TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Energi Matahari Untuk Memanaskan Air

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer dan kehidupan di Bumi sebagai. Energi yang datang ke bumi sebagian besar merupakan pancaran radiasi matahari. Energi ini kemudian ditransformasikan menjadi bermacam-macam bentuk energi, misalkan pemanasan pemukaan Bumi, gerak dan pemanasan atmosfer, gelombang lautan, foto sintesa tanaman dan reaksi foto kimia lainya. Penyebaran sinar matahari tiap tahun di belahan bumi berfariasi termasuk Indonesia . Indonesia rata – rata menerima sinar matahari delapan 8 jam perhari. Dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dan Negara agraris, oleh karena itu penulis mencoba untuk merancang sebuah alat yang dapat digunakan di tengah-tengah masyarakat dengan pemanfaatan energi surya untuk memanaskan Air untuk kebutuhan mandi, air minum dsb dan intensitas sinar matahari yang masuk ditentukan posisi matahari terhadap kolektor.

2. 1. Tinjauan perpindahan panas

Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi, apabila Universitas Sumatera Utara 13        dx dT KA - q sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka kita menyebutnya konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke plat penutup kaca umumnya menutupi kolektor dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi.

2.1.1 Konduksi hantaran

Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier Dimana q = Laju perpindahan panas w K = Konduktifitas Termal W m.k A = Luas Penampang yang terletak pada aliran panas m2 dTdx = Gradien temperatur dalam arah aliran panas - km

2.1.2 Konveksi aliran

Udara yang mengalir diatas suatu permukaan logam pada sebuah alat pemanas udara surya, dipanasi secara konveksi yaitu konveksi paksa dan konveksi alamiah, apabila aliran udara disebabkan oleh blower maka penulis menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis maka penulis menyebutnya konveksi alamiah. Pada umumnya laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan hukum persamaan pendinginan Newton sbb. q = h A Tw – Tw Universitas Sumatera Utara 14 Dimana h = Koefisien konveksi w m2. k A = Luas permukaan kolektor surya m2 Tw = Temperatur dinding k T = Temperatur fluida k Q = Laju perpindahan panas w Karena aliran dalam pemas cairan surya itu laminer dan tabung – tabungnya adalah relatif pendek, maka bilangan nusselt rata – rata dan karena itu harga rata-rata h dalam tabung dapat dicari dari gambar berikut seperti yang dianjurkan oleh duffie dan Becman. Untuk menggunakan grafik dalam gambar 2.1 haruslah dihitung terlebih dahulu sebuah bilangan tanpa dimensi lain yang disebut bilangan prandtl yaitu dengan persamaan Pr = C p µk. Gambar 2.1 Bilangan Nusselt rata-rata dalam pipa pendek untuk berbagai bilangan prandtl. Untuk pemanas surya yang bekerja dalam bilangan Reynols antara 2000 sampai 10000, dan nilai bilangan nusselt sebesar N u = 0,00269. Re R e Yang dimaksud adalah bilangan Reynold yang biasanya berkisar antara 2000 sampai 10000 untuk aliran turbulen, dan dibawah 2000 untuk aliran linier. Bilangan Reynold dapat dirumuskan. Universitas Sumatera Utara 15   i e Vd R  Dimana Re = Bilangan Reynold. V = Kecepatan Rata-rata dari Fluida m s di = Diameter pipa m ρ = Massa jenis kg m 3 μ = Viskositas dinamik kg m.s

2.1.3 Radiasi pancaran

Radiasi surya adalah Radiasi gelombang pendek yang diserap oleh plat penyerap sebuah kolektor surya dan diubah menjadi panas. Oleh karena itu plat penyerap harus memiliki harga α yang setinggi – tingginya dalam batas yang masih praktis. Plat penyerap yang menjadi panas memancarkan radiasi termal dalam daerah panjang gelombang yang panjang infra merah kerugian radiasi ini dapat dikurangi sehingga sangat kecil dengan cara menggunakan permukaan khusus yang memiliki harga absorpsivitas yang tinggi α, tinggi dalam daerah panjang gelombang pendek Radiasi surya dan harga emisivitas yang rendah , rendah dalam daerah infra merah. Permukaan semacam itu disebut permukaan selektif. Salah satu diantaranya adalah khrom hitam Black chrome yang mempunyai harga α = 0.90 dan = 0.12. Penukaran panas netto secara radiasi termak antara dua badan ideal Hitam adalah Dimana σ = Stefan – Boltzman yang besarnya 5.67 x 10-8 w m2 . k 4 T = Temperatur mutlak benda k A = Luas Bidang m 2 Dalam praktek, permukaan bukan merupakan pemancar ataupun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan kelabu warna tersebut dapat ditandai oleh fraksi –   w T T q 4 2 4 1      Universitas Sumatera Utara 16 fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan , emisivitas dan diserap α, absorbsivitas. Misalnya, perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Maka dapat dilihat seperti berikut ini.   1 2 1 4 2 4 1         i i T T q ternyata bermanfaat, Dimana = 1 dan 2 adalah emisivitas dari pelat – pelat penyerap dan kaca. 2. 2. Tinjauan mekanika fluida 2.2.1 Viskositas kekentalan Viskositas merupakan sifat yang menentukan karakteristik fluida terhadap tegangan geser. Viskositas dinamik didefenisikan sebagai perbandingan antara tegangan geser dan laju regangan geser.

2.2.2 Posisi Matahari

Sudut zenit Ө diperlihatkan sebagai sudut antara zenit z, atau garis lurus dibawah kepala, dan garis pandang ke matahari. Persamaan untuk sudut zenit dapat dirumuskan Cos θ z = Sin δ Sin Ø + Cos δ Cos θ Cos ω Dimana θz = Sudut zenith = Deklinasi Ø = Sudut lintang ω = Sudut jam 15 Deklinasi, Yaitu sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang ekuator, ternyata berubah sebagai akibat kemiringan Bumi dari +23,45 musim panas 21 Universitas Sumatera Utara 17         365 284 360 45 , 23 n x Sin  Juni ke – 23,45 di musim dingin 21 Desember harga deklinasi pada setiap saat dapat diperkirakan dengan persamaan berikut Dimana n Adalah hari dari tahun yang bersangkutan.

2.2.3 Intensitas Radiasi pada bidang miring.

Karakteristik dari permukaan pada radiasi bidang miring berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainya. Komponen radiasi pada suatu permukaan miring yaitu komponen sorotan I bT yang diperoleh dengan mengubah radiasi sorotan pada permukaan horizontal menjadi masuk normal dengan menggunakan sudut zenit. Dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggukan sudut masuk. Radiasi sprotan pada permukaan horizontal diperoleh dari selisih antara pengukuran radiasi total antara pengukuran radiasi sebaran untuk lokasi tertentu. Radiasi sorotan I bT pada permukaan miring dapat dihitung dengan radiasi sorotan terukur Id pada sebuah permukaan horizontal perhitungan ini dapat dilakukan dengan dua cara pertama dengan mendistribusikan radiasi sebaran secara merata diatas hemisfer langit, kedua dengan meneliti sebaran berasal dari daerah langit dekat matahari, komponen yang dipantulkan pada permukaan bidang miring I rT dapat dihitung apabila refleksi dari permukaan disekitarnya dapat diketahui. Dari beberapa komponen yang miring seperti yang diterangkan diatas dapat dilihat sebagai berikut. rT dT bT T I I I I    Universitas Sumatera Utara 18 Radiasi langsung : sudut masuk Intensitas radiasi langsung atau sorotan perjam pada sudut masuk normal I bn , dari gambar 2.2 dapat dilihat. Dimana I b adalah radiasi sorotan pada suatu permukaan horizontal dan cos θ z adalah sudut zenit yang ditentukan dari persamaan dibawah ini dengan demikian untuk suatu permukaan yang dimiringkan dengan sudut β terhadap bidang horizontal Gambar 2.2 intensitas dari komponen sorotan ialah. Dimana θT = Sudut masuk yang didefenisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen 90 o pada permukaan bidang miring Apabila permukaan dimiringkan dengan suatu sudut β terhadap horizontal, maka hal itu adalah sama dengan apabila bumi diputar dengan arah jarum jam sebesar sudut β, dan permukaannya tetap berada pada kedudukan yang sama, gambar 2.2 hubungan untuk θ Z untuk garis lintang θ – β kemudian dapat digunakan untuk permukaan yang dimiringkan pada garis lintang φ karena garis lintang ditentukan dari bidang ekuator, maka kemiringan permukaan mengarah ke ekuator, yaitu bahwa permukaan itu dimiringkan ke selatan bagi hemisfer bagian utara.  Cos I I b bn  z T b T bn bT Cos I I I    cos cos   Universitas Sumatera Utara 19                 cos cos cos sin sin cos cos cos sin sin      I I bT Gambar 2.2 Radiasi sorotan setiap jam pada permukaan miring dari pengukuran I b. Dapat dilihat lampiran spesifikasi kolektor surya dan data suhu udara kota Medan sesuai dengan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah Satu Polonia Medan. Universitas Sumatera Utara 40 Lampiran : Universitas Sumatera Utara 41 Universitas Sumatera Utara 42 Sumber dari : PT. Aditya Sarana Graha Universitas Sumatera Utara 43 Sumber dari : PT. Aditya Sarana Graha Universitas Sumatera Utara 20

BAB III ALAT DAN BAHAN