Keanekaragaman Parasitoid Dan Artropoda Predator Pada Pertanaman Kelapa Sawit Dan Padi Sawah Di Cindali, Kabupaten Bogor

KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA
PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN
PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR

HERNI DWINTA PEBRIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman
Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah
di Cindali, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016
Herni Dwinta Pebrianti
NIM A351130221

RINGKASAN
HERNI DWINTA PEBRIANTI. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda
Predator pada Pertanaman Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA dan I WAYAN WINASA.
Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk
hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Indonesia merupakan
negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati tersebut, salah satunya
adalah serangga. Keanekaragaman serangga di suatu ekosistem dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya.
Praktik budidaya yang sering diterapkan adalah secara monokultur. Hal ini
akan memengaruhi keanekaragaman serangga. Serangga sebagai salah satu
komponen dari biodiversitas memiliki peranan yang penting, yaitu sebagai
herbivora (termasuk hama), karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora
(pengurai). Sebagai parasitoid dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi

pengatur populasi hama di lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
merupakan salah satu model pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat
keanekaragaman hayati dengan kondisi vegetasi dan praktek budidaya yang
berbeda.
Adanya tanaman vegetasi bawah dalam suatu ekosistem dapat meningkatkan
lama hidup dan daya predasi maupun parasitisasi dari musuh alami. Vegetasi bawah
berguna sebagai tempat berlindung, tempat kopulasi, tempat istirahat ataupun
sebagai sumber makanan bagi musuh alami. Semakin banyak vegetasi bawah yang
terdapat di dalam suatu ekosistem, maka semakin banyak pula sumber nutrisi dan
inang alternatif yang dapat digunakan oleh musuh alami untuk dapat
melangsungkan kehidupannya.
Penelitian dilaksanakan pada dua ekosistem, yaitu perkebunan kelapa sawit
PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor, dan pertanaman padi sawah yang
berdekatan dengan perkebunan tersebut. Pengamatan di lapangan dilakukan pada
bulan Desember 2014 – Juli 2015. Penelitian ini mengambil 3 plot pada tanaman
kelapa sawit dan 3 plot pada padi sawah. Setiap plot terdiri atas 5 subplot. Satu
subplot berukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel dilakukan mengikuti umur
padi yaitu, sejak padi berumur 2 MST hingga menjelang padi dipanen dan diulang
setiap 2 minggu sekali, dengan menggunakan 3 metode, yaitu jaring serangga,
perangkap lubang, dan perangkap nampan kuning.

Keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua ekosistem tersebut
tinggi. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator
berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57 famili dan 184 morfospesies, sedangkan pada
padi sawah diperoleh 7641 individu dari 10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies.
Kelimpahan morfospesies parasitoid dan predator tertinggi masing-masing adalah
Telenomus podisi dan Anoplolepis gracilipes. Keanekaragaman vegetasi bawah
memengaruhi keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua ekosistem.
Kata kunci: vegetasi bawah, perangkap serangga, musuh alami

SUMMARY
HERNI DWINTA PEBRIANTI. Diversity of Parasitic and Predacious Arthropods
in Oil Palm and Paddy Field at Cindali, Bogor Regency. Supervised by NINA
MARYANA and I WAYAN WINASA.
Biodiversity can be defined as the diversity of living things in various places
to the riches on earth. Indonesia is a tropical country that has high biodiversity
richness, one of them is insect. Insect diversity in the ecosystem is affected by
environment and vegetation that live inside.
Plantation technique that mostly applied is monoculture. This will affect the
insect diversity. Insects as one of the components of biodiversity has an important
role in the food web as herbivores (included as pest), carnivores (parasitoids and

predators), and detritivores. Parasitic and predacious insects hopefully can depress
insect pest population in the ecosystem. Oil palm plantation and paddy are the
models of the plantation that can be used to see the biodiversity with the different
vegetation and agricultural practices.
The existence of ground vegetation can increase longevity and predation or
parasitization rate of natural enemies. Ground vegetation can be used as a shelter,
mating place, resting place or food source for natural enemy. The more vegetation
in the ecosystem, the more nutrition sources and alternative hosts that can be used
by natural enemies for their surviving.
This research was conducted in two ecosystems, i.e. oil palm plantation of
PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor and the second was paddy fields adjacent
to the plantation. This research was conducted in December 2014 until July 2015.
This research took 3 plots in oil palm plantations and 3 plots in paddy field. Each
plot consisted of 5 subplots. One subplot was 18 m x 18 m. Sampling was carried
out biweekly following the paddy age, since 2 weeks after planting until harvested.
This research used three methods, i.e. insect nets, pitfall traps and yellow pan traps.
The diversity of parasitoids and predators on both ecosystem was high. In the
oil palm plantations the total number of insect parasitoids and predators was 10 835
individuals from 10 orders, 57 families and 184 morphospecies, while in the paddy
fields was 7641 individuals from 10 orders, 60 families, and 183 morphospecies.

The highest of parasitoid and predator morphospecies abundance was Telenomus
podisi and Anoplolepis gracilipes. The diversity of ground vegetation in each
ecosystem affected the diversity and abundance of parasitic Hymenoptera and
predators.
Key words: ground vegetation, insect trap, natural enemies

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA
PREDATOR PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN
PADI SAWAH DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR


HERNI DWINTA PEBRIANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tesis yang
berjudul “Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda Predator pada Pertanaman
Kelapa Sawit dan Padi Sawah di Cindali, Kabupaten Bogor” ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Nina
Maryana, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir I Wayan Winasa, MS
sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan,
bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih kepada PTPN VIII Cindali, Bogor yang telah memberikan izin penulis
sehingga peneliti dapat melakukan penelitian pada perkebunan kelapa sawit.
Terima kasih kepada Ayahanda Taherman dan Ibunda Suryani atas doa tulus
ikhlas, perjuangan dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Hevni Siska Maryantama
dan adinda Rahmat Dimas Kurniawan, kakak ipar Gunawan, keponakan Kean
Adam Alfurqan dan Muhammad Haniif, serta keluarga besar yang tiada bosannya
memberi semangat, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga kepada paman
Defya Hendri dan kakak sepupu Nanda Tri Marbella yang selalu menyempatkan
waktu mengunjungi penulis disela kesibukan untuk memberi semangat dan
motivasi.
Terima kasih kepada teman penelitian Ichsan Luqmana Indra Putra yang telah
membantu baik di lapangan maupun laboratorium, serta Susilawati yang memberi
dukungan, nasehat, menjadi kakak dan sahabat bagi penulis. Kepada Evie, Kak Nia,

Kak Jo, Dita, Abang Badrus, Wildan, Ridwan, Agung, Abang Rudi, Abang Reno,
Papa Richard, Ihsan N dan teman-teman Entomologi 2013 diucapkan terima kasih
atas kebersamaannya. Terima kasih kepada rekan-rekan di laboratorium
Biosistematika Serangga, Ibu Aisyah, Mba Atiek, Ciptadi, Heri, Rizky N, Kak Leni,
Kak Irfan, Mba Hapsah, Arini, serta adik-adik yang telah banyak membantu.
Selanjutnya terima kasih kepada teman-teman yang selalu ada dalam suka dan
duka.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016
Herni Dwinta Pebrianti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Keanekargaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman
Padi Sawah

Parasitoid
Predator

3
3
4
6

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Metode Pengambilan Sampel
Metode Jaring Serangga
Metode Perangkap Lubang
Metode Perangkap Nampan Kuning
Pengamatan Vegetasi Bawah
Identifikasi Serangga
Analisis Data

8
8

8
8
8
9
10
10
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator
Dominansi Parasitoid dan Predator
Parasitoid
Predator
Individu Parasitoid dan Pradator yang Dominan Ditemukan
Kesamaan Parasitoid dan Predator yang Ditemukan
Perbedaan Komposisi Parasitoid dan Predator
Vegetasi Bawah
Kelimpahan Serangga Selain Parasitoid dan Predator

11
11
14
15
18
20
24
25
26
28

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

52

DAFTAR TABEL
1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan
pertanaman padi sawah
2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, jumlah morfospesies dan
jumlah individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit
dan padi sawah
3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada
pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
4 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individus predator pada
pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
5 Parasitoid dan predator yang dominan ditemukan pada pertanaman kelapa
sawit dan padi sawah
6 Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
7 Kelimpahan serangga selain parasitoid dan predator pada pertanaman
kelapa sawit dan padi sawah

11
13

16
19
21
27
28

DAFTAR GAMBAR
1 Denah lokasi peneltian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi
sawah di Cindali, Kabupaten Bogor
2 Kurva akumulasi spesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa
sawit dan padi sawah
3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa
sawit dan padi sawah
4 Komposisi tiga famili parasitoid dengan morfospesies tertinggi pada
pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
5 Komposisi tiga famili predator dengan morfospesies tertinggi pada
pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
6 Jumlah morfospesies parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa
sawit dan padi sawah
7 Non - metric multidimentional scaling (NMDS) parasitoid dan predator
berdasarkan indeks Bray-Curtis pada pertanaman kelapa sawit dan padi
sawah

9
12
14
17
21
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu
parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
2 Anova keanekaragaman, jumlah morfospesies dan jumlah individu
predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
3 Kelimpahan parasitoid pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
4 Kelimpahan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
5 Faktor lingkungan selama pengambilan sampel di lapangan, data
berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Bogor
6 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu serangga selain
parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

41
41
42
45
49

49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk
hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Yaherwandi
(2005), Indonesia adalah negara tropis sehingga kaya akan keanekaragaman hayati
tersebut, baik flora maupun fauna. Buchori (2014) menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan telah diakui dunia
sebagai salah satu negara mega biodiversity, salah satunya adalah serangga.
Keanekaragaman serangga pada suatu habitat berbeda, karena faktor tanaman,
keadaan iklim, dan keadaan habitat di sekitarnya (Rizali et al. 2002). Keberadaan
hutan sebagai habitat alami menyediakan jumlah serangga karnivora lebih banyak
dan keanekaragaman serangga lebih tinggi dan kompleks dibandingkan dengan
agroekosistem (Janzen 1987).
Menurut LaSalle (1993), parasitoid merupakan musuh alami yang penting
pada kebanyakan hama tanaman dan bertindak sebagai spesies kunci pada beberapa
ekosistem. Parasitoid mampu mengendalikan hama secara spesifik dan populasinya
di lapangan relatif cukup tinggi (Godfray 1994). Predator merupakan pemangsa
organisme lain yang hidup bebas di alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
dapat menyerang mulai dari fase pradewasa sampai dengan fase dewasa. Predator
membutuhkan beberapa mangsa selama hidupnya sehingga dapat dimanfaatkan
dalam menekan jumlah populasi hama di lapangan.
Tanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan tanaman yang
dibudidayakan secara monokultur, kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dan
padi sawah merupakan tanaman semusim. Praktik pertanian, baik tanaman tahunan
maupun tanaman semusim tidak terlepas dari pengaruh keanekaragaman serangga.
Keanekaragaman serangga di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar
dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Menurut Rohrig et al. (2008), tumbuhan
dapat menyediakan nektar bunga yang dapat meningkatkan daya tahan hidup dan
keperidian serangga. Pada suatu habitat, keberadaan tumbuhan sangat beragam
jenis dan komposisinya, termasuk pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah.
Hal ini akan menciptakan perbedaan keanekaragaman serangga karnivora
(parasitoid dan predator) yang tinggal di dalamnya.
Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman kelapa sawit di antaranya yaitu
anggota Famili Braconidae, Ichneumonidae, Chalcididae, Eulophidae dan
Elasmidae (Basri et al. 1995). Sahari (2012) melaporkan bahwa di Kalimantan
Tengah ditemukan beberapa famili Hymenoptera parasitoid yang dominan pada
tanaman kelapa sawit yaitu Scelionidae, Chalcididae, Braconidae, Ichneumonidae
dan Evaniidae. Predator yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit yaitu dari
Famili Cleridae dan Reduviidae (Cheong et al. 2010). Pada tanaman padi sawah,
parasitoid yang ditemukan umumnya merupakan parasitoid telur dan parasitoid dari
Famili Scelionidae (Herlina et al. 2011), sedangkan predator yang paling banyak di
temukan adalah Famili Carabidae, Formicidae dan Lycosidae (Herlinda et al.
2008).
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Afdeling 1 Cindali, Kecamatan Ranca
Bungur, Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pertanaman kelapa sawit di

2
Jawa Barat, selain itu terdapat juga pertanaman padi sawah yang berdekatan dengan
tanaman kelapa sawit. Berdasarkan kondisi ini menarik untuk dilihat perbedaan
keanekaragaman serangga parasitoid dan predator pada kedua pertanaman tersebut,
hal ini dapat dilakukan dengan mengambil imago serangga di lapangan sebanyak
mungkin untuk melihat keanekaragaman dan kelimpahannya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan artropoda parasitoid
dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Cindali, Kecamatan
Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.

Rumusan Masalah
Keanekaragaman hayati di suatu habitat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitar dan vegetasi yang tumbuh di dalamnya. Praktik budidaya yang sering
diterapkan adalah monokultur dengan penggunaan insektisida yang intensif. Hal
ini akan memengaruhi keanakeragaman hayati khususnya serangga. Serangga
memiliki peranan yang bervariasi yaitu sebagai herbivora termasuk (hama),
karnivora (parasitoid dan predator), dan detritivora (pengurai). Sebagai parasitoid
dan predator, serangga diharapkan dapat menjadi pengatur populasi hama di
lapangan. Pertanaman kelapa sawit dan padi sawah merupakan salah satu model
pertanaman yang dapat digunakan untuk melihat keanekaragaman hayati dengan
kondisi vegetasi dan praktik budidaya yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut,
maka diperlukan adanya kajian untuk mempelajari keanekaragaman serangga
parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah
yang berada di sekitar pertanaman kelapa sawit di Kecamatan Ranca Bungur,
Kabupaten Bogor. Hal tersebut mengingat keduanya merupakan tanaman yang
dibudidayakan secara monokultur.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan
kemiripan komposisi serangga parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa
sawit dan padi sawah di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat menyediakan data dan memberikan informasi
tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga parasitoid dan predator pada
pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan padi sawah yang berada berdekatan
dengan tanaman kelapa sawit di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor.
Selain itu, penelitian ini dapat memberikan informasi hubungan vegetasi tumbuhan
terhadap kelimpahan serangga.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Serangga pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Tanaman
Padi Sawah
Kelapa sawit dan padi merupakan tanaman pertanian yang penting di
Indonesia, padi menduduki urutan pertama dan kemudian disusul dengan kelapa
sawit (WG 2011). Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati terbesar di
dunia, yaitu 59% (KMSI 2010), dan Indonesia merupakan negara penghasil minyak
kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia (AAL 2013).
Selanjutnya untuk tanaman padi, Indonesia adalah penghasil padi terbesar ke tiga
di dunia setelah China dan India (OECD-FAO 2014). Padi merupakan tanaman
pangan utama Indonesia dengan hasil produksi pada tahun 2014 adalah 71 juta ton
padi (BPS 2015). Berdasarkan kondisi ini, tanaman kelapa sawit dan padi
diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan
perekonomian nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini
tentunya berkaitan dengan kegiatan usaha tani yang tidak terlepas dari
keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan dalam
menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme
yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem (Altieri dan Nicholls 2004).
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Hal ini karena daerah
tropis memiliki iklim yang hangat dan stabil sehingga sedikit terjadi kepunahan
masal (Noyes 1989).
Salah satu komponen keanekaragaman hayati tersebut adalah serangga.
Serangga adalah salah satu kelompok hewan invertebrata dan termasuk anggota
Filum Arthropoda yang tubuhnya beruas-ruas. Menurut Ross et al. (1982), jumlah
serangga 11 kali lebih banyak dari jumlah anggota Arthropoda kelompok lain.
Jumlah anggota Filum Arthropoda adalah 67.4% dari seluruh kelompok hewan di
seluruh dunia dan 59.5% di antaranya merupakan serangga. Jumlah serangga yang
banyak tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukungnya. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah ukuran tubuh yang kecil, siklus hidup yang pendek,
mengalami metamorfosis, memiliki sistem indera dan neuromotorik yang baik,
memiliki eksoskeleton, dan daya adaptasi dan seleksi yang tinggi (Gullan dan
Cranston 1994).
Serangga merupakan salah satu komponen keanekaragaman hayati yang
berperan sebagai herbivora, karnivora dan pengurai dalam suatu jaring makanan.
Keanekaragaman serangga dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan karena
memengaruhi dan menentukan perkembangan serangga. Faktor lingkungan terdiri
atas faktor biotik dan abiotik (Tarumingkeng 1991). Keanekaragaman serangga
pada suatu ekosistem berbeda, termasuk adanya perbedaan antara keanekaragaman
serangga di perkebunan kelapa sawit dan pertanaman padi sawah, namun tidak
menutup kemungkinan adanya pengaruh timbal balik yang baik apabila
perkebunan sawit berdekatan dengan pertanaman padi sawah. Keanekaragaman
serangga pada perkebunan kelapa sawit lebih mengarah pada pergantian spesies
hutan oleh spesies nonhutan yang mendukung ekosistem terbuka, sehingga terdapat

4
perbedaan yang nyata dalam komposisi komunitas pada perkebunan kelapa sawit
(Pfeiffer et al. 2008).
Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi sawah lebih terpengaruh
oleh adanya praktik pertanian (Downie et al. 1999). Praktik pertanian yang tidak
sesuai dapat menyebabkan terjadinya ledakan serangga herbivora karena tidak
bekerjanya serangga karnivora dengan baik. Keanekaragaman serangga pada
pertanaman padi sawah juga dipengaruhi oleh adanya ekosistem dan habitat yang
mendukung. Berdasarkan penelitian yang dilaporkan Rizali et al. (2002), pada
lahan pertanian padi sawah yang berbatasan langsung dengan hutan Taman
Nasional Gunung Halimun, jenis dan peranan serangga yang diperoleh
menunjukkan serangga herbivora yang paling banyak yaitu 37.2%, walaupun
demikian jumlah musuh alami juga banyak, 33.6% (predator dan parasitoid), 6.2%
serangga detritivora, dan 23% serangga lain. Struktur habitat sekitar lahan
pertanian memengaruhi keanekaragaman musuh alami yang ada pada suatu lahan
tersebut. Keberadaan hutan di sekitar lahan dapat meningkatkan keanekaragaman
serangga yang ada.
Perkebunan kelapa sawit dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan
dapat diharapkan saling memengaruhi dalam hal hubungan timbal balik yang baik
dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Melestarikan keanekaragaman hayati di
dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit dapat membantu untuk memastikan
bahwa checks and balances yang biasanya mengatur spesies invasif dan hama di
habitat alami terus berfungsi (Pfeiffer et al. 2008).

Parasitoid
Istilah parasitoid pertama kali diperkenalkan oleh Router pada tahun 1913
yang menjelaskan bahwa parasitoid merupakan serangga yang fase pradewasanya
hidup di dalam jaringan artropoda lain (serangga) yang kemudian mematikannya.
Meskipun demikian, istilah ini baru diterima secara luas sejak tahun 1974 (Godfray
1994). Fase inang yang diserang parasitoid umumnya adalah telur dan larva, namun
beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang menyerang imago inang
(Gullan dan Cranston 1994). Parasitoid sering dianggap sangat efisien dan mampu
menyempurnakan perkembangannya dalam satu inang. Berdasarkan jumlah
parasitoid yang hidup dalam inang, parasitoid terdiri atas parasitoid soliter dan
parasitoid gregarius. Parasitoid soliter merupakan spesies parasitoid yang
perkembangan hidupnya terjadi pada satu tubuh inang, satu inang diparasit oleh
satu individu parasitoid. Parasitoid gregarius adalah spesies parasitoid yang
beberapa individu dapat hidup bersama-sama dalam tubuh satu inang, jumlah
imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali (Naumann 1991).
Parasitoid memiliki karakteristik antara lain, merusak inangnya selama
perkembangan, berukuran relatif lebih kecil dari inangnya, memiliki inang yang
spesifik, inangnya merupakan serangga, menghabiskan satu inang selama
hidupnya, imago parasitoid hidup bebas dan hanya fase pradewasa yang memarasit
inangnya. Selain itu karakteristik parasitoid yang lain adalah jumlah populasi di
lapangan yang melimpah, dan mampu menekan populasi serangga hama secara
nyata (Godfray 1994). Parasitoid mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik

5
dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per individu yang rendah dan
memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi.
Terdapat dua jenis parasitoid berdasarkan perilaku makannya yaitu,
endoparasitoid dan ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah parasitoid yang hidup,
berkembang, dan makan di dalam tubuh inang, sedangkan ektoparasitoid adalah
parasitoid yang hidup, berkembang, dan makan di luar tubuh inang, hanya alat
mulutnya yang melekat pada tubuh inang. Sebagian besar parasitoid hanya masuk
ke dalam satu golongan saja, tetapi ada juga yang hidup sebagai endoparasitoid dan
pada fase lain berubah menjadi ektoparasitoid (Godfray 1994; Quicke 1997).
Berdasarkan fase inangnya, parasitoid dikelompokkan ke dalam parasitoid
telur, telur-larva, larva, larva-pupa, pupa, dan imago. Terdapat beberapa parasitoid
yang menyerang lebih dari satu fase, parasitoid ini berkembang pada dua fase, pada
fase pertama larva parasitoid hanya berkembang dan baru bisa membunuh inang
ketika masuk ke fase selanjutnya, seperti parasitoid telur-larva dan parasitoid larvapupa. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan pada inang, parasitoid terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu koinobion dan idiobion. Parasitoid yang inangnya tidak
berkembang lebih jauh setelah terparasit termasuk ke dalam kelompok idiobion,
sedangkan parasitoid yang inangnya tetap melanjutkan perkembangan paling tidak
selama beberapa waktu setelah terparasit termasuk kelompok koinobion.
Kelompok koinobiont biasanya menyerang larva, lebih sering pada instar-instar
awal (Godfray 1994; Quicke 1997).
Parasitoid dewasa menyerang inang untuk meletakkan telur dengan tujuan
menyediakan makanan bagi keturunannya, dan beberapa parasitoid juga
melakukan host feeding. Beberapa kasus terdapat sejumlah larva parasitoid dari
spesies yang sama berkembang dalam satu ekor inang, fenomena ini dinamakan
superparasitisme, dan jika dua spesies parasitoid yang berbeda meletakkan telur
pada satu inang dan larvanya menyelesaikan siklus hidupnya pada inang tersebut
dinamakan multiparasitisme (Godfray 1994).
Famili Hymenoptera yang ditemukan mengalami superparasitisme di
antaranya adalah Famili Braconidae (Montoya et al. 2012), Ichneumonidae (Ueno
1997; Zhang et al. 2010), Eupelmidae (Darrouzet et al. 2003), Eulophidae (Cheong
et al. 2010), Pteromalidae (Wylie 1965; Kraft dan Van Nouhuys 2013), dan
Trichogrammatidae (Shoeb dan El-Heneidy 2010). Beberapa contoh parasitoid
yang mengalami fenomena multiparasitime di antaranya Famili Ichneumonidae
Pimpla disparis Viereck dan Itoplectis conquisitor (Say) (Moser et al. 2008),
Nemeritis canescens (Gravenhorst) dan Horogenes chrysostictos Gmelin pada
Ephestia sericarium Scott (Lepidoptera: Phycitidae) (Fisher 1961), Famili
Braconidae Aphaereta genevensis Fischer dan Aphaereta pallipes (Say) pada pupa
Diptera cyclorrapha (Pexton dan Mayhew 2004), Hyposoter horticola
(Gravenhorst) dan Cotesia melitaearum (Wilkinson) pada Melitaea cinxia
(Linnaeus) (Lepidoptera: Nymphalidae) (Van Nouhuys dan Punju 2010), Aphidius
colemani Viereck dan Lysiphlebus testaceipes (Cresson) pada Aphis gossypii
Glover (Sampaio et al. 2006), dan Famili Aphelinidae Eretmocerus melanoscutus
Zolnerowich dan Rose dan Encarsia Sophia (Girault dan Dodd) pada Bemisia
tabaci (Gennadius) (Shah et al. 2015).
Clausen (1940) menjelaskan bahwa terdapat beberapa ordo serangga yang
termasuk ke dalam parasitoid yaitu Hymenoptera, Diptera, Strepsiptera,
Coleoptera, Lepidoptera, Trichoptera, dan Neuroptera. Namun sebagian besar

6
parasitoid terdapat pada ordo Hymenoptera dan Diptera (Godfray 1994). Menurut
Doutt (1959), terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar parasitoid berhasil
memarasit inangnya, yaitu (1) penemuan habitat inang, (2) penemuan inang (3)
pengenalan dan penerimaan inang, dan (4) kesesuaian inang. Studi tentang
parasitoid dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan mengambil
larva inang yang terserang parasitoid di lapangan kemudian diperbanyak di
laboratorium untuk melihat parasitoid yang memarasiti inang sampel dan melihat
biologi parasitoid. Cara berikutnya, yaitu mengambil imago di lapangan sebanyak
mungkin untuk melihat keanekaragaman parasitoid di lapangan.
Penelitian tentang studi keanekaragaman parasitoid sering dilakukan.
Penelitian pada pertanaman padi sawah di antaranya dilakukan oleh Widiarta et al.
(2006) yang melaporkan bahwa ditemukan Telenomus sp., Trichogramma sp., dan
Opius sp. pada tanaman padi di Sukamandi pada musim hujan 2005/2006.
Selanjutnya penelitian Yaherwandi (2009) melaporkan parasitoid yang dominan
pada pertanaman padi sawah yaitu dari Ordo Hymenoptera Famili Mymaridae,
Eulophidae dan Diapriidae.

Predator
Predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga
lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator sering kali mempunyai
mangsa yang sama ketika fase pradewasa dan dewasa. Namun terdapat jenis
predator yang fase pradewasa dan dewasanya membutuhkan mangsa yang
berlainan. Beberapa predator bersifat kanibal, terutama bila terjadi kekurangan
makanan. Pada keadaan makanan yang terbatas, individu yang lemah akan
dimangsa oleh individu yang kuat. Imago Famili Coccinellidae akan memakan
telurnya sendiri yang baru diletakkan bila mangsanya yang berupa kutu-kutu
tanaman tidak ditemukan (Borror et al. 1996).
Beberapa strategi predator saat menangkap mangsa adalah diam menunggu,
menyergap, insinuasi (menenangkan mangsanya yang aktif), teknik umpan dan
menangkap (kepik pembunuh), terbang (Ordo Odonata dan Ordo Diptera), dan
kleptoparasitisme (mendapatkan mangsa dengan mencuri dari serangga lain).
Predator dalam menemukan mangsanya sama dengan hama dan parasitoid, yaitu
memiliki beberapa tahapan di antaranya tahapan penemuan habitat mangsa,
penemuan mangsa, penerimaan mangsa dan kesesuaian mangsa (New 1991).
Predator memiliki peranan penting dalam penekanan populasi serangga
hama, karena dapat meningkatkan mortalitas hama. Menurut Untung (2006),
terdapat beberapa ordo serangga yang anggotanya merupakan predator, antara lain
Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera, Diptera, Orthoptera, Odonata dan
Hemiptera.
Menurut Idris et al. (2001), kelimpahan serangga predator berkaitan dengan
kelimpahan mangsa, pengaruh hujan dan pengaruh feromon dari serangga mangsa.
Selain itu kelimpahan serangga predator berkaitan dengan vegetasi tanaman yang
berada di sekitar lahan pertanaman. Kuznetsov dan Zakharov (2001) melaporkan,
salah satu faktor yang memengaruhi penyebaran kumbang Coccinellidae di Rusia
adalah kekayaan tanaman. Untung (2006) juga menjelaskan bahwa banyak
serangga predator dapat hidup dan berkembangbiak memerlukan persyaratan hidup

7
yang tidak dapat ditemukan semuanya pada tanaman budidaya. Untuk memperoleh
keperluan hidupnya pada periode tertentu serangga tersebut harus pindah ke
tanaman inang pengganti atau habitat lainnya yang berada di sekitar tanaman
budidaya seperti rerumputan, tumbuhan gulma, atau semak-semak sekitar lahan
pertanian untuk mendapatkan makanan, tempat peletakan telur, dan sebagai tempat
persembunyian yang sesuai.
Predator merupakan salah satu musuh alami bagi serangga di perkebunan
kelapa sawit dan tanaman padi sawah. Hindarto (2015) melaporkan bahwa
serangga dengan fungsi ekologi sebagai predator pada perkebunan kelapa sawit
dengan kelimpahan paling tinggi adalah Ordo Hymenoptera, Hemiptera dan
Diptera. Predator pada tanaman padi sawah yang paling banyak ditemukan pada
ekosistem persawahan di Daerah Cianjur, Jawa Barat adalah spesies dari Famili
Carabidae dan Staphylinidae (Herlinda et al. 2004).

8

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada dua pertanaman, yaitu pertanaman kelapa sawit
PTPN VIII Afdeling 1 Cindali dan pertanaman padi sawah yang berada berdekatan
dengan tanaman kelapa sawit. Kedua lokasi berada di Kecamatan Ranca Bungur,
Kabupaten Bogor. Sortasi dan identifikasi dilaksanakan di laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Juli
2015.

Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel serangga dilakukan pada 2 lokasi pertanaman. Setiap
lokasi penelitian terdiri atas 3 plot, sehingga total adalah 6 plot (Gambar 1).
Pemilihan plot pada kelapa sawit dilakukan secara acak pada beberapa blok yang
memiliki luas sekitar 145 - 150 ha dan berdekatan dengan sawah. Pemilihan plot
pada padi sawah dilakukan dengan mengambil 3 lahan sawah yang kepemilikannya
berbeda namun umur padinya sama dan memiliki luas sekitar 4000 – 5000 m2.
Ditentukan 5 subplot pada setiap plot kelapa sawit dan padi. Satu subplot berukuran
18 m x 18 m. Pengambilan sampel serangga pada 2 lokasi pertanaman dilakukan
mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 minggu setelah tanam (MST)
hingga menjelang padi dipanen, dan diulang setiap 2 minggu sekali. Pengambilan
sampel serangga dilakukan dengan 3 metode, yaitu menggunakan jaring serangga,
perangkap lubang dan perangkap nampan kuning.
Metode Jaring Serangga
Jaring serangga yang digunakan berdiameter 30 cm dengan panjang tongkat
80 cm, dan jaring tersebut terbuat dari kain organdi. Pengambilan sampel dilakukan
dengan mengayunkan jaring serangga sebanyak 100 kali ayunan ganda pada setiap
subplot, sehingga total setiap plot yaitu 500 kali ayunan ganda. Satu kali ayunan
ganda adalah mengayunkan jaring serangga 1 kali ke kiri dan 1 kali ke kanan. Hasil
dari jaring serangga dimasukkan ke dalam separator. Separator yang digunakan
berbentuk persegi panjang, terbuat dari kain yang berwarna hitam dengan kerangka
kawat. Ukuran panjang empat sisi samping separator 26.5 cm, tinggi sisi depan
17.5 cm, tinggi sisi belakang 16 cm, lebar sisi depan 18 cm, dan lebar sisi belakang
16.5 cm. Bagian ujung depan kain separator terjuntai sebagai tempat untuk
memasukkan serangga hasil dari jaring serangga. Ujung belakang kain separator
diberi botol plastik yang berisi alkohol 70% sebagai wadah tempat sampel.
Metode Perangkap Lubang
Pengambilan sampel dengan menggunakan perangkap lubang dilakukan
untuk menangkap serangga dan artropoda yang aktif pada permukaan tanah.
Perangkap lubang berupa wadah plastik bening bervolume ± 240 ml, berdiameter-

9

Gambar 1 Denah lokasi penelitian pada pertanaman kelapa sawit PTPN VIII dan
padi sawah di Cindali, Kabupaten Bogor. Plot pengamatan pada
pertanaman kelapa sawit,
Plot pengamatan pada pertanaman padi
sawah
7 cm dan tinggi wadah 10 cm. Perangkap lubang dipasang dengan membuat suatu
lubang dengan menggali tanah, selanjutnya wadah dimasukkan ke dalam lubang
tersebut dan diusahakan permukaannya rata dengan permukaan tanah di sekitarnya.
Perangkap lubang diisi dengan larutan gliserol sebanyak seperempat dari tinggi
wadah. Bagian atas wadah ditutup dengan seng sebagai atap untuk menghindari
masuknya air ketika hujan serta dipasang tiang yang terbuat dari bambu setinggi 5
cm dari permukaan tanah. Pada setiap plot dipasang 10 perangkap atau pada setiap
subplot terdapat 2 perangkap. Perangkap lubang dipasang di sekitar tanaman kelapa
sawit dan di pematang sawah selama 2 x 24 jam. Serangga hasil pengambilan
sampel ini kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol
70%.
Metode Perangkap Nampan Kuning
Metode pengambilan sampel dengan perangkap nampan kuning dilakukan
untuk serangga yang tertarik pada warna cerah. Perangkap terbuat dari wadah
plastik berukuran 22 cm x 14 cm x 4 cm, diisi larutan sabun sebanyak setengah dari
tinggi wadahnya dan diletakkan pada permukaan tanah. Pada setiap plot dipasang
10 perangkap. Setiap subplot dipasang 2 perangkap selama 1 x 24 jam. Serangga
yang terperangkap kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam botol yang berisi
alkohol 70%.

10
Pengamatan Vegetasi Bawah
Pengamatan vegetasi bawah dilakukan dengan tujuan sebagai data
pendukung dalam penelitian. Vegetasi bawah yang ditemukan dalam plot
pengambilan sampel serangga dicatat, diambil dan dibuat herbarium untuk
selanjutnya diidentifikasi hingga tingkat spesies.

Identifikasi Serangga
Sampel diidentifikasi sampai ke tingkat morfospesies. Identifikasi sampel
dilakukan dengan acuan beberapa kunci identifikasi (Grissel dan Schauff 1990;
CSIRO 1991; Goulet dan Huber 1993; Borror et al. 1996; Triplehorn dan Johnson
2005) serta dengan menggunakan spesimen referensi dari berbagai sumber.

Analisis Data
Data hasil identifikasi ditabulasikan dalam satu tabel menggunakan perangkat
lunak Microsoft Excel. Data dianalisis dengan menggunakan program R Statistic
versi 3.0.2 untuk melihat nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’),
jumlah morfospesies (S), jumlah individu (N), dominansi parasitoid dan predator.
Kurva akumulasi parasitoid dan predator menggunakan program Estimates 9.1.0.
Estimasi kekayaan digunakan nilai penduga Jackknife-1. Data keanekaragaman
parasitoid dan predator pada lokasi penelitian dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam (oneway Anova).

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator
Parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 11
ordo, 69 famili, 228 morfospesies, dan 18 476 individu. Pada pertanaman kelapa
sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 10 835 dari 10 ordo, 57
famili dan 184 morfospesies, sedangkan padi sawah diperoleh 7641 individu dari
10 ordo, 60 famili dan 183 morfospesies. Kelimpahan parasitoid dan predator yang
diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan dengan
pertanaman padi sawah (Tabel 1). Banyaknya parasitoid dan predator yang
ditemukan pada habitat kelapa sawit karena terdapat banyak tanaman vegetasi
bawah yang dapat mendukung kelangsungan hidup dari musuh alami. Menurut
Barbosa dan Benrey (1998), semakin banyak atau beragam spesies dari tumbuhan
yang terdapat dalam suatu habitat, maka semakin tinggi juga tingkat
keanekaragaman musuh alami pada habitat tersebut.
Tabel 1 Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan
pertanaman padi sawah
Lokasi

a

Ordo

Jumlah
Famili
Morfospesies

Individu

Jack-1a %

Sawit
Parasitoid
Predator

02
10

25
32

101
083

0 3248
0 7587

88.09
83.44

Sawah
Parasitoid
Predator

03
09

27
33

095
088

1910
5731

79.96
84.31

persentase spesies parasitoid dan predator yang diperoleh berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan Jackknife-1

Kurva akumulasi spesies yang berupa nilai estimasi Jack-1 (Jackknife-1
estimator) yang diperoleh dari data morfospesies parasitoid dan predator yang
dikumpulkan dari semua plot pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 2). Pada lokasi pertanaman kelapa
sawit memiliki nilai penduga Jackknife-1 tertinggi untuk parasitoid yaitu 88.09%
dan lokasi pertanaman padi sawah dengan nilai penduga Jackknife-1 tertinggi untuk
predator yaitu 84.31%. Berdasarkan nilai yang diperoleh menunjukkan belum
optimalnya jumlah spesies parasitoid dan predator yang dikumpulkan. Hal yang
sama terlihat pada kurva akumulasi jumlah keseluruhan morfospesies parasitoid
dan predator yang menunjukkan tidak tercapainya asimtot sampling. Hal ini berarti
bahwa morfospesies parasitoid dan predator yang terdapat pada kedua lokasi
pertanaman belum lengkap. Chao et al. (2009) menyatakan bahwa tidak optimalnya
pengambilan sampel serangga umum terjadi pada penelitian ekologi di daerah
tropis, seringkali diperlukan upaya pengambilan sampel tambahan untuk
mengumpulkan semua spesies yang terdapat pada suatu daerah.

12
120

(a)
Jumlah spesies

100
80
60

sawah

40

sawit

20
0
1

(b)

2

3
4
Waktu pengamatan

5

6

100

Jumlah spesies

80
60
sawah

40

sawit
20
0
1

2

3
4
Waktu pengamatan

5

6

Gambar 2 Kurva akumulasi spesies (a) parasitoid, dan (b) predator pada pertanaman
kelapa sawit dan padi sawah
Jumlah serangga parasitoid berdasarkan lokasi pengambilan sampel
menunjukkan bahwa pada lokasi pertanaman kelapa sawit diperoleh 2 ordo, 25
famili, 101 morfospesies dan 3248 individu, sedangkan pada pertanaman padi
sawah ditemukan 3 ordo, 27 famili, 95 morfospesies dan 1910 individu. Kekayaan
parasitoid yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit dibandingkan
dengan padi sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman parasitoid
pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi sawah) memiliki perbedaan.
Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa perbedaan lokasi pertanaman
memengaruhi keanekaragaman /H’ (F 1.4= 13.980, P= 0.020*), jumlah morfospesies
parasitoid (F 1.4= 34.520, P= 0.004**), dan jumlah individu parasitoid (F 1.4= 8.521,
P= 0.043*) (Lampiran 1). Hal ini karena pada suatu lokasi pertanaman yang sama
kemungkinan bisa terjadi perbedaan kemiripan yang disebabkan perbedaan
mikroklimat atau keadaan lingkungan yang dapat saja terjadi pada waktu yang
berbeda meskipun berada pada satu lokasi yang sama. Hal ini dikarenakan serangga
mengikuti atau beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda (Bianchi et al.
2006).
Jumlah serangga dengan fungsi ekologi sebagai predator (Tabel 1), diperoleh
10 ordo, 32 famili, 83 morfospesies dan 7587 individu pada pertanaman kelapa
sawit, sedangkan pada pertanaman padi sawah ditemukan 9 ordo, 33 famili, 88

13
morfospesies dan 5731 individu. Hasil analisis menunjukkan bahwa
keanekaragaman predator pada kedua lokasi pertanaman (kelapa sawit dan padi
sawah) tidak memiliki perbedaan. Berdasarkan uji Anova diketahui bahwa
perbedaan lokasi pertanaman tidak memengaruhi keanekaragaman/H’ (F 1.4= 3.618,
P= 0.130), dan jumlah morfospesies predator (F 1.4= 6.261, P= 0.066), namun
memengaruhi jumlah individu predator (F 1.4= 23.050, P= 0.008**) (Lampiran 2).
Hal ini karena predator memiliki kisaran mangsa yang luas dan tidak hanya
bergantung pada satu mangsa saja. Selain itu menurut Herlinda et al. (2004)
predator memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral seperti
pada pertanaman padi sawah.
Fungsi serangga sebagai parasitoid dan predator pada kedua lokasi
pertanaman masing-masing menunjukkan keanekaragaman yang tinggi, karena
dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman yang lebih dari 3 (Tabel 2). Hal ini
karena adanya vegetasi yang berada pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
yang merupakan tempat hidup dan sumber makanan bagi parasitoid dan predator.
Siemann et al. (1999) menyatakan bahwa keanekaragaman predator dan parasitoid
tergantung pada keanekaragaman herbivora, selain itu tergantung juga pada
keanekaragaman tanaman, banyak parasitoid dan predator mengambil nektar dan
serbuk sari sebagai nutrisi.
Tabel 2 Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), jumlah morfospesies
(S) dan jumlah individu (N) parasitoid dan predator pada pertanaman
kelapa sawit dan padi sawah
Lokasi (plot)

Fungsi ekologi

H’

S

N

Sawit 13

Parasitoid
Predator

3.68
3.36

81
58

813
2304

Sawit 16

Parasitoid
Predator

3.88
3.31

90
66

1117
2616

Sawit 18

Parasitoid
Predator

3.66
3.30

87
63

1318
2667

Sawah 1

Parasitoid
Predator

3.43
3.36

70
66

578
1895

Sawah 2

Parasitoid
Predator

3.51
3.53

70
73

613
2023

Parasitoid

3.45

71

719

Predator

3.40

72

1813

Sawah 3

Kelimpahan individu parasitoid tertinggi ditemukan pada sawit plot 18
sebanyak 1318 individu, serta nilai indeks keanekaragaman dan jumlah
morfospesies pada sawit plot 16 dengan masing-masing nilai H 3.88 dan S 90
(Tabel 2). Jumlah tertinggi individu predator ditemukan pada sawit plot 18
sebanyak 2667 individu, keanekaragaman pada sawah plot 2 dengan nilai H 3.53,
dan jumlah morfospesies pada sawah plot 2 dengan S 73 morfospesies. Tingginya
kelimpahan parasitoid dan predator pada sawit plot 18 karena umur tanaman sawit
yang lebih tua dibandingkan dengan umur tanaman pada kedua plot sawit lainnya.
Semakin tua umur kelapa sawit, maka akan memengaruhi kondisi vegetasi yang

14
terdapat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan komposisi
vegetasi yang terdapat di dalam plot sawit 18 memperlihatkan jumlah
keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi yang lebih banyak dari sawit plot 13 dan
16. Luskins dan Potts (2011), menyatakan bahwa umur tanaman sawit yang lebih
tua memengaruhi banyaknya vegetasi bawah yang tumbuh pada sawit tersebut.

Dominansi Parasitoid dan Predator

3201
2716

Parasitoid dalam penelitian ini berasal dari kelompok Ordo Diptera,
Hymenoptera dan Strepsiptera. Predator berasal dari Ordo Araneae, Coleoptera,
Dermaptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, Odonata,
dan Orthoptera (Gambar 3).
3500
2079

Parasitoid
1440

2500
2000

Predator

324
0
0

0

0
12

0

0

0

500

47

206

1000

0
133

647

1500

0
5

Jumlah Individu

3000

0
25

a

0

1282

1560

1445

1500

Parasitoid
1000

9
0

468
0

341
0

0
0

0
23

279
0

45

0
2

500

0

331

Predator

0

b

Jumlah Individu

2000

1856

Ordo

0

Ordo

Gambar 3 Kelimpahan individu parasitoid dan predator pada pertanaman (a) kelapa
sawit dan (b) padi sawah
Banyaknya ordo dari parasitoid dan predator yang diperoleh dalam penelitian
ini sama seperti yang ditemukan oleh beberapa peneliti pada pertanaman padi
sawah yang tergolong dalam anggota Ordo Strepsiptera (Shepard et al. 1991),

15
Hymenoptera, dan Diptera (Rizali et al. 2002; Hamid et al. 2003). Predator
ditemukan dari anggota Ordo Coleoptera, Orthoptera, Odonata, Dermaptera, dan
Hymenoptera, Hemiptera, Diptera dan Araneae (Rizali et al. 2002; Herlinda et al.
2004; Widiarta et al. 2006). Selanjutnya pada perkebunan kelapa sawit Ordo
Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Mantodea, Neuroptera, dan
Odonata berperan sebagai predator, Ordo Diptera dan Hymenoptera dengan fungsi
ekologi sebagai parasitoid (Hindarto 2015).
Total morfospesies dari parasitoid dan predator adalah 228 morfospesies
(Lampiran 3 dan 4), dengan jumlah tertinggi dari kelompok parasitoid pada kedua
pertanaman sebanyak 120 morfospesies. Hal ini karena parasitoid mempunyai
karakteristik antara lain jumlah populasi di lapangan yang melimpah dengan inang
spesifik berupa serangga (Godfray 1994). Parasitoid mempunyai kemampuan
beradaptasi yang baik dengan lingkungan, memiliki kebutuhan makanan per
individu yang rendah dan memiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi.
Parasitoid
Kelimpahan dan keanekaragaman morfospesies parasitoid yang paling
dominan berasal dari Ordo Hymenoptera, baik pada pertanaman kelapa sawit
maupun padi sawah dengan masing-masing berjumlah 3201 dan 1856 individu,
dengan 114 morfospesies. Hal ini didukung dengan pendapat Hassel dan Waage
(1984) bahwa keanekaragaman parasitoid yang tinggi terdapat pada Ordo
Hymenoptera dengan kurang lebih 200 000 spesies, 250 000 spesies (Gauld 1986),
bahkan menurut Quicke (1997), sekitar 80% spesies parasitoid termasuk ke dalam
ordo Hymenoptera. Morfospesies dan individu parasitoid yang dominan ditemukan
pada Ordo Hymenoptera tersebut terdapat pada Famili Braconidae, Scelionidae dan
Eulophidae (Tabel 3). Tingginya perolehan karena penyebaran Famili ini yang
cukup merata dan menempati beragam habitat.
Famili Braconidae ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi
dibandingkan dengan famili lain, baik pada pertanaman kelapa sawit maupun padi
sawah. Hal ini karena Famili Braconidae merupakan famili yang paling beragam
dan melimpah ditemukan dari famili lain (Shaw dan Huddleston 1991). Pada
penelitian yang dilakukan Sahari (2012) dilaporkan bahwa Famili Braconidae
banyak ditemukan berperan sebagai parasitoid dari hama tanaman kelapa sawit,
serta dominan ditemukan baik dari segi jumlah spesies maupun kelimpahannya.
Menurut Papp (1994), Famili Braconidae banyak ditemukan pada vegetasi dengan
ketinggian 0 - 3 m bila dibandingkan pada kanopi. Hal tersebut tentunya dapat
dikaitkan dengan perangkap yang digunakan dalam penelitian ini.
Famili yang ditemukan dengan jumlah morfospesies tertinggi kedua setelah
Famili Braconidae adalah Famili Scelionidae. Famili ini ditemukan dengan jumlah
kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan famili lain. Menurut Goulet
dan Huber (1993), Famili Scelionidae merupakan parasitoid telur dari banyak
serangga dan laba-laba sehingga memiliki jumlah spesies yang banyak. Parasitoid
Famili Scelionidae ini umum ditemukan pada tanaman padi sawah dan ditemukan
dengan jumlah spesies dan individu yang banyak (Herlina et al. 2011). Selain itu,
menurut Sperber et al. (2004), parasitoid Famili Scelionidae ini merupakan famili
terbanyak ditemukan dibandingkan dengan parasitoid famili lainnya pada sistem
agroforestri kakao di Brasil.

16
Tabel 3 Kelimpahan ordo, famili, morfospesies dan individu parasitoid pada
pertanaman kelapa sawit dan padi sawah
Ordo
Diptera

Hymenoptera

Strepsiptera

Famili
Conopidae
Pipunculidae
Tachinidae
Aphelinidae
Bethylidae
Braconidae
Ceraphronidae
Chalcididae
Chrysididae
Diapriidae
Elasmidae
Encyrtidae
Eucharitidae
Eucoilidae
Eulophidae
Eupelmidae
Eurytomidae
Evaniidae
Ichneumonidae
Mutillidae
Mymaridae
Platygastridae
Pompilidae
Pteromalidae
Scelionidae
Scoliidae
Torymidae
Trichogrammatidae
Stylopidae

Sawit
S
00
01
02
02
02
15
07
01
00
04
01
07
01
03
12
02
02
03
08
01
05
03
00
04
13
01
01
03
00

N
000
035
012
018
028
440
150
041
000
337
017
172
001
041
399
039
039
019
073
001
306
276
000
057
649
002
010
086
000

Sawah
S
01
01
02
00
02
16
05
02
01
03
01
04
00
02
09
01
02
01
09
01
07
03
01
04
10
01
01
04
01

N
1
17
27
0
2
130
155
9
1
182
11
50
0
19
233
5
17
1
34
2
211
233
1
29
440
2
7
82
9

S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu

Famili Eulophidae merupakan famili yang ditemukan dengan jumlah
morfospesies tertinggi ketiga setelah Famili Braconidae dan Scelionidae. Menurut
Gauthier et al. (2000), Famili Eulophidae ditemukan dengan kelimpahan yang
tinggi pada daerah tropis dan sub tropis, memiliki kisaran inang yang luas, dan telah
terbukti