larva
parasitoid
nlendekati
penyelesaian
perkembangannya (Evans 1984) dan jarang memarasit pada stadia dewasa dari inang
(Gullan dan Cranston 1994). Suatu parasitoid diistilahkan soliter, jika hanya satu
individu yang berkembang dalam satu inang, tetapi kebanyakan spesies biasanya
berkembang beberapa keturunan pada satu inang tunggal yang disebut sebagai
gregarius (Doutt 1964).
Parasitoid dewasa menyerang individu lainnya bukan sebagai makanan untuk
dirinya sendiri tetapi untuk meletakkan telur dan dengan demikian menyediakan
makanan bagi keturunannya. Pada umumnya parasitoid bersifat protelean yaitu
bahwa dalam keadaan dewasa tidak makan jaringan binatang, tidak seperti predator.
Ukuran parasitoid tidak lebih besar dari inangnya, karena mereka berkembang atas
biaya seekor individu inang (Evans 1984). Dalam banyak kasus terdapat sejumlah
larva parasitoid dari spesies yang sama berkembang dalam satu ekor inang, fenomena
yang dinamakan superparasitisme (Evans 1984; Gullan dan Cranston 1994) dan jika
6
dua spesies parasitoid yang berbeda meletakkan telur pada satu inang dan larvanya
menyelesaikan perkembang pada inang tersebut, niaka fenomena itu dinaniakan
mwltiparasitisme (Godfray 1994).
Kekhususan inang sangat bervariasi diantara parasitoid. Satu spesies lalat
Tachinidae dilaporkan menyerang sekitar seratus inang bcrbeda yang berasal dari 18
faniili dari tiga ordo (Evans 1984). Menurut Askew dan Shaw (1986). bcbcrapa
spesies serangga merupakan inang yang konipleks dari 20 atau Icbih spesics
parasitoid, tetapi sebagian besar serangga hanya diserang satu atau dua spesies
parnsitoid saja. Hawkin dan Lawton (1987 diacu dalam May 1988) mengcniukakan
bahwa di Inggris, di dapatkan spesies serangga herbivor yang discrang oleh linia
sanipai 10 parasitoid, dan jumlahnya tergantung dari kisaran geogralik serangga
inang, arsitektur tanaman inang dan berbagai faktor lainnya.
2.2
Keanekaragaman Parasitoid
Kebanyakan serangga dibatasi kehidupannya olcli sernngga para51tolJ.
terutalna
Hymenoptera
parasitika.
Di
Inggris, hanya
pteqgota
dari
ordo
Ephemroptera, Plecoptera, Phthiraptera dan Strepsiptera yang bebas dari serangan
parasitoid (Askew dan Shaw 1986). Sebagian besar parasitoid adalah anggota dari
ordo Hymenoptera atau ordo Diptera (Godfray 1994), selain itu serangga parasitoid
juga ditemukan pada ordo Strepsiptera, Coleoptcra, Lepidoptera (Gordh, Legner dan
Caltagirone 1999), Trichoptera dan Neuroptera (Quicke 1997). Keanekaragaman
tinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yang meniiliki sekitar 200.000 spesies
(Hassel dan Waage 1984) sampai 250.000 spesies (Gauld 1986), bahkan menurut
7
Quicke (1997) sekitar 80 persen dari spesies parasitoid tcrntasuk ke dalam
Hymenoptera. Hymenoptera parasitika ini uniuln dan berlimpah pada semua
ekosistem daratan (LaSalle 1993). I'amili llynicnoptcra yang paling penting dan
suing ditemui berperan sebagai parasitoid adalah lchneumonidac dan l3raconidae
yang menyerang secara luas berbagai ulat, larva kerawai daun, lama dan i~tiago
kunibang dan lain-lain (Clausen 1940). Famili dari ordo Diptera yang seluruh
anggotanya sebagai parasitoid adalah Tacliinidae. Tachinidac dapat secara kolektif
menyerang semua ordo utama dari serangga (Evans 1984), sepcrti Lepidoptera.
Coleoptera, Hemiptera, dan Orthoptera yang kebanyakan reniiasuk spesies hania
(Colles dan MacAlpine 1991). Diptera mcnggunakan inang yang lebih luas (22 ordo.
5 phyllum) daripada kelompok parasitoid lainnya. Sebaliknya, inang dari
Hymenoptera parasitika yang lebih beragam terbatas lianya 19 ordo dalam phylum
Arthropods saja (Feener dan Brown 1997 diacu dalam Sullivan dan V6lkl 1909)
Meskipun parasitoid menyerang tipe inang yang sangat luas, penycbarannya tidak
merata (Askew dan Shaw 1986). Penyebaran serangga parasitoid dipengaruhi oleh
faktor biotik dan abiotik, termasuk suhu dan kelembaban, kelimpahan inang dan
keberadaan saingan (Sivinski, Piero dan Aluja 2000).
Noyes
(1989) mengemukakan
bahwa
pada
Hymenoptera parasitika,
keanekaragarnan kelihatannya menjadi lebih besar pada daerah tropik daripada daerah
sedang, meskipun ada pertimbangan variasi diantara daerah yang berbeda di daerah
tropik. Keanekaragaman spesies yang tinggi di daerah tropis ternyata tidak berlaku
bagi semua kelompok hewan. Pada spesies serangga famili Ichneumonidae, adanya
pemisahan sumber daya, predasi serangga inang, predasi parasitoid dan adanya
8
hipotesis inang beracun menyebabkan lebih rendahnya keanekaragaman dari famili
ini pada daerah tropis dibandingkan daerah sedang (Gauld, Gaston dan Janzen 1992).
Penurunan keanekaragaman parasitoid dari daerah sedang ke daerah tropik umumnya
terjadi pada parasitoid spesialis (koinobion) yang mempunyai kisaran inang sempit
(Hawkins 1994), sedangkan parasitoid generalis spesiesnya akan menjadi lebih kaya
pada daerah tropik (Noyes 1989). Di Sulawesi, keanekaragaman tertinggi dari
Hymenoptera parasitika terdapat di ketinggian kurang dari 1000 m dpl dan
kemungkinan pada 700 m dpl (Noyes 1989), sedangkan untuk daerah Amerika utara
(daerah sedang) kekayaan spesies Icheumonidae cenderung tertinggi pada garis
lintang pertengahan (Skillen, Pickering dan Sharkey 2000). Menurut Atmowidi
(2000),
perbedaan
habitat
pada
berbagai
ketinggian juga
mempengaruhi
keanekaragaman serangga, dirnana habitat hutan submountain dengan ketinggian
antara 1.100-1.200 m dpl memiliki keanekaragaman Hymenoptera yang lebih tinggi
dibandingkan habitat hutan mountain dengan ketinggian antara 1.650-1.750 In dpl.
2.3
Struktur Lansekap
Lansekap didefinisikan sebagai suatu mosaik yang tersusun dari ckosistem
lokal yang mempunyai bentuk semacanl yang berulang-ulang, melalui daerah yang
luasannya kilometer (Forman 1995). Lansekap ini mempunyai 3 struktur dasar, yaitu
matriks, patch dan koridor (Samways 1994). Matriks adalah habitat homogcn yang
paling dominan dalam suatu lansekap. I'atch adalah habitat honiogen yang berbeda
dengan habitat sekelilingnya, sedangkan koridor adalah patch yang bcntuknya
nlenianjang (Forman dan Godron 1986).
(1
Di dalam suatu lansekap pertanian, kebanyakan aliran materi atau kecepatan
alirannya dipengaruhi oleh manusia secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai
contoh, ketika tanaman dipanen, serangga mungkin berpindah ke elemen Iansekap
disebelahnya seperti lahan pinggir, tanaman pagar. i'erpindahan tersebut berlangsung
secara alami, tetapi kecepatan perpindahannya sangat dipercepat oleh aktifitas
pertanian (Landis 1994). Aliran spesies antar habitat dalam lansekap persawahan
dapat ditunjukkan oleh tingginya tingkat kemiripan antara komunitas artropoda
predator penghuni vegetasi liar di lahan pinggir dengan penghuni tanaman padi
(Herlinda 2000).
Pada lansekap yang mengalami perubahan akibat pembukaan lahan,
penyebaran ruang dari spesies tergantung pada karakteristik biologi spesies tersebut
dan pola penggunaan lahan (Burrel dan Baudry 1995). Pemisahan habitat pada
lansekap pertanian merupakan suatu ancaman utama bagi keanekaragaman hayati
yang sangat ditentukan oleh serangga (Kruess dan Tscharntke 1994). Pemisahan
habitat mempengaruhi musuh alami lebih dari inangnya. Pemisahan tidak hanya
mengurangi keanekaragaman hayati tetapi juga predasi dan parasitisasi (Tscharntke
dan Kruess 1999). Pemisahan habitat mempengaruhi keanekaragaman spesies yang
dampaknya sangat besar pada parasitoid. Keadaan ini dapat membebaskan serangga
hama dari parasitisasi sehingga akhirnya menimbulkan ledakan hama (Kruess dan
Tschamtke 1994). Pendapat ini tidak sepenuhnya disetujui oleh Steffan-Dewenter dan
Tscharntke (2000) yang menyatakan bahwa pemisahan habitat tidak selalu dapat
menjelaskan perbedaan dalam keanekaragaman spesies. Musuh alanli pada habitat
yang terpisahkan lebih mungkin menjadi hilang daripada inangnya karena
10
pertumbuhan populasinya hanya dimulai jika populasinya inangnya telah terbentuh
(l'scharntke dan Kruess 1999). Meskipun pemisahan habitat dapat mempengaruhr
parasitoid, namun tanggapan yang diberikan parasitoid berbcda-beda (Uarbosa d m
Benrey 1998).
I'erbedaan parasitisasi antara tepi dan pusat pertanaman berubah sesuai
keanekaragaman stmktur lansekap, pada lansekap sederhana tepi pertanaman
menyebabkan efek yang nyata pada parasitisasi dari hama-hania yang dekat dengan
tepi, sedangkan pada lansekap kompleks efek seperti itu dengan jelas dikesampingkan
oleh kelimpahan yang lebih baik dari musuh alami (Tscharntke 2000). Struktur
lansekap kompleks dengan kepadatan tanaman yang tinggi dan berhubungan dengan
habitat tahunan yang tidak diolah dapat mempertinggi populasi musuh alami. Musuh
alami ini kemudian dapat berpindah ke ladang tanaman setahun yang berada
disebelahnya dan menyerang serangga hama sehingga akhirnya dapat mengurangi
populasi hama dibawah ambang ekonomi (Thies dan Tscharntke 1999). Struktur fisik
yang setierhana pada banyak lansekap pertanian mungkin tidak disenangi oleh spesies
parasitoid yang memerlukan sumber daya yang hanya didapatkan pada habitat bukan
tanamar~budidaya (Landis dan Menalled 1998 diacu dalam Menalled, Marino, Gage,
dan Landis 1999). Keanekaragaman spesies tanaman berpengaruh pada kelangsungan
hidup clan kelimpahan parasitoid (Barbosa dan Benrey 1998). Pada umumnya,
keanekaragaman dan kelimpahan serangga dapat ditingkatkan oleh peningkatan
keanekaragaman dan daerah vegetasi bukan tanaman budidaya (Thomas dan Marshall
1999). Selanjutnya Waage (1991) mengemukakan bahwa vegetasi alami disekitar
II
tananian yang dibudidayakan penting untuk konservasi licanckaragaman nlusuh
alami.
2.4
Taman Nasional Gunung Halimun
Secara geografis Taman Nasional Gunung Halimun terletak antara 106'21 '-
106'38'
BT dan 6'37'
- 6'51'
LS, dibagian barat daya Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan administrasi pemerintahan Taman Nasional Gunung Halimun terletak di
dalam tiga kabupaten, yaitu Bogor, Lebak dan Sukabumi, meliputi 13 kccamatan dan
46 desa (BCP 1999a). Taman Nasional Gunung Halimun niernpunyai luas seh~tar
40.000 hektar dengan karakteristik hutan tropis yang terluas di Pulau Jawa dan lebili
dari 60 % kawasannya adalah hutan primer (BScS 1998).
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dicirikan oleh kondisi iklim
tropis dengan curah hujan yang tinggi dan tidak ada batas yang tegas antara musim
hujan dan kering. Menurut klasifikasi Schmit dan Fergusson, iklim di kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun secara umum termasuk tipe A, dengan curah hujan
tahunan berkisar dari sedikit dibawah 4.000 mm sampai sedikit di atas 5.000 mm
(BCP 1999a). Meskipun hujan dapat diamati sepanjang tahun, bulan paling kering
terjadi rata-rata seiama Juni sampai Agustus (Niijima 1997) dan terbasah (* 550 mm)
antara Oktober dan Maret, dengan rata-rata curah hujan bulanan selalu > 100 mm
sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah (Kartawinata 1975 diacu dalam
Mirmanto dan Wiriadinata 1999).
Secara umum bentang alam Taman Nasional Gunung Halimun bervariasi dari
dataran ke pegunungan, sebagian besar berbukit dan bergunung. Ketinggiannya
bervariasi antara 500 m dpl sampai sedikit diba\vah 2.000 m dpl. Kawasan ini
111erupakanka\vasan berbukit dengan sebngian besar lereng rncnlpunyai kc~niringan
-15 4; dengan luasan 75.7 % dari seluruh kaivasan (BCI' 1999a). I3cl1tang alum tanah
pertanian terdapat di dalam (enclave) dan disekitar 'faman Nasional Gunung
llali~nun.Lahan sawah pada umulnnya nierupakan dataran sempit di lembah di antara
pcrbukitan didalam kawasan Taman Nasional Gunung IHalimun arau nlcrupakarl
dataran luas di luar Taman Nasional Gunung Halimun. Dacrah pcrhuki(a~idi luar
Taman Nasional Gunung Haliniun yang relatif dekat dcngan pcnlukiman biasanya
dijadikan kebun campuran atau dibuat terasering sehingga mcmbentuk lansekap khas
yang indah (BCP 1999b).
2.5
Daftnr pustaka
Atmowidi T. 2000. Keanekaragaman morfospesis 1-lymenoptera parasitoid dali
senyawa antiherbivora di Taman Nasional Gunung Halimun, Java Barat [tcsis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana.
Barbosa P, Benrey B. 1998. The influence of plants on insect parasitoids : implication
for conservation biological control. Di dala~iiBarbosa P, editor. Conservation
biological control. San Diego: Academic press.
[BCP] Biodiversity Conservation Project. 1999a. Rencana penggelolaan Taman
Nasional Gunung Halimun 1998-2023: buku 11 pola umum dan proyeksi
analisis. Kabandungan : Dirjen PKA, LII'I, JICA.
[BCP] Biodiversity Conservation Project. 1999b. Rencana penggelolaan Ta~nan
Nasional Gunung Halimun 1998-2023: buku I11 reneana tata ruang.
Kabandungan : Dirjen PKA, LII'I, JICA.
[BScC] Biological Science Club. 1998. Final report : program pen~anfaatantumbuhtumbuhan oleh masyarakat sekitar Ta~nanNasional Gunung Halimun, Jawa
Barat. Jakarta : Biological Science Club.
Burrel F, Baudry J. 1995. Spesies biodisversity in changing agricultural landscape : a
case study in the Pays d'Auge, France. Agri, Ecos and Environ 55:193-200.
Clausen CP. 1940. Entomophagous insect. New York and London: McGraw-Hill
Colles DH, MacAlpine DK. 1991. Diptera. Di dalam : Nauman ID, Came PB,
Lawrence JF, Nielsen ES, Spradbery JP, Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn
MJ, editor. The insect of Australia : a textbook for students and research
workers. Melbourne : Melbourne Univ press. hlm 717-786.
Doutt RL. 1964. Biological characteristic of entomophagous adults. Di dalam :
DeBach P, editor. Biological control of insect pest and weeds. London:
Chapman and Hall. hlm 145-167.
Evans HE. 1984. Insect biology : a text book of entomology. Reading, Massachusset:
Addison Wesley .
Forman RTT. 1995. Land mosaics : the ecology of landscape and region. Cambridge:
Cambridge Univ press.
Fonnan RTT, Godron M. 1986. Landscape ecology. New York : John Wiley and
Sons.
Gauld ID. 1986. Taxonomy, its linlitations and its role in understanding parasitoid
biology. Di dalam : Waage J, Greathead D, editor. Insect parasitoids. London:
Academic press. hlm 1-19.
Gauld ID, Gaston KJ, Janzen DH. 1992. Plant allelokchemicals, tritropic interaction
and the anomalous diversity of tropical parasitoid : the nasty host hypothesis
Oikos. 65:353-357.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoid. Princeton, New Jersey: Princeton LJniv press.
Gordh G, Legner EF, Caltagirone LE. 1999. Biology of parasitic llymenoptera. Di
dalam; Bellows, Fisher TW, editor. Hand book of biological control : principles
and applications biological control. San Diego: Academic press.
Gullan PJ, Cranston PS. 1994. The insects : an outline of entomology. London:
Chapman and Hall.
I-iassel MP, Waage JK. 1984. Host-parasitoid population interactions. Ann Rev
Enton~ol.29539-1 14.
Hawkins BA. 1994. Pattern and process in host-parasitoid interaction. Cambridge:
Cambridge Univ press.
Herlinda S. 2000. Analisis komunitas artropoda predator pcnghuni lansekap
persawahan di daerah Cianjur, Jabar [disertasi]. Bogor: Institut I'crtanian Bogor.
Program Pascasarjana.
Kruess A, Tscharntke T. 1994. Habitat fragmentation, species loss, and b~ologlcal
control. Science 264: 158 1-1584.
LaSalle J. 1993. Parasitic Hymenoptera, biological control and biodiversity.
Di dalam : LaSalle J, Gauld ID, editor. Hymenoptera and biodiversity.
Wallingford : CAB int. hlm 197-215
Landis DA. 1994. Arthropod sampling in agricultural landscape : ecological
considerations. Di dalam : Pedigo LP, Buntin GD, editor. Handbook of
sampling methods for arthropods in agriculture. Boca rantan, Ann Arbor,
London, Tokyo: CRC press. hlm 15-3 1.
May RM. 1988. How many species are there on earth ? Science 241: 1441-1449.
Menalled F, Marino PC, Gage SH, Landis DA. 1999. Does agricultural landscape
structure affect parasitism and parasitoid diversity ? Ecol Appl. 9(2): 634-641.
Mirmanto E, Wiriadinata H. 1999. Pola vegetasi dan keanekaragaman jenis tumbuhan
di Taman Nasional Gunung Halimun. Ekspose dan lokakarya potensi Taman
Nasional Gunung Halimun dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Bandung:
26 - 27 Maret 1999.
Niijima K. 1997. Summary of draft of Gunung Halimun National Park management
plant book 11. Di dalam : [BCPI] Biodiversity Conservation Project in
Indonesia. Research and conservation of biodiversity in Indonesia volume I :
general review of the project. Bogor : LIPI, JICA, PHPA.
Noyes JS. 1989. The diversity of Hymenoptera in the tropic with special reference to
parasitica in Sulawesi. Ecol Entomol. 14:197-207.
Quicke DLJ. 1997. Parasitic wasp. London: Chapman and Hall.
Samways MJ. 1994. Insect conservation biology. London : Chapman and Hall.
Sivinski J, Pinero J, Aluja M. 2000. The distribution of parasitoids (Hymenoptera) of
Anasfrepha fruit flies (Diptera: Tephritidae) along an altitudinal gradient in
Veracruz, Mexico. Biol Control 18: 258-269.
Skillen EL, Pickering J, Sharkey MJ. 2000. Species richness of the Campopleginae
and Ichneumoninae (Hymenoptera : Ichneumonidae) along a latitudinal gradient
in eastern North American old-growth forests. Environ Entomol. 29(3):460-466
Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2000. Butterfly community structure in fragmented
habitats. Ecol Letters 3: 449-456.
Sullivan DJ, Volkl W. 1999. Hyperparasitism : multitrophic ecology and behavior.
Annu Rev Entomol44: 291-31 5.
Thomas CFG, Marshall EJP.1999. Arthropod abundance and diversity in differently
vegetated margins of arable fields. Agri Ecos and Environ. 72: 13 1-144.
Tscharntke T. 2000. Parasitoid population in agricultural landscape. Di dalam:
Hochberg ME, lves AR, editor. Parasitoid population biology. Princeton,
Oxford: Princeton Univ press. hlm 235-261.
Tscharntke T, Kruess A. 1999. Habitat fragmentation and biological control. Di
dalam: Hawkins BA, Cornell HV, editor. Theoritical approaches to biological
control. Cambridge: Cambridge Univ press. hltu 190-205.
Usher MB. 1993. A world ofchange : land-use patterns and arthropod community. I)i
dalam: Harrington R, Stork NE, editor. Insect in changing cnviromcnr. Sarl
Diego: Academic press. hlm 371-397.
Waage JK. 1991. Biodiversity as a resource for biological control. Di dalam :
Hawksworth, editor. The biodiversity of microorganisms and invertebrates; its
role in sustainable agriculture. Wallingford : CAB int, hlm 149-163.
111.
KEANEKARAGAMAN,
PARASITISASI
DAN
PENYEBARAN
PARASITOID PADA LANSEKAP PERTANIAN DATARAN TINGGI
DAN RENDAH Dl DAERAH GEOGRAFIK YANG BEllBEDA I l l
JAWA
3.1
Abstrak
Untuk mempelajari keanekaragaman, parasitisasi dan penyebaran paras~to~d
pada lansekap pertanian dataran tinggi dan rendah di daerah geografik yang berbeda
di Jawa, parasitoid dikoleksi dari inang yang diambil dari lapang dengan
menggunakan metode transek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam
keanekaragaman parasitoid dan serangga inang antara daerah lansekap pertanian
dataran rendah dengan lansekap pertanian dataran tinggi, baik pada tanaman padi
maupun tebu. Pada tanaman padi, keanekaragaman parasitoid dan serangga inang
tertinggi untuk daerah pengamatan yang berbeda didapatkan di Pondok lakah 2,
Punvokerto. Indeks kemiripan parasitoid dan spesies inang tidak memperlihatkan
perbedaan antar daerah dengan struktur lansekap pertanian yang berbeda. Parasitoid
yang umum ditemukan disemua lokasi pengamatan adalah Ceron~yasrlacea (Diptera)
dan Apanteles agilis (Hymenoptera), sedangkan jenis parasitoid lainnya umumnya
tersebar pada daerah-daerah tertentu. Serangga inang yang terparasit umumnya
didominasi oleh larva penggulung daun (Parnara) dan hama putih palsu
(Cnaphalocrosis medinalis). Serangga inang yang terparasit dan rata-rata persentase
parasitisasi tidak memperlihatkan perbedaan yang jelas antara daerah struktur
lansekap dataran tinggi dengan daerah struktur lansekap dataran rendah. Pada telur
Scirpophaga, parasitoid yang sama akan memperlihatkan persentase parasitisasi yang
berbeda pada daerah yang berbeda, sedangkan untuk waktu yang berbeda tidak
terlihat perbedaan persentase parasitisasi parasitoid antara daerah yang berbeda
dengan waktu yang berbeda. Kompleksitas jaring-jaring makanan di daerah
Punvokerto yaitu Pondok lakah 1 dan Pondok lakah 2 lebih tinggi dibandingkan
daerah lainnya, baik yang struktur lansekapnya hampir sama ataupun berbeda. Pada
tanaman tebu, indeks kesamaan Jackard untuk serangga parasitoid, hampir tidak
memperlihatkan kesamaan antar daerah, sedangkan untuk serangga inang, kemiripan
tertinggi hanya 57,l persen yaitu antara Kanoman dan Depok. Serangga inang yang
terparasit pada tanaman tebu tidak memperlihatkan perbedaan antara daerah dengan
lansekap kompleks dan lansekap sederhana, demikian pula persentase parasitisasinya.
Umumnya serangga parasitoid yang ditemukan hanya pada lokasi tertentu dan
parasitoid yang ditemukan hampir disemua daerah pengamatan adalah Podagrion sp.
3.2
Pendahuluan
Serangga mempunyai kekayaan spesies yang lebih besar dibandingkan dengan
organisme lain yang ada di bumi. Diperkirakan kekayaan spesies serangga yang telah
dideskripsikan bervariasi dari sekitar 750.000 sanipai satu juta spesies (Samways
IC)94),sedangkan total spesies serangga yang ada sckurang-kurangnp 5 juta sanlpiii